Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.B DENGAN


MASALAH KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN DI
RUANG ASOKA
RSUD PROF. Dr. W Z JOHANNES KUPANG

OLEH:

DIENNINGSIH HARYANI BALI

201111020

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA
BANGSA KUPANG
2023
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN RASA AMAN NYAMAN
(NYERI)

2.1 Pengertian Nyeri


Nyeri menurut IASP (Internastional Assosiation for the Study of Pain) adalah pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan atau yang cenderung
merusak jaringan, atau seperti yang dimaksud dengan kata kerusakan jaringan.
Dari definisi tersebut maka nyeri terdiri dari dua komponen utama, yaitu sensorik (fisik) dan
emosional (psikologik). Komponen sensorik merupakan mekanisme neurofisiologi yang
menerjemahkan sinyal nosiseptor menjadi informasi tentang nyeri (durasi, intensitas, lokasi, dan
kualitas rangsangan). Sedangkan komponen emosional adalah komponen yang menentukan berat
ringannya individu merasa tidak nyaman, dapat mengawali kelainan emosi seperti cemas dan
depresi jika menjadi nyeri kronik, serta diperankan oleh rangsangan nosiseptik melalui penggiatan
sistem limbik dan kondisi lingkungan (asal penyakit, hasil pengobatan yang tidak jelas, dan
dukungan sosial/keluarga). Nyeri bersifat sangat subyektif. Terlepas dari ada tidaknya kerusakan
jaringan, nyeri sebaiknya diterima sebagai keluhan yang harus dipercaya.
Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang kompleks berkaitan
dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan dengan trauma jaringan, proses penyakit,
atau fungsi abnormal dari otot atau organ visera. Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif
terhadap cedera jaringan. Reflek protektif (reflek menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan
respon autonom) sering mengikuti nyeri akut. Secara patofisiologi yang mendasari dapat berupa
nyeri nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.
Nyeri kronik didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung sampai melebihi perjalanan suatu
penyakit akut, berjalan terus menerus sampai melebihi waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhan suatu trauma, dan terjadinya secara berulang-ulang dengan interval waktu beberapa
bulan atau beberapa tahun. Banyak klinikus memberi batasan lamanya nyeri 3 atau 6 bulan.
2.2 Etiologi
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik, thermos, elektrik, neoplasma
(jinak dan ganas), peradangan (inflamasi), gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh
darah serta yang terakhir adalah trauma psikologis (Handayani, 2015).
2.3 Faktor yang mempengaruhi respon nyeri:
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis
dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang
dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani
dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri
diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-
laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur 
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri
misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang
harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika
ada nyeri.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
dan bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan
tehnik untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang
sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya
seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi
nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola
koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan (Aziz Alimul, 2014)
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan beberapa hal adalah sebagai berikut : 1. Nyeri berdasarkan
tempatnya Menurut Irman (2007) dalam Handayani (2015) dibagi menjadi :
a. Pheriperal pain Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini termasuk
nyeri pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri dikulit
dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila hanya kulit yang
terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam, meringis, atau seperti terbakar.
b. Deep pain Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam (nyeri
somatik) atau pada organ tubuh visceral. Nyeri somatis mengacu pada nyeri yang berasal dari
otot, tendon, ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit
reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidal jelas.
c. Reffered pain Merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/ struktur
dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda bukan dari daerah
asalnya misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan iskemia jantung atau
serangan jantung
d. Central pain Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi
primer pada sistem saraf pusat seperti spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain. 2.
Nyeri berdasarkan sifatnya Meliala (2007) dalam Handayani (2015) menyebutkan bahwa nyeri
ini digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a. Incidental pain Merupakan nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. Nyeri ini
biasanya sering terjadi pada pasien yang mengalami kanker tulang.
b. Steady pain Merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam jangka waktu
yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan salah satu jenis.
c. Proximal pain Merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut biasanya menetap selama kurang lebih 10-15 menit, lalu menghilang kemudian timbul
lagi. 3. Nyeri berdasarkan ringan beratnya Nyeri ini dibagi ke dalam tiga bagian (Wartonah,
2005 dalam Handayani 2015) sebagai berikut : a. Nyeri ringan Merupakan nyeri yang timbul
dengan intensitas ringan. Nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi
dengan baik.
b. Nyeri sedang Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Nyeri sedang
secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan
mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
c. Nyeri berat Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat. Nyeri berat secara
obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan
alih posisi nafas panjang.
4. Nyeri berdasarkan waktu serangan
a. Nyeri akut Merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi dan penyembuhan.
Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu
individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang dari
6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri
dihilangkan. Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan umumnya dapat
diperkirakan (Asmadi, 2008).
b. Nyeri kronis Merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau lebih.
Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis ini berbeda dengan nyeri akut
dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering mempengaruhi semua aspek kehidupan
penderitanya dan menimbulkan distress, kegalauan emosi dan mengganggu fungsi fisik dan
sosial (Potter & Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).
2.5 Manifestasi Klinis

