Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Syok Neurogenik
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Syok Neurogenik
A. Pengertian Syok
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti
perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik
selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi
kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya
syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik
syok). (Bruner & Suddarth,2002).
Syok neurogenik merupakan penyakit kegawatdaruratan berupa syok distribuif yang
menyebabkan penurunan tekanan darah , kegagalan perfusi dan hipoksia jaringan. Syok
neurogenik terjadi akibat hilangnya tonus otonom oleh kerusakan medulla spinalis , kondisi
ini umumnya terjadi setela cedera pada system saraf pusat , misalnya cedera medulla spinalis
atau cedera otak traumatic.
Intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat menurut Kenneth dkk (2007):
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. CASE STUDY
Seorang laki-laki usia 50 tahun dibawa ke unit gawat darurat setelah
mengalami insiden kecelakaan. Keluarga mengatakan mobil ATV yang dikendarai
pasien menabrak batu dan pohon hingga mobil tersebut terbalik. Hasil pemeriksaan
menunjukkan klien sadar dan bisa mengikuti perintah, tekanan darah 88/60 mmHg,
frekuensi pernafasan 14x/menit, SpO2 89%. Capilary refill > 2 detik dan suhu 360C.
Pasien tidak dapat menggerakkan kakinya. Hasil X-ray menunjukkan adanya fraktur
di C7.
B. PENATALAKSANAAN/PENGKAJIAN ABCDE
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah
nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler
dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Penatalaksanaan Syok Neurogenik Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan
pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler
dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg). Posisi Trendelenburg.
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi
distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-
otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti
ruptur lien) : Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin
gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat.
5. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat
ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini
pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan
dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang
dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer. Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok
neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk
mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok
yang meragukan. Kesimpulan Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung
dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi
penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit
pertama pasien mengalami syok.
C. Diagnosa Prioritas
1. Ketidakefektifan pola nafas b/d cedera di cervikal C7
Intervensi
a. Posisikan pasien head up.
b. Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak
adanya suara tambahan
c. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi
d. Monitor pernafasan dan status oksigen yang sesuai
e. Monitor suara nafas seperti snoring
Intervensi
a. Monitor TTV
b. Monitor status cairan
c. Tinggikan kepala 0-300 tergantung pada kondisi pasien
d. Catat perubahan pasien dalam merepson stimulus
Intervensi
https://www.academia.edu/19304314/ISI_MAKALAH_SYOK_NEUROGENIK