Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HAK DAN KEWAJIBAN PAJAK


Dajukan sebagai

Tugas HUKUM PAJAK

Dosen Pengampu :
Moh. Kholilullah A. Razaq, S.H.,M.H

Disusun oleh kami:

YESA ALFIANA NIM: 2103403031030


MULABILBAIT NIM: 2103403031004
NOVI ROSITA DEWI NIM: 2103403031033
MOH. IKROM THORIQI NIM: 2103403031030

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM JEMBER
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam sejarah pemungutan pajak yang mengalami perubahan dari
masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik
di bidang kenegaraan maupun dibidang social dan ekonomi. Pada
mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya
merupakan pemeberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam
mmelihara kepentingan Negara, seperti menjaga keamanan Negara,
menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain. Bagi
penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura maka ia
diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan demi kepentingan umum
untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun. Orang-orang yang
memiliki status social yang tinggi termasuk orang-orang kaya, dapat
membebaskan diri dari kewajiban melakukan pekerjaan untuk
kepentingan umum dengan cara memebayar uang ganti rugi. Besarnya
pembayaran ganti rugi ini ditetapkan sesuai dengan jumlah uang yang
diperluakan untuk memebayar orang lain untuk menggantikan melakukan
pekerjaan itu, yang seharusnya dilakukan sendiri oleh orang kaya yang
memiliki status social yang tinggi.
Setelah terbentuknya Negara-Negara nasional dan tercapainya
pemisahan antara rumah tangga Negara dan rumah tangga pribadi raja
paakhir abat pertengahan, pajak mendapat tempat yang lebih mantap
diantara berbagai pendapatan Negara. Dengan bertambah luasnya tagas-
tugas Negara, maka dengan sendirinya Negara memerlukan biaya yang
cukup besar. Sehubung dengan itu maka pembayaran pajak yang tadinya
bersifat sukarela berubah menjadi pembayaran yang ditetapakan secara
sepihak oleh Negara dalam bentuk undang-undang dan dapat
dipaksakan.1
Berdasarkan dengan latar belakang diatas yang dimana terdapat
perubahan dalam pembayaran pajak dari sistem, mekanisme hingga tata
cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan. Hal ini untuk
meningkatkan keseimbangan agar hak dan kewajiban dilaksanakan
dengan baik.2
1
Erly Suandy, Hukum Pajak, (Jagakarsa, Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2011), Edisi 5, hlm. 1.
2
Dian Sariyani Siregar, Hak dan Kewajiban Pajak, http://holongmarinacom.blogspot.com/2016/12/v-
behaviorurldefaultvmlo.html?m=1 , 2016, hlm. 1, diakses 03 juni 2023.
1.2. Rumusan Masalah
1. Berdasarkan latar belakang diatas terdapat hukum pajak yang
didalamnya terdapat kedudukan hukum pajak, fungsi dan tata cara dalam
perpajakan.
2. Dan terdapat hak dan kewajiban wajib pajak.

1.3. Tujuan Masalah


1. Mengetahui mengetahui definisi hukum pajak serta kedudukan hukum
pajak hingga fungsi dan tata cara dalam pajak.
2. Mengetahui hak dan kewajiban wajib pajak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hukum Pajak
Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan
rakyat sebagai pembayar pajak.
Yang didalamnya mengatur mengenai:
1. Siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan WP.
2. Objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak.
3. Kewajiban WP terhadap pemerintah.
4. Timbul dan hapusnya utang pajak.
5. Cara penagihan pajak.
6. Cara mengajukan keberatan dan banding.

Hukum pajak juga sering disebut hukum fiscal. Istilah pajak


sering disamakan dengan istilah fiscal, yang berasal dari bahasa latin
fiscal yang berarti kantong uang atau keranjang uang. Istilah fiscal yang
dimaksud sekarang adalah kas Negara. Sedangkn fiscus disamakan
dengan pihak yang mengurus penerimaan Negara atau disebut juga
administrasi pajak.3

Maka dari itu hukum pajak memiliki kedudukan diantara hukum


lainnya.

