Anda di halaman 1dari 11

TUGAS 3 KEPEMIMPINAN

"Menguak Hambatan dan Tantangan Kepemimpinan Perempuan di Era Digital di Jakarta”

Di susun oleh:

Nama :Destyna Fazerin

NIM :045301484

Program Studi : llmu Administrasi Bisnis

Fakultas dan Prodi : Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UNIVERSITAS TERBUKA

2023
DAFTAR ISI

BAB I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang................................................................................................................................3

1.2 Tujuan dan Signifikansi Penelitian.................................................................................................4

1.3 Rumusan Masalah...........................................................................................................................4

1.4 Metodologi Penelitian.....................................................................................................................4

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kepemimpinan Perempuan...............................................................................................5

2.2 Stereotip Gender.............................................................................................................................5

2.3 Diskriminasi dan Penghalang


Struktural.........................................................................................5

2.4 Konflik Peran dan Tuntutan Ganda.............................................................................................5-6

2.5 Keterwakilan yang Rendah dalam Jabatan Pimpinan....................................................................6

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Profil Studi Kasus...........................................................................................................................7

3.2 Analisis Data dan Temuan Studi Kasus.......................................................................................7-8

3.3 Strategi Mengatasi Hambatan dan Tantangan................................................................................8

3.3.1Pendidikan dan Pelatihan...........................................................................................................8-9

3.3.2Peningkatan Kesadaran dan Kampanye Kesetaraan Gender.......................................................9

IV. Kesimpulan

4.4 Ringkasan Temuan Penelitian & Daftar Pustaka..........................................................................10

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam era digital yang semakin maju seperti saat ini, transformasi teknologi dan informasi telah
membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia kepemimpinan. Di
Jakarta, sebagai pusat bisnis dan teknologi di Indonesia, kehadiran teknologi digital telah memberikan
peluang dan tantangan baru bagi para pemimpin, termasuk pemimpin perempuan.

Meskipun terdapat peningkatan kesadaran akan pentingnya partisipasi perempuan dalam


kepemimpinan, namun masih terdapat hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh para wanita dalam
memegang peran kepemimpinan di era digital. Stereotip gender yang masih melekat, diskriminasi
struktural, dan tuntutan ganda antara karier dan peran keluarga adalah beberapa faktor yang dapat
menghambat kemajuan kepemimpinan perempuan di Jakarta.

Selain itu, rendahnya keterwakilan perempuan dalam jabatan-jabatan pimpinan juga menjadi
permasalahan yang perlu diteliti lebih lanjut. Meskipun terdapat peningkatan kesadaran akan
pentingnya kesetaraan gender, namun angka keterwakilan perempuan dalam posisi kepemimpinan di
sektor bisnis, teknologi, dan pemerintahan masih jauh dari harapan.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah studi kasus yang mendalam untuk mengungkapkan hambatan dan
tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan perempuan di era digital di Jakarta. Melalui pemahaman
yang lebih baik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan perempuan dan
pengalaman mereka, dapat dikembangkan strategi dan inisiatif yang efektif untuk meningkatkan
keterwakilan dan kesuksesan kepemimpinan perempuan di era digital di Jakarta.

Dalam konteks ini, makalah ini bertujuan untuk menyelidiki dan mengungkapkan hambatan dan
tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan perempuan di era digital di Jakarta. Melalui studi kasus
yang mendalam, diharapkan dapat ditemukan solusi dan rekomendasi yang dapat membantu
mengatasi hambatan-hambatan tersebut dan mendorong partisipasi yang lebih besar dari perempuan
dalam kepemimpinan di era digital di Jakarta.

3
1.2 Rumusan Masalah:

1. Apa saja hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan perempuan di era digital di
Jakarta?

2. Bagaimana stereotip gender, diskriminasi struktural, dan tuntutan ganda mempengaruhi kemajuan
kepemimpinan perempuan di Jakarta?