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN
NYAMAN(NYERI)

Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan
data atau perolehan data yang akurat guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada (Sri Mulya
Ningsih, 2018).

a. Identitas pasien Identitas pasien meliputi, nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, suku, bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medis.

b. Keluhan utama Penjelasan pasien tentang nyeri yang dirasakan.

c. Riwayat kesehatan sekarang Riwayat kesehatan sekarang ditemukan saat pengkajian,


yang diuraikan dari mulai masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian.Pasien
yang mengalami kanker payudara umumnya merasakan atau mengeluh nyeri.

d. Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan dahulu ini berisi tentang pengalaman
penyakit sebelumya, apakah memberi pengaruh pada penyakit yang diderita sekarang dan
apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang
menderita penyakit yang sama seperti pasien, karena penyebab kanker payudara salah satu
faktornya adalah keturunan.

f. Pengkajian nyeri Pengkajian nyeri pada masalah nyeri secara umum mencangkup lima
hal, yaitu pemicu nyeri, kualitas nyeri, lokasi nyeri, intensitas nyeri, dan waktu serangan.
Berikut penjelasan tentang pengkajian nyeri:

P :Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang menimbulkan nyeri dan mempengaruhi gawat
atau ringannya nyeri.

Q :Quality atau kualitas nyeri, misalnya rasa tajam atau tumpul.

R :Region atau lokasi, yaitu perjalanan ke bagian lain.

S :Severity atau keparahan, yaitu intenstias nyeri.

T :Time atau waktu, yaitu jangka waktu serangan dan frekuensi nyeri.

g. Riwayat nyeri Saat mengkaji nyeri, perawat harus memberikan pasien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan cara atau
kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawat memahami makna nyeri
pada pasien, pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, antara lain (Huzaifah,
2017).:

1) Lokasi: untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, perawat bisa memberikan bantuan
dengan gambar tubuh untuk pasien agar bisa menandai bagian tubuh mana yang dirasakan
nyeri.

2) Intensitas nyeri: cara menentukan intensitas nyeri pasien, biasanya paling banyak
menggunkan skala nyeri biasanya dalam rentang 0-5 atau 0-10. Angka ‘0’ menandakan
tidak adanya nyeri dan angka tertinggi adalah nyeri ‘terhebat’ yang dirasakan pasien.

3) Kualitas nyeri: terkadang nyeri yang dirasakan bisa seperti, tertusuktusuk, teriris benda
tajam, di setrum dan rasa terbakar. Perawat dapat mencatat kata-kata yang digunakan pasien
dalam menggambarkan nyerinya.

4) Pola: pola nyeri meliputi, waktu, durasi, dan kekambuhan interval nyeri. Maka, perawat
perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang,
dan kapan nyeri terakhir kali muncul.

5) Faktor presipitasi: terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri. Seperti,
aktivitas berlebih yang mengakibatkan timbulnya nyeri dada, selain itu faktor lingkungan,
suhu lingkungan dapat berpengaruh terhadap nyeri, stersor fisik dan emosional juga dapat
memicu munculnya nyeri.

6) Gejala yang menyertai: nyeri juga bisa menimbulkan gejala yang menyertai, seperti mual,
muntah,dan pusing.

7) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari: dengan mengetahui sejauh mana nyeri


mempengaruhi aktivitas harian pasien akan membantu perawat dalam memahami perspektif
pasien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri, yaitu pola
tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan dan aktivitas diwaktu senggang.

8) Sumber koping: setiap individu memliki strategi koping berbeda beda dalam menghadapi
nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya, atau pengaruh
agama dan budaya.

9) Respon afektif: respon afektif pasien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi,
derajat dan durasi nyeri, dan faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri pasien (Sri Mulya Ningsih,
2018).

h. Pemerikasaan fisik Pemerikasaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan menyeluruh.
1) Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan pada setiap
pemeriksaan.

2) Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit, hiperpigmentasi,
ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan warna dan ada tidaknya edema.

3) Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi pasien, memori,


komprehensi, kognisi dan emosi pasien terutama sebagai akibat dari nyeri.

4) Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi pasien apabila kemungkinan
untuk mendeteksi adanya asimetri. Lakukan palpasi untuk mengetahui area spesifik dari
nyeri.

5) Pemerikasaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu dalam menilai
nyeri terutama untuk menentukan letak dan etiologi nyeri.

