Anda di halaman 1dari 112

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 1

2 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


 
 

Panduan
Puasa Ramadhan
di Bawah Naungan Al-Qur`an dan As-Sunnah

Oleh:
Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi

Pustaka as-Sunnah
Makassar

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 3


Judul:
PANDUAN PUASA RAMADHAN
di Bawah Naungan Al-Qur`an dan As-Sunnah

Penulis:
Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi

Editor:
Tim Redaksi Penerbit as-Sunnah

Desain Sampul:
F@iruz Design

Pewajahan Isi:
Abu Aliyah

ISBN:
979-3913-19-3

Penerbit:
Pustaka As-Sunnah
Lantai II Ma’had As-Sunnah, Jl. Baji Rupa No. 06
Makassar – Sulawesi Selatan 90224, Telp./Fax. 0411-878368
Pemasaran: Jl. Cempaka no. 38 RT 02 RW 06
Jati Cempaka-BEKASI 17410
Cetakan Pertama: Sya’ban 1421 H/November 2000 M
Cetakan Kedua (Revisi): Sya’ban 1426 H/September 2005 M
Cetakan Ketiga: Rajab 1431 H/Juli 2010 M
Cetakan Keempat: Sya’ban 1431 H/Agustus 2010 M
Cetakan Kelima: Sya’ban 1432 H/Juli 2011 M

4 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


‫‪SEKAPUR SIRIH‬‬

‫اﳊ ْﻤﺪَ ﷲِِ‪ ,‬ﻧ َْﺤ َﻤﺪُ ُه َوﻧ َْﺴﺘ َِﻌ ْﻴﻨُ ُﻪ َوﻧ َْﺴ َﺘ ْﻐ ِﻔ ُﺮ ُه‪َ ,‬و َﻧ ُﻌ ْﻮ ُذ ﺑِﺎﷲِ ِﻣ ْﻦ‬
‫إِ ﱠن ْ َ‬
‫ﻼ ُﻣ ِﻀ ﱠﻞ َﻟ ُﻪ‪,‬‬‫ﺎت َأ ْﻋ َﲈﻟِﻨَﺎ‪َ ,‬ﻣ ْﻦ َ ْﳞ ِﺪ اﷲُ َﻓ َ‬ ‫ُﴍو ِر َأ ْﻧ ُﻔ ِﺴﻨَﺎ وﺳﻴ َﺌ ِ‬
‫َ َ ﱢ‬ ‫ُ ْ‬
‫ﻼﻫ ِ‬
‫ﺎد َي َﻟ ُﻪ‪َ ,‬و َأ ْﺷ َﻬﺪُ َأ ْن ﻻَ إِ َﻟ َﻪ إِﻻﱠ اﷲُ‬ ‫َو َﻣ ْﻦ ُﻳ ْﻀ ِﻠ ْﻞ َﻓ َ َ‬
‫َو َأ ْﺷ َﻬﺪُ َأ ﱠن ُﳏ َ ﱠﻤﺪً ا َﻋ ْﺒﺪُ ُه َو َر ُﺳ ْﻮ ُﻟ ُﻪ‪.‬‬

‫‪^]\[ZYXWVUTo‬‬
‫_`‪n‬‬
‫‪KJIHGFEDCBAo‬‬
‫‪W V U T S RQ P O N M L‬‬
‫‪n _ ^ ] \ [ Z YX‬‬
‫‪~}|{zyxwvuo‬‬

‫‪ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 5‬‬


ª © ¨ § ¦ ¥¤ £ ¢ ¡ 
n¯®¬«
... ُ‫َأ ﱠﻣﺎ َﺑ ْﻌـﺪ‬
‫ َو َﺧ ْ َﲑ ْاﳍَﺪْ ِي َﻫﺪْ ُي ُﳏ َ ﱠﻤ ٍﺪ‬, ‫ﷲ‬
ِ ‫ﺚ ﻛ ََﻼ ُم ا‬ ِ ‫اﳊ ِﺪﻳ‬
ْ َ ْ ‫َﻓﺈِ ﱠن َأ ْﺻﺪَ َق‬
‫ﴍ ْاﻷُ ُﻣ ْﻮ ِر‬ ِِ ِ
‫ َو َ ﱠ‬, −‫ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴﻪ َو َﻋ َﲆ آﻟﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ‬−
‫ َوﻛ ﱠُﻞ‬,‫ َوﻛ ﱠُﻞ ﺑِﺪْ َﻋ ٍﺔ َﺿ َﻼ َﻟ ٌﺔ‬, ‫ َوﻛ ﱠُﻞ ُﳏ ْﺪَ َﺛ ٍﺔ ﺑِﺪْ َﻋ ٌﺔ‬,‫ﺎﲥﺎ‬
َ ُ ‫ُﳏ ْﺪَ َﺛ‬
.‫َﺿ َﻼ َﻟ ٍﺔ ِﰲ اﻟﻨ ِﱠﺎر‬

Segala puji hanyalah milik Allah. Kami memuji


serta meminta pertolongan dan ampunan-Nya.
Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri
kami dan keburukan amal perbuatan kami.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tidak
ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa
yang disesatkan oleh Allah, tidak ada yang dapat
memberinya petunjuk.
Saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak
disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan rasul-Nya.

6 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


“Wahai orang-orang yang beriman, ber-
takwalah kepada Allah dengan sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
kalian mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam.” [Âli ‘Imrân: 102]
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah ke-
pada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian
dari diri yang satu, dan darinya Allah mencipta-
kan istrinya; dan dari keduanya Allah me-
ngembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Bertakwalah kepada Allah, yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya, kalian saling me-
minta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kalian.” [An-Nisâ`: 1]
“Wahai orang-orang yang beriman, ber-
takwalah kalian kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar. Niscaya Allah memper-
baiki, bagi kalian, amalan-amalan kalian dan
mengampuni, bagi kalian, dosa-dosa kalian.
Barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya,
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan
yang besar.” [Al-Ahzâb: 70-71]
Amma Ba’du:

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 7


Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah
kalam Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad . Sejelek-jelek perkara
adalah perkara yang diada-adakan, setiap perkara
yang diada-adakan adalah bid’ah, setiap bid’ah
adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di
neraka1.
Para pembaca yang budiman!
Berikut ini, ke hadapan para pembaca, kami
mengetengahkan tuntunan puasa Ramadhan yang
benar, berupa kesimpulan-kesimpulan yang dipetik
dari Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah  yang
shahih.
Tulisan ini kami sarikan dari pembahasan luas
dari berbagai madzhab fiqh dan kami uraikan
dengan kesimpulan-kesimpulan ringkas agar men-
1
Khutbah ini dinamakan Khutbah Hajat. Rasulullah shallallâhu
‘alahi wa ‘alâ âlihi wa sallam mengajarkan para shahabatnya
untuk memulai suatu hajat dengan membaca Khutbah Hajat
tersebut. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh
dalam Majmû Al-Fatâwâ 18/287, “Khutbah ini disunnahkan
(untuk dibaca) dalam membuka majelis-majelis ilmu, nasihat,
dan diskusi, bukanlah khusus untuk khutbah nikah (saja).”
Syaikh Al-Albâny mempunyai tulisan khusus tentang khutbah ini
dari sisi riwayat dan status syar’i-nya. Silakan membaca buku
beliau, Khutbatul Hâjah …, terbitan Al-Maktab Al-Islâmy cet.
ke-3/tahun 1397 H. Baca jugalah Zâdul Ma’âd 2/254-255 karya
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.

8 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


jadi tuntunan praktis bagi setiap muslim dan
muslimah dalam hal menjalankan puasa Rama-
dhan.
Sudah menjadi jalan hidup kami untuk tidak
fanatik terhadap suatu madzhab dan untuk tidak
menghalalkan metode argumentatif berdasar pada
hadits-hadits lemah.
Para pembaca perlu mengetahui pula bahwa
tulisan ini sudah pernah diterbitkan pada lima tahun
yang lalu juga pernah dimuat dalam Risalah
llmiah An-Nashihah volume 07. Namun,
sebagaimana perkataan Al-Qâdhi Abdurrahîm Al-
Baisâny, “Saya melihat bahwa tidak seorang
insan pun yang menulis sebuah kitab pada suatu
hari, kecuali, pada keesokan harinya, pasti ber-
kata, ‘Andaikata diubah, (tulisan itu) akan men-
jadi lebih baik, andaikata ditambah begini,
(tulisan itu) tentu akan lebih indah, andaikata hal
ini didahulukan, (tulisan itu) tentu akan lebih
utama, dan, andaikata hal ini ditinggalkan,
(tulisan itu) tentu akan lebih cantik.’ Hal ini ter-
masuk ibrah yang sangat agung dan merupakan
bukti nyata akan penguasaan kekurangan ter-
hadap segenap manusia.” Demikian pulalah yang
terjadi pada tulisan ini, sehingga kami kembali

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 9


membaca, menambah bobotnya, serta memper-
kecil kekurangannya semampu mungkin.
Harapan kami adalah bahwa semoga tulisan ini
bermanfaat bagi segenap kaum muslimin dan
muslimah dalam hal menjalankan ibadah puasa
Ramadhan yang mulia.
Kami memohon kepada Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang agar Dia meng-
ampuni segala kesalahan dan ketergelinciran,
menjadikan risalah ini ikhlash mengharapkan
wajah-Nya yang Maha Mulia, serta mencocoki
agama dan syariat-Nya yang lurus, dan dijadikan
sebagai sebab untuk meraih surga-Nya yang penuh
dengan kenikmatan. Sesungguhnya Dia adalah
sebaik-baik yang dimintai permohonan serta Rabb
yang patut kita bertakwa kepada-Nya dan yang ber-
hak memberi ampun. Âmîn, Yâ Rabbal ‘Âlamîn.

Ditulis oleh
Abu Muhammad Dzulqarnain
bin Muhammad Sunusi Al-Atsary
1 Sya’ban 1426 H/5 September 2005 M

10 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


DAFTAR ISI

Sekapur Sirih ........................................................ 5 


Daftar Isi ............................................................. 11 
Beberapa Pendahuluan ....................................... 13 
Dalil-dalil Tentang Wajibnya dan Keutamaan
Puasa Ramadhan ................................................ 16 
Beberapa Perkara yang Perlu Diketahui
Sebelum Memasuki Ramadhan .......................... 33 
Niat dalam Hal Berpuasa .................................... 38 
Waktu Pelaksanaan Puasa .................................. 42 
Makan Sahur ...................................................... 43 
Perkara-Perkara yang Wajib Ditinggalkan oleh
Orang yang Berpuasa ......................................... 49 
Perkara-Perkara yang Menjadikan Seseorang
Tetap Diperbolehkan untuk Berpuasa................. 54 
Hal-Hal Makruh bagi Orang yang Berpuasa ........ 64 
Pembatal-Pembatal Puasa .................................. 67 
Berbuka Puasa ................................................... 72 

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 11


Orang-Orang yang Mendapat Keringanan
untuk Tidak Berpuasa......................................... 77 
Mengqadha Puasa .............................................. 86 
Ketentuan Pembayaran Fidyah ........................... 93 
Pembayaran Kaffarah ......................................... 99 
Beberapa Kesalahan dalam Pelaksanaan
Puasa Ramadhan .............................................. 106 

12 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


BEBERAPA PENDAHULUAN

Definisi Puasa
Secara etimologi (bahasa), makna puasa ada-
lah menahan. Dalam bahasa Arab, orang yang
diam disebut dengan shâ’im ‘orang yang berpuasa’
karena ia menahan diri dari pembicaraan, seperti
dalam firman Allah Ta’âla tentang Maryam:

PONMLKJIHGFo
nTSRQ
“Jika kamu melihat seorang manusia, kata-
kanlah, ‘Sesungguhnya saya telah bernazar
puasa untuk (Allah) Yang Maha Pemurah,
maka saya tidak akan berbicara dengan
seorang manusia pun pada hari ini.’.”
[Maryam: 26]
Adapun secara terminologi (istilah), puasa
adalah menahan sesuatu pada waktu tertentu oleh
orang tertentu dari perkara-perkara spesifik yang
disertai dengan niat.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 13


Menahan sesuatu tertentu, yaitu menahan diri
dari makan, minum, dan jima’.
Waktu tertentu, yaitu pada bulan Ramadhan,
sejak fajar shalat Shubuh terbit hingga matahari
terbenam.
Orang tertentu, yaitu dilakukan oleh seorang
muslim yang berakal, baligh, dan mampu, kecuali
perempuan haidh dan nifas.
Perkara-perkara spesifik, yaitu pembatal-pem-
batal puasa dan hal-hal yang makruh dilakukan
saat berpuasa.
Insya Allah, kandungan terperinci dari definisi di
atas akan tampak jelas pada pembahasan-
pembahasan yang akan datang.

Awal Penetapan Kewajiban Puasa Ramadhan


Puasa Ramadhan, yang diwajibkan atas kaum
muslimin, bermula pada tahun ke-2 H pada bulan
Sya’ban.

Syarat-syarat Orang yang Wajib Berpuasa


lbadah yang agung lagi mulia ini diwajibkan
atas orang yang memiliki syarat sebagai berikut.

14 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


1. Muslim, karena puasa tidaklah diterima dari
orang yang kafir.
2. Berakal. Puasa tidaklah diterima dari orang
yang kesurupan dan orang gila.
3. Baligh. Anak kecil yang belum baligh tidaklah
wajib melaksanakan puasa, walaupun orang
tua diperintah untuk membiasakan anak-anak-
nya agar berpuasa sebelum ia baligh.
4. Mampu berpuasa. Tidak ada kewajiban ber-
puasa terhadap orang sakit, laki-laki dan per-
empuan tua, serta perempuan hamil atau yang
sedang menyusui sebagaimana rinciannya
yang akan diuraikan dalam pembahasan-pem-
bahasan yang akan datang.
5. Mukim, bukan musafir, karena musafir diper-
bolehkan untuk tidak berpuasa pada saat mela-
kukan perjalanan.
6. Tidak ada penghalang berupa haidh maupun
nifas. Perempuan haidh atau nifas tidak boleh
berpuasa sebelum bersih dari haid atau nifas
tersebut.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 15


DALIL-DALIL TENTANG
WAJIBNYA DAN KEUTAMAAN
PUASA RAMADHAN

Dalil-dalil tentang kewajiban puasa Ramadhan


sangatlah banyak dalam nash-nash Al-Qur`an dan
Sunnah. Di antaranya adalah firman Allah Ta’âla:

[ZYXWVUTSo
dc b a ` _ ^ ] \
q po n m l k j i h g f e
| { z y x wv u t s r
i h g f e d cb a ` _ ~}
qponmlkj
{ z y x w v u ts r
¨ § ¦¥ ¤ £ ¢ ¡  ~ } |

16 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


±°¯®¬«ª©
n¹¸¶µ´³²
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajib-
kan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian
agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa
hari yang tertentu. Maka, barang siapa di
antara kalian sakit atau berada dalam per-
jalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa)
sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada
hari-hari yang lain. Wajib bagi orang-orang
yang berat menjalankannya, (jika mereka
tidak berpuasa), membayar fidyah, (yaitu)
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa
yang mengerjakan kebajikan dengan kerelaan
hati, itulah yang lebih baik baginya. Ber-
puasa lebih baik bagi kalian jika kalian
mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan
itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an
sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan--
penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pem-
beda (antara yang hak dan yang bathil). Oleh
karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 17


(di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu,
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
barangsiapa yang sakit atau berada dalam
perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib ber-
puasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagi kalian, dan tidak meng-
hendaki kesukaran bagi kalian. Hendaklah
kalian mencukupkan bilangan (bulan) itu dan
hendaklah kalian mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian
supaya kalian bersyukur.” [Al-Baqarah: 183-
185]
Dalam hadits Abdullah bin Umar riwayat Al-
Bukhâry dan Muslim, Nabi  menerangkan bahwa
puasa adalah salah satu rukun Islam yang agung
dan mulia:

‫ َﺷ َﻬﺎ َد ِة َأ ْن ﻻَ إِ َﻟ َﻪ إِﻻﱠ اﷲُ َو َأ ﱠن‬:‫ﺲ‬


ٍ ‫ﲬ‬ْ َ ‫ﻼ ُم َﻋ َﲆ‬ ِ ‫ُﺑﻨِ َﻲ‬
َ ‫اﻹ ْﺳ‬
ِ ‫َﺎء ﱠ‬ ِ ‫ وإِﻳﺘ‬,‫ وإِ َﻗﺎ ِم اﻟﺼﻼ َِة‬,ِ‫ﻮل اﷲ‬ ُ ‫ُﳏ َ ﱠﻤﺪً ا َر ُﺳ‬
,‫اﳊ ﱢﺞ‬ َ ْ ‫ َو‬, ‫اﻟﺰﻛَﺎة‬ َ ‫ﱠ‬ َ
َ ‫َو َﺻ ْﻮ ِم َر َﻣ َﻀ‬
‫ﺎن‬
“Islam dibangun di atas lima (perkara, pon-
dasi): Syahadat Lâ Ilâha Illallâh wa Anna

18 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Muhammadan ‘Abduhu wa Rasûluhu, men-
dirikan shalat, mengeluarkan zakat, berhaji
ke Rumah Allah, dan berpuasa Ramadhan.”
Juga dalam hadits Thalhah bin Ubaidullah 
riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, ketika seorang
A’raby bertanya kepada Rasulullah  tentang Islam,
beliau bersabda:

?‫ َﻫ ْﻞ َﻋ َ ﱠﲆ َﻏ ْ ُﲑ ُﻫ ﱠﻦ‬:‫ َﻓ َﻘ َﺎل‬. ‫ات ِﰱ ا ْﻟ َﻴ ْﻮ ِم َواﻟ ﱠﻠ ْﻴ َﻠ ِﺔ‬


