Anda di halaman 1dari 5

1.

Pengertian Contextual Learning


Contextual learning atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pembelajaran
konstektual yang berarti pembelajaran yang memiliki suatu hubungan, maksud, suasana,
konteks, dan keadaan berawal dari penelitian yang dilakukan oleh John Dewey di Amerika
sejak tahun 1916 (Dainuri,2016). Dikemukakan oleh Suryanti dkk (2008), bahwa dalam
penelitiannya, John Dewey memiliki pendapat yang berupa kurikulum baru serta
metodologi pembelajaran yang kemudian mengaitkan proses belajar dengan
pengembangan minat dan juga pengalaman peserta didik. Pembelajaran secara konstektual
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan pengetahuan siswa mengenai lingkungan
tempat belajarnya baik itu di sekolah maupun di rumah (Usman, 2017).
Dalam bukunya yang berjudul Contextual Teaching & Learning (2002), Eleine B.
Johnson mengungkapkan bahwa pembelajaran konstektual merupakan suatu sistem yang
dapat memunculkan rangsangan pada otak agar mampu menyusun pola-pola yang
membentuk suatu makna. Makna yang dimaksud hanya akan terwujud apabila
pembelajaran yang dilakukan dirasa cocok dengan otak penerima, hal ini menghasilkan
adanya muatan akademis dengan konteks yang berasal dari kehidupan sehari-hari siswa.
Blanchard (2001) memiliki pengertian lain mengenai pembelajaran konstektual. Dimana
menurutnya, pembelajaran konstektual merupakan sebuah metode belajar yang dapat
membantu pengajar untuk menghubungkan antara materi yang dibawakannya dengan
kondisi nyata siswa dan kemudian memberikan stimulus terhadap peserta didik untuk
menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dan kemudian menerapkannya dalam
kehidupannya di dunia nyata.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli, dapat diketahui bahwa
pembelajaran konstektual merupakan suatu metode atau konsep belajar yang mengaitkan
antara pengetahuan yang dimiliki peserta didik dengan kehidupannya di dunia nyata dalam
bentuk penerapan-penerapan tertentu. Dengan demikian ilmu yang diperoleh para peserta
didik dapat melekat dengan baik dalam ingatannya dan mereka dapat merasakan sendiri
apa makna dari pengetahuan yang mereka miliki.
Terdapat berbagai macam teori yang melandasi pembelajaran konstektual ini. Berikut
adalah beberapa teori yang mendukung contextual learning menurut Hanafiah dan Suhana
(2009):
a. Knowledge-Based Contructivism, pada teori ini dikatakan bahwa peserta didik
melakukan proses belajar dengan cara mengalami, mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya melalui partisipasi dalam proses pembelajaran bukan hanya
sekedar menghapal materi yang diberikan oleh pendidik.
b. Effort-Based Learning/Incremental Teory Of Intellegance, teori ini menganggap
bahwa komitmen belajar peserta didik akan tercapai apabila peserta didik mau
untuk bekerja keras dalam mencapai tujuan belajarnya.
c. Socialization, pada teori ini belajar diartikan sebagai suatu proses sosial dimana
faktor sosial dan budaya mengambil bagian yang penting dari sistem
pembelajaran.
d. Situated Learning, teori ini menganggap bahwa pengetahuan dan pembelajaran
harus berlangsung secara situasional baik pada fisik maupun sosialnya agar dapat
mencapai tujuan belajar.
e. Distributed Learning, pada teori ini manusia dianggap sebagai bagian integral dari
proses pembelajaran. Dimana dalam proses tersebut harus ada tindakan berbagi
pengetahuan dan pemberian tugas.
Berdasarkan teori yang mendukung pembelajaran konstetual ini dapat diketahui
bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seluruh peserta didik
untuk mengkontruksi atau membangun pengetahuan dalam dirinya dengan bantuan
pendidik melalui usaha yang maksimal, dalam proses ini dipengaruhi oleh adanya faktor
sosial dan budaya yang ada di sekitarnya.
