Disusun Oleh :
Adhitya Muhammad F 171321001
Devina Nurapipah 171321007
Endah M Lestari 171321008
Febri Alvianto 171321011
Fiqri Faudzie F 171321012
Muhammad Ziyanul H 171321021
Muhammad Alfian 171321019
Prayoga Yudha P 171321025
Dengan Menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Robbi karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, dengan segala kemudahan-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Etika Pancasila dan Berekspresi Atau
Mengeluarkan Pendapat”. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah
limpah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya
yang senantiasa beriman dan bertaqwa.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kebebasan berpendapat yang sesuai dengan prespektif pancasila?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah kebebasan dari segi etimologi adalah kata sifat berasal dari kata “bebas”,
yang berarti merdeka, tak terkendali. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata
“bebas” mempunyai arti lepas sama sekali, dalam arti tidak terhalang, tidak terganggu,
sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, tiap-tiap anggota dapat mengungkapkan
pendapatnya.
Secara etimologi makna kebebasan, tidak dapat dipastikan artinya. Kata bebas
menggambarkan pada suatu kondisi yang memungkinkan seseorang tidak terikat pada
sesuatu hal yang lain, lepas dari kewajiban atau tuntutan yang lain, murni dilakukan
oleh dirinya sendiri. Seseorang lebih cenderung menyatakan ia “bebas untuk”, daripada
menyatakan ia “bebas dari” sesuatu.
Dalam konteks kebebasan manusia, berarti ketiadapaksaan. Ada beberapa
macam kebebasan dan paksaan, yaitu kebebasan fisik dan kebebasan moral, paksaan
fisik dan paksaan moral. Kebebasan fisik berarti tiadanya paksaan fisik, sedangkan
kebebasan moral adalah ketiadapaksaan moral atau hukum. Ketika seseorang merasa
tertekan pada kondisi psikologisnya ia belum merasakan kebebasannya, karena
kebebasan psikologis adalah ketiadapaksaan psikologis. Suatu paksaan psikologis
dapat berupa kecenderungan kecenderungan yang memaksa seseorang untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tertentu atau sebaliknya membuatnya tidak mungkin
melakukan beberapa kegiatan tertentu.
Dalam bukunya On Liberty (terbit pertama kali tahun 1859), John Stuart Mill
membedakan antara kebebasan bertindak dengan kebebasan sebagai bentuk absennya
koersi (tekanan, paksaan, intimidasi). Kebebasan bertindak merupakan kebutuhan
dasar bagi setiap manusia. Belum bisa disebut manusia, pada saat seseorang tidak
memiliki kebebasan bertindak.
3
2.2. Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat
4
Pasal 4 dijelaskan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di
muka umum adalah Menempatkan Tanggung Jawab sosial, Mewujudkan Iklim
yang kondusif, Mewujudkan Perlindungan Hukum, dan mewujudkan
kebebesan bertanggung jawab.
Pasal 9 ayat 1 menyatakan bahwa pendapat di muka umum dilakukan dengan 4
cara yaitu: Unjuk Rasa, Pawai, Mimbar Bebas, dan Rapat Umum.
Pasal 9 ayat 2 menyatakan bahwa penyampaian pendapat di muka umum
sebagai mana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan di tempat tempat umum
kecuali Di lingkungan Istana Kepresidenan, Tempat Ibadah dan lain lain.
2.4. Prespektif Pancasila
5
BAB III
STUDI KASUS
3.1. Kebebasan Berpendapat Pada Masa Orde Baru Menuju Reformasi Yang
Dilakukan Oleh Aktivis Mahasiswa
Sesuai dengan isi UUD 1945 pasal 28 E nomer tiga, yang berbunyi “Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Bahwa kebebasan berpendapat merupakan suatu hal yang seharusnya menjadi hak
dasar bagi setiap individu. Kebebasan secara umum di masukan dalam konsep dari
filosofi politik dan mengenali kondisi di mana individu memiliki kemampuan untuk
bertindak sesuai dengan keinginannya. Kemerdekaan menyampaikan pendapat
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan,
dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6
tertahan didepan pintu kantor wali kota oleh aparat. Yang perlu diketahui adalah
pada masa itu militer saling ketergantungan dengan pemerintah, pemerintah
membutuhkan pihak militer sebagai tameng, sementara pihak militer membutuhkan
pemerintah untuk menjaga eksistensinya supaya tetap terjaga. Setelah melalui
proses negosiasi yang panjang, mahasiswa diminta kembali kekampus untuk
mundur. Saat mahasiswa mulai mundur diceritakan ada pihak aparat yang
menertawakan dan mengucapkan kata kotor pada mahasiswa sehingga beberapa
mahasiswa terpancing emosi yang kemudian dibarengi penyerangan penembakan
oleh pihak aparat, sehingga mahasiswa bubar dan berhamburan.
