Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN INDIVIDU

Analisis Putusan Hakim dalam Perkara Cerai Gugat


(Studi Kasus Putusan Nomor 65/Pdt.G/2022/PA.Kds)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Laporan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)
Dosen Pembimbing Lapangan: Ahmad Munif, M.S.I.

Disusun oleh:
Fia Maulidia (1902046037)

PROGRAM STUDI ILMU FALAK


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Kasus .............................................................................................. 1
B. Gugatan ..................................................................................................................... 2
C. Amar Putusan Hakim .............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN TEORITIK ........................................................................................ 6
A. Konsep Beracara di Pengadilan Agama ................................................................. 6
B. Norma Hukum dalam Perundang-undangan Terkait ........................................ 10
C. Teori, Konsep, dan Pendapat Para Pakar/Juris yang Relevan .......................... 13
BAB III ANALISIS KASUS ............................................................................................. 25
A. Putusan dan Pertimbangan Hakim ...................................................................... 25
B. Analisis Putusan dan Pertimbangan Hakim ........................................................ 44
BAB IV PENUTUP............................................................................................................ 49
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 49
B. Rekomendasi ........................................................................................................... 51
LAMPIRAN ...........................................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kasus

Dalam putusan No. 65/Pdt.G/2022/PA.Kds perkara cerai gugat yang diajukan


oleh penggugat Z binti B melawan tergugat F bin B ini dilatar belakangi oleh konflik
di antara kedua belah pihak. Perselisihan dan pertengkaran menjadi naik
intensitasnya di tahun-tahun setelah mereka menikah sebab tergugat berlaku kasar
dan tidak pernah menghiraukan nasehat/saran penggugat. Selain itu, tergugat juga
sudah satu tahun lebih tidak memberikan nafkah lahir secara ekonomi dan nafkah
batin selama hampir dua tahun berjalan.
Menurut penggugat, tergugat memiliki kecemburuan berlebihan sehingga
menyebabkan banyak perselisihan dan salah faham yang terus berkepanjangan.
Tidak hanya itu, tergugat juga melakukan tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga
(KDRT). Kekerasan pertama yang dialami oleh penggugat adalah di awal kelahiran
anak mereka, di pertengahan 2020, dan di pertengahan tahun 2021.
Walaupun pada awalnya penggugat mencoba bersabar atas perselisihan dan
pertengakaran dalam rumah tangga mereka khususnya dalam hal ekonomi, termasuk
atas perlakuan tergugat yang kasar karena penggugat masih menghormatinya sebagai
seorang suami dan ingin mempertahankan rumah tangga mereka. Konflik itu
mencapai puncaknya pada pertengahan 2019 setelah hari raya Idul FItri karena
tergugat tidak bertanggungjawab sebagai kepala rumah tangga dengan tidak
memberikan nafkah lahir dan batin pada penggugat.
Setelah kejadian tersebut, penggugat dan tergugat telah berpisah tempat
tinggal. Namun di lain sisi, kedua belah pihak sebenarnya sudah pernah melakukan
upaya perdamaian untuk dengan membicarakan maslaah rumah tangga mereka di
luar pengadilan namun tidak menemukan titik terang sehingga perceraian dianggap
sebagai jalan terbaik.
Walau demikian, tergugat tidak mengakui adanya pertengkaran di rumah
tangga mereka dengan dalih hanya berselisih paham saja. Jawaban tergugat atas
gugatan penggugat menunjukkan fakta baru yang melatarbelakangi perseteruan
mereka yakni adanya pihak ketiga sebagai penyebab perlakuan kasar tergugat pada

1
penggugat dan tidak diberikannya nafkah oleh tergugat oleh sebab itu penggugat
keberatan untuk bercerai dengan tergugat.
Dengan banyaknya selisih paham di atas, penulis kira menjadi alasan yang
cukup kuat mengapa kemudian perkara ini diajukan ke Pengadilan Agama Kudus.

B. Gugatan

Melalui surat gugatannya yang terdaftar secara elektronik melalui aplikasi e


court di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kudus Nomor 65/Pdt.G/2022/PA.Kds
tanggal 10 Januari 2022 penggugat mengemukakan gugatannya sebagai berikut:
1. Penggugat dan Tergugat adalah Suami Istri sah yang telah menikah pada hari
Senin tanggal 27 Maret 2000 bertepatan tanggal 21 Dzulhijjah 1420 H dan
tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus
sebagaimana tercatat dalam Kutipan AKta Nikah Nomor ***************
2. Penggugat dahulu statusnya adalah Perawan dan Tergugat statusnya adalah
Jejaka;
3. Setelah menikah Penggugat dan Tergugat bertempat tingggal di rumah orang tua
Penggugat di Dukuh Jepanan Desa Getassrabi Kecamatan Gebog Kabupaten
Kudus selama Dua (2) tahun kemudian Penggugat dan Tergugat tinggal di Dukuh
Jetis Rt.01 Rw.05 Desa Kaliwungu Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus
kurang lebih tujuh belas (17) tahun, kemudian setelah itu Penggugat sekarang
tinggal di Perumahan Alka Kaliwungi hingga sekarang;
4. Setelah menikah, Penggugat dan Tergugat pernah hidup rukun sebagaimana
layaknya suami isteri (ba’da dukhul) dan dikaruniai Dua (2) orang anak;
5. Semula kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat berjalan dengan baik
dan harmonis. Namun setelah perkawinan berlangsung selama beberapa tahun
hingga sekarang, kehidupan rumah tangga Penggugat dengan Tergugat menjadi
goyah dan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena:
a) Tergugat sering berlaku kasar kepada Penggugat, tidak pernah menghiraukan
nasehat Penggugat
b) Tergugat kurang bertanggungjawab kepada keluarga khususnya nafkah lahir
(ekonomi) yang sudah satu tahun lebih tidak pernah dipenuhi juga nafkah
bathin yang hampir dua tahun ini juga tidak dipenuhi.

2
c) Tergugat memiliki cemburu berlebihan sehingga mengakibatkan perselisihan
faham yang berkepanjangan.
d) Tergugat melakukan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) seingat
Penggugat lebih dari tiga (3) kali yaitu; pertama saat awal kelahiran anak
yang berinisial A, kali kedua terjadi di pertengahan tahun 2020, dan yang
ketiga terjadi di pertengahan tahun 2021.
6. Puncak dari perselisihan dan pertengkaran terjadi pada pertengahan 2019 atau
setelah hari Raya Idul Fitri karena Tergugat tidak memenuhi nafkah lahir pada
penggugat dan sering berlaku kasar sehingga Penggugat merasa tidak kuat untuk
mempertahankan dan membina rumah tangga yang penuh kasih dan sayang
untuk mewujudkan ketentraman (Sakinah, Mawaddah, Warohmah) sebagaimana
yang diamanatkan oleh Undang - undang No : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
7. Sebab peristiwa di atas hingga sekarang kurang lebih empat (4) bulan lamanya
Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal, dan sekarang Penggugat
tinggal di Perumahan Alka Kaliwungu yang beralamat di Jl. Raya Kudus - Jepara
Km.05 Mijen Kudus;
8. Permasalahan tersebut terjadi bukan perkara baru akan tetapi Penggugat dan
Tergugat sering terjadi perselisihan faham dan pertengkaran terus menerus mulai
pasca Perkawinan Penggugat dengan Tergugat, akan tetapi Penggugat selalu
bersabar dalam menghadapi problema rumah tangga khususnya masalah
ekonomi, karena Penggugat sadar dan menyadari masih menghormati (Ta`dzim)
Tergugat, karena Tergugat adalah seorang Suami yang menjadi ``Qowwamun``
atas wanita yang menjadi Istri Tergugat, seharusnya sifat inilah yang menjadi
responsif dalam membina suatu rumah tangga yang bahagia seperti yang
disinyalir dalam Al Qur`an QS. Ar - Ruum ayat 21 untuk mempertahankan dan
membina rumah tangga yang penuh kasih dan sayang untuk mewujudkan
ketentraman ( Sakinah, Mawaddah, Warohmah ) sebagaimana yang diamanatkan
oleh Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak terwujud;
9. Atas hal tersebut, Penggugat dan Tergugat sepakat untuk membahas masalah di
atas dengan cara baik – baik (kekeluargaan);
10. Antara Penggugat dan Tergugat sudah sepakat bercerai atau berpisah, oleh sebab
itu peraturan tentang Perceraian menurut Hukum Islam selalu mengandung
pendidikan yaitu suatu pendidikan yang berupa mempersukar terjadinya

3
perceraian, akan tetapi walau pun demikian cita-cita antara (Penggugat dan
Tergugat) untuk hidup secara harmonis sebagaimana telah diletakkan pada waktu
akad nikah lebih - lebih pada waktu Tergugat (Suami) mengucapkan Ikrar Ta`liq
Talak kadang - kadang menemui kegagalan, sebab terjadi adanya perselisihan
faham antara Suami - Istri yang timbul karena banyak hal yang mengakibatkan
kelangsungan hidup bisa terancam dan apabila keadaan sudah seperti ini, maka
jalan yang ditempuh dan yang harus dipilih adalah :
• Meneruskan Perkawinan tersebut yang berarti membiarkan
kehidupan rumah tangga sebagai neraka.
• Mengadakan perpisahan secara Jasmaniah sementara masih dalam
status sebagai Suami - Istri yang akan merupakan penyiksaan lahir -
bathin, terutama bagi pihak Istri.
• Melakukan perceraian dimana masing - masing pihak menjadi bebas
dan leluasa untuk merenungkan dan mempertimbangkan kembali
rumah tangga, mereka bebas untuk meneruskan perceraian dan
bebas pula untuk kembali rukun lagi.
Bahwa berdasarkan peristiwa-peristiwa tersebut di atas, maka
Penggugat mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama Kudus, oleh
karena itu sesuai dengan ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 jo. Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf f tentang
perkawinan menyebutkan sebagai berikut: “Perceraian dapat terjadi karena
alasan-alasan sebagai berikut: suami istri terus menerus terjadi perselisihan
dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.”
Bahwa demi keutuhan rumah tangga, Penggugat dan Tergugat sudah
berusaha untuk menyelesaikan masalah rumah tangga namun belum
berhasil, Penggugat sudah merasa tidak kuat lagi sehingga rumah tangga
Penggugat dan Tergugat tidak dapat dipertahankan lagi.
Bahwa dari perselisihan terus - menerus antara Penggugat dan
Tergugat tersebut tidak ada harapan lagi untuk dapat dirukunkan kembali,
dan Penggugat sudah tidak berkeinginan untuk melanjutkan pernikahan
dengan Tergugat, maka Penggugat berketetapan hati untuk mengajukan

4
Cerai Gugat terhadap Tergugat ke Pengadilan Agama Kudus.
Berdasarkan Alasan - alasan tersebut diatas, Penggugat dengan segala
kerendahan hati mohon kepada yang terhormat Ketua Pengadilan Agama
Kudus C/q. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara ini agar berkenan kiranya
memeriksa dengan seksama serta selanjutnya menjatuhkan Putusan yang
Amarnya berbunyi sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

2. Menjatuhkan Talak Bain Sughro Tergugat ( ) terhadap


Penggugat ( ) di hadapan Sidang Pengadilan Agama
Kudus.
3. Menetapkan biaya yang timbul dalam perkara ini menurut
hukum. Atau
Apabila Pengadilan Agama Kudus berpendapat lain, maka mohon
putusan yang seadil-adilnya (ExAequo Et Bono);

C. Amar Putusan Hakim

Bahwa dalam persidangan Majelis Hakim telah mengadili semua gugatan dan telah
sebagaimana putusan yang seadil-adilnya.
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat ( i) terhadap
Penggugat ( );
3. Membebankan Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah
Rp235.000,00 (dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah).

