Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirah Allah SWT,karena tanpa rahmat dan
ridhoNYA, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu.
Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada ibu dosen penganpu Bahjatun Nadrati.
Dan tak lupa pula kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita yakni Nabi
Muhammad SAW, yang tela mengeluarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiyah
seperti yang kita rasakan pada saat ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-
teman kami yang sealu setia membantu kami dalam hal pengumpulan data dan pembuatan
makalah ini.

1
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR…………..……………………………………………………….1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..2
BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………………3
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………5
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………...13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………23

2
BAB I
PENDAHULUAN

Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu


exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh
lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan
laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan
oleh sel untuk hidup, berkembang, dan menjalankan fungsinya.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut
homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan
keseimbangan antara substansi-substansi yang ada di milieu interior.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan
mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Selain ginjal,
yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresi
ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.

*
Disampaikan pada “Pelatihan Perawat Ginjal Intensif” di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo
14-13 Juni 2005

Staf Pengajar Bagian Dasar Keperawatan & Keperawatan Dasar FIK-UI

3
BAB II
PEMBAHASAN
a. Komposisi Cairan Tubuh

Telah disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih
kurang 60% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi
antara individu sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita
dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dati total berat badan. Pada bayi dan anak-anak,
prosentase ini relative lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia.
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. Dua pertiga bagian (67%)
dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan sepertiganya (33%) berada
di luar sel (cairan ekstrasel/ CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah
yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan, dan cairan intersisial yang
mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompartmen tersebut,
ada kompartmen lain yang ditempati cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun,
volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur
pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada cairan ekstrasel, sedangkan ion K +
di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya
paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma.
Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier
yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan
intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma.
Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan dan elektrolit
antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu
kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartmen sehingga
terjadi keseimbangan kembali.
b. Perpindahan Substansi Antar Kompartmen
Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka.
Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atan membran tersebut.
Bila substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel
terhadap zat tersebut.

Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeable untuk
substansi tersebut. Membran disebut semipermeabel (permeabel selektif) bila beberapa

4
partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya.

Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif
membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.

a) Difusi

Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung
menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah
sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini
disebut difusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai
dengan hukum Fick (Fick’s law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2. Peningkatan permeabilitas.
3. Peningkatan luas permukaan difusi.
4. Berat molekul substansi.
5. Jarak yang ditempuh untuk difusi

b) Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih
rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang
sama. Hal ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi
tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkat, konsentrasi air akan
menurun.
Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan
larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat yang terlarut, maka
terjadi perpindahan air/ zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang
rendah ke larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti
ini disebut dengan osmosis.
c) Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi
oleh membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan
tekanan, luas permukaan membran, dan permeabilitas membran. Tekanan yang
mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik.
d) Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi
secara pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya
lebih tinggi. Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan
perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K.

5
c. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:


volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin
sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan
garam tersebut.

1. Pengaturan volume cairan ekstrasel


Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri
dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan
ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan
memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk
pengaturan tekanan darah jangka panjang.

Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb.:


a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air Untuk
mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada
keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini
terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh
dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam:
1. External fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar.
1.1. Pemasukan air melalui makanan dan minuman 2200 ml
air metabolisme/oksidasi 300 ml

2500 Ml
1.2. Pengeluaran air melalui insensible loss (paru-paru & kulit) 900 ml
urin 1500 ml
feses 100 ml

2500 ml
1.3. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen,
seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal
b. Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan
sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah

6
seseorang hampir tidak pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi
sehingga sesua

7
c. Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan
sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah
seseorang hampir tidak pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi
sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam
sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan.Kelebihan garam
yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan
keseimbangan garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:
1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal

Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan
mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur
reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+
meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah arteri .

Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau


hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi
oleh sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma.
Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin
sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.

2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel


Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu
larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin
rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara
osmosis dari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi)
ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat
menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut
yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting
dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan
intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan
intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan
perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas
osmotik di kedua kompartmen ini.

Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:


a. Perubahan osmolaritas di nefron
8
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan
osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan
keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus
menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (± 300 mOsm). Dinding
tubulus ansa Henle pars desending sangat permeable terhadap air, sehingga di
bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini
menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara
aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi garam
tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus
koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus
koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga
urin yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal
dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang
osmoreseptor di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron
hypothalamus yang menyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh
hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di
duktus koligen. Ikatan vasopressin dengan resptornya di duktus koligen memicu
terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus
koligen. Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan
ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di duktus koligen menjadi
sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dapat
dipertahankan.
Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus
sehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh
kembali normal.

9
Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh


system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit melali baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotiikus,
osmoreseptor di hypothalamus, dan volumereseptor atau reseptor regang di atrium.
Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami
kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ ADH dengan
meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume
cairan tubuh, maka hormone atripeptin (ANP) akan meningkatkan ekskresi volume
natrium dan air .
Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan. Sebagai
contoh
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit diantaranya
ialah umur, suhu lingkungan, diet, stress, dan penyakit.

1. Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H
bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan
alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara
normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H
dan bikarbonat,
2. katabolisme zat organik,
3. disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam
ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion h dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal
sel, antara lain:

1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf
pusat, sebalikny pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.

2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.

3. mempengaruhi konsentrasi ion K

10
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H
seperti nilai semula dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan
3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:


1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama
untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.

2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.

3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk


perubahan asam karbonat.

4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan


intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika
dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan
pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat terhadap perubahan
kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernapasan,
kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan
ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H
secara lambat dengan mensekresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke
dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan ammonia.

2. Ketidakseimbangan asam-basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi.
Pembentukan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan
konsentrasi ion H.
2. Alkalosis respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat
hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukan ion H
menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru.
Diare akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat, dan asidosis uremia

11
akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar
ion H bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik, terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defisiensi
asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi
karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis.
Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir
bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.
Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi
pernapasan dan ginjal sangat pentin

12
BAB III
KESIMPULAN
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting,
yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.

Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan


mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Selain
ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan
mengekskresi ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.

Asam
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke zat lain
(disebut sebagai donor proton), sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima ion H+
dari zat lain (disebut sebagai akseptor proton). Suatu asam baru dapat melepaskan
proton bila ada basa yang dapat menerima proton yang dilepaskan. Satu contoh asam
adalah asam hidroklorida (HCL), yang berionasi dalam air membentuk ion- ion
hidrogen (H+) dan ion klorida (CL-) demikian juga, asam karbonat (H2CO3) berionisasi

dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat (HCO3-).1


Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat dan terutama
melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan, contohnya adalah HCL. Asam lemah
mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk mendisosiasikan ion-ionnya dan oleh
karena itu kurang kuat melepaskan H+, contohnya adalah H2CO3.1

Basa
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai contoh, ion

bikarbonat (HCO3-), adalah suatu basa karena dia dapat bergabung dengan satu ion
hidrogen untuk membentuk asam karbonat (H2CO3).1 Protein- protein dalam tubuh
juga berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino yang membangun protein 13
dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen. Protein hemoglobin
dalam sel darah merah dan protein dalam sel-sel tubuh yang lain merupakan basa-basa
tubuh yang paling penting.1
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan H+. Oleh
karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh yang khas adalah OH-,
yang bereaksi dengan H+ untuk membentuk air (H2O). Basa lemah yang khas adalah

HCO3- karena HCO3- berikatan dengan H+ secara jauh lebih lemah daripada OH-.1
Kebanyakan asam dan basa dalam cairan ekstraseluler yang berhubungan dengan
pengaturan asam basa normal adalah asam dan basa lemah.

