Anda di halaman 1dari 8

HUKUM LINGKUNGAN

NAMA : DIMAS ARIEF WIDIANTO


NIM : 2220215310034
KELAS :A

SOAL

Analisa bagaimana dampak kebijakan pengelolaan lingkungan (Hukum Lingkungan dan


SDA) dalam kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap masyarakat Adat. Analisa juga
bagaimana situasi akses keadilan oleh masyarakat Adat terhadap kerusakan lingkungan yang
mereka alami.

JAWABAN :

Dampak Kebijakan Pengelolaan Lingkungan :

Kondisi lingkungan yang stabil dengan eksistensi sumber daya alam dan keanekaragaman
ekosistem dari waktu ke waktu sering kali mengalami suksesi, tapi sebaliknya kondisi
lingkungan yang stabil diganggu dengan berbagai aktivitas manusia, akan berpengaruh
terhadap fungsi lingkungan yang mengarah kepada kerusakan dan degradasi lingkungan.
Demikian halnya permasalahan lingkungan dengan kerusakan, menimbulkan biaya
lingkungan untuk memulihkan Kembali fungsi lingkungan dari sumber daya alam yang
eksploitasi. Biaya lingkungan ditanggung oleh perencana sebagai otoritas kebijakan dan jasa
lingkungan dengan tujuan untuk Sustainable development dan menjaga kualitas lingkungan
sesuai dengan daya dukung yang ada. Sebagai contoh beban biaya lingkungan untuk reboisasi
hutan, akan penebangan kayu tanpa kendali, biaya akibat polusi udara dan pencemaran air,
biaya untuk pengolahan limbah. Timbulnya biaya lingkungan memiliki dampak negatif
terhadap ekonomi wilayah