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIK

A. Konsep Beracara di Pengadilan Agama

1. Penggugat Melakukan Pendaftaran Perkara


a) Penggugat yang datang ke Pengadilan Agama Kudus dengan membawa surat
gugatan perceraian.
b) Penggugat menghadap petugas meja Pertama dan menyerahkan surat gugatan
atau permohonan, minimal 6 (enam rangkap beserta fotokopi Kutipan Akta
Nikah yang telah ditempeli materai dan cap pos dan fotokopi KTP.
c) Petugas Meja Pertama memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan
dengan perkara yang diajukan menaksir panjar biaya perkara yang kemudia
ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
d) Penggugat membayar Panjar Biaya Perkara ke Bank BRI yang besarnya sesuai
dengan jumlah yang tertera pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
e) Pemegang kas (kasir) menandatangani Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM)
dan membubuhkan nomor urut perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam
Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kemudian menyerahkan tindasan
pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) yang telah dicap lunas dan
surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara.
f) Setelah lunas membayar panjar biaya perkara dan mendapatkan nomor perkara,
Perkara dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Agama guna dilakukan
Penunjukkan Majelis Hakim dan ketua majelis, kemudian Ketua Pengadilan
Agama menyerahkan berkas perkara kepada Panitera dan panitera menujukkan
Panitera Pengganti dan menujukan Juru Sita, kemudia ketua majelis yang sudah
dipilih oleh Ketua Pengadilan Agama untuk menetapkan Hari Pertama Sidang.
2. Tahapan Penanganan Perkara di Persidangan
a) Perkara yang sudah didaftar di Pengadilan Agama oleh Penggugat selanjutnya
tinggal menunggu panggilan sidang dari Juru Sita/Juru Sita Pengganti
Pemanggilan oleh Juru Sita/Juru Sita Pengganti kepada pihak

6
Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon dilakukan sekurang-kurangnya
3 hari sebelum sidang sudah sampai kepada yang bersangkutan, dan langsung
disampaikan kealamat Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon seperti
yang tersebut dalam surat gugatan/permohonan. Jika pada saat dipanggil para
pihak tidak ditemukan di alamatnya, maka panggilan disampaikan melalui
Kepala Desa/Lurah dimana para pihak bertempat tinggal.
b) Jika para pihak sudah dipanggil dan datang ke Pengadilan Agama segera
mendaftarkan diri di piket Meja Informasi yang tersedia, dan tinggal
menunggu antrian sidang. Para pihak yang sedang, menunggu giliran sidang
diruangan khusus yang tersedia sambil menonton televisi.
3. Tahapan-tahapan Penanganan Perkara di Persidangan
1). Upaya Perdamaian
Pada perkara perceraian ini hakim wajib mendamaian kedua belah
pihak berperkara pada setiap kali persidang ( Pasal 56 ayat 2, 65, 82, 83 UU
No 7 Tahun 1989). Dan selanjutnya jika kedua belah pihak hadir
dipersidangan dilanjutkan dengan mediasi PERMA No 1 Tahun 2008. Kedua
belah pihak bebas memilih Hakim mediator yang tersedia di Pengadilan
Agama Pelaihar tanpa dipungut biaya. Apabila terjadi perdamaian, maka
perkaranya dicabut oleh Penggugat/Pemohon dan perkara telah selesai.
Dalam perkara perceraian setiap permulaan sidang, sebelum
pemeriksaan perkara, hakim diwajibkan mengusahakan perdamaian antara
para pihak berperkara ( Pasal 154 R.Bg), dan jika tidak damai dilanjutkan
dengan mediasi. Dalam mediasi ini para pihak boleh menggunakan hakim
mediator yang tersedia di Pengadilan Agama tanpa dipungut biaya, kecuali
para pihak menggunakan mediator dari luar yang sudah punya sertikat, maka
biayanya seluruhnya ditanggung kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan
mereka. Apabila terjadi damai, maka dibuatkan akta perdamaian ( Acta Van
Verglijk). Akta Perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan putusan hakim,dan dapat dieksekusi, tetapi tidak dapat dimintakan
banding, kasasi dan peninjauan kembali.

7
Apabila tidak terjadi damai dalam mediasi, baik perkara perceraian
maupun perkara perdata umum, maka proses pemeriksaan perkara
dilanjutkan.
2). Pembacaan Surat Gugatan Penggugat
Sebelum surat gugatan dibacakan, jika perkara perceraian, hakim
wajib menyatakan sidang tertutup untuk umum.
Surat Gugatan Penggugat yang diajukan ke Pengadilan Agama itu dibacakan
oleh Penggugat sendiri atau salah seorang majelis hakim, dan sebelum
diberikan kesempatan oleh mejelis hakim kepada tergugat memberikan
tanggapan/jawabannya, pihak penggugat punya hak untuk mengubah,
mencabut atau mempertahankan isi surat gugatannya tersebut.
Apabila Penggugat menyatakan tetap tidak ada perubahan dan
tambahan dalam gugatannya itu kemudian persidangan dilanjutkan ketahap
berikutnya.
3). Jawaban Tergugat
Setelah gugatan dibacakan, kemudian Tergugat diberi kesempatan
mengajukan jawabannya, baik ketika sidang hari itu juga atau sidang
berikutnya. Jawaban tergugat dapat dilakukan secara tertulis atau lisan (Pasal
158 ayat (1) R.Bg). Pada tahap jawaban ini, tergugat dapat pula mengajukan
eksepsi (tangkisan) atau rekonpensi (gugatan balik). Dan pihak tergugat tidak
perlu membayar panjar biaya perkara.
4). Replik Penggugat
Setelah Tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat
diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapat penggugat.
Pada tahap ini mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya atau
bisa pula merubah sikap dengan membenarkan jawaban/bantahan tergugat.
5). Duplik Tergugat
Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat
diberi kesempatan untuk menanggapinya/menyampaikan dupliknya. Dalam
tahap ini dapat diulang-ulangi sampai ada titik temu antara penggugat dengan
tergugat. Apabila acara jawab menjawab dianggap cukup oleh hakim, dan
8
masih ada hal-hal yang tidak disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini
dilanjutkan dengan acara pembuktian.
6). Pembuktian
Pada tahap ini, penggugat dan tergugat diberi kesempatan yang sama
untuk mengajukan bukti-bukti, baik berupa bukti surat maupun saksi-saksi
secara bergantian yang diatur oleh hakim.
7). Kesimpulan Para Pihak
Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan
yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan
hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-
masing. Kesimpulan yang disampaikan ini dapat berupa lisan dan dapat pula
secara tertulis.
8). Musyawarah Majelis Hakim
Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasi ( Pasal 19 ayat
(3) UU No. 4 Tahun 2004. Dalam rapat permusyawaratan majelis hakim ,
semua hakim menyampaikan pertimbangannya atau pendapatnya baik secara
lisan maupun tertulis. Jika terdapat perbedaan pendapat, maka diambil suara
terbanyak, dan pendapat yang berbeda tersebut dapat dimuat dalam putusan
(dissenting opinion).
9). Putusan Hakim
Setelah selesai musyawarah majelis hakim, sesuai dengan jadwal
sidang, pada tahap ini dibacakan putusan majelis hakim. Setelah dibacakan
putusan tersebut, penggugat dan tergugat berhak mengajukan upaya hukum
banding dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan diucapkan. Apabila
penggugat/ tergugat tidak hadir saat dibacakan putusan, maka Juru Sita
Pengadilan Agama akan menyampaikan isi/amar putusan itu kepada pihak
yang tidak hadir, dan putusan baru berkekuatan hukum tetap setelah 14 hari
amar putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir itu.

9
B. Norma Hukum dalam Perundang-undangan Terkait
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur ihwal putusnya perkawinan
dalam Bab VIII Pasal 38 sampai Pasal 41 Tahun 1975 Pasal 14 sampai dengan Pasal 36,
dan hal-hal teknis lainnya dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975.
Ketentuan Pasal 38 UU No 1 Tahun 1974 menyebutkan suatu perkawinan dapat putus
karena tiga hal, yaitu kematian salah satu pihak, perceraian, dan atas putusan hakim.
Selanjutnya dalam Pasal 39 ayat (1), (2) dan (3), disebutkan pula bahwa perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan (Majelis Hakim)
tidak berhasil mendamaikan ke dua belah pihak, serta cukup alasan bagi mereka untuk
bercerai karena tidak ada harapan lagi untuk hidup rukun dalam suatu rumah tangga,
perkawinan mereka betul-betul sudah pecah. Gugatan perceraian dapat diajukan oleh
pihak suami atau pihak istri dengan alasan yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Tutik, 2008: 133).1
Suatu norma dianggap sah sebagai norma hukum (legal norm) yang mengikat
untuk umum apabila norma hukum itu berlaku karena diberlakukan atau karena
dianggap oleh para subjek hukum yang diikatnya. Keberlakuan ini dalam bahasa Inggris
validity dalam bahasa Jerman geltung atau dalam bahasa Belanda gelding. Keabsahan
berlakunya atau keberlakuan suatu Undang-undang atau peraturan perundang- undangan
itu sendiri pada pokoknya ditentukan oleh banyak faktor dan beraneka cara pandang.
Secara umum dapat dikemukakan adanya empat kemungkinan faktor yang
menyebabkan norma hukum dalam Undang- undang atau peraturan perundang-
undangan dikatakan berlaku. Norma- norma hukum dimaksud dapat dianggap berlaku
karena pertimbangan yang bersifat filosofis, yuridis, sosiologis, politis, maupun secara
administratif (Asshiddiqie, 2010: 166).
Sedang menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974, putusnya perkawinan
karena tiga hal, pertama, karena kematian, kedua, karena perceraian, dan ketiga, karena
putusan pengadilan (Pasal 38 huruf a, b, dan c). Sedangkan Peraturan Pemerintah No 9
Tahun 1975 menggunakan istilah dengan cerai talak, untuk perceraian. Adapun

1
Dahwadin dkk, 2020, Hakikat Perceraian Berdasarkan Ketentuan Hukum Islam di Indonesia, volume 11,nomor
1, Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam

10
perceraian karena putusan pengadilan (Pasal 38 huruf c) Peraturan Pemerintah No 9
Tahun 1975 menggunakan istilah cerai gugatan. Perbedaan antara perceraian atau cerai
talak dengan karena putusan pengadilan adalah perceraian ikrar suami di depan sidang
pengadilan, sedangkan putusnya perkawinan karena putusan pengadilan atau dalam
istilah Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 cerai gugatan adalah perceraian yang
terjadi karena gugatan salah satu pihak dari suami istri tersebut, atau suatu perceraian
akibat putusan pengadilan (Hakim, 2000: 167–168).
Perceraian diatur dalam pasal 39 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perceraian yang menyatakan : ”(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak. (2) Untuk melakukan perceraian harus cukup alasan bahwa
antara suami istri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri.” Perceraian
secara yuridis berarti putusnya perkawinan yang mengakibatkan putusnya hubungan
sebagai suami istri.
Mantan suami/istri mempunyai kedudukan hak dan kewajiban menurut pasal
41 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa : “Pengadilan
dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.” Perceraian dapat
dilakukan dengan melewati gugatan pengadilan, dimana hakim akan bertindak
sabagai perantara bagi suami istri atau kedua belah pihak yang berperkara, agar
hak-hak dan kewajibannya terjamin.
Untuk itu, Hakim diharuskan mendengarkan keterangan kedua belah pihak.
Pada saat kedua belah pihak dipanggil di muka sidang mereka harus mendapatkan
perlakuan yang sama, sehingga menghasilkan keputusan berdasarkan hukum yang
tepat.2

2
Singgih Hasanul Baluqia, Puti Priyana, Pertimbangan hakim terhadap Perkara Cerai Gugat Suami Ghaib dan
Akiba Hukumnya di Pengadilan Agama Karawang, Jurnal Yustitia, Faculty of Law Universitas Wiralodra, 233.

11
Unsur-unsur alasan perceraian berdasarkan Pasal 19 huruf (b) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, jo Pasal 116 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam,
telah terpenuhi dan oleh karenanya Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Penggugat
telah mempunyai cukup alasan untuk melakukan perceraian. Berdasarkan ketentuan
Pasal 39 ayat (2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas
Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan, gugatan Penggugat a
quo telah beralasan dan tidak melawan hukum, sehingga gugatan Penggugat untuk
bercerai dengan Tergugat patut untuk dikabulkan dengan menjatuhkan talak satu
bain shughra Tergugat kepada Penggugat.3
Apabila seseorang mendapat kekerasan dalam rumah tangga dan tidak terpenuhi
haknya, maka perceraian adalah pilihan terakhir yang dilakukan. kegagalan berumah
tangga tentu banyak sekali, bahkan kadang-kadang kalau kehidupan suami istri
dipaksakan terus dalam suatu kehidupan yang tidak harmonis niscaya aka nada
kemungkinan lain yang timbul sebagai akibat dari kegagalan individu. Perceraian tidak
hanya dapat dilakuakan oleh laki-laki saja tetapi perempuan juga dapat mengajukan
gugatan perceraian yaitu disebut dengan cerai gugat.
Cerai gugat adalah sesuatu yang bertentangan dengan tujuan perkawinan.
Namun demikian, cerai gugat bisa dilakukan jika dalam keadaan terpaksa untuk
menghindarkan bahaya yang lebih besar seperti adanya kekerasan dalam rumah
tangga. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang menegaskan jika seseorang
dihadapkan kepada suatu dilema, maka dibenarkan untuk memilih melakukan
kemudharatan yang paling ringan di antara beberapa kemudharatan yang sedang
dihadapinya. Dan perceraian menjadi salah satu jalan keluarnya. Berkaitan dengan ini
sesuai dengan penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal
19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam yang menyatakan bahwa Antara suami dan istri terus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

3
Ibid,.

12
Dalam tindak kekerasan terhadap istri sudah diatur pada Pasal 1 UU Nomor 23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).UU
PKDRT ini adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga. Apabila seseorang mendapat perlakuan kekerasan dalam rumah tangga
maka tidak perlu takut untuk segera melaporkan kepada pihak yang berwajib.

C. Teori, Konsep, dan Pendapat Para Pakar/Juris yang Relevan

Tinjauan Umum Tentang Cerai Gugat Menurut Hukum Islam Dan


Perundang-Undangan

1) Pengertian Cerai Gugat


a) Pengertian Cerai Gugat Menurut Perundang-Undangan
Untuk memperoleh gambaran tentang cerai gugat, maka perlu dijelaskan
terlebih dahulu mengenai perceraian. Perceraian adalah berakhirnya
hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
yang selama ini hidup sebagai suami istri. Perceraian dibagi dua macam
yaitu cerai talak dan cerai gugat. Dalam tulisan ini penulis hanya membatasi
pada masalah cerai gugat. Cerai gugat berarti, putus hubungan sebagai istri.4
Sedangkan gugat (gugatan) berarti suatu cara untuk menuntut hak melalui
putusan pengadilan.5
Jadi yang dimaksud cerai gugat adalah perceraian yang disebabkan oleh
adanya suatu tuntutan dari salah satu pihak (istri) kepada pengadilan dan
perceraian itu terjadi dengan suatu putusan pengadilan. Mengenai cerai
gugat ini, perundang-undangan menyebutkan dalam pasal 73 (1) UU No. 7
Tahun 1989, pasal 132 (1) Kompilasi Hukum Islam dan pasal 20 (1) PP. RI

4
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta, Rineka Cipta, 1992), 76.
5
Zainul Bahri, Kamus Umum Khusus Bidang Hukum Dan Politik, (Bandung, Angkasa, 1993), 8.

13
No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
1) UU No. 7 Tahun 1989 pasal 73 (1)
Bahwa gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya
kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan
tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
2) Kompilasi Hukum Islam pasal 132 (1)
Bahwa gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada
Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal
penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa
izin suami.
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1975 Pasal 20
(1)
Bahwa gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau
kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman tergugat. Artinya gugatan perceraian dapat dilakukan oleh
seorang istri yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam
dan oleh seorang suami atau seorang istri yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dankepercayaannya itu selain agama
Islam.
Dengan adanya penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa cerai
gugat atau gugatan perceraian merupkan suatu istilah yang digunakan
dalam Pengadilan Agama.
b) Pengertian Cerai Gugat Menurut Hukum Islam
Adapun dalam kitab-kitab fiqh (hukum Islam) perceraian yang
berdasarkan gugatan dari salah satu pihak dan dilakukan melalui proses
peradilan diistilahkan dengan fasakh. Fasakh artinya merusak atau
melepaskan tali ikatan perkawinan.6 Hal ini berarti bahwa perkawinan itu

6
Al-Hamdani, Risalah Nikah, Jakarta, Pustaka Amani, 2002, 271.

14
diputuskan oleh hakim Pengadilan Agama atas permintaan salah satu pihak.
Fasakh dapat terjadi karena sebab yang berkenaan dengan akad (sah atau
tidaknya) atau dengan sebab yang datang setelah berlakunya akad.
Pada asasnya fasakh adalah hak suami dan istri, akan tetapi dalam
pelaksanaannya lebih banyak dilakukan oleh pihak istri dari pada pihak
suami. Hal ini disebabkan karena Agama Islam telah memberikan hak talak
kepada suami.7 Fuqaha dari kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa
pisahnya suami istri karena suami dan sama sekali tidak ada pengaruh
istri disebut talak. Dan setiap pisahnya suami istri karena istri, atau karena
suami tetapi dengan pengaruh dari istri disebut fasakh.8
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tentang cerai gugat dan fasakh
tersebut, maka dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan cerai gugat
adalah perceraian yang disebabkan adanya suatu gugatan lebih dahulu dari
pihak istri kepada Pengadilan Agama dan perceraian itu terjadi dengan
putusan pengadilan.
2) Alasan-Alasan Cerai Gugat
1). Alasan-alasan cerai gugat menurut Perundang-Undangan
Telah diketahui bahwa sekalipun perceraian dalam perkawinan tidak
dilarang, namun setiap orang tidak boleh begitu saja memutuskan hubungan
perkawinan tanpa alasan yang kuat, begitupun dengan seorang istri. Oleh
karena itu jika seorang isteri ingin mengajukan gugatan cerai maka harus
mempunyai alasan-alasan perceraian yang kuat sesuai dengan alasan-alasan
yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Adapun alasan-alasan cerai
gugat tersebut adalah:
a) Cerai gugat dengan alasan suami berbuat zina, atau menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
Sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 Tahun 1975 pasal 19 (a)
dan KHI pasal 116 (a).

7
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta, Bulan Bintang, 1987, 213.
8
Sayyid Sabiq, Alih Bahasa Moh. Thalib, Fiqih Sunnah VII, Bandung, Al-Ma’arif, 1981, 34.

15
b) Cerai gugat dengan alasan suami meninggalkan istri selama 2 tahun
berturut-turut. Sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 tahun 1975
pasal 19 (b) KHI pasal 116 (b) bahwa salah satu pihak meninggalkan
pihak yang lain selama 2 tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. Dalam
pasal 133 KHI dijelaskan:
a. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 (b), dapat
diajukan setelah lampau 2 tahun terhitung sejak tergugat
meninggalkan rumah.
b. Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau
mengajukan sikap tidak mau lagi kembali kerumah kediaman
bersama.
c) Cerai gugat dengan alasan suami mendapat hukuman penjara 5 tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan. Sebagaimana yang
tercantum dalam PP. No. 9 tahun 1975 pasal 19 (c) dan KHI pasal 116
(c).
d) Cerai gugat dengan alasan suami melakukan kekejaman atau
penganiayaan. Sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 tahun 1975
pasal 19 (d) dan KHI pasal 116 (d).
e) Cerai gugat dengan alasan suami mendapat cacat badan atau penyakit
dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/isteri.
Sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 tahun 1975 pasal 19 (e)
dan KHI pasal 116 (e).
f) Cerai gugat dengan alasan antara suami istri terjadi perselisihan terus
menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga. Sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 tahun 1975 pasal
19 (f) dan KHI pasal 116 (f).
g) Cerai gugat dengan alasan suami melakukan pelanggaran sighat taklik
talak. Sebagaimana yang tercantum dalam KHI pasal 116 (g).

16
h) Cerai gugat dengan alasan suami murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidak rukunan dalam rumah tangga. Sebagaimana yang tercantum
dalam KHI pasal 116 (h).
i) Cerai gugat dengan alasan suami melalaikan kewajibannya.
Sebagaimana tercantum dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 34 (3) dan KHI
pasal 77 (5).
2). Alasan-alasan cerai gugat menurut Hukum Islam
Fasakh yang disebut juga dengan cerai gugat pada dasarnya tidak bisa
terjadi begitu saja. Kamal Muchtar mengemukakan bahwa alasan-alasan yang
dapat diajukan dalam perkara fasakh9 antara lain adalah:
a) Cacat atau penyakit
Yang dimaksud dengan cacat atau penyakit disini adalah cacat
jasmani dan cacat rohani yang tidak dapat dihilangkan atau dapat
dihilangkan tetapi dengan waktu yang lama. Para ulama berbeda pendapat
mengenai bolah tidaknya perkawinan difasakh karena cacat. Diantaranya
Imam Malik, Syafi’I dan para pengikut keduanya berpendapat bahwa
apabila salah seorang suami isteri manemukan pada diri pasangannya
cacat fisik atau mental yang menghalangi kelangsungan perkawinan,
maka salah satu pihak tersebut boleh memilih untuk bercerai atau
melanjutkan perkawinan.10
Ibnu Qayyim berpendapat boleh fasakh dengan cacat apapun
bentuknya yang dapat menghilangkan ketenangan, kecintaan, dan kasih
sayang. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa suami tidak
mempunyai hak fasakh karena suatu cacat yang terdapat pada isteri. Yang
memiliki hak fasakh hanya isteri apabila suaminya impoten.11
Adapun mengenai bentuk cacat yang membolehkan fasakh, para
ulama juga berbeda pendapat12:

9
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta, Bulan Bintang, 213.
10
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, As-Syifa’, 1990, 454.
11
Mahmud Syaltut, Fiqih Tujuh Madzhab, Bandung, Pustaka Setia, 199.
12
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid,(Jakarta, Pustaka Amani, 2007), 455.

17
Imam Malik dan Syafi’i sependapat bahwa penolakan perkawinan
dapat terjadi karena empat macam yaitu: gila, lepra, kusta, dan penyakit
kelamin yang menghalangi jima’, adakalanya tumbuh tulang atau daging
bagi orang perempuan, atau impoten atau terpotong penisnya bagi orang
lelaki.
Imam Abu Hanifa bersama para pengikutnya dan Ats-Tsauri
berpendapat bahwa orang perempuan tidak dapat ditolak dalam
perkawinan kecuali karena dua cacat saja, yaitu tumbuh tulang dan
tumbuh daging.
b) Suami tidak memberi nafkah
Jumhur ulama’ yang terdiri dari Imam Malik, Syafi’I, dan Ahmad,
berpendapat bahwa hakim boleh menetapkan putusnya perkawinan
karena suami tidak member nafkah kepada istri, baik karena memang
tidak ada lagi nafkah itu atau suami menolak memberi nafkah.13
Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Ats-Tsauri berpendapat bahwa kedua
suami istri tidak dipisahkan. Mereka mengatakan bahwa istri harus
bersabar dan mengusahakan belanjaatas tanggungan suami.14
c) Meninggalkan tempat kediaman bersama
Mengenai hal ini para ahli fiqih berbeda pendapat, Imam Abu
Hanifah dan Imam Asy Syafi’I berpendapat bahwa tindakan suami
meninggalkan tempat kediaman bersama itu tidak dapat dijadikan alasan
untuk mengajukan tuntutan percerain kepada hakim karena tidak
mempunyai alasan yang dipertanggung jawabkan. Sedangkan Imam
Malik dan Imam Ahmad membolehkan untuk menjadikan tindakan suami
itu sebagai alasan untuk bercerai, sekalipun suami meninggalkan harta
yang dapat dijadikan nafkah oleh istrinya.15
d) Menganiaya berat

13
Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, Jakarta, Kencana, 2008, 246.
14
Mahmud Syaltut, Alih Bahasa H. Ismuha, Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih,
Jakarta, Bulan Bintang, 1993, 189.
15
Mahmud Syaltut, Alih Bahasa H. Ismuha, Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih,
Jakarta, Bulan Bintang, 1993, 189.

18
Mengenai hal ini ulama berbeda pendapat diantaranya: Imam Abu
Hanifa, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa istri tidak
mempunyai hak untuk meminta cerai. Tapi hakim mengancam suami dan
melarangnya menganiaya walaupun dengan menengahi antara keduanya,
sampai suami tidak lagi menganiaya. Sedangkan ulama Malikiyah
berpendapat bahwa isteri mempunyai hak untuk memilih apakah ia mau
menetap terus bersama suami itu dan merasa cukup dengan peringatan
hakim terhadap suami, atau ia menuntut cerai. Dalam hal kedua, kalau
suami tidak mau menceraikannya, maka hakim dapat menceraikannya.16
e) Salah seorang dari suami atau istri melakukan zina
Dalam surat An-Nur surat 3 disebutkan bahwa orang-orang pezina
baik laki-laki maupun perempuan biasanya kawin dengan orang-orang
musyrik. Pernikahan itu haram hukumnya bagi orang- orang mukmin.
Dalam pada itu Rasulullah S.A.W pernah memberi keputusan perceraian
antara orang laki-laki mukmin yang telah kawin dengan perempuan
zina.17
f) Murtad
Murtad merupakan suatu hal yang berakibat hukum, yaitu
perobohan kedudukan suami isteri dalam perkawinan. Para Imam yang
empat sependapat bahwa murtadnya salah seorang suami atau istri dapat
dijadikan alasan oleh pihak yang lain untuk bercerai.
g) Melanggar perjanjian perkawinan
Apabila terjadi pelanggaran perjanjian seperti dalam kasus ta’liq talaq, si
suami meninggalkan istrinya selama masa tertentu dan tidak memberinya
nafkah, sedangkan istrinya tidak rela dengan kenyataan itu, maka dalam
hal ini si istri boleh mengajukan permasalahannya kepengadilan untuk
memperoleh putusan perceraian dalam Pengadilan. 18

16
Mahmud Syaltut; Alih Bahasa, Ismuha, Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih,
Jakarta, Bulan Bintang, 1993, 205-206.
17
Kamal Muchtar,Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta, Bulan Bintang, 1987, 221.
18
Amir Syaifuddin, Hukum Perkawinan Islam Diindonesia, Jakarta, Kencana, 2006, 253.

19
3) Akibat Hukum Cerai Gugat
a. Akibat hukum cerai gugat menurut Undang-Undang
Cerai gugat merupakan suatu tindakan hukum yang dapat mengakibatkan
putusnya ikatan perkawinan. Oleh karena itu apabila gugatan perceraian
telah dikabulkan dan diputuskan oleh pengadilan, maka akan menimbulkan
akibat hukum. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pasal 41 UU No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan:
1) Baik bapak atau ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana
ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan yang
memberi keputusan.
2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan
tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, penfadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan menentukan sesuatu kewejiban bagi bekas
istri.
b. Akibat hukum cerai gugat/fasakh menurut hukum Islam (kitab-kitab fiqih)
Pisahnya suami isteri akibat fasakh berbeda dengan yang diakibatkan
oleh talak. Sebab talak itu sendiri ada dua macam, yakni talak raj’i dan
talak bain. Talak raj’i tidak mengakhiri ikatan suami istri dengan
seketika, sedangkan talak bain mengakhiri ikatan perkawinan
seketika itu juga. Adapun akibat fasakh, baik karena hal-hal yang
terjadi belakangan atau karena adanya syarat-syarat yang tidak
terpenuhi, maka ia mengakhiri ikatan perkawinan seketika itu juga.
Selain itu, pisahnya suami istri karena talakdapat mengurangi bilangan
talak. Jika suami mentalak istrinya dengan talak raj’i, lalu rujuk lagi
semasa iddahnya, atau akad lagi sehabis masa iddahnya dengan akad
baru, maka perbuatanya dihitung satu kali talak dan ia masih ada
kesempatan melakukan talak dua kali lagi.
20
Sedangkan pisahnya suami isteri yang disebabkan karena fasakh
makatidak mengurangi bilangan talak, artinya apabila terjadinya fasakh
karenakhiyar balig, kemudian kedua orang suami isteri tersebut kawin
dengan akad baru lagi, maka suami tetap punya kesempatan tiga kali
talak.19

Pendapat Pakar/Juris yang Relevan

a) Pengertian Perceraian
Perceraian menurut Subekti, ialah penghapusan perkawinan dengan
putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.20 Menurut
R. Soetojo Prawiroharmidjojo dan Aziz Saefuddin, perceraian berlainan dengan
pemutusan perkawinan sesudah perpisahan meja dan tempat tidur yang
didalamnya tidak terdapat perselisihan bahkan ada kehendak baik dari suami
maupun dari istri untuk pemutusan perkawinan. Perceraian selalu berdasar pada
perselisihan antara suami dan istri.21
Sedang menurut P.N.H. Simanjuntak, perceraian adalah pengakhiran
suatu perkawinan karena sesuatu sebab dengan keputusan hakim atas tuntutan
dari salah satu pihak atau kedua belah pihak dalam perkawinan.22
Martiman Prodjohamidjojo mengatakan "Perceraian adalah putusnya
perkawinan yang sah di depan hakim pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang
di tentukan undang-undang".23
b) Cerai Gugat
Adapun dalam hukum Islam cerai gugat disebut dengan istilah khulu‟,
yang berasal dari kata khal‟u al-saub, artinya melepas pakaian, karena wanita
adalah pakaian laki-laki dan sebaliknya laki-laki adalah pelindung wanita. Dasar
diperbolehkannya Khulu‟ ialah surat al-Baqarah ayat 229.

19
Sayyid Sabiq, Alih Bahasa Moh. Thalib, Fiqih Sunnah VII, Bandung, Al-Ma’arif, 1981, 133-134.
20
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1985), 23.
21
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Azis Safioedin, Hukum Orang Dan Keluarga, (Bandung: Alumni, 1986), 109.
22
P.N.H.Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Pustaka Djambatan, 2007), 53.
23
Budi Susilo, Prosedur Gugatan Cerai. (Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2007), 17.

21
۟ ُ‫سـ ࣲ ٰۗن َو ََل یَحِ ُّل لَكُمۡ أَن ت َ ۡأ ُخذ‬
‫وا مِ َّم ۤا‬ َ ‫اكُ بِ َم ۡع ُروفٍ أ َ ۡو ت َ ۡس ِری ُۢ ُح بِ ِإ ۡح‬ ُۢ ‫س‬
َ ‫ان َف ِإ ۡم‬ ِ ِۖ َ ‫ق َم َّرت‬ َّ ‫ٱل‬
ُ ‫طلَ ٰـ‬
‫علَ ۡی ِه َما‬
َ ‫ح‬ َ ‫ٱّلل َف ََل ُجنَا‬ ِ َّ ‫ٱّلل َف ِإ ۡن خِ ۡفت ُمۡ أ َ ََّل یُقِی َما ُحدُو َد‬
ِ ِۖ َّ ‫َءات َ ۡیت ُ ُموهُنَّ ش َۡیـًٔا إِ َّ َۤل أَن یَ َخا َف ۤا أ َ ََّل یُقِی َما ُحدُو َد‬
َّ ‫ٱّلل َفأ ُ ۟و َل ٰۤـ ِٕىكَ ُه ُم ٱل‬
َ‫ظ ٰـ ِل ُمون‬ ِ َّ ‫ٱّلل َف ََل تَ ۡعتَدُو َه ۚا َو َمن یَتَعَ َّد ُحدُو َد‬ِ َّ ‫فِی َما ۡٱفتَد َۡت بِ ِۗۦه ت ِۡلكَ ُحدُو ُد‬
Artinya :
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir
bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran
yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.39 Itulah hukum-
hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa
yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang
zalim.

K. Wantjik Saleh mengemukakan yang dimaksud dengan gugatan


perceraian adalah perceraian karena ada suatu gugatan lebih dahulu dari salah
satu pihak kepada Pengadilan dan dengan suatu putusan Pengadilan.24
c) Bentuk-bentuk Putusnya Perkawinan
Putusnya perkawinan dalam hal ini berarti berakhirnya hubungan suami
isteri. Putusnya perkawinan ada dalam beberapa bentuk tergantung dari siapa
yang berkehendak untuk putusnya perkawinan tersebut. Ada 4 (empat)
kemungkinan yaitu:
1) Putusnya perkawinan atas kehendak suami dengan alasan
tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan
tertentu. Perceraian dalam bentuk ini disebut talak.
2) Putusnya perkawinan atas kehendak isteri karena isteri
melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan,
sedangkan suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak

24
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia indonesia), 40.

22
untuk putusnya perkawinan yang disampaikan isteri dengan
cara tertentu diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan
ucapannya untuk memutus perkawinan. Bentuk ini disebut
dengan Khulu’.
3) Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak
ketiga setelah adanya sesuatu pada suami dan / atau pada
isteri yang menandakan tidak dapatnya hubungan
perkawinan itu dilanjutkan. Bentuk ini disebut fasakh
4) Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah
seorang suami isteri. Karena kematian itu dengan sendirinya berakhir pula
hubungan suami isteri.25
d) Khulu’
Syeikh Hasan Ayub, mengatakan bahwa “Menurut pengertian syar’i
khulu’ adalah thalak yang diucapkan isteri dengan mengembalikan mahar yang
pernah dibayarkan suaminya. Artinya tebusan itu dibayarkan oleh seorang isteri
kepada suaminya yang dibencinya, agar suami dapat menceraikannya.”26
Adapun para ulama di antaranya Abdurrahman al-Jaziri memberikan
defenisi khulu’ yaitu menurut masing-masing madzhab di antaranya adalah:
1) Madzhab Hanafi mendefinisikan Khulu’:
"melepaskan hubungan yang tergantung pada penerimaan istri dengan
menggunakan lafal khuluk atau yang semakna dengannya". Akibat akad ini
baru berlaku apabila mendapat persetujuan istri dan menggunakan ganti rugi
bagi pihak suami.

2) Madzhab Maliki memberikan definisi Khulu’:


"talak dengan ganti rugi, baik dari istri maupun dari wali dan orang lain".
Artinya, ganti rugi yang sangat menentukan di samping lafal khuluk itu

Cici Hamdanah Daud, ‘Putusan Hakim Dalam Kasus Cerai Gugat Aparatur Sipil Negara ( Asn ) Putusan Hakim
25

Dalam Kasus Cerai Gugat Aparatur Sipil Negara ( Asn )’, 2018.
26
Syeikh Manshur Ali Nashif Al Husaini, At-Taaj Al Jaami Lil Ushuuli Fii Ahaadiitsir
Rasuuli (Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1994), 622.

23
sendiri akan menentukan perpisahan suami istri tersebut dengan ganti rugi.
Menurut mereka, jika lafal yang digunakan adalah lafal talak, maka harus
disebutkan ganti rugi. jika yang digunakan adalah lafal khuluk maka tidak
perlu disebutkan ganti rugi, karena lafal khuluk sudah menjelaskan
pengertian ganti rugi.

3) Madzhab Syafi’i memberikan definisi Khulu’:


"perceraian antara suami istri dengan ganti rugi, baik dengan lafal talak
maupun dengan lafal khuluk". Contohnya, suami mengatakan pada istrinya,
"Saya talak engkau atau saya khuluk harga dengan membayar ganti rugi
kepada saya sebesar...," lalu istri menerimanya

4) Madzhab Hambali memberikan definisi Khulu’


"tindakan suami menceraikan istrinya dengan ganti rugi yang diambil dari
istri atau orang lain dengan menggunakan lafal khusus". Dalam suatu riwayat
dikatakan bahwa ulama Mazhab Hanbali membolehkan terjadinya khuluk
tanpa ganti rugi. Tetapi pendapat ini tergolong lemah di kalangan ulama
Hanbali. Adapun pendapat terkuat di kalangan Mazhab Hanbali adalah
bahwa dalam khuluk aspek ganti rugi merupakan rukun khuluk. Oleh karena
itu, khuluk harus dengan ganti rugi dari pihak istri atau orang lain.27

‘Penyelesaian Perceraian Dengan Khulu’ Dan Akibat Hukumnya’ <https://www.pa-blitar.go.id/informasi-


27

pengadilan/164-penyelesaian-perceraian-dengan-khulu-dan-akibat-hukumnya.html> [accessed 16 March 2022].

24
BAB III

ANALISIS KASUS

A. Putusan dan Pertimbangan Hakim

PUTUSAN

Nomor 65/Pdt.G/2022/PA.Kds

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama Kudus yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu


pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagaimana tersebut di
bawah ini dalam perkara cerai gugat antara:

, NIK , tempat dan tanggal lahir,


Tahun,

agama Islam, pekerjaan Buruh Harian Lepas, alamat dahulu di ,

, sekarang berdomisili di

, dalam hal ini diwakili oleh


kuasanya Afif Fahroni, S.Sy., Advokat pada Kantor AFIF FAHRONI DAN
REKAN yang beralamat di Jalan Raya Judus – Jepara Km. 07, Desa
Kaliwungu RT. 03 RW. 06, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 3 Januari 2022, sebagai
Penggugat;

melawan

, tem tempat dan tanggal lahir, agama


Islam, pekerjaan Buruh Harian Lepas, alamat di RT***** sebagai Tergugat;

Pengadilan Agama tersebut;

Telah memeriksa dan mempelajari gugatan Penggugat dan surat lainnya yang
berkaitan dengan perkara ini;

25
Telah mendengar keterangan Penggugat dan Tergugat saksi-saksi di
persidangan;

DUDUK PERKARA

Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 9 Januari 2022


yang terdaftar secara elektronik melalui aplikasi e court di Kepaniteraan
Pengadilan Agama Kudus Nomor 65/Pdt.G/2022/PA.Kds, tanggal 10
Januari 2022, telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah Suami Istri sah yang telah
menikah pada hari Senin tanggal 27 Maret 2000 bertepatan tanggal 21
Dzulhijjah 1420 H dan tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kabupaten Kudus sebagaimana tercatat dalam Kutipan Akta Nikah
Nomor :

2. Bahwa Penggugat dahulu statusnya adalah Perawan dan Tergugat


statusnya adalah Jejaka;
3. Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat bertempat tingggal
dirumah orang tua Penggugat di Dukuh Jepanan Desa Getassrabi
Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus selama Dua (2) tahun kemudian
Penggugat dan Tergugat tinggal di Dukuh Jetis Rt.01 Rw.05
Desa Kaliwungu Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus kurang lebih
tujuh belas (17) tahun, kemudian setelah itu Penggugat sekarang tinggal
di Perumahan Alka Kaliwungu hingga sekarang;
4. Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat telah pernah hidup
rukun sebagaimana layaknya suami isteri (ba’da dukhul) dan dikaruniai
Dua (2) orang yang bernama :
1. *******

tahun;

2.

tahun.

5. Bahwa semula kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat


berjalan dengan baik dan harmonis, namun setelah perkawinan
berlangsung selama beberapa tahun hingga sekarang kehidupan rumah
26
tangga Penggugat dengan Tergugat menjadi goyah sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena :
a) Tergugat sering berlaku kasar pada Pengugat, Tergugat apabila
memberikan nasehat Penggugat selalu tidak pernah dihiraukan.
b) kurang bertanggung jawab kepada keluarga khususnya nafkah lahir
(ekonomi), sudah Satu (1) tahun lebih dan nafkah bathin hampir Dua
(2) tahun ini.
c) Tergugat orangnya cemburu yang berlebihan sehingga
mengakibatkan terjadi perselisihan faham terus yang
berkepanjangan.
d) Tergugat sering KDRT dalam rumah tangga, khususnya kepada
Penggugat seingat Penggugat lebih dari Tiga (3) kali yaitu : Pertama
: awal kelahiran anak yang bernama Ariyanti, Kedua : terjadi di
pertengahan tahun 2020, dan Ketiga : terjadi juga di bulan
pertengahan tahun 2021.
6. Bahwa puncak dari perselisihan dan pertengkaran terjadi pada
pertengahan 2019 atau setelah hari Raya Idul Fitri karena masalah
Tergugat kurang bertanggung jawab kepada Penggugat khususnya
nafkah lahir dan Tergugat juga sering berlaku kasar kepada Penggugat
sehingga Penggugat merasa tidak kuat untuk mempertahankan dan
membina rumah tangga yang penuh kasih dan sayang untuk
mewujudkan ketentraman (Sakinah, Mawaddah, Warohmah)
sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang - undang No : 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan;
7. Bahwa atas kejadian peristiwa tersebut di atas hingga sekarang kurang
lebih empat (4) bulanan lamanya Penggugat dan Tergugat telah berpisah
tempat tinggal, dan sekarang Penggugat tinggal di Perumahan Alka
Kaliwungu yang beralamat di Jl. Raya Kudus - Jepara Km.05 Mijen
Kudus;
8. Bahwa sebenarnya permasalahan tersebut terjadi bukan hanya baru
sekarang akan tetapi Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan
faham dan pertengkaran terus menerus mulai pasca Perkawinan
Penggugat dengan Tergugat, akan tetapi Penggugat selalu bersabar

27
dalam menghadapi problema rumah tangga khususnya masalah
ekonomi, karena Penggugat sadar dan menyadari masih menghormati
(Ta`dzim) sama Tergugat, karena Tergugat adalah seorang Suami yang
menjadi ``Qowwamun`` atas kaum Wanita yang menjadi Istrinya
Tergugat, seharusnya sifat inilah yang menjadi responsif dalam membina
suatu rumah tangga yang bahagia seperti yang disinyalir dalam Al
Qur`an QS. Ar - Ruum ayat 21 untuk mempertahankan dan membina
rumah tangga yang penuh untuk mewujudkan ketentraman ( Sakinah,
Mawaddah, Warohmah ) sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-
undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak terwujud;
9. Bahwa atas hal tersebut Penggugat dan Tergugat sepakat untuk
membahas masalah yang sedang Penggugat alami sekarang ini karena
kalau bisa awalnya baik - baik, akhirnya juga dirampungi baik - baik
juga;
10. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat sudah sepakat bercerai atau
berpisah, oleh sebab itu peraturan tentang Perceraian menurut Hukum
Islam selalu mengandung pendidikan yaitu suatu pendidikan yang
berupa mempersukar terjadinya perceraian, akan tetapi walau pun
demikian cita- cita antara (Penggugat dan Tergugat) untuk hidup secara
harmonis sebagaimana telah diletakkan pada waktu akad nikah lebih -
lebih pada waktu Tergugat (Suami) mengucapkan Ikrar Ta`liq Talak
kadang - kadang menemui kegagalan, sebab terjadi adanya perselisihan
faham antara Suami - Istri yang timbul karena banyak hal yang
mengakibatkan kelangsungan hidup bisa terancam dan apabila keadaan
sudah seperti ini, maka jalan yang ditempuh dan yang harus dipilih
adalah :
• Meneruskan Perkawinan tersebut yang berarti membiarkan
kehidupan rumah tangga sebagai neraka.
• Mengadakan perpisahan secara Jasmaniah sementara masih dalam
status sebagai Suami - Istri yang akan merupakan penyiksaan lahir -
bathin, terutama bagi pihak Istri.
• Melakukan perceraian dimana masing - masing pihak menjadi bebas
dan leluasa untuk merenungkan dan mempertimbangkan kembali

28
rumah tangga, mereka bebas untuk meneruskan perceraian dan
bebas pula untuk kembali rukun lagi.
11. Bahwa berdasarkan peristiwa-peristiwa tersebut di atas, maka
Penggugat mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama Kudus, oleh
karena itu sesuai dengan ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Kompilasi Hukum Islam Pasal 116
huruf f tentang perkawinan menyebutkan sebagai berikut: “Perceraian
dapat terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut: suami istri terus
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.”
12. Bahwa demi keutuhan rumah tangga, Penggugat dan Tergugat sudah
berusaha untuk menyelesaikan masalah rumah tangga namun belum
berhasil, Penggugat sudah merasa tidak kuat lagi sehingga rumah tangga
Penggugat dan Tergugat tidak dapat dipertahankan lagi.
13. Bahwa dari perselisihan terus - menerus antara Penggugat dan Tergugat
tersebut tidak ada harapan lagi untuk dapat dirukunkan kembali, dan
Penggugat sudah tidak berkeinginan untuk melanjutkan pernikahan
dengan Tergugat, maka Penggugat berketetapan hati untuk mengajukan
Cerai Gugat terhadap Tergugat ke Pengadilan Agama Kudus.
Berdasarkan Alasan - alasan tersebut diatas, Penggugat dengan segala
kerendahan hati mohon kepada yang terhormat Ketua Pengadilan Agama
Kudus C/q. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara ini agar berkenan kiranya
memeriksa dengan seksama serta selanjutnya menjatuhkan Putusan yang
Amarnya berbunyi sebagai berikut :

4. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

5. Menjatuhkan Talak Bain Sughro Tergugat ( ) terhadap


Penggugat ( ) di hadapan Sidang Pengadilan Agama
Kudus.
6. Menetapkan biaya yang timbul dalam perkara ini menurut
hukum. Atau

29
Apabila Pengadilan Agama Kudus berpendapat lain, maka mohon
putusan yang seadil-adilnya (ExAequo Et Bono);

Bahwa Penggugat dalam hal ini mewakilkan perkaranya kepada Afif


Fahroni, S.Sy., Advokat pada Kantor AFIF FAHRONI DAN REKAN yang
beralamat di Jalan Raya Judus – Jepara Km. 07, Desa Kaliwungu RT. 03
RW. 06, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tertanggal 3 Januari 2022, majelis hakim telah memeriksa
persyaratan formil dan materil surat kuasa tersebut dan menyatakan
pemberian kuasa telah memenuhi persyaratan formil dan materil sehingga
Kuasa hukum tersebut dapat diterima untuk mewakili kepentingan
Penggugat di depan persidangan Pengadilan Agama Kudus;

Bahwa pada hari dan tanggal sidang yang telah ditetapkan,


Penggugat didampingi Kuasanya hadir di persidangan dan Tergugat hadir
secara inperson di persidangan;

Bahwa Majeli Hakim telah berusaha mendamaikan kedua belah


pihak, akan tetapi tidak berhasil, kemudian Majelis Hakim telah
memerintahkan Penggugat dan Tergugat untuk menempuh proses mediasi
dengan menunjuk saudara Dr. Santoso, S.H.I., M.H., sebagai mediator;

Bahwa mediator tersebut telah melaksanakan proses mediasi, namun


berdasarkan laporan mediator tertanggal 2 Februari 2022 dinyatakan bahwa
mediasi telah dilaksanakan secara maksimal, akan tetapi tidak berhasil
mencapai kesepakatan, lalu dibacakan surat gugatan Penggugat yang isinya
tetap dipertahankan Penggugat di persidangan;

Bahwa atas gugatan perceraian Penggugat tersebut, Tergugat telah


memberikan jawaban secara lisan di persidangan yang pada pokoknya
sebagai berikut:

1. Bahwa benar, dalil gugatan Penggugat sebagaimana tersebut pada poin


1, 2, 3 dan 4;
2. Bahwa tidar benar dalil gugatan Penggugat sebagaimana tersebut pada
poin 5, antara Tergugat dan Penggugat tidak pernah ada pertengkaran,
hanya ada perselisihan paham saja;

30
3. Bahwa benar Tergugat dalil gugatan Penggugat pada poin 5.a, tapi hal
itu terjadi karena Tergugat ada hubungan dengan laki-laki lain;
4. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada poin 5.b;

5. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada poin 5.c, karena faktanya
Penggugat selingkuh dengan laki-laki lain, Tergugat lihat sendiri ada
kalimat mesra dari seorang laki-laki dalam Whatsapp Penggugat;
6. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada poin 5.c;

7. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada poin 6, hal itu terjadi bukan
karena Tergugat tidak bertanggungjawab, tapi karena Penggugat
selingkuh lagi;
8. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada poin 7, lamanya bukan 4
bulan tapi 2 bulan;
9. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada poin 8, 9 dan 10;
10. Tergugat keberatan bercerai dengan Penggugat;
Bahwa, atas jawaban Tergugat tersebut, Penggugat telah menyampaikan
repliknya secara lisan di persidangan yang pada pokoknya tetap pada gugatan
semula.
Bahwa, atas replik Penggugat tersebut, Tergugat telah menyampaikan
dupliknya secara lisan di persidangan yang pada pokoknya tetap sebagaimana
jawaban Tergugat semula.
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah
mengajukan bukti surat sebanyak 2 (dua) lembar berupa Fotokopi yang
telah diberi meterai secukupnya, telah dinazegelan dan telah dicocokan
dengan aslinya dan ternyata sesuai, yaitu:

1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama (Penggugat) NIK

, tanggal 14 September 2020 yang dikeluarkan oleh


Pemerintahan Kabupaten Kudus, selanjutnya ditandai dengan P.1;

2. Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor

yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kaliwungu,


Kabupaten Kudus, selanjutnya ditandai dengan P.2:

Bahwa selain itu, Penggugat telah mengajukan bukti saksi-saksi:

31
1. , umur tahun, agama Kristen Protestan, pekerjaan
Buruh Harian Lepas, tempat tinggal di RT
, yang memberikan
keterangan di bawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut:

- Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat karena saksi


adalah teman kerja Penggugat;
- Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat hidup bersama
terakhir di rumah bersama
- Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal,

- Bahwa Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 2 (dua) orang anak;


- Penggugat dan Tergugat berpisah tempat tinggal karena sering
bertengkar;
- Bahwa saksi tidak pernah melihat Penggugat dan Tergugat bertengkar
sebanya;
- saksi pernah main ke rumah Penggugat yang di Perumahan Alka
Kaliwungu, namun saksi tidak melihat Tergugat ada disana
2. ******, umur***** tahun****, agama Islam, pekerjaan Buruh Harian
Lepas, tempat tinggal di******** yang memberikan keterangan di
bawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut:

- Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat karena saksi


adalah adik kandung Penggugat;
- Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat hidup bersama
terakhir di Jetis Desa Kaliwungu, kemudian Penggugat tinggal di
Perumahan Alka Kaliwungu Kudus;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 2 (dua) orang anak;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal,
Penggugat tinggal di perumahan Alka Kaliwungu sedangkan
Tergugat tinggal di Jetis Kaliwungu Kudus;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat berpisah tempat tinggal karena
sering bertengkar;
- Saki pernah melihat Penggugat dan Tergugat bertengkar sebanyak
satu kali;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat mulai bertengkar sejak tahun 2019;

32
- Bahwa pertengkaran Penggugat dan Tergugat disebabkan karena
Tergugat tidak memberi nafkah kepada Penggugat dan karena
Tergugat pencemburu;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat berpisah rumah selama 4 bulan;
- Bahwa pihak keluarga sudah berusaha mendamaikan Penggugat dan
Tergugat, namun tidak berhasil;
- Bahwa saksi tidak sanggup mendamaikan Penggugat dan Tergugat;
3. , umur tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, tempat
tinggal di Kabupaten Kudus, yang memberikan keterangan di bawah
sumpah pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat karena saksi
adalah adik ipar Penggugat;
- Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat hidup bersama

- Bahwa Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 2 (dua) orang anak;


- Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal,
Penggugat tinggal di perumahan sedangkan Tergugat
tinggal di ;
- Bahwa menurut laporan Penggugat, Penggugat dan Tergugat
berpisah tempat tinggal karena sering bertengkar;
- Saksi tidak pernah melihat Penggugat dan Tergugat bertengkar, saksi
hanya tahu dari cerita ibu saksi bahwa Penggugat dan Tergugat sring
bertengkar;
- Bahwa saksi tidak mengetahui penyebab Penggugat dan Tergugat
bertengkar;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat berpisah rumah selama 4 bulan;
- Bahwa pihak keluarga sudah berusaha mendamaikan Penggugat dan
Tergugat, namun tidak berhasil;
- Bahwa saksi tidak sanggup mendamaikan Penggugat dan Tergugat;
Bahwa Penggugat tidak mengajukan bukti apapun lagi di
persidangan dan mencukupkan dengan yang telah diajukan;

Bahwa untuk meneguhkan dalil-dalilnya, Tergugat telah mengajukan


bukti seorang saksi di persidangan, bernama:

33
1. tahun, agama Islam, pekerjaan Buruh,
tempat tinggal di RT ,

Kabupaten Kudus, yang memberikan keterangan di bawah sumpah pada


pokoknya sebagai berikut:

- Bahwa saksi kenal dengan Tergugat dan Penggugat karena saksi


adalah Kakak kandung Tergugat;

- Bahwa setelah menikah, menikah Tergugat dan Pengugat hidup


bersama di rumah bersama

- Bahwa Tergugat dan Penggugat sudah dikaruniai 2 orang anak;


- Bahwa Penggugat dan Tergugat berpisah karena bertengkar;
- Bahwa penyebab percekcokan Penggugat dan Tergugata karena
Tergugat dalam memberikan nafkah kepada Penggugat hanya sedikit
karena Tergugat bekerja hanya sebagai tukang batu;
- Bahwa Tergugat dan Penggugat berpisah rumah selam 1 bulan;
- Bahwa Pengugat dan Terguygat pernah didamaikan tapi tidak berhasil;
- Bahwa sanggup mendamaikan Penggugat dan Tergugat;
- Bahwa Tergugat tidak mengajukan bukti apapun lagi di persidangan
dan mencukupkan dengan yang telah diajukan;

Bahwa majelis hakim telah memberikan kesempatan kepada pihak


keluarga Tergugat yang bernama untuk mendamaikan Penggugat
dan Tergugat, namun pada persidangan tanggal 23 Februari 2022, pihak
keluarga Tergugat telah melaporkan hasil upaya damai kepada majelis
hakim, bahwa pihak keluarga Tergugat telah berusaha secara oftimal
mendamaikan Penggugat dan Tergugat yang dilaksanakan pada tanggal
22 Februari 2022 di rumah Penggugat, namun tidak berhasil;
Bahwa selanjutnya Penggugat telah memberikan kesimpulan yang
pada pokoknya tetap pada gugatannya untuk bercerai, sedangkan Tergugat
tetap sebagaimana jawabannya dan keberatan bercerai dengan Penggugat,
selanjutnya Penggugat dan Tergugat mohon putusan;

Menimbang, bahwa segala sesuatu yang menyangkut pemeriksaan


dalam persidangan telah dicatat dalam Berita Acara Sidang, maka untuk

34
menyingkat uraian putusan ini cukup kiranya Hakim menunjuk Berita
Acara Persidangan tersebut sebagai bagian dari putusan ini;

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat


sebagaimana diuraikan di atas;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 49 ayat (1) jo Pasal 73 ayat (1)


Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, perkara ini adalah termasuk
kewenangan Pengadilan Agama, dan telah diajukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karenanya harus
dinyatakan diterima;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan


Penggugat dan Tergugat agar mau rukun lagi membina rumah tangganya,
akan tetapi tidak berhasil. Dengan demikian pemeriksaan perkara a-quo
telah memenuhi maksud Pasal 82 Undangundang Nomor 7 tahun 1989 yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-
undang Nomor 50 tahun 2009;

Menimbang, bahwa sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan


Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2016, Hakim telah pula
mengupayakan perdamaian melalui jalan mediasi dengan mediator Dr.
Santoso, S.H.I., M.H., akan tetapi upaya mediasi melalui mediator tersebut
juga tidak berhasil;

Menimbang, bahwa dari posita gugatan Penggugat, majelis hakim


menilai bahwa yang dijadikan alasan gugatan Penggugat adalah karena
Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang sah yang menikah pada
tanggal 27 Maret 2000, dan telah dikarunia 2 (dua) orang anak. Semula
kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat dalam keadaan rukun dan
harmoins, namun sekarang keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat
sudah mulai tidak harmonis lagi, sering terjadi perselisihan, pertengkaran
dan percekcokan secara terus menerus yang disebabkan sebagai berikut:

35
a) Tergugat sering berlaku kasar pada Pengugat, Tergugat apabila
memberikan nasehat Penggugat selalu tidak pernah dihiraukan.
b) Tergugat kurang bertanggung jawab kepada keluarga khususnya nafkah
lahir (ekonomi), sudah Satu (1) tahun lebih dan nafkah bathin hampir
Dua
(2) tahun ini.

c) Tergugat orangnya cemburu yang berlebihan sehingga mengakibatkan


terjadi perselisihan faham terus yang berkepanjangan.
d) Tergugat sering KDRT dalam rumah tangga, khususnya kepada
Penggugat seingat Penggugat lebih dari Tiga (3) kali yaitu : Pertama :
awal kelahiran anak yang bernama Ariyanti, Kedua : terjadi di
pertengahan tahun 2020, dan Ketiga : terjadi juga di bulan pertengahan
tahun 2021.
Puncak perselisihan antara Penggugat dan Tergugat terjadi terjadi pada
pertengahan tahun 2019 atau setelah hari Raya Idul Fitri karena masalah
Tergugat kurang bertanggung jawab kepada Penggugat khususnya nafkah
lahir dan Tergugat juga sering berlaku kasar kepada Penggugat sehingga
Penggugat merasa tidak kuat untuk mempertahankan dan membina rumah
tangga yang penuh kasih dan sayang untuk mewujudkan ketentraman
(Sakinah, Mawaddah, Warohmah) sebagaimana yang diamanatkan oleh
Undang - undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalil dan
alasan mana sesuai dengan ketentuan Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam dan karenanya secara formal gugatan Penggugat patut diterima dan
diperiksa lebih lanjut;

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat telah


memberikan jawaban secara lisan di persidangan yang pada pokoknya
mengakui sebagian dan membantah sebagian dalil-dalil gugatan Penggugat
yang lain. Jawaban tersebut tetap dikuatkan oleh Tergugat dalam duplik dan
kesimpulannya. Adapun dalil-dalil yang diakui oleh Tergugat terdiri dari
dalil- dalil yang diakui secara murni dan dalil-dalil yang diakui secara
berklausula dan berklasifikasi;

36
Menimbang, bahwa adapun dalil-dalil yang diakui oleh Tergugat
secara murni adalah:

- Bahwa benar, dalil gugatan Penggugat sebagaimana tersebut pada poin


1, 2, 3 dan 4;
Adapun dalil-dalil gugatan Penggugat yang diakui oleh Tergugat
secara berklausula dan berklasifikasi adalah:

- Bahwa benar Tergugat dalil gugatan Penggugat pada poin 5.a, tapi hal
itu terjadi karena Tergugat ada hubungan dengan laki-laki lain;
- benar dalil gugatan Penggugat pada poin 5.c, karena faktanya
Penggugat selingkuh dengan laki-laki lain, Tergugat lihat sendiri ada
kalimat mesra dari seorang laki-laki dalam Whatsapp Penggugat;
- Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada poin 6, hal itu terjadi bukan
karena Tergugat tidak bertanggungjawab, tapi karena Penggugat
selingkuh lagi;
- Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada poin 7, lamanya bukan 4
bulan tapi 2 bulan;

Menimbang, bahwa dalil-dalil gugatan Penggugat yang dibantah oleh


Tergugat adalah sebagai berikut:

1. Bahwa tidar benar dalil gugatan Penggugat sebagaimana tersebut pada


poin 5, antara Tergugat dan Penggugat tidak pernah ada pertengkaran,
hanya ada perselisihan paham saja;
2. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada poin 5.b;

3. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada poin 5.c;

4. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada poin 8, 9 dan 10;

5. Bahwa Tergugat keberatan bercerai dengan Penggugat;


Menimbang, bahwa terhadap dalil-dalil gugatan Penggugat yang
telah diakui secara murni oleh Tergugat, hakim menilai pengakuan tersebut
telah memenuhi persyaratan formil dan materil sebagai sebuah pengakuan
sesuai dengan ketentuan Pasal 174 HIR jo. Pasal 1926 KUHPerdata yang
memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, mengikat dan menentukan,
oleh karenanya semua dalil-dalil gugatan Penggugat yang telah diakui oleh

37
Tergugat secara murni tersebut dinilai telah terbukti dengan sendirinya dan
menjadi fakta yuridis yang tidak perlu lagi dibuktikan Penggugat;

Menimbang, bahwa terhadap dalil-dalil gugatan Penggugat yang


diakui secara berklausula atau berklasifikasi, sesuai dengan ketentuan Pasal
176 HIR, maka hakim berpendapat tetap wajib dibuktikan untuk
mengetahui kebenarannya, demikian pula terhadap dalil-dalil gugatan
Penggugat yang dibantah oleh Tergugat sesuai dengan ketentuan Pasal 163
HIR., Penggugat wajib membuktikan kebenarannya dengan alat bukti baik
alat bukti tertulis maupun saksi-saksi/saksi keluarga, demikian juga
Tergugat wajib membuktikan kebenaran dalil-dalil bantahannya dan pihak
keluarga masing-masing wajib di dengar keterangannya didepan
persidangan sesuai ketentuan Pasal 76 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 jo. Pasal 22 ayat (2)

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975;

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya di


persidangan Penggugat telah mengajukan alat bukti tertulis sebanyak 2
(dua) macam yang oleh majeli hakim dinilai sebagai berikut:

Menimbang, bahwa alat bukti P.1. dan P.2 yang diajukan oleh
Penggugat di persidangan yang masing-masing adalah akta otentik dan
dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang dan kebenarannya bersifat
sempurna dan mengikat selama tidak ada akta otentik lain yang
membantahnya dan telah dinazegelin sesuai dengan bea meterai yang
berlaku sehingga memenuhi syarat formil dan materi sebagai alat bukti
dipersidangan sehingga alat bukti tersebut dapat diterima untuk
dipertimbangkan;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1 membuktikan bahwa


Penggugat sebagai subjek hukum dalam perkara ini merupakan wilayah
hukum/yurisdiksi Pengadilan Agama Kudus, dengan demikian Pengadilan
Agama Kudus secara kewenangan relatif adalah berwenang untuk
menerima, memeriksa dan mengadili perkara a quo;
38
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.2 terbukti pula bahwa
Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah menurut hukum
Islam, hal ini sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam
yang menyatakan : Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah
yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah, oleh karenanya Penggugat
dipandang sebagai pihak yang berkepentingan dalam mengajukan perkara
ini (Persona standi in judicio);

Menimbang, bahwa 3 (tiga) orang saksi yang diajukan oleh Penggugat


di persidangan adalah berasal dari keluarga Penggugat dan telah
memberikan kesaksian masing-masing secara terpisah di bawah sumpah
lebih dahulu, dengan demikian secara formal kesaksian masing-masing
dapat diterima dan dipertimbangkan;

Menimbang, bahwa keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh


Penggugat tersebut pada pokoknya telah sesuai dan atau tidak bertentangan
dengan dalil-dalil gugatan Penggugat yang pada dasarnya membenarkan
bahwa Penggugat dan Tergugat adalah sebagai suami isteri yang sah dan
telah dikaruniai 2 (dua) orang anak, dimana dalam rumah tangga Penggugat
dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran dalam rumah
yang berujung kepada telah berpisah rumah antara Penggugat sampai
sekarang sudah 4 bulan lamanya, bahkan saksi II pernah melihat secara
langsung perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dengan Tergugat
sebanyak satu kali, penyebabnya adalah karena Tergugat tidak memberikan
nafkah kepada Penggugat, sudah pernah didamaikan pihak keluarga akan
tetapi tidak berhasil, sedangkan skaksi I dan III tidak pernah melihat
Penggugat dan Tergugat, namun saksi I dan III mengetahui sendiri bahwa
Penggugat dan Tergugat sudah berpisah rumah, karena sewaktu saksi I
berkunjug ke urmah Penggugat dan Tergugat, saksi I lihat Tergugat tidak
perna hada di rumah tersebut, dengan demikian majelis hakim menilai
bahwa secara materil keterangan saksi-saksi dapat diterima dan dijadikan
sebagai alat bukti untuk mendukung kebenaran dalil-dalil gugatan
Penggugat;

39
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalilnya Tergugat telah
mengajuk bukti saksi sebanyak 1 (satu) orang di persidangan, yang oleh
majelis hakim dinilai sebagai berikut:

Menimbang, bahwa 1 (satu) orang saksi yang diajukan oleh Tergugat


di persidangan adalah berasal dari keluarga Tergugat yaitu Kakak Kandung
Penggugat dan telah memberikan kesaksian di bawah sumpah lebih dahulu,
dengan demikian secara formal kesaksian masing-masing dapat diterima
dan dipertimbangkan;

Menimbang, bahwa keterangan saksi yang diajukan oleh Tergugat


menerangkan bahwa antara Penggugat dan Tergugat sudah berpisah rumah
selama 1 bulan, penyebabnya karena mereka bertengkar disebabkan karena
Tergugat memberi nafkah kepada Penggugat hanya sedikit karena Tergugat
bekerja hanya sebagai tukang batu, saksi pernah melihat langsung
Penggugat dan Tergugat bertengkar, sekarang Penggugat tinggal di
Perumahan Alka Kaliwungu sedangkan Tergugat tinggal di , Kudus;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Tergugat tersebut


membuktikan bahwa adanya ketidakrukunan antara Penggugat dan
Tergugat dalam rumah tangga yang berujung kepada berpisah tempat
tinggal selama 1 bulan, dengan demikian keterangan saksi Tergugat
tersebut justru semakin meneguhkan tentang ketidakrukunan Penggugat
dan Tergugat dalam rumah tangga;

Menimbang, bahwa majelis hakim telah memberikan waktu yang


seluas- luas kepada pihak keluarga Tergugat untuk mendamaikan
Penggugat dan Tergugat secara kekeluargaan, namun tetap tidak berhasil;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1, dan P.2 serta keterangan


saksi-saksi Penggugat dan Tergugat di atas, apabila dihubungan dengan
keterangan Penggugat dan Tergugat di persidangan dapat ditemukan fakta
kejadian sebagai berikut:

1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah, menikah
di hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Gebog Kabupaten Kudus pada tanggal 27 Maret 2000, dan telah

40
dikaruniai 2 (dua) orang anak;
2. Bahwa sejak tahun 2019 antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena Tergugat tidak
memberi nafkah kepada Penggugat dan karena Tergugat pencemburu;
3. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal selama 5
bulan, Penggugat tinggal di perumahan , sedangkan
Tergugat tinggal di ;
4. Bahwa pihak keluarga telah berusaha mendamaikan dan merukunkan
Penggugat dan Tergugat, akan tetapi tidak berhasil damai dan rukun
kembali;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas dapat
disimpulkan fakta hukum sebagai berikut:

1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah;

2. Bahwa sejak tahun 2019 antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena Tergugat tidak
memberi nafkah kepada Penggugat dan karena Tergugat pencemburu;
3. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal selama 5
bulan;
4. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat sudah sulit untuk dirukunkan;

Menimbang, bahwa unsur pokok tegaknya suatu bangunan rumah


tangga adalah adanya ikatan lahir batin yang kokoh diantara suami dan
isteri. Apabila terjadi perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan
Tergugat kemudian berakibat berpisahnya tempat tinggal sampai sekarang
sudah 5 bulan lamanya dan telah diupayakan untuk rukun kembali akan
tetapi tidak berhasil maka hal tersebut mengindikasikan bahwa ikatan lahir-
batin di antara Penggugat dan Tergugat sebagai suami-isteri telah
sedemikian rapuh atau bahkan telah lepas sama sekali, sehingga sudah tidak
ada lagi kecocokan dan kesamaan kehendak diantara keduanya dalam
membina rumah tangga bahkan sudah tidak dapat melaksanakan hak dan
kewajiban masing-masing untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, warahmah yang menjadi tujuan dari sebuah perkawinan

41
menurut hukum Islam sebagaimana yang tercantum dalam Firman Allah
SWT dalam Surat Ar-Rum ayat : 21 yang berbunyi :

‫ﻮﻤﻦﺃﻴﺗﻪﺍﻦﺨﻟﻖﻟﻜﻢﻤﻦﺍﻨﻔﺳﻜﻢﺍﺯﻮﺍﺠﺍﻟﺘﺴﻜﻨﻮﺍﺍﻟﻴﻬﺍﻮﺠﻌﻞﺒﻴﻨﻜﻢﻤﻮﺪﺓﻮﺭﺤﻤﺔﺍﻦﻓﻲﺬﻟﻚﻷﻴﺕﻟﻘﻮﻢﻴﺘﻓﻜﺭﻮﻦ‬

Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir”;

Menimbang, bahwa mempertahankan rumah tangga yang sudah


pecah hati (Broken Marriage) masing-masing pihak suami isteri yang sudah
sedemikian rupa adalah sia-sia belaka, dan bahkan apabila tetap dipaksakan
atau dibiarkan keadaannya seperti sekarang ini maka justru akan
menimbulkan mudharat dan penderitaan lahir batin yang berkepanjangan
bagi kedua belah pihak, padahal menghindari mudharat lebih diutamakan
dari pada mengambil manfaat sesuai Kaedah Ushul Fiqih :
‫ ﺪﺮﺁﺍﻟﻤﻔﺎﺴﺪﻤﻘﺪﻢﻋﻟﻰﺠﻟﺐﺍﻟﻤﺎﻟﺢ‬sehingga Hakim berpandapat bahwa rumah tangga
Penggugat dengan Tergugat sudah tidak dapat dipertahankan lagi, apalagi
dikuatkan dengan sikap Penggugat yang tetap ingin bercerai dengan
Tergugat, meskipun Tergugat tetap keberatan atas sikap Penggugat untuk
bercerai dengan Tergugat, hal ini sejalan dengan doktrin ulama
sebagaimana tercantum dalam kitab Manhaj al-Thullab, juz VI, halaman
346 yang kemudian diambil alih sebagai pendapat majelis hakim sebagai
berikut :

‫وإن ﺍشﺗد ﻋدﻡ ﺭغﺐﺔ ﺍﻟﺯوجﺔ ﻟﺯوجﻬﺎ طﻠﻖ ﻋﻠيﻬﺎ ﺍﻟﻘﺎضﻰ طﻠﻘﺔ‬

Artinya: “Apabila telah memuncak ketidaksenangan/kebencian seorang


isteri kepada suaminya maka hakim (boleh) menceraikan suami-
isteri itu dengan talak satu”;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1)


Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah

42
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak serta adanya cukup alasan bahwa antara suami-isteri itu
tidak dapat rukun kembali dalam sebuah rumah tangga;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan


tersebut di atas maka majelis hakim berpendapat bahwa gugatan Penggugat
terhadap Tergugat telah beralasan hukum sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (2)
Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta Penjelasannya jo. Pasal 19
huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f)
Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam dan dengan mengingat ketentuan Pasal 119 ayat (2) huruf (c) Instruksi
Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam maka
gugatan Penggugat tersebut telah dapat dikabulkan dengan menjatuhkan
talak satu bain sughra Tergugat terhadap Penggugat;

Menimbang, bahwa alasan perceraian seperti dimaksud Pasal 19 huruf

(f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, tidak lagi mencari siapa
yang menjadi penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran dalam
rumah tangga, melainkan ditekankan pada keadaan perkawinan itu apakah
telah pecah/retak dan sudah sulit untuk dipertahankan serta tidak terpenuhi
lagi hak dan kewajiban suami isteri sebagaimana putusan Mahkamah
Agung RI No. 38 K/AG/1990;

Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-undang


Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, maka semua biaya perkara ini
dibebankan kepada Penggugat yang jumlahnya dicantumkan dalam amar
putusan ini;

Mengingat semua peraturan perundang-undangan yang berlaku serta


dalil-dalil syar’i yang berkenaan dengan perkara ini;

MENGADILI

1. Mengabulkan gugatan Penggugat;


2. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat ( i) terhadap

43
Penggugat (********);
3. Membebankan Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah
Rp235.000,00 (dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah).

B. Analisis Putusan dan Pertimbangan Hakim

Tujuan perkawinan menurut hukum Islam sebagaimana yang


tercantum dalam Firman Allah SWT dalam Surat Ar-Rum ayat : 21 yang
berbunyi :

‫ﻮﻤﻦﺃﻴﺗﻪﺍﻦﺨﻟﻖﻟﻜﻢﻤﻦﺍﻨﻔﺳﻜﻢﺍﺯﻮﺍﺠﺍﻟﺘﺴﻜﻨﻮﺍﺍﻟﻴﻬﺍﻮﺠﻌﻞﺒﻴﻨﻜﻢﻤﻮﺪﺓﻮﺭﺤﻤﺔﺍﻦﻓﻲﺬﻟﻚﻷﻴﺕﻟﻘﻮﻢﻴﺘﻓﻜﺭﻮﻦ‬

Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir”

Berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1


Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak
serta adanya cukup alasan bahwa antara suami-isteri itu tidak dapat rukun
kembali dalam sebuah rumah tangga.

Dalam hal ini, Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan kedua belah
pihak agar rujuk kembali. Juga memenuhi ketentuan Pasal 82 Ayat (1 dan 4)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan perubahan kedua dengan Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2009, karena di setiap kali sidang Majelis Hakim
selalu menasehati Penggugat agar rukun lagi dan membina rumah tangga
secara baik dengan Tergugat, namun tidak berhasil karena Penggugat tetap
berkeinginan untuk bercerai dari Tergugat. Apabila suatu rumah tangga telah
pecah, sebagaimana rumah tangga Penggugat dan Tergugat, maka terciptanya
mawaddah dan rahmah tidak dapat diharapkan lagi, sehingga maksud dan
tujuan perkawinan tidak tercapai.

44
Sebelum menganalisis, perlu diketahui bahwa dalam perkara cerai gugat
dengan nomor No. 65/Pdt.G/2022/PA.Kds ini, Majelis Hakim telah membaca
surat-surat perkara, mendengar keterangan Penggugat dan Tergugat serta
memeriksa alat bukti di persidangan. Berdasarkan bukti P.1, pemeriksaan
Majelis menetapkan bahwa bukti tersebut telah memenuhi syarat formil dan
materil. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa antara Penggugat dengan
Tergugat adalah suami-istri yang sah menurut hukum Islam, oleh karena itu
Penggugat telah memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan gugatan cerai sehingga berdasarkan Pasal 49 ayat (1) huruf (a)
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tersebut,
Pengadilan Agama Kudus berwenang untuk memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara a quo.

Majelis Hakim juga telah memeriksa alat bukti P.1 sampai P.2 juga tiga
orang saksi yang diajukan oleh Penggugat untuk menguatkan dalil-dalil
gugatannya. Berdasarkan bukti P.1 dan P.2, majelis menilai bukti tersebut
sebagai bukti permulaan, oleh karenanya dapat dipertimbangkan. Majelis
Hakim juga telah mendengarkan keterangan saksi keluarga dan atau orang
dekat dengan kedua belah pihak, guna memenuhi ketentuan pasal 76 Undang-
undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 jo pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975
dan pasal 134 Kompilasi Hukum Islam.

Sebab antara Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal


selama 5 bulan dan sejak itu keduanya tidak pernah kumpul kembali, maka
majelis hakim berpendapat bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi
perselisihan dan pertengkaran, yang bersifat terus menerus tidak ada harapan
lagi untuk hidup dalam rumah tangga karena rumah tangga antara Penggugat
dengan Tergugat telah pecah.

Karena keterangan saksi-saksi tersebut saling bersesuaian antara yang


satu dengan lainnya, majelis menerima keterangan itu sebagai alat bukti dan
telah memenuhi syarat pembuktian dengan saksi sebagaimana diatur dalam

45
Pasal 170, 171 dan 172 HIR sehingga dalil gugatan Penggugat harus
dinyatakan telah terbukti.

Dengan demikian, mempertahankan rumah tangga yang sudah pecah


adalah sia-sia belaka, apabila tetap dipaksakan atau dibiarkan keadaannya
seperti sekarang ini justru akan menimbulkan mudharat dan penderitaan
lahir batin yang berkepanjangan bagi kedua belah pihak, padahal
menghindari mudharat lebih diutamakan dari pada mengambil manfaat
sesuai Kaedah Ushul fiqih : ‫ ﺪﺮﺁﺍﻟﻤﻔﺎﺴﺪﻤﻘﺪﻢﻋﻟﻰﺠﻟﺐﺍﻟﻤﺎﻟﺢ‬sehingga Hakim
berpandapat bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sudah tidak
dapat dipertahankan lagi, apalagi dikuatkan dengan sikap Penggugat yang
tetap ingin bercerai dengan Tergugat, meskipun Tergugat tetap keberatan
atas sikap Penggugat untuk bercerai dengan Tergugat, hal ini sejalan
dengan doktrin ulama sebagaimana tercantum dalam kitab Manhaj al-
Thullab, juz VI, halaman 346 yang kemudian diambil alih sebagai pendapat
majelis hakim sebagai berikut :

‫وإن ﺍشﺗد ﻋدﻡ ﺭغﺐﺔ ﺍﻟﺯوجﺔ ﻟﺯوجﻬﺎ طﻠﻖ ﻋﻠيﻬﺎ ﺍﻟﻘﺎضﻰ طﻠﻘﺔ‬

Artinya: “Apabila telah memuncak ketidaksenangan/kebencian seorang


isteri kepada suaminya maka hakim (boleh) menceraikan suami-
isteri itu dengan talak satu”

Dalam kitab al-Muhadzab Juz II, halaman 81 juga dijelaskan bahwa apabila
istri sudah sangat tidak senang terhadap suaminya, hakim boleh menjatuhkan talak
bain Tergugat terhadap Penggugat. Sebagaimana yang telah disampaikan para
saksi perihal bagaimana kondisi rumah tangga penggugat dan tergugat, maka
mawaddah dan rahmah tidak dapat diharapkan sebagaimana tujuan perkawinan
dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum
Islam. Untuk itulah, perkawinan tersebut sudah saatnya diakhiri dengan
perceraian

Sebagaimana mafhum ibarat dari kitab Fiqhus Sunnah Juz II, halaman
290, bahwa apabila terbukti gugatan isteri di hadapan Hakim karena adanya
bukti dari isteri atau pengakuan dari suami sampai pada kata-kata dan Hakim

46
sudah tidak mampu mendamaikan keduanya, maka Hakim berwenang
menjatuhkan talaknya (suami) dengan talak satu bain.

Didukung oleh keterangan para saksi di pengadilan yang berkesusaian


satu sama lain, dan selama pernikahan Penggugat dan Tergugat belum pernah
bercerai,dalam keadaan Ba'da dukhul, maka sesuai maksud Pasal 119 ayat (2)
huruf (c) Kompilasi Hukum Islam di Indonesia tahun 1991, gugatan Penggugat
harus dikabulkan dengan menjatuhkan Talak Satu Ba’in Sughro Tergugat.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka majelis hakim


berpendapat bahwa gugatan Penggugat terhadap Tergugat telah beralasan
hukum sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun
1974 beserta Penjelasannya jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Instruksi Presiden RI Nomor
1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dan dengan mengingat
ketentuan Pasal 119 ayat (2) huruf (c) Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun
1991 tentang Kompilasi Hukum Islam maka gugatan Penggugat tersebut
telah dapat dikabulkan dengan menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat
terhadap Penggugat.

Keputusan majelis hakim ini menurut penulis sangat tepat karena,


walaupun dalam hadits disebut Allah Swt membenci perceraian tapi dalam
keadaan tertentu seperti menyakiti kedua belah pihak dan tujuan dari
perkawinan justru tidak bisa dicapai, perceraian adalah jalan terbaik untuk
memulai dan memulai kehidupan yang lebih baik. Sebab maqashid syari’ah
atau tujuan diturunkannya syari’at adalah untuk manusia, maka bukan tidak
mungkin kalau pernikahan juga harus dihentikan jika tidak lagi
mendatangkan kemaslahatan bagi yang menjalankan. Sehingga kaidah
fikih dar’ul mafasid muqaddamun dalam hal ini sangatlah relevan.

47
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada tanggal 9 Januari 2022 perkara telah terdaftar di Kepaniteraan
Pengadilan Agama Kudus, Nomor 65/Pdt.G/2022/PA.Kds. Pada kasus ini Penggugat
melaporkan kasus KDRT dan pertengkaran yang terjadi di dalam rumah tangganya.
Mereka menikah di awal tahun 2000 dan dikaruniai dua orang anak. Penggugat dan
Tergugat di awal pernikahan tinggal di rumah orang tua Penggugat yang kemudian
memiliki tempat tinggal sendiri.
Selama pernikahan, Penggugat sering cek-cok atau bertengkar dengan
Tergugat dikarenakan Tergugat sering berkata kasar, tidak emmenuhi
tanggungjawabnya sebagai seorang kepala keluarga, cemburu berlebihan dan
melakukan KDRT.
Dengan begitu, Penggugat memohon kepada Majelis Hukum Pengadilan
Agama Kudus untuk menerima, memeriksa, dan memutuskan Perkara. Di mana
halnya, Penggugat melakukan Gugatan Cerai Gugat kepada Tergugat, menjatuhkan
talak satu bain sugra kepada Tergugat.
Penggugat dan Tergugat selalu mendatangi persidangan. Ketua Majelis
meminta dilakukannya mediasi sesuai dengan prosedur yang tercantum pada Perma
No 1 Tahun 2006 tentang Prosedur Mediasi, dari laporan mediasi tersebut dikatakan
tidaklah berhasil. Namun, Ketua Majelis tetap melakukan perdamaian kepada dua
pasangan suami istri ini yang hasilnya tetaplah tidak berhasil.
Atas gugatan yang diajukan oleh Penggugat, Tergugat menyampaikan
jawaban secara tertulis yang isi dari tulisannya tidaklah sesuai dengan kenyataan
yang terjadi. Dan dari gugatannya Penggugat menghadirkan tiga saksi, sedangkan
Tergugat menghadirkan satu saksi.
Hasil dari gugatan tersebut maka sesuai dengan Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam
bahwasanya alasan perceraian terjadi karena suami dan istri terus menerus
mengalami perselisihan dan sudah tidak ada harapan untuk kembali hidup rukun
dalam rumah tangganya. Maka dari itu, sesuai dengan Pasal 119 ayat (2) huruf (c)

48
Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991, maka gugatan Penggugat harus dikabulkan
dengan menjatuhkan Talak Satu Ba’in Sugra Tergugat kepada Penggugat.

B. Rekomendasi

1). Bagi Mahasiswa

a. Seyogyanya sebelum melaksanakan PPL terlebih dahulu mempersiapkan diri


dalam bidang pengetahuan teori/praktek, keterampilan, mental dan moral
sehingga mahasiswa dapat melaksanakan PPL dengan baik dan tanpa
hambatan yang berarti.
b. Hendaknya senantiasa menjaga nama baik lembaga atau almamater,
khususnya nama baik diri sendiri selama melaksanakan PPL dan mematuhi
segala tata tertib yang berlaku pada tempat pelaksanaan PPL dengan memiliki
disiplin dan rasa tanggung jawab.
c. Praktikan hendaknya mampu beradaptasi dalam tempo yang singkat dan
dapat memanfaatkan waktu selama melaksanakan PPL dengan maksimal agar
memperoleh pengetahuan dan pengalaman serta data sebanyak-banyaknya
yang mungkin dibutuhkan.
d. Mahasiswa praktikan harus mampu memiliki sifat untuk menerima masukan
dan memberikan masukan sehingga mahasiswa dapat melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh pihak pembimbing pada tempat
pelaksanaan PPL
e. Mahasiswa praktikan senantiasa menjaga hubungan baik antara mahasiswa
dengan pihak tempat pelaksanaan PPL baik itu dengan para staf atau
karyawan dan dengan para peserta PPL itu sendiri.

2). Bagi Pihak Pengadilan Agama Dan Pengadilan Negeri Kota Kudus

a. Pihak pengadilan diharapkan membuka forum komunikasi kepada


mahasiswa PPL sehingga terjadi hubungan yang akrab antar warga
pengadilan dan praktikan.
b. Pihak pengadilan menjadikan mahasiswa praktikan PPL sebagai salah satu
subjek pendidikan yang masih mempunyai idealisme untuk sedikit

49
mengusahakan perubahan walaupun praktikan masih miskin dalam hal
pengalaman dipengadilan.
c. Pihak pengadilan diharapkan memberikan ruang untuk mahasiswa PPL
mempelajari dan memahami hal-hal yang baru bagi mahasiswa PPL ketika
berada langsung di lingkungan pengadilan.
d. Pihak pengadilan diharapkan memberikan pelajaran secara langsung
mengenai sistem peradilan yang berjalan di pengadilan itu seperti apa.

3). Bagi Pihak Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

a. Perencanaan dan persiapan pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan


(PPL) hendaknya dilakukan secara matang dan maksimal agar tidak ada
kesalahan yang mungkin akan berakibat buruk bagi lembaga itu sendiri.
b. Untuk meningkatkan hubungan dengan Lembaga-lembaga yang menjadi
tempat PPL, supaya terjalin kerjasama yang baik untuk menjalin koordinasi
dan mendukung kegiatan praktik lapangan dan praktik mengajar, baik yang
berkenaan dengan kegiatan administrasi maupun pelaksanaan PPL di
lingkungan pengadilan.
c. Program pembekalan PPL hendaknya lebih diefisienkan, dioptimalkan dan
lebih ditekankan pada permasalahan yang sebenarnya yang ada dilapangan
agar hasil pelaksanaan PPL lebih maksimal.
d. Hendaknya permasalahan teknik di lapangan yang dihadapi oleh mahasiswa
praktikan yang melaksanakan PPL saat ini maupun sebelumnya dikaji dan
dicari solusinya untuk diinformasikan kepada mahasiswa PPL yang akan
datang agar mereka tidak mengalami permasalahan yang sama.

50
51

Anda mungkin juga menyukai