3. Bagaimana rendahnya keterwakilan perempuan dalam jabatan-jabatan pimpinan di berbagai

1.3 Tujuan:

1. Menganalisis hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan perempuan di era digital
di Jakarta. Dengan memahami hambatan-hambatan tersebut, kita dapat mengidentifikasi masalah-
masalah utama yang perlu diatasi untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung
bagi perempuan dalam posisi kepemimpinan di era digital.

2. Meneliti dampak stereotip gender, diskriminasi struktural, dan tuntutan ganda terhadap kemajuan
kepemimpinan perempuan di Jakarta. Dalam memahami pengaruh faktor-faktor ini, kita dapat
mengidentifikasi cara-cara untuk mengurangi dan menghilangkan penghalang yang membatasi
perempuan dalam mencapai posisi kepemimpinan yang setara di era digital.

3. Mengkaji rendahnya keterwakilan perempuan dalam jabatan-jabatan pimpinan di berbagai sektor di


Jakarta. Dengan memahami faktor-faktor yang menyebabkan keterwakilan yang rendah, kita dapat
mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan jumlah dan peran
perempuan dalam kepemimpinan di era digital.

1.4 Metodologi Penelitian:

1. Pendekatan Penelitian: Gunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan pemahaman yang


mendalam tentang hambatan dan tantangan kepemimpinan perempuan di era digital di Jakarta.
Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menjelajahi pengalaman dan persepsi individu serta
konteks sosial yang mempengaruhi kepemimpinan perempuan.

2. Studi Kasus: Gunakan studi kasus sebagai metode utama penelitian. Pilih beberapa organisasi,
lembaga, atau kelompok kepemimpinan perempuan di Jakarta sebagai subjek studi kasus. Ini akan
memungkinkan peneliti untuk menganalisis pengalaman nyata dan tantangan yang dihadapi oleh
kepemimpinan perempuan di era digital.

3. Pengumpulan Data: Gunakan berbagai teknik pengumpulan data, seperti wawancara mendalam
dengan pemimpin perempuan, observasi partisipatif, dan analisis dokumen terkait. Wawancara
mendalam dapat memberikan wawasan yang kaya tentang pengalaman dan persepsi individu,
sementara observasi dan analisis dokumen dapat memberikan konteks yang lebih luas tentang kondisi
kepemimpinan perempuan di era digital di Jakarta.

4. Analisis Data: Gunakan pendekatan analisis tematik untuk menganalisis data kualitatif yang telah
dikumpulkan. Identifikasi pola-pola, tema-tema, dan kategori-kategori yang muncul dari data untuk
memahami hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan perempuan di era digital di
Jakarta.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kepemimpinan Perempuan:

Kepemimpinan Perempuan dapat didefinisikan sebagai kemampuan perempuan dalam memimpin,


menginspirasi, dan mempengaruhi individu atau kelompok lain untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan. Ini melibatkan penerapan keterampilan kepemimpinan yang efektif, termasuk komunikasi
yang baik, pengambilan keputusan yang tepat, pemberdayaan anggota tim, membangun hubungan
yang kuat, dan memimpin dengan integritas.

Kepemimpinan perempuan juga mencakup pemahaman dan penerapan perspektif, pengalaman, dan
nilai-nilai khas yang muncul dari pengalaman dan identitas perempuan. Hal ini termasuk kepekaan
terhadap isu-isu gender, pengakuan atas peran penting perempuan dalam pembangunan masyarakat,
dan promosi kesetaraan gender dalam konteks kepemimpinan.

2.2 Stereotip Gender:

Stereotip gender merujuk pada persepsi, keyakinan, dan ekspektasi yang terbentuk berdasarkan peran
gender yang telah ditetapkan dalam masyarakat. Stereotip ini dapat mempengaruhi cara kita
memandang dan mengevaluasi perempuan dan laki-laki, serta mengharapkan perilaku dan
karakteristik tertentu dari masing-masing jenis kelamin.