Keseimbangan Asam dan Basa


Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi ion hidrogen
yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang dikeluarkan oleh sel.3
Pada proses kehidupan keseimbangan asam pada tingkat molecular umumnya
berhubungan dengan asam lemah dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi
ion H+ atau ion OH- yang sangat rendah.
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen. Walaupun produksi
akan terus menghasilkan ion hidrogen dalam jumlah sangat banyak, ternyata konsentrasi
ion hidrogen dipertahankan pada kadar rendah pH 7,4.4
Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35 hingga
7.45. Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan asam dan basa agar proses
metabolisme dan fungsi organ dapat berjalan optimal.4
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem organ yakni
paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan ginjal berperan dalam
pelepasan asam.4

Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah4:


1. Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis bila
pH > 7.45
2. CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai
komponen asam. CO2 juga merupakan komponen respiratorik. Nilai
normalnya adalah 40 mmHg.
14
3. HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga
sebagai komponen metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L.
4. Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau
berkurangnya jumlah komponen basa.
5. Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau
berkurangnya jumlah komponen asam.

Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa


Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan
pengaturan ion-ion lain dalam tubuh.5 Sebagai contoh, untuk mencapai homeostatis.
Harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion hidrogen dan pembuangan
ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal memainkan peranan kunci
dalam pengaturan-pengaturan ion hidrogen. Akan tetapi, pengaturan konsentrasi ion
hidrogen cairan ekstraseluler yang tepat melibatkan jauh lebih banyak daripada
eliminasi sederhana ion-ion hidrogen oleh ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme
penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk
mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan ekstraseluler dan
intraseluler.5
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur konsentrasi ion
hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi ion hidrogen ginjal dan
reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion – ion bikarbonat oleh ginjal, yaitu salah satu
komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam berbagai cairan tubuh.5
Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan yang terjadi
pada asidosis dan alkalosis. Konsentrasi ion hidrogen darah secara normal
dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar 0,00004 mEq/liter ( 40
nEq/liter ).6 Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5 mEq/liter, tetapi dalam kondisi
yang ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang bervariasi dari serendah 10 nEq/liter
sampai setinggi 160 nEq/liter tanpa menyebabkan kematian.
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam jumlah
yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen disebutkan dalam skala
logaritma, dengan menggunakan satuan pH. pH berhubungan dengan konsentrasi ion
hidrogen.3
pH normal darah arteri adalah 7,4, sedangkan pH darah vena dan cairan interstetial 15
sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida (CO2) yang dibebaskan dari jaringan
untuk membentuk H2CO3.3 Karena pH normal darah arteri 7,4 seseorang diperkirakan
mengalami asidosis saat pH turun dibawah nilai ini dan mengalami alkolisis saat pH
meningkat diatas 7,4. Batas rendah pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari
beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah sekitar 8,0.3

pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena metabolisme


sel menghasilkan asam, terutama H2CO3.3 Bergantung pada jenis sel, pH cairan
intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia jaringan dan aliran darah
yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan pengumpulan asam dan itu dapat
menurunkan pH intraseluler.
pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam basa
cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat asam adalah
HCl yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik ( sel-sel parietal ) dari mukosa
lambung.

Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa


Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi dari 3
sistem4:
6. Sistem Buffer
Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang dengan segera
bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen
yang berlebihan.4
Sistem buffer ini menetralisir kelebihan ion hidrogen, bersifat temporer dan tidak
melakukan eliminasi. Fungsi utama sistem buffer adalah mencegah perubahan pH yang
disebabkan oleh pengaruh asam fixed dan asam organic pada cairan ekstraseluler.
Sebagai buffer, sistem ini memiliki keterbatasan yaitu4:
a. Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang
disebabkan karena peningkatan CO2.
b. Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali
sistem pernafasan bekerja normal
c. Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada
tersedianya ion bikarbonat.
16
Ada 4 sistem buffer4:
a. Buffer bikarbonat merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama
untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
b. Buffer protein merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
c. Buffer hemoglobin merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam karbonat

d. Buffer fosfat merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan


intrasel.
Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara.
Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka
pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap
perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat
pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan
ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara
lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah
karena memiliki dapar fosfat dan amonia.4
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan ginjal dalam
menunjang kinerja sistem buffer adalah dengan mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi
ion hidrogen dan bikarbonat serta membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia).
Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru
sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan sistem
buffer. Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara
7,35- 7,45.4

