Anda di halaman 1dari 3

TUGAS HUKUM TRANSAKSI BISNIS

NAMA : ARYO SUSANTO

NIM : 2220215310023

Contoh kasus :

PT. A adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan dan memilki
sebidang tanah yang strategis di dalam kota. Akan tetapi PT.A, tidak memiliki
pengalaman dan modal yang cukup untuk melakukan kegiatan perumahan ( Real
Estate). Selanjutnya PT.A, bekerja sama dengan PT.X sebagai mitra investor untuk
membiyayai pengoprasian pengadaan Komplek Perumahan yyang di lakukan PT.X
dengan system bagi hasil sehingga PT.A, sebagai pemilik Tanah dan PT.X sebagai
pemilik modal bekerja sama dalam suatu kesepakatan untuk menjalankan dan
mengelola secara bersama Usaha Real Estate tersebut.

ANALISIS :

Dari aspek norma hukum yang mengatur, bentuk-bentuk perjanjian kerjasama di atas
tidak di temukan dalam KUH perdata, karena perjanjian tersebut muncul sebagaiakibat
perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Meskipun tidak di temukan dalam KUH
Perdata bukan berarti bentuk-bentuk perjanjian kerjasama tersebut (BOT dan KSO)
menyimpang dari KUHperdatata. Suatu perbuatan hokum yang belum di atur dalam
undang-undang kemudian lahir dann berkembang di masyarakat dan di atur sendiri
oleh masyarakat dalam suatu wadah perjanjian adalah di perbolehkan, meski hal itu
tidak di atur dan juga tidak di larang. Dalam konteks hokum perjanjian perbuatan hokum
tersebut di perbolehkan berdasatkan asas kebebasan berkontrak.

Adapun dapat di jadikan dasar maupun acuan munculnya bentuk-bentuk perjanjian


kerjasama terssebut terdapat dalam pasal 1338 KUH Perdata dengan bersadar pada
asas kebebasan berkontrak dan di mana para pihak di berikan kebebasan untuk
menetukan nama, jenis, bentuk ddan isi yang di buatnya sepanjang perjanjian yang di
buatnya itu tidak bertentangan dengan asas-asas atau prinsip-prinsip hokum yang
berlaku, ketertiban dan kesusilaan.

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang
pada dasarnya boleh membuat kontrak ( perjanjian ) yang berisi macam-macam
apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum.1

1
Prof.R.Subekti,S.H.,Hukum perjanjian, Intermasa, Jakarta,cet VI,1979,P13.
Asas kebebasan berkontrak itu di tuangkan oleh pembentuk undang-undang dalam
pasal 1338 ayat (1) BW. Dalam hokum perdata asas kebebasan berkontrak yang di
anut Bukuu III BW ini merupakan system (materiil) terbuka sebagai lawan system
(materiil) tertutup yang di anut dalam Buku II BW ( Hukum belanda). Bahwa dengan
kebebasan membuat perjanjian tersebut berarti orang dapat menciptakan hak-hak
perorangan yang tidak di attur dalam Buku III BW, tetapi di atur sendiri dalam
perjanjian, sebab perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya ( pasal 1338 ayat (1) BW. Namun kebebasan
berkontrak bukan berarti boleh membuat kontrak ( perjanjian0 secara bebas. Tetapi
kontrak (perjanjian) harus tetap di buat dengan mengindahkan syarat-syarat untuk
sahnya perjanjian , baik syarat umum sebagaimana di sebut pasal 1320 BW maupun
syarat khusus untuk perjanjian- perjanjian tertentu.

Jika melihat syarat sahnya perjanjian sebagaimana di tentukan dalam pasal 1320 KUH
perdata yang memasukan unsur sepakat di dalamnya, maka hal ituu menunjukan
kepada kita bahwa berbicara tentang kesepakatan dalam perjanjian tidak terlepas dari
pembahasan tentang persoalan keabsahan perjanjian itu sendiri. Adanya kesepakatan
tersebut meruupakan salah satu syarat subjektif bagi sahnya suatu perjanjian , di
samping syarat subyektif lainnya.yaitu kecakapan bertindakk atau kewenangan untuk
berbuat. Sebagai konsekuensi syarat subyektif maka apabila kesepakatan tidak
tercapai dalam suatu perjanjian maka perjanjian tersebut dapat di batalkan atau di
mintakan pembatalan oleh salah satu atau kedua belah pihak. 2

Suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak jikka perjanjiann tersebut di
buat secara sah menurut ketentuan yang berlaku.

Pada intinya syarat-syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUH perdata Mencakup
4 Unsur , yaitu :

1. Adanya kesepakatan ( Konsensus ) dari para pihak;


2. Adanya kecakapan untuk membuat perjanjian ;
3. Adanya suatu hal yang di perjanjikan ; dan
4. Adanya suatu sebab yang halal.

Pada doktrin hokum perjanjian unsur pertama dan kedua di sebut syarat subyektif,
sedangkan unsur ketiga dan ke empat di sebut obyektif. Tidak di penuhinya syarat
subyektif/obyektif Dallam suatu perjanjian membawa akibat hokum yang berbeda.
Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif , maka perjanjian tersebut
dapat di mohonkkan pemabatalan (vernietighaarheid), sehingga perjanjian yang pernah
di buat tetap sah sampai adanya pembatalan. Jika tidak di penuhinya syarat-syarat

2
Munir Fuady,Konsep Hukum Perdata , Radjagrafindo Persada, Jakarta,2014,h. 188.
obyektif, maka perjanjian tersebut dengan sendirinya batal demi hokum dan perjanjian
tersebut di anggap tidak pernah ada sama sekali (neitiigbaarheid).

Jadi keabsahan sebuah perjanjian (kontrak) harus di kaitkan dengan pasal –pasal yang
lain dalam KUH perdata, yaitu dalam pasal 1320 KUH perdata mengenai syarat sah
perjanjian, pasal 1335 KUH Perdata yang melarang di buatnya kontrak tanpa causa,
atau di buat berdasarkan suatu kausa yang palsu atau terlarang dengan konsekuensi
tidak mempunyai kekuatan hokum. Selain itu juga di atur dalam pasal 1337 KUH
perdata yang mengatur bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila di larang oleh
undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.

Sehingga perjanjian yang di buat tersebut ( termasuk perjanjian BOT,BOO dan KSO)
adalah tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ,kesusilaan dan
ketertiban umum maka itu di perbolehkan dan akan tetap mendapat perlindungan
hukum.

Anda mungkin juga menyukai