Beberapa contoh stereotip gender yang umum meliputi pandangan bahwa perempuan cenderung
lemah, emosional, dan lebih cocok untuk peran domestik, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional,
dan lebih cocok untuk peran kepemimpinan. Stereotip gender dapat membatasi potensi individu,
menciptakan ketidakadilan, dan mempengaruhi peran serta akses perempuan dalam berbagai bidang
kehidupan.

2.3 Diskriminasi dan Penghalang Struktural:

Diskriminasi dan penghalang struktural mengacu pada faktor-faktor yang menghambat kemajuan
perempuan dalam mencapai kesetaraan dan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan. Faktor-
faktor ini dapat berupa kebijakan, praktik, norma sosial, dan struktur kelembagaan yang memperkuat
kesenjangan gender dan mengurangi peluang perempuan untuk berpartisipasi dan maju.

Diskriminasi gender mencakup perlakuan tidak adil, bias, atau pengucilan yang berdasarkan jenis
kelamin seseorang. Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai konteks, seperti pekerjaan, pendidikan,
akses ke layanan kesehatan, dan partisipasi politik. Hal ini dapat menghambat perempuan dalam
mencapai potensi penuh mereka dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam masyarakat.

Penghalang struktural merujuk pada batasan-batasan yang ada dalam struktur sosial, ekonomi, dan
politik yang memengaruhi perempuan secara sistemik. Contohnya termasuk ketidaksetaraan dalam
upah, keterbatasan akses ke pendidikan dan pelatihan, kurangnya perwakilan perempuan dalam posisi
kepemimpinan, serta norma sosial yang mempersempit peran dan harapan terhadap perempuan.

2.4 Konflik Peran dan Tuntutan Ganda:

Konflik peran dan tuntutan ganda merujuk pada situasi di mana individu, terutama perempuan,
menghadapi tuntutan yang saling bertentangan atau sulit dipenuhi antara peran yang berbeda dalam

5
kehidupan mereka. Ini sering terjadi ketika seseorang harus memenuhi tuntutan dari peran pribadi,
seperti peran sebagai anggota keluarga atau ibu, dengan tuntutan dari peran profesional atau karier.

Beberapa penjelasan tentang konflik peran dan tuntutan ganda meliputi:

1. Konflik antara Peran Keluarga dan Karier: Perempuan sering menghadapi konflik antara peran
sebagai ibu, pasangan, atau anggota keluarga dengan peran profesional mereka. Tuntutan yang saling
bertentangan ini dapat menghasilkan stres, perasaan bersalah, dan kesulitan dalam mencapai
keseimbangan yang memadai antara peran-peran tersebut.

2. Beban Kerja yang Berlebihan: Perempuan sering menghadapi beban kerja yang berlebihan,
terutama ketika mereka harus membagi waktu mereka antara pekerjaan dan tanggung jawab rumah
tangga. Tuntutan untuk memenuhi tugas dan tanggung jawab di kedua area ini dapat mengakibatkan
stres, kelelahan, dan kurangnya waktu untuk diri sendiri.

3. Norma Gender dan Ekspektasi yang Tidak Realistis: Norma sosial dan ekspektasi yang tidak
realistis terhadap perempuan seringkali memperkuat konflik peran dan tuntutan ganda. Perempuan
sering diharapkan untuk menjadi "superwoman" yang mampu menjalankan semua peran dengan
sempurna. Namun, ini dapat menjadi beban yang tidak realistis dan mengakibatkan tekanan yang
tinggi.

2.5 Keterwakilan yang Rendah dalam Jabatan Pimpinan:

Keterwakilan yang rendah perempuan dalam jabatan pimpinan mengacu pada kurangnya jumlah
perempuan yang menduduki posisi kepemimpinan di berbagai sektor dan tingkat organisasi.
Fenomena ini merupakan hasil dari berbagai faktor, termasuk diskriminasi, stereotip gender, dan
penghalang struktural yang membatasi peluang perempuan untuk mencapai posisi kepemimpinan
yang tinggi.