Dalam peristiwa ini terdapat empat korban jiwa, yaitu Elang Mulia Lesmana,
Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di
dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala,
tenggorokan, dan dada. Untuk selanjutnya Soharto mengundurkan diri pada tanggal
21 Mei karena tuntutan rakyat yang menginginkan Soeharto lengser, dan adanya
perubahan kearah lebih baik secara drastis dalam bidang sosial, politik, agama, dan
lainnya. Setelah mengundurkan diri, jabatannya diganti oleh wakilnya yaitu BJ
Habibie dan mulai memasuki era reformasi.
Dimasa reformasi, aturan demi aturan mulai dibuat dan disesuaikan dengan
keadaan bangsa yang masih gegap gempita dalam memaknai kebebasan
berpendapat, dibarengi dengan perubahan drastis sistem pemerintahan. Setelah
adanya sistem pemerintahan dari otoriter menjadi demokrasi, dimana sistem
demokrasi ini diselenggarakan oleh rakyat ditujukan oleh rakyat dan untuk rakyat,
sehingga mendukung kebebasan rakyat untuk mengungkapkan pendapatnya. Sistem
pemerintahan seperti ini banyak memberikan rakyat kesempatan untuk berpendapat
dan menyampaikan aspirasi, saran, serta kritik baik secara langsung, melalui
lembaga perwakilan rakyat, surat, dan salah satu media massa yaitu kebebasan pers.
7
Gambar 3.1 Ilustrasi Demonstrasi Mahasiswa
Contoh kasus mengenai kebebasan pers di barat adalah yang terjadi di AS.
Kebebasan pers di Amerika Serikat dan di dunia merosot di titik paling rendah selama
13 tahun terakhir ini. CNN mengabarkan, hal itu diungkap oleh kelompok pemerhati
independen Freedom House. Laporan yang disusun tahun ini, Freedom House
menyebutkan kehidupan pers di AS turun dua poin dari 21 menjadi 23. Di samping
itu, Presiden Donald Trump juga kerap melakukan penghinaan dan pelecehan
terhadap kerja wartawan, sejak masih menjadi calon presiden maupun setelah
menjabat di Gedung Putih. ‘’Tidak seorang presiden AS dalam sejarah yang
melakukan pelecehan dan penghinaan terhadap pers, kecuali Trump di awal
8
pemerintahannya,’’ bunyi laporan itu. Setelah Donald Trump naik beliau melabeli
media-media yang mengkritik kebijakannya dengan menyebut sebagai media hoax.
Beberapa media yang sebelumnya menyatakan dukungan pada Hillary selama masa
pemilihan dan menyatakan bahwa Trump tidak pantas menjadi presiden
mendapatkan wanti-wanti agar lebih berhati-hati. Penebaran kebencian yang
dilakukan oleh Trump selama masa kampanye berlanjut pada media-media yang
hingga kini suka mengkritiknya. Dan hal ini berpotensi adanya perubahan undang-
undang pers di AS. Terjadi kekhawatiran apakah perusahaan tempat mereka bekerja
mampu memberikan perlindungan? Trump yang suka diekspose akan tetap bekerja
dengan pihak media yang kemudian tetap harus berhati-hati dalam membuat berita.
Salah satu pasal yang mengalami perubahan yang kemudian dianggap oleh
masyarakat termasuk beberapa kalangan mahasiswa sebagai benteng bagi pihak elit
terhadap rakyat. Hal ini menjadi ketakutan tersendiri akan tumbuhnya sistem-sistem
semi otoriter yang membatasi kebebasan berpendapat. Pasal 122 huruf K, yang
berbunyi,
9
kepada siapa saja yang dinilai merendahkan kehormatan DPR atau anggota DPR.
Yang kemudian pasal ini digugat oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi
(FKHK), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan dua anak muda yaitu, Zico Leonard
Djagardo Sumanjutak yang masih tercatata sebagai mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Indonesia dan Josua Satria Collins yang sudah menjadi alumni Fakultas
Hukum UI setelah lulus Februari 2018 kemarin, gugatan dalam kasus ini mereka
ajukan ke MK.