Bila dilihat aspek kontribusi biaya biaya ini lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang
berpenghasilan rendah terutama masyarakat adat yang terkena dampak dari kerusakan
lingkungan tersebut, karena ada dua faktor yaitu (1) kelompok ini banyak kena dampak dari
kerusukan lingkungan yang ada, (2) kelompok ini juga memiliki kemampuan untuk
membiayai pencegahan, dan mengatasi akibat dampak yang ada. Sementara otoritas
perencana yang membuat kebijakan lambat melakukan penanganan dan bahkan pengawasan
terhadap dampak lingkungan tidak berjalan secara maksimal. Ada beberapa biaya kerusakan
lingkungan muncul, karena berbagai permasalahan yaitu :
A. Kualitas sumberdaya air menurun dan penyediaan air bersih
Sumberdaya air yang ada diperut bumi, jika kondisi yang stabil apabila adanya daya
dukung lingkungan yang cukup dan tidak mengalami kerusakan, memiliki supply air
baku yang cukup besar untuk penyediaan konsumsi masyarakat yang ada pada setiap
wilayah. Kualitas air tanah sering mengalami ancaman akibat dari contaminant
limbah industri, dan sumber pencemaran lainnya, Kebijakan dan Strategi Pengelolaan
Lingkungan Secara Terpadu, Kementerian LH, 2001. Penyediaan air bersih sering
mengalami hambatan, karena terbatasnya anggaran penyediaan dan jaringan distribusi
dan pelayanan yang ada. Dan bahkan penduduk yang tinggal dibeberapa kecamatan
belum memiliki jaringan distribusi air bersih, sehingga konsumsi masyarakat
bergantung kepada air tanah (sumur), bak penampungan air hujan dan air sungai.
Buruknya pelayanan air baku untuk konsumsi masyarakat, akan mempengaruhi
kualitas hidup manusia terutama sanitasi lingkungan, timbulnya penyakit dan epidemi
lainnya. Untuk mengolah air baku dari sumberdaya air yang ada sebagai jasa
lingkungan yang
diperuntukan konsumsi masyarakat maupun distribusi jaringan dan pelayanan publik,
memerlukan biaya lingkungan yang besar diinvestasi.
B. Kritis Sumber daya hutan Pemanfaatn sumberdaya hutan oleh manusia, pengusaha
hutan maupun konversi hutan untuk kepentingan investasi pertambangan dan bahan
miniral lainnya akan menguras dan mengancam system ekologis maupun ekosistem
yang mengandung keanekaragaman hutan. Sumberdaya hutan dengan karasteristik
keragaman jenis maupun keanekaragaman hayati, bila dikaji secara holistic
merupakan potensi sumberdaya hutan yang memiliki heterogenitas kehidupan.
Apabila sumberdaya tersebut diekploitasi untuk kepentingan ekonomi, barang dan
jasa lingkungan tanpa dikuti sistim pengelolaan dan pelestarian, akan mempengaruhi
potens sumberdaya. Faktor lain yang menjadi ancaman sumberdaya hutan adalah
tidak memiliki kesadaran masyarakat dengan melakukan penebangan liar dan
kebijakan pemerintah memberikan ijin usaha hutan tanpa melihat topografi dan
bentangan alam maupun ijin pengalihan kawasan hutan lindung yang mengandung
tambang dan bahan miniral dikonversi untuk eksplorasi, secara tidak langsung
mengancam kehidupan plasma nutfah maupun flora dan fauna yang ada. Belum lagi
kerusakan ekosistem hutan mangrove di berbagai kawasan terus meningkat sejalan
dengan alih fungsi hutan mangrove untuk tambak ikan, kawasan Pelabuhan laut,
pengembangan dan peruntukan kawasan perdagangan dan jasa transportasi laut,
pengembangan struktur tata ruang kota yang mengarah kepesisir, maupun penebangan
liar oleh masyarakat untuk bahan bakar kayu Bila dikaji permasalahan lingkungan
yang berhubungan dengan kerusakan sumberdaya hutan, apabila direcafere atau
dipulihkan kembali sesuai dengan daya dukung dan daya tampung, memerlukan biaya
yang diinvestasi kelingkungan tersebut sangat besar. Kerana cakupan kerusakan
sumberdaya hutan dan mengembalikan daya pulih memerlukan waktu yang lama
dengan sistim pelestariannya
C. Limbah Industri, Pertambangan, dan Limbah Rumah Sakit
Pertumbuhan ekonomi disektor industri, pertambangan dan rumah sakit yang ada
disetiap wilayah tidak terlepas dari pemanfaatan sumberdaya ekonomi lingkungan.
Karena disektor ini mengalami pertumbuhan pada skala makro sejalan dengan
kebutuhan ekonomi yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi maupun
kebutuhan manusia disektor kesehatan. Namun didalam perkembangannya efek
samping yang berdampak terhadap lingkungan menimbulkan masalah, terutama
limbah yang dihasilkan, apakah sudah melalui suatu proses pengolahan. Sebab para
perencana dalam
mengekploitasi ekonomi sumberdaya lingkungan mengejar profit dengan
mengabaikan sisa bahan yang tidak terpakai atau limbah. Karena limbah yang
dihasilkan atau bahan kimia yang sudah terpakai mengandung unsur logam, jika tidak
diolah bahan yang mengandung logam tersebut dibuang ke lingkungan Jurnal Ilmiah
agribisnis dan Perikanan dapat menimbulkan pencemaran baik pada lingkungan
perairan, tanah maupun pencemaran air tanah. Limbah yang terkontaminat akan
mempengaruhi kehidupan mahluk hidup dan sekligus menunrunkan kualitas
lingkungan. Jika ditelaah kualitas lingkungan dari pemnafaatan ekonomi lingkungan
untuk proses produksi masih minim terdeteksi dan sifat pengawasan yang kurang.
Karena kesadaran pelaku ekonomi industry terhadap lingkungan masih kurang dan
bahkan mengabaikan karena mengandung cost (biaya). Sebagai contoh kasus yang
terjadi pencemaran teluk kao yang bersumber dari limbah cair tambang emas PT
NHM, dampaknya menurun kualitas air laut dengan kehidupan biota perairan,
terutama menurunnya populasi dan produksi ikan teri yang hidup diperairan
sekitanrnya. Untuk memulihkan Kembali fungsi lingkungan dari pencemaran limbah
ekonomi industri sesuai daya dukung, daya tampung dan daya pulih diri, memerlukan
biaya yang dikembalikan ke jasa lingkungan
Salah satu upayanya untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan seperti hal
diatas adalah dengan pembuatan pengaturan perundang- undangan yang baik yang
dapat menjaga sumber daya alam.Sumberdaya alam bagi berbagai komunitas di
Indonesia bukan hanya memiliki nilai ekonomi tetapi juga makna sosial, budaya dan
politik. Sumberdaya alam berperan penting dalam pembentukan peradaban pada
kehidupan manusia.
Masyarakat Adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam,
kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang
mempertahankan keberlanjutan kehidupan mereka sebagai komunitas adat. Bahkan
keberadaan masyarakat adat pun diakui oleh Undang-undang Dasar Tahun 1995 yaitu
dalam pasal 18 ayat (2) huruf b yang meyatakan bahwa“Negara mengakui dan
menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan Undang Undang