7. Sistem Paru
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan karbondioksida, dan
karena itu juga mengendalikan kandungan asam karbonik dari cairan ekstraseluler.3
Paru-paru melakukan hal ini dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap
jumlah karbon dioksida dalam darah. Kenaikan dari tekanan parsial karbondioksida
dalam darah arteri (PaCO2) merupakan stimulan yang kuat untuk respirasi.3 Tentu saja,
tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) juga mempengaruhi
respirasi. Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek yang dihasilkan oleh PaCO2. 17
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat sehingga
menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar (untuk mengurangi kelebihan
asam).4 Pada keadaan alkalosis metabolik, frekuensi pernapasan diturunkan, dan
menyebabkan penahanan karbondioksida (untuk meningkatkan beban asam).

1. Sistem Ginjal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan

anion asam non volatile dan mengganti HCO3-.3 Ginjal mengatur keseimbangan asam
basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme
pemgaturan oleh ginjal ini berperan 3 sistem buffer asam karbonat, buffer fosfat dan
pembentukan ammonia. Ion hidrogen, CO2, dan NH3 diekskresi ke dalam lumen
tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di
basolateral tubulus.3 Pada proses tersebut, asam karbonat dan natrium dilepas kembali
ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus proksimal adalah tempat utama
reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam.
Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion bermuatan negative
pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada kadar yang sangat rendahpun, ion hidrogen
mempunyai efek yang besar pada sistem biologi. Ion hidrogen berinteraksi dengan
berbagai molekul biologis sehingga dapat mempengaruhi struktur protein, fungsi enzim
dan ekstabilitas membrane. Ion hidrogen sangat penting pada fungsi normal tubuh
misalnya sebagai pompa proton mitokondria pada proses fosforilasi oksidatif yang
menghasilkan ATP.4
Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus meneru1s di dalam
tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hidrogen sangat bervariasi tergantung diet,
aktivitas dan status kesehatan. Ion hidrogen di dalam tubuh berasal dari makanan,
minuman, dan proses metabolism tubuh. Di dalam tubuh ion hidrogen terbentuk
sebagai hasil metabolism karbohidrat, protein dan lemak, glikolisis anaerobik atau
ketogenesis.4

Gangguan Keseimbangan Asam Basa


Asidosis Respiratorik

Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan


18
karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau
pernafasan yang lambat.7 Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah
karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida,
pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam
darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih
cepat dan lebih dalam.7
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan
karbondioksida secara adekuat.7 Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang
mempengaruhi paru-paru. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit
dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya
memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan
koma.7 Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau
jika pernafasan sangat terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu
terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan
bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.
Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah dan pengukuran
karbondioksida dari darah arteri.
Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-
paru. Obat-obatan untuk memperbaiki pernafasan bisa diberikan kepada penderita
penyakit paru-paru seperti asma dan emfisema. Pada penderita yang mengalami
gangguan pernafasan yang berat, mungkin perlu diberikan pernafasan buatan dengan
bantuan ventilator mekanik.

banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika
tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat
dan berakhir dengan keadaan koma.
Penyebab asidosis metabolik dapat adalah3:
2. Kelebihan produksi asam.
Pada asidosis diabetik atau asidosis laktak, produksi asam dapat melebihi
kemampuan ginjal untuk absorbsi dan ekskresi H+
3. Kurangnya cadangan dapar
Kehilangan ion HCO3 yang terbuang percuma melalui ginjal atau usus 19
menyebabkan hipokarbonatremia dana asidosis metabolik.
4. Kurangnya ekskresi asam.
Dapat terjadi pada penyakit ginjal kronik dimana ginjal gagal mengekskresikan
asam yang diproduksi secara normal.
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya
penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau
sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini.
Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan
yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila
asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan
kematian.
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH darah
yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah arteri
digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah.
Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida
dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk
membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan
adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali.
Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi
disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang

dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan pengumpulan asam dan itu
dapat menurunkan pH intraseluler.
pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam basa
cairan

Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem
penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.7
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih
cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida.7 Pada akhirnya, ginjal juga berusaha 20
mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih Ekstraseluler.
Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat asam adalah HCl yang
diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik ( sel-sel parietal ) dari mukosa lambung.

dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.7
Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya.7 Sebagai contoh,
diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan membuang bahan
racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk
mengobati overdosis atau keracunan yang berat.
Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan,
yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya. Bila
terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara intravena, tetapi bikarbonat
hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.7

Alkalosis Respiratorik
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena
pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam
darah menjadi rendah.7 Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang
menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran
darah.
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat
menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk,
bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.7
Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi.7 Preparat farmakologi
digunakan sesuai indikasi. Sebagai contoh, bronkodilator membantu menurunkan
spasme bronkhial, dan antibiotik yang digunakan untuk infeksi pernapasan. Tindakan
hygiene pulmonari dilakukan, ketika diperlukan, untuk membersihkan saluran
pernapasan dari mukus dan drainase pluren. Hidrasi yang adekurat di indikasikan untuk
menjaga membran mukosa tetap lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan
sekresi. Oksigen suplemen diberikan bila diperlukan. Ventilasi mekanik, yang
digunakan secara waspada dapat memperbaiki ventilasi pulmonari. Penggunaan
ventilasi mekanik yang tidak bijaksana dapat menyebabkan eksresi karbondioksida yang
demikian cepat sehingga ginjal tidak mampu untuk mengeliminasi kelebihan
biokarbonat dengan cukup cepat untuk 21
mencegah alkalosis dan kejang. Untuk alasan ini, kenaikan PaCO2 harus diturunkan
secara lambat. Membaringkan pasien dalam posisi semifowler memfasilitasi ekspansi
dinding dada.

Alkalosis Metabolik
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa
karena tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan
terlalu banyak asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama
periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang
lambung.
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang
mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu,
alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah
yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan
asam basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
a. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
b. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
c. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
penggunaan kortikosteroid).
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung), otot
berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat,
dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan
(tetani).
Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan elektrolit
(natrium dan kalium). Pada kasus yang berat, diberikan amonium klorida secara
intravena.

22
Daftar Pustaka

1. Sherwood, Lauralee. (2004). Human physiology: From cells to systems. 5th ed.
California: Brooks/ Cole-Thomson Learning, Inc.

2. SIlverthorn, D.U. (2004). Human physiology: An integrated approach. 3rd ed. San
Francisco: Pearson Education.

3. Horne, M. M & Swearingen,P. L. (2000). Keseimbangan cairan, elektrolit, &


Asam Basa. (ed. 2). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Mangku G, Senapathi TGA. Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi.
Jakarta: PT.Indeks 2010
5. Abramowitz M. Acid-Base Balance and Physical Function. Clinical Journal of
the American Society of Nephrology. 2014;9(12):2030-2032.
6. Seifter JL. Integration of acid–base and electrolyte disorders. N Engl J Med.
2014;371(19):1821–1831
7. Hamm L, Nakhoul N, Hering-Smith K. Acid-Base Homeostasis. Clinical
Journal of the American Society of Nephrology. 2015;10(12):2232-2242.
8. Sacks G. The ABC's of Acid-Base Balance. The Journal of Pediatric
Pharmacology and Therapeutics. 2004;9(4):235-242.
9. Hawfield A, DuBose T. Acid-Base Balance Disorders. eLS. 2010;.

23

Anda mungkin juga menyukai