Beberapa penjelasan tentang keterwakilan yang rendah perempuan dalam jabatan pimpinan meliputi:

1. Pengaruh Stereotip Gender: Stereotip gender yang menyatakan bahwa laki-laki lebih cocok untuk
peran kepemimpinan dapat mempengaruhi persepsi dan ekspektasi terhadap perempuan dalam
konteks kepemimpinan. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya dukungan dan kesempatan bagi
perempuan untuk memajukan karir mereka ke posisi pimpinan.

2. Pemberian Kesempatan yang Tidak Merata: Pengalaman perempuan dalam pemberian kesempatan
dan promosi di tempat kerja dapat terhambat oleh preferensi dan bias yang tidak sadar. Beberapa studi
menunjukkan adanya tren preferensi untuk memilih laki-laki daripada perempuan dalam pengambilan
keputusan rekrutmen dan promosi, yang menyebabkan keterwakilan yang rendah dalam jabatan
pimpinan.

3. Tuntutan Tradisional Peran Gender: Peran tradisional yang diharapkan dari perempuan, seperti
menjadi ibu dan pengasuh, seringkali mempengaruhi kemampuan dan keinginan perempuan untuk
mencapai posisi kepemimpinan yang tinggi. Tuntutan ganda antara tanggung jawab keluarga dan
tuntutan karir dapat menjadi penghalang bagi perempuan untuk mengambil risiko dan
mengembangkan karir mereka ke tingkat yang lebih tinggi.

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil Studi Kasus

Studi kasus "Menguak Hambatan dan Tantangan Kepemimpinan Perempuan di Era Digital di Jakarta"
bertujuan untuk menggali hambatan dan tantangan yang dihadapi perempuan dalam mencapai posisi
kepemimpinan di era digital di Jakarta, ibu kota Indonesia. Jakarta adalah pusat bisnis, politik, dan
teknologi di negara ini, dan era digital telah membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk dalam konteks kepemimpinan.

Studi kasus ini akan melibatkan partisipan perempuan yang berada dalam berbagai posisi
kepemimpinan di Jakarta, baik di sektor publik maupun swasta. Melalui wawancara mendalam dan
pengumpulan data kualitatif lainnya, studi kasus ini akan menggali pengalaman dan persepsi
partisipan terkait dengan hambatan dan tantangan yang mereka hadapi dalam mengembangkan karir
kepemimpinan di era digital.

Beberapa aspek yang mungkin akan dieksplorasi dalam studi kasus ini termasuk, namun tidak terbatas
pada:

1. Pengaruh Stereotip Gender: Bagaimana stereotip gender mempengaruhi persepsi dan evaluasi
terhadap perempuan dalam posisi kepemimpinan di era digital di Jakarta? Apakah ada harapan dan
ekspektasi tertentu terkait dengan kepemimpinan perempuan di lingkungan digital?

2. Penghalang Struktural: Apa penghalang struktural yang ada dalam lingkungan bisnis dan teknologi
di Jakarta yang menghambat perempuan dalam mencapai posisi kepemimpinan? Bagaimana faktor
seperti kebijakan organisasi, norma sosial, atau kurangnya dukungan institusional mempengaruhi
kemajuan perempuan?

3. Konflik Peran dan Tuntutan Ganda: Bagaimana konflik peran dan tuntutan ganda mempengaruhi
kemampuan perempuan untuk mencapai posisi kepemimpinan di era digital? Apakah ada tantangan
khusus yang dihadapi perempuan dalam mengelola peran pribadi dan profesional mereka dalam
konteks digital?