Analis bagaimana situasi akses keadilan oleh masyarakat Adat terhadap


kerusakan lingkungan yang mereka alami
- “Hak-hak masyarakat hukum adat Indonesia diakui keberadaannya oleh
UUD 1945. Termasuk di dalamnya hak mereka untuk memiliki identitas,
melestarikan budayanya dan agamanya serta kepemilikan tanah dan
sumber daya. Kegiatan pertambangan, penebangan hutan dan perkebunan
selayaknya tidak dibarengi penggusuran paksa masyarakat adat,”
- Jaminan konstitusional terhadap MHA merujuk kepada ketentuan
Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan: “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur
dalam Undangundang.” Mengingat ketentuan Pasal 18B UUD 1945
mengenai kesatuan masyarakat hukum adat masih sangat umum, maka
MK melalui Putusan Nomor 31/PUU-V/2007 tentang Pengujian Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual tanggal
18 Juni 2008, memperjelas kriteria masyarakat hukum adat.
Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi, bahwa suatu kesatuan
masyarakat hukum adat dapat dikatakan secara de facto masih hidup
(actual existence), baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang
bersifat fungsional setidak-tidaknya mengandung unsur-unsur;
(1)adanya masyarakat yang warganya memiliki perasaan kelompok
(in-groupfeeling);
(2)adanya pranata pemerintahan adat;
(3)adanya harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; dan
(4)adanya perangkat norma hukum adat; serta
(5)khusus pada kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat
teritorial, harus memiliki unsur adanya wilayah tertentu.
Unsur-unsur dari ketentuan di atas bersifat kumulatif, sehingga jika
salah satu unsur tidak terpenuhi, maka kesatuan masyarakat hukum adat
dinyatakan tidak ada lagi dan tidak dapat dihidupkan kembali.
Pertimbangan hukum Putusan MK tersebut dijadikan pedoman bagi
masyarakat hukum adat manakala hendak mengajukan perkara pengujian
undang-undang ke MK. Dengan demikian Putusan MK Nomor 31/PUU-V/2007 adalah
putusan terkait dengan eksistensi MHA sebagai subjek
hukum. Terkait dengan pengakuan dan perlindungan hak konstitusional MHA,
MK telah memutus beberapa perkara antara lain dalam Putusan Nomor
55/ PUUVIII/2010 dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2004 tentang Perkebunan.
Melalui putusan tersebut, MK membatalkan ketentuan Pasal 21 dan
Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Perkebunan karena
ketentuan dimaksud dianggap menguntungkan perusahaan perkebunan,
dan mengabaikan hak-hak masyarakat lokal dan MHA sebagai pemilik
ulayat atas tanah. Hal yang menarik dalam putusan tersebut adalah salah
satu bagian dari pertimbangan Mahkamah bahwa bertentangan dengan
prinsip pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan-kesatuan MHA
dengan hak-hak tradisionalnya sebagaimana dimaksud Pasal 18B ayat (2)
UUD 1945 pada hal para pemohon tidak mengklasifikasikan diri sebagai
MHA melainkan sebagai perorangan.
Putusan berikutnya adalah Putusan Nomor 3/PUU-VIII/2010
bertanggal 16 Juni 2011 atas Pengujian UU Nomor 27 Tahun 2009
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, MK
membatalkan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan Hak
Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3).
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa HP-3 potensial
mengakibatkan hilangnya hak-hak MHA yang bersifat turun temurun.
Padahal, hak-hak tersebut mempunyai karakteristik tidak dapat
dihilangkan selama MHA itu masih ada. Melalui putusan ini, pengelolaan
wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil tidak boleh lagi
- meninggalkan masyarakat pesisir, khususnya MHA yang sudah sejak
dulu mengelola perairan pesisi.
Penguasaan oleh negara atas bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya harus juga memperhatikan hak-hak yang telah