ٍ ‫ﲬﺲ ﺻ َﻠﻮ‬
َ َ ُ َْ
‫ َﻫ ْﻞ‬:‫ َﻓ َﻘ َﺎل‬.‫ﺎن‬ َ ‫ إِﻻﱠ َأ ْن َﺗ ﱠﻄ ﱠﻮ َع َو ِﺻ َﻴﺎ ُم َﺷ ْﻬ ِﺮ َر َﻣ َﻀ‬.َ‫ ﻻ‬:‫َﻗ َﺎل‬
ِ‫ﻮل اﷲ‬ ُ ‫ َو َذﻛ ََﺮ َﻟ ُﻪ َر ُﺳ‬. ‫ إِﻻﱠ َأ ْن َﺗ ﱠﻄ ﱠﻮ َع‬.َ‫ ﻻ‬:‫َﻋ َ ﱠﲆ َﻏ ْ ُﲑ ُه َﻓ َﻘ َﺎل‬
:‫ َﻫ ْﻞ َﻋ َ ﱠﲆ َﻏ ْ ُﲑ َﻫﺎ َﻗ َﺎل‬:‫ َﻓ َﻘ َﺎل‬.‫اﻟﺰﻛَﺎ َة‬ ‫ ﱠ‬:‫َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ‬
َ‫ َواﷲِ ﻻ‬:‫ﻮل‬ ‫ َﻗ َﺎل َﻓ َﺄ ْد َﺑ َﺮ ﱠ‬. ‫ إِﻻﱠ َأ ْن َﺗ ﱠﻄ ﱠﻮ َع‬.َ‫ﻻ‬
ُ ‫اﻟﺮ ُﺟ ُﻞ َو ُﻫ َﻮ َﻳ ُﻘ‬
ُ ‫ َﻓ َﻘ َﺎل َر ُﺳ‬.‫ﺺ ِﻣﻨْ ُﻪ‬
ُ‫ﻮل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲ‬ ُ ‫َأ ِزﻳﺪُ َﻋ َﲆ َﻫ َﺬا َوﻻَ َأ ْﻧ ُﻘ‬
. ‫ َأ ْﻓ َﻠ َﺢ إِ ْن َﺻﺪَ َق‬: ‫َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ‬
“Shalat lima waktu (diwajibkan) dalam sehari
dan semalam.” Maka, ia berkata, “Apakah
ada kewajiban lain terhadapku?” Beliau
menjawab, “Tidak ada, kecuali hanya ibadah
sunnah. Juga puasa Ramadhan.” Maka, ia

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 19


berkata, “Apakah ada kewajiban lain ter-
hadapku?” Beliau menjawab, “Tidak ada,
kecuali hanya ibadah sunnah,” dan Rasu-
lullah  menyebutkan (kewajiban) zakat ter-
hadapnya. Maka, ia berkata, ‘Apakah ada
kewajiban lain terhadapku?’ Beliau men-
jawab, ‘Tidak ada, kecuali hanya ibadah
sunnah.” Kemudian, orang tersebut pergi
seraya berkata, “Demi Allah, saya tidak akan
menambah di atas hal ini dan tidak akan
menguranginya.’ Maka, Rasulullah  ber-
sabda, ‘Ia telah beruntung apabila jujur.’.”
Selain itu, hadits yang semakna dengan ini
diriwayatkan pula oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari
hadits Anas bin Malik , dan diriwayatkan oleh
Muslim dari hadits Jâbir bin Abdillah c.
Selanjutnya, dalil lain terdapat dalam hadits
Umar bin Khaththab  riwayat Muslim ,dan hadits
Abu Hurairah  riwayat Al-Bukhâry dan Muslim,
tentang kisah Jibril yang masyhur ketika beliau
bertanya kepada Rasulullah  tentang Islam, Iman,
Ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat. Ketika ditanya
tentang Islam, Nabi  menjawab:

ُ ‫ﻼ ُم َأ ْن ﺗ َْﺸ َﻬﺪَ َأ ْن ﻻَ إِ َﻟ َﻪ إِﻻﱠ اﷲُ َو َأ ﱠن ُﳏ َ ﱠﻤﺪً ا َر ُﺳ‬


ِ‫ﻮل اﷲ‬ ِ
َ ‫اﻹ ْﺳ‬

20 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


‫ﺎن َو َ ُﲢ ﱠﺞ‬ ‫ﻼ َة َوﺗ ُْﺆﺗِ َﻰ ﱠ‬
َ ‫اﻟﺰﻛَﺎ َة َوﺗ َُﺼﻮ َم َر َﻣ َﻀ‬ َ ‫اﻟﺼ‬
‫ﻴﻢ ﱠ‬
ِ
َ ‫َوﺗُﻘ‬
ً ‫اﺳ َﺘ َﻄ ْﻌ َﺖ إِ َﻟ ْﻴ ِﻪ َﺳﺒِﻴ‬
‫ﻼ‬ ِ
ْ ‫ا ْﻟ َﺒ ْﻴ َﺖ إِن‬
“Islam adalah bahwa engkau bersaksi bahwa
tiada yang berhak untuk diibadahi kecuali
Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah
Rasul Allah, engkau menegakkan shalat,
mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan,
serta berhaji ke rumah (Allah) bila engkau
sanggup menempuh jalan untuk itu.”
Berdasarkan dalil-dalil di atas, para ulama ber-
sepakat bahwa siapapun yang mengingkari ke-
wajiban puasa dianggap kafir, keluar dari Islam, dan
dianggap telah mengingkari suatu perkara, yang
kewajibannya secara aksiomatik telah dimaklumi
dalam syariat Islam.
Seluruh dalil di atas menunjukkan keutamaan
puasa yang sangat besar dan menunjukkan bahwa
betapa agung nikmat dan rahmat Allah bagi umat
Islam.
Allah  dan Rasul-Nya telah menjelaskan ber-
bagai macam keutamaan puasa secara umum dan
keutamaan puasa Ramadhan secara khusus. Agar
kita dapat bersegera dalam hal menggapai rahmat

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 21


Allah dan bergembira terhadap karunia dan nikmat-
Nya, berikut ini, kami menyebutkan beberapa
keutamaan puasa. Di antaranya adalah:

Pertama, ampunan dan pahala yang sangat


besar bagi orang yang berpuasa.
Allah Jalla Tsanâ`uhu menyebutkan sederet
orang-orang yang beramal shalih, yang di antara
mereka adalah laki-laki dan perempuan yang ber-
puasa, kemudian menyatakan pahala untuk mereka
dalam firman-Nya:

n ² ± ° ¯ ® ¬ « ...o
“…Allah telah menyediakan, untuk mereka,
ampunan dan pahala yang besar.” [Al-Ahzâb:
35]

Kedua, puasa adalah tameng terhadap api


neraka.
Dalam riwayat Al-Bukhâry dan Muslim dari Abu
Hurairah , Nabi  bersabda:

َ ‫َﺎن َﻳ ْﻮ ُم َﺻ ْﻮ ِم َأ َﺣ ِﺪﻛ ُْﻢ َﻓ‬


َ‫ﻼ َﻳ ْﺮ ُﻓ ْﺚ َوﻻ‬ َ ‫اﻟﺼ َﻴﺎ ُم ُﺟﻨﱠ ٌﺔ َﻓﺈِ َذا ﻛ‬
‫َو ﱢ‬
‫ﺐ َﻓﺈِ ْن َﺳﺎ ﱠﺑ ُﻪ َأ َﺣﺪٌ َأ ْو َﻗﺎ َﺗ َﻠ ُﻪ َﻓ ْﻠ َﻴ ُﻘ ْﻞ إِ ﱢ ْﲏ ا ْﻣ ُﺮ ٌؤ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ‬
ْ ‫َﻳ ْﺴ َﺨ‬

22 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


“… dan puasa adalah tameng. Bila salah
seorang dari kalian berada pada hari puasa,
janganlah ia berbuat sia-sia dan janganlah ia
banyak mendebat. Kalau orang lain men-
cercanya atau memusuhinya, hendaknya ia
berkata, ‘Saya sedang berpuasa.’.”
Juga dalam hadits Jabir, ‘Utsman bin Abil ‘Âsh,
dan Abu Hurairah  riwayat Imam Ahmad dan
selainnya, Rasulullah  bersabda:
ِ ‫َﺠﻨ ِﱠﺔ َأ َﺣ ِﺪﻛُﻢ ِﻣ َﻦ ا ْﻟ ِﻘﺘ‬
‫َﺎل‬ ُ ‫اﻟﺼ َﻴﺎ ُم ُﺟﻨﱠ ٌﺔ ﻛ‬
‫ﱢ‬
ْ
“Puasa merupakan tameng terhadap neraka,
seperti tameng salah seorang dari kalian pada
peperangan.”

Ketiga, puasa adalah pemutus syahwat.


Dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud  riwayat
Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah  bersabda:

‫ َﻓﺈِ ﱠﻧ ُﻪ َأ َﻏ ﱡﺾ‬,‫ﺎع ا ْﻟ َﺒﺎ َء َة َﻓ ْﻠ َﻴﺘ ََﺰ ﱠو ْج‬ ْ ‫ﺎب َﻣ ِﻦ‬


َ ‫اﺳ َﺘ َﻄ‬ ِ ‫اﻟﺸ َﺒ‬‫ﴩ ﱠ‬ َ َ ‫َﻳﺎ َﻣ ْﻌ‬
ِ ِ ِ ِ َ ‫ﻟِ ْﻠ َﺒ‬
‫ َو َﻣ ْﻦ َﱂ ْ َﻳ ْﺴﺘَﻄ ْﻊ َﻓ َﻌ َﻠ ْﻴﻪ ﺑِ ﱠ‬,‫ َو َأ ْﺣ َﺼ ُﻦ ﻟ ْﻠ َﻔ ْﺮ ِج‬,‫ﴫ‬
,‫ﺎﻟﺼ ْﻮ ِم‬
‫َﻓﺈِ ﱠﻧ ُﻪ َﻟ ُﻪ ِو َﺟﺎ ٌء‬

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 23


“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di
antara kalian yang mampu menikah,
hendaklah ia menikah karena hal tersebut
lebih menundukkan pandangan dan lebih
menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang
belum mampu, hendaknya ia berpuasa
karena sesungguhnya (puasa itu) adalah pe-
mutus syahwatnya.”

Keempat, orang yang berpuasa mendapat


ganjaran khusus di sisi Allah.
Hal tersebut karena puasa merupakan bagian
kesabaran, sementara sabar terbagi tiga: sabar
dalam hal menjalankan ketaatan, sabar dalam hal
meninggalkan larangan, dan sabar dalam hal
menerima ketentuan Allah. Orang yang berpuasa
telah melakukan tiga jenis kesabaran ini seluruhnya,
bahwa ia sabar dalam hal menjalankan ketaatan
yang diperintah dalam pelaksanaan puasa, sabar
dalam hal meninggalkan segala hal yang dilarang
dan diharamkan dalam pelaksanaan puasa, serta
sabar dalam hal menjalani kepedihan terhadap
lapar, haus, dan kelemahan pada tubuh. Karena
puasa merupakan bagian kesabaran, wajar jika
orang yang berpuasa mendapatkan pahala khusus
yang tidak terhingga sebagaimana orang yang

24 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


sabar mendapat pahala seperti itu. Allah  ber-
firman:

nëêéèçæåo
“Sesungguhnya, hanya orang-orang yang
bersabarlah yang pahala mereka dicukupkan
tanpa batas.” [Az-Zumar: 10]

Kelima, orang yang berpuasa memiliki dua


kegembiraan.

Keenam, bau mulut orang yang berpuasa lebih


harum di sisi Allah daripada bau wangian kasturi.
Tiga keutamaan yang disebut terakhir ter-
maktub dalam hadits Abu Hurairah  riwayat Al-
Bukhâry dan Muslim bahwa Rasulullah  bersabda:

‫ﴩ َأ ْﻣ َﺜﺎ ِﳍَﺎ إِ َﱃ‬ َْ ‫ﻒ‬


َ ْ ‫اﳊ َﺴﻨَ ُﺔ َﻋ‬ ُ ‫ﻛ ﱡُﻞ َﻋ َﻤ ِﻞ ا ْﺑ ِﻦ آ َد َم ُﻳ َﻀﺎ َﻋ‬
‫اﻟﺼ ْﻮ َم َﻓﺈِ ﱠﻧ ُﻪ ِ ْﱄ َو َأﻧَﺎ‬ ٍ ِ ِ ِ
‫َﺳ ْﺒﻌ ِﲈﺋَﺔ ﺿ ْﻌﻒ َﻗ َﺎل اﷲُ َﻋ ﱠﺰ َو َﺟ ﱠﻞ إِﻻﱠ ﱠ‬
ِ ‫َأﺟ ِﺰي ﺑِ ِﻪ ﻳﺪَ ع َﺷﻬﻮ َﺗﻪ و َﻃﻌﺎﻣﻪ ِﻣﻦ َأﺟ ِﲇ وﻟِﻠﺼ ِﺎﺋ ِﻢ َﻓﺮﺣﺘ‬
‫َﺎن‬ َ ْ ‫ْ ْ َ ُ َْ ُ َ َ َُ ْ ْ ْ َ ﱠ‬
‫ﻮف ﻓِ ِﻴﻪ‬ ِ ‫َﻓﺮﺣ ٌﺔ ِﻋﻨْﺪَ ﻓِ ْﻄ ِﺮ ِه و َﻓﺮﺣ ٌﺔ ِﻋﻨْﺪَ ﻟِ َﻘ‬
ُ ‫ َو َﳋُ ُﻠ‬.‫ﺎء َر ﱢﺑ ِﻪ‬ َ ْ َ َ ْ
‫ﻳﺢ ا ْﳌِ ْﺴ ِﻚ‬
ِ ‫ﺐ ِﻋﻨْﺪَ اﷲِ ِﻣ ْﻦ ِر‬ُ ‫َأ ْﻃ َﻴ‬

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 25


“Setiap amalan Anak Adam, kebaikannya
dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai
tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla ber-
firman, ‘Kecuali puasa. Sesungguhnya,
(amalan) itu adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku
yang akan memberikan pahalanya karena
(orang yang berpuasa) meninggalkan
syahwat dan makanannya karena Aku.’ Bagi
orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan:
kegembiraan ketika dia berbuka puasa dan
kegembiraan ketika dia berjumpa dengan
Rabb-nya. Sesungguhnya, bau mulut orang
yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari-
pada bau kasturi.” (Lafazh hadits adalah milik
Imam Muslim)

Ketujuh, puasa sehari di jalan Allah menjauh-


kan wajah seseorang dari neraka sejauh perjalanan
selama tujuh puluh tahun.
Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudry  riwayat
Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah  bersabda:

‫ﺎﻋﺪَ اﷲﱠُ ﺑِ َﺬﻟِ َﻚ‬


َ ‫ﻴﻞ اﷲﱠِ إِﻻﱠ َﺑ‬ ِ ِ‫َﻣﺎ ِﻣ ْﻦ َﻋ ْﺒ ٍﺪ َﻳ ُﺼﻮ ُم َﻳ ْﻮ ًﻣﺎ ِﰱ َﺳﺒ‬

َ ‫ا ْﻟ َﻴ ْﻮ ِم َو ْﺟ َﻬ ُﻪ َﻋ ِﻦ اﻟﻨ ِﱠﺎر َﺳ ْﺒ ِﻌ‬


‫ﲔ َﺧ ِﺮﻳ ًﻔﺎ‬

26 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


“Tidak seorang hamba pun yang berpuasa
sehari di jalan Allah, kecuali, karena
(amalannya pada) hari itu, Allah akan men-
jauhkan wajahnya dari neraka (sejauh per-
jalanan) selama tujuh puluh tahun.”

Kedelapan, pintu khusus di surga bagi orang-


orang yang berpuasa.
Dalam hadits Sahl bin Sa’ad As-Sâ’idy
radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan
Muslim, Rasulullah  bersabda:

َ ‫اﻟﺼ ِﺎﺋ ُﻤ‬


‫ﻮن َﻳ ْﻮ َم‬ ِ
‫ﺎن َﻳﺪْ ُﺧ ُﻞ ﻣﻨْ ُﻪ ﱠ‬
ِ ْ ‫إِ ﱠن ِﰲ‬
‫اﳉﻨﱠﺔ َﺑﺎ ًﺑﺎ ُﻳ َﻘ ُﺎل َﻟ ُﻪ ﱠ‬
ُ ‫اﻟﺮ ﱠﻳ‬ َ
‫ﻮن‬َ ‫اﻟﺼ ِﺎﺋ ُﻤ‬ ِ ِ
‫ا ْﻟﻘ َﻴﺎ َﻣﺔ ﻻَ َﻳﺪْ ُﺧ ُﻞ َﻣ َﻌ ُﻬ ْﻢ َأ َﺣﺪٌ َﻏ ْ ُﲑ ُﻫ ْﻢ ُﻳ َﻘ ُﺎل َأ ْﻳ َﻦ ﱠ‬
ِ ‫ﻮن ِﻣﻨْﻪ َﻓﺈِ َذا د َﺧ َﻞ‬
‫آﺧ ُﺮ ُﻫ ْﻢ ُأ ْﻏ ِﻠ َﻖ َﻓ َﻠ ْﻢ َﻳﺪْ ُﺧ ْﻞ ِﻣﻨْ ُﻪ‬ َ ُ َ ‫َﻓ َﻴﺪْ ُﺧ ُﻠ‬
ٌ‫َأ َﺣﺪ‬
“Sesungguhnya, di surga, ada pintu yang
dinamakan Ar-Rayyân. Orang-orang yang
berpuasa akan masuk melaluinya pada hari
kiamat. Tidak ada seorang pun yang me-
lewatinya, kecuali mereka. Dikatakan, ‘Di
mana orang-orang yang berpuasa?’ Lalu
mereka memasukinya. Jika (orang) terakhir

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 27


dari mereka telah masuk, (pintu) itupun
dikunci sehingga tidak ada seorang pun yang
melaluinya.”

Kesembilan, puasa termasuk kaffarah (peng-


gugur) dosa hamba.
Dalam hadits Hadzaifah Ibnul Yamân
radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan
Muslim, Nabi  bersabda:

‫ﺎر ِه ُﻳ َﻜ ﱢﻔ ُﺮ َﻫﺎ‬
ِ ‫اﻟﺮ ُﺟ ِﻞ ِ ْﰲ َأ ْﻫ ِﻠ ِﻪ َو َﻣﺎﻟِ ِﻪ َو َﻧ ْﻔ ِﺴ ِﻪ َو َو َﻟ ِﺪ ِه َو َﺟ‬ ِ
‫ﻓ ْﺘﻨَ ُﺔ ﱠ‬
‫وف َواﻟﻨ ْﱠﻬ ُﻰ َﻋ ِﻦ‬ ِ ‫ﻼ ُة واﻟﺼﺪَ َﻗ ُﺔ واﻷَﻣﺮ ﺑِﺎ َْﳌﻌﺮ‬
ُْ ُْ َ ‫اﻟﺼ َ َ ﱠ‬ ‫اﻟﺼ َﻴﺎ ُم َو ﱠ‬
‫ﱢ‬
‫ا ْﻟـ ُﻤﻨْﻜ َِﺮ‬

“Fitnah seseorang terhadap keluarga, harta,


jiwa, anak, dan tetangganya dapat ditebus
dengan puasa, shalat, shadaqah, serta amar
ma’ruf dan nahi mungkar.” (Konteks hadits
adalah milik Imam Muslim)
Juga dalam hadits Abu Hurairah  riwayat
Muslim, Rasulullah  bersabda:

ُ ‫اﳉ ُﻤ َﻌ ِﺔ َو َر َﻣ َﻀ‬
‫ﺎن إِ َﱃ‬ ُ ْ ‫اﳉ ُﻤ َﻌ ُﺔ إِ َﱃ‬
ُ ْ ‫اﳋ ْﻤ ُﺲ َو‬ ُ ‫اﻟﺼ َﻠ َﻮ‬
َ ْ ‫ات‬ ‫ﱠ‬

28 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


‫َﺐ ا ْﻟ َﻜ َﺒ ِﺎﺋ َﺮ‬ ْ ‫ات َﻣﺎ َﺑ ْﻴﻨ َُﻬ ﱠﻦ إِ َذا‬
َ ‫اﺟ َﺘﻨ‬ ٌ ‫ﺎن ُﻣ َﻜ ﱢﻔ َﺮ‬
َ ‫َر َﻣ َﻀ‬
“Shalat lima waktu, (dari) Jum’at ke Jum’at,
dan (dari) Ramadhan ke Ramadhan, adalah
penggugur dosa (seseorang pada masa) di
antara waktu tersebut sepanjang ia menjauhi
dosa besar.”
Bahkan, puasa menjadi bagian kaffarah pada
beberapa perkara seperti pelanggaran sumpah1,
zhihâr2, sebagian amalan haji3, pembunuhan
Ahludz Dzimmah ‘orang yang berada di bawah
perjanjian’ tanpa sengaja4, dan pembunuhan hewan
buruan saat ihram5.

