Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA SYOK NEUROGENIK


PEMBAHASAN

A. Pengertian Syok
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti
perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik
selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi
kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya
syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik
syok). (Bruner & Suddarth,2002).
Syok neurogenik merupakan penyakit kegawatdaruratan berupa syok distribuif yang
menyebabkan penurunan tekanan darah , kegagalan perfusi dan hipoksia jaringan. Syok
neurogenik terjadi akibat hilangnya tonus otonom oleh kerusakan medulla spinalis , kondisi
ini umumnya terjadi setela cedera pada system saraf pusat , misalnya cedera medulla spinalis
atau cedera otak traumatic.

B. Etiologi Syok Neurogenik


1. Trauma medula spinalis.
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

C. Manifestasi Klinis Syok Neurogenik


Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia. bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai
dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan
pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah
cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka
kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Menurut Kenneth dkk (2007) tanda dan gejala syok neurogenik terdapat 2
kategori yang pertama efek dari cardioinhibitory seperti bradiaritmia, dan yang kedua
adalah vasodepresi yang membuat pembuluh darah perifer menjadi dilatasi dan terjadi
hipotensi. Penilaian fisik bisa diliat dengan bradikardi, hipotensi, hipotermia yang
menyebabkan warna kulit menjadi merah, hangat, kulit kering, flaccid paralysis pada
penderita cedera tulang belakang. Tanda tanda ini mungkin akan termasuk tidak ada
vena jugularis (akibat dari vasodilatasi dan sirkulasi darah keperifer menurun),
berkurangnya vena sentral dan arteri kanan tetapi tekanan pada arteri paru meningkat,
ph darah mengarah ke asam, akibat dari perfusi jaringan atau penurunan cardiac output
dan penumpukan karbondioksida, perubahan status mental, dan penurunan suara bising
usus akibat tidak adekuatnya suplai darah ke abdomen karena mengkompensasi dari
syok tersebut.

D. Patofisiologi Syok Neurogenik


Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan
dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan
resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan,
penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan
venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume
intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya,
terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel,
penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel. Pada keadaan ini akan
terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya
cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik
(cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal
berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus,
sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri.
Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang
memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke
pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada
penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter
prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok neurogenik
disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang
mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia.

E. Pemeriksaan Penunjang syok Neurogenik


1. Pemeriksaan Darah
2. Kimia serum, termasuk elektrolit, BUN, dan Kreatinin
3. DPL dan profil koagulasi
4. AGD dan oksimetri nadi
5. Pemeriksaan curah jantung
6. Laktat serum
7. Urinalisis dengan berat jenis, osmolaritas, dan elektrolit urin.
8. Elekrokardiogram (EKG), foto Toraks, Ultrasonografi jantung.
9. Tes fungsi ginjal dan hati.

F. Penatalaksanaan Syok Neurogenik


Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasopressor
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul
ditempat tersebut. Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan
prinsip A(airway) - B(breathing) - C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat diikuti
dengan beberapa tindakan berikut yang dapat membantu untuk menjaga keadaan tetap
baik (life support), diantaranya:
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi
distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot
respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik, agonis alfa yang kontraindikasi bila ada perdarahan seperti
ruptur lien) :
 Dopamin: merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Dan jarang terjadi takikardi.
 Norepinefrin : efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan
darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada
pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal
kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat
menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
 Epinefrin : pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung, sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik.
 Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer. Pasien-pasien yang diketahui/diduga
mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia.
Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat
membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.

Intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat menurut Kenneth dkk (2007):

1. Mengelola jalan nafas


2. Pemantauan urin yang keluar
3. Menilai jika terjadi distensi pada kandung kemih
4. Mengajarkan batuk efektif dan cara nafas yang baik
5. Melakukan perawatan kulit
6. Melakukan ROM
7. Memantau nutrisi yang masuk pada klien
8. Pastikan klien diberikan dukungan psikologi dan pendidikan kesehatan bagi
keluarga pasien.

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. CASE STUDY
Seorang laki-laki usia 50 tahun dibawa ke unit gawat darurat setelah
mengalami insiden kecelakaan. Keluarga mengatakan mobil ATV yang dikendarai
pasien menabrak batu dan pohon hingga mobil tersebut terbalik. Hasil pemeriksaan
menunjukkan klien sadar dan bisa mengikuti perintah, tekanan darah 88/60 mmHg,
frekuensi pernafasan 14x/menit, SpO2 89%. Capilary refill > 2 detik dan suhu 360C.
Pasien tidak dapat menggerakkan kakinya. Hasil X-ray menunjukkan adanya fraktur
di C7.

B. PENATALAKSANAAN/PENGKAJIAN ABCDE
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah
nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler
dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Penatalaksanaan Syok Neurogenik Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan
pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler
dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg). Posisi Trendelenburg.
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi
distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-
otot respirasi. 
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi. 
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti
ruptur lien) : Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin
gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat.
5. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat
ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini
pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan
dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang
dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer. Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok
neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk
mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok
yang meragukan. Kesimpulan Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung
dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi
penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit
pertama pasien mengalami syok.

C. Diagnosa Prioritas
1. Ketidakefektifan pola nafas b/d cedera di cervikal C7
Intervensi
a. Posisikan pasien head up.
b. Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak
adanya suara tambahan
c. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi
d. Monitor pernafasan dan status oksigen yang sesuai
e. Monitor suara nafas seperti snoring

2. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d gangguan transport O2,


gangguan aliran arteri dan vena

Intervensi

a. Monitor TTV
b. Monitor status cairan
c. Tinggikan kepala 0-300 tergantung pada kondisi pasien
d. Catat perubahan pasien dalam merepson stimulus

3. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuscular

Intervensi

a. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi


b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
c. Ajarkan pasien atau keluarga tentang teknik ambulasi
d. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
e. Berikan alat bantu jika pasien memerlukan

https://www.academia.edu/19304314/ISI_MAKALAH_SYOK_NEUROGENIK

Anda mungkin juga menyukai