3.2 Analisis Data dan Temuan Studi Kasus

A.Melalui profil studi kasus ini, diharapkan dapat terungkap gambaran yang komprehensif mengenai
hambatan dan tantangan yang dihadapi perempuan dalam mencapai posisi kepemimpinan di era
digital di Jakarta. Temuan-temuan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu
gender dalam konteks kepemimpinan di era digital dan mendorong perubahan positif untuk mencapai
kesetaraan gender yang lebih baik di Jakarta dan masyarakat secara luas.

Analisis Data dan Temuan Studi Kasus "Menguak Hambatan dan Tantangan Kepemimpinan
Perempuan di Era Digital di Jakarta":

A. Setelah melakukan penelusuran pengalaman dan persepsi kepemimpinan perempuan di era


digital di Jakarta, langkah selanjutnya dalam makalah ini adalah menganalisis data yang telah
dikumpulkan dan mengidentifikasi temuan utama dari studi kasus tersebut. Berikut adalah
contoh analisis data dan beberapa temuan yang mungkin dihasilkan:

7
1. Temuan 1: Stereotip Gender dan Ekspektasi yang Tidak Realistis

- Perempuan dalam posisi kepemimpinan di era digital di Jakarta sering menghadapi stereotip
gender yang mempengaruhi persepsi dan evaluasi terhadap mereka.

- Ada ekspektasi yang tidak realistis terhadap perempuan dalam peran kepemimpinan di lingkungan
digital, seperti harapan untuk menjadi multitasking yang sempurna dan selalu tersedia.

2. Temuan 2: Penghalang Struktural dalam Lingkungan Bisnis dan Teknologi

- Terdapat penghalang struktural yang signifikan yang menghambat perempuan dalam mencapai
posisi kepemimpinan di era digital di Jakarta, seperti kurangnya kesempatan yang setara, diskriminasi
dalam kesempatan promosi, dan kurangnya dukungan institusional.

- Kebijakan organisasi yang tidak inklusif dan norma sosial yang menguntungkan pria juga menjadi
faktor penghambat.

3. Temuan 3: Konflik Peran dan Tuntutan Ganda

- Perempuan dalam posisi kepemimpinan di era digital di Jakarta mengalami konflik peran dan
tuntutan ganda antara peran pribadi dan profesional.

- Tuntutan yang tinggi dari pekerjaan dan tanggung jawab keluarga mengakibatkan tekanan yang
besar dan kesulitan dalam mencapai keseimbangan yang memadai antara kedua peran tersebut.

4. Temuan 4: Keterwakilan yang Rendah dalam Jabatan Pimpinan

- Meskipun ada peningkatan kesadaran tentang pentingnya keterwakilan perempuan dalam


kepemimpinan di era digital, keterwakilan mereka masih rendah di Jakarta.

- Adanya gender bias dalam proses perekrutan dan promosi serta kurangnya mentorship dan
dukungan untuk perempuan dalam mengembangkan keterampilan kepemimpinan.

3.3 Strategi Mengatasi Hambatan dan Tantangan:

3.3.1 Pendidikan dan pelatihan

Pendidikan dan pelatihan menjadi salah satu strategi yang efektif untuk mengatasi hambatan dan
tantangan yang dihadapi oleh perempuan dalam mencapai kepemimpinan di era digital di Jakarta.
Berikut adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam hal pendidikan dan pelatihan:

1. Pendidikan Kesadaran Gender: Pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran gender
dapat membantu mengatasi stereotip gender dan bias tak sadar yang dapat mempengaruhi penilaian
dan persepsi terhadap perempuan dalam kepemimpinan. Pendidikan ini dapat membantu masyarakat
dan organisasi untuk lebih menghargai kontribusi perempuan dalam lingkungan digital.

2. Pelatihan Kepemimpinan: Pelatihan kepemimpinan yang spesifik untuk perempuan dapat


membantu mereka mengembangkan keterampilan kepemimpinan yang diperlukan dalam era digital.
Pelatihan ini dapat meliputi pengembangan keterampilan komunikasi, manajemen tim, pengambilan
keputusan, dan strategi kepemimpinan yang efektif.