2. Konsep Dasar Contextual Learning
Pada pembelajaran konstektual tentunya memiliki konsep dasar yang menjadi acuan
dalam penggunaannya pada proses belajar mengajar. Berikut merupakan konsep dasar
pembelajaran konstektual menurut Sanjaya (2011):
a. Pembelajaran konstektual menaruh perhatian khusus pada proses keterlibatan
antara pendidik dan peserta didik dalam menemukan materi. Dimana proses
belajar yang nantinya dilakukan oleh pendidik dan peserta didik diorientasikan
pada kehidupan nyata secara langsung. Hal yang dimaksud disini adalah peserta
didik memperoleh pendidikan dari keaktifannya dalam proses belajar bukan
karena pemberian dari pendidik. Apabila peserta didik tidak aktif dalam proses
belajar maka ia tidak akan mencapai hasil yang diinginkan.
b. Pembelajaran konstektual menuntun peserta didik agar mampu menemukan kaitan
antara materi yang dipelajari dengan kondisi di dunia nyata. Dalam hal ini siswa
diharapkan untuk mampu menerima dan mengaitkan pengalaman belajarnya
dengan kondisi kehidupan sosialnya di dunia nyata. Hal ini menjadi penting
karena materi yang dipelajari akan bermakna lebih bagi peserta didik dan dapat
tertanam erat dalam memori dan motivasinya sehingga tidak akan mudah
terlupakan begitu saja.
c. Pembelajaran konstektual meminta siswa agar dapat melakukan penerapan dari
apa yang telah dipelajarinya ke kehidupannya. Dalam hal ini siswa diharapkan
mampu menguasai dan memahami materi yang telah dipelajari dan kemudian
dapat menerapkan pelajaran tersebut dalam kesehariannya. Pembelajaran
konstektual membuat peserta didik harus mampu memahami materi yang
diberikan bukan hanya sekedar tahu untuk kemudian menjadikan materi tersebut
sebagai bekal dalam kehidupannya.
3. Komponen dalam Pembelajaran Konstektual
Pada pembelajaran secara konstektual guru diminta dapat membantu siswa dalam
proses mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupannya di dunia nyata dengan
melibatkan adanya tujuh komponen utama pembelajaran yang meliputi konstruktivisme,
bertanya, menemukan, kelompok belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian autentik.
(Kadir, 2013). Menurut Muslich (2012), tiap-tiap komponen dalam pembelajaran
konstektual diartikan sebagai berikut:
a. Konstruktivisme (constructivism)
Berupa kandasan filosofis dari pendekatan pembelajaran konstektual, dimana ilmu
pengetahuan dibangun oleh manusia (peserta didik) secara bertahap sedikit demi
sedikit melewati suatu proses. Dalam hal ini, tugas guru ialah memberikan
fasilitas pada prosesnya dengan cara
1) Membuat ilmu pengetahuan yang diajarkan memiliki makna dan relevan
terhadap kehidupan peserta didik.
2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan
idenya sendiri selama proses pembelajaran.
3) Menyadarkan siswa untuk melakukan penerapan strategi yang sesuai dengan
diri mereka dalam proses belajar.
b. Bertanya (questioning)
Proses bertanya merupakan suatu cerminan dalam kondisi berpikir, dalam
pembelajaran proses ini dianggap sebagai kegiatan pengajar untuk merangsang,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir peserta didik. Bagi peserta didik,
proses bertanya dalam pembelajaran bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
lebih, mengutarakan hal yang telah diketahui sebelumnya, dan membentuk fokus
terhadap aspek yang belum dimengerti.
c. Menemukan/inkuiri (inquiry)
Inkuiri merupakan salah satu bagian pokok dari kegiatan pembelajaran
konstektual, pada hal ini peserta didik berfokus pada proses pencarian dan
penemuan lewat proses berpikir yang sistematis. Pada proses ini diharapkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa berasal dari hasil penemuan
yang telah dilakukannya bukan dari mengingat fakta.