2. Diagnosis Keperawatan (SDKI PPNI, 2017)

Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada pasien gangguan kebutuhan rasa nyaman
akibat nyeri yang dirasakan pasien adalah: a. Nyeri akut

1) Definisi Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

2) Penyebab

a) Agen pencedera fisiologis ( mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma ) b) Agen pencedera


kimiawi ( mis. Terbakar, bahan kimia iritan ) c) Agen pencedera fisik ( mis. Abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan )

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif (1) Mengeluh nyeri b) Objektif (1) Tampak meringis (2) Bersikap protektif
( mis. Waspada, posisi menghindari nyeri ) (3) Gelisah (4) Frekuensi nadi meningkat (5)
Sulit tidur

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Objektif (1) Tekanan darah meningkat (2) Pola napas berubah (3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berfikit terganggu (5) Menarik diri (6) Berfokus pada diri sendiri (7) Diaphoresis
b. Ganguan Rasa Nyaman

1) Definisi gangguan rasa nyaman adaalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna
dalam dimensi fisik, psikospiritual, linkungan dan sosial.

2) Penyebab a) Gejala penyakit b) Kurang pengendalian c) Ketidakadekuatan sumber daya


(mis. Dukungan financial, sosial, dan pengetahuan) d) Kurangnya privasi e) Gangguan
stimulus lingkungan f) Efek samping terapi ( mis. Medikasi, radiasi, kemoerapi ) g)
Angguan adaptasi kehamilan

3) Gejala dan Tanda Mayor

a) Subjektif ( mengeluh tidak nyaman) b) Objektif ( gelisah )

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif (1) Mengeluh sulit tidur (2) Tidak mampu rileks (3) Mengeluh
kedinginan/kepanasan (4) Merasa gatal (5) Mengeluh mual (6) Mengeluh lelah b) Objektif
(1) Menunjukkan gejala distress (2) Tampak merintih/menangis (3) Pola eliminasi berubah
(4) Postur tubuh berubah (5) Iritabilitas c. Nyeri Kronis 1) Definisi Pengalaman sensorik
atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan yang
berlangsung lebih dari 3 bulan.

2) Penyebab

a) Kondisi muskulokeletal kronis

b) Kerusakan system saraf

c) Penekanan saraf

d) Infiltrasi tumor

e) Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator, dan reseptor

3) Gejala Dan Tanda Mayor

a) Subjektif

(1) Mengeluh nyeri

(2) Merasa depresi (tertekan)

b) Objketif

(1) Tampak meringis

(2) Gelisah
(3) Tidak mampu menuntaskan aktivitas

4) Gejala Dan Tanda Minor

a) Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)

b) Waspada

c) Pola tidur menyempit

d) Anoreksia

e) Fokus menyempit

3. Rencana Keperawatan (SIKI PPNI, TIM POKJA PPNI, 2017)

Adapun rencana keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan rasa nyaman
(Huzaifah, 2017) antara lain

a. Diagnosis : nyeri akut 1) Luaran utama : tingkat nyeri 2) Luaran tambahan : kontrol nyeri
3) Intervensi utama : a) Manajemen nyeri b) Pemberian analgetik 4) Intervensi tambahan :
a) Terapi Relaksasi b) Aromaterapi c) Dukungan hypnosis diri d) Dukungan pengungkapan
kebutuhan e) Edukasi efek samping obat f) Edukasi manajemen nyeri

g) Edukasi proses penyakit h) Edukasi teknik napas i) Kompres dingin j) Kompres panas k)
Konsultasi l) Latihan pernapasan m) Manajemen efek samping obat n) Manajemen kenyamanan
lingkungan o) Manajemen medikasi p) Manajemen sedasi q) Manajemen terapi radiasi r)
Pemantauan nyeri b. Diagnosis : gangguan rasa nyaman 1) Luaran utama : tingkat nyeri 2) Luaran
tambahan : kontrol nyeri 3) Intervensi utama : a) Manajemen nyeri b) Pengaturan posisi c) Terapi
relaksasi 4) Intervensi tambahan : a) Dukungan hypnosis diri b) Dukungan pengungkapan
kebutuhan c) Dukungan aktivitas/istirahat d) Edukasi efek samping obat e) Edukasi keluarga :
manajemen nyeri f) Edukasi kemoterapi g) Edukasi kesehatan