Kesepuluh, puasa termasuk amalan yang


mengakibatkan seseorang dimasukkan ke dalam
surga.
Dalam hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad,
An-Nasâ`i, Ibnu Hibban, dan lain-lain, Abu
Umâmah  berkata kepada Nabi :

1
[Al-Mâ`idah: 89]
2
[Al-Mujâdilah: 3-4]
3
[Al-Baqarah: 196]
4
[An-Nisâ`: 92]
5
[Al-Mâ`idah: 95]

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 29


ِ ِ
َ ْ ‫ﻮل اﷲﱠِ َﻓ ُﻤ ْﺮ ْﲏ ﺑِ َﻌ َﻤ ٍﻞ َأ ْد ُﺧ ُﻞ ﺑِﻪ‬
‫ َﻗ َﺎل َﻋ َﻠ ْﻴ َﻚ‬. ‫اﳉﻨﱠ َﺔ‬ َ ‫َﻳﺎ َر ُﺳ‬
.‫ﺎﻟﺼ ْﻮ ِم َﻓﺈِ ﱠﻧ ُﻪ ﻻَ ِﻣ ْﺜ َﻞ َﻟ ُﻪ‬
‫ﺑِ ﱠ‬
“Wahai Rasulullah, perintahlah saya untuk
mengerjakan suatu amalan, yang dengannya,
saya dimasukkan ke dalam surga. Beliau ber-
sabda, ‘Berpuasalah, karena (puasa) itu tak
ada bandingannya.’.”

Kesebelas, puasa memberi syafa’at pada hari


kiamat.
Dalam hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallâhu
‘anhumâ, Rasulullah  bersabda:

‫اﻟﺼ َﻴﺎ ُم‬


‫ﻮل ﱢ‬ ُ ‫ﺎن ﻟِ ْﻠ َﻌ ْﺒ ِﺪ َﻳ ْﻮ َم ا ْﻟ ِﻘ َﻴﺎ َﻣ ِﺔ َﻳ ُﻘ‬
ِ ‫آن ﻳ ْﺸ َﻔﻌ‬
َ َ ُ ‫اﻟﺼ َﻴﺎ ُم َوا ْﻟ ُﻘ ْﺮ‬
‫ﱢ‬
.‫ﺎر َﻓ َﺸ ﱢﻔ ْﻌﻨ ِ ْﻲ ﻓِ ِﻴﻪ‬ِ ‫ات ﺑِﺎﻟﻨ َﱠﻬ‬ ِ ‫اﻟﺸﻬﻮ‬
َ َ ‫َأ ْي َر ﱢب َﻣﻨَ ْﻌ ُﺘ ُﻪ اﻟ ﱠﻄ َﻌﺎ َم َو ﱠ‬
‫ َﻗ َﺎل‬.‫آن َﻣﻨَ ْﻌ ُﺘ ُﻪ اﻟﻨ ْﱠﻮ َم ﺑِﺎﻟ ﱠﻠ ْﻴ ِﻞ َﻓ َﺸ ﱢﻔ ْﻌﻨِ ْﻲ ﻓِ ِﻴﻪ‬ ُ ‫ﻮل ا ْﻟ ُﻘ ْﺮ‬ُ ‫َو َﻳ ُﻘ‬
.‫ﺎن‬ ِ ‫َﻓﻴ َﺸ ﱠﻔﻌ‬
َ ُ
“Puasa dan Al-Qur`an akan memberi syafa’at
untuk seorang hamba pada hari kiamat.
Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, saya telah
melarangnya terhadap makanan dan

30 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


syahwat pada siang hari, maka izinkanlah
saya untuk memberi syafa’at baginya.’ Al-
Qur`an berkata, ‘Saya telah menghalanginya
dari tidur malam, maka izinkanlah saya
untuk memberi syafa’at baginya.’ (Beliau)
bersabda, ‘Maka, keduanya mendapat izin
untuk memberi syafa’at bagi (hamba) ter-
sebut.’.” (HR. Ahmad, Muhammad bin Nash Al-
Marwazy, Al-Hâkim, dan selainnya. Dihasankan
oleh Syaikh Al-Albany dalam Tamâmul
Minnah hal. 394-395)

Kedua belas, pada Ramadhan, pintu-pintu


surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, serta
syaithan dibelenggu.
Dalam hadits Abu Hurairah  riwayat Al-
Bukhâry dan Muslim, Rasulullah  bersabda:

‫اب اﻟﻨ ِﱠﺎر‬ ِ ْ ‫ﺎن ُﻓﺘﱢﺤ ْﺖ َأﺑﻮاب‬


ُ ‫اﳉﻨﱠﺔ َو ُﻏ ﱢﻠ َﻘ ْﺖ َأ ْﺑ َﻮ‬
َ ُ َْ َ ُ ‫إِ َذا َﺟﺎ َء َر َﻣ َﻀ‬
ُ ِ‫اﻟﺸ َﻴﺎﻃ‬
‫ﲔ‬ ‫ت ﱠ‬ ِ َ‫وﺻ ﱢﻔﺪ‬
ُ َ
“Jika Ramadhan telah tiba, pintu-pintu surga
dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan
syaithan-syaithan dibelenggu.”

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 31


Ketiga belas, orang yang berpuasa pada
Ramadhan, karena keimanan dan hal meng-
harap pahala, dosa-dosanya akan diampuni.
Dalam hadits Abu Hurairah  riwayat Al-
Bukhâry dan Muslim, Rasulullah  bersabda:

‫اﺣﺘِ َﺴﺎ ًﺑﺎ ُﻏ ِﻔ َﺮ َﻟ ُﻪ َﻣﺎ ﺗ ََﻘﺪﱠ َم ِﻣ ْﻦ َذﻧْﺒِ ِﻪ‬


ْ ‫ﺎن إِ َﻳﲈﻧًﺎ َو‬
َ ‫َﻣ ْﻦ َﺻﺎ َم َر َﻣ َﻀ‬
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan
karena keimanan dan hal mengharap pahola,
dosa-dosanya yang telah lalu akan di-
ampuni.”

32 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


BEBERAPA PERKARA
YANG PERLU DIKETAHUI
SEBELUM MEMASUKI
RAMADHAN

Hukum Puasa Sehari atau Dua Hari


Sebelum Ramadhan
Seseorang tidak boleh berpuasa sehari atau
dua hari sebelum Ramadhan dengan maksud ber-
jaga-jaga jangan sampai Ramadhan telah masuk
pada satu atau dua hari itu, sementara dia tidak
mengetahui hal itu. Adapun, kalau seseorang ber-
puasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan
karena bertepatan dengan kebiasaannya dalam hal
berpuasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis dan
puasa Daud, hal tersebut tidaklah mengapa dan
diperbolehkan dalam syariat.
Seluruh keterangan di atas berdasarkan hadits
Abu Hurairah  riwayat Al-Bukhâry dan Muslim
bahwa Rasulullah  bersabda:

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 33


‫َﺎن‬ ِ ْ ‫ﺎن ﺑِ َﺼ ْﻮ ِم َﻳ ْﻮ ٍم َوﻻَ َﻳ ْﻮ َﻣ‬
َ ‫ﲔ إِﻻﱠ َر ُﺟ ٌﻞ ﻛ‬ َ ‫ﻻَ َﺗ َﻘﺪﱠ ُﻣﻮا َر َﻣ َﻀ‬
‫َﻳ ُﺼﻮ ُم َﺻ ْﻮ ًﻣﺎ َﻓ ْﻠ َﻴ ُﺼ ْﻤ ُﻪ‬
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan
dengan cara berpuasa satu hari atau dua hari
(sebelum Ramadhan masuk), kecuali, (jika)
seseorang biasa berpuasa dengan suatu
puasa, (tetaplah) ia berpuasa.”

Penampakan Hilal Adalah Penentu Masuk-


nya Ramadhan
Penentuan masuknya bulan Ramadhan adalah
dengan cara melihat Hilal. Hilal adalah bulan sabit
kecil yang tampak pada awal bulan.
Dalam syariat Islam, bulan hanya terdiri dari 29
atau 30 hari sebagaimana dalam hadits Abdullah
bin Umar radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-
Bukhâry dan Muslim bahwa, tatkala menyebutkan
Ramadhan, Nabi  berisyarat dengan kedua
tangannya seraya berkata:

‫اﻟﺸ ْﻬ ُﺮ َﻫﻜ ََﺬا َو َﻫﻜ ََﺬا َو َﻫﻜ ََﺬا ُﺛ ﱠﻢ َﻋ َﻘﺪَ إِ ْ َﲠﺎ َﻣ ُﻪ ِﰲ اﻟ ﱠﺜﺎﻟِ َﺜ ِﺔ‬ ‫ﱠ‬
‫َﻓ ُﺼ ْﻮ ُﻣ ْﻮا ﻟِ ُﺮ ْؤ َﻳﺘِ ِﻪ َو َأ ْﻓﻄِ ُﺮ ْوا ﻟِ ُﺮ ْؤ َﻳﺘِ ِﻪ َﻓﺈِ ْن ُأ ْﻏ ِﻤ َﻲ َﻋ َﻠ ْﻴﻜ ُْﻢ‬

34 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


َ ْ ِ‫َﻓﺎ ْﻗﺪُ ُر ْوا َﻟ ُﻪ َﺛ َﻼﺛ‬
‫ﲔ‬
“Bulan (itu) begini, begini, dan begini,” kemu-
dian beliau melipat ibu jarinya pada kali
ketiga (yaitu sepuluh, tambah sepuluh,
tambah sembilan,-pen.), (lalu berkata),
“Maka, berpuasalah kalian karena melihat
(hilal) tersebut, dan berbukalah kalian karena
kalian melihat (hilal) tersebut. Apabila ter-
tutupi dari (pandangan) kalian, genapkanlah
bulan (Sya’ban) itu menjadi tiga puluh (hari).”

Waktu Pemantauan Hilal


Pemantauan hilal Ramadhan hendaknya di-
lakukan pada 29 Sya’ban setelah matahari ter-
benam. Selang beberapa saat, bila hilal terlihat, 1
Ramadhan telah masuk, tetapi, apabila hilal ter-
sebut tidak terlihat, berarti Sya’ban digenapkan
menjadi 30 hari. Secara otomatis, setelah 30
Sya’ban tentunya adalah 1 Ramadhan.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 35


Apabila Terlihat di Suatu Negeri, Apakah
Hilal Berlaku bagi Negeri Itu Saja, ataukah
Berlaku Juga bagi Seluruh Dunia?
Apabila hilal telah terlihat pada satu negeri,
seluruh negeri lain di dunia diharuskan untuk ber-
puasa. Hal ini merupakan pendapat mayoritas
Ulama yang dipetik dari firman Allah Ta’âla:
n ... zy x w v u ...o
“… Maka barangsiapa di antara kalian yang
menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa
….” [Al-Baqarah: 185]
Juga dari hadits Abdullah bin Umar c
riwayat Al-Bukhâry dan Muslim yang tersebut di
atas, dan hadits Abu Hurairah  riwayat Al-
Bukhâry dan Muslim, bahwa Nabi  bersabda:

‫ُﺻ ْﻮ ُﻣ ْﻮا ﻟِ ُﺮ ْؤ َﻳﺘِ ِﻪ َو َأ ْﻓﻄِ ُﺮ ْوا ﻟِ ُﺮ ْؤ َﻳﺘِ ِﻪ َﻓﺈِ ْن ُﻏ ﱢﻤ َﻲ َﻋ َﻠ ْﻴﻜ ُْﻢ ﱠ‬


‫اﻟﺸ ْﻬ ُﺮ‬
‫ﲔ‬ َ ْ ِ‫َﻓ َﻌﺪﱡ ْوا َﺛ َﻼﺛ‬
“Berpuasalah kalian karena melihat (hilal)
tersebut, dan berbukalah kalian karena me-
lihat (hilal) tersebut. Lalu, apabila tertutupi
dari (pandangan) kalian, sempurnakanlah

36 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


bulan (Sya’ban) tersebut menjadi tiga puluh
(hari).”
Ayat dan dua hadits di atas adalah perkataan
yang ditujukan kepada seluruh kaum muslimin di
manapun mereka berada pada belahan bumi ini,
maka mereka wajib berpuasa tatkala ada di antara
kaum muslimin yang melihat hilal.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 37


NIAT DALAM HAL BERPUASA

Niat Adalah Syarat Sah Puasa


Tidak diragukan lagi bahwa niat merupakan
syarat sah puasa dan seluruh jenis ibadah lain
sebagaimana penegasan Rasululllah  dalam
hadits Umar bin Khaththab  riwayat Al-Bukhâry
dan Muslim:

‫ﺎت َوإِﻧ َﱠﲈ ﻟِﻜ ﱢُﻞ ا ْﻣ ِﺮ ٍئ َﻣﺎ ﻧ ََﻮى‬


ِ ‫إِﻧﱠﲈ ْاﻷَ ْﻋﲈ ُل ﺑِﺎﻟﻨﱢﻴ‬
‫ﱠ‬ َ َ
“Sesungguhnya, setiap amalan hanyalah ber-
gantung kepada niatnya, dan setiap orang
hanyalah mendapatkan sesuai hal yang ia
niatkan.”
Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya
benar-benar memperhatikan masalah niat ini, yang
merupakan tolak ukur penerimaan amalan yang ia
kerjakan.
Selain itu, tatkala akan berpuasa, seorang
muslim hendaknya berniat dengan sungguh-
sungguh, dan bertekad untuk berpuasa secara
ikhlash karena Allah Ta’âla.

38 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Letak Niat
Niat tempatnya di dalam hati dan tidak di-
lafazhkan menurut kesepakatan ulama fiqih dan
bahasa. Hal ini dapat dipahami dari hadits di atas.

Waktu Pelaksanaan Niat


Dalam hal ini, ada tiga perkara yang perlu di-
perhatikan:
Pertama, orang yang akan berpuasa diwajib-
kan untuk berniat semenjak malam hari, yaitu
setelah matahari terbenam sampai fajar Shubuh
terbit.
Kedua, kewajiban berniat sejak malam hari ini
merupakan hal umum terhadap puasa wajib
maupun puasa sunnah menurut pendapat yang
lebih kuat dari kalangan ulama.
Ketiga, berniat sekali saja untuk sebulan tidak
dibenarkan, tetapi harus berniat setiap malam
menurut pendapat yang lebih kuat.
Tiga hal di atas berdasarkan nash tegas:

‫اﻟﺼ َﻴﺎ َم ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠﻠ ْﻴ ِﻞ َﻓ َﻼ ِﺻ َﻴﺎ َم َﻟ ُﻪ‬ ِ


‫َﻣ ْﻦ َﱂ ْ ُﻳ َﺒ ﱢﻴﺖ ﱢ‬

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 39


“Barangsiapa yang tidak berniat puasa sejak
malam hari, tidak ada puasa baginya.”1

Hukum terhadap Seseorang yang Terlambat


Menerima Berita Masuknya Ramadhan
Apabila masuknya 1 Ramadhan telah pasti, dan
beritanya tidak diterima, kecuali pada pertengahan
hari, seseorang hendaknya segera berpuasa sampai
maghrib, walaupun telah makan atau minum
sebelumnya, dan tidak ada kewajiban qadha atas-
nya. Hal tersebut sebagaimana dalam hadits Sala-
mah Ibnul Akwa’ , riwayat Al-Bukhâry dan
Muslim, bahwa beliau berkata:

‫َﺑ َﻌ َﺚ َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َر ُﺟ ًﻼ ِﻣ ْﻦ َأ ْﺳ َﻠ َﻢ َﻳ ْﻮ َم‬


‫َﺎن َﱂ ْ َﻳ ُﺼ ْﻢ‬ َ ‫ﱠﺎس َﻣ ْﻦ ﻛ‬ ِ ‫ﺎﺷ ْﻮ َرا َء َﻓ َﺄ َﻣ َﺮ ُه َأ ْن ُﻳ ْﺆ ِذ َن ِﰲ اﻟﻨ‬ ُ ‫َﻋ‬
‫َﺎن َأﻛ ََﻞ َﻓ ْﻠ ُﻴﺘِ ﱠﻢ ِﺻ َﻴﺎ َﻣ ُﻪ إِ َﱃ اﻟ ﱠﻠ ْﻴ ِﻞ‬
َ ‫َﻓ ْﻠ َﻴ ُﺼ ْﻢ َو َﻣ ْﻦ ﻛ‬
“Rasulullah  mengutus seorang laki-laki
dari suku Aslam pada hari Asyura (10
1
Diriwayatkan secara marfu’ dari Rasulullah dengan sanad
yang lemah, namun hadits ini valid dengan sanad yang shahih
dari perkataan Ibnu Umar dan Hafshah radhiyallâhu ‘anhumâ,
dan konteksnya mempunyai hokum marfu’, yaitu setara dengan
hadits yang diucapkan langsung oleh Nabi .

40 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Muharram,-pen.) dengan hal memerintahkan-
nya untuk mengumumkan kepada manusia
bahwa barangsiapa yang belum berpuasa,
hendaknya ia berpuasa, dan barangsiapa
yang telah makan, hendaknya dia me-
nyempurnakan puasanya sampai malam
hari.”
Hadits di atas berlaku juga pada puasa
Ramadhan karena puasa Âsyura, pada 10
Muharram, adalah puasa wajib bagi kaum muslimin
sebelum puasa Ramadhan diwajibkan terhadap
mereka.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 41


WAKTU PELAKSANAAN PUASA

Pelaksanaan puasa dimulai saat terbit fajar


Shubuh dan berakhir ketika matahari terbenam
menurut kesepakatan para ulama.
Allah  menyatakan:
lkjihgfedco
n ut s r q p on m
“Dan makan dan minumlah kalian hingga
tampak, bagi kalian, benang putih terhadap
benang hitam, yaitu fajar, kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”
[Al-Baqarah: 187]

42 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


MAKAN SAHUR

Hukum tentang Makan Sahur


Makan sahur adalah suatu hal yang sangat di-
sunnahkan dalam syariat Islam menurut kese-
pakatan para ulama. Hal itu karena Rasululllah 
sangat menganjurkannya dan mengabarkan bahwa
terdapat berkah pada makan sahur itu bagi seorang
muslim di dunia dan di akhirat sebagaimana dalam
hadits Anas bin Malik  riwayat Al-Bukhâry dan
Muslim bahwa Rasululllah  bersabda:

‫ﺗ ََﺴ ﱠﺤ ُﺮ ْوا َﻓﺈِ ﱠن ِﰲ ﱠ‬


‫اﻟﺴ ُﺤ ْﻮ ِر َﺑ َﺮ َﻛ ًﺔ‬
“Makan sahurlah kalian, karena sesungguh-
nya, pada makan sahur itu terdapat berkah.”
Bahkan, beliau  menjadikan makan sahur itu
sebagai salah satu syiar (simbol) Islam sangat
agung yang membedakan kaum muslimin terhadap
orang-orang Yahudi dan Nashara. Dalam hadits
‘Amr bin ‘Ash  riwayat Muslim, beliau  ber-
sabda:

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 43


‫اﻟﺴ َﺤ ِﺮ‬ ِ ‫ﲔ ِﺻ َﻴ ِﺎﻣﻨَﺎ َو ِﺻ َﻴﺎ ِم َأ ْﻫ ِﻞ ا ْﻟ ِﻜﺘ‬
‫َﺎب َأ ْﻛ َﻠ ُﺔ ﱠ‬ َ ْ ‫َﻓ ْﺼ ُﻞ َﻣﺎ َﺑ‬
“Perbedaan antara puasa kami dan puasa
ahlul kitab adalah makan sahur.”

Makan Sahur pada Akhir Waktu


Seseorang juga disunnahkan untuk meng-
akhirkan makan sahur sampai mendekati waktu
adzan Shubuh sebagaimana Rasulullah  yang
memulai makan sahur dalam selang waktu pem-
bacaan 50 ayat yang tidak panjang tidak pula
pendek sampai waktu adzan shalat Shubuh. Hal
tersebut dinyatakan dalam hadits Zaid bin Tsabit
 riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, bahwa Zaid
berkata:
‫ﺗ ََﺴ ﱠﺤ ْﺮﻧَﺎ َﻣ َﻊ َر ُﺳ ْﻮ ِل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ُﺛ ﱠﻢ ُﻗ ْﻤﻨَﺎ إِ َﱃ‬
َ ْ ‫ﲬ ِﺴ‬
‫ﲔ آ َﻳ ًﺔ‬ َ ‫ ﻛ َْﻢ ﻛ‬: ‫ ُﻗ ْﻠ ُﺖ‬.‫اﻟﺼ َﻼ ِة‬
ْ َ :‫َﺎن ُﻗﺪْ ُر َﻣﺎ َﺑ ْﻴﻨ َُﻬ َﲈ? َﻗ َﺎل‬ ‫ﱠ‬
“Kami makan sahur bersama Rasulullah 
kemudian bangkit untuk mengerjakan shalat.
Saya (Anas bin Malik yang meriwayatkan
dari Zaid,-pent.) berkata, ‘Berapa lama jarak
antara keduanya (sahur dan adzan)?’ (Zaid)
menjawab, ‘(Sepanjang pembacaan) lima
puluh ayat.’.”

44 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Makan Sahur Bersama
Dari hadits di atas, juga dapat dipetik kesim-
pulan akan sunnah makan sahur secara bersama.

Makanan yang Dikonsumsi saat Sahur


Asalnya adalah bahwa seluruh makanan halal
boleh dimakan pada saat sahur. Namun, perlu
diketahui bahwa sebaik-baik makanan, yang di-
konsumsi oleh seorang mukmin saat sahur, adalah
kurma. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah
, riwayat Abu Dawud dengan sanad yang shahih,
bahwa Rasulullah  menyatakan:

‫ﻧِ ْﻌ َﻢ َﺳ ُﺤ ْﻮ ُر ا ْﻟـ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ِﻦ اﻟﺘ ْﱠﻤ ُﺮ‬


“Sebaik-baik (makanan) sahur seorang
mukmin adalah kurma.”

Batas Akhir Makan Sahur


Batas akhir pembolehan makan sahur adalah
sampai adzan Shubuh. Apabila waktu adzan
Shubuh telah masuk, seseorang hendaknya me-
nahan diri untuk makan dan minum. Hal ini se-
bagaimana yang dipahami dari firman Allah Ta’âla:

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 45


lkjihgfedco
n ut s r q p on m
“Dan makan dan minumlah kalian hingga
tampak, bagi kalian, benang putih terhadap
benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempur-
nakanlah puasa itu sampai malam.” [Al-
Baqarah: 187]

Tidak Boleh Menelan Makanan Maupun


Minuman bila Waktu Sahur Telah Berakhir
Apabila shubuh telah pasti akan masuk,
padahal dia sedang makan atau minum, hendaknya
seseorang berhenti dari makan dan minumnya. Hal
ini merupakan fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah, yang
diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahima-
hullâh, juga fatwa Syaikh Muqbil bin Hadi Al-
Wadi’iy rahimahullâh, dan beberapa ulama lain,
berdasarkan nash ayat di atas dan dalil-dalil lain.
Adapun hadits Abu Daud, Ahmad, dan selain-
nya yang menyebutkan bahwa Nabi  bersabda:

َ ‫اﻹﻧَﺎ ُء َﻋ َﲆ َﻳ ِﺪ ِه َﻓ‬
‫ﻼ َﻳ َﻀ ْﻌ ُﻪ َﺣﺘﱠﻰ‬ ِ ْ ‫إِ َذا َﺳ ِﻤ َﻊ َأ ُﺣﺪُ ﻛ ُُﻢ ا ْﻟﻨِﺪَ ا َء َو‬

46 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


‫ﺎﺟ َﺘ ُﻪ ِﻣﻨْ ُﻪ‬ ِ
َ ‫َﻳ ْﻘ‬
َ ‫ﴤ َﺣ‬
“Apabila salah seorang dari kalian mendengar
panggilan (adzan), padahal bejana masih
berada di tangannya (yakni ia masih sedang
minum), janganlah ia meletakkan (bejana)nya
sebelum menyelesaikan hajatnya (terhadap
bejana tersebut).”
Hadits ini lemah sebagaimana penjelasan
Imam Abu Hatim.1
Andaikata hadits ini shahih, maknanya tidak
bisa dipahami sebagaimana zhahirnya, tetapi harus
dipahami seperti perkataan Imam Al-Baihaqy,
dalam As-Sunan Al-Kubrâ` 4/218, bahwa yang
diinginkan oleh hadits adalah bahwa seseorang
boleh minum apabila diketahui bahwa si muadzdzin
mengumandangkan adzan sebelum fajar shubuh
terbit, yaitu sebelum waktu sahur berakhir. Demi-
kianlah menurut kebanyakan ulama. Wallâhu
A’lam.

1
Bacalah Al-‘Ilal 1/123 no. 340 dan 1/256 no. 756. Uraian yang
cukup luas terdapat dalam Risalah llmiah An-Nashihah vol. 02
pada rubrik Hadits.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 47


Makan Sahur saat Ragu Akan Akhir Waktu
Sahur
Apabila ragu bahwa shubuh telah masuk atau
tidak, seseorang diperbolehkan untuk makan dan
minum sampai yakin bahwa waktu sahur telah ber-
akhir berdasarkan shubuh yang telah masuk.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’âla:

lkjihgfedco
n ut s r q p on m
“Dan makan dan minumlah kalian hingga
tampak, bagi kalian, benang putih terhadap
benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempur-
nakanlah puasa itu sampai malam.” [Al-
Baqarah: 187]
Ayat ini memberikan pengertian bahwa, apabila
fajar Shubuh telah tampak jelas, seseorang harus
berhenti dari makan dan minum. Adapun, kalau
fajar Shubuh belum tampak jelas seperti yang ter-
jadi terhadap orang yang ragu di atas, seseorang
masih diperbolehkan untuk makan dan minum.

48 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


PERKARA-PERKARA
YANG WAJIB DITINGGALKAN
OLEH ORANG YANG BERPUASA

Tidak Boleh Makan, Minum, dan Jima’


Orang yang berpuasa diwajibkan untuk me-
ninggalkan makan, minum, dan berhubungan
badan. Hal ini tentunya sangat dimaklumi ber-
dasarkan firman Allah:

lkjih gfedc
t s r q p on m
“Dan makan dan minumlah kalian hingga
tampak, bagi kalian, benang putih terhadap
benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempur-
nakanlah puasa itu sampai malam.” [Al-
Baqarah: 187]
Juga dalam hadits Abu Hurairah  riwayat Al-
Bukhâry dan Muslim, Rasulullah  menegaskan:

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 49


‫ﺎﳍَﺎ إِ َﱃ‬ ِ ‫اﳊﺴﻨَ ُﺔ َﻋ َﴩ َأﻣ َﺜ‬ ُ ‫ﻛ ﱡُﻞ َﻋ َﻤ ِﻞ ا ْﺑ ِﻦ آ َد َم ُﻳ َﻀﺎ َﻋ‬
ْ َ َ َْ ‫ﻒ‬
‫اﻟﺼ َﻴﺎ َم َﻓﺈِ ﱠﻧ ُﻪ ِ ْﱄ َو َأﻧَﺎ‬ ٍ ِ ِ ِ
‫ إِﻻﱠ ﱢ‬:‫ َﻗ َﺎل اﷲُ َﺗ َﻌ َﺎﱃ‬,‫َﺳ ْﺒﻌ ِﲈﺋَﺔ ﺿ ْﻌﻒ‬
‫ َﻳﺪَ ُع َﺷ ْﻬ َﻮ َﺗ ُﻪ َو َﻃ َﻌﺎ َﻣ ُﻪ ِﻣ ْﻦ َأ ْﺟ ِ ْﲇ‬,‫َأ ْﺟ ِﺰ ْي ﺑِ ِﻪ‬
“Setiap amalan Anak Adam, kebaikannya
dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai
tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’âla berfirman,
‘Kecuali puasa. Sesungguhnya (amalan) itu
adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku yang akan
memberikan pahalanya karena (orang yang
berpuasa) meninggalkan syahwat dan
makanannya karena Aku.’.” (Lafazh hadits
adalah milik Imam Muslim)

Meninggalkan Dusta, Riba, dan Adu Domba


Orang yang berpuasa diwajibkan untuk me-
ninggalkan perkataan dusta, memakan harta riba,
dan mengadu domba.

Meninggalkan Perkara Sia-sia


Orang yang berpuasa juga diharuskan untuk
meninggalkan segala perkara sia-sia.

50 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Dua hal terakhir di atas berdasarkan beberapa
dalil umum akan larangan terhadap perkara-per-
kara tersebut secara mutlak, baik dalam keadaan
berpuasa maupun tidak. Dalam hadits Abu Hurai-
rah  riwayat Al-Bukhary, secara khusus berkaitan
dengan puasa, Rasulullah  telah menjelaskan:

‫ﺎﺟ ٌﺔ ِ ْﰲ َأ ْن‬ ِ
َ ‫اﻟﺰ ْو ِر َوا ْﻟ َﻌ َﻤ َﻞ ﺑِﻪ َﻓ َﻠ ْﻴ َﺲ ِﷲِ َﺣ‬
‫َﻣ ْﻦ َﱂ ْ َﻳﺪَ ْع َﻗ ْﻮ َل ﱡ‬

َ َ ‫َﻳﺪَ َع َﻃ َﻌﺎ َﻣ ُﻪ َو‬


‫ﴍا َﺑ ُﻪ‬
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan per-
kataan dusta dan (tetap) mengamalkan hal
tersebut, Allah tidak perlu terhadap (amalan)
dia (yang) meninggalkan makan dan minum-
nya (yaitu terhadap puasanya, -pen.).”
Selain itu, dalam riwayat Al-Bukhâry dan
Muslim dari Abu Hurairah , Nabi  bersabda:

‫ﻼ َﻳ ْﺮ ُﻓ ْﺚ‬ َ ‫َﺎن َﻳ ْﻮ ُم َﺻ ْﻮ ِم َأ َﺣ ِﺪﻛ ُْﻢ َﻓ‬ َ ‫ َﻓﺈِ َذا ﻛ‬,‫اﻟﺼ َﻴﺎ ُم ُﺟﻨﱠ ٌﺔ‬
‫َو ﱢ‬
‫ َﻓﺈِ ْن َﺳﺎ ﱠﺑ ُﻪ َأ َﺣﺪٌ َأ ْو َﻗﺎ َﺗ َﻠ ُﻪ َﻓ ْﻠ َﻴ ُﻘ ْﻞ إِ ﱢ ْﲏ‬,‫ﺐ‬ ٍِ
ْ ‫َﻳ ْﻮ َﻣﺌﺬ َوﻻَ َﻳ ْﺴ َﺨ‬
‫ا ْﻣ ُﺮ ٌؤ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ‬
“… dan puasa adalah tameng. Bila ada hari
puasa di antara salah seorang di antara

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 51


kalian, janganlah ia berbuat sia-sia dan
janganlah ia banyak mendebat. Kalau orang
lain mencaci-maki atau memusuhinya,
hendaknya ia berkata, ‘Saya sedang ber-
puasa.’.”
Lalu, dalam hadits Abu Hurairah  riwayat
Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang hasan, Rasu-
lullah  menegaskan:

‫اﻟﺼ َﻴﺎ ُم ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠﻠ ْﻐ ِﻮ‬


‫ إِﻧ َﱠﲈ ﱢ‬,‫اب‬
ِ ‫اﻟﴩ‬ ِ ‫اﻟﺼ َﻴﺎ ُم ِﻣ َﻦ ْاﻷَﻛ‬
َ ‫ْﻞ َو ﱠ‬ ‫َﻟ ْﻴ َﺲ ﱢ‬
ِ ‫واﻟﺮ َﻓ‬
‫ﺚ‬ ‫َ ﱠ‬
“Puasa itu bukanlah sekedar (menahan diri)
dari makan dan minum, melainkan bahwa
puasa itu hanyalah (menahan diri) dari per-
buatan sia-sia dan tidak berguna.”

Tidak Boleh Menyambung Puasa Secara


Dua Hari Berturut-turut atau Lebih
Seseorang juga diharamkan untuk berpuasa
Wishal.
Puasa Wishal artinya menyambung puasa
secara dua hari berturut-turut atau lebih tanpa ber-
buka. Puasa Wishal diharamkan atas umat ini,

52 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


kecuali bagi Rasulullah , menurut pendapat yang
lebih kuat dari kalangan ulama.
Hal tersebut berdasarkan hadits Abdullah bin
Umar, Abu Hurairah, Aisyah, dan Anas bin Malik
radhiyallâhu ‘anhum riwayat Al-Bukhâry dan
Muslim. Rasulullah  menyatakan:
ِ ‫ﳖﻰ رﺳ ْﻮ ُل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َوﺳ ﱠﻠﻢ َﻋ ِﻦ ا ْﻟ ِﻮ َﺻ‬
:‫ َﻗﺎ ُﻟ ْﻮا‬.‫ﺎل‬ َ َ ُ َ ََ
‫ إِ ﱢ ْﲏ ُأ ْﻃ َﻌ ُﻢ َو ُأ ْﺳ َﻘﻰ‬,‫ إِ ﱢ ْﲏ َﻟ ْﺴ ُﺖ ِﻣ ْﺜ َﻠﻜ ُْﻢ‬: ‫ َﻗ َﺎل‬.‫اﺻ ُﻞ‬
ِ ‫إِﻧ َﱠﻚ ﺗُﻮ‬
َ
“Rasulullah  melarang (seseorang untuk)
berpuasa wishal, maka para sahabat berkata,
‘Sesungguhnya, (bukankah) engkau (ber-
puasa) Wishal?’ Beliau menjawab, ‘Sesung-
guhnya saya tidak seperti kalian. Saya diberi
(kekuatan) makan dan minum.’.”

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 53


PERKARA-PERKARA
YANG MENJADIKAN SESEORANG
TETAP DIPERBOLEHKAN
UNTUK BERPUASA

Kesiangan dalam Keadaan Junub


Orang yang sedang junub yang bangun kesia-
ngan diperbolehkan untuk berpuasa berdasarkan
hadits Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallâhu
‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa
Aisyah berkata:

َ ‫َأ ﱠن اﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻲ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ﻛ‬


‫َﺎن ُﻳﺪْ ِر ُﻛ ُﻪ ا ْﻟ َﻔ ْﺠ ُﺮ َو ُﻫ َﻮ‬
‫ُﺐ ِﻣ ْﻦ َأ ْﻫ ِﻠ ِﻪ ُﺛ ﱠﻢ َﻳ ْﻐﺘ َِﺴ ُﻞ َو َﻳ ُﺼ ْﻮ ُم‬
ٌ ‫ُﺟﻨ‬
“Sesungguhnya Rasulullah , kadang shubuh
mendapatinya (yakni beliau memasuki
shubuh), padahal beliau sedang junub (setelah
“bercampur” dengan) istrinya, kemudian beliau
mandi dan berpuasa.”

54 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Tidak ada perbedaan dalam hal ini, baik sese-
orang dalam keadaan junub akibat mimpi atau
jima’.

Kesiangan dalam Keadaan Telah Suci


terhadap Haidh atau Nifas Sebelum Shubuh
Demikian pula, meskipun bangun setelah fajar
terbit dan belum sempat mandi junub, perempuan
yang telah suci terhadap haidh atau nifas sebelum
fajar terbit diperbolehkan untuk berpuasa menurut
pendapat yang lebih kuat dari kalangan ulama ber-
dasarkan hadits di atas.

Bersiwak
Orang yang berpuasa diperbolehkan pula
untuk bersiwak, bahkan hal tersebut merupakan
sunnah, baik dengan menggunakan kayu siwak
atau sikat gigi.

Memakai Pasta Gigi


Orang yang berpuasa diperbolehkan pula
untuk menggunakan pasta gigi, tetapi dengan
menjaga jangan sampai menelan sesuatu ke dalam
kerongkongannya juga jangan menggunakan pasta

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 55


gigi yang berpengaruh kuat ke dalam perut dan
tidak bisa dikontrol.
Pembolehan dua hal terakhir di atas berdasar-
kan hadits-hadits umum yang menunjukkan akan
sunnah bersiwak, seperti hadits Abu Hurairah 
riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Rasulullah 
bersabda:

‫اك ِﻋﻨْﺪَ ﻛ ﱢُﻞ َﺻ َﻼ ٍة‬


ِ ‫َﻟﻮ َﻻ َأ ْن َأ ُﺷ ﱠﻖ َﻋ َﲆ ُأﻣﺘِﻲ َﻷَﻣﺮ ُﲥﻢ ﺑِﺎﻟﺴﻮ‬
َ ‫ﱠ ْ َْ ُ ْ ﱢ‬ ْ
“Andaikata tidak memberatkan ummatku,
niscaya mereka akan kuperintahkan untuk
bersiwak setiap akan mengerjakan shalat.”
Selain itu, Malik, Ahmad, An-Nasa`i dan selain-
nya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah ,
dengan lafazh:
ٍ ‫اك ﻣﻊ ﻛ ﱢُﻞ وﺿ‬
ِ ِ
‫ﻮء‬ ُ ُ ‫َﻟ ْﻮﻻَ َأ ْن َأ ُﺷ ﱠﻖ َﻋ َﲆ ُأ ﱠﻣﺘﻰ ﻷَ َﻣ ْﺮ ُ ُﲥ ْﻢ ﺑِ ﱢ‬
َ َ ‫ﺎﻟﺴ َﻮ‬
“Andaikata tidak memberatkan ummatku,
niscaya mereka akan kuperintahkan untuk
bersiwak bersama setiap wudhu.”
Dua hadits ini menunjukkan sunnah bersiwak
secara mutlak tanpa membedakan, baik dalam
keadaan berpuasa maupun tidak.

56 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Lupa Hingga Makan dan Minum
Dalam hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhâry
dan Muslim, Rasulullah  bersabda:

‫ﴍ َب َﻓ ْﻠ ُﻴﺘِ ﱠﻢ َﺻ ْﻮ َﻣ ُﻪ َﻓﺈِﻧ َﱠﲈ‬


ِ َ ‫َﴘ َو ُﻫ َﻮ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ َﻓ َﺄﻛ ََﻞ َأ ْو‬ ِ
َ ‫َﻣ ْﻦ ﻧ‬
‫َأ ْﻃ َﻌ َﻤ ُﻪ اﷲُ َو َﺳ َﻘﺎ ُه‬
“Barangsiapa yang lupa, bahwa ia sedang
berpuasa, hingga makan atau minum,
hendaknya ia menyempurnakan puasanya.
Sesungguhnya Allah memberi makan dan
minum kepadanya.”

Berkumur-kumur dan Menghirup Air


Orang yang berpuasa boleh berkumur-kumur
dan menghirup air ketika berwudhu, tetapi dengan
ketentuan tidak bersungguh-sungguh sehingga air
tidak masuk ke dalam tenggorokan. Juga tidak ada
larangan tentang berkumur-kumur karena matahari
yang terik, sepanjang tidak menelan air ke teng-
gorokan. Seluruh hal ini berdasarkan hadits shahih
dari Laqîth bin Shabirah  riwayat Abu Daud, At-
Tirmidzy, An-Nasâ`i, Ibnu Majah, dan selainnya
bahwa Rasulullah  menyatakan:

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 57


‫ﺎق إِﻻﱠ َأ ْن َﺗﻜ ُْﻮ َن َﺻ ِﺎﺋ ًﲈ‬
ِ ‫اﻹﺳﺘِﻨ َْﺸ‬ ِ
ْ ِ ْ ‫َو َﺑﺎﻟ ْﻎ ِﰲ‬
“Dan bersungguh-sungguhlah engkau dalam
hal menghirup air, kecuali jika sedang ber-
puasa.”
Juga dalam hadits riwayat Malik, Asy-Syafi’iy,
Ahmad, Abu Daud, dan selainnya, dengan sanad
yang shahih dari sebagian sahabat Rasulullah ,
sahabat tersebut berkata:
ِ
‫ﻮل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ﺑِﺎ ْﻟ َﻌ ْﺮ ِج َﻳ ُﺼ ﱡ‬
‫ﺐ‬ َ ‫َﻟ َﻘﺪْ َر َأ ْﻳ ُﺖ َر ُﺳ‬
ْ ‫ﺶ َأ ْو ِﻣ َﻦ‬
‫اﳊَ ﱢﺮ‬ ِ ‫َﻋ َﲆ َر ْأ ِﺳ ِﻪ ا ْﻟـ َﲈ َء َو ُﻫ َﻮ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ ِﻣ َﻦ ا ْﻟ َﻌ َﻄ‬
“Sesungguhnya, di ‘Araj, saya melihat Rasu-
lullah  menuangkan air ke atas kepalanya
karena kehausan atau kepanasan, padahal
beliau dalam keadaan berpuasa.”
Hadits-hadits selainnya, yang menunjukkan
sunnah berkumur-kumur dan menghirup air ketika
berwudhu, juga datang dalam bentuk umum tanpa
membedakan dalam keadaan berpuasa atau tidak.

58 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Mandi Saat Berpuasa
Seseorang juga diperbolehkan untuk mandi
dalam keadaan berpuasa. Hal tersebut berdasarkan
hadits Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallâhu
‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim:

َ ‫ﻮل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ﻛ‬


‫َﺎن ُﻳﺪْ ِر ُﻛ ُﻪ ا ْﻟ َﻔ ْﺠ ُﺮ‬ َ ‫َأ ﱠن َر ُﺳ‬
. ‫ ُﺛ ﱠﻢ َﻳ ْﻐﺘ َِﺴ ُﻞ َو َﻳ ُﺼﻮ ُم‬,‫ُﺐ ِﻣ ْﻦ َأ ْﻫ ِﻠ ِﻪ‬
ٌ ‫َو ُﻫ َﻮ ُﺟﻨ‬
“Sesungguhnya Rasulullah , kadang shubuh
mendapatinya (yakni beliau memasuki
shubuh), padahal beliau sedang junub (setelah
“bercampur” dengan) istrinya, kemudian beliau
mandi dan berpuasa.”

Berenang dan Menyelam


Bahkan, orang yang berpuasa juga boleh be-
renang dan menyelam ke dalam air sepanjang
menjaga agar air tidak tertelan ke dalam tenggoro-
kannya.
Puasa tidaklah batal bila air masuk ke dalam
tenggorokan tanpa disengaja, baik saat berkumur-
kumur dan menghirup air tatkala berwudhu mau-
pun saat berenang dan menyelam, demikian pula,

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 59


bila ada serangga yang terbang, debu, tepung, atau
semisalnya yang masuk ke dalam tenggorokannya.
Seluruh hal tersebut tidaklah membatalkan puasa
karena terjadi di luar keinginan dan kehendaknya.
Allah  telah berfirman:

n ®¬ « ª © ¨ § o
“Allah tidak membebani seseorang, kecuali
sesuai dengan kesanggupannya.” [Al-
Baqarah: 286]

Bercelak
Seseorang diperbolehkan untuk bercelak untuk
mata ketika berpuasa.
Pembolehan berenang dan memakai celak
mata karena ketiadaan dalil yang melarangnya.

Memeluk dan Mencium Bila Mampu


Menguasai Diri
Orang yang berpuasa juga diperbolehkan
untuk memeluk dan mencium istri bila mampu
menguasai dirinya. Demikian ini menurut pendapat
yang lebih kuat dari kalangan ulama.

60 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Hal ini berdasarkan hadits Aisyah x riwayat
Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah  bersabda:

‫َﺎن َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ُﻳ َﻘ ﱢﺒ ُﻞ َو ُﻫ َﻮ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ‬ َ ‫ﻛ‬


‫ﻹ ْرﺑِ ِﻪ‬ َ ‫ َو َﻟ ِﻜﻨﱠ ُﻪ ﻛ‬,‫ﺎﴍ َو ُﻫ َﻮ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ‬
ِ ِ ‫َﺎن َأ ْﻣ َﻠ َﻜﻜ ُْﻢ‬ ِ
ُ ‫َو ُﻳ َﺒ‬
“Adalah Nabi  mencium dalam keadaan ber-
puasa dan memeluk dalam keadaan berpuasa.
Beliau adalah orang yang paling mampu
menguasai syahwatnya.”

Menelan Ludah dan Dahak


Tidak ada dalil yang melarang orang yang ber-
puasa untuk menelan ludah, bahkan lebih dari itu,
dia juga boleh mengumpulkan ludah di mulut
dengan sengaja kemudian menelan ludah itu.
Dahak yang tertelan tidaklah membatalkan puasa,
tetapi tidak diperbolehkan menelannya dengan
sengaja karena itu adalah kotoran yang mem-
bahayakan tubuh.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 61


Mencium Bau-Bauan
Orang yang berpuasa diperbolehkan untuk
mencium sesuatu yang berbau harum, baik itu bau
makanan, bau parfum, maupun selainnya.
Hal ini diperbolehkan karena ketiadaan dalil
yang melarangnya.

Mencicipi Masakan
Orang yang berpuasa diperbolehkan pula
untuk mencicipi masakan (dengan ketentuan
bahwa masakan itu jangan sampai tertelan masuk
ke dalam tenggorokan), kemudian kembali
mengeluarkan makanan yang dia cicipi tersebut.
Hal ini berdasarkan perkataan Abdullah bin Abbas
c yang mempunyai hukum marfu’ dengan
sanad yang hasan dari seluruh jalannya:
ِ ِ ِ ْ ‫اﻟﺼ ِﺎﺋ ُﻢ‬
َ ُ‫اﻟﴚ َء ا ﱠﻟﺬ ْي ُﻳﺮ ْﻳﺪ‬
‫ﴍا َء ُه‬ ْ ‫اﳋَ ﱠﻞ َو ﱠ‬ ‫َﻻ َﺑ ْﺄ َس َأ ْن َﻳ ُﺬ ْو َق ﱠ‬
‫َﻣ َﺎﱂ ْ َﻳﺪْ ُﺧ ْﻞ َﺣ ْﻠ َﻘ ُﻪ َو ُﻫ َﻮ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ‬
“Tidaklah mengapa, bagi orang yang ber-
puasa, merasakan cuka atau sesuatu yang ia
ingin beli sepanjang hal itu tidak masuk ke
dalam tenggorokannya.”

62 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Bersuntik dengan Sesuatu yang Tidak
Bermakna Makan dan Minum
Boleh bersuntik dengan cairan apa saja yang
tidak bermakna makanan dan minuman, seperti
suntikan vitamin, suntikan kekuatan, dan infus.
Hal ini boleh, karena tidak ada dalil yang
menunjukkan bahwa hal tersebut membatalkan
puasa.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 63


HAL-HAL MAKRUH
BAGI ORANG YANG BERPUASA

Berbekam (Al-Hijâmah)
Berbekam (mengeluarkan darah kotor dari
kepala dan selainnya) adalah makruh karena bisa
melemahkan tubuh dan memaksa orang yang ber-
bekam untuk berbuka puasa. Demikian pula, donor
darah semakna dengan hal ini.
Hukum ini merupakan bentuk kompromi ter-
hadap dua hadits Rasulullah , yaitu antara hadits
mutawatir, yang di dalamnya, beliau menyatakan:
ِ ‫اﳊ‬
‫ﺎﺟ ُﻢ َوا ْﻟـ َﻤ ْﺤ ُﺠ ْﻮ ُم‬ َ ْ ‫َأ ْﻓ َﻄ َﺮ‬
“Orang yang membekam dan orang yang
dibekam (dianggap) telah berbuka puasa.”
Dan hadits Ibnu Abbas c riwayat Al-Bukhâry
bahwa Ibnu Abbas berkata:

‫اﺣﺘ ََﺠ َﻢ اﻟﻨﱠﺒِ ﱡﻲ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َو ُﻫ َﻮ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ‬


ْ

64 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


“Nabi  berbekam, padahal beliau dalam
keadaan berpuasa.”

Memeluk dan Mencium Hingga Mem-


bangkitkan Syahwat
Memeluk dan mencium istri hingga membang-
kitkan syahwat hukumnya makruh jika dilakukan
oleh orang yang berpuasa. Hal tersebut berdasar-
kan hadits riwayat Abu Dâud, dengan sanad yang
shahih dari Abu Hurairah , bahwa Abu Hurairah
 berkata:
‫ﺎﴍ ِة‬ ِ
َ َ ‫َأ ﱠن َر ُﺟ ًﻼ َﺳ َﺄ َل اﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻲ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َﻋ ِﻦ ا ْﻟـ َﻤ َﺒ‬
‫آﺧ ُﺮ َﻓ َﺴ َﺄ َﻟ ُﻪ َﻓﻨ ََﻬﺎ ُه َﻓﺈِ َذا ا ﱠﻟ ِﺬ ْي‬
َ ‫ﺺ َﻟ ُﻪ َو َأﺗَﺎ ُه‬ ِ ِ‫ﻟ‬
َ ‫ﻠﺼﺎﺋ ِﻢ َﻓ َﺮ ﱠﺧ‬‫ﱠ‬
ِ
‫ﺺ َﻟ ُﻪ َﺷ ْﻴ ٌﺦ َوا ﱠﻟﺬ ْي َﳖَﺎ ُه َﺷ ﱞ‬
‫ﺎب‬ َ ‫َر ﱠﺧ‬
“Sesungguhnya, seseorang lelaki bertanya
kepada Nabi  tentang hal memeluk (istri)
bagi orang yang berpuasa, maka beliau
memberikan keringanan kepadanya (untuk
melakukan hal tersebut), dan laki-laki lain
datang untuk bertanya kepada beliau, lalu
beliau pun bertanya kepadanya, maka beliau
melarangnya (untuk melakukan hal tersebut),

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 65


ternyata orang yang diberikan keringanan
adalah orang tua dan orang yang dilarang
terhadap hal tersebut adalah seorang pe-
muda.”

Puasa Wishal Hingga Sahur


Puasa Wishal, yakni menyambung puasa dari
Maghrib (yang merupakan waktu untuk berbuka
puasa) sampai waktu sahur, lalu berbuka puasa
sambil makan sahur untuk puasa hari selanjutnya,
adalah makruh menurut pendapat yang lebih kuat
di kalangan ulama berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-
Khudry  riwayat Al-Bukhâry bahwa Rasulullah 
bersabda:
ِ ‫اﺻ َﻞ َﻓ ْﻠﻴﻮ‬
‫اﺻ ْﻞ َﺣﺘﱠﻰ‬ ِ ‫ َﻓ َﺄﻳﻜُﻢ إِ َذا َأراد َأ ْن ﻳﻮ‬,‫اﺻ ُﻠﻮا‬
ِ ‫ﻻَ ﺗُﻮ‬
َُ َُ َ َ ْ ‫ﱡ‬ َ
‫اﻟﺴ َﺤ ِﺮ‬
‫ﱠ‬
“Janganlah kalian berpuasa Wishal. Barang-
siapa yang menyambung, sambunglah
sampai waktu sahur.”

66 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


PEMBATAL-PEMBATAL PUASA

Makan dan Minum dengan Sengaja


Makan dan minum dengan sengaja merupakan
pembatal puasa. Adapun, kalau seseorang melaku-
kan hal itu dengan tidak sengaja atau lupa, hal itu
tidaklah membatalkan puasanya.
Demikian ini adalah perkara yang diketahui
secara aksioma dan dimaklumi oleh seluruh kaum
muslimin. Dasar dalilnya sangatlah banyak dalam
nash-nash syariat. Di antaranya adalah ayat dalam
surah Al-Baqarah ayat 187:

lkjihgfedco
n ut s r q p on m
“Dan makan dan minumlah kalian hingga
tampak, bagi kalian, benang putih terhadap
benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempur-
nakanlah puasa itu sampai malam.” [Al-
Baqarah: 187]

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 67


Juga hadits Abu Hurairah  riwayat Al-
Bukhâry dan Muslim bahwa Rasulullah  me-
negaskan:

‫ﺎﳍَﺎ إِ َﱃ‬ ِ ‫اﳊﺴﻨَ ُﺔ َﻋ َﴩ َأﻣ َﺜ‬ ُ ‫ﻛ ﱡُﻞ َﻋ َﻤ ِﻞ ا ْﺑ ِﻦ آ َد َم ُﻳ َﻀﺎ َﻋ‬


ْ َ َ َْ ‫ﻒ‬
‫اﻟﺼ َﻴﺎ َم َﻓﺈِ ﱠﻧ ُﻪ ِ ْﱄ َو َأﻧَﺎ‬ ٍ ِ ِ ِ
‫ إِﻻﱠ ﱢ‬: ‫َﺳ ْﺒﻌ ِﲈﺋَﺔ ﺿ ْﻌﻒ َﻗ َﺎل اﷲُ َﺗ َﻌ َﺎﱃ‬
‫ َﻳﺪَ ُع َﺷ ْﻬ َﻮ َﺗ ُﻪ َو َﻃ َﻌﺎ َﻣ ُﻪ ِﻣ ْﻦ َأ ْﺟ ِ ْﲇ‬,‫َأ ْﺟ ِﺰ ْي ﺑِ ِﻪ‬
“Setiap amalan Anak Adam, kebaikannya
dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai
tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’âla berfirman,
‘Kecuali puasa. Sesungguhnya (amalan) itu
adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku yang akan
memberikan pahalanya karena (orang yang
berpuasa) meninggalkan syahwat dan
makanannya karena Aku.’.” (Lafazh hadits
adalah milik Imam Muslim)
Serta hadits Abu Hurairah  riwayat Al-
Bukhâry dan Muslim bahwa Rasulullah  bersabda:

‫ﴍ َب َﻓ ْﻠ ُﻴﺘِ ﱠﻢ َﺻ ْﻮ َﻣ ُﻪ َﻓﺈِﻧ َﱠﲈ‬


ِ َ ‫َﴘ َو ُﻫ َﻮ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ َﻓ َﺄﻛ ََﻞ َأ ْو‬ ِ
َ ‫َﻣ ْﻦ ﻧ‬
‫َأ ْﻃ َﻌ َﻤ ُﻪ اﷲُ َو َﺳ َﻘﺎ ُه‬
“Siapa saja yang lupa dan dalam keadaan

68 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


berpuasa, lalu ia makan dan minum,
hendaknya ia menyempurnakan puasanya
karena sesungguhnya ia hanyalah diberi
makan dan minum oleh Allah.”
Secara implisit hadits ini menunjukkan bahwa
siapa saja yang makan dan minum dengan sengaja,
batallah puasanya.

Bersuntik dengan Sesuatu yang Bermakna


Makan atau Minum
Suntikan-suntikan penambah kekuatan, seperti
vitamin, yang termasuk ke dalam makna makan
dan minum merupakan pembatal puasa.

Menelan Darah Mimisan


Menelan darah mimisan dan darah yang keluar
dari bibir juga merupakan pembatal puasa.
Dua pembatal yang disebut terakhir tercakup
ke dalam makna makan dan minum.

Muntah dengan Sengaja


Muntah dengan sengaja juga membatalkan
puasa.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 69


Hal ini berdasarkan perkataan Abdullah bin
Umar radhiyallâhu ‘anhumâ, yang mempunyai
hukum marfu’, bahwa beliau berkata:

‫اﺳ َﺘ َﻘﺎ َء َو ُﻫ َﻮ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ َﻓ َﻌ َﻠ ْﻴ ِﻪ ا ْﻟ َﻘ َﻀﺎ ُء َو َﻣ ْﻦ َذ َر َﻋ ُﻪ ا ْﻟ َﻘ ْﻲ ُء‬ ْ ‫َﻣ ِﻦ‬


‫َﻓ َﻠ ْﻴ َﺲ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ ا ْﻟ َﻘ َﻀﺎ ُء‬
“Barangsiapa yang sengaja muntah, padahal
dalam keadaan berpuasa, dia wajib mem-
bayar qadha, dan barangsiapa yang tidak
kuasa menahan muntah (muntah dengan
tidak sengaja, -pent.), tidak ada qadha atas-
nya.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dengan
sanad yang shahih)

Mengalami Haidh dan Nifas


Keluarnya darah haid atau nifas juga merupa-
kan pembatal puasa.
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah x riwayat
Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Aisyah menyatakan:
ِ ‫ﺎء اﻟﺼﻮ ِم و َﻻ ﻧُﺆﻣﺮ ﺑِ َﻘﻀ‬
ِ ‫َﺎن ﻳ ِﺼﻴﺒﻨَﺎ َذﻟِ َﻚ َﻓﻨُﺆﻣﺮ ﺑِ َﻘﻀ‬
‫ﺎء‬ َ َُ ْ َ ْ ‫ﱠ‬ َ َُ ْ ُْ ُ َ ‫ﻛ‬
‫اﻟﺼ َﻼ ِة‬
‫ﱠ‬

70 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


“Adalah hal tersebut (haid,-pent.) menimpa
kami, dan kami diperintah untuk mengqadha
puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha
shalat.”
Hukum terhadap haidh ini berlaku pula untuk
nifas.

Jima’
Hubungan tubuh yang dilakukan saat sedang
berpuasa adalah pembatal puasa.
Dalilnya akan disebutkan kemudian, insya
Allah.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 71


BERBUKA PUASA

Waktu Berbuka Puasa


Waktu berbuka puasa adalah ketika siang ber-
anjak pergi serta matahari telah terbenam dan
malam pun menyelubungi matahari. Hal ini ber-
dasarkan firman Allah :

nut s r q po
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
malam.” [Al-Baqarah: 187]
Di antara sekian banyak hadits yang menjelas-
kan tentang hal ini adalah hadits Umar bin
Khaththâb riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa
Rasulullah  bersabda:

‫ﺖ ﱠ‬
‫اﻟﺸ ْﻤ ُﺲ‬ ِ ‫إِ َذا َأ ْﻗﺒ َﻞ اﻟ ﱠﻠﻴ ُﻞ ِﻣﻦ ﻫﺎﻫﻨِﺎ و َأدﺑﺮ ِﻣﻦ ﻫﺎﻫﻨَﺎ و َﻏﺎﺑ‬
َ َ ُ َ ْ ََْ َ ُ َ ْ ْ َ
‫اﻟﺼ ِﺎﺋ ُﻢ‬
َ ‫َﻓ َﻘﺪْ َأ ْﻓ َﻄ َﺮ‬
“Apabila malam telah datang, siang beranjak
pergi, dan matahari telah terbenam, (telah

72 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


tiba waktu) orang yang berpuasa (untuk) ber-
buka.”

Mempercepat Buka Puasa


Seseorang disunnahkan untuk mempercepat
buka puasa ketika telah yakin bahwa waktu berbuka
puasa telah masuk. Karena kaum muslimin akan
senantiasa berada dalam kebaikan selama mem-
percepat berbuka puasa sebagaimana pernyataan
Rasulullah  dalam hadits Sahl bin Sa’d As-Sa’idy
radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan
Muslim:

‫ﱠﺎس ﺑِ َﺨ ْ ٍﲑ َﻣﺎ َﻋ ﱠﺠ ُﻠ ْﻮا ْا ِﻟﻔ ْﻄ َﺮ‬


ُ ‫ﻻَ َﻳ َﺰ ُال اﻟﻨ‬
“Manusia akan selalu berada dalam kebaikan
selama mereka mempercepat buka puasa.”
Bahkan, Rasulullah  menganggap bahwa
mempercepat buka puasa sebagai salah satu sebab
tetap tampaknya agama ini sebagaimana dalam
hadits Abu Hurairah , riwayat Ahmad, Abu Dâud,
dan selainnya dengan sanad yang hasan, bahwa
Abu Hurairah menegaskan:

‫ ِﻷَ ﱠن ْاﻟ َﻴ ُﻬ ْﻮ َد‬,‫ﱠﺎس ْا ِﻟﻔ ْﻄ َﺮ‬ ِ


ُ ‫ﻻَ َﻳ َﺰ ُال اﻟﺪﱢ ْﻳ ُﻦ َﻇﺎﻫﺮ ًا َﻣﺎ َﻋ ﱠﺠ َﻞ اﻟﻨ‬

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 73


‫َو ْاﻟﻨ َﱠﺼ َﺎرى ُﻳ َﺆ ﱢﺧ ُﺮ ْو َن‬
“Agama ini akan senantiasa tampak se-
panjang kaum muslimin masih mempercepat
buka puasa karena orang-orang Yahudi dan
Nashara mengakhirkan hal itu.”

Makanan Buka Puasa yang Paling Afdhal


Sebelum mengerjakan shalat Maghrib, Nabi 
berbuka puasa dengan memakan ruthab ‘kurma
kuning yang hampir matang’, dan apabila tidak
menemukan ruthab, beliau berbuka dengan kurma
(matang). Jika tidak menemukan kurma, beliau
berbuka dengan beberapa teguk air.
Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik ,
riwayat Abu Dawud dengan sanad hasan, bahwa
Anas  berkata:
ٍ ‫َﺎن رﺳﻮ ُل اﷲِ ﺻ ﱠﲆ اﷲَ َﻋ َﻠﻴ ِﻪ وﺳ ﱠﻠﻢ ﻳ ْﻔﻄِﺮ َﻋ َﲆ ر َﻃﺒ‬
‫ﺎت‬ َ ُ ُ ُ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ ‫ﻛ‬
ِ ٍ ُ ‫ َﻓﺈِ ْن َﱂ ْ َﺗ ُﻜ ْﻦ ُر َﻃ َﺒ‬,‫َﻗ ْﺒ َﻞ َأ ْن ُﻳ َﺼ ﱢ َﲇ‬
ْ ‫ َﻓﺈ ْن َﱂ‬,‫ﺎت َﻓ َﻌ َﲆ َﺛ َﻤﺮات‬
ٍ ‫ات ِﻣﻦ ﻣ‬
‫ﺎء‬ ٍ ‫َﺗ ُﻜﻦ ﺣﺴﺎ ﺣﺴﻮ‬
َ ْ َ َ َ َ َ ْ
“Adalah Rasulullah  berbuka puasa dengan
beberapa biji ruthab sebelum mengerjakan

74 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


shalat. Apabila ruthab tidak ada, (beliau ber-
buka) dengan beberapa kurma, dan, kalau
kurma tidak ada, (beliau berbuka) dengan
beberapa teguk air.”
Kalau seseorang ingin berbuka dengan
makanan selain yang tersebut di atas, tidak ada
dalil yang melarang, sepanjang makanan itu halal
dan baik.

Doa saat Berbuka Puasa


Seseorang disunahkan untuk memperbanyak
doa ketika berbuka puasa karena waktu buka puasa
itu merupakan salah satu tempat mustajab (pe-
ngabulan) doa sebagaimana dalam hadits yang
shahih dari seluruh jalan-jalannya.

Memberi Makanan Buka Puasa


Merupakan suatu amalan yang sangat mulia
dan mendapatkan pahala yang besar, pemberian
makanan buka puasa oleh seseorang kepada
saudaranya yang berpuasa.
Hal ini berdasarkan hadits Zaid bin Khâlid Al-
Juhany , riwayat Ahmad, At-Tirmidzy, Ibnu

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 75


Mâjah, dan selainnya dengan sanad yang shahih,
bahwa Rasulullah  bersabda:

‫ﺺ ِﻣ ْﻦ ًأ ْﺟ ِﺮ‬ ِ ِ َ ‫ﻣﻦ َﻓ ﱠﻄﺮ ﺻ ِﺎﺋ ًﲈ ﻛ‬


ُ ‫َﺎن َﻟ ُﻪ ﻣ ْﺜ ُﻞ َأ ْﺟ ِﺮه إِﻻﱠ َأ ﱠﻧ ُﻪ ﻻَ َﻳﻨْ ُﻘ‬ َ َ ْ َ
‫اﻟﺼ ِﺎﺋ ِﻢ َﳾ ٌء‬
‫ﱠ‬
“Barangsiapa yang memberi makanan buka
puasa kepada orang yang berpuasa, dia
mendapatkan pahala seperti pahala orang
yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi
pahala orang yang berpuasa sedikitpun.”

76 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


ORANG-ORANG YANG
MENDAPAT KERINGANAN
UNTUK TIDAK BERPUASA

Ada beberapa orang yang mendapat keringan


untuk tidak berpuasa. Rinciannya sebagai berikut.

Pertama: Musafir
Secara umum, Allah Ta’âla memberikan ke-
ringanan kepada musafir, yang sedang berada
dalam perjalanan, untuk tidak berpuasa.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’âla:

n po n m l k j i h g f e o
“Maka, barang siapa di antara kalian yang
sakit atau berada dalam perjalanan (lalu ber-
buka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari
(puasa) yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain.” [Al-Baqarah: 184]

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 77


Suatu hal yang telah diketahui bersama adalah
bahwa perjalanan safar kadang meletihkan dan
kadang tidak meletihkan.
Adapun pada perjalanan yang meletihkan, hal
yang paling utama bagi seorang musafir adalah
berbuka. Hal ini berdasarkan hadits Jabir bin
Abdullah radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry
dan Muslim bahwa Jabir berkata:

ً ‫ﷲ َﺻ ﱠﲆ اﷲَ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ِﰱ َﺳ َﻔ ٍﺮ َﻓ َﺮ َأى َر ُﺟ‬


‫ﻼ‬ ِ ‫ﻮل ا‬ ُ ‫َﺎن َر ُﺳ‬ َ ‫ﻛ‬
‫ﱠﺎس َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﻗﺪْ ُﻇ ﱢﻠ َﻞ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َﻓ َﻘ َﺎل َﻣﺎ َﻟ ُﻪ? َﻗﺎ ُﻟﻮا‬
ُ ‫اﺟﺘ ََﻤ َﻊ اﻟﻨ‬ ْ ‫َﻗﺪ‬
ِ

‫ﷲ َﺻ ﱠﲆ اﷲَ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َﻟ ْﻴ َﺲ‬ ِ‫ﻮل ا ﱠ‬ ُ ‫ َﻓ َﻘ َﺎل َر ُﺳ‬.‫َر ُﺟ ٌﻞ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ‬


ِ
‫ﱪ َأ ْن ﺗ َُﺼﻮ ُﻣﻮا ِﰱ ﱠ‬
.‫اﻟﺴ َﻔ ِﺮ‬ ‫ﻣ َﻦ ا ْﻟ ِ ﱢ‬
“Adalah Rasulullah  berada dalam suatu per-
jalanan, lalu melihat seorang lelaki yang telah
dikelilingi oleh manusia, dan sungguh ia telah
diteduhi, maka beliau bertanya, ‘Ada apa
dengannya?’ Para sahabat pun menjawab, ‘Ia
adalah orang yang berpuasa.’ Maka, Rasulullah
 bersabda, ‘Bukanlah bagian kebaikan jika
seseorang berpuasa saat safar.’.”

78 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Kendati demikian, hadits ini tidaklah menun-
jukkan tentang keharaman berpuasa dalam per-
jalanan yang meletihkan karena ada pembolehan
dalam syariat bagi orang yang mampu berpuasa,
walaupun dalam perjalanan yang meletihkan, se-
bagaimana keterangan dalam hadits riwayat Malik,
Asy-Syafi’iy, Ahmad, Abu Dâud, dan selainnya,
dengan sanad yang shahih dari sebagian sahabat
Rasulullah , bahwa sahabat tersebut berkata:

‫ﱠﺎس ِ ْﰲ َﺳ َﻔ ِﺮ ِه‬ ِ
َ ‫َر َأ ْﻳ ُﺖ َر ُﺳ ْﻮ َل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َأ َﻣ َﺮ اﻟﻨ‬
‫ َو َﺻﺎ َم َر ُﺳ ْﻮ ُل‬,‫ َﺗ َﻘ ﱠﻮ ْوا ﻟِ َﻌﺪُ ﱢوﻛ ُْﻢ‬:‫ َو َﻗ َﺎل‬.‫َﻋﺎ َم ا ْﻟ َﻔﺘ ِْﺢ ﺑِ ْﺎ ِﻟﻔ ْﻄ ِﺮ‬
‫ َﻗ َﺎل ا ﱠﻟ ِﺬ ْي‬:‫ َﻗ َﺎل َأ ُﺑ ْﻮ َﺑﻜ ٍْﺮ‬.‫اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ‬
‫ َﻟ َﻘﺪْ َر َأ ْﻳ ُﺖ َر ُﺳ ْﻮ َل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ‬:‫َﺣﺪﱠ َﺛﻨِ ْﻲ‬
‫ﺶ َأ ْو‬ ِ ‫ﺐ َﻋ َﲆ َر ْأ ِﺳ ِﻪ ا ْﻟـ َﲈ َء َو ُﻫ َﻮ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ ِﻣ َﻦ ْاﻟ َﻌ ْﻄ‬ ِ
ُ ‫ﺑِ ْﺎﻟ َﻌ ْﺮ ِج ُﻳﺼ‬
ِ
َ ْ ‫ﻣ َﻦ‬
‫اﳊ ﱢﺮ‬
“Saya melihat Rasulullah  memerintahkan
manusia untuk berbuka puaasa dalam safar
beliau pada tahun penaklukan Makkah, dan
berkata, ‘Persiapkanlah kekuatan kalian untuk
menghadapi musuh kalian,’ padahal Rasu-

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 79


lullah  sendiri sedang berpuasa. Abu Bakar
(bin Abdurrahman, rawi yang meriwayatkan
dari sang sahabat) berkata, ‘Sahabat yang ber-
cerita kepadaku bertutur, ‘Sesungguhnya, di
‘Araj, saya melihat Rasulullah  menuangkan
air ke atas kepalanya karena kehausan atau
kepanasan, sementara beliau dalam keadaan
berpuasa.’.’.”
Juga dalam hadits Abu Dardâ`  riwayat Al-
Bukhâry dan Muslim bahwa beliau berkata:

‫َﺧ َﺮ ْﺟﻨَﺎ َﻣ َﻊ َر َﺳ ْﻮ ِل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ِ ْﰲ َﺷ ْﻬ ِﺮ‬


َ ‫ﺎن ِ ْﰲ َﺣ ﱟﺮ َﺷ ِﺪ ْﻳ ٍﺪ َﺣﺘﱠﻰ إِ ْن ﻛ‬
‫َﺎن َأ َﺣﺪُ ﻧَﺎ َﻟ َﻴ َﻀ ُﻊ َﻳﺪَ ُه َﻋ َﲆ‬ َ ‫َر َﻣ َﻀ‬
‫َر ْأ ِﺳ ِﻪ ِﻣ ْﻦ ِﺷﺪﱠ ِة ا ْﻟـ ِﺤ ﱢﺮ َو َﻣﺎ ﻓِ ْﻴﻨَﺎ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ إِﻻﱠ َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ‬
ِ
َ ‫اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َو َﻋ ْﺒﺪُ اﷲِ ْﺑ ُﻦ َر َو‬
‫اﺣ َﺔ‬
“Kami keluar bersama Rasulullah  pada
Ramadhan dalam cuaca yang sangat panas,
sampai-sampai salah seorang di antara kami
meletakkan tangannya di atas kepalanya
karena panas yang sangat, dan tak ada
seorang pun yang berpuasa di antara kami,
kecuali Rasulullah  dan Abdullah bin
Rawâhah.”

80 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Adapun dalam perjalanan yang tidak meletih-
kan, berpuasa lebih utama bagi seseorang dari
pada berbuka puasa menurut pendapat yang lebih
kuat dari kalangan ulama. Kesimpulan ini bisa
dipahami dari puasa Rasulullah , dalam per-
jalanan yang meletihkan, pada hadits-hadits di atas.
Juga dimaklumi bahwa pelaksanaan kewajiban
secepat mungkin adalah lebih bagus guna me-
lepaskan kewajiban seseorang. Oleh karena itulah,
dalam posisi di perjalanan yang tidak meletihkan,
seseorang lebih utama berpuasa.

Kedua: Orang Yang Sakit


Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’âla:

n po n m l k j i h g f e o
“Maka, barang siapa di antara kalian yang
sakit atau berada dalam perjalanan (lalu ber-
buka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari
(puasa) yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain.” [Al-Baqarah: 184]

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 81


Ketiga dan Keempat: Perempuan Haidh dan
Perempuan Nifas
Hal ini berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudry
 riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Rasu-
lullah  bersabda:

َ ‫َأ َﻟ ْﻴ َﺲ إِ َذا َﺣ‬


‫ﺎﺿ ْﺖ َﱂ ْ ﺗ َُﺼ ﱢﻞ َو َﱂ ْ ﺗ َُﺼ ْﻢ‬
“Bukankah, apabila mengalami haid, seorang
perempuan tidak mengerjakan shalat dan
tidak berpuasa?”
Perempuan nifas dalam pandangan syariat
Islam hukumnya sama dengan perempuan haid.
Hal ini berdasarkan hadits Ummu Salamah x
riwayat Al-Bukhâry, beliau berkata:

‫َﺑ ْﻴﻨ ََﲈ َأﻧَﺎ َﻣ َﻊ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ُﻣ ْﻀ َﻄ ِﺠ َﻌ ٌﺔ ِ ْﰲ‬


ِ ِ ِ ِ ِ
‫ﴤ َﻓ َﻘ َﺎل‬ ْ ‫ﺎب َﺣ ْﻴ‬ َ ‫َﻗﻤ ْﻴ َﺼﺔ إِ ْذ ﺣ ْﻀ ُﺖ َﻓﺎﻧ َْﺴ َﻠ ْﻠ ُﺖ َﻓ َﺄ َﺧ ْﺬ ُت ﺛ َﻴ‬
‫اﳋَ ِﻤ ْﻴ َﻠ ِﺔ‬
ْ ‫ﺎﺿ َﻄ َﺠ ْﻌ ُﺖ َﻣ َﻌ ُﻪ ِ ْﰲ‬ ِ ِ ِ
ْ ‫َأﻧَﻔ ْﺴﺖ َﻓ ُﻘ ْﻠ ُﺖ َﻧ َﻌ ْﻢ َﻓﺪَ َﻋ‬
ْ ‫ﺎﲏ َﻓ‬
“Tatkala berbaring bersama Nabi  di atas
baju, tiba-tiba saya haid, maka saya pun segera
pergi lalu mengambil pakaian haidh-ku. Maka,
beliau bersabda, ‘Apakah kamu sedang nifas?’
Saya menjawab, ‘Ya,’ lalu beliau memanggilku,

82 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


kemudian saya pun berbaring bersamanya di
atas permadani.”
Pertanyaan beliau, “Apakah kamu nifas?” me-
nunjukkan bahwa haidh dianggap sebagai nifas dari
sisi hukum, demikian pula sebaliknya.

Kelima: Laki-Laki dan Perempuan Tua yang


Tidak Mampu Berpuasa

Keenam dan Ketujuh: Perempuan Hamil


atau yang Sedang Menyusui
Yaitu perempuan hamil atau yang sedang
menyusui, yang mengkhawatirkan dampak negatif
terhadap kandungannya atau anak yang berada
dalam penyusuannya, apabila berpuasa.
Dua golongan yang disebut terakhir berdasar-
kan hadits Ibnu Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ,
riwayat Abu Dâud, Ibnu Jârûd dalam Al-Muntaqa,
dan selainnya dengan sanad yang shahih, bahwa
tentang firman Allah Ta’âla:

n wv u t s r q o
“Dan orang-orang yang berat menjalankan
(puasa) tersebut (jika tidak berpuasa) wajib

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 83


membayar fidyah, (yaitu) memberi makan
seorang miskin.” [Al-Baqarah: 184]
Ibnu Abbas berkata:
ِ ِ ‫ﺺ ﻟِ ﱠ‬
‫ﳘﺎ‬ َ ُ ‫ﻠﺸ ْﻴ ِﺦ ا ْﻟﻜَﺒِ ْ ِﲑ َو ْاﻟ َﻌ ُﺠ ْﻮ ِز ْاﻟﻜَﺒِ ْ َﲑة ِ ْﰲ َذﻟ َﻚ َو‬ َ ‫َر ﱠﺧ‬
‫اﻟﺼ ْﻮ َم َأ ْن ُﻳ ْﻔﻄِ َﺮا إِ ْن َﺷﺎءا َأ ْو ُﻳ ْﻄ ِﻌ َﲈ ﻛ ﱠُﻞ َﻳ ْﻮ ٍم ِﻣ ْﺴ ِﻜ ْﻴﻨ ًﺎ‬ ِ ِ
‫ُﻳﻄ ْﻴ َﻘﺎن ﱠ‬
َ‫َوﻻَ َﻗ َﻀﺎ َء َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻬ َﲈ ُﺛ ﱠﻢ ﻧ ُِﺴ َﺦ َذﻟ ِ َﻚ ِ ْﰲ َﻫ ِﺬ ِه ْاﻵ َﻳ ِﺔ َﻓ َﻤ ْﻦ َﺷ ِﻬﺪ‬
‫ﻠﺸ ْﻴ ِﺦ ا ْﻟﻜَﺒِ ْ ِﲑ َو ْاﻟ َﻌ ُﺠ ْﻮ ِز‬ ‫اﻟﺸ ْﻬ َﺮ َﻓ ْﻠ َﻴ ُﺼ ْﻤ ُﻪ َو َﺛ َﺒ َﺖ ﻟِ ﱠ‬ ‫ِﻣﻨْﻜ ُْﻢ ﱠ‬
‫اﳊُ ْﺒ َﲆ َوا ْﻟـ ُﻤ ْﺮ ِﺿ ِﻊ إِ َذا‬ ِ ِ ِ
ْ ‫اﻟﺼ ْﻮ َم َو‬ ‫ا ْﻟﻜَﺒِ ْ َﲑة إِ َذا ﻛَﺎﻧَﺎ ﻻَ ُﻳﻄ ْﻴ َﻘﺎن ﱠ‬
‫َﺧﺎ َﻓﺘَﺎ َأ ْﻓ َﻄ َﺮﺗَﺎ َو َأ ْﻃ َﻌ َﻤﺘَﺎ ﻛ ﱠُﻞ َﻳ ْﻮ ٍم ِﻣ ْﺴ ِﻜ ْﻴﻨًﺎ‬
“Laki-laki dan perempuan tua diberikan
keringanan dalam hal itu (yaitu untuk tidak
berpuasa,-pen.), meskipun mampu berpuasa.
(Keduanya diberikan keringanan) untuk ber-
buka apabila ingin, atau memberi makan
satu orang miskin setiap hari dan tidak ada
qadha atas mereka berdua, kemudian hal ter-
sebut dinasakh (dihapus hukumnya) dalam
ayat ini {Barangsiapa di antara kalian yang
menyaksikan bulan (Ramadhan), hendaknya
ia berpuasa}. Maka, tetaplah hukum tersebut

84 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


bagi laki-laki dan perempuan tua yang tidak
mampu berpuasa, juga bagi perempuan
hamil dan menyusui apabila khawatir
(bahwa puasanya membahayakan kandung-
annya atau anak yang ia susui,- pent.) (yakni
mereka) berbuka dan membayar fidyah setiap
hari.” (Lafazh hadits adalah milik Ibnul Jârûd)

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 85


MENGQADHA PUASA

Orang-orang yang Berkewajiban untuk


Mengqadha
Qadha (penggantian) puasa diwajibkan atas
beberapa orang:
Pertama, musafir.
Kedua, orang sakit yang diharapkan bisa sem-
buh, yaitu sakit yang bisa disembuhkan menurut
para ahli kesehatan atau menurut kebiasaan.
Dua poin di atas berdasarkan firman Allah
Ta’âla:

n po n m l k j i h g f e o
“Maka, barangsiapa di antara kalian yang
sakit atau berada dalam perjalanan (lalu ber-
buka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari
(puasa) yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain.” [Al-Baqarah: 184]
Ketiga, perempuan yang menangguhkan
puasa karena haidh atau nifas.

86 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Hal ini berdasarkan hadits Aisyah x riwayat
Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Aisyah menyatakan:
ِ ‫ﺎء اﻟﺼﻮ ِم و َﻻ ﻧُﺆﻣﺮ ﺑِ َﻘﻀ‬
ِ ‫َﺎن ﻳ ِﺼﻴﺒﻨَﺎ َذﻟِ َﻚ َﻓﻨُﺆﻣﺮ ﺑِ َﻘﻀ‬
‫ﺎء‬ َ َُ ْ َ ْ ‫ﱠ‬ َ َُ ْ ُْ ُ َ ‫ﻛ‬
‫اﻟﺼ َﻼ ِة‬
‫ﱠ‬
“Adalah hal tersebut (haid,-pent.) menimpa
kami, dan kami diperintah untuk mengqadha
puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha
shalat.”
Adapun perempuan nifas, hukumnya sama
dengan perempuan haidh dalam pandangan syariat
Islam sebagaimana yang telah dijelaskan.
Keempat, muntah dengan sengaja.
Hal ini berdasarkan perkataan Abdullah bin
Umar radhiyallâhu ‘anhumâ yang mempunyai
hukum marfu’ bahwa beliau berkata:

‫اﺳ َﺘ َﻘﺎ َء َو ُﻫ َﻮ َﺻ ِﺎﺋ ٌﻢ َﻓ َﻌ َﻠ ْﻴ ِﻪ ا ْﻟ َﻘ َﻀﺎ ُء َو َﻣ ْﻦ َذ َر َﻋ ُﻪ ا ْﻟ َﻘ ْﻲ ُء‬ ْ ‫َﻣ ِﻦ‬


‫َﻓ َﻠ ْﻴ َﺲ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ ا ْﻟ َﻘ َﻀﺎ ُء‬
“Barangsiapa yang sengaja muntah, padahal
dalam keadaan berpuasa, dia wajib mem-
bayar qadha, dan barangsiapa yang tidak

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 87


kuasa menahan muntah (muntah dengan
tidak sengaja,-pen.), tidak ada qadha atas-
nya.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dengan
sanad yang shahih)
Tidak ada qadha atas siapapun, kecuali ter-
hadap orang-orang tersebut di atas.

Waktu Pelaksanaan Qadha


Qadha bisa dilakukan setelah Ramadhan
sampai akhir Sya’ban sebagaimana yang dipahami
dalam riwayat Al-Bukhâry dan Muslim dari hadits
Aisyah x bahwa Aisyah berkata:

‫ﺎن َﻓ َﲈ َأ ْﺳﺘَﻄِ ْﻴ ُﻊ َأ ْن َأ ْﻗ ِﻀ َﻴ ُﻪ‬


َ ‫اﻟﺼ ْﻮ ُم ِﻣ ْﻦ َر َﻣ َﻀ‬
‫َﺎن َﻳﻜ ُْﻮ ُن َﻋ َ ﱠﲇ ﱠ‬
َ ‫ﻛ‬
‫اﻟﺸ ْﻐ َﻞ ِﻣ ْﻦ َر ُﺳ ْﻮ ِل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ‬
‫ﺎن ﱡ‬ َ ‫إِ ﱠﻻ ِ ْﰲ َﺷ ْﻌ َﺒ‬
“Kadang saya memiliki (tunggakan) puasa
Ramadhan, tetapi saya tidak dapat meng-
qadhanya, kecuali pada Sya’ban, lantaran sibuk
(melayani) Rasulullah .”

88 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Cara dalam Hal Mengqadha
Ada keluasan dalam hal mengqadha tunggak-
an puasa, baik secara bertutut-turut maupun ter-
pisah.
Hal ini berdasarkan hukum umum dalam
firman Allah Ta’âla:

n po n m l o
“(Dia wajib berpuasa) sebanyak hari (puasa)
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain.” [Al-Baqarah: 184]
Firman-Nya “pada hari-hari yang lain” ber-
makna umum, baik dilakukan secara berturut-turut
maupun terpisah.

Segera Mengqadha
Tentunya, tidaklah diragukan bahwa bersegera
dalam hal mengqadha tunggakan puasa adalah
perkara yang sangat utama dalam tuntunan syariat.
Hal ini berdasarkan keumuman perintah Allah,
untuk bersegera dalam kebaikan, yang ditunjukkan
oleh berbagai dalil dari Al-Qur`an dan Sunnah,
seperti firman Allah Ta’âla:

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 89


nSRQPONMLo
“Mereka itu bersegera untuk mendapat ke-
baikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang
yang segera memperolehnya.” [Al-Mu`minûn:
61]

Lalai dalam Hal Mengqadha


Barangsiapa yang tidak mengqadha tunggakan
puasanya sehingga bulan Ramadhan berikutnya
masuk, padahal sebelumnya, memiliki kemampuan
dan kesempatan untuk mengqadha tunggakan
puasa tersebut, ia dianggap orang yang berdosa.
Hal ini disimpulkan dari pernyataan Aisyah x
bahwa beliau berkata:

‫ﺎن َﻓ َﲈ َأ ْﺳﺘَﻄِ ْﻴ ُﻊ َأ ْن َأ ْﻗ ِﻀ َﻴ ُﻪ‬


َ ‫اﻟﺼ ْﻮ ُم ِﻣ ْﻦ َر َﻣ َﻀ‬
‫َﺎن َﻳﻜ ُْﻮ ُن َﻋ َ ﱠﲇ ﱠ‬
َ ‫ﻛ‬
‫اﻟﺸ ْﻐ َﻞ ِﻣ ْﻦ َر ُﺳ ْﻮ ِل اﷲِ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ‬
‫ﺎن ﱡ‬ َ ‫إِ ﱠﻻ ِ ْﰲ َﺷ ْﻌ َﺒ‬
“Kadang saya memiliki (tunggakan) puasa
Ramadhan, tetapi saya tidak dapat meng-
qadhanya, kecuali pada Sya’ban, lantaran sibuk
(melayani) Rasulullah .”
Hal ini menunjukkan ketidakbolehan meng-
akhirkan qadha puasa Ramadhan setelah Sya’ban,

90 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


sebab, andaikata hal tersebut boleh, niscaya Aisyah
akan mengakhirkan qadhanya setelah Ramadhan
karena mungkin saja pada Sya’ban, beliau juga
sibuk melayani Rasulullah . Berangkat dari sinilah
pendapat Imam Empat serta jumhur ulama salaf
dan khalaf, bahkan terdapat konsensus yang di-
kutip dari kalangan ulama akan ketidakbolehan
mengakhirkan qadha setelah Ramadhan.

Bila Ada Udzur dalam Hal Mengakhirkan


Qadha
Adapun jika seseorang tidak mampu sama
sekali mengqadha tunggakan puasanya karena
udzur yang terus menerus menahannya, seperti
orang yang bersafar terus menerus dan perempuan
yang hamil berkali-kali dengan jarak yang rapat, dia
tidak berdosa dan hendaklah mengganti puasanya
pada waktu yang ia mampu.
Hal ini berdasarkan firman Allah :

n ®¬ « ª © ¨ §o
“Allah tidak membebani seseorang, kecuali
sesuai dengan kesanggupannya.” [Al-
Baqarah: 286]

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 91


Wafat Sebelum Mengqadha
Bagi orang yang meninggal dan belum meng-
qadha tunggakan puasa Ramadhan, padahal se-
belumnya, memiliki kemampuan mengqadha
tunggakan puasanya, ahli warisnya wajib membayar
tunggakannya.
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah x riwayat
Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Rasulullah  ber-
sabda:

‫ﺎت َو َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ ِﺻ َﻴﺎ ٌم َﺻﺎ َم َﻋﻨْ ُﻪ َوﻟِ ﱡﻴ ُﻪ‬


َ ‫َﻣ ْﻦ َﻣ‬
“Barangsiapa yang meninggal, padahal me-
miliki kewajiban (tunggakan) puasa, ahli
warisnya dapat berpuasa untuknya.”
Adapun, kalau meninggal sebelum ada
kemungkinan baginya untuk mengqadha puasanya,
dia tidak berdosa, insya Allah, juga ahli warisnya
tidak wajib membayar tunggakannya.
Hal ini berdasarkan firman Allah ,

n ®¬ « ª © ¨ §o
“Allah tidak membebani seseorang, kecuali
sesuai dengan kesanggupannya.” [Al-
Baqarah: 286]

92 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


KETENTUAN
PEMBAYARAN FIDYAH

Orang-orang yang Berkewajiban Membayar


Fidyah
Pembayaran fidyah diwajibkan atas beberapa
orang:
Pertama, laki-laki dan perempuan lanjut usia
yang tidak mampu berpuasa.
Kedua, perempuan hamil dan yang sedang
menyusui yang khawatir terhadap bahaya yang di-
alami oleh kandungannya atau anak susuannya jika
berpuasa.
Dua golongan di atas berdasarkan hadits Ibnu
Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ, riwayat Abu Dâud,
Ibnu Jârûd dalam Al-Muntaqâ, dan selainnya
dengan sanad yang shahih, bahwa tentang firman
Allah Ta’âla:

n wv u t s r qo
“Dan orang-orang yang berat menjalankan

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 93


(puasa) tersebut (jika tidak berpuasa) wajib
membayar fidyah, (yaitu) memberi makan
seorang miskin.” [Al-Baqarah: 184]
Ibnu Abbas berkata:
ِ ِ ‫ﺺ ﻟِ ﱠ‬
‫ﳘﺎ‬ َ ُ ‫ﻠﺸ ْﻴ ِﺦ ا ْﻟﻜَﺒِ ْ ِﲑ َوا ْﻟ َﻌ ُﺠ ْﻮ ِز ا ْﻟﻜَﺒِ ْ َﲑة ِ ْﰲ َذﻟ َﻚ َو‬ َ ‫َر ﱠﺧ‬
‫اﻟﺼ ْﻮ َم َأ ْن ُﻳ ْﻔﻄِ َﺮا إِ ْن َﺷﺎ َءا َأ ْو ُﻳ ْﻄ ِﻌ َﲈ ﻛ ﱠَﻞ َﻳ ْﻮ ٍم‬ ِ ِ
‫ُﻳﻄ ْﻴ َﻘﺎن ﱠ‬
‫ِﻣ ْﺴ ِﻜ ْﻴﻨًﺎ َو َﻻ َﻗ َﻀﺎ َء َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻬ َﲈ ُﺛ ﱠﻢ ﻧ ُِﺴ َﺦ َذﻟِ َﻚ ِ ْﰲ َﻫ ِﺬ ِه ْاﻵ َﻳ ِﺔ َﻓ ْﻤ َﻦ‬
‫ﻠﺸ ْﻴ ِﺦ ا ْﻟﻜَﺒِ ْ ِﲑ َوا ْﻟ َﻌ ُﺠ ْﻮ ِز‬‫اﻟﺸ ْﻬ َﺮ َﻓ ْﻠ َﻴ ُﺼ ْﻤ ُﻪ َو َﺛ َﺒ َﺖ ﻟِ ﱠ‬
‫َﺷ ِﻬﺪَ ِﻣﻨْﻜ ُُﻢ ﱠ‬
‫اﳊ ْﺒ َﲆ َوا ُْﳌ ْﺮ ِﺿ ِﻊ إِ َذا‬ ِ ِ ِ
ُ ْ ‫اﻟﺼ ْﻮ َم َو‬ ‫ا ْﻟﻜَﺒِ ْ َﲑة إِ َذا ﻛَﺎﻧَﺎ َﻻ ُﻳﻄ ْﻴ َﻘﺎن ﱠ‬
‫َﺧﺎ َﻓﺘَﺎ َأ ْﻓ َﻄ َﺮﺗَﺎ َو َأ ْﻃ َﻌ َﻤﺘَﺎ ﻛ ﱠُﻞ َﻳ ْﻮ ٍم ِﻣ ْﺴ ِﻜ ْﻴﻨًﺎ‬
“Laki-laki dan perempuan tua diberikan ke-
ringanan dalam hal itu (yaitu untuk tidak ber-
puasa,-pen.), meskipun mampu berpuasa.
(Keduanya diberikan keringanan) untuk ber-
buka apabila ingin, atau memberi makan satu
orang miskin setiap hari dan tidak ada qadha
atas mereka berdua, kemudian hal tersebut
dinasakh (dihapus hukumnya) dalam ayat ini
{Barangsiapa di antara kalian yang menyaksi-
kan bulan (Ramadhan), hendaknya ia ber-

94 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


puasa}. Maka, tetaplah hukum tersebut bagi
laki-laki dan perempuan tua yang tidak mampu
berpuasa, juga bagi perempuan hamil dan
menyusui apabila khawatir (bahwa puasanya
membahayakan kandungannya atau anak yang
ia susui,–pen.) (yakni mereka) berbuka dan
membayar fidyah setiap hari.” (Lafazh hadits
adalah milik Ibnul Jârûd)
Ketiga, orang yang sakit terus menerus yang
kesembuhannya tidak diharapkan lagi, yaitu sakit
yang tidak bisa disembuhkan menurut para ahli
kesehatan atau menurut kebiasaan.
Hal di atas berdasarkan riwayat lain dari Ibnu
Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ, oleh Imam An-
Nasâ`i dengan sanad yang shahih, bahwa tentang
firman Allah Ta’âla:

n wv u t s r qo
“Dan orang-orang yang berat menjalankan
(puasa) tersebut (jika tidak berpuasa) wajib
membayar fidyah, (yaitu) memberi makan
seorang miskin.” [Al-Baqarah: 184]
Ibnu Abbas berkata:

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 95


ِ ِ ِ
َ‫ﺾ ﻻ‬ ‫ﺺ ِ ْﰲ َﻫ َﺬا إِ ﱠﻻ ﻟ ﱠﻠﺬ ْي َﻻ ُﻳﻄ ْﻴ ُﻖ ﱢ‬
ٍ ‫اﻟﺼ َﻴﺎ َم َأ ْو َﻣ ِﺮ ْﻳ‬ ُ ‫ﻻَ ُﻳ َﺮ ﱠﺧ‬
‫ُﻳ ْﺸ َﻔﻰ‬
“Keringanan untuk (tidak berpuasa, tetapi
membayar fidyah) ini tidaklah diberikan, kecuali
kepada orang tua yang tidak mampu berpuasa
atau kepada orang sakit yang tidak bisa sem-
buh.”