3. Pelatihan Teknologi dan Digital: Kemahiran dalam teknologi dan alat-alat digital merupakan aspek
penting dalam kepemimpinan di era digital. Pelatihan yang fokus pada pemahaman dan penguasaan

8
teknologi serta alat-alat digital yang relevan dapat membantu perempuan mengatasi hambatan teknis
yang mungkin mereka hadapi dan memungkinkan mereka untuk mengambil peran kepemimpinan
yang lebih aktif dalam lingkungan digital.

4. Mendorong Keterlibatan dalam Jaringan dan Komunitas: Mendorong perempuan untuk terlibat
dalam jaringan dan komunitas profesional dapat memberikan dukungan, inspirasi, dan kesempatan
untuk berbagi pengalaman serta belajar dari sesama perempuan yang memiliki pengalaman dalam
kepemimpinan di era digital. Jaringan ini dapat memberikan sumber daya, mentorship, dan peluang
kolaborasi yang berharga.

5. Mendorong Peningkatan Akses dan Kesetaraan: Salah satu hambatan yang dihadapi perempuan
adalah akses yang terbatas terhadap peluang pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, strategi untuk
meningkatkan akses dan kesetaraan dalam hal pendidikan dan pelatihan perlu diterapkan. Hal ini
dapat meliputi program beasiswa, kesetaraan akses terhadap pelatihan, dan kebijakan yang
mendukung partisipasi aktif perempuan dalam program pendidikan dan pelatihan.

3.3.2 Peningkatan Kesadaran dan Kampanye Kesetaraan Gender

Peningkatan kesadaran dan kampanye kesetaraan gender merupakan strategi penting dalam mengatasi
hambatan dan tantangan yang dihadapi perempuan dalam mencapai kepemimpinan di era digital di
Jakarta. Berikut ini adalah penjelasan mengenai strategi ini:

1. Edukasi dan Penyuluhan: Peningkatan kesadaran dapat dilakukan melalui edukasi dan penyuluhan
yang bertujuan untuk mengubah sikap dan persepsi masyarakat terhadap peran perempuan dalam
kepemimpinan. Melalui program-program ini, dapat disampaikan informasi tentang pentingnya
kesetaraan gender dan kontribusi perempuan dalam dunia bisnis dan teknologi.

2. Kampanye Publik: Kampanye publik merupakan alat yang efektif untuk meningkatkan kesadaran
dan memperjuangkan kesetaraan gender. Kampanye ini dapat melibatkan penggunaan media massa,
jejaring sosial, dan platform online untuk menyampaikan pesan-pesan penting tentang pentingnya
memerangi stereotip gender, mempromosikan keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan, dan
menghapus diskriminasi gender.

3. Membangun Aliansi dan Kemitraan: Peningkatan kesadaran dan kampanye kesetaraan gender juga
dapat diperkuat melalui pembentukan aliansi dan kemitraan dengan organisasi masyarakat sipil,
lembaga pendidikan, perusahaan, dan pemerintah. Melalui kerjasama ini, dapat dilakukan upaya
bersama untuk mengadvokasi kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan menciptakan
lingkungan yang inklusif bagi perempuan di tempat kerja.

Program-program pemberdayaan seperti mentoring, coaching, dan program pengembangan


kepemimpinan khusus untuk perempuan dapat membantu mengatasi hambatan dan meningkatkan
keterwakilan perempuan dalam jabatan kepemimpinan di era digital. Dalam menjalankan strategi
peningkatan kesadaran dan kampanye kesetaraan gender, penting untuk mengintegrasikan data dan
fakta yang relevan, serta mengutip sumber-sumber jurnal atau penelitian yang mendukung argumen
dan rekomendasi. Dengan meningkatkan kesadaran dan memperjuangkan kesetaraan gender,
diharapkan terjadi perubahan sosial yang positif dan terciptanya lingkungan yang lebih inklusif bagi
perempuan dalam kepemimpinan di era digital.