Secara tersirat pasal itu juga bertentangan dengan prinsip hukum pidana,
dimana hukum pidana menjadi pilihan utama, menurut Zico dan Joshua. Zico dan
Joshua menyebutkan bahwa tidak perlu takut untuk mengajukan gugatan kepada
MK, karena MK didirikan untuk memenuhi hak warga negara, juga sebagai benteng
terakhir tegaknya hak konstitusi warga negara. Gugatan yang dilakukan oleh mereka
juga dijadikan pembuktian bahwa mahasiswa tidak hanya gemar demonstrasi.
10
Gambar 3.3 Zico dan Joshua (Mahasiswa) yang melakukan gugatan ke MK
11
BAB IV
PEMBAHASAN
12
MASA ORDE BARU
Masuklah ke masa Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (NKK/BKK) dimana organisasi kampus yang dulu bisa dengan
bebas menyampaikan berpendapat di bubarkan dan dibentuk satu organisasi
tersendiri yang mewakili orgaisasi yaitu Resimen Mahasiswa (MENWA) yang
fungsinya untuk mengawasi kegiatan-kegiatan berpendapat dan berekspresi
organisasi kampus. MENWA ini dibentuk sebagai usaha pemerinat untuk
mengontrol dan mengimbangi orgainsasi-orgaisasi besar yang menguasai kampus
seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasionalis
Indonesia (GMNI), dan lain-lain.
Walaupun tidak ada regulasi atau aturan yang melarang mahasiswa untuk
melakukan hak berpendapat dan berekspresinya tetapi dengan pengawasan yang
lebih kuat dan lebih tegas, mahasiswa yang dianggap melanggar atau menyampaikan
ekspresi berpendapatnya secara berlebihan mendapatkan sanksi bukan dari
pemerintah melainkan dari unversitas yaitu DO (drop out), jelas ini adalah salah satu
upaya penekanan hak berekspresi dan berpendapat di kalangan mahasiswa. Tujuan
dari NKKBKK ini sebenarnya adalah untuk menghilangkan semangat politik
mahasiswa diluar kampus, jadi kegiatan mahasiswa yang dilarang hanyalah kegiatan
yang terkait politik di luar kampus termasuk mengkritisi dan memberikan masukan
kepada pemerintah.
13
3. UU subsersif untuk menekan kebebasan
Setelah itu dimulailah pengguanaan pasal subsersif, sebenarnya pasal ini
sudah ada sejak KUHP zaman Belanda hanya saja penggunaannya baru digunakan
saat pemilu pertama masa Orde Baru untuk menekan mereka yang tidak sepakat
dengan kebijakan pemerintah terutama tentang GBHN.
14
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Berdasarkan tujuan negara tersebut apabila diperhatikan sebenarnya 4
tujuan negara Indonesia telah menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Berdasarkan
konsep Negara Hukum rechstaat maupun rule of law, kedua-nya mengakomodir
penegakan Hak Asasi Manusia. Menurut Frederich Julius Stahl yang menganut
konsep negara hukum Rechstaats ada 4 macam unsur;
1. Hak-hak asasi 81 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,
Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 (Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat), (Jakarta: Sekretaris
Jendral MPR RI , 2010), hal.46 56 manusia;
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan;
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.82 Lalu menurut A.V Dicey yang
menganut konsep rule of law
3 Pokok Dalam Negara Hukum
1. Supremacy of Law;
2. Equality before the law;
3. Human Rights (kemerdekaan pribadi, kemerdekaan berdiskusi, kemerdekaan
berserikat).
Secara Historis, Pasal 28
Secara konstitusional tidak dimaksudkan mengakui hak berapat, hak
berkumpul dan kebebasan berpendapat. Norma pokok Pasal 28 adalah perintah
membuat undang-undang tentang hak berapat, hak berkumpul dan kebebasan
berpendapat.83Mengenai penerapan dan wujudnya seperti apa tidak diatur
didalamnya, terserah pembuat undang-undang. Supomo dan Soekarno berkeberatan
memuat hak-hak tersebut dalam UUD, karena merupakan paham individualistic
sedangkan UUD disusun atas dasar paham kekeluargaan, gotong royong, Supomo
82 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik.(Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama,1998), hal. 57-58. 83 Bagir Manan, Membedah UUD 1945,(Malang:UB
Press), hal.16 57 menamakannya sebagai paham integralistik84.