c.Nyeri kronis 1) Luaran utama : tingkat nyeri 2) Luaran tambahan : kontrol nyeri 3) Intervensi
utama : a) Manajemen nyeri b) Perawatan kenyamanan
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/ terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), ISK baru/ berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria/anuria jika
terjadi hypovolemia berat, urine berkabut, baubusuk infeksi), abdomen keras, adanya ansietas,
bising usus lemah danmenurun, hiperaktif (diare)
1. Makanan/ cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/
karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/ minggu, penggunaan
diuretic (tizaid).
Tanda: Kulit kering/ berisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen, muntah,pembesaran
tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis,
bau buah (napas aseton).
2. Neurosensor
Gejala : Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan otot, paresthesia, gangguan
penglihatan.
Tanda : Disoreintesi, mengamuk, alergi, stupor/ koma (tahap lanjut), gangguan memori, reflek
tendon menurun, kejang.
3. Nyeri/ keamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
4. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulent (tergantung adanya
infeksi/ tidak)
Tanda : Batuk dengan / tanpa sputum purulent (infeksi), frekuensi pernapasan
5. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurunya kekuatan umum/ rentang
gerak, paresthesia/ paralysis otot termasuk otot-otot pernapasaan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam).
a. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada keher, telinga kadang-kadang
berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur/ ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
2. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit
didaerah sekitar ulkus dan gangrene, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernapasan.
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada, pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/ bradikardi, hipertensi/
hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat poliphagi, polidipsi, mual muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, Poliuri, retensio urine,
inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
6. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri,
adanya gangren di ekstremitas.
7. Sistem neurologis
Terjadinya penurunn sensoris, parathesia, anatesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental,
disorientasi.
2.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan bardasarkan SDKI menurut (PPNI, 2016) :
1. Nyeri akut
2. Gangguan integritas kulit/jaringan
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
4. Risiko infeksi
5. Gangguan mobilitas fisik

b. Fokus intervensi berdasarkan SLKI menurut (PPNI, 2018) :


1. Nyeri akut
Tujuan & kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nyeri dapat teratasi dengan
kriteria hasil :

a) Keluhan nyeri berkurang

b) Kemampuan mengontrol nyeri

meningkat Intervensi :

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,kualitas, dan intensitas


nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
d. Fasilitasi istirahat dan tidur
e. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
f. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
g. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan integritas
kulit/jaringan Tujuan & kriteria
hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalahgangguan intregitas kulit
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Integritas kulit/jaringan memabaik
b. Mampu mempertahankan dan melindungi kelembabankulit
c. Tidak ada tambahan luka/lesi dan
perdarahan Intervensi :
a. Indentifikasi penyebab gangguan integritas kulit
b. Monitor karakteristik luka
c. Monitor tanda-tanda infeksi
d. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
e. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
f. Kolaborasi pemberian antibiotik

3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah Tujuan &


Kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kadar glukosa darah stabil
dengan kriteria hasil :
a. Kadar glukosa darah membaik
b. Koordinasi meningkat
c. Tingkat kesadaran
meningkat Intervensi :
a. Monitor kadar glukosa darah
b. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
c. Ajarkan pengelolaan diabetes
d. Kolaborasi pemberian insulin

4. Risiko infeksi
Tujuan & kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah terjadinya


risiko infeksi bisa teratasi dengan kriteria hasil :
a. Keluhan nyeri berkurang
b. Masalah kemerahan pada kulit membaik
c. Keluhan bengkak
membaik Intervensi :
a. Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik

b. Batasi jumlah pengunjung

c. Berikan perawatan kulit pada area edema

d. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

e. Ajarkan cara memeriksa luka


f. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
5. Gangguan mobilitas
fisik Tujuan & kriteria
hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharpakan masalah gangguan
mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Pergerakan ekstermitas menignkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Kelemahan fisik
menurun Intervensi :
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

b) Identifikasi toleransi fisik dalam melakukan pergerakan

c) Fasilitasi dalam melakukan pergerakan

d) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan


pergerakan

e) Anjurkan melakukan mobilisasi dini

f) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan misalduduk di atas tempat tidur
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, S. (2015). Pencegahan Dan Pengendalian Diabetes Melitus MelaluiOlahraga.


Medikora, IX(1). https://doi.org/10.21831/medikora.v0i1.4640

Tjandrawinata. (2016). Patogenesis Diabetes Tipe 2 : Resistensi Insulin danDefisiensi


Insulin. Dexa Medica Group, February, 1–5.
https://www.researchgate.net/publication/292615802%0APatogenesis
Kartikasari, F., Yani, A., & Azidin, Y. (2020). Pengaruh Pelatihan Pengkajian Komprehensif
Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan Perawat MengkajiKebutuhan Klien Di
Puskesmas. Jurnal Keperawatan Suaka Insan (Jksi), 5(1), 79–89.
https://doi.org/10.51143/jksi.v5i1.204
Ip Suiraoka. 2012. Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha MedikaDewi, R.K. 2014.
Diabetes Bukan Untuk Ditakuti. Jakarta: Fmedia
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan IndikatorDiagnostik
(1st ed.). DPP PPNI. http://www.inna-ppni.or.id
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
KriteriaHasil Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI. http://www.inna-ppni.or.id
IDF. 2017. IDF Diabetes Atlas Fifth Edition: Internasional Diabetes Federation.
Restyana, N.R. 2015. Diabetes Mellitus Tipe 2. Artikel. Medical Fakulty.
Lampung University

Anda mungkin juga menyukai