Cara Pembayaran Fidyah


Cara pembayaran fidyah adalah dengan mem-
beri makan orang miskin sesuai jumlah hari puasa
yang telah ditinggalkan. Contohnya, apabila tidak
berpuasa selama lima belas hari, ia memberi
makan lima belas orang miskin.
Fidyah boleh dibayar sekaligus dan boleh
dibayar sebagian-sebagian secara terpisah.

Pembayaran dengan Makanan dan Tidak


Boleh Diuangkan
Berdasarkan konteks ayat, Pembayaran fidyah
adalah dengan makanan. Maka, dengan hal ini,

96 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


kami menegaskan bahwa fidyah tidak boleh di-
uangkan.

Bentuk dan Jenis Makanan Fidyah


Konteks ayat tentang fidyah bersifat umum,
tidak merinci ketentuan akan jenis makanan. Jadi,
jika telah dianggap sebagai makanan menurut
kebiasaan manusia di suatu tempat, sesuatu telah
dapat digunakan untuk membayar fidyah.

Kadar Makanan Fidyah


Kuantitas makanan juga tidak dirinci dalam
konteks ayat sehingga ukuran makanan tersebut
kembali kepada kebiasaan kebanyakan orang pada
suatu tempat atau negeri.

Fidyah yang Paling Afdhal


Namun, tidak diragukan akan terpujinya pem-
bayaran fidyah dengan makanan yang paling baik
dan berharga berdasarkan firman Allah :

kjihgfedco
v u t s r q po n m l

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 97


n £ ¢ ¡  ~ } |{ z y x w
“Wahai orang-orang yang beriman, nafkah-
kanlah (di jalan Allah) sebagian hasil usaha
kalian yang baik-baik dan sebagian (nafkah)
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian.
Dan janganlah kalian memilih (nafkah) yang
buruk lalu menafkahkannya, padahal kalian
sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan
dengan memicingkan mata kepadanya. Dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji.” [Al-Baqarah: 267]

98 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


PEMBAYARAN KAFFARAH

Siapa yang Berkewajiban untuk Membayar


Kaffarah?
Kaffarah puasa adalah denda yang dikenakan
atas seseorang karena tiga perkara:
1. Berhubungan suami istri (jima’).
2. Melakukan hubungan tersebut pada siang hari
Ramadhan. Adapun, jika melakukannya pada
malam hari Ramadhan atau di luar Ramadhan,
seperti saat membayar tunggakan puasa
Ramadhannya, ia tidaklah dikenakan kaffarah.
3. Dalam keadaan berpuasa. Adapun, jika sese-
orang berhubungan saat Ramadhan dan dalam
keadaan tidak berpuasa, seperti seseorang
yang kembali dari perjalanan dalam keadaan
tidak berpuasa, lalu mendapati istrinya usai
mandi suci terhadap haidh kemudian keduanya
berhubungan, keadaan seperti ini tidaklah
dikenakan kaffarah.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 99


Apakah Istri juga Membayar Kaffarah ?
Menurut pendapat terkuat dari kalangan ulama,
kaffarah juga dikenakan atas sang istri jika ia
mengajak, atau taat pada suaminya dengan
kemauannya sendiri, untuk berhubungan intim.

Ketentuan Pembayaran Kaffarah


Pembayaran kaffarah seseorang adalah dengan
memilih salah satu dari tiga jenis kaffarah berikut ini
secara berurut sesuai kemampuannya:
1. Membebaskan budak. Dalam hal ini, tidak ada
perbedaaan antara budak kafir dan budak
muslim menurut pendapat yang lebih kuat.
2. Berpuasa dua bulan berturut-turut tanpa ter-
putus. Jumhur ulama mensyaratkan agar dua
bulan ini tidak terputus dengan Ramadhan dan
hari-hari yang terlarang untuk berpuasa, yaitu
hari Idul Fitri, Idul Adha, dan hari-hari tasyriq.
Apabila berpuasa selama kurang dari dua bulan
berturut-turut, ia belum dianggap membayar
kaffarah.
3. Memberi makan enam puluh orang miskin
dengan sesuatu yang dianggap makanan
menurut kebiasaan kebanyakan manusia.

100 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Kadar makanan untuk setiap orang miskin
sebanyak satu mud, yaitu sebanyak dua telapak
tangan orang biasa.

Pembayaran Kaffarah Hanya dengan Tiga


Jenis
Pembayaran kaffarah tidak sah kecuali dengan
tiga jenis di atas.

Apakah Kaffarah Gugur bila Seseorang


Tidak Mampu?
Apabila seseorang tidak mampu membayar
dengan salah satu dari tiga bentuk di atas, ke-
wajiban pembayaran kaffarah tersebut tetap berada
di atas pundaknya sampai ia mampu membayar
kaffarah tersebut.
Seluruh keterangan di atas dipetik dari makna
yang tersurat maupun tersirat pada kandungan
hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhâry dan
Muslim:

ُ ‫َﺟﺎ َء َر ُﺟ ٌﻞ إِ َﱃ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َﻓ َﻘ َﺎل َﻫ َﻠﻜ‬


‫ْﺖ َﻳﺎ‬

ْ ِ ‫ َو َﻗ ْﻌ ُﺖ َﻋ َﲆ ا ْﻣ َﺮ َأ‬: ‫َﻚ? َﻗ َﺎل‬


‫ﰐ ِ ْﰲ‬ َ ‫ َﻗ َﺎل َو َﻣﺎ َأ ْﻫ َﻠﻜ‬,ِ‫َر ُﺳ ْﻮ َل اﷲ‬

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 101


‫ﲡﺪُ َﻣﺎ ُﺗ ْﻌﺘِ ُﻖ َر َﻗ َﺒ ًﺔ? َﻗ َﺎل َﻻ‬ ِ َ ‫ﺎن ) َو َأﻧَﺎ َﺻ ِﺎﺋﻢ( َﻗ َﺎل َﻫ ْﻞ‬
ٌ َ ‫َر َﻣ َﻀ‬
‫ﲔ? َﻗ َﺎل َﻻ َﻗ َﺎل‬ ِ ْ ‫َﻗ َﺎل َﻓ َﻬ ْﻞ ﺗ َْﺴﺘَﻄِ ْﻴ ُﻊ َأ ْن ﺗ َُﺼ ْﻮ َم َﺷ ْﻬ َﺮ ْﻳ ِﻦ ُﻣ َﺘﺘَﺎﺑِ َﻌ‬

‫ﱢﲔ ِﻣ ْﺴﻜِ ْﻴﻨًﺎ? َﻗ َﺎل َﻻ َﻗ َﺎل ُﺛ ﱠﻢ َﺟ َﻠ َﺲ‬ َ ْ ‫ﲡﺪُ َﻣﺎ ُﺗ ْﻄ ِﻌ ُﻢ َﺳﺘ‬ ِ َ ‫َﻓ َﻬ ْﻞ‬

‫ﰐ اﻟﻨﱠﺒِ ﱡﻰ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ ﺑِ َﻌ َﺮ ٍق ﻓِ ْﻴ ِﻪ َﲤ ْ ٌﺮ َﻓ َﻘ َﺎل ﺗ ََﺼﺪﱠ ْق‬ َ ِ ‫َﻓ ُﺄ‬


ٍ ‫ﲔ َﻻﺑ َﺘﻴﻬﺎ َأﻫ ُﻞ ﺑﻴ‬
‫ﺖ َأ ْﺣ َﻮ ُج إِ َﻟ ْﻴ ِﻪ‬ ِ
ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ ‫ِ َﲠ َﺬا َﻗ َﺎل َأ ْﻓ َﻘ ُﺮ ﻣﻨﱠﺎ ? َﻓ َﲈ َﺑ‬
‫ِﻣﻨﱠﺎ َﻓ َﻀ ِﺤ َﻚ اﻟﻨﱠﺒِ ﱡﻲ َﺻ ﱠﲆ اﷲُ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ ﱠﻠ َﻢ َﺣﺘﱠﻰ َﺑﺪَ ْت َأ ْﻧ َﻴﺎ ُﺑ ُﻪ‬
.‫ﺐ َﻓ َﺄ ْﻃ ِﻌ ْﻤ ُﻪ َأ ْﻫ َﻠ َﻚ‬
ْ ‫ُﺛ ﱠﻢ َﻗ َﺎل ا ْذ َﻫ‬
“Seorang lelaki datang kepada Nabi  lalu
berkata, ‘Saya telah binasa, wahai Rasulullah.’
Beliau bertanya, ‘Hal apa yang membuatmu
binasa?’ Ia berkata, ‘Saya telah menggauli
(berhubungan intim dengan) istriku saat
Ramadhan, [padahal sedang berpuasa]1.’ Maka,
beliau bertanya, ‘Apakah engkau mampu
membebaskan budak?’ Ia menjawab, ‘Tidak.’
Beliau bertanya lagi, ‘Apakah kamu mampu
berpuasa selama dua bulan berturut-turut?’ Ia
juga menjawab, ‘Tidak.’ Beliau kembali ber-

1
Tambahan dalam riwayat Al-Bukhâry.

102 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


tanya, ‘Apakah kamu mampu memberi
makan kepada enam puluh orang miskin?’ Ia
menjawab lagi, ‘Tidak,’ lalu ia pun duduk.
Kemudian, satu ‘araq (tempat yang sekurang-
kurangnya dapat memuat enam puluh mud,-
pen) berisi kurma dibawakan kepada Nabi ,
maka beliau berkata kepadanya, ‘Ber-
shadaqahlah engkau dengan ini.’ Ia berkata,
‘(Apakah kurma ini) diberikan kepada orang
yang lebih fakir daripada kami? Karena di
antara dua bukit Madinah, tidak ada keluarga
yang lebih fakir daripada kami.’ Maka, ter-
tawalah Rasulullah  hingga gigi taring beliau
tampak, kemudian berkata, ‘Pergi dan berilah
makan kepada keluargamu dengan (kurma)
tersebut.’.”

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 103


BEBERAPA KESALAHAN
DALAM PELAKSANAAN
PUASA RAMADHAN

Berikut ini beberapa kesalahan yang tidak


jarang dijumpai di tengah masyarakat. Kami
mengingatkan hal tersebut pada akhir buku ini agar
setiap muslim dan muslimah menghindarinya.

Pertama: Menentukan Masuknya Ramadhan


dengan Ilmu Falak
Menentukan masuknya bulan Ramadhan
dengan menggunakan ilmu falak atau ilmu hisab
adalah kesalahan yang sangat besar dan bertolak
belakang dengan tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah
Rasulullah .
Allah  menegaskan:

ny x w v uo
“Maka, barangsiapa di antara kalian yang

104 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa.”
[Al-Baqarah: 185]
Juga dalam hadits Abdullah bin Umar
radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan
Muslim dan hadits Abu Hurairah radhiyallâhu
‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi 
bersabda:

‫ُﺻﻮ ُﻣﻮا ﻟِ ُﺮ ْؤ َﻳﺘِ ِﻪ َو َأ ْﻓﻄِ ُﺮوا ﻟِ ُﺮ ْؤ َﻳﺘِ ِﻪ َﻓﺈِ ْن ُﻏ ﱢﻤ َﻰ َﻋ َﻠ ْﻴﻜ ُُﻢ ﱠ‬


‫اﻟﺸ ْﻬ ُﺮ‬
‫ﲔ‬ َ ِ‫َﻓ ُﻌﺪﱡ وا َﺛﻼَﺛ‬
“Berpuasalah kalian karena melihat (hilal)
tersebut dan berbukalah kalian karena me-
lihat (hilal) tersebut. Apabila tertutupi dari
(pandangan) kalian, sempurnakanlah bulan
(Sya’ban) menjadi tiga puluh (hari).”
Ayat dan hadits di atas sangatlah jelas me-
nunjukkan bahwa masuknya Ramadhan terkait
dengan hal melihat/menyaksikan hilal dan tidak di-
kaitkan dengan hal menghitung, menghisab, dan
selainnya.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 105


Kedua: Mempercepat Waktu Sahur
Hal ini tentunya bertentangan dengan sunnah
Rasulullah  bahwa beliau mengakhirkan waktu
sahurnya sebagaimana penjelasan yang telah ber-
lalu.

Ketiga: Menjadikan Tanda Imsak Sebagai


Batasan Waktu Sahur
Sering terdengar saat Ramadhan, bunyi-
bunyian yang dijadikan sebagai tanda imsak (imsak
sendiri berarti menahan, yaitu menahan diri dari
makan, minum, jima’, dan berbagai pembatal
puasa lain), seperti suara sirine, ayam berkokok,
dan beduk, yang terdengar sekitar seperempat jam
sebelum adzan. Tentunya hal ini merupakan ke-
salahan yang sangat besar dan bid’ah sesat lagi
bertolak belakang dengan tuntunan Al-Qur`an dan
Sunnah Rasulullah  yang mulia.
Allah  menyatakan:

l k j i h g f e d co
nt s r q p on m

106 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


“Dan makan dan minumlah kalian hingga
tampak, bagi kalian, benang putih terhadap
benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempur-
nakanlah puasa itu sampai malam.” [Al-
Baqarah: 187]
Dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallâhu
‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasu-
lullah  juga menyatakan:

‫اﴍ ُﺑﻮا َﺣﺘﱠﻰ ﺗ َْﺴ َﻤ ُﻌﻮا ﺗ َْﺄ ِذﻳ َﻦ‬ َ ِ‫إِ ﱠن ﺑ‬


َ ْ ‫ﻼﻻً ُﻳ َﺆ ﱢذ ُن ﺑِ َﻠ ْﻴ ٍﻞ َﻓ ُﻜ ُﻠﻮا َو‬
‫ا ْﺑ ِﻦ ُأ ﱢم َﻣ ْﻜﺘُﻮ ٍم‬
“Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari,
maka makan dan minumlah kalian sampai
mendengar seruan adzan Ibnu Ummi
Maktum.”
Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa
akhir waktu sahur adalah adzan kedua, yaitu adzan
shalat Shubuh. Seharusnya, inilah pegangan kaum
muslimin, yaitu menjadikan adzan Shubuh sebagai
batas waktu terakhir makan sahur dan meninggal-
kan penggunaan tanda imsak, yang tidak pernah
dikenal oleh Rasulullah  dan para sahabatnya.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 107


Keempat: Melafazhkan Niat Puasa saat
Makan Sahur
Hal ini juga merupakan perkara yang salah
karena waktu niat tidak dikhususkan pada makan
sahur saja, tetapi bermula dari terbenamnya ma-
tahari sampai terbitnya fajar sebagaimana pen-
jelasan kami sebelumnya. Selain itu, melafazhkan
niat merupakan perkara baru dalam agama ini yang
tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah  dan
para sahabatnya.

Kelima: Meninggalkan Hal Berkumur-


kumur dan Menghirup Air ketika Berwudhu
Hal ini juga merupakan kesalahan yang banyak
terjadi pada kaum muslimin. Mereka menganggap
bahwa hal berkumur-kumur dan menghirup air
merupakan pembatal puasa, padahal hal tersebut
merupakan perkara yang disunnahkan dalam hal
berwudhu menurut pandangan syariat Islam
sebagaimana yang telah dijelaskan.

108 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Keenam: Anggapan bahwa Tidak boleh
Menelan Ludah
Pada kaum muslimin, kita kadang mendapati
anggapan bahwa seseorang tidak boleh menelan
ludah saat berpuasa, sehingga kita kadang men-
dapati sebagian kaum muslimin sering meludah
saat berpuasa. Maka, tidaklah diragukan bahwa hal
ini merupakan sikap berlebihan dan pembebanan
diri tanpa dilandasi dengan tuntunan yang benar
dalam syariat Islam.

Ketujuh: Mengakhirkan Buka Puasa


Hal ini juga adalah kesalahan yang banyak ter-
jadi pada kaum muslimin, padahal tuntunan Rasu-
lullah  sangatlah jelas akan sunnah menyegera-
kan buka puasa bila masuknya waktu berbuka telah
pasti sebagaimana penjelasan kami.

Kedelapan: Menghabiskan Waktu dengan


Perkara yang Sia-Sia saat Ramadhan

Kesembilan: Ragu Mencicipi Makanan


Hal tersebut adalah kesalahan, padahal boleh
sepanjang seseorang dapat menjaga agar tidak

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 109


menelan makanan tersebut sebagaimana keterang-
annya telah berlalu.

Kesepuluh: Lalai pada Akhir Ramadhan


Adalah kesalahan, menyibukkan diri dengan
berbagai pekerjaan rumah tangga yang mungkin
dikerjakan pada waktu lain sehingga melalaikan se-
seorang terhadap berbagai ibadah Ramadhan,
khususnya pada sepuluh hari terakhir.

Kesebelas: Anggapan Bahwa Tunggakan


Ramadhan Menjadi Dua Kali Lipat Bila
Diundur Hingga Ramadhan Berikutnya
Keyakinan bahwa seseorang yang mengundur
dalam hal mengqadha tunggakan puasa sampai
setelah Ramadhan, tunggakan puasanya menjadi
dua kali lipat merupakan kesalahan karena tidak
ada dalil shahih yang menunjukkan hal tersebut.
Kami telah menerangkan rincian tentang orang
yang menunda qadha tunggakan puasanya.

110 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ


Kedua Belas: Pembayaran Fidyah terhadap
Puasa yang Belum Ditinggalkan
Membayar fidyah sebelum meninggalkan puasa
Ramadhan adalah kesalahan, seperti perempuan
hamil yang merencanakan untuk tidak berpuasa
Ramadhan, lalu sebelum Ramadhan atau pada
awal Ramadhan, dia membayar fidyah untuk tiga
puluh hari. Tentunya, hal ini adalah perkara yang
salah karena kewajiban pembayaran fidyah di-
bebankan atasnya apabila ia telah meninggalkan
puasa.
Demikian tuntunan ringkas ini. Mudah-
mudahan bisa menjadi bekal untuk kita semua
dalam hal menjalani ibadah puasa Ramadhan yang
agung dan mulia.

Wallâhu Ta’âla A’lam. Wa âkhiru da’wânâ


anilhamdulillâhi Rabbil Âlamîn.
Wa shallallâhu wa bâraka ‘alâ nabiyyinâ
Muhammad wa ‘alâ âlihi wa shahbihi
wa sallam taslîman katsîran.

ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ | 111


Catatan:

112 | ctÇwâtÇ câtát etÅtw{tÇ

Anda mungkin juga menyukai