Sedangkan Hatta dan juga Yamin, menganggap perlu mencantumkan
jaminan hak-hak tersebut dalam UUD dengan maksud agar negara tidak menjadi
negara kekuasaan. Sebenarnya Supomo dan Soekarno tidak keberatan terhadap
perlindungan dan jaminan hak asasi, mereka semata-mata kekeberatan untuk
memuat hak-hak tersebut dalam UUD, cukup diatur dalam undang-undang.
Kebebasan berpendapat di Indonesia saat ini menurut tingkat presentase
warga negara dalam mengemukakan pendapatnya dan menurut pada apa yang
15
sekarang ini terlihat bawasanya kebebasan di Indonesia sudah dipandang cukup
tinggi karena saat ini Indonesia merupakan negara yang demokratis dalam segala
bidang. Bahkan saat ini warga negara secara sah dapat mengemukakan apa yang ada
di dalam pikirannya untuk mengkritik setiap kebijakan publik yang di buat oleh
pemerintah beserta lembaga negara sehingga kebijakan tersebut bisa di kontrol
sendiri oleh rakyat apabila kebijakan tersebut tidak sesuai dengan tujuan dari
kebijakan publik tersebut.
Dalam suatu forum yang sedang melakukan musyarah untuk mencapai suatu
kesepakatan bersama,pasti sebelumnya terjadi silang pendapat diantara peserta
musyawarah.Jika kita dihadapkan sebagai seorang ketua atau pemimpin dalam
musyawarah tersebut,yang harus kita lakukan untuk menyikapi silang pendapat
tersebut yaitu dengan menjadi penengah dan mencari solusi yang tepat demi
kepentingan bersama.Dan kita selalu berusaha menjaga perasaan orang
lain,memiliki rasa toleransi yang tinggi,serta dapat menguasai diri dan
mengendalikan emosi dalam situasi apapun.
16
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada sila keempat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan menjelaskan Pancasila sebagai pedoman untuk
mewujudkan negara demokrasi yang berujung pada kesejahteraan dan kemaslahatan
rakyat. Dengan sila yang ke-empat ini, manusia Indonesia sebagai warga negara dan
warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
Dalam menggunakan hak-haknya ia menyadari perlunya selalu memperhatikan dan
mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan rakyat.
Kemerdekaan mengemukakan pendapat adalah hak setiap warga negara.
Namun harus tetap bertanggung jawab sesuai dengan perundang – undangan yang
berlaku. Baik melalui lisan atau melalui tulisan. Kemerdekaan mengemukakan
pendapat merupakan contoh dari beberapa Hak Asasi Manusia (HAM).
5.2. Saran
Maka dari itu kami sebagai penulis sangat berharap sekali bahwa para pembaca
selalu memberikan sebuah kritikan dan saran kepada kami agar kami bisa menjadikan
saran dan kritikan yang diberikan oleh para pembaca ini dijadikan sebagai bahan
evaluasi untuk selanjutnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
http://pls14011.blogspot.co.id/2015/01/makalah-kebebasan-berpendapat-dalam.html?m=1
“Makalah Kebebasan Berpendapat dalam Perspektif Pancasila” tanggal 25 April
2018http://gilalaw.blogspot.nl/2016/02/pancasila-reaktualisasi.html
“Zico dan Josua, Anak Muda Penggugat UU MD3, Dalam Catatan Hakim MK”
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/09/18000421/zico-dan-josua-anak-muda-penggugat-uu-
md3-dalam-catatan-hakim-mk tanggal 25 April 2018
“Zico dan Josua, Dua Anak Muda yang Berani Gugat UU MD3 ke MK”
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/09/09293741/zico-dan-josua-dua-anak-muda-yang-berani-
gugat-uu-md3-ke-mk tanggal 25 April 2018
18
PERTANYAAN DAN JAWABAN
Sesi 1 :
1. Bahwa terdapat RUU terbaru DPR dimana DPR anti kritik atau tidak dapat
dikritik. Bagaimana tanggapan kelompok kalian ?
(Pertanyaan dari Rambo King Suzeta)
Jawaban:
2. Apakah sesuai tema yang dipilih dengan study kasus RUU MD3 dan bagaimana
solusinya?
(Pertanyaan dari Muhammad Ghany)
Jawaban:
3. Apakah ada UU tentang pers yang memihak salah satu pihak (tidak netral)?
(Pertanyaan dari Refin Ahmad Zaki)
Jawaban:
Sesi 2 :
1. Bagaimana cara kita (rakyat kecil) menyampaikan pendapat agar didengar oleh
pemerintah?
(Pertanyaan dari Naufal F)
Jawaban:
19