ada, baik hak individu maupun hak kolektif yang dimiliki MHA (hak
ulayat), hak masyarakat adat serta hak-hak konstitusional lainnya yang
dimiliki oleh masyarakat dan dijamin oleh konstitusi, misalnya hak akses
untuk melintas, hak atas lingkungan yang sehat dan lain-lain Selanjutnya,
penegasan akan perlindungan terhadap MHA juga dapat ditemukan
dalam putusan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan.
Yang pertama, dalam Putusan Nomor 34/ PUU-IX/2011, MK
memutus konstitusional bersyarat Pasal 4 ayat (3) UndangUndang
Kehutanan. Putusan ini mengubah ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU
Kehutanan menjadi: “Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan
MHA, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, hak
masyarakat yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan, serta tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional” Putusan ini menegaskan kembali penghormatan dan
perlindungan terhadap hak-hak tradisional MHA yang telah tertuang
dalam pasal tersebut, ditambah dengan pengakuan akan hak-hak
masyarakat yang diberikan Undang-Undang seperti hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak lain-lain atas tanah. Putusan MK
Nomor 35/PUU-X/2012 tentang pengujian Undang-Undang Kehutanan.
Putusan ini mengubah Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan mengenai definisi
hutan adat. Perubahan tersebut ialah: “Hutan adat adalah hutan negara
yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.”
- MK menegaskan bahwa hutan adat bukan hutan negara. Hutan
berdasarkan statusnya dibedakan menjadi dua yaitu hutan negara dan
hutan hak. Adapun hutan hak dibedakan antara hutan adat (hak ulayat)
dan hutan perseorangan/badan hukum. Atas dasar itu, tidak
dimungkinkan lagi hutan hak berada dalam wilayah hutan negara. Atau
sebaliknya, hutan negara dalam wilayah hutan hak dan hutan hak ulayat
dalam hutan negara. Ketiga status hutan tersebut pada tingkatan tertinggi
seluruhnya dikuasai oleh negara.
Melalui Putusan tersebut, MK mengharuskan pengaturan berbeda
antara hutan negara dan hutan adat. Terhadap hutan negara, negara
memiliki kewenangan penuh dalam peruntukan, pemanfaatan, dan
hubungan hukum di wilayah hutan negara. Sementara untuk hutan adat,
wewenang negara dibatasi sejauh isi wewenang yang tercakup dalam
hutan adat yaitu hak ulayat dalam satu kesatuan wilayah masyarakat
hukum adat. Implikasinya, pemerintah harus mengembalikan dan
mengakui keberadaan hutan adat yang selama ini telah terlanjut ditunjuk
atau ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan hutan.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/ PUU-X/ 2012 yang
menguji UU Kehutanan khususnya ketentuan Pasal 6 angka (1) telah
memberikan kekuatan hukum atas kedudukan pengusaaan tanah adat oleh
MHA sehingga keberadaan dan perlindungan penguasaan tanah MHA
mendapat tempat yang semakin kuat dan dengan Putusan tersebut telah
menjadikan masyarakat adat setidaknya:
1) Pengakuan masyarakat adat sebagai “penyandang hak” (rights-
bearer), dan subjek hukum atas wilayah adatnya. Putusan MK perlu
dimaknai sebagai pemulihan kewarganegaraan masyarakat adat;
2) Setelah Putusan MK atas perkara Nomor 35/PUU-X/2012 itu,
tantangan terbesar saat ini adalah mewujudkan ralat konsep
pembangunan dan ralat kebijakan secara menyeluruh, dan
3) Putusan MK perlu dijadikan rujukan bagi perubahan mendasar
dalam pengelolaan kekayaan alam dan sumber-sumber agraria lainnya.
Oleh karena itu seharusnya pemerintah dalam rangka menindak lanjuti
Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 dalam kaitan dengan pengelolaan
sumber daya mineral dan batubara dengan melaksanakan kewajiban
negara atas hak MHA berarti negara juga melakukan perlindungan
terhadap hak MHA