d. Kelompok belajar (learning community)
Dalam proses pembelajaran konstektual pendidik diharapkan senantiasa
melaksanakannya dengan membentuk siswa menjadi kelompok-kelompok belajar
dengan anggota kelompok yang heterogen.
e. Pemodelan (modeling)
Pada proses pemodelan dalam pembelajaran konstektual yaitu dilakukan dengan
melakukan peragaan suatu objek yang dapat ditiru oleh peserta didik.
f. Refleksi (reflection)
Refkelsi diartikan sebagai proses berpikir mengenai hal yang telah dipelajari atau
berpikir ke belakang mengenai apa saja yang telah dilakukan selama proses
pembelajaran. Aspek penting pada proses ini adalah adanya semangat introspeksi
dan keinginan untuk melakukan perbaikan pada pembelajaran mendatang.
g. Penilaian autentik (authentic assessment)
Penilaian autentik dimaksudkan pada upaya pengumpulan data yang kemudian
dapat memberikan gambaran pada perkembangan belajar milik peserta didik. Data
ini diperoleh dari kegiatan nyata sejenis ujian yang dikerjakan peserta didik pada
saat proses pembelajaran berlangsung.
4. Karakteristik Pembelajaran Konstektual
Pada pembelajaran secara konstektual ini mencakup adanya umpan balik, adanya alat
peraga sebagai sarana penunjang proses pembelajaran, belajar secara berkelompok, ada
model demokrasi, peningkatan pemahaman siswa, evaluasi yang dilakukan berdasarkan
nilai-nilai tugas atau ujian, pembelajaran yang dilakukan telah dibentuk sedemikian rupa
baik waktu maupu tempatnya agar peserta didik maupun pendidik merasa nyaman, dan
informasi atau materi yang diberikan oleh pendidik dapat sesuai dan tersampaikan dengan
baik kepada peserta didik.
Menurut Muslich dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Berbasis Kompetensi
dan Konstektual (2009), pembelajaran konstektual memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Learning in real life setting, pembelajaran konstektual dilakukan dalam konteks
autentik dimana bertujuan pada tercapainya keterampilan dalam kehidupan dunia
nyata.
b. Meaningful learning, dalam proses pembelajaran peserta didik berkesempatan
untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna bagi kehidupannya kedepannya.
c. Learning by doing, proses pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan
pengetahuan melalui pengalaman yang berharga sekaligus bermakna bagi peserta
didik.
d. Learning in a group, dalam proses pembelajaran siswa dibentuk menjadi
kelompok-kelompok kecil untuk melakukan diskusi dan saling melengkapi
kekurangan satu sama lain.
e. Learning to know each other deeply, dengan pembentukan kelompok-kelompok
kecil maka akan tercipta rasa kebersamaan, kerja sama, dan saling memahami
satu sama lain antar peserta didik.
f. Learning to ask, to inquiry, to work together, proses pembelajaran dilaksanakan
secara aktif, produktif, inofatif, dan juga kreatif, serja mementingkan adanye
kerja sama.
g. Learning as an enjoy activity, proses pembelajaran dilakukan dalam kondisi dan
situasi yang menyenangkan.
Dainuri, D. (2016). Implementasi pembelajaran Kontekstual Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam dalam meningkatkan Motivasi Beragama: Studi Multi Kasus di Sman 16
Surabaya dan SMAN 21 Surabaya (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).
Hanafiah, N., & Suhana, C. (2009). Konsep strategi pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Johnson, E. B. (2002). Contextual teaching and learning: What it is and why it's here to stay.
Corwin Press.
Kadir, A. (2013). Konsep pembelajaran kontekstual di sekolah. Dinamika Ilmu: Jurnal
Pendidikan.
Masnur, M. (2007). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sanjaya, W. (2011). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.
Suryanti, D., Sukartiningsih, W., & Yulianto, B. (2008). Model-model pembelajaran
Inovatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Usman, R. (2017). Penggunaan Metode Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III a SD Negeri
02 Kundur. Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 6(2), 397-408.

Anda mungkin juga menyukai