Hukum Privat HTN

Hukum HAN

Hukum Publik Hukum Pajak

Hukum Pidana

Berdasarkan skema diatas terlihat bahwa hukum dibagi menjadi 2


yaitu hukum privat dan hukum public. Hukum privat adalah hukum
yang mengatur hubungan antara oreng pribadi yang satu dengan yang
lain dan juga hukum privat masih terbagi menjadi hukum perorangan
3
Erly Suandy, Hukum Pajak, (Jagakarsa, Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2011), Edisi 5, hlm. 16.
(personenrecht), hukum keluarga (familirecht), hukum waris dan hukum
harta kekayaan.
Sedangkan hukum public adalah hukum yang mengatur hubungan
antara penguasa dengan warganya. Dan yang termasuk dalam hukum
pubic adalah HTN, HAN, hukum pajak dan hukum pidana. Jadi hukum
pajak merupakan bagian dari hukum public yang mengatur hubungan
antara penguasa sebagai pemungut pajak dengan rakyat yang sebagai
pembayar pajak (wajib pajak).4

2.2. Hak dan Kewajiban


A. Hak Wajib Pajak dan Fiskus
Berikut adalah Hak wajib Pajak yaitu:
1. Hak Atas Kelebihan Pembayaran Pajak
Di mana jika pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata
lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran
pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang
seharusnya terutang, maka WP mempunyai hak untuk mendapatkan
kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat
permohonan diterima secara lengkap. Khusus untuk WP yang masuk
kriteria WP Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat
dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak
permohonan diterima. Pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.
WP dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak melalui dua cara: a) Melalui Surat Pemberitahuan (SPT); atau b)
dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala
KPP. Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran
yang semestinya dilakukan, maka WP berhak menerima bunga 2% per
bulan maksimum 24 bulan.
2. Hak dalam hal dilakukan pemeriksaan Hak yang kedua adalah hak
dalam hal dilakukan pemeriksaan, maka WP berhak:
1) Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.
2) Melihat tanda pengenal pemeriksa.
3) Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.
4) Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.

4
Erly Suandy, Hukum Pajak, (Jagakarsa, Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2011), Edisi 5, hlm. 16-17.
5) Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas
waktu yang ditentukan.
6) Meminta review kepada Kantor Wilayah DJP terkait hasil
pemeriksaan.   
3. Hak untuk mengajukan keberatan, banding atau gugatan, serta
peninjauan kembali
Di mana berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP,
maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat
mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau
nihil. Jika WP tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas
surat ketetapan tersebut. Selanjutya jika belum puas dengan keputusan
keberatan tersebut maka WP dapat mengajukan banding atau gugatan.
Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh WP dalam sengketa pajak
adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA).
4. Hak kerahasiaan WP
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan
kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya
kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan
perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang
perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak,
termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan
undangundang perpajakan. Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain : a)
Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang
dilaporkan oleh Wajib Pajak; b) Data dari pihak ketiga yang bersifat
rahasia; c) Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku. Namun demikian dalam rangka penyidikan,
penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah
lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak
dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
5. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan menunda pembayaran pajak.
6. Hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh
Orang Pribadi.
7. Hak untuk pengurangan PPh
Pasal 25 Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat
mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
8. Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek
pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-
sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana
alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan
dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan
pengurangan atas pajak terutang. Khusus untuk Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke
Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk pengurangan
PBB tidak lagi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor Dinas
Pendapatan Kota/kabupaten setempat.
9. Hak untuk pembebasan pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan Pajak
Penghasilan.
10.Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib
Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN
dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
11.Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai
dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas
penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama
ditanggung oleh pemerintah.
12.Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu
diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP
tertentu yang ibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api,
Pesawat Udara, Kapal Laut, Bukubuku, perlengkapan TNI/POLRI yang
diimpor maupun yang penyerahannya di dalam daerah pabean oleh
Wajib Pajak tertentu. Perusahaan yang melakukan kegiatan dikawasan
tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak
Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku. Dengan
memahami hak dan kewajiban WP, diharapkan setiap WP di Indonesia
tidak ragu lagi untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sekaligus
menikmati hak-haknya.5

Dan selanjutnya hak-hak fiskus sebagai berikut:


1. Hak insentif Prestasi
Petugas pajak atau fiskus dalam menjalankan tugasnya berhak
mendapatakan insentif prestasi atau imbalan prestasi kerja (IPK) atau
tunjangankinerja (tukin) yakni insentif yang diberikan diluar gaji pada
bulan bulan tertentu kepada pegawai DJP dalam rangka
mendorongpeningkatan prestasi, pengabdian dan gairah kerja dalam
melaksanakan tugas sehari-hari. Sementara ini ketentuan gaji masih
mengacu kepada PP No. 30 tahun 2015 mengenai perubahan ketujuh
belas atas PP No. 7 tahun 1977 menegenai peraturan gaji PNS.
2. Hak Jaminan dan Perlindungan Hukum
Dalan UU KUP terdahulu belum mengatur secara terperinci dan
jelas sanksi hukum bagi fiskus sebab fiskus merupakan representasi
Negara, yaitu pihak yang memiliki kewenangan mengatur warga Negara
Indonesia dan warga Negara asing yang menjalankan usaha di
Indonesia. UU perpajakan ketika itu lebih cenderung state friendly
(berpihak kepada negara). Berbeda dengan saat ini, dimana substansi
perundang-undangan perpajakan lebih bersifat business friendly
(berpihak kepada pengusaha WP). Sehingga kondisi ini memunculkan
fenomena baru yakni mendorong keberanian WP untuk melakukan
perlawanan secara hukum kepada fiskus sehingga mengancam
kedudukan hukum (legal standing) fiskus.
Sehingga UU Perpajakan, memosisikan kedudukan hukum fiskus
dan WP adalah setara atau seimbang sesuai dengan kapasitas tugasnya
masing-masing. Baik WP maupun Fiskus, keduanya beresiko
menghadapi sanksi hukum baik sanksi administrasi, perdata maupun
pidana apabila salah satu atau keduanya melakukan perbuatan melawan
hukum baik pelanggaran maupun kejahatan atas UU perpajakan.
5
Dian Sariyani Siregar, Hak dan Kewajiban Pajak, http://holongmarinacom.blogspot.com/2016/12/v-
behaviorurldefaultvmlo.html?m=1 , 2016, hlm. 4-7, diakses 03 juni 2023.
a. Bentuk Jaminan Perlindungan Hukum
Pada prinsipnya, setiap badan atau pejabat termasuk fiskus
selaku pejabat aadministrasi pemerintah dibidang perpajakan tidak
dapat dituntut baik secara pribadi atau jabatan sepanjang perbuatan
dan tindankan hukum yang dilakukannya sesuai dengan dasar
kewenangannya maupun batas-batas kebebasan bertindak (diskresi
terikat) sebagaimana ditentuakan dalam hukum positif yang berlaku
(UU KUP, UU AP dan UU ASN).
b. Pengecualian terhadap Jaminan Perlindungan Hukum
Dalam hukum administrasi, setiap pejabat meaksanakan tugas
dengan iktikad baik dan dilakukan berdasarkan kewenangan
jabatannya tidak dapat dipidana dan tidak boleh dibebani kewajiban
menanggung resiko kerugian. Sebaliknya, terdapat pengecualian
terhadap jaminan perlindungan hukun terhadap fiskus selaku badan
atau pejabat administrasi di bidang perpajakan, yakni bilamana
terdapat penyalah gunaan tugas dan wewenang yang menimbulkan
kerugian Negara, maka bag pejabat dalam pengertian oknum dapat
dikenakan sangsi administrasi, sanksi disiplin pegawai, sanksi
hukum perdata dan pidana secara pribadi (sanksi individual), sesuai
hukum yang berlaku yang berdasarkan ranah hukum (tata Negara,
administrasi Negara, perdata atau hukum pidana) yang menjadi
peraturan dasarnya.6

B. Kewajiban Wajib Pajak dan Fiskus sebagai berikut.


Kewajiban wajib pajak sebagai berikut:
a. Kewajiban Mendaftarkan Diri
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak
mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke KPPatau KP2KP yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (PKP). NPWP adalah nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau
identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP, Wajib

6
M. Farouq, Komplikasi Hukum Administrasi Pajak, (Jakarta: KENCANA, 2021), Jilid 2, hlm. 83-88.
Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP dengan mengisi
formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang
diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui e-
register. Bagi Pengusaha yang telah memiliki NPWP, wajib dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP apabila
telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat untuk dikukuhkan sebagai
PKP adalah pengusaha orang pribadi atau badan tersebut melakukan
penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah
peredaran bruto/penerimaan bruto (omzet) melebihi Rp600.000.000,-
setahun. Pengusaha yang tidak memenuhi persyaratan, dapat juga
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
b. Kewajiban pembayaran pajak
Dalam hal kewajiban pembayaran, ada 4 hal yang mesti
diperhatikan:
1) WP wajib membayar sendiri pajak terutang, meliputi:
pembayaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulan
(PPh Pasal 25) dan pembayaran kekurangan PPh selama
setahun (PPh Pasal 29).
2) WP wajib membayar PPh melalui pemotongan dan
pemungutan oleh pihak lain, meliputi PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15
serta PPh Pasal 26 untuk Wajib Pajak Luar Negeri.
3) WP wajib membayar PPN kepada pihak penjual atau
pemberi jasa ataupun kepada pihak yang ditunjuk
pemerintah.
4) WP wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau melalui
perangkat desa.
Dalam kewajiban pembayaran pajak, juga meliputi kewajiban
untuk membayar atau melunasi utang pajak yang timbul karena
pemeriksaan pajak. Utang pajak akibat hasil pemeriksaan bisa
tercantum dalam:
1. Surat Tagihan Pajak (STP).
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
4. Surat Keputusan Pembetulan.
5. Surat Keputusan Keberatan.
6. Surat Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah.
c. Kewajiban pemungutan/pemotongan pajak
Selain pembayaran yang dilakukan sendiri, terdapat mekanisme
pembayaran lainnya, yaitu dengan mekanisme pemotongan/pemungutan
yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi
penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan
perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk
tersebut adalah bendahara pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya. Apabila WP tergolong sebagai subjek pajak badan
dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungut pajak.
Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal
22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan
PPN dan PPn BM.
d. Kewajiban pelaporan pajak
Pajak yang telah dibayar tersebut wajib dilaporkan. Pelaporan
pajak dapat disampaikan di tempat-tempat berikut:
a. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau Kantor
Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di
lingkungannya.
b. Drop Box.
c. e-Filing.
d. Mobil Pajak atau Pojok Pajak.
WP menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai sarana
pelaporan dan pertanggungjawaban penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang. Selain itu, SPT juga digunakan untuk melaporkan
pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan WP sendiri
maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang
dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan
kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. SPT terdiri
dari 2 (dua) macam, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa.
e. Kewajiban pembukuan/pencatatan
Pembukuan diwajibkan bagi WP Badan dan WP Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dengan
pengecualian apabila omsetnya dalam satu tahun di bawah Rp4,8 milyar.
Sedangkan bagi WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dengan omset di bawah Rp4,8 milyar setahun atau tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, diwajibkan untuk
melakukan pencatatan. Pembukuan dilaksanakan untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut. Sedangkan pencatatan dilaksanakan untuk mengumpulkan data
tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang
bersifat final.
f. Kewajiban dalam hal diperiksa Jika WP diperiksa, maka WP wajib:
a. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai
dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan
Kantor.
b. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen
yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang
dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan
yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang
terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, WP wajib
memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk mengakses
dan/atau mengunduh data yang dikelolah secara elektronik.
c. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran
pemeriksaan.
d. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan
Hasil Pemeriksaan.
e. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan
Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
f. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang
diperlukan.
g. Kewajiban memberi data
Kewajiban terakhir dari WP adalah kewajiban untuk memberi data
dan informasi. Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak
lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang ketentuannya
diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan
UU Nomor 16 Tahun 2009. Data dan informasi dimaksud adalah data
dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan
kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan
yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data
transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan
keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada
instansi lain di luar DJP.7

Kewajiban Administrasi fiskus sebagai berikut:


a) Memberikan pelayanan, bimbingan dan penyuluhan perpajakan
Fiskus dalam menjalankan hak dan kewajibannya selaku pejabat
adaministrasi Negara dibidang perpajakan, mempunyai tugas dan
wewenang yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan (pelaksana tugas UU perpajakan) dan peraturan perundang
undangan terkait administrasi pemerintahan atau hukum TUN.8
b) Menjalankan Kewajiban sesuai dengan Tugas dan Fungsinya
a. Menaati kode etik dan disiplin pegawai
Berdasarkan ketentuan Pasal 36B UU KUP, pegawai DJP wajip
mematuhi kode etik pegawai direktorat jendral pajak, yang selanjutnya
diatur dengan PMK No. 29/PMK.01/2007 tentang pedoman
peningkatan disiplin pegawai negri sipil (PNS) dilingkungan
departemen keuangan, sttd PMK No.71/PMK.01/2007, dan KMK
Nomor 30/KMK.01/2007 tentang reformasi birokrasi departemen
keuangan.
b. Menetapkan dan menagih utang pajak sesuai hukum
Fiskus selaku pejabat administrasi pemerintah dibidang perpajakan
(tax law enforcement) setelah proses penelitian, verifkassi data
konkret ataupun pemeriksaan pajak, berwenang karena jabatannya
(ex-officio) untuk menghitung dan menetapkan kembali jumlah utang
pajak yang sebenarnya dengan menerbitkan SKP (terutama SKPKB
atau SKPKBT) dan STP yang berisi jumlah pajak yang masih dibayar
(pokok + denda) oleh WP.
7
Dian Sariyani Siregar, Hak dan Kewajiban Pajak, http://holongmarinacom.blogspot.com/2016/12/v-
behaviorurldefaultvmlo.html?m=1 , 2016, hlm. 7-11, diakses 03 juni 2023.
8
M. Farouq, Komplikasi Hukum Administrasi Pajak, (Jakarta: KENCANA, 2021), Jilid 2, hlm. 91.
c. Menjaga kerahasiaan data dan informasi WP
Ketentuan tentang kerahasiaan data perpajakan (tax screcy), diatur
dalam pasal 34 KUP, setiap pejabat baik petugas pajak maupun tenaga
ahli (para ahli, seperti ahli bahasa, akuntan dan pengacara) yang
ditunjuk oleh DJP untuk membantu pelaksanaan UU perpajakan
dilarang mengungkapkan kerahasiaan WP yang menyangkut masalah
perpajakan, antara lain:
1. Surat pemberitahuan, laporan keuangan dan lain-lain yang
dilaporkan oleh WP.
2. Data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan.
3. Dokumen dan data yang diperoleh dari pihak ketiga yang
bersifat rahasia.
4. Dokumen dan dokumen rahasia WP yang menurut peraturan
perundang-undangan yang memperlakukannya sebagai
dokumen rahasia. 9