Pemerintah sebagai penguasa yang sah atas seluruh wilayah Indonesia berkewajiban
untuk memberikan pemenuhan atas rasa keadilan dalam masyarakat. Akses terhadap
keadilan ini berupa penyediaan lembaga peradilan dan penegakkan hukum yang dapat
dijangkau oleh mayrakat. Tapi, pada kenyataannya kemampuan negara untuk
memberikan acces to justice(akses terhadap keadilan)pada masyarakat tidak sebanding
dengn wilayah Indonesia yang begitu luas dan wilayah Indonesia yang begitu luas.Hingga
saat ini, masih sulit bagi pemerintah untuk untuk meberikan acces to justice ini kepada
seluruh masyarakat Indonesia
  Permasalahan acces to justice ini umumnya dilatarbelakngi oleh keterbatasan distribusi
lembaga peradilan di Indonesia. Hal ini terutama dialami di daerah yang masih terpencil
dan jauh dari pusat kota. Dalam masyarakat tradisional (indigineous people) tertentu juga
dapat ditemukan bahwa lembaga peradilan negara tidak memenuhi rasa keadilan dengan
standar mereka. Masyarakat tradisional baik yang sudah berbentuk masyarakat hukum
adat (MHA) ataupun yang belum meiliki status sebagai MHA merupakan penduduk asli
daerah-daerah di Indonesia sering kali mempunyai standar keadilannya sendiri. Standar
keadilan inilah yang sering kali dalam konflik-konflik yang sifatnya internal dalam wilayah
atau komunitas masyarakat tradisional tersebut.
Dalam konstruksi hukum Indonesia masyarakat tradisional yang diakui sebagai subjek
hukum adalah masyarakat tradisional yang sudah mempunyai status sebagai Masyarakat
Hukum Adat. Pengakuan terhadap MHA telah diamanatkan oleh para pembentuk
konstitusi dalam pasal 18 B ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi , Dalam konstruksi
hukum Indonesia masyarakat tradisional yang diakui sebagai subjek hukum adalah
masyarakat tradisional yang sudah mempunyai status sebagai Masyarakat Hukum Adat.
Pengakuan terhadap MHA telah diamanatkan oleh para pembentuk konstitusi dalam
pasal 18 B ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haktradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsipNegara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”
Peradilan Adat merupakan salah satu solusi dalam memberikan Acces to Justice kepada
masyarakat terutama MHA. Peradilan Adat merupakan lembaga organik yang merupakan
kesatuan dari sistem hukum adat. Karena sifatnya yang memang organik lagir dari suatu
sistem adat maka penerimaan atas putusan pengadilan adat akan lebih mudah untuk
diterima oleh MHA karena menggunakan standar nilai yang hidup dalam khazanah lokal.
Hal ini sejalan dengan adagium yang Sicero, “Ubi Societis Ibi Ius”. Dimana ada masyarakat
disitu ada hukum. Adakalanya terjadi hubungan-hubungan diantara para individu yang
akhirnya menyebabkan pelanggaran terhadap hukum adat. Maka dalam keadaan seperti
inilah peradilan adat masuk mengisi ketidakmampuan negara dalam menyediakan acces
to justices negara di wilayah-wilayah masyarakat hukum adat.

Anda mungkin juga menyukai