9
BAB IV

KESIMPULAN

Dalam penelitian "Menguak Hambatan dan Tantangan Kepemimpinan Perempuan di Era Digital di
Jakarta", berbagai temuan telah diidentifikasi. Berikut ini adalah ringkasan temuan penelitian tersebut:

1. Transformasi Era Digital di Jakarta: Era digital telah membawa perubahan signifikan dalam
lingkungan bisnis di Jakarta. Perkembangan teknologi dan digitalisasi telah menciptakan peluang
baru, tetapi juga memberikan tantangan dan hambatan khusus bagi perempuan dalam mencapai posisi
kepemimpinan.

2. Peran Kepemimpinan Perempuan di Era Digital: Kepemimpinan perempuan memiliki peran


penting dalam era digital. Mereka membawa perspektif yang beragam, keterampilan komunikasi yang
kuat, kemampuan mengelola perubahan, dan kecakapan dalam memanfaatkan teknologi. Namun,
perempuan sering menghadapi hambatan dan stereotip gender dalam mencapai posisi kepemimpinan
di era digital.

3. Stereotip Gender: Stereotip gender masih mempengaruhi persepsi dan penilaian terhadap
perempuan dalam kepemimpinan di era digital. Stereotip tersebut dapat menghambat perempuan
dalam mengambil peran kepemimpinan dan mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan mereka
dalam mengelola teknologi dan inovasi.

4. Diskriminasi dan Penghalang Struktural: Diskriminasi gender dan penghalang struktural menjadi
hambatan nyata bagi perempuan dalam mencapai posisi kepemimpinan di era digital. Ketidaksetaraan
akses ke peluang pendidikan, pengambilan keputusan yang didominasi oleh laki-laki, dan
ketidakterwakilan yang rendah dalam jabatan puncak organisasi menjadi tantangan yang perlu diatasi.

5. Keterwakilan yang Rendah dalam Jabatan Pimpinan: Keterwakilan perempuan dalam jabatan
kepemimpinan di era digital di Jakarta masih rendah. Perempuan menghadapi tantangan dalam meraih
kesempatan promosi, mengakses jaringan yang kuat, dan mendapatkan dukungan untuk
pengembangan karir mereka.

Dalam menghadapi hambatan dan tantangan tersebut, strategi yang dapat dilakukan adalah pendidikan
dan pelatihan yang memperkuat keterampilan kepemimpinan, meningkatkan kesadaran gender,
mendorong partisipasi dalam program mentorship, dan membangun kemitraan dan jaringan yang kuat.

Penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang hambatan dan tantangan
kepemimpinan perempuan di era digital di Jakarta. Dalam rangka mencapai kesetaraan gender dan
menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, perlu adanya upaya kolaboratif dari berbagai pihak,
termasuk organisasi, institusi pendidikan, pemerintah, dan masyarakat secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA
Eagly, A. H., & Karau, S. J. (2002). Role congruity theory of prejudice toward female leaders. Psychological review, 109(3), 573-598.Fitzgerald, L. F., Swan,
S., & Magley, V. J. (2017). But it's not my job: An exploration of sexual harassment and bystander intervention. Journal of interpersonal violence, 32(23), 3555-
3577.

Brough, P., O'Driscoll, M. P., & Kalliath, T. (2018). Work–family conflict and enrichment in the context of high work demands. Journal of Managerial
Psychology, 33(3), 173-189.

Eagly, A. H., & Carli, L. L. (2007). Women and the labyrinth of leadership. Harvard business review, 85(9), 62-71.

Kabeer, N. (2020). Gender equality and women's empowerment: A critical analysis of the third Sustainable Development Goal. Gender & Development, 28(2),
195-209.

10
11

Anda mungkin juga menyukai