c) Membuat Strategi dan Optimasi Penerimaan Pajak


1. Intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan
Dalam SE-06/PJ.9/2001, ekstensifikasi WP adalah kegiatan yang
berkaitan dengan penambahan jumlah WP terdaftar dalam perluasan
objek pajak dalam adminitrasi DJP. Sementara intesifikasi pajak
adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap
objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam
adminitrasi DJP.
2. Optimalisasi penerimaan pajak (tax ratio)
Sebagai contoh, pada medio tahun 2020, DJP mendatangani MoU
dengan pemda dan ditjen perimbangan keuangan tentang optimalisasi
pemungutan pajak pusat dan daerah di 78 daerah yang tersebar
diseluruh Indonesia yang dilakukan dalam upaya pemerintah untuk
menggenjot penerimaan pajak lewak ekstensifikasi WP.
3. Maksimalisasi tingkat kepatuhan WP (tax compliance ratio)
Memaksimalkan rasio kepatuhan WP dalam membayar pajak
secara sukarela (tax voluentary compliance).10
d) Menyusun Organisai, Birokrasi dan Administrasi Perpajakan

9
M. Farouq, Komplikasi Hukum Administrasi Pajak, (Jakarta: KENCANA, 2021), Jilid 2, hlm. 101-105.
10
Ibid. hlm. 108-112.
Guna melaksanakan dan mewujudkan tujuan reformasi hukum dan
merealisasikan maksud modernisasi adminitrasi perpajakan dibuatlah
aturan yang jelas guna melaksanakan tugas dan fungsi dari pelaksanaan
modernisasi adminitrasi perpajakan.11
e) Membuat Laporan Kinerja dan Realisasi Penerimaan Pajak
1. Melaksanakan tugas dan mencapai target penerimaan pajak
2. Membuat laporan realisasi penerimaan pajak
3. Menghapusbukukan piutang pajak yang tak tertagih
4. Menghadapi pemeriksaan Negara12
f) Menjalin Hubungan dan Melakukan Pengembangan Hukum Pajak
Dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai pejabat
adminitrasi pemerintah dibidang perpajakan, DJP berwenang
mengadakan kerja sama dilapangan hukum public dengan lembaga,
badan dan instansi pemerintahan yang lain atau melakukan perjanjian,
nota kesepahaman dan kesepakatan pihak ketiga dalam lapangan hukum
perdata secara umum maupun dalam lapangan hukum administarsi
Negara khususnya dibidang perpajakan yang dimaksud dalam pasal 20A
UU HPP.13

11
M. Farouq, Komplikasi Hukum Administrasi Pajak, (Jakarta: KENCANA, 2021), Jilid 2, hlm. 115.
12
Ibid. hlm. 132-137.
13
Ibid. hlm. 140.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Farouq, M. 2021. Komplikasi Hukum Administrasi Pajak. Jilid 2. Jakarta:


KENCANA.
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Edisi 5. Jagakarsa, Jakarta Selatan: Salemba
Empat.

Sariyani Siregar, Dian. 2016. Hak dan Kewajiban Pajak,


http://holongmarinacom.blogspot.com/2016/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html?
m=1 . diakses 03 juni 2023.

Anda mungkin juga menyukai