Anda di halaman 1dari 22

ETIKA PANCASILA DAN KEBEBASAN BEREKSPRESI

ATAU MENGELUARKAN PENDAPAT


(Disusun Utuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Dosen Pembimbing : Ita Susanti, M.H

Disusun Oleh :
Adhitya Muhammad F 171321001
Devina Nurapipah 171321007
Endah M Lestari 171321008
Febri Alvianto 171321011
Fiqri Faudzie F 171321012
Muhammad Ziyanul H 171321021
Muhammad Alfian 171321019
Prayoga Yudha P 171321025

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK LISTRIK


JURUSAN ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Dengan Menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Robbi karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, dengan segala kemudahan-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Etika Pancasila dan Berekspresi Atau
Mengeluarkan Pendapat”. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah
limpah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya
yang senantiasa beriman dan bertaqwa.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan


pancasila pancasila. Dalam proses penyusunan karya tulis ini, kami telah berusaha
seoptimal mungkin agar dapat memperoleh hasil yang sebaik baiknya.

Kami menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.


Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami. Oleh
karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.

Bandung , 19 April 2018


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
2.1. Pengertian Kebebasan ............................................................................................. 3
2.2. Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat ................................................................ 4
2.3. Landasan Hukum Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat ................................... 4
2.4. Prespektif Pancasila................................................................................................. 5
BAB III STUDI KASUS ..................................................................................................... 6
3.1. Kebebasan berpendapat pada masa orde baru menuju reformasi yang dilakukan
oleh aktivis mahasiswa ............................................................................................ 6
3.2. Studi kasus Kebebasan pers di barat ....................................................................... 8
3.3. Contoh kasus melakukan gugatan terhadap pasal UU MD 3 Anti Kritik ............... 9
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................. 12
BAB V PENUTUP ............................................................................................................ 17
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 17
5.2. Saran...................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebebasan mengeluarkan pendapat merupakan salah satu hak asasi yang
dimiliki oleh setiap manusia dan dijamin dalam UUD 1945. Kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin
oleh Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: “Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”, hal ini sejalan dengan ketentuan
Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Upaya membangun
demokrasi yang berkeadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan
adanya suasana yang aman, tertib, dan damai, dan dilaksanakan secara
bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pancasila sebagai pandangan hidup, dasar negara dan pemersatu bangsa
Indonesia yang majemuk sangat menjunjung tinggi kebebasan warga negaranya
untuk bebas mengemukakan pendapatnya.
Kebebasan dalam perspektif pancasila merupakan kebebasan yang terkandung
dalam setiap butir-butir pancasila. Memahami pengertian pancasila, bahwa menurut
tata bahasa Indonesia pancasila berarti Lima Dasar: panca berarti lima, sedangkan
sila berarti dasar kesusilaan.
Kebebasan berpendapat hampir tidak terealisasikan sesuai dengan yang tertera
di Pancasila. Hampir semua kebebasan berpendapat tidak berjalan sesuai
semsestinya. Bagi sebuah negara yang saat ini terus berkembang kebebasan
berpendapat sangat diperlukan agar negara ini terus berkembang menuju negara
yang demokrasi. Pada era kepemimpinan saat ini dengan adanya globalisasi sudah
sepantasnya kebebasan berpendapat dijunjung tinggi.
Masalah pokok yang hendak dikemukakan ialah kenyataan apa yang sudah
dicapai bangsa Indonesia untuk merealisasikan kebebasan berpendapat warga
negaranya dan sejauh mana kebebasan tersebut dijalankan.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kebebasan berpendapat yang sesuai dengan prespektif pancasila?

2. Apakah kebebasan berpendapat yang sesuai dengan pancasila sudah


terealisasikan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kebebasan

Istilah kebebasan dari segi etimologi adalah kata sifat berasal dari kata “bebas”,
yang berarti merdeka, tak terkendali. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata
“bebas” mempunyai arti lepas sama sekali, dalam arti tidak terhalang, tidak terganggu,
sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, tiap-tiap anggota dapat mengungkapkan
pendapatnya.
Secara etimologi makna kebebasan, tidak dapat dipastikan artinya. Kata bebas
menggambarkan pada suatu kondisi yang memungkinkan seseorang tidak terikat pada
sesuatu hal yang lain, lepas dari kewajiban atau tuntutan yang lain, murni dilakukan
oleh dirinya sendiri. Seseorang lebih cenderung menyatakan ia “bebas untuk”, daripada
menyatakan ia “bebas dari” sesuatu.
Dalam konteks kebebasan manusia, berarti ketiadapaksaan. Ada beberapa
macam kebebasan dan paksaan, yaitu kebebasan fisik dan kebebasan moral, paksaan
fisik dan paksaan moral. Kebebasan fisik berarti tiadanya paksaan fisik, sedangkan
kebebasan moral adalah ketiadapaksaan moral atau hukum. Ketika seseorang merasa
tertekan pada kondisi psikologisnya ia belum merasakan kebebasannya, karena
kebebasan psikologis adalah ketiadapaksaan psikologis. Suatu paksaan psikologis
dapat berupa kecenderungan kecenderungan yang memaksa seseorang untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tertentu atau sebaliknya membuatnya tidak mungkin
melakukan beberapa kegiatan tertentu.
Dalam bukunya On Liberty (terbit pertama kali tahun 1859), John Stuart Mill
membedakan antara kebebasan bertindak dengan kebebasan sebagai bentuk absennya
koersi (tekanan, paksaan, intimidasi). Kebebasan bertindak merupakan kebutuhan
dasar bagi setiap manusia. Belum bisa disebut manusia, pada saat seseorang tidak
memiliki kebebasan bertindak.

3
2.2. Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat

Kemerdekaan mengemukakan pendapat adalah hak setiap warga negara.


Namun harus tetap bertanggung jawab sesuai dengan perundang – undangan yang
berlaku. Baik melalui lisan atau melalui tulisan. Kemerdekaan mengemukakan
pendapat merupakan contoh dari beberapa Hak Asasi Manusia (HAM).
Undang-undang yang mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat antara
lain diatur dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Kemerdekaan menyampaikan pendapat
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan
sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2.3. Landasan Hukum Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat

1. Undang Undang Dasar 1945.


Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi: "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang undang" Dan pasal 28 E ayat 3 berbunyi: "Setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
2. Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia dalam Tap MPR No.
XVII/MPR/1998.
Pasal 19 yaitu: "Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat berkumpul
dan mengeluarkan pendapat"
3. Undang Undang No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Pasal 3 ayat 2 sebagai beriktu: "Setiap orang berhak untuk mempunyai,
mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara
lisan dan atau tulisan melalu media cetak maupun media elektronik dengan
memperhatikan nilai nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum,
dan keutuhan bangsa.
4. Undang Undang NO.9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.
Pasal 2 ayat 1 :"Setiap warga negara secara perorangan atau kelompok bebas
menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab
berdemonstrasi dalam kehidupan Bermasyarakat, berbangsa dan bernegara"
Pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa penyampaian pendapat di muka umum
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang Undang.

4
Pasal 4 dijelaskan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di
muka umum adalah Menempatkan Tanggung Jawab sosial, Mewujudkan Iklim
yang kondusif, Mewujudkan Perlindungan Hukum, dan mewujudkan
kebebesan bertanggung jawab.
Pasal 9 ayat 1 menyatakan bahwa pendapat di muka umum dilakukan dengan 4
cara yaitu: Unjuk Rasa, Pawai, Mimbar Bebas, dan Rapat Umum.
Pasal 9 ayat 2 menyatakan bahwa penyampaian pendapat di muka umum
sebagai mana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan di tempat tempat umum
kecuali Di lingkungan Istana Kepresidenan, Tempat Ibadah dan lain lain.
2.4. Prespektif Pancasila

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila merupakan


rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada sila keempat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan menjelaskan Pancasila sebagai pedoman
untuk mewujudkan negara demokrasi yang berujung pada kesejahteraan dan
kemaslahatan rakyat. Dengan sila yang ke-empat ini, manusia Indonesia sebagai
warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama. Dalam menggunakan hak-haknya ia menyadari perlunya
selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan
rakyat.

5
BAB III
STUDI KASUS

3.1. Kebebasan Berpendapat Pada Masa Orde Baru Menuju Reformasi Yang
Dilakukan Oleh Aktivis Mahasiswa

Sesuai dengan isi UUD 1945 pasal 28 E nomer tiga, yang berbunyi “Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Bahwa kebebasan berpendapat merupakan suatu hal yang seharusnya menjadi hak
dasar bagi setiap individu. Kebebasan secara umum di masukan dalam konsep dari
filosofi politik dan mengenali kondisi di mana individu memiliki kemampuan untuk
bertindak sesuai dengan keinginannya. Kemerdekaan menyampaikan pendapat
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan,
dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun, berbeda pada masa orde baru dimana kebebasan berpendapat


menjadi suatu hal yang terlarang, banyak pendapat terbungkam, banyak muncul
tahanan politik karena mengungkapkan kritik terhadap pemerintahan dinilai sebagai
kriminal. Kebebasan berpendapat hampir tidak terealisasikan sesuai dengan yang
tertera dalam Pancasila.

Salah satu kasus mengenai perjuangan memperoleh kebebasan berpendapat


adalah Tragedi Trisakti pada tahun 1998, tepatnya pada tanggal 12 Mei. Latar
belakang kasus ini adalah goyahnya ekonomi Indonesia yang terpengaruh oleh krisis
keuangan Asia sepanjang tahun 1997-1999. Hingga akhirnya mahasiswa
mnemutuskan untuk melakukan aksi demo besar-besaran menuntut Soeharto agar
turun jabatan. Aksi meluapkan pendapat yang selama ini terbungkam diawali
dengan aksi mimbar bebas, penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu
kebangsaan Indonesia dan dilanjutkan dengan lagu mengheningkan cipta sebagai
ungkapan keprihatinan kondisi yang terjadi di Indonesia. Dilanjutkan dengan orasi
orasi, berisi ungkapan-ungkapan dari pihak civitas akademika Universitas Trisakti,
semuanya berjalan lancar hingga pihak aparat hadir di lokasi tersebut dan meminta
mereka untuk menyuarakan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Aksi Long March

6
tertahan didepan pintu kantor wali kota oleh aparat. Yang perlu diketahui adalah
pada masa itu militer saling ketergantungan dengan pemerintah, pemerintah
membutuhkan pihak militer sebagai tameng, sementara pihak militer membutuhkan
pemerintah untuk menjaga eksistensinya supaya tetap terjaga. Setelah melalui
proses negosiasi yang panjang, mahasiswa diminta kembali kekampus untuk
mundur. Saat mahasiswa mulai mundur diceritakan ada pihak aparat yang
menertawakan dan mengucapkan kata kotor pada mahasiswa sehingga beberapa
mahasiswa terpancing emosi yang kemudian dibarengi penyerangan penembakan
oleh pihak aparat, sehingga mahasiswa bubar dan berhamburan.

Dalam peristiwa ini terdapat empat korban jiwa, yaitu Elang Mulia Lesmana,
Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di
dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala,
tenggorokan, dan dada. Untuk selanjutnya Soharto mengundurkan diri pada tanggal
21 Mei karena tuntutan rakyat yang menginginkan Soeharto lengser, dan adanya
perubahan kearah lebih baik secara drastis dalam bidang sosial, politik, agama, dan
lainnya. Setelah mengundurkan diri, jabatannya diganti oleh wakilnya yaitu BJ
Habibie dan mulai memasuki era reformasi.

Dimasa reformasi, aturan demi aturan mulai dibuat dan disesuaikan dengan
keadaan bangsa yang masih gegap gempita dalam memaknai kebebasan
berpendapat, dibarengi dengan perubahan drastis sistem pemerintahan. Setelah
adanya sistem pemerintahan dari otoriter menjadi demokrasi, dimana sistem
demokrasi ini diselenggarakan oleh rakyat ditujukan oleh rakyat dan untuk rakyat,
sehingga mendukung kebebasan rakyat untuk mengungkapkan pendapatnya. Sistem
pemerintahan seperti ini banyak memberikan rakyat kesempatan untuk berpendapat
dan menyampaikan aspirasi, saran, serta kritik baik secara langsung, melalui
lembaga perwakilan rakyat, surat, dan salah satu media massa yaitu kebebasan pers.

7
Gambar 3.1 Ilustrasi Demonstrasi Mahasiswa

3.2. Studi kasus kebebasan pers di barat


Kebebasan Pers dimaksudkan untuk menjamin adanya transaksi informasi
yang bersifat dua arah antara Pemerintah dengan masyarakat. Pers merupakan media
komunikasi yang diharapkan dapat menimbulkan pengetahuan, pengertian,
persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat sehingga demokrasi dapat terlaksana
dengan baik. Kebebasan pers merupakan salah satu indikator pendukung negara
berbasis demokrasi. Kegiatan jurnalistik yang dilakukan; mencari, memperoleh,
mengolah, dan menyampaikan informasi dalam bentuk tulisan tangan, suara, gambar
dengan alat media cetak, dan lainnya.

Contoh kasus mengenai kebebasan pers di barat adalah yang terjadi di AS.
Kebebasan pers di Amerika Serikat dan di dunia merosot di titik paling rendah selama
13 tahun terakhir ini. CNN mengabarkan, hal itu diungkap oleh kelompok pemerhati
independen Freedom House. Laporan yang disusun tahun ini, Freedom House
menyebutkan kehidupan pers di AS turun dua poin dari 21 menjadi 23. Di samping
itu, Presiden Donald Trump juga kerap melakukan penghinaan dan pelecehan
terhadap kerja wartawan, sejak masih menjadi calon presiden maupun setelah
menjabat di Gedung Putih. ‘’Tidak seorang presiden AS dalam sejarah yang
melakukan pelecehan dan penghinaan terhadap pers, kecuali Trump di awal

8
pemerintahannya,’’ bunyi laporan itu. Setelah Donald Trump naik beliau melabeli
media-media yang mengkritik kebijakannya dengan menyebut sebagai media hoax.
Beberapa media yang sebelumnya menyatakan dukungan pada Hillary selama masa
pemilihan dan menyatakan bahwa Trump tidak pantas menjadi presiden
mendapatkan wanti-wanti agar lebih berhati-hati. Penebaran kebencian yang
dilakukan oleh Trump selama masa kampanye berlanjut pada media-media yang
hingga kini suka mengkritiknya. Dan hal ini berpotensi adanya perubahan undang-
undang pers di AS. Terjadi kekhawatiran apakah perusahaan tempat mereka bekerja
mampu memberikan perlindungan? Trump yang suka diekspose akan tetap bekerja
dengan pihak media yang kemudian tetap harus berhati-hati dalam membuat berita.

Gambar 3.2 Presiden Amerika Serikat Donald Trump

3.3. Contoh Kasus Melakukan Gugatan Terhadap Pasal UU MD 3 Anti Kritik

Salah satu pasal yang mengalami perubahan yang kemudian dianggap oleh
masyarakat termasuk beberapa kalangan mahasiswa sebagai benteng bagi pihak elit
terhadap rakyat. Hal ini menjadi ketakutan tersendiri akan tumbuhnya sistem-sistem
semi otoriter yang membatasi kebebasan berpendapat. Pasal 122 huruf K, yang
berbunyi,

“ k. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang


perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan
kehormatan DPR dan anggota DPR; ”
Dimana dalam pasal ini dinyatakan dengan pemberian kewenangan kepada
DPR melalui Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), mengambil langkah hukum

9
kepada siapa saja yang dinilai merendahkan kehormatan DPR atau anggota DPR.
Yang kemudian pasal ini digugat oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi
(FKHK), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan dua anak muda yaitu, Zico Leonard
Djagardo Sumanjutak yang masih tercatata sebagai mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Indonesia dan Josua Satria Collins yang sudah menjadi alumni Fakultas
Hukum UI setelah lulus Februari 2018 kemarin, gugatan dalam kasus ini mereka
ajukan ke MK.

Dalam permohonanya, Zico dan Josua menyampaikan lima poin tuntutan,


yakni pertama, memohon majelis hakim menerima permohonan secara seluruhnya.
Kedua, menyatakan Pasal 122 huruf k UU MD3 bertentangan dengan prinsip
kebebasan mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh Pasal 28, Pasal 28C ayat (2)
dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Ketiga, menyatakan Pasal 122 huruf k UU MD3
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Keempat, meminta majelis hakim
memberikan pemaknaan bila semua guguatan tidak dikabulkan seluruhnya. Kelima,
menyatakan keputusan MK berlaku sejak permohonan uji materi ini diajukan.
Menurut mereka, Zico dan Josua, perubahan dalam pasal tersebut dapat mengekang
aktifitasnya, yaitu kerja mereka sebagai pembuat kajian kritis terhadap persoalan
hukum. Walaupun terkesan subjektif, namun hal ini dinilai dapat mewakili banyak
pihak karena tidak semua pihak berani melakukan aksi gugat-menggugat. Selain itu,
pasal ini dinilai bertentangan dengan pasal 1 ayat 3 terkait negara hukum dan pasal
28d ayat 1 UUD 1945 terkait dengan hak setiap orang atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepeastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum. Pengambilan langkah hukum pada siapa saja yang dinilai merendahkan
kaum elit terkesan “beraksi satu pihak”, karena berarti mereka tidak mau
mendengarkan kritik lain, jika tidak sesuai dengan mereka.

Secara tersirat pasal itu juga bertentangan dengan prinsip hukum pidana,
dimana hukum pidana menjadi pilihan utama, menurut Zico dan Joshua. Zico dan
Joshua menyebutkan bahwa tidak perlu takut untuk mengajukan gugatan kepada
MK, karena MK didirikan untuk memenuhi hak warga negara, juga sebagai benteng
terakhir tegaknya hak konstitusi warga negara. Gugatan yang dilakukan oleh mereka
juga dijadikan pembuktian bahwa mahasiswa tidak hanya gemar demonstrasi.

10
Gambar 3.3 Zico dan Joshua (Mahasiswa) yang melakukan gugatan ke MK

Gambar 3.4 Ilustrasi di Ruang Sidang

11
BAB IV
PEMBAHASAN

Kebebasan dalam perspektif pancasila merupakan kebebasan yang


terkandung dalam setiap butir-butir pancasila. Kemerdekaan Mengemukakan
Pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan,
tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang yang
mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat antara lain diatur dengan Undang-
Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum.
Kebebasan berpendapat di muka umum baik lisan dan tulisan serta
kebebasan untuk berorganisasi merupakan hak setiap warga negara yang harus
diakui, dijamin dan dipenuhi oleh negara. Indonesia sebagai sebuah negara hukum
telah mengatur adanya jaminan terhadap kebebasan untuk berserikat dan berkumpul
serta kebebasan untuk menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan dalam
UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum. Pasal 28 UUD 1945 menyebutkan bahwa kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 9 Tahun 1998 menyebutkan kemerdekaan
menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaik an
pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Negara yang menyatakan diri sebagai negara hukum dan demokrasi, dapat
di ukur dari adanya penegakan, pemenuhan dan pemajuan terhadap hukum dan
HAM dalam lingkungan berbangsa dan bernegara. Saat ini semua negara
menyatakan diri sebagai negara hukum dan demokrasi. Hanya saja sistemnya yang
berbeda-beda. Masing-masing sistem hukum negara memiliki perbedaan, namun
pada dasarnya mempunyai cita-cita yang sama yaitu terselenggaranya sebuah negara
yang demokratis serta menjunjung tinggi hukum, HAM dan demokrasi.
Kebebasan Berpendapat Sepatutnya di jadikan Sebagai Kontrol untuk
mengkritik Kebijakan publik yang tidak sesuai dengan Kebijakan tersebut dan
Penyalahgunaan wewenang oleh aparatur Negara yang menjadikan Kebijakan
sebagai Tameng Kebal terhadap hukum. Sebagai contoh kasus Kebebasan
Perpendapat pada beralihnya rezim orde lama menjadi Orde Baru yang dipimpin
Soeharto. Setelah masuk rezim Orde Baru muncul lagi aturan baru yang menekan
kebebasan berpendapat dan berekspresi yaitu dilarangnya bendera palu arit, lalu
segala aktivitas terkait komunis dilarang dan mereka tidak mendapat tempat di
masyarakat dan pemerintahan.

12
MASA ORDE BARU
Masuklah ke masa Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (NKK/BKK) dimana organisasi kampus yang dulu bisa dengan
bebas menyampaikan berpendapat di bubarkan dan dibentuk satu organisasi
tersendiri yang mewakili orgaisasi yaitu Resimen Mahasiswa (MENWA) yang
fungsinya untuk mengawasi kegiatan-kegiatan berpendapat dan berekspresi
organisasi kampus. MENWA ini dibentuk sebagai usaha pemerinat untuk
mengontrol dan mengimbangi orgainsasi-orgaisasi besar yang menguasai kampus
seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasionalis
Indonesia (GMNI), dan lain-lain.
Walaupun tidak ada regulasi atau aturan yang melarang mahasiswa untuk
melakukan hak berpendapat dan berekspresinya tetapi dengan pengawasan yang
lebih kuat dan lebih tegas, mahasiswa yang dianggap melanggar atau menyampaikan
ekspresi berpendapatnya secara berlebihan mendapatkan sanksi bukan dari
pemerintah melainkan dari unversitas yaitu DO (drop out), jelas ini adalah salah satu
upaya penekanan hak berekspresi dan berpendapat di kalangan mahasiswa. Tujuan
dari NKKBKK ini sebenarnya adalah untuk menghilangkan semangat politik
mahasiswa diluar kampus, jadi kegiatan mahasiswa yang dilarang hanyalah kegiatan
yang terkait politik di luar kampus termasuk mengkritisi dan memberikan masukan
kepada pemerintah.

1. Pembatasan Kebebasan PERS


Lalu masa selanjutkan aja masa dimana pers mendapat tekanan dari
pemerintah yaitu regulasi mengenai Surat Ijin Usaha Penerbitan (SIUP), pemerintah
sangat menekan pers dalam hal menyampaikan informasi dimana segala informasi
sebelum disampaikan kepada masyarakat harus mendapatkan ijin dulu dari dinas
penerangan. SIUP ini tidak hanya mengenai pihak pers saja namun juga mengenai
pihak percetakan dimana buku-buku yang dianggap terlalu mengkritisi pemerintah
secara keras tidak dapat diterbitkan
2. Unit Militer Penekan Kebebasan Berpendapat
unit militer bentukan Orde Baru yang dipimpin oleh Soedomo bernama
Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOPKAMTIB), ini adalah
organisasi superpower milik pemerintah yang komandonya dibawah langsung
Presiden RI. KOPKAMTIB ini memiliki wewenang yang sangat luas termasuk
menghilangkan orang yang bersuara, penculikan aktivis, dan segala sesuatu yang
berkaitan kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat.

13
3. UU subsersif untuk menekan kebebasan
Setelah itu dimulailah pengguanaan pasal subsersif, sebenarnya pasal ini
sudah ada sejak KUHP zaman Belanda hanya saja penggunaannya baru digunakan
saat pemilu pertama masa Orde Baru untuk menekan mereka yang tidak sepakat
dengan kebijakan pemerintah terutama tentang GBHN.

Kebebasan Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara.


Kebebasan berekspresi dan berpendapat ini sangat dibutuhkan dalam segala
aspek kehidupan negara demokrasi. Sebagai contoh dalam bidang keilmuwan,
seorang ilmuwan harus memiliki kebebasan berekspresi dan berpendapat untuk
menyampaikan hasil penelitian yang nantinya akan digunakan untuk kemajuan suatu
bangsa, misalnya saja teknologi. Tanpa adanya kebebasan ini maka suatu negara
tidak dapat berkembang.
Di dalam pemerintahan, kebebaan berkespresi dan berpendapat ini dapat
digunakan sebagai kontrol pemerintah dalam menjalankan kewajibannya. Apabila
kita memperhatikan kebelakang, era dimana kebebasan berekspresi dan berpendapat
ini dikekang oleh pemerintah yaitu era Orde Baru, tidak ada yang dapat mengontrol
pemerintah sehingga negara dapat dengan leluasa melakukan semuanya termasuk
menelanjangi Hak Asasi Manusia. PETRUS, Timor timur, Tanjung Priok,
pembredelan media massa dengan SIUP-nya dan banyak lagi kasus dimana karena
tidak adanya atau dikekangnya kebebasan berpendapat ini membuat negara
semenamena dalam menjalankan fungsinya, karena itu kebebasan berbependapat
dan berekspresi ini sangat dibutuhkan sebagai kontrol terhadap pemerintah oleh
rakyat.
Terutama di dalam sistem demokrasi, kebebasan berekspresi dan
berpendapat adalah syarat utama dalam sistem ini karena kekuasaan terbesar
terdapat di tangan rakyat, maka tanpa adanya kebebasan ini maka tidak ada
demokrasi. Perkembangan kebebasan berpendapat ini memiliki perjalanan yang
cukup panjang di Indonesia, bisa dikatakan kebebasan berpendapat di Indonesia
masih baru karena baru lahir pada tahun 1998.
1. Landasan Filosofis
Indonesia Sebagai Negara Hukum Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara
Indonesia negara hukum”. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang
menegakan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak
ada kekuasaan yang tidak dipertanggung jawabkan.81 Konsekuensi dari negara
hukum yaitu memiliki konstitusi, yang di dalam konstitusi negara Indonesia terdapat
4 tujuan negara yaitu:

14
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Berdasarkan tujuan negara tersebut apabila diperhatikan sebenarnya 4
tujuan negara Indonesia telah menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Berdasarkan
konsep Negara Hukum rechstaat maupun rule of law, kedua-nya mengakomodir
penegakan Hak Asasi Manusia. Menurut Frederich Julius Stahl yang menganut
konsep negara hukum Rechstaats ada 4 macam unsur;
1. Hak-hak asasi 81 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,
Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 (Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat), (Jakarta: Sekretaris
Jendral MPR RI , 2010), hal.46 56 manusia;
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan;
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.82 Lalu menurut A.V Dicey yang
menganut konsep rule of law
3 Pokok Dalam Negara Hukum
1. Supremacy of Law;
2. Equality before the law;
3. Human Rights (kemerdekaan pribadi, kemerdekaan berdiskusi, kemerdekaan
berserikat).
Secara Historis, Pasal 28
Secara konstitusional tidak dimaksudkan mengakui hak berapat, hak
berkumpul dan kebebasan berpendapat. Norma pokok Pasal 28 adalah perintah
membuat undang-undang tentang hak berapat, hak berkumpul dan kebebasan
berpendapat.83Mengenai penerapan dan wujudnya seperti apa tidak diatur
didalamnya, terserah pembuat undang-undang. Supomo dan Soekarno berkeberatan
memuat hak-hak tersebut dalam UUD, karena merupakan paham individualistic
sedangkan UUD disusun atas dasar paham kekeluargaan, gotong royong, Supomo
82 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik.(Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama,1998), hal. 57-58. 83 Bagir Manan, Membedah UUD 1945,(Malang:UB
Press), hal.16 57 menamakannya sebagai paham integralistik84.
Sedangkan Hatta dan juga Yamin, menganggap perlu mencantumkan
jaminan hak-hak tersebut dalam UUD dengan maksud agar negara tidak menjadi
negara kekuasaan. Sebenarnya Supomo dan Soekarno tidak keberatan terhadap
perlindungan dan jaminan hak asasi, mereka semata-mata kekeberatan untuk
memuat hak-hak tersebut dalam UUD, cukup diatur dalam undang-undang.
Kebebasan berpendapat di Indonesia saat ini menurut tingkat presentase
warga negara dalam mengemukakan pendapatnya dan menurut pada apa yang

15
sekarang ini terlihat bawasanya kebebasan di Indonesia sudah dipandang cukup
tinggi karena saat ini Indonesia merupakan negara yang demokratis dalam segala
bidang. Bahkan saat ini warga negara secara sah dapat mengemukakan apa yang ada
di dalam pikirannya untuk mengkritik setiap kebijakan publik yang di buat oleh
pemerintah beserta lembaga negara sehingga kebijakan tersebut bisa di kontrol
sendiri oleh rakyat apabila kebijakan tersebut tidak sesuai dengan tujuan dari
kebijakan publik tersebut.

Namun pada prosesnya kebebasan berpendapat di Indonesia tidak lepas dari


adanya penyalahgunaan kebebasan berpendapat sehingga dapat memicu perpecahan
yang berkepanjangan. Kurangnya kontrol menjadi penyebab penyalah gunaan
kebebebasan dalam berpendapat.Tanpa kontrol yang jelas warga negara akan terlalu
mengangap bahwa semua kebijakan yang tidak menguntungkan dirinya dan
organisasinya akan ditentang dan di anggap kebijakan yang tidak relevan
menggunakan embel embel kebebasan berpendapat.Maka dengan kebebasan yang
melampaui batas tersebut dapat menimbulkan perpecahan di negara ini.Dalam hal
ini berarti kebebasan berpendapat di Indonesia ada sebagian kecil yang sudah
melampaui batas batas dalam mengemukakan pendapatnya.

Setiap orang berhak mengeluarkan pendapat sesuai dengan Undang-Undang


Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28E ayat (3) yang menyatakan “Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”,
yang oleh karena itu setiap suara, aspirasi, pendapat, buah pikiran, dan gagasan yang
dihasilkan oleh setiap warga negara Indonesia perlu dihargai dan dijamin
artikulasinya. Kembali ke rumusan masalah,cara untuk mengeluarkan
pendapat/aspirasi yang berlandaskan pancasila yaitu dengan menanamkan serta
mempraktikkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila.

Dalam suatu forum yang sedang melakukan musyarah untuk mencapai suatu
kesepakatan bersama,pasti sebelumnya terjadi silang pendapat diantara peserta
musyawarah.Jika kita dihadapkan sebagai seorang ketua atau pemimpin dalam
musyawarah tersebut,yang harus kita lakukan untuk menyikapi silang pendapat
tersebut yaitu dengan menjadi penengah dan mencari solusi yang tepat demi
kepentingan bersama.Dan kita selalu berusaha menjaga perasaan orang
lain,memiliki rasa toleransi yang tinggi,serta dapat menguasai diri dan
mengendalikan emosi dalam situasi apapun.

16
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila merupakan


rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada sila keempat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan menjelaskan Pancasila sebagai pedoman untuk
mewujudkan negara demokrasi yang berujung pada kesejahteraan dan kemaslahatan
rakyat. Dengan sila yang ke-empat ini, manusia Indonesia sebagai warga negara dan
warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
Dalam menggunakan hak-haknya ia menyadari perlunya selalu memperhatikan dan
mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan rakyat.
Kemerdekaan mengemukakan pendapat adalah hak setiap warga negara.
Namun harus tetap bertanggung jawab sesuai dengan perundang – undangan yang
berlaku. Baik melalui lisan atau melalui tulisan. Kemerdekaan mengemukakan
pendapat merupakan contoh dari beberapa Hak Asasi Manusia (HAM).

5.2. Saran

Walaupun kami sebagai penulis menginginkan kerapihan dan kesempurnaan


ketika menyusun makalah ini namun pada kenyataannya masih banyak sekali
kekurangan – kekurangan yang perlu diperbaiki oleh kami sebagai penulis. Persoalan
ini dikarenakan masih sangat sedikitnya pengetahuan kami penulis.

Maka dari itu kami sebagai penulis sangat berharap sekali bahwa para pembaca
selalu memberikan sebuah kritikan dan saran kepada kami agar kami bisa menjadikan
saran dan kritikan yang diberikan oleh para pembaca ini dijadikan sebagai bahan
evaluasi untuk selanjutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://pls14011.blogspot.co.id/2015/01/makalah-kebebasan-berpendapat-dalam.html?m=1
“Makalah Kebebasan Berpendapat dalam Perspektif Pancasila” tanggal 25 April
2018http://gilalaw.blogspot.nl/2016/02/pancasila-reaktualisasi.html

“Kronologi Singkat Kasus Trisakti 1998” http://sekitarkita.syaldi.web.id/?p=1037 tanggal 25


April 2018https://www.kompasiana.com/erfankafiluddin/hukum-hanya-berlaku-bagi-
pencuri-kakao-pencuri-pisang-amp-pencuri-semangka-koruptor-dilarang-masuk-
penjara_54ff6372a33311505050fb11
“Tragedi Trisakti” https://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Trisakti tanggal 25 April 2018
“Cerita Dibalik Mundurnya Soeharto”
https://nasional.kompas.com/read/2016/05/21/10100021/Cerita.di.Balik.Mundurnya.Soeharto tanggal
25 April

“Cerita Dibalik Mundurnya Soeharto”


https://nasional.kompas.com/read/2016/05/21/10100021/Cerita.di.Balik.Mundurnya.Soeharto tanggal
25 April

“Kebebasan Was-was Berpendapat di Era Reformasi”


https://www.kompasiana.com/diki_damar/kebebasan-was-was-berpendapat-di-era-
reformasi_587e635bf6927336092fddcf tanggal 25 April 2018

“Kebebasan Pers dan Etika” http://www.jambiekspres.co.id/read/2017/02/12/5656/kebebasan-pers-


dan-etika tanggal 25 April 2018

“Kebebasan Pers di AS Merosot” http://indonesianlantern.com/2017/04/29/kebebasan-pers-di-


amerika-serikat-merosot/ tanggal 25 April 2018

“Kebebasan Pers di AS terancam?” https://www.liputan6.com/global/read/2648784/donald-trump-


presiden-kebebasan-pers-di-as-terancam tanggal 25 April 2018

“Zico dan Josua, Anak Muda Penggugat UU MD3, Dalam Catatan Hakim MK”
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/09/18000421/zico-dan-josua-anak-muda-penggugat-uu-
md3-dalam-catatan-hakim-mk tanggal 25 April 2018

dari “Alasan Dua Anak Muda Menggugat UU MD3”


https://nasional.kompas.com/read/2018/03/09/14515771/alasan-dua-anak-muda-ini-menggugat-uu-
md3-ke-mk tanggal 25 April 2018

“Zico dan Josua, Dua Anak Muda yang Berani Gugat UU MD3 ke MK”
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/09/09293741/zico-dan-josua-dua-anak-muda-yang-berani-
gugat-uu-md3-ke-mk tanggal 25 April 2018

18
PERTANYAAN DAN JAWABAN

Sesi 1 :

1. Bahwa terdapat RUU terbaru DPR dimana DPR anti kritik atau tidak dapat
dikritik. Bagaimana tanggapan kelompok kalian ?
(Pertanyaan dari Rambo King Suzeta)
Jawaban:

2. Apakah sesuai tema yang dipilih dengan study kasus RUU MD3 dan bagaimana
solusinya?
(Pertanyaan dari Muhammad Ghany)
Jawaban:

3. Apakah ada UU tentang pers yang memihak salah satu pihak (tidak netral)?
(Pertanyaan dari Refin Ahmad Zaki)
Jawaban:

Sesi 2 :

1. Bagaimana cara kita (rakyat kecil) menyampaikan pendapat agar didengar oleh
pemerintah?
(Pertanyaan dari Naufal F)
Jawaban:

2. Bagaimana langkah konkrit untuk mendapatkan hak berpendapat?


(Pertanyaan dari Fadhil Muhammad)
Jawaban:

19

Anda mungkin juga menyukai