Anda di halaman 1dari 43

AGAMA SEBAGAI SUMBER MORAL DAN AKHLAK MULIA

DALAM KEHIDUPAN
1.      Agama sebagai Sumber Moral

A.      Pengertian Agama

Secara terminologis, Hasby as-Shiddiqi mendefinisikan agama sebagai undang-undang ilahi


yang didatangkan Allah untuk menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia di alam dunia
untuk mencapai kerajaan dunia dan kesentosaan di akhirat. Agama adalah peraturan Tuhan
yang diberikan kepada manusia yang berisi sistem kehidupan manusia untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Endang Saefudin Anshari menyimpulkan bahwa agama meliputi: sistem kredo kepercayaan
atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia; sistem ritus tata cara peribadatan manusia
kepada yang mutlak; dan sistem norma atau tata kaidah yang mengatur hubungan manusia
dengan sesame manusia dan hubungan dengan alam lainnya sesuai dan sejalan dengan tata
keimanan.

B.      Pengertian Moral, Susila, Budi Pekerti, Akhlak, dan Etika

a)       Pengertian Moral

Sidi Gazalba mengartikan moral sebagai kesesuaian dengan ide-ide yang umum diterima
tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Jadi moral adalah tindakan
yang umum sesuai dengan dan diterima oleh lingkungan tertentu atau kesatuan sosial
tertentu.

Dengan demikian moral dapat diartikan dengan “menyangkut baik buruknya manusia sebagai
manusia,” moralitas dapat diartikan dengan “keseluruhan norma-norma dan nilai-nilai dan
sikap moral seseorang atau masyarakat. Moral mengacu pada baik buruk perilaku bukan pada
fisik seseorang.

b)       Pengertian Susila dan Budi Pekerti

Secara terminology, susila adalah aturan-aturan hidup yang baik. Orang yang susila adalah
orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang berkelakuan
buruk. Susila biasanya bersumber pada adat yang berkembang di masyarakat setempat
tentang suatu perbuatan itu tabu atau tidak tabu, layak atau tidak layak. Dengan demikian
susila menunjuk pada arti perilaku baik yang dilakukan seseorang.

Budi secara istilah adalah yang ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran yang
didorong oleh akal. Sementara pekerti adalaha apa yang terlihat pada manusia karena
didorong oleh perasaan. Budi pekerti adalah perbuatan dari hasil akal dan rasa yang berwujud
pada karsa dan tingkah laku manusia.

c)         Pengertian Akhlak

Berikut ini adalah pengertian akhlak secara istilah dari sebagian para ulama:
1)      Ahmad Amin dalam bukunya Al-Akhlak mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang
biasa dilakukan.

2)      Ibn Maskawih dalam kitabnya Tahzib al-Akhlak wa Tathirul A’raq, mendefinisikan
akhlak sebagai “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan sebelumnya”

3)      Imam Ghazali dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumuddin, mendefinisikan akhlak sebagai:
“segala sifat yang tertanam dalam hati, yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan
dan mudah tanpa memerlukan pemikiran sebagai pertimbangan.”

Akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan secara langsung dan berturut-turut tanpa memikirkan
pemikiran lebih lanjut.

Dari beberapa definisi dan uraian singkat di atas, kita dapat mengambil dua hal penting
tentang akhlak, yaitu:

1)      Akhlak yang berpangkal pada hati, jiwa, atau kehendak

2)      Akhlak merupakan perwujudan perbuatan sebagai kebiasaan (bukan perbuatan yang
dibuat-buat, tetapi sewajarnya).

Dengan demikian akhlak dalam ajaran Islam merupakan perbuatan manusia sebagai ekspresi
atau ungkapan dari kondisi jiwa. Akhlak meskipun berpangkal dari jiwa tapi ia tidak berhenti
di dalam jiwa saja melainkan ternyatakan dalam perbuatan.

d)       Pengertian Etika

Secara istilah etika adalah ilmu yang membicarakan tentang tingkah laku manusia. Sebagian
ahli yang lain mengemukakan definisi etika sebagai teori tentang laku perbuatan manusia
dipandang dari segi nilai baik dan buruk sejauh yang dapat ditentukan akal. Hanya saja ilmu
akhlak atau etika Islam tidak hanya bersumber pada akal, melainkan pula yang terpenting
adalah Al-Qur’an dan Hadits.

C.      Hubungan Moral, Susila, Budi Pekerti, Akhlak, dan Etika

Etika (ilmu akhlak) bersifat teoritis sementara moral, susila, akhlak lebih bersifat praktis.
Artinya moral itu berbicara soal mana yang baik dan mana yang buruk, susila berbicara mana
yang tabu dan mana yang tidak tabu, akhlak berbicara soal baik buruk, benar salah, layak atau
tidak layak. Sementara etika lebih berbicara kenapa perbuatan itu dikatakan baik atau kenapa
perbuatan itu buruk. Etika menyelidiki, memikirkan, dan mempertimbangkan tentang yang
baik dan buruk, moral menyatakan ukuran yang baik tentang tindakan itu dalam kesatuan
sosial tertentu. Moral itu hasil dari penelitian etika.

Akhlak karena bersumber pada wahyu maka ia tidak bisa berubah. Meskipun akhlak dalam
Islam bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah sementara etika, moral, dll. bersumber pada
akal atau budaya setempat, tetap saja bahwa semuanya mempunyai keterkaitan yang sangat
erat. Dalam hal ini akhlak Islam sangat membutuhkan terhadap etika, moral, dan susila
karena Islam mempunyai penghormatan yang besar terhadap penggunaan akal dalam
menjabarkan ajaran-ajaran Islam, dan Islam sangat menghargai budaya suatu masyarakat.

Kalaupun adat local menyimpang, Islam mengajarkan kepada umatnya agar mengubahnya
tidak sekaligus melainkan secara bertahap.

D.    Agama Sebagai Sumber Moral

Agama memiliki peranan penting dalam usaha menghapus krisis moral dengan menjadikan
agama sebagai sumber moral. Allah SWT telah memberikan agama sebagai pedoman dalam
menjalani kehidupan di dinia ini. Dalam konteks Islam sumber moral itu adalah Al-Qur’an
dan Hadits.

REPORT THIS AD
Menurut kesimpulan A.H. Muhaimin dalam bukunya Cakrawala Kuliah Agama bahwa ada
beberapa hal yang patut dihayati dan penting dari agama, yaitu:

1)      Agama itu mendidik manusia menjadi tenteram, damai, tabah, dan tawakal

2)      Agama itu dapat membentuk dan mencetak manusia menjadi: berani berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan, sabar, dan takut berbuat dosa

3)      Agama memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwanya tumbuh sifat-sifat mulia
dan terpuji, toleransi, dan manusiawi.

Dengan demikian peran agama sangat penting dalam kehidupan manusia, salah satunya,
sebagai sumber akhlak. Agama yang diyakini sebagai wahyu dari Tuhan sangat efektif dan
memiliki daya tahan yang kuat dalam mengarahkan manusia agar tidak melakukan tindakan
amoral.

2.      Akhlak Mulia dalam Kehidupan

A.      Akhlak Mulia dan Akhlak Tercela

Sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang
baik, maka itulah yang dinamakan akhlak mulia. Jika tidak sesuai dengan ketentuan Allah
dan Rasul-Nya, maka dinamakan akhlak tercela.

Menurut Imam Al-Ghazali ada empat sendi yang menjadi dasar bagi perbuatan-perbuatan
baik, yaitu:

1)      Kekuatan ilmu yang berwujud hikmah, yaitu bisa menentukan benar dan salah

2)      Kekuatan amarah yang wujudnya adalah berani, keadaan kekuatan amarah yang tunduk
kepada akal pada waktu dinyatakan atau dikekang.

3)      Kekuatan nafsu syahwat (keinginan) yang wujudnya adalah iffah, yaitu keadaan
syahwat yang terdidik oleh akal.
4)      Kekuatan keseimbangan di antara yang tiga di atas.

Empat sendi akhlak tersebut akan melahirkan perbuatan-perbuatan baik, yaitu jujur, suka
member kepada sesame, tawadu, tabah, berani membela kebenaran, menjaga diri dari hal-hal
yang haram.

Sementara empat sendi-sendi akhlak batin yang tecela adalah :

1)      Keji, pintar busuk, bodoh

2)      Tidak bisa dikekang

3)      Rakus dan statis

4)      Aniaya

Keempat sendi akhlak tercela itu akan melahirkan berbagai perbuatan yang tercela yang
dikendalikan oleh nafsu seperti sombong, khianat, dusta, serakah, malas, kikir, dll. yang akan
mendatangkan malapetaka bagi diri sendiri maupun orang lain.

REPORT THIS AD
B.      Akhlak Mulia dalam Kehidupan

1)      Akhlak kepada Allah

Perwujudan akhlak kepada Allah antara lain :

 Menauhidkan, yaitu mengesakan bahwa Allah adalah pencipta, bahwa Allah yang
wajib disembah oleh kita.
 Beribadah
 Bersyukur
 Berdoa
 Berdzikir
 Tawakal, yaitu sikap pasrah kepada Allah atas ketentuannya sambil berusaha
 Mahabbah (cinta), yaitu merasa dekat dan ingat terus kepada Allah yang diwujudkan
dengan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
2)      Akhlak kepada Diri Sendiri

Perwujudannya yaitu :

 Kreatif dan dinamis


 Sabar
 Benar
 Amanah / Jujur
 Iffah, yaitu menjaga diri dari perbuatan yang dilarang oleh Allah.
 Tawadu, yaitu sikap rendah hati dan tidak sombong 
3)      Akhlak kepada Ibu, Bapak, dan Keluarga

Perwujudannya yaitu :
 Berbakti kepada kedua orang tua
 Mendoakan orang tua
 Adil terhadap saudara
 Membina dan mendidik keluarga
 Memelihara keturunan 
4)      Akhlak terhadap Orang/Masyarakat

Untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, harus disertai dengan akhlak,
antara lain:

 Membangun sikap ukhuwah atau persaudaraan


 Melakukan silaturahmi
 Ta’awun, yaitu saling tolong menolong dalam hal kebajikan
 Bersikap adil
 Bersikap pemaaf dan penyayang
 Bersikap dermawan
 Menahan amarah dan berkata yang baik (lemah lembut)
 Sikap musawah dalam arti persamaan dalam hidup bermasyarakat maupun persamaan
dalam hukum
 Tasamuh, yaitu saling menghormati
 Bermusyawarah
 Menjalin perdamaian
5)      Akhlak kepada Alam

Perwujudannya yaitu :

 Memperhatikan dan merenungkan penciptaan alam


 Memanfaatkan alam

AGAMA SEBAGAI MORAL DAN AKHLAK MULIA

MAKALAH
 
” AGAMA SEBAGAI MORAL DAN AKHLAK MULIA"
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam di semester
satu
 Prodi S1 Akuntansi
 

Disusun oleh :
Chyntia Ayu Agusetyani / 5230014013

Dosen Pembimbing
Bp. Nanang Rokhman Saleh, S.Ag.M.Thl

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NADHLATUL ULAMA SURABAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Agama merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan
hubungan manusia dengan sang mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan
hubungan manusia dengan alam lainnya sesuai dengan kepercayaan tersebut.
Berdasarkan klasifikasi manapun diyakini bahwa agama memiliki peranan signifikan
bagi kehidupan manusia, disebabkan agama terdapat seperangkat nilai yang menjadi
pedoman dan pegangan manusia. Salah satunya adalah dalam hal moral.  Moral
adalah sesuatu yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Tak jauh berbeda dengan moral hanya lebih sepesifik adalah budi pekerti. Akhlak
merupakan perilaku dilakukan tanpa banyak pertimbangan tentang baik dan buruk.
Adapun etika atau ilmu akhlakn kajian sistematis tentang baik dan buruk, bisa juga
dikatakan bahwa etika merupakan ilmu tentang moral. Hanya saja perbedaan etika
dan ilmu akhlak (etika islam) bahwa pertama hanya berdasar pada akal, sedangkan
disebut terakhir berdasarkan pada wahyu, akal hanya membantu terutama pada
perumusan.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka
permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Apa yang dimaksud agama sebagai sumber moral ?
Jelaskan pengertian akhlak, etika, moral ?
Aktulisasi akhlak mulia dalam kehidupan ?

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuannya adalah :
1.      Untuk mengetahui bahwa agama memiliki norma-norma yang berkaitan
dengan moral sebagai perilau sehari-hari
2.      Untuk memperbaiki akhlak yang bertolak belakang dengan etika dan moral,
karena dari ketiganya saling berkaitan.
3.    Untuk mengetahui akhlak apa yang harus diterapkan dalam kehidupan.

BAB II
PEMBAHASAN
Agama Sebagai Sumber Moral
Agama memiliki peranan penting dalam usaha menghapus krisis moral dengan
menjadikan agama sebagai sumber moral. Allah SWT telah memberikan agama
sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dinia ini. Dalam konteks Islam
sumber moral itu adalah Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut kesimpulan A.H. Muhaimin dalam bukunya Cakrawala Kuliah Agama
bahwa ada beberapa hal yang patut dihayati dan penting dari agama, yaitu:
1)      Agama itu mendidik manusia menjadi tenteram, damai, tabah, dan tawakal
2)     Agama itu dapat membentuk dan mencetak manusia menjadi: berani berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan, sabar, dan takut berbuat dosa
3)      Agama memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwanya tumbuh sifat-sifat
mulia dan terpuji, toleransi, dan manusiawi.
Dengan demikian peran agama sangat penting dalam kehidupan manusia, salah
satunya, sebagai sumber akhlak. Agama yang diyakini sebagai wahyu dari Tuhan
sangat efektif dan memiliki daya tahan yang kuat dalam mengarahkan manusia agar
tidak melakukan tindakan amoral.

Pengertian Moral,  Akhlak, dan Etika


a)      Pengertian Moral
Sidi Gazalba mengartikan moral sebagai kesesuaian dengan ide-ide yang umum
diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Jadi
moral adalah tindakan yang umum sesuai dengan dan diterima oleh lingkungan
tertentu atau kesatuan sosial tertentu.
Dengan demikian moral dapat diartikan dengan “menyangkut baik buruknya
manusia sebagai manusia,” moralitas dapat diartikan dengan “keseluruhan norma-
norma dan nilai-nilai dan sikap moral seseorang atau masyarakat. Moral mengacu
pada baik buruk perilaku bukan pada fisik seseorang.

b)       Pengertian Akhlak


Berikut ini adalah pengertian akhlak secara istilah dari sebagian para ulama:
1)      Ahmad Amin dalam bukunya Al-Akhlak mendefinisikan akhlak sebagai
kehendak yang biasa dilakukan.
2)      Ibn Maskawih dalam kitabnya Tahzib al-Akhlak wa Tathirul A’raq,
mendefinisikan akhlak sebagai “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan
sebelumnya”
3)      Imam Ghazali dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumuddin, mendefinisikan akhlak
sebagai: “segala sifat yang tertanam dalam hati, yang menimbulkan kegiatan-
kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran sebagai
pertimbangan.”
Akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan secara langsung dan berturut-turut tanpa
memikirkan pemikiran lebih lanjut.
Dari beberapa definisi dan uraian singkat di atas, kita dapat mengambil dua hal
penting tentang akhlak, yaitu:
1)      Akhlak yang berpangkal pada hati, jiwa, atau kehendak
2)      Akhlak merupakan perwujudan perbuatan sebagai kebiasaan (bukan perbuatan
yang dibuat-buat, tetapi sewajarnya).
Dengan demikian akhlak dalam ajaran Islam merupakan perbuatan manusia sebagai
ekspresi atau ungkapan dari kondisi jiwa. Akhlak meskipun berpangkal dari jiwa tapi
ia tidak berhenti di dalam jiwa saja melainkan ternyatakan dalam perbuatan.
c)      Pengertian Etika
Secara istilah etika adalah ilmu yang membicarakan tentang tingkah laku manusia.
Sebagian ahli yang lain mengemukakan definisi etika sebagai teori tentang laku
perbuatan manusia dipandang dari segi nilai baik dan buruk sejauh yang dapat
ditentukan akal. Hanya saja ilmu akhlak atau etika Islam tidak hanya bersumber
pada akal, melainkan pula yang terpenting adalah Al-Qur’an dan Hadits.

Akhlak Mulia dalam Kehidupan


Aktualisasi akhlak adalah bagaimana seseorang dapat mengimplementasikan iman
yang dimilikinya dan mengaplikasikan seluruh ajaran islam dalam setiap tingkah
laku sehari-hari. Dan akhlak seharusnya diaktualisasikan dalam kehidupan seorang
muslim seperti di bawah ini.

1.     Akhlak terhadap Allah


a.     Mentauhidkan Allah
Tauhid  adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah dan
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu
bagiNya
b.     Banyak Berzdikir pada Allah
Zikir (atau Dzikir) artinya mengingat Allah di antaranya dengan menyebut dan
memuji nama Allah. Zikir adalah satu kewajiban. Dengan berzikir hati menjadi
tenteram.
c.      Berdo’a kepada Allah SWT.
berdo’a adalah inti dari ibadah. Orang-orang yang tidak mau berdo’a adalah orang-
orang yang sombong karena tidak mau mengakui kelemahan dirinya di hadapan
Allah SWT.
d.     Bertawakal Hanya Pada Allah
Tawakal kepada Allah SWT merupakan gambaran dari sikap sabar  dan kerja keras
yang sungguh-sungguh  dalm pelaksanaanya yang di harapkan gagal dari harapan
semestinya,sehingga ia akan mamppu menerima dengan lapang dada tanpa ada
penyesalan.
e.     Berhusnudzhon ,kepada Allah
yakni berbaik sangka kepada Allah SWT karena sewsungguhnya apa saja yang di
berijan Allah merupakan jalan yang terbaik untuk hamba-Nya.

2.     Akhlak terhadap Rasulullah


a.     Mengikuti atau menjalankan sunnah Rosul
mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah menjalani Hidupnya
atau garis-garis perjuangan / tradisi yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah
merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran.
b.     Bersholawat Kepada Rosul
Mengucapkan puji-pujian kepada Rosulullah S.A.W . Sesungguhnya Tuhan beserta
para malaikatnya semua memberikan Sholawat kepada Nabi (dari Allah berarti
memberi rakhmat, dan dari malaikat berarti memohonkan ampunan). Hai orang-
orang beriman, ucapkanlah Sholawat kepadanya (AQ Al Ahzab : 56)
3.     Akhlak Terhadap diri sendiri
a.     Sikap sabar
Sabar adalah menahan amarah dan nafsu yang pada dasarnya bersifat negative.
Kemudian manusia harus sabar dalam menghadapi segala cobaan.
b.      Sikap Syukur.
Dalam keseharian, kadang atau bahkan sering kali kita lupa untuk ber-Syukur, atau
men-Syukuri segala Nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. ada 3 (tiga) Cara
yang mudah untuk men-Syukuri Nikmat Allah yaitu bersyukur dengan hati yang
tulus, mensyukuri dengan lisan yang dilakukan dengan memuji Allah melalui ucapan
Alhamdulillah, dan bersyukur dengan perbuatan yang dilakukan dengan
menggunakan Nikmat dan Rahmat Allah pada jalan dan perbuatan yang diridhoi-
Nya
c.      Sikap Tawadlhu’
Tawadlhu’ atau Rendah hati  merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi
sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu
merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.
Orang yang tawadhu’  adalah orang  menyadari bahwa semua kenikmatan yang
didapatnya bersumber dari Allah SWT
d.    Bertaubat
apabila melakukan kesalahan, maka segera bertaubat dan tidak mengulanginya lagi.
Apabila ada dari kita yang merasa telah terlalu banyak berbuat dosa dan maksiat
sebaiknya kita jangan  berputus asa dari rahmat ampunan Allah,  karena Allah SWT
selalu memberikan kesempatan pada kita untuk  bertobat,

4.     Aklak Terhadap Sesama Manusia


a.     Merajut Ukhuwah atau Persaudaraan
Membina persaudaraan adalah perintah Allah yang diajarkan oleh semua agama,
termasuk agama Islam. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya kalau semua elemen
membangun ukhuwwah dalam komunitasnya. Apabila ada kelompok tertentu
dengan mengatas-namakan agama tetapi enggan memperjuangkan perdamaian dan
persaudaraan maka perlu dipertanyakan kembali komitmen keagamaannya,
b.     Ta’awun atau saling tolong menolong
Dalam Islam, tolong-menolong adalah kewajiban setiap Muslim. Sudah semestinya
konsep tolong-menolong tidak hanya dilakukan dalam lingkup yang sempit. Tolong-
menolong menjadi sebuah keharusan karena apapun yang  kita kerjakan
membutuhkan pertolongan dari orang lain. Tidak ada manusia seorang pun di muka
bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang lain.
c.      Suka memaafkan kesalahan orang lain
Islam mengajar umatnya untuk bersikap pemaaf dan suka memaafkan kesalahan
orang lain tanpa menunggu permohonan maaf daripada orang yang berbuat salah
kepadanya. Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain
tanpa ada sedikit pun rasa benci dan dendam di hati. Sifat pemaaf adalah salah satu
perwujudan daripada ketakwaan kepada Allah.
d.     Menepati Janji
Janji memang ringan diucapkan namun berat untuk ditunaikan. Menepati janji
adalah bagian dari iman. Maka seperti itu pula ingkar janji, termasuk tanda
kemunafikan.
5.     Akhlak Terhadap sesama Makhluk
a.     Tafakur (Berfikir)
salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang lain, bahwa
manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa
meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan.
b.     Memanfaatkan Alam
Kedudukan manusia di bumi ini bukanlah sebagai penguasa yang sewenang-wenang,
tetapi sebagai khalifah yang mengemban amanat Allah. Karena itu, segala
pemanfaatan manusia atas bumi ini harus dengan penuh tanggung jawab dan tidak
menimbulkan kerusakan. Sebab, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan

BAB III
PENUTUP

 
3.1 Kesimpulan
Agama merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan
hubungan manusia dengan sang mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan
hubungan manusia dengan alam lainnya sesuai dengan kepercayaan tersebut.
Moral yang bersumber agama bersifat mutlak, permanen, eternal dan universal.
Nilai-nilai moral dalam islam berlaku untuk semua orang dan semua tempat tanpa
memandang tanpa memandang latar belakang etnis kesukuan, kebangsaan, dan
sosial kultural.
Jika dilihat dari maknanya maka persamaan dari moral, akhlak dan etika adalah
pada fungsi, sisi sumber dan pada sifatnya.

DAFTAR PUSTAKA

AH. Hasanuddin. (Tanpa Tuhan). Cakrawala Kuliah Agama. Surabaya: Al-Ikhlas.


Ahmad Amin. (1983). Al-akhlak, Etika (Ilmu Akhlak). alih bahasa KH. Farid Maruf.
Jakarta: Bulan Bintang.
Abu A’lla al-Maududi. (1971). Moralitas Islam. Jakarta: Publicita.
Endang Saefudin Anshari. (1980). Kuliah Al-islam. Bandung: Pustaka salman ITB.
(1980). Agama dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu.
Fazlur Rahman.(1979). Islam. Chicago: The University of Chicago Press.
 (1980). Major Themes of The Qur’an. Chicago: Bibliotheca Islamic.
(1984). Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual  Tradition. Chicago:
The University of Chicago Press.
Hamzah Yaqub. (1983). Etika Islam. Bandung: Diponegoro.
Imam Al-Ghazali. (1971). Ihya Ulmuddin. Juz VIII. Medan: Pustaka Indonesia.

1. satu
Aqidah adalah bentuk jamak dari kata Aqaid, adalah beberapa perkara
yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman
jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan
keragu-raguan. Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima
secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu (yang didengar)
dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati, dan ditolak segala
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Aqidah dalam Al-
Qur’an dapat di jabarkan dalam surat (Al-Maidah, 5:15-16) yg
berbunyi “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan
kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-
orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan
kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita
kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki
mereka ke jalan yang lurus” “Dan agar orang-orang yg telah diberi
ilmu meyakini bahwasannya Al-Qur’an itulah yg hak dari Tuhanmu lalu
mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya
Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yg beriman kepada
jalan yang lurus.” (Al-Haj 22:54) Aqidah, syariah dan akhlak pada
dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran islam. Ketiga unsur
tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Aqidah
sebagai system kepercayaan yg bermuatan elemen-elemen dasar
keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama.
Sementara syariah sebagai system nilai berisi peraturan yang
menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistematika
menggambarkan arah dan tujuan yg hendak dicapai agama. Muslim yg
baik adalah orang yg memiliki aqidah yg lurus dan kuat yg
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yg hanya ditujukan pada
Allah sehingga tergambar akhlak yg terpuji pada dirinya. Atas dasar
hubungan itu, maka seseorang yg melakukan suatu perbuatan baik,
tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau keimanan, maka orang itu
termasuk ke dalam kategori kafir. Seseorang yg mengaku beraqidah
atau beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah, maka orang itu
disebut fasik. Sedangkan orang yg mengaku beriman dan melaksanakan
syariah tetapi dengan landasan aqidah yg tidak lurus disebut
munafik. Aqidah, syariah dan akhlak dalam Al-Qur’an disebut iman dan
amal saleh. Iman menunjukkan makna aqidah, sedangkan amal saleh
menunjukkan pengertian syariah dan akhlak. Seseorang yg melakukan
perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka perbuatannya
hanya dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah
perbuatan yg sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum
tentu dipandang benar menurut Allah. Sedangkan perbuatan baik yg
didorong oleh keimanan terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan
syariah disebut amal saleh. Kerena itu didalam Al-Qur’an kata amal
saleh selalu diawali dengan kata iman. antara lain firman Allah
dalam (An-Nur, 24:55) “Allah menjanjikan bagi orang-orang yg beriman
diantara kamu dan mengerjakan amal saleh menjadi pemimpin di bumi
sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang dari sebelum mereka
(kaum muslimin dahulu) sebagai pemimpin; dan mengokohkan bagi mereka
agama mereka yg Ia Ridhai bagi mereka; dan menggantikan mereka dari
rasa takut mereka (dengan rasa) tenang. Mereka menyembah (hanya)
kepada-Ku, mereka tidak menserikatkan Aku dengan sesuatupun. Dan
barang siapa ingkar setelah itu, maka mereka itu adalah orang-orang
yg fasik”

2. Dua
AQIDAH, IBADAH, DAN AKHLAQ

A.

Pengertian Aqidah

 Aqidah secara etimologi;

Aqidah berasal dari kata „aqd yang berarti pengikatan. Aqidahadalah apa yang diyakini
oleh seseorang. Jika dikatakan “Dia mempunyai aqidah yang benar”

 berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati yaitu
kepercayaan hatidan pembenarannya.

Aqidah scara syara‟ yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab
-kitabNya, ParaRasulNya dan kepada hari akhir serta kepada qadar yang baik mupun
yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.[1] Allah SWT Berfirman dalam
surat Yunus Ayat 3, yang berbunyi :

Artinya

: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalamenam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan.
Tiadaseorangpun yang akan memberi syafa`at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang
demikianitulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak
mengambil pelajaran?

Aqidah Islamiyyah:

 Aqidah Islamiyyh adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi
sahabat,

Tabi‟in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Menurut Ahlus Sunnah wal
Jama‟ah,

sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain, di antaranya, at-Tauhid, as-


Sunnah,Ushuluddiin, al-Fiqbul Akbar, Asy-

Syari‟iah dan al

-Iman. Nama-nama itulah yang terkenal

menurut Ahli Sunnah dalam ilmu „aqidah.

[2] Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan
hidupinidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya
sebagaimahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh
bangunan aktifitasmanusia.Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat : 186

Artinya

: “Dan apabila hamba

-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah


dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila iamemohon kepada-
Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku danhendaklah mereka
beriman kepada-

Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.

 
B.

Pengertian Ibadah

  Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut 

  syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya
satu.

  Definisi itu antara lain adalah:

 1.

1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan
para Rasul-Nya.

 2.

2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan
tunduk  yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling
tinggi.

 3.

3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah
Azzawa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Yang ketigaini adalah definisi yang paling lengkap. 

[3] 

  Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:

 
Artinya 

: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadahkepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah
Dia-lah Maha Pemberi rizki

Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz 

-Dzaariyaat : 56-58].

 Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan

dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja‟

(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah


(takut)adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji,
dan jihadadalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi
macam-macamibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.Allah
memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakanibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah
mereka, akan tetapimerekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka
kepada Allah , maka merekamenyembah-

 Nya sesuai dengan aturan syari‟at

-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepadaAllah , ia adalah sombong. Siapa yang
menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang

disyari‟atkan

 Nya maka ia adalah mubtadi‟ (pelaku bid‟ah). Dan siapa yang hanya menyembah

 Nya dan dengan syari‟at

-Nya, maka dia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah ).

C.

Pengertian Akhlak 
 Pengertian Akhlak S

ecara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasaldari bahasa


Arab jama‟ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi

 pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi
persesuain

dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ” Khaliq” yang
berartiPencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan.

Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka
kebiasaannyaitu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti
benar akankebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata

 – 

mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah
memahami akhlak maka dalam bertingkahlaku akan timbul dari hasil perpaduan antara
hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dankebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu
kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalamkenyataan hidup keseharian.Allah SWT
berfirman Surah Al-Maidah, ayat 8

Artinya

“Hai or 

ang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalumenegakkan


(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-
kalikebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlakutidak adil.
Berlaku adillah,karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui apa yang kamukerjakan.”

 Akhlak sifatnya universal dan abadi. Akhlak dalam islam merupakan refleksi internal
dari dalam jiwa manusia yang dieksternalisasikan secara kongrit dalam bentuk perilaku
dan tindakan nyata.Akhlak seseorang terkait erat dengan perspektif keimanannya, tentang
eksistensi dirinya sebagaikhalifah Allah. Akhlak yang lahir dari kualitas internalisasi
nilai-nilai iman sudah barang tentuakan memancarkan kualitas yang lebih baik. Demikian
pula sebaliknya, akhlak yang buruk merefleksikan kadar keimanan seseorangyang masih
labil.[4] Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam.
Namunsebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang
itulah yang dapatmenerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah
memahami akhlak danmenghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu
selalu diulang

 – 

ulang dengankecenderungan hati (sadar)2 .Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari
hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang
menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan
hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akanmelahirkan perasaan moral yang
terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah,sehingga ia mampu membedakan
mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaatdan mana yang tidak
berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.

1.

B. Hubungan Antara Aqidah, Ibadah, Muamalah, dan Ahklak 

1.

Hubungan aqidah dengan akhlak 

 Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan
hidupinidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya
sebagaimahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh
bangunanaktifitas manusia.

“ Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak “Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim

adalah aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, Karena akhlak tersarikan
dariaqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar,
niscahyaakhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah
salah makaakhlaknya pun akan salah.ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan
yang seharusnya dilakukan manusiakepada yang lainya, yang disebut dengan akhlak.
Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan
ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yangdijalankan dinilai baik apabila telah sesuai
dengan muamalah. Muamalah bisa dijalankandengan baik apabila seseorang telah
memiliki akhlak yang baik.Contohnya :Jika berjanji harus ditepati yaitu apabila seorang
berjanji maka harus ditepati. Jika orangmenepati janji maka seseorang telah menjalankan
aqidahnya dengan baik. Dengan menepati janji seseorang juga telah melakukan ibadah.
Pada dasarnya setiap perbuatan yangdilakukan manusia arus didasari denga aqidah yang
baik.Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap
alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan
benar,niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah.
Sehingga iatidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah
ditetapkanya.Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan
contoh perilaku yangharus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam
kehidupan mereka,karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan ridha
allah dan ataumembawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari allah

Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang berhubungan dengan aqidah. Jujur
dapatterwujud apabila seseorang telah memegang konsep-konsep yang berhubungan
denganaqidah. Dengan dijalankanya konsep-konsep aqidah tersebut maka seseorang akan
memilikiakhlak yang baik. Sehingga orang akan takut dalam melakukan perbuatan
dosa.Jika perbedaan dalam fiqih dimaksudkan untuk memberikan kemungkinan,
makakesalehan tentu saja bukan dalam menjalankan fiqih, betapapun sulitnya. Yang
paling salehdiantara kita bukanlah orang yang bersedekap pada waktu berdiri shalat,
bukan juga yangmeluruskan tangannya, karena kedua cara shalat itu merupakan ijtihat
para ulama denganmerujuk pada hadis yang berbeda. Yang durhaka juga bukan yang
mandi janabah sebelumtidur, atau yang tidur dulu baru mandi janabah, karena kedua-
duanya dijalankan RasullahSaw. Fikih tidak bisa dijadikan ukuran kemuliaan, tetapi
kemuliaan seseorang di lihat darikemuliaan akhlaknya.[5] 2.

Hubungan aqidah dengan ibadah

 Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran agama Islam. Ibarat sebuah
bangunan,maka perlu adanya pondasi yang kuat yang mampu menopang bangunan
tersebut sehingga bangunan tersebut bisa berdiri dengan kokoh. Demikianlah urgensi
akidah dalam Islam,Akidah seseorang merupakan pondasi utama yang menopang
bangunan keislaman pada diriorang tersebut. Apabila pondasinya tidak kuat maka
bangunan yang berdiri diatasnya punakan mudah dirobohkan.Selanjutnya Ibadah yang
merupakan bentuk realisasi keimanan seseorang, tidak akan dinilai benar apabila
dilakukan atas dasar akidah yang salah. Hal ini tidak lain karena tingkatkeimanan
seseorang adalah sangat bergantung pada kuat tidaknya serta benar salahnyaakidah yang
diyakini orang tersebut. Sehingga dalam diri seorang muslim antara akidah,keimanan
serta amal ibadah mempunyai keterkaitan yang sangat kuat antara ketiganya.Muslim
apabila akidahnya telah kokoh maka keimanannya akan semakin kuat, sehinggadalam
pelaksanaan praktek ibadah tidak akan terjerumus pada praktek ibadah yang
salah.Sebaliknya apabila akidah seseorang telah melenceng maka dalam praktek
ibadahnya punakan salah kaprah, yang demikian inilah akan mengakibatkan lemahnya
keimanan.Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka
dibutuhkanadanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan
bentuk 

 pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka
mendekatkandiri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap
allah.Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, sejak kelahirnya telah dibekali
denganakal pikiran serta perasaan (hati). Manusia dengan akal pikiran dan hatinya
tersebut dapatmembedakan mana yang baik dan mana yang benar, dapat mempelajari
bukti-buktikekuasaan Allah, sehingga dengannya dapat membawa diri mereka pada
keyakinan akankeberadaan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi manusia untuk
tidak mengakuikeberadaan Allah SWT. karena selain kedua bekal yang dimiliki oleh
mereka sejak lahir,Allah juga telah memberikan petunjuk berupa ajaran agama yang
didalamnya berisikantuntunan serta tujuan dari hidup mereka di dunia.Ibadah mempunyai
hubungan yang erat dengan aqidah. Antaranya :1.

Ibadah adalah hasil daripada aqidah yaitu keimanan terhadap Allah sebenarnya yangtelah
membawa manusia untuk beribadat kepada Allah swt.2.

Aqidah adalah asas penerimaan ibadah yaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang
manusia bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah swt.3.

Aqidah merupakan tenaga penggerak yang mendorong manusia melakukan ibadat


sertamenghadapi segala cabaran dan rintangan.Akidah adalah merupakan pondasi utama
kehidupan keislaman seseorang. Apabila pondasiutamanya kuat, maka bangunan
keimanan yang terealisasikan dalam bentuk amal ibadahorang tersebut pun akan kuat
pula.Amal ibadah tidak akan bisa benar tanpa dilandasi akidah yang benar. amal ibadah
dinilai benar apabila dilakukan hanya untuk Allah semata dengan

ittiba’ Rasul 
SAW.Manusia diberi bekali akal pikiran agar dengan akal pikiran tersebut mereka
dapatmembedakan mana yang hak dan mana yang batil, mempelajari tanda-tanda
kekuasaanAllah, menganalisa hakikat kehidupannya sehingga dia tahu arah dan tujuan
dirinyadiciptakan di dunia. Akal pikiran dan perasaan inilah yang membedakan manusia
denganmakhluk-makhluk lain. Oelh karena itu manusia dipercaya untuk menjadi

khalifah

Allah diBumi.

Tiga
Pengertian Etika, Moral, dan Akhlak. Etika
Islam, Hubungan Tasawuf dengan Akhlak serta
Etika Terhadap Diri Sendiri.

Pengertian Etika, Moral dan Akhlak


Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu. Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu
yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal manusia.

Sementara kata "akhlak" merupakan bentuk jamak dari kata khuluk secara etimologi
artinya adalah budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabi'at. Sedangkan secara
terminologi akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara
yang terbaik dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.

Dalam definisi yang agak panjang Ahmad Amin menjelaskan bahwa akhlak adalah ilmu
yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
sebagian manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
harus diperbuat.

Moral secara lugawi berasal dari bahasa latin "mores" kata jamak dari kata "mos" yang
berarti adat kebiasaan, susila. Yang dimaksud adat kebiasaan dalam hal ini adalah
tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima oleh masyarakat,
mana yang baik dan wajar. Jadi bisa juga dikatakan moral adalah perilaku yang sesuai
dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima meliputi kesatuan sosial atau
lingkungan tertentu.
Karakteristik Etika Islam (Akhlak)
Berbeda dengan etika filsafat, etika Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik
dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik
buruknya perbuatan, didasarkan kepada ajaran Allah Swt.
3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan
pedoman oleh seluruh umat manusia disegala waktu dan tempat.
4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang
luhur dan meluruskan perbuatan manusia.
Hubungan Tasawuf dengan Akhlak
Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan dengan cara mensucikan hati
sesuci-sucinya. Tuhan yang maha suci tidak dapat didekati kecuali oleh orang yang suci
hatinya. Cara bagaimana mensucikan hati dijelaskan dalam ilmu tasawuf. Dalam
pengamalannya tasawuf tidak dapat lepas dari fikih, sebab fikih merupakan aspek zhahir
ajaran Islam sementara tasawuf merupakan aspek bathinnya. Islam yang sebenarnya
adalah paduan aspek zhahir dan bathin secara seimbang.

Orang yang suci hatinya akan tercermin dalam air muka dan perilakunya yang baik
(akhlak mahmudah). Akhlak yang baik sebenarnya merupakan gambaran dari hati yang
suci, sebaiknya akhlak yang buruk merupakan gambaran dari hati yang busuk. Dengan
demikian, agar seorang mukmin memiliki akhlak yang baik (akhlak mahmudah) adalah
dengan mengamalkan tasawuf secara sistematis. Yaitu ada Al-wajibaat (melaksanakan
semua kewajiban) ada Al-naafilaat (melaksanakan yang sunat-sunat) dan Al-
riyaadlooh (latihan spiritual). Inti riyadoh dalam tasawuf adalah zikir. 

Etika Terhadap Diri Sendiri


Menurut Abu Bakar al-Jaziri, bahwa etika terhadap diri sendiri meliputi :

 Al-Taubah.
 Al-Muraqabah.
 Al-Muhasabah.
 Al-Mujahadah.
Akhlak, Moral, dan Etika dalam Islam
1. 1. KELOMPOK 12 “AKHLAK, MORAL dan ETIKA DALAM ISLAM” PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM UNIVERSITAS JEMBER 2013
2. 2. OLEH : Popong Pringgo Dinoto  Hilda Susanti  Novita Widianingsih  Helti Anggiana 
Nining Syafi’atul Waqi’ah  Ahmad Nur Akma JF  130210301023 130210302020 130210402078
131510501064 132410101096 131710201012
3. 3. POKOK BAHASAN Pengertian dan Sasaran Akhlak Pengertian Moral Pengertian dan Peranan Etika
Perbedaan Akhlak dengan Moral dan Etika
4. 4. PENGERTIAN AKHLAK    Akhlak menurut bahasa berarti tingkah laku, perangai atau tabiat.
Sedangkan menurut istilah adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan dengan
mudah dan spontan, tanpa dipikir dan direnungkan lagi. Sementara menurut Imam Al-Ghazali (1015-
1111 M) yang dikenal sebagai Hujjatul Islam (pembela Islam), Akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Dari definisi tersebut dapat difahami bahwa Akhlak pada
dasarnya melekat dalam diri seseorang dalam bentuk perilaku dan perbuatan.
5. 5. MACAM-MACAM AKHLAK 1. Akhlak kepada Allaah. Akhlak yang baik kepada Allah berucap
dan bertingkah laku yang terpuji terhadap Allah SWT 2. Akhlak kepada Manusia Akhlak kepada
manusia meliputi akhlak kepada diri sendiri dan sesama manusia. Akhlak kepada diri sendiri adalah
dengan menjaga diri dari perbuatan buruk. 3. Akhlak kepada Lingkungan Berakhlak kepada alam
berarti menyikapi alam dengan cara memelihara kelestariannya.
6. 6. Ciri-ciri Akhlak Ada 5 ciri dalam perbuatan Akhlak, yaitu sebagai berikut: 1. Perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadian.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. 3. Bahwa
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar. 4. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau bukan sandiwara. 5. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena allah.
7. 7. TANDA ORANG BERAHLAK MAHMUDAH        Manusia beriman adalah manusia
yang khusu’ dalam shlatnya Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna (tidak ada faidahnya) Selalu
kembali kepada Allah dan mengabdi hanya kepada Allah Berjalan dimuka bumi dengan “tawadhu” dan
tidak sombong Menghargai dan menghargai tetangga Berbicara selalu baik dan santun Tidak menyakiti
orang lain baik dengan sikap maupun perbuatannya TANDA ORANG BERAHLAK MAZMUMAH
Tanda-tanda orang berakhlak mazmumah dapat berupa kebalikan dari tanda-tanda orang berakhlak
mahmudah
8. 8. MORAL Kata moral berasal dari kata latin yaitu kata mos atau mores yang berarti kebiasaan, Yusan
(1977) mengungkapkan bahwa moral adalah kebiasaan atau aturan yang harus dipatuhi seseorang
dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam arti, moral merupakan seperangkat aturan yang
menyangkut baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, benar atau salah yang harus dilakukan atau yang
harus dihindari dalam menjalankan hidup. Al-Ghazali menyebut moral Islam sebagai tingkah laku
seseorang yang muncul secara otomatis berdasarkan kepatuhan dan kepasrahan pada pesan (ketentuan)
Allah Yang Mahauniversal. Menurut pandangan Islam kriteria moral yang benar adalah (1)
Memandang martabat manusia, dan (2) Mendekatkan manusia kepada Allah.
9. 9. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORAL Secara garis besar ada 2 hal yang mempengaruhi
moral: Faktor orang tua Seorang anak menjadikan orang tua maupun orang dewasa lainnya sebagai
model atau contoh yang melatih mereka langsung mengenai moral. Faktor lingkungan. Lingkungan
sangat berpenaruh dalam pembentukan moral seseorang, karena di dalamnya terdapat unsur adaptasi
dan pembentukan/perubahan tingkah laku menyesuaikan lingkungan dia berada.
10. 10. ETIKA Etika secara entimologi berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan
atau adab. Sedang menurut bahasa etika manusia adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan
oleh akal manusia dan merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik dan buruk. Penilaian baik buruk tersebut
berdasarkan pendapat akal pikiran. Dalam ajaran islam etika bersifat “teosentrik” yaitu berkisar sekitar
tuhan dalam etika islam yaitu perbuatan selalu dihubungkan dengan amal soleh dan dosa, dengan
pahala atau siksa, dengan surga atau neraka.
11. 11. DASAR KONSEP ETIKA ISLAM SECARA UMUM    Tujuan hidup setiap muslim ialah
mengharamkan makanan dan minuman yang dilarang agama. Keyakinannya terhadap kebenaran wahyu
allah dan sunnah membawa konsekuensi logis sebagai standar dan pedoman utama bagi setiap muslim.
Islam mendidik berbuat baik, mencegah segala kemungkaran yang bertentangan dengan ajaran islam
berasaskan al-quran dan hadist, di interpretasikan oleh para ulama sebagai jihat.
12. 12. A. Etika Manusia Kepada Allah Manusia sebagai hamba allah dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada tuhan sebagai khalik.
Wujud etika manusia kepada Allah yaitu dengan beriman dan bertakwa kepada Allah. B. Etika Dalam
Kehidupan Sehari-hari Penerapan etika di dalam kehidupan sehari-hari mencakup etika dalam bergaul
dengan orang lain, makan dan minum, berbicara, bercanda, dan berpendapat. Kelima bagian tersebut
dapat mencerminkan etika yang di miliki seseorang.
13. 13. Peranan atau Fungsi Etika Etika memiliki peranan atau fungsi, diantaranya yaitu:  Dengan etika
seseorang atau kelompok dapat mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia.  Menjadi alat
kontrol atau rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau
aktivitasnya.  Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi
sekarang.  Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi seseorang atau sekelompok orang dalam
menjalankan aktivitas hariannya.  Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan
dengan etika kita bisa dicap sebagai orang baik di dalam masyarakat.
14. 14. Perbedaan Akhlak dengan Moral dan Etika Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat
dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya.  Baik buruk
akhlak didasarkan pada sumber nilai, yaitu Al-qur’an dan Sunnah Rasul.  Moral, adat istiadat
masyarakat menjadi penentu standar dalam baik dan buruknya suatu perbuatan  Etika lebih banyak
dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar baik dan buruknya adalah akal
manusia Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedang standar
akhlak bersifat universal dan abadi
MAKALAH Ta’rif, Tujuan & Ruang Lingkup Akhlak

MAKALAH
Ta’rif, Tujuan & Ruang Lingkup Akhlak

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala
pengertian tingkah laku, tabiat, perangai, karakter manusia yang baik maupun buruk dalam
hubungannya dengan Allah SWT dan sesama makhluk. Tak bisa dipungkiri betapa pentingnya kita
sebagai seorang muslim mengenal akhlak dalam aplikasi kehidupan kita dalam hubungan dengan
lingkungan, sesama manusia, bangsa dan negara, hingga hubungan kita dengan Allah SWT.

Persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana cara kita berakhlak dengan benar sehingga
kita dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan kita secara benar pula. Sebagaimana kenyataan
saat ini, bangsa kita yang tercinta ini tengah dilanda persoalan pelik yang sesungguhnya berakarkan
terpuruknya akhlak manusia-manusia kita, serta hilangnya dasar-dasar penanaman moral dan etika.

B.     Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:

1. Apakah pengertian dan ruang lingkup akhlak?

2. Apakah pengertian dari etika dan moral?

3. Bagaimana hubungan akhlak dengan moral dan etika?

C.    TUJUAN

Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:

a. Menambah pengetahuan tentang akhlak dan ruang lingkupnya.

b. Menambah pengetahuan tentang etika dan moral.


c. Mampu membedakan antara akhlak dengan etika dan moral.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Dan Ruang Lingkup Akhlak

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa komponen utama agama islam adalah akidah, syari'ah,
dan akhlak. Penggolongan itu didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad kepada Malaikat Jibril di
depan para sahabat mengenai arti Islam, Iman, dan Ihsan yang ditanyakan Jibril kepada Beliau.
Intinya hampir sama dengan isi yang dikandung oleh akidah, syari'ah, dan akhlak. Perkataan ihsan
(tersebut di atas) berasal dari kata ahsana-yuhsinu-ihsanan yang berarti berbuat baik.

Di dalam Al-Qur'an terdapat ihsan yang artinya berbuat kebajikan atau kebaikan (antara lain
pada surat an-Nahl (16) ayat 90) dan kebaikan (pada surat ar-Rahman (55) ayat 60). Baik kebajikan
maupun kebaikan erat hubungannya dengan akhlak. Kata "akhlak" berasal dari bahasa Arab "khuluq",
jamaknya "khuluqun", menurut lughat diartikan sebagai budi pekerti, peragai, tingkah laku, atau
tabiat. Kata "akhlak" meliputi segi-segi kejiwaan dari tingkah laku lahiriah dan batiniah seseorang.
Kata "akhlak" mengandung persesuaian dengan perkataan "khalqun" yang artinya kejadian serta erat
hubungannya dengan Khaliq yang berarti Pencipta, dan makhluk yang berarti yang diciptakan.

Dari sinilah asal perumusan pengertian akhlak yang merupakan urgensi yang memungkinkan
adanya hubungan baik antara Khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk. Perkataan
ini dipetik dari kalimat yang tercamtum dalam Al-Qur'an:

      

Artinya:"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Q.S. Al-Qalam: 4).

Demikian juga hadis Nabi SAW, "Aku diutus untuk menyempurnakan perangai (budi pekerti) yang
mulia.". (H.R. Ahmad)

Adapun pengertian akhlak menurut ulama akhlak, antara lain sebagai berikut:

1.      ilmu akhlak adalah ilmu yang yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji atau tercela,
tentang perkataan atau perbuatan manusia, lahir dan batin.

2.      ilmu akhlak adalah pengetahuan yang memberikan pengertian baik dan buruk, ilmu yang mengatur
pergaulan manusia dan menentukan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan
mereka.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa akhlak adalah daya kekuatan
(sifat) yang tertanam dalam jiwa dan mendorong perbuatan-perbuatan spontan tanpa memerlukan
terlalu banyak pertimbangan dan pemikiran yang lama. Jadi, akhlak merupakan sikap yang melekat
pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku dan perbuatan.Maka jika sifat
tersebut melahirkan suatu perbuatan atau tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma
agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan perbuatan jahat, maka
dinamakan akhlak yang buruk.

Kata dalam bahasa Indonesia yang lebih mendekati maknanya dengan akhlak adalah budi
pekerti. Baik budi pekerti maupun akhlak mengandung makna yang ideal, tergantung pada
pelaksanaan atau penerapannya melalui tingkah laku yang mungkin positif atau negatif, mungkin baik
atau buruk. Yang termasuk ke dalam pengertian akhlak atau budi pekerti positif adalah segala tingkah
laku, tabiat, watak, dan perangai yang sifatnya benar. Yang termasuk ke dalam pengertian akhlak atau
budi pekerti yang negatif adalah segala tingkah laku, tabiat, watak, dan perangai yang sifatnya
salah/buruk. Yang menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk adalah nilai dan norma agama, dan
sebagaimana dikatakan bahwa kebenaran datang dari Allah.

Suatu perbuatan dikatakan sebagai cerminan akhlak, jika memenuhi syarat sebagai berikut:

1.      Dilakukan berulang-ulang sehingga hampir menjadi suatu kebiasaan.

2.      Timbul dengan sendirinya, tanpa pertimbangan yang lama dan dipikir- pikir terlebih dahulu.

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Akhlak dengan takwa merupakan
buah pohon Islam yang berakar akidah, bercabang dan berdaun syari'ah. Pentingnya kedudukan
akhlak , dapat dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah.
Diantaranya adalah: "Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik
akhlaknya." (H.R. Tarmizi).

Dan akhlak Nabi Muhammad, yang diutus menyempurnakan akhlak manusia, disebut akhlak
Islam atau akhlak Islami, karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam Al-Qur'an
yang menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam. Suri teladan yang diberikan Rasulullah selama
hidup beliau merupakan contoh akhlak yang tercantum dalam Al-Qur'an. Butir-butir akhlak yang baik
disebut dalam berbagai ayat yang tersebar di dalam Al-Qur'an dan dalam Al-Hadits yang memuat
perkataan, tindakan, dan sikap diam Rasulullah selama kerasulan beliau 13 tahun di Mekkah dan 10
tahun di Madinah. Ketika 'Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah, ia menjawab: "Akhlak
Rasulullah ialah Al-Qur'an”.

Umat Islam seharusnya bersyukur karena Allah telah mengutus insan kamil (manusia
sempurna) ke dunia ini untuk diteladani. Sayang sekali, Rasulullah yang sesungguhnya wajib menjadi
idola kaum muslimin dan muslimat, justru kurang dikenal oleh umat Islam sendiri karena tidak
mempelajari sejarah hidup Rasulullah secara sistematis dan benar. Akhlak adalah sikap yang
melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Karena itu, selain akidah, akhlak tidak dapat
dipisahkan dengan syari'ah. Syari'ah mempunyai lima kategori penilaian tentang perbuatan dan
tingkah laku manusia, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh, serta mubah atau jaiz. Wajib dan haram,
termasuk kategori hukum terutama, sedangkan sunnah, makruh, dan mubah termasuk dalam kategori
kesusilaan atau akhlak. Sunnah dan makruh tergolong ke dalam kategori kesusilaan umum atau
kesusilaan masyarakat sedangkan mubah atau jaiz termasuk dalam kategori akhlak pribadi.
Syariat atau hukum Islam mencakup segala aktifitas, maka ruang lingkup akhlak pun dalam
Islam meliputi semua aktifitas manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan. Dalam garis
besarnya, akhlak dibagi atas akhlak terhadap Allah atau Khalik (pencipta), dan akhlak terhadap
makhluk. Akhlak terhadap Allah dijelaskan dan dikembangkan oleh Ilmu Tasawuf dan tarikat-tarikat,
sedangkan akhlak terhadap makhluk dijelaskan oleh ilmu akhlak.

Adapun akhlak terhadap makhluk dibagi atas akhlak terhadap manusia, dan akhlak terhadap
bukan manusia. Akhlak terhadap manusia dibagi atas akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap
orang lain. Sedangkan akhlak terhadap bukan manusia dipecah menjadi akhlak terhadap makhluk
hidup bukan manusia, dan akhlak terhadap benda mati. Berikut adalah sistematika beserta beberapa
contohnya:

1.      Akhlak kepada Allah

a.       Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan
perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.

b.      Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan
dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman
hati.

c.       Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia
merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan
kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa,
karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan
dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang
yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia
karena itu dipandang sebagai orang yang sombong, suatu perilaku yang tidak disukai Allah.

d.      Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan
atau menanti akibat dari suatu keadaan.

e.       Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina
di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan
sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.

2.      Akhlak kepada makhluk

a.       Akhlak terhadap manusia

  Akhlak kepada diri sendiri

  Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan
penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah,
menjauhi larangan dan ketikaditimpa musibah.

  Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya.
Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji
Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan
menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
  Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau
miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang
menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain

  Akhlak kepada sesama manusia

  Akhlak terpuji ( Mahmudah )

         Husnuzan ( baik sangka )

Berasal dari lafal husnun ( baik ) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan,
dugaan baik.

         Tawaduk ( rendah hati )

         Tasamu (tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia)

         Ta’awun (tolong menolong, gotong royong )

  Akhlak tercela ( Mazmumah )

         Hasad ( iri hati, dengki )

         Dendam

         Gibah dan Fitnah

         Namimah ( adu domba )

b.      Akhlak terhadap bukan manusia

  Akhlak terhadap makhluk hidup bukan manusia, misalnya terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan.

  Akhlak terhadap benda mati, misalnya akhlak terhadap tanah, air, udara, dan sebagainya.

Ada begitu banyak manfaat mempunyai akhlak yang mulia. Akhlak yang mulia demikian
ditekekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa
kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang
ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang bersangkutan. Al-Aqur’an banyak sekali
memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu. Allah berfirman :

      


   
   
      
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nahl, 16 : 97).

Ayat tersebut diatas dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak
mulia, yang dalam hal ini beriman dan beramal shaleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang
baik, mendapat rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda akhirat dengan
masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia adalah
keberuntungan hidup di dunia dan di akhirat. Selanjutnya banyak di jumpai keterangan tentang
datangnya keberuntungan dari akhlak, diantaranya:

1.      Memperkuat dan menyempurnakan agama.

2.      Mempermudah perhitungan amal di akhirat.

3.      Menghilangkan kesulitan.

4.      Selamat hidup di dunia dan akhirat.

B.     Etika,  Moral dan Susila

1.      Etika

Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos” yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu
yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Akal pikiranlah yang menentukan apakah
perbuatan itu baik atau buruk.

2.      Moral

Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin "mores" yang
merupakan bentuk jamak dari perkataan "mos" yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan
kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan,
kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak,patut
maupun tidak patut. Moral dalam istilah dipahami juga sebagai:

a.       prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.

b.      Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah.

c.       Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik.

Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika. Tingkah laku yang telah ditentukan oleh
etika sama ada baik atau buruk dinamakan moral. Moral terbagi menjadi dua yaitu :

a. Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik
b. Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.

Moral dan etika juga diartikan sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,
kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral dan etik diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu
dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral dan etika berkaitan
dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah.
Dengan demikian moral dan etika merupakan kendali dalam bertingkah laku. Standar moral dan etika
ialah standar yang berkaitan dengan persoalan yang dianggap mempunyai konsekuensi serius,
didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas kekuasaan, melebihi kepentingan sendiri, tidak
memihak, dan pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah, malu, rasa menyesal, dan
sebagainya. Adapun apabila moral dan etika diperbandingkan, moral lebih bersifat praktis, sedang
etika bersifat teoritis. Moral bersifat lokal, etika bersifat umum.

3.      Susila

Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Kata tersebut
berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan Sila berarti dasar, prinsip,
peraturan hidup atau norma.

            Kata Susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang
yang susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang
berkelakuan buruk. Pada pelaku Zina (pelacur) misalnya sering diberi gelar sebagai Tuna Susila.

            Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dan kesusilaan
sama dengan kesopanan. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing,
memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu
menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.

            Sama halnya dengan moral, pedoman untuk membimbing orang agar berjalan dengan baik
juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan mengacu kepada sesuatu
yang dipandang baik oleh masyarakat

C.    Persamaan dan Perbedaan Antara Akhlak Dengan Etika, Moral, Dan Susila

  Persamaan

Akhlaq, Etika, Moral , dan Susila secara konseptual memiliki makna yang berbeda, namun pada aras
praktis, memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni sama-sama berkaitan dengan nilai perbuatan
manusia. Seseorang yang sering kali berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yan berakhlaq,
beretika, bermoral, dan sekaligus orang yang mengerti susila. Sebaliknya, orang yang perilakunnya
buruk di sebut orang yang tidak berakhlaq, tidak bermoral, tidak tahu etika atau orang yang tidak
berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam hal ini sangat bergantung pada sifat positif atau negative
dari suatu perbuatan manusia sebagai makhluk individual dalam komunitas sosialnya.

  Perbedaan

1)        Etika bertolak ukur pada akal pikiran atau rasio.

2)        Moral tolak ukurnya adalah norma-norma yang berlaku pada masyarakat.
3)        Etika bersifat pemikiran filosofis yang berada pada tataran konsep atau teoritis.

4)        Pada aras aplikatif, etika bersifat lokalitas dan temporer sesuai consensus, dengan demikian dia
disebut etiket (etiqqueta), etika praksis, atau dikenal juga dengan adab/tatakrama/tatasusila.

5)        Moral berada pada dataran realitas praktis dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang dalam
masyarakat.

6)        Etika di pakai untuk pengkajian system nilai yang ada.

7)        Moral yang di ungkapkan dengan istilah moralitas di pakai untuk menilai suatu perbuatan.

8)        Akhlaq berada pada tataran aplikatif dari suatu tindakan manusia dan bersifat umum, namun lebih
mengacu pada barometer ajaran agama. Jadi, etika islam (termasuk salah satu dari berbagai etika
relegius yang ada) itu tidak lain adalah akhlaq itu sendiri.

9)        Susila adalah prinsip-prinsip yang menjadi landasan berpijak masyarakat, baik dalam tindakan
maupun dalam tata cara berpikir, berdasarkan kearifan-kearifan local.

10)    Akhlak juga berada pada level spontanitas-spesifik, karena kebiasaan individual/ komunitas yang
dapat disebut dengan “Adab” , seperti adab encari ilmu, adab pergaulan keluarga dan lain-lain.
BAB III

KESIMPULAN

Dari seluruh rangkaian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:

Akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa dan mendorong perbuatan-perbuatan
spontan tanpa memerlukan terlalu banyak pertimbangan dan pemikiran yang lama. Ruang lingkup
akhlak pun dalam Islam meliputi semua aktifitas manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan.
Dalam garis besarnya, akhlak dibagi atas akhlak terhadap Allah atau Khalik (pencipta), dan akhlak
terhadap makhluk.

Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).

Moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Adapun apabila moral dan etika
diperbandingkan, moral lebih bersifat praktis, sedang etika bersifat teoritis. Moral bersifat lokal, etika
bersifat umum.

Susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang
berkelakuan buruk

Akhlak bertujuan hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna dan
membedakan dengan makhluk makhluk yang lain. Etika dan moral memiliki perbedaan, yaitu: kalau
dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan
tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan
adalah norma-norma yang berkembang dan berfungsi di masyarakat. Dengan demikian etika lebih
bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam dataran konsep-konsep. Kesadaran moral dapat juga
berwujud rasional dan obyektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh
masyarakat. Etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu
perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama
sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram
sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Amin, Ahmad. 1975. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.

2.      Anwar, Rosihan. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.

3.      http://culturepai.blogspot.com/
4.      http://ibnuummi.blogspot.com/
Mustafa. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia.

MEMAHAMI MAKNA DAN DASAR SYARIAH


19/12/2013   Publikasi   No comments

MEMAHAMI MAKNA DAN DASAR SYARIAH


‫ وعلى آله ومن واله‬، ‫ الحمد هلل والصالة والسالم على رسول هللا‬، ‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
Mempelajari ilmu syari’ah adalah wajib karena sebagai orang muslim bagaimana kita mau
mengerjakan ibadah bila tidak didasari dengan ilmu syari’ah. Kita sering mendengar maqolah bahwah
“al amalu bila ilmin amaluhu mardudadun la yuqbalu “ amal yang dikerjakan tanpa ilmu maka amalnya
akan ditolak dan tidak diterimah. bersama Dr Yusuf al-Qardhawi yang bertemakan “Syariah: Makna
dan Dasarnya,”, dalam chanel al-Jazeera.

1. Ta’rif syari’ah:

‫ما شرعه هللا لعباده من األحكام‬

“Segala perkara yang Allah syariatkan kepada hambaNya, daripada hukum hakam.”

Ada di antaranya suruhan dan ada pula larangan. Ada di antaranya yang berkaitan dengan ( ‫كيفية العمل‬
) ‘cara beramal’ dan dinamakan sebagai ( ‫‘ ) فرعية وعملية‬cabang dan amalan.’ Ilmu yang berkaitan
dengannya dinamakan sebagai ilmu fiqh, syariah dan hukum. Dan ada pula yang berkaitan dengan (
‫‘ ) أصل العمل‬dasar amalan’ dan dinamakan sebagai ( ‫‘ ) أصلية واعتقادية‬usul dan pegangan.’ Ilmu yang
berkiatan dengannya dinamakan sebagai ilmu kalam, tauhid atau aqidah

2. Syari’ah dan agama:

Jika berdasarkan ta’rif di atas, syariah itu sendiri adalah agama.

Namun sebahagian ulama membezakan antara penggunaan kalimah syariah kepada maksud yang
lebih khusus, iaitulah hukum hakam fiqh.Sebagaimana di al-Azhar dinamakan kuliah yang
menumpukan pengajian fiqh sebagai kuliah syariah, dan kuliah yang mengaji akidah dinamakan
kuliah usuluddin. Syeikh Mahmud Syaltut, Syeikuhul Azhar pernah mengarang sebuah kitab bertajuk
“Islam itu Aqidah dan Syariah.”

3. Kenapa Allah turunkan Syariah?

Firman Allah taala:


‫لقد أنزلنا رسلنا بالبينات وأنزلنا معهم الكتاب والميزان ليقوم الناس بالقسط‬
‫كتاب أنزلناه إليك لتخرج الناس من الظلمات إلى النور‬
Allah taala maha kaya daripada hambaNya, Dia tidak berhajat kepada sesuatu daripada hambaNya.
Di dalam ayat pertama disebut: “Agar manusia menegakkan keadilan,” ayat kedua “Mengeluarkan
manusia dari kegelapan kepada cahaya.”

Secara ringkasnya, syariah adalah:

‫كل ما يهدى الناس في الحياة إلى الطريق القويم والتوازن‬

Setiap perkara yang menyusun kehidupan dan memandu kepada jalan yang lurus dan sistematik,
itulah tugasan syariah, agar mereka mendapat kebaikan di dunia, dan di akhirat.

4. Sumber-sumber syariah:

Syariah diambil daripada dalil-dali syarak. Terdapat dua jenis dalil: pertama dalil yang disepakati.
Iaitulah al-Quran yang merupakan sumber yang paling utama, kemudian sunnah, ijmak dan qias.
Jenis yang kedua pula dalil yang terdapat perselisihan antara ulama seperti amalan umat terdahulu,
masaleh mursalah, istihsan, uruf, istishab dan sebagainya (rujuk kitab-kitab usul fiqh) Semua sumber-
sumber ini sudah memadai bagi menyelesaikan setiap permasalahan manusia.

5. Apakah perkara yang ( ‫‘ ) الثابت‬tetap.”?

Perkara yang ( ‫‘ ) الثابت‬tetap’ dan tidak akan berubah adalah yang berkaitan dengan akidah, ibadah
yang asas, akhlak-akhlak yang utama, nilai murni dan perkara (‫‘ ) الرذائل‬yang dipandang keji’, halal dan
haram, perkara-perkara yang dasar yang berkaitan dengan individu, mencari pekerjaan halal,
berpakaian menutup aurat, makanan halal, hubungan antara suami isteri, kaum kerabat, hak-hak
asas masyarakat, pemerintah, rakyat dan sebagainya. (Yakni perkara yang sudah diijmak dan bukan
tempat ijtihad)

6. Apakah perkara ( v‫‘ ) المتغير‬boleh berubah’ dan syarat-syaratnya?

Perkara yang ‘boleh berubah’ adalah selaindaripada perkara sabit.Iaitulah yang bukannya dari
masalah akidah, ibadah, akhlak-akhlak utama, bukan juga dari hukum qatie yang tidak menerima
sebarang perubahan, seperti masalah pewarisan harta yang sudah disebutkan secara jelas di dalam
al-Quran dan hadis, kerana sudah disepakati oleh seluruh umat.Perkara sabitini tidak menerima
perubahan atau ijtihad.

Perkara mutaghayyir adalah cukup banyak iaitulah segala perkara yang boleh dimasuki ijtihad.Ia
dikaji di dalam ilmu fiqh dengan perbahasan yang cukup meluas. Daripada sini timbulnya perubahan
fatwa. Fatwa boleh berubah mengikut 4 perkara: masa, tempat, uruf (adat setempat) dan keadaan.

Jadi di sana terdapat perkara yang boleh berubah, dan ada perkara yang tidak berubah, Iaitulah
perkara yang menjadi dasar dan asas agama.

7. Perlaksanaan Syariah
Sebahagian manusia apabila mendengar kalimah undang-undang syariah terus rasa takut.Seolah-
olah syariah tidak mampu memberikan keadilan.Sebenarnya syariah adalah amat bertepatan dengan
nas dan akal manusia.Ia akan dilaksanakan sebagaimana dilaksanakan undang-undang biasa. Bukan
bermakna apabila kita mahu melaksanakan syariah terus kita memotong tangan pencuri. Saya
berