Laporan Individu Fia
Laporan Individu Fia
Disusun oleh:
Fia Maulidia (1902046037)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
penggugat dan tidak diberikannya nafkah oleh tergugat oleh sebab itu penggugat
keberatan untuk bercerai dengan tergugat.
Dengan banyaknya selisih paham di atas, penulis kira menjadi alasan yang
cukup kuat mengapa kemudian perkara ini diajukan ke Pengadilan Agama Kudus.
B. Gugatan
2
c) Tergugat memiliki cemburu berlebihan sehingga mengakibatkan perselisihan
faham yang berkepanjangan.
d) Tergugat melakukan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) seingat
Penggugat lebih dari tiga (3) kali yaitu; pertama saat awal kelahiran anak
yang berinisial A, kali kedua terjadi di pertengahan tahun 2020, dan yang
ketiga terjadi di pertengahan tahun 2021.
6. Puncak dari perselisihan dan pertengkaran terjadi pada pertengahan 2019 atau
setelah hari Raya Idul Fitri karena Tergugat tidak memenuhi nafkah lahir pada
penggugat dan sering berlaku kasar sehingga Penggugat merasa tidak kuat untuk
mempertahankan dan membina rumah tangga yang penuh kasih dan sayang
untuk mewujudkan ketentraman (Sakinah, Mawaddah, Warohmah) sebagaimana
yang diamanatkan oleh Undang - undang No : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
7. Sebab peristiwa di atas hingga sekarang kurang lebih empat (4) bulan lamanya
Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal, dan sekarang Penggugat
tinggal di Perumahan Alka Kaliwungu yang beralamat di Jl. Raya Kudus - Jepara
Km.05 Mijen Kudus;
8. Permasalahan tersebut terjadi bukan perkara baru akan tetapi Penggugat dan
Tergugat sering terjadi perselisihan faham dan pertengkaran terus menerus mulai
pasca Perkawinan Penggugat dengan Tergugat, akan tetapi Penggugat selalu
bersabar dalam menghadapi problema rumah tangga khususnya masalah
ekonomi, karena Penggugat sadar dan menyadari masih menghormati (Ta`dzim)
Tergugat, karena Tergugat adalah seorang Suami yang menjadi ``Qowwamun``
atas wanita yang menjadi Istri Tergugat, seharusnya sifat inilah yang menjadi
responsif dalam membina suatu rumah tangga yang bahagia seperti yang
disinyalir dalam Al Qur`an QS. Ar - Ruum ayat 21 untuk mempertahankan dan
membina rumah tangga yang penuh kasih dan sayang untuk mewujudkan
ketentraman ( Sakinah, Mawaddah, Warohmah ) sebagaimana yang diamanatkan
oleh Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak terwujud;
9. Atas hal tersebut, Penggugat dan Tergugat sepakat untuk membahas masalah di
atas dengan cara baik – baik (kekeluargaan);
10. Antara Penggugat dan Tergugat sudah sepakat bercerai atau berpisah, oleh sebab
itu peraturan tentang Perceraian menurut Hukum Islam selalu mengandung
pendidikan yaitu suatu pendidikan yang berupa mempersukar terjadinya
3
perceraian, akan tetapi walau pun demikian cita-cita antara (Penggugat dan
Tergugat) untuk hidup secara harmonis sebagaimana telah diletakkan pada waktu
akad nikah lebih - lebih pada waktu Tergugat (Suami) mengucapkan Ikrar Ta`liq
Talak kadang - kadang menemui kegagalan, sebab terjadi adanya perselisihan
faham antara Suami - Istri yang timbul karena banyak hal yang mengakibatkan
kelangsungan hidup bisa terancam dan apabila keadaan sudah seperti ini, maka
jalan yang ditempuh dan yang harus dipilih adalah :
• Meneruskan Perkawinan tersebut yang berarti membiarkan
kehidupan rumah tangga sebagai neraka.
• Mengadakan perpisahan secara Jasmaniah sementara masih dalam
status sebagai Suami - Istri yang akan merupakan penyiksaan lahir -
bathin, terutama bagi pihak Istri.
• Melakukan perceraian dimana masing - masing pihak menjadi bebas
dan leluasa untuk merenungkan dan mempertimbangkan kembali
rumah tangga, mereka bebas untuk meneruskan perceraian dan
bebas pula untuk kembali rukun lagi.
Bahwa berdasarkan peristiwa-peristiwa tersebut di atas, maka
Penggugat mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama Kudus, oleh
karena itu sesuai dengan ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 jo. Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf f tentang
perkawinan menyebutkan sebagai berikut: “Perceraian dapat terjadi karena
alasan-alasan sebagai berikut: suami istri terus menerus terjadi perselisihan
dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.”
Bahwa demi keutuhan rumah tangga, Penggugat dan Tergugat sudah
berusaha untuk menyelesaikan masalah rumah tangga namun belum
berhasil, Penggugat sudah merasa tidak kuat lagi sehingga rumah tangga
Penggugat dan Tergugat tidak dapat dipertahankan lagi.
Bahwa dari perselisihan terus - menerus antara Penggugat dan
Tergugat tersebut tidak ada harapan lagi untuk dapat dirukunkan kembali,
dan Penggugat sudah tidak berkeinginan untuk melanjutkan pernikahan
dengan Tergugat, maka Penggugat berketetapan hati untuk mengajukan
4
Cerai Gugat terhadap Tergugat ke Pengadilan Agama Kudus.
Berdasarkan Alasan - alasan tersebut diatas, Penggugat dengan segala
kerendahan hati mohon kepada yang terhormat Ketua Pengadilan Agama
Kudus C/q. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara ini agar berkenan kiranya
memeriksa dengan seksama serta selanjutnya menjatuhkan Putusan yang
Amarnya berbunyi sebagai berikut :
Bahwa dalam persidangan Majelis Hakim telah mengadili semua gugatan dan telah
sebagaimana putusan yang seadil-adilnya.
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat ( i) terhadap
Penggugat ( );
3. Membebankan Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah
Rp235.000,00 (dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah).
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIK
6
Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon dilakukan sekurang-kurangnya
3 hari sebelum sidang sudah sampai kepada yang bersangkutan, dan langsung
disampaikan kealamat Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon seperti
yang tersebut dalam surat gugatan/permohonan. Jika pada saat dipanggil para
pihak tidak ditemukan di alamatnya, maka panggilan disampaikan melalui
Kepala Desa/Lurah dimana para pihak bertempat tinggal.
b) Jika para pihak sudah dipanggil dan datang ke Pengadilan Agama segera
mendaftarkan diri di piket Meja Informasi yang tersedia, dan tinggal
menunggu antrian sidang. Para pihak yang sedang, menunggu giliran sidang
diruangan khusus yang tersedia sambil menonton televisi.
3. Tahapan-tahapan Penanganan Perkara di Persidangan
1). Upaya Perdamaian
Pada perkara perceraian ini hakim wajib mendamaian kedua belah
pihak berperkara pada setiap kali persidang ( Pasal 56 ayat 2, 65, 82, 83 UU
No 7 Tahun 1989). Dan selanjutnya jika kedua belah pihak hadir
dipersidangan dilanjutkan dengan mediasi PERMA No 1 Tahun 2008. Kedua
belah pihak bebas memilih Hakim mediator yang tersedia di Pengadilan
Agama Pelaihar tanpa dipungut biaya. Apabila terjadi perdamaian, maka
perkaranya dicabut oleh Penggugat/Pemohon dan perkara telah selesai.
Dalam perkara perceraian setiap permulaan sidang, sebelum
pemeriksaan perkara, hakim diwajibkan mengusahakan perdamaian antara
para pihak berperkara ( Pasal 154 R.Bg), dan jika tidak damai dilanjutkan
dengan mediasi. Dalam mediasi ini para pihak boleh menggunakan hakim
mediator yang tersedia di Pengadilan Agama tanpa dipungut biaya, kecuali
para pihak menggunakan mediator dari luar yang sudah punya sertikat, maka
biayanya seluruhnya ditanggung kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan
mereka. Apabila terjadi damai, maka dibuatkan akta perdamaian ( Acta Van
Verglijk). Akta Perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan putusan hakim,dan dapat dieksekusi, tetapi tidak dapat dimintakan
banding, kasasi dan peninjauan kembali.
7
Apabila tidak terjadi damai dalam mediasi, baik perkara perceraian
maupun perkara perdata umum, maka proses pemeriksaan perkara
dilanjutkan.
2). Pembacaan Surat Gugatan Penggugat
Sebelum surat gugatan dibacakan, jika perkara perceraian, hakim
wajib menyatakan sidang tertutup untuk umum.
Surat Gugatan Penggugat yang diajukan ke Pengadilan Agama itu dibacakan
oleh Penggugat sendiri atau salah seorang majelis hakim, dan sebelum
diberikan kesempatan oleh mejelis hakim kepada tergugat memberikan
tanggapan/jawabannya, pihak penggugat punya hak untuk mengubah,
mencabut atau mempertahankan isi surat gugatannya tersebut.
Apabila Penggugat menyatakan tetap tidak ada perubahan dan
tambahan dalam gugatannya itu kemudian persidangan dilanjutkan ketahap
berikutnya.
3). Jawaban Tergugat
Setelah gugatan dibacakan, kemudian Tergugat diberi kesempatan
mengajukan jawabannya, baik ketika sidang hari itu juga atau sidang
berikutnya. Jawaban tergugat dapat dilakukan secara tertulis atau lisan (Pasal
158 ayat (1) R.Bg). Pada tahap jawaban ini, tergugat dapat pula mengajukan
eksepsi (tangkisan) atau rekonpensi (gugatan balik). Dan pihak tergugat tidak
perlu membayar panjar biaya perkara.
4). Replik Penggugat
Setelah Tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat
diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapat penggugat.
Pada tahap ini mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya atau
bisa pula merubah sikap dengan membenarkan jawaban/bantahan tergugat.
5). Duplik Tergugat
Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat
diberi kesempatan untuk menanggapinya/menyampaikan dupliknya. Dalam
tahap ini dapat diulang-ulangi sampai ada titik temu antara penggugat dengan
tergugat. Apabila acara jawab menjawab dianggap cukup oleh hakim, dan
8
masih ada hal-hal yang tidak disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini
dilanjutkan dengan acara pembuktian.
6). Pembuktian
Pada tahap ini, penggugat dan tergugat diberi kesempatan yang sama
untuk mengajukan bukti-bukti, baik berupa bukti surat maupun saksi-saksi
secara bergantian yang diatur oleh hakim.
7). Kesimpulan Para Pihak
Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan
yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan
hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-
masing. Kesimpulan yang disampaikan ini dapat berupa lisan dan dapat pula
secara tertulis.
8). Musyawarah Majelis Hakim
Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasi ( Pasal 19 ayat
(3) UU No. 4 Tahun 2004. Dalam rapat permusyawaratan majelis hakim ,
semua hakim menyampaikan pertimbangannya atau pendapatnya baik secara
lisan maupun tertulis. Jika terdapat perbedaan pendapat, maka diambil suara
terbanyak, dan pendapat yang berbeda tersebut dapat dimuat dalam putusan
(dissenting opinion).
9). Putusan Hakim
Setelah selesai musyawarah majelis hakim, sesuai dengan jadwal
sidang, pada tahap ini dibacakan putusan majelis hakim. Setelah dibacakan
putusan tersebut, penggugat dan tergugat berhak mengajukan upaya hukum
banding dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan diucapkan. Apabila
penggugat/ tergugat tidak hadir saat dibacakan putusan, maka Juru Sita
Pengadilan Agama akan menyampaikan isi/amar putusan itu kepada pihak
yang tidak hadir, dan putusan baru berkekuatan hukum tetap setelah 14 hari
amar putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir itu.
9
B. Norma Hukum dalam Perundang-undangan Terkait
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur ihwal putusnya perkawinan
dalam Bab VIII Pasal 38 sampai Pasal 41 Tahun 1975 Pasal 14 sampai dengan Pasal 36,
dan hal-hal teknis lainnya dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975.
Ketentuan Pasal 38 UU No 1 Tahun 1974 menyebutkan suatu perkawinan dapat putus
karena tiga hal, yaitu kematian salah satu pihak, perceraian, dan atas putusan hakim.
Selanjutnya dalam Pasal 39 ayat (1), (2) dan (3), disebutkan pula bahwa perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan (Majelis Hakim)
tidak berhasil mendamaikan ke dua belah pihak, serta cukup alasan bagi mereka untuk
bercerai karena tidak ada harapan lagi untuk hidup rukun dalam suatu rumah tangga,
perkawinan mereka betul-betul sudah pecah. Gugatan perceraian dapat diajukan oleh
pihak suami atau pihak istri dengan alasan yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Tutik, 2008: 133).1
Suatu norma dianggap sah sebagai norma hukum (legal norm) yang mengikat
untuk umum apabila norma hukum itu berlaku karena diberlakukan atau karena
dianggap oleh para subjek hukum yang diikatnya. Keberlakuan ini dalam bahasa Inggris
validity dalam bahasa Jerman geltung atau dalam bahasa Belanda gelding. Keabsahan
berlakunya atau keberlakuan suatu Undang-undang atau peraturan perundang- undangan
itu sendiri pada pokoknya ditentukan oleh banyak faktor dan beraneka cara pandang.
Secara umum dapat dikemukakan adanya empat kemungkinan faktor yang
menyebabkan norma hukum dalam Undang- undang atau peraturan perundang-
undangan dikatakan berlaku. Norma- norma hukum dimaksud dapat dianggap berlaku
karena pertimbangan yang bersifat filosofis, yuridis, sosiologis, politis, maupun secara
administratif (Asshiddiqie, 2010: 166).
Sedang menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974, putusnya perkawinan
karena tiga hal, pertama, karena kematian, kedua, karena perceraian, dan ketiga, karena
putusan pengadilan (Pasal 38 huruf a, b, dan c). Sedangkan Peraturan Pemerintah No 9
Tahun 1975 menggunakan istilah dengan cerai talak, untuk perceraian. Adapun
1
Dahwadin dkk, 2020, Hakikat Perceraian Berdasarkan Ketentuan Hukum Islam di Indonesia, volume 11,nomor
1, Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam
10
perceraian karena putusan pengadilan (Pasal 38 huruf c) Peraturan Pemerintah No 9
Tahun 1975 menggunakan istilah cerai gugatan. Perbedaan antara perceraian atau cerai
talak dengan karena putusan pengadilan adalah perceraian ikrar suami di depan sidang
pengadilan, sedangkan putusnya perkawinan karena putusan pengadilan atau dalam
istilah Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 cerai gugatan adalah perceraian yang
terjadi karena gugatan salah satu pihak dari suami istri tersebut, atau suatu perceraian
akibat putusan pengadilan (Hakim, 2000: 167–168).
Perceraian diatur dalam pasal 39 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perceraian yang menyatakan : ”(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak. (2) Untuk melakukan perceraian harus cukup alasan bahwa
antara suami istri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri.” Perceraian
secara yuridis berarti putusnya perkawinan yang mengakibatkan putusnya hubungan
sebagai suami istri.
Mantan suami/istri mempunyai kedudukan hak dan kewajiban menurut pasal
41 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa : “Pengadilan
dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.” Perceraian dapat
dilakukan dengan melewati gugatan pengadilan, dimana hakim akan bertindak
sabagai perantara bagi suami istri atau kedua belah pihak yang berperkara, agar
hak-hak dan kewajibannya terjamin.
Untuk itu, Hakim diharuskan mendengarkan keterangan kedua belah pihak.
Pada saat kedua belah pihak dipanggil di muka sidang mereka harus mendapatkan
perlakuan yang sama, sehingga menghasilkan keputusan berdasarkan hukum yang
tepat.2
2
Singgih Hasanul Baluqia, Puti Priyana, Pertimbangan hakim terhadap Perkara Cerai Gugat Suami Ghaib dan
Akiba Hukumnya di Pengadilan Agama Karawang, Jurnal Yustitia, Faculty of Law Universitas Wiralodra, 233.
11
Unsur-unsur alasan perceraian berdasarkan Pasal 19 huruf (b) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, jo Pasal 116 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam,
telah terpenuhi dan oleh karenanya Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Penggugat
telah mempunyai cukup alasan untuk melakukan perceraian. Berdasarkan ketentuan
Pasal 39 ayat (2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas
Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan, gugatan Penggugat a
quo telah beralasan dan tidak melawan hukum, sehingga gugatan Penggugat untuk
bercerai dengan Tergugat patut untuk dikabulkan dengan menjatuhkan talak satu
bain shughra Tergugat kepada Penggugat.3
Apabila seseorang mendapat kekerasan dalam rumah tangga dan tidak terpenuhi
haknya, maka perceraian adalah pilihan terakhir yang dilakukan. kegagalan berumah
tangga tentu banyak sekali, bahkan kadang-kadang kalau kehidupan suami istri
dipaksakan terus dalam suatu kehidupan yang tidak harmonis niscaya aka nada
kemungkinan lain yang timbul sebagai akibat dari kegagalan individu. Perceraian tidak
hanya dapat dilakuakan oleh laki-laki saja tetapi perempuan juga dapat mengajukan
gugatan perceraian yaitu disebut dengan cerai gugat.
Cerai gugat adalah sesuatu yang bertentangan dengan tujuan perkawinan.
Namun demikian, cerai gugat bisa dilakukan jika dalam keadaan terpaksa untuk
menghindarkan bahaya yang lebih besar seperti adanya kekerasan dalam rumah
tangga. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang menegaskan jika seseorang
dihadapkan kepada suatu dilema, maka dibenarkan untuk memilih melakukan
kemudharatan yang paling ringan di antara beberapa kemudharatan yang sedang
dihadapinya. Dan perceraian menjadi salah satu jalan keluarnya. Berkaitan dengan ini
sesuai dengan penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal
19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam yang menyatakan bahwa Antara suami dan istri terus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
3
Ibid,.
12
Dalam tindak kekerasan terhadap istri sudah diatur pada Pasal 1 UU Nomor 23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).UU
PKDRT ini adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga. Apabila seseorang mendapat perlakuan kekerasan dalam rumah tangga
maka tidak perlu takut untuk segera melaporkan kepada pihak yang berwajib.
4
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta, Rineka Cipta, 1992), 76.
5
Zainul Bahri, Kamus Umum Khusus Bidang Hukum Dan Politik, (Bandung, Angkasa, 1993), 8.
13
No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
1) UU No. 7 Tahun 1989 pasal 73 (1)
Bahwa gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya
kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan
tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
2) Kompilasi Hukum Islam pasal 132 (1)
Bahwa gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada
Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal
penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa
izin suami.
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1975 Pasal 20
(1)
Bahwa gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau
kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman tergugat. Artinya gugatan perceraian dapat dilakukan oleh
seorang istri yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam
dan oleh seorang suami atau seorang istri yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dankepercayaannya itu selain agama
Islam.
Dengan adanya penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa cerai
gugat atau gugatan perceraian merupkan suatu istilah yang digunakan
dalam Pengadilan Agama.
b) Pengertian Cerai Gugat Menurut Hukum Islam
Adapun dalam kitab-kitab fiqh (hukum Islam) perceraian yang
berdasarkan gugatan dari salah satu pihak dan dilakukan melalui proses
peradilan diistilahkan dengan fasakh. Fasakh artinya merusak atau
melepaskan tali ikatan perkawinan.6 Hal ini berarti bahwa perkawinan itu
6
Al-Hamdani, Risalah Nikah, Jakarta, Pustaka Amani, 2002, 271.
14
diputuskan oleh hakim Pengadilan Agama atas permintaan salah satu pihak.
Fasakh dapat terjadi karena sebab yang berkenaan dengan akad (sah atau
tidaknya) atau dengan sebab yang datang setelah berlakunya akad.
Pada asasnya fasakh adalah hak suami dan istri, akan tetapi dalam
pelaksanaannya lebih banyak dilakukan oleh pihak istri dari pada pihak
suami. Hal ini disebabkan karena Agama Islam telah memberikan hak talak
kepada suami.7 Fuqaha dari kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa
pisahnya suami istri karena suami dan sama sekali tidak ada pengaruh
istri disebut talak. Dan setiap pisahnya suami istri karena istri, atau karena
suami tetapi dengan pengaruh dari istri disebut fasakh.8
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tentang cerai gugat dan fasakh
tersebut, maka dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan cerai gugat
adalah perceraian yang disebabkan adanya suatu gugatan lebih dahulu dari
pihak istri kepada Pengadilan Agama dan perceraian itu terjadi dengan
putusan pengadilan.
2) Alasan-Alasan Cerai Gugat
1). Alasan-alasan cerai gugat menurut Perundang-Undangan
Telah diketahui bahwa sekalipun perceraian dalam perkawinan tidak
dilarang, namun setiap orang tidak boleh begitu saja memutuskan hubungan
perkawinan tanpa alasan yang kuat, begitupun dengan seorang istri. Oleh
karena itu jika seorang isteri ingin mengajukan gugatan cerai maka harus
mempunyai alasan-alasan perceraian yang kuat sesuai dengan alasan-alasan
yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Adapun alasan-alasan cerai
gugat tersebut adalah:
a) Cerai gugat dengan alasan suami berbuat zina, atau menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
Sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 Tahun 1975 pasal 19 (a)
dan KHI pasal 116 (a).
7
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta, Bulan Bintang, 1987, 213.
8
Sayyid Sabiq, Alih Bahasa Moh. Thalib, Fiqih Sunnah VII, Bandung, Al-Ma’arif, 1981, 34.
15
b) Cerai gugat dengan alasan suami meninggalkan istri selama 2 tahun
berturut-turut. Sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 tahun 1975
pasal 19 (b) KHI pasal 116 (b) bahwa salah satu pihak meninggalkan
pihak yang lain selama 2 tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. Dalam
pasal 133 KHI dijelaskan:
a. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 (b), dapat
diajukan setelah lampau 2 tahun terhitung sejak tergugat
meninggalkan rumah.
b. Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau
mengajukan sikap tidak mau lagi kembali kerumah kediaman
bersama.
c) Cerai gugat dengan alasan suami mendapat hukuman penjara 5 tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan. Sebagaimana yang
tercantum dalam PP. No. 9 tahun 1975 pasal 19 (c) dan KHI pasal 116
(c).
d) Cerai gugat dengan alasan suami melakukan kekejaman atau
penganiayaan. Sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 tahun 1975
pasal 19 (d) dan KHI pasal 116 (d).
e) Cerai gugat dengan alasan suami mendapat cacat badan atau penyakit
dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/isteri.
Sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 tahun 1975 pasal 19 (e)
dan KHI pasal 116 (e).
f) Cerai gugat dengan alasan antara suami istri terjadi perselisihan terus
menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga. Sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 9 tahun 1975 pasal
19 (f) dan KHI pasal 116 (f).
g) Cerai gugat dengan alasan suami melakukan pelanggaran sighat taklik
talak. Sebagaimana yang tercantum dalam KHI pasal 116 (g).
16
h) Cerai gugat dengan alasan suami murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidak rukunan dalam rumah tangga. Sebagaimana yang tercantum
dalam KHI pasal 116 (h).
i) Cerai gugat dengan alasan suami melalaikan kewajibannya.
Sebagaimana tercantum dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 34 (3) dan KHI
pasal 77 (5).
2). Alasan-alasan cerai gugat menurut Hukum Islam
Fasakh yang disebut juga dengan cerai gugat pada dasarnya tidak bisa
terjadi begitu saja. Kamal Muchtar mengemukakan bahwa alasan-alasan yang
dapat diajukan dalam perkara fasakh9 antara lain adalah:
a) Cacat atau penyakit
Yang dimaksud dengan cacat atau penyakit disini adalah cacat
jasmani dan cacat rohani yang tidak dapat dihilangkan atau dapat
dihilangkan tetapi dengan waktu yang lama. Para ulama berbeda pendapat
mengenai bolah tidaknya perkawinan difasakh karena cacat. Diantaranya
Imam Malik, Syafi’I dan para pengikut keduanya berpendapat bahwa
apabila salah seorang suami isteri manemukan pada diri pasangannya
cacat fisik atau mental yang menghalangi kelangsungan perkawinan,
maka salah satu pihak tersebut boleh memilih untuk bercerai atau
melanjutkan perkawinan.10
Ibnu Qayyim berpendapat boleh fasakh dengan cacat apapun
bentuknya yang dapat menghilangkan ketenangan, kecintaan, dan kasih
sayang. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa suami tidak
mempunyai hak fasakh karena suatu cacat yang terdapat pada isteri. Yang
memiliki hak fasakh hanya isteri apabila suaminya impoten.11
Adapun mengenai bentuk cacat yang membolehkan fasakh, para
ulama juga berbeda pendapat12:
9
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta, Bulan Bintang, 213.
10
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, As-Syifa’, 1990, 454.
11
Mahmud Syaltut, Fiqih Tujuh Madzhab, Bandung, Pustaka Setia, 199.
12
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid,(Jakarta, Pustaka Amani, 2007), 455.
17
Imam Malik dan Syafi’i sependapat bahwa penolakan perkawinan
dapat terjadi karena empat macam yaitu: gila, lepra, kusta, dan penyakit
kelamin yang menghalangi jima’, adakalanya tumbuh tulang atau daging
bagi orang perempuan, atau impoten atau terpotong penisnya bagi orang
lelaki.
Imam Abu Hanifa bersama para pengikutnya dan Ats-Tsauri
berpendapat bahwa orang perempuan tidak dapat ditolak dalam
perkawinan kecuali karena dua cacat saja, yaitu tumbuh tulang dan
tumbuh daging.
b) Suami tidak memberi nafkah
Jumhur ulama’ yang terdiri dari Imam Malik, Syafi’I, dan Ahmad,
berpendapat bahwa hakim boleh menetapkan putusnya perkawinan
karena suami tidak member nafkah kepada istri, baik karena memang
tidak ada lagi nafkah itu atau suami menolak memberi nafkah.13
Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Ats-Tsauri berpendapat bahwa kedua
suami istri tidak dipisahkan. Mereka mengatakan bahwa istri harus
bersabar dan mengusahakan belanjaatas tanggungan suami.14
c) Meninggalkan tempat kediaman bersama
Mengenai hal ini para ahli fiqih berbeda pendapat, Imam Abu
Hanifah dan Imam Asy Syafi’I berpendapat bahwa tindakan suami
meninggalkan tempat kediaman bersama itu tidak dapat dijadikan alasan
untuk mengajukan tuntutan percerain kepada hakim karena tidak
mempunyai alasan yang dipertanggung jawabkan. Sedangkan Imam
Malik dan Imam Ahmad membolehkan untuk menjadikan tindakan suami
itu sebagai alasan untuk bercerai, sekalipun suami meninggalkan harta
yang dapat dijadikan nafkah oleh istrinya.15
d) Menganiaya berat
13
Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, Jakarta, Kencana, 2008, 246.
14
Mahmud Syaltut, Alih Bahasa H. Ismuha, Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih,
Jakarta, Bulan Bintang, 1993, 189.
15
Mahmud Syaltut, Alih Bahasa H. Ismuha, Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih,
Jakarta, Bulan Bintang, 1993, 189.
18
Mengenai hal ini ulama berbeda pendapat diantaranya: Imam Abu
Hanifa, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa istri tidak
mempunyai hak untuk meminta cerai. Tapi hakim mengancam suami dan
melarangnya menganiaya walaupun dengan menengahi antara keduanya,
sampai suami tidak lagi menganiaya. Sedangkan ulama Malikiyah
berpendapat bahwa isteri mempunyai hak untuk memilih apakah ia mau
menetap terus bersama suami itu dan merasa cukup dengan peringatan
hakim terhadap suami, atau ia menuntut cerai. Dalam hal kedua, kalau
suami tidak mau menceraikannya, maka hakim dapat menceraikannya.16
e) Salah seorang dari suami atau istri melakukan zina
Dalam surat An-Nur surat 3 disebutkan bahwa orang-orang pezina
baik laki-laki maupun perempuan biasanya kawin dengan orang-orang
musyrik. Pernikahan itu haram hukumnya bagi orang- orang mukmin.
Dalam pada itu Rasulullah S.A.W pernah memberi keputusan perceraian
antara orang laki-laki mukmin yang telah kawin dengan perempuan
zina.17
f) Murtad
Murtad merupakan suatu hal yang berakibat hukum, yaitu
perobohan kedudukan suami isteri dalam perkawinan. Para Imam yang
empat sependapat bahwa murtadnya salah seorang suami atau istri dapat
dijadikan alasan oleh pihak yang lain untuk bercerai.
g) Melanggar perjanjian perkawinan
Apabila terjadi pelanggaran perjanjian seperti dalam kasus ta’liq talaq, si
suami meninggalkan istrinya selama masa tertentu dan tidak memberinya
nafkah, sedangkan istrinya tidak rela dengan kenyataan itu, maka dalam
hal ini si istri boleh mengajukan permasalahannya kepengadilan untuk
memperoleh putusan perceraian dalam Pengadilan. 18
16
Mahmud Syaltut; Alih Bahasa, Ismuha, Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih,
Jakarta, Bulan Bintang, 1993, 205-206.
17
Kamal Muchtar,Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta, Bulan Bintang, 1987, 221.
18
Amir Syaifuddin, Hukum Perkawinan Islam Diindonesia, Jakarta, Kencana, 2006, 253.
19
3) Akibat Hukum Cerai Gugat
a. Akibat hukum cerai gugat menurut Undang-Undang
Cerai gugat merupakan suatu tindakan hukum yang dapat mengakibatkan
putusnya ikatan perkawinan. Oleh karena itu apabila gugatan perceraian
telah dikabulkan dan diputuskan oleh pengadilan, maka akan menimbulkan
akibat hukum. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pasal 41 UU No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan:
1) Baik bapak atau ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana
ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan yang
memberi keputusan.
2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan
tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, penfadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan menentukan sesuatu kewejiban bagi bekas
istri.
b. Akibat hukum cerai gugat/fasakh menurut hukum Islam (kitab-kitab fiqih)
Pisahnya suami isteri akibat fasakh berbeda dengan yang diakibatkan
oleh talak. Sebab talak itu sendiri ada dua macam, yakni talak raj’i dan
talak bain. Talak raj’i tidak mengakhiri ikatan suami istri dengan
seketika, sedangkan talak bain mengakhiri ikatan perkawinan
seketika itu juga. Adapun akibat fasakh, baik karena hal-hal yang
terjadi belakangan atau karena adanya syarat-syarat yang tidak
terpenuhi, maka ia mengakhiri ikatan perkawinan seketika itu juga.
Selain itu, pisahnya suami istri karena talakdapat mengurangi bilangan
talak. Jika suami mentalak istrinya dengan talak raj’i, lalu rujuk lagi
semasa iddahnya, atau akad lagi sehabis masa iddahnya dengan akad
baru, maka perbuatanya dihitung satu kali talak dan ia masih ada
kesempatan melakukan talak dua kali lagi.
20
Sedangkan pisahnya suami isteri yang disebabkan karena fasakh
makatidak mengurangi bilangan talak, artinya apabila terjadinya fasakh
karenakhiyar balig, kemudian kedua orang suami isteri tersebut kawin
dengan akad baru lagi, maka suami tetap punya kesempatan tiga kali
talak.19
a) Pengertian Perceraian
Perceraian menurut Subekti, ialah penghapusan perkawinan dengan
putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.20 Menurut
R. Soetojo Prawiroharmidjojo dan Aziz Saefuddin, perceraian berlainan dengan
pemutusan perkawinan sesudah perpisahan meja dan tempat tidur yang
didalamnya tidak terdapat perselisihan bahkan ada kehendak baik dari suami
maupun dari istri untuk pemutusan perkawinan. Perceraian selalu berdasar pada
perselisihan antara suami dan istri.21
Sedang menurut P.N.H. Simanjuntak, perceraian adalah pengakhiran
suatu perkawinan karena sesuatu sebab dengan keputusan hakim atas tuntutan
dari salah satu pihak atau kedua belah pihak dalam perkawinan.22
Martiman Prodjohamidjojo mengatakan "Perceraian adalah putusnya
perkawinan yang sah di depan hakim pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang
di tentukan undang-undang".23
b) Cerai Gugat
Adapun dalam hukum Islam cerai gugat disebut dengan istilah khulu‟,
yang berasal dari kata khal‟u al-saub, artinya melepas pakaian, karena wanita
adalah pakaian laki-laki dan sebaliknya laki-laki adalah pelindung wanita. Dasar
diperbolehkannya Khulu‟ ialah surat al-Baqarah ayat 229.
19
Sayyid Sabiq, Alih Bahasa Moh. Thalib, Fiqih Sunnah VII, Bandung, Al-Ma’arif, 1981, 133-134.
20
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1985), 23.
21
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Azis Safioedin, Hukum Orang Dan Keluarga, (Bandung: Alumni, 1986), 109.
22
P.N.H.Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Pustaka Djambatan, 2007), 53.
23
Budi Susilo, Prosedur Gugatan Cerai. (Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2007), 17.
21
۟ ُسـ ࣲ ٰۗن َو ََل یَحِ ُّل لَكُمۡ أَن ت َ ۡأ ُخذ
وا مِ َّم ۤا َ اكُ بِ َم ۡع ُروفٍ أ َ ۡو ت َ ۡس ِری ُۢ ُح بِ ِإ ۡح ُۢ س
َ ان َف ِإ ۡم ِ ِۖ َ ق َم َّرت َّ ٱل
ُ طلَ ٰـ
علَ ۡی ِه َما
َ ح َ ٱّلل َف ََل ُجنَا ِ َّ ٱّلل َف ِإ ۡن خِ ۡفت ُمۡ أ َ ََّل یُقِی َما ُحدُو َد
ِ ِۖ َّ َءات َ ۡیت ُ ُموهُنَّ ش َۡیـًٔا إِ َّ َۤل أَن یَ َخا َف ۤا أ َ ََّل یُقِی َما ُحدُو َد
َّ ٱّلل َفأ ُ ۟و َل ٰۤـ ِٕىكَ ُه ُم ٱل
َظ ٰـ ِل ُمون ِ َّ ٱّلل َف ََل تَ ۡعتَدُو َه ۚا َو َمن یَتَعَ َّد ُحدُو َدِ َّ فِی َما ۡٱفتَد َۡت بِ ِۗۦه ت ِۡلكَ ُحدُو ُد
Artinya :
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir
bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran
yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.39 Itulah hukum-
hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa
yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang
zalim.
24
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia indonesia), 40.
22
untuk putusnya perkawinan yang disampaikan isteri dengan
cara tertentu diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan
ucapannya untuk memutus perkawinan. Bentuk ini disebut
dengan Khulu’.
3) Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak
ketiga setelah adanya sesuatu pada suami dan / atau pada
isteri yang menandakan tidak dapatnya hubungan
perkawinan itu dilanjutkan. Bentuk ini disebut fasakh
4) Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah
seorang suami isteri. Karena kematian itu dengan sendirinya berakhir pula
hubungan suami isteri.25
d) Khulu’
Syeikh Hasan Ayub, mengatakan bahwa “Menurut pengertian syar’i
khulu’ adalah thalak yang diucapkan isteri dengan mengembalikan mahar yang
pernah dibayarkan suaminya. Artinya tebusan itu dibayarkan oleh seorang isteri
kepada suaminya yang dibencinya, agar suami dapat menceraikannya.”26
Adapun para ulama di antaranya Abdurrahman al-Jaziri memberikan
defenisi khulu’ yaitu menurut masing-masing madzhab di antaranya adalah:
1) Madzhab Hanafi mendefinisikan Khulu’:
"melepaskan hubungan yang tergantung pada penerimaan istri dengan
menggunakan lafal khuluk atau yang semakna dengannya". Akibat akad ini
baru berlaku apabila mendapat persetujuan istri dan menggunakan ganti rugi
bagi pihak suami.
Cici Hamdanah Daud, ‘Putusan Hakim Dalam Kasus Cerai Gugat Aparatur Sipil Negara ( Asn ) Putusan Hakim
25
Dalam Kasus Cerai Gugat Aparatur Sipil Negara ( Asn )’, 2018.
26
Syeikh Manshur Ali Nashif Al Husaini, At-Taaj Al Jaami Lil Ushuuli Fii Ahaadiitsir
Rasuuli (Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1994), 622.
23
sendiri akan menentukan perpisahan suami istri tersebut dengan ganti rugi.
Menurut mereka, jika lafal yang digunakan adalah lafal talak, maka harus
disebutkan ganti rugi. jika yang digunakan adalah lafal khuluk maka tidak
perlu disebutkan ganti rugi, karena lafal khuluk sudah menjelaskan
pengertian ganti rugi.
24
BAB III
ANALISIS KASUS
PUTUSAN
Nomor 65/Pdt.G/2022/PA.Kds
, sekarang berdomisili di
melawan
Telah memeriksa dan mempelajari gugatan Penggugat dan surat lainnya yang
berkaitan dengan perkara ini;
25
Telah mendengar keterangan Penggugat dan Tergugat saksi-saksi di
persidangan;
DUDUK PERKARA
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah Suami Istri sah yang telah
menikah pada hari Senin tanggal 27 Maret 2000 bertepatan tanggal 21
Dzulhijjah 1420 H dan tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kabupaten Kudus sebagaimana tercatat dalam Kutipan Akta Nikah
Nomor :
tahun;
2.
tahun.
27
dalam menghadapi problema rumah tangga khususnya masalah
ekonomi, karena Penggugat sadar dan menyadari masih menghormati
(Ta`dzim) sama Tergugat, karena Tergugat adalah seorang Suami yang
menjadi ``Qowwamun`` atas kaum Wanita yang menjadi Istrinya
Tergugat, seharusnya sifat inilah yang menjadi responsif dalam membina
suatu rumah tangga yang bahagia seperti yang disinyalir dalam Al
Qur`an QS. Ar - Ruum ayat 21 untuk mempertahankan dan membina
rumah tangga yang penuh untuk mewujudkan ketentraman ( Sakinah,
Mawaddah, Warohmah ) sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-
undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak terwujud;
9. Bahwa atas hal tersebut Penggugat dan Tergugat sepakat untuk
membahas masalah yang sedang Penggugat alami sekarang ini karena
kalau bisa awalnya baik - baik, akhirnya juga dirampungi baik - baik
juga;
10. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat sudah sepakat bercerai atau
berpisah, oleh sebab itu peraturan tentang Perceraian menurut Hukum
Islam selalu mengandung pendidikan yaitu suatu pendidikan yang
berupa mempersukar terjadinya perceraian, akan tetapi walau pun
demikian cita- cita antara (Penggugat dan Tergugat) untuk hidup secara
harmonis sebagaimana telah diletakkan pada waktu akad nikah lebih -
lebih pada waktu Tergugat (Suami) mengucapkan Ikrar Ta`liq Talak
kadang - kadang menemui kegagalan, sebab terjadi adanya perselisihan
faham antara Suami - Istri yang timbul karena banyak hal yang
mengakibatkan kelangsungan hidup bisa terancam dan apabila keadaan
sudah seperti ini, maka jalan yang ditempuh dan yang harus dipilih
adalah :
• Meneruskan Perkawinan tersebut yang berarti membiarkan
kehidupan rumah tangga sebagai neraka.
• Mengadakan perpisahan secara Jasmaniah sementara masih dalam
status sebagai Suami - Istri yang akan merupakan penyiksaan lahir -
bathin, terutama bagi pihak Istri.
• Melakukan perceraian dimana masing - masing pihak menjadi bebas
dan leluasa untuk merenungkan dan mempertimbangkan kembali
28
rumah tangga, mereka bebas untuk meneruskan perceraian dan
bebas pula untuk kembali rukun lagi.
11. Bahwa berdasarkan peristiwa-peristiwa tersebut di atas, maka
Penggugat mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama Kudus, oleh
karena itu sesuai dengan ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Kompilasi Hukum Islam Pasal 116
huruf f tentang perkawinan menyebutkan sebagai berikut: “Perceraian
dapat terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut: suami istri terus
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.”
12. Bahwa demi keutuhan rumah tangga, Penggugat dan Tergugat sudah
berusaha untuk menyelesaikan masalah rumah tangga namun belum
berhasil, Penggugat sudah merasa tidak kuat lagi sehingga rumah tangga
Penggugat dan Tergugat tidak dapat dipertahankan lagi.
13. Bahwa dari perselisihan terus - menerus antara Penggugat dan Tergugat
tersebut tidak ada harapan lagi untuk dapat dirukunkan kembali, dan
Penggugat sudah tidak berkeinginan untuk melanjutkan pernikahan
dengan Tergugat, maka Penggugat berketetapan hati untuk mengajukan
Cerai Gugat terhadap Tergugat ke Pengadilan Agama Kudus.
Berdasarkan Alasan - alasan tersebut diatas, Penggugat dengan segala
kerendahan hati mohon kepada yang terhormat Ketua Pengadilan Agama
Kudus C/q. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara ini agar berkenan kiranya
memeriksa dengan seksama serta selanjutnya menjatuhkan Putusan yang
Amarnya berbunyi sebagai berikut :
29
Apabila Pengadilan Agama Kudus berpendapat lain, maka mohon
putusan yang seadil-adilnya (ExAequo Et Bono);
30
3. Bahwa benar Tergugat dalil gugatan Penggugat pada poin 5.a, tapi hal
itu terjadi karena Tergugat ada hubungan dengan laki-laki lain;
4. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada poin 5.b;
5. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada poin 5.c, karena faktanya
Penggugat selingkuh dengan laki-laki lain, Tergugat lihat sendiri ada
kalimat mesra dari seorang laki-laki dalam Whatsapp Penggugat;
6. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada poin 5.c;
7. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada poin 6, hal itu terjadi bukan
karena Tergugat tidak bertanggungjawab, tapi karena Penggugat
selingkuh lagi;
8. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada poin 7, lamanya bukan 4
bulan tapi 2 bulan;
9. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada poin 8, 9 dan 10;
10. Tergugat keberatan bercerai dengan Penggugat;
Bahwa, atas jawaban Tergugat tersebut, Penggugat telah menyampaikan
repliknya secara lisan di persidangan yang pada pokoknya tetap pada gugatan
semula.
Bahwa, atas replik Penggugat tersebut, Tergugat telah menyampaikan
dupliknya secara lisan di persidangan yang pada pokoknya tetap sebagaimana
jawaban Tergugat semula.
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah
mengajukan bukti surat sebanyak 2 (dua) lembar berupa Fotokopi yang
telah diberi meterai secukupnya, telah dinazegelan dan telah dicocokan
dengan aslinya dan ternyata sesuai, yaitu:
31
1. , umur tahun, agama Kristen Protestan, pekerjaan
Buruh Harian Lepas, tempat tinggal di RT
, yang memberikan
keterangan di bawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut:
32
- Bahwa pertengkaran Penggugat dan Tergugat disebabkan karena
Tergugat tidak memberi nafkah kepada Penggugat dan karena
Tergugat pencemburu;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat berpisah rumah selama 4 bulan;
- Bahwa pihak keluarga sudah berusaha mendamaikan Penggugat dan
Tergugat, namun tidak berhasil;
- Bahwa saksi tidak sanggup mendamaikan Penggugat dan Tergugat;
3. , umur tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, tempat
tinggal di Kabupaten Kudus, yang memberikan keterangan di bawah
sumpah pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat karena saksi
adalah adik ipar Penggugat;
- Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat hidup bersama
33
1. tahun, agama Islam, pekerjaan Buruh,
tempat tinggal di RT ,
34
menyingkat uraian putusan ini cukup kiranya Hakim menunjuk Berita
Acara Persidangan tersebut sebagai bagian dari putusan ini;
PERTIMBANGAN HUKUM
35
a) Tergugat sering berlaku kasar pada Pengugat, Tergugat apabila
memberikan nasehat Penggugat selalu tidak pernah dihiraukan.
b) Tergugat kurang bertanggung jawab kepada keluarga khususnya nafkah
lahir (ekonomi), sudah Satu (1) tahun lebih dan nafkah bathin hampir
Dua
(2) tahun ini.
36
Menimbang, bahwa adapun dalil-dalil yang diakui oleh Tergugat
secara murni adalah:
- Bahwa benar Tergugat dalil gugatan Penggugat pada poin 5.a, tapi hal
itu terjadi karena Tergugat ada hubungan dengan laki-laki lain;
- benar dalil gugatan Penggugat pada poin 5.c, karena faktanya
Penggugat selingkuh dengan laki-laki lain, Tergugat lihat sendiri ada
kalimat mesra dari seorang laki-laki dalam Whatsapp Penggugat;
- Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada poin 6, hal itu terjadi bukan
karena Tergugat tidak bertanggungjawab, tapi karena Penggugat
selingkuh lagi;
- Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada poin 7, lamanya bukan 4
bulan tapi 2 bulan;
4. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada poin 8, 9 dan 10;
37
Tergugat secara murni tersebut dinilai telah terbukti dengan sendirinya dan
menjadi fakta yuridis yang tidak perlu lagi dibuktikan Penggugat;
Menimbang, bahwa alat bukti P.1. dan P.2 yang diajukan oleh
Penggugat di persidangan yang masing-masing adalah akta otentik dan
dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang dan kebenarannya bersifat
sempurna dan mengikat selama tidak ada akta otentik lain yang
membantahnya dan telah dinazegelin sesuai dengan bea meterai yang
berlaku sehingga memenuhi syarat formil dan materi sebagai alat bukti
dipersidangan sehingga alat bukti tersebut dapat diterima untuk
dipertimbangkan;
39
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalilnya Tergugat telah
mengajuk bukti saksi sebanyak 1 (satu) orang di persidangan, yang oleh
majelis hakim dinilai sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah, menikah
di hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Gebog Kabupaten Kudus pada tanggal 27 Maret 2000, dan telah
40
dikaruniai 2 (dua) orang anak;
2. Bahwa sejak tahun 2019 antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena Tergugat tidak
memberi nafkah kepada Penggugat dan karena Tergugat pencemburu;
3. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal selama 5
bulan, Penggugat tinggal di perumahan , sedangkan
Tergugat tinggal di ;
4. Bahwa pihak keluarga telah berusaha mendamaikan dan merukunkan
Penggugat dan Tergugat, akan tetapi tidak berhasil damai dan rukun
kembali;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas dapat
disimpulkan fakta hukum sebagai berikut:
2. Bahwa sejak tahun 2019 antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena Tergugat tidak
memberi nafkah kepada Penggugat dan karena Tergugat pencemburu;
3. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal selama 5
bulan;
4. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat sudah sulit untuk dirukunkan;
41
menurut hukum Islam sebagaimana yang tercantum dalam Firman Allah
SWT dalam Surat Ar-Rum ayat : 21 yang berbunyi :
ﻮﻤﻦﺃﻴﺗﻪﺍﻦﺨﻟﻖﻟﻜﻢﻤﻦﺍﻨﻔﺳﻜﻢﺍﺯﻮﺍﺠﺍﻟﺘﺴﻜﻨﻮﺍﺍﻟﻴﻬﺍﻮﺠﻌﻞﺒﻴﻨﻜﻢﻤﻮﺪﺓﻮﺭﺤﻤﺔﺍﻦﻓﻲﺬﻟﻚﻷﻴﺕﻟﻘﻮﻢﻴﺘﻓﻜﺭﻮﻦ
وإن ﺍشﺗد ﻋدﻡ ﺭغﺐﺔ ﺍﻟﺯوجﺔ ﻟﺯوجﻬﺎ طﻠﻖ ﻋﻠيﻬﺎ ﺍﻟﻘﺎضﻰ طﻠﻘﺔ
42
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak serta adanya cukup alasan bahwa antara suami-isteri itu
tidak dapat rukun kembali dalam sebuah rumah tangga;
(f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, tidak lagi mencari siapa
yang menjadi penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran dalam
rumah tangga, melainkan ditekankan pada keadaan perkawinan itu apakah
telah pecah/retak dan sudah sulit untuk dipertahankan serta tidak terpenuhi
lagi hak dan kewajiban suami isteri sebagaimana putusan Mahkamah
Agung RI No. 38 K/AG/1990;
MENGADILI
43
Penggugat (********);
3. Membebankan Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah
Rp235.000,00 (dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah).
ﻮﻤﻦﺃﻴﺗﻪﺍﻦﺨﻟﻖﻟﻜﻢﻤﻦﺍﻨﻔﺳﻜﻢﺍﺯﻮﺍﺠﺍﻟﺘﺴﻜﻨﻮﺍﺍﻟﻴﻬﺍﻮﺠﻌﻞﺒﻴﻨﻜﻢﻤﻮﺪﺓﻮﺭﺤﻤﺔﺍﻦﻓﻲﺬﻟﻚﻷﻴﺕﻟﻘﻮﻢﻴﺘﻓﻜﺭﻮﻦ
Dalam hal ini, Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan kedua belah
pihak agar rujuk kembali. Juga memenuhi ketentuan Pasal 82 Ayat (1 dan 4)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan perubahan kedua dengan Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2009, karena di setiap kali sidang Majelis Hakim
selalu menasehati Penggugat agar rukun lagi dan membina rumah tangga
secara baik dengan Tergugat, namun tidak berhasil karena Penggugat tetap
berkeinginan untuk bercerai dari Tergugat. Apabila suatu rumah tangga telah
pecah, sebagaimana rumah tangga Penggugat dan Tergugat, maka terciptanya
mawaddah dan rahmah tidak dapat diharapkan lagi, sehingga maksud dan
tujuan perkawinan tidak tercapai.
44
Sebelum menganalisis, perlu diketahui bahwa dalam perkara cerai gugat
dengan nomor No. 65/Pdt.G/2022/PA.Kds ini, Majelis Hakim telah membaca
surat-surat perkara, mendengar keterangan Penggugat dan Tergugat serta
memeriksa alat bukti di persidangan. Berdasarkan bukti P.1, pemeriksaan
Majelis menetapkan bahwa bukti tersebut telah memenuhi syarat formil dan
materil. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa antara Penggugat dengan
Tergugat adalah suami-istri yang sah menurut hukum Islam, oleh karena itu
Penggugat telah memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan gugatan cerai sehingga berdasarkan Pasal 49 ayat (1) huruf (a)
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tersebut,
Pengadilan Agama Kudus berwenang untuk memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara a quo.
Majelis Hakim juga telah memeriksa alat bukti P.1 sampai P.2 juga tiga
orang saksi yang diajukan oleh Penggugat untuk menguatkan dalil-dalil
gugatannya. Berdasarkan bukti P.1 dan P.2, majelis menilai bukti tersebut
sebagai bukti permulaan, oleh karenanya dapat dipertimbangkan. Majelis
Hakim juga telah mendengarkan keterangan saksi keluarga dan atau orang
dekat dengan kedua belah pihak, guna memenuhi ketentuan pasal 76 Undang-
undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 jo pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975
dan pasal 134 Kompilasi Hukum Islam.
45
Pasal 170, 171 dan 172 HIR sehingga dalil gugatan Penggugat harus
dinyatakan telah terbukti.
وإن ﺍشﺗد ﻋدﻡ ﺭغﺐﺔ ﺍﻟﺯوجﺔ ﻟﺯوجﻬﺎ طﻠﻖ ﻋﻠيﻬﺎ ﺍﻟﻘﺎضﻰ طﻠﻘﺔ
Dalam kitab al-Muhadzab Juz II, halaman 81 juga dijelaskan bahwa apabila
istri sudah sangat tidak senang terhadap suaminya, hakim boleh menjatuhkan talak
bain Tergugat terhadap Penggugat. Sebagaimana yang telah disampaikan para
saksi perihal bagaimana kondisi rumah tangga penggugat dan tergugat, maka
mawaddah dan rahmah tidak dapat diharapkan sebagaimana tujuan perkawinan
dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum
Islam. Untuk itulah, perkawinan tersebut sudah saatnya diakhiri dengan
perceraian
Sebagaimana mafhum ibarat dari kitab Fiqhus Sunnah Juz II, halaman
290, bahwa apabila terbukti gugatan isteri di hadapan Hakim karena adanya
bukti dari isteri atau pengakuan dari suami sampai pada kata-kata dan Hakim
46
sudah tidak mampu mendamaikan keduanya, maka Hakim berwenang
menjatuhkan talaknya (suami) dengan talak satu bain.
47
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada tanggal 9 Januari 2022 perkara telah terdaftar di Kepaniteraan
Pengadilan Agama Kudus, Nomor 65/Pdt.G/2022/PA.Kds. Pada kasus ini Penggugat
melaporkan kasus KDRT dan pertengkaran yang terjadi di dalam rumah tangganya.
Mereka menikah di awal tahun 2000 dan dikaruniai dua orang anak. Penggugat dan
Tergugat di awal pernikahan tinggal di rumah orang tua Penggugat yang kemudian
memiliki tempat tinggal sendiri.
Selama pernikahan, Penggugat sering cek-cok atau bertengkar dengan
Tergugat dikarenakan Tergugat sering berkata kasar, tidak emmenuhi
tanggungjawabnya sebagai seorang kepala keluarga, cemburu berlebihan dan
melakukan KDRT.
Dengan begitu, Penggugat memohon kepada Majelis Hukum Pengadilan
Agama Kudus untuk menerima, memeriksa, dan memutuskan Perkara. Di mana
halnya, Penggugat melakukan Gugatan Cerai Gugat kepada Tergugat, menjatuhkan
talak satu bain sugra kepada Tergugat.
Penggugat dan Tergugat selalu mendatangi persidangan. Ketua Majelis
meminta dilakukannya mediasi sesuai dengan prosedur yang tercantum pada Perma
No 1 Tahun 2006 tentang Prosedur Mediasi, dari laporan mediasi tersebut dikatakan
tidaklah berhasil. Namun, Ketua Majelis tetap melakukan perdamaian kepada dua
pasangan suami istri ini yang hasilnya tetaplah tidak berhasil.
Atas gugatan yang diajukan oleh Penggugat, Tergugat menyampaikan
jawaban secara tertulis yang isi dari tulisannya tidaklah sesuai dengan kenyataan
yang terjadi. Dan dari gugatannya Penggugat menghadirkan tiga saksi, sedangkan
Tergugat menghadirkan satu saksi.
Hasil dari gugatan tersebut maka sesuai dengan Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam
bahwasanya alasan perceraian terjadi karena suami dan istri terus menerus
mengalami perselisihan dan sudah tidak ada harapan untuk kembali hidup rukun
dalam rumah tangganya. Maka dari itu, sesuai dengan Pasal 119 ayat (2) huruf (c)
48
Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991, maka gugatan Penggugat harus dikabulkan
dengan menjatuhkan Talak Satu Ba’in Sugra Tergugat kepada Penggugat.
B. Rekomendasi
2). Bagi Pihak Pengadilan Agama Dan Pengadilan Negeri Kota Kudus
49
mengusahakan perubahan walaupun praktikan masih miskin dalam hal
pengalaman dipengadilan.
c. Pihak pengadilan diharapkan memberikan ruang untuk mahasiswa PPL
mempelajari dan memahami hal-hal yang baru bagi mahasiswa PPL ketika
berada langsung di lingkungan pengadilan.
d. Pihak pengadilan diharapkan memberikan pelajaran secara langsung
mengenai sistem peradilan yang berjalan di pengadilan itu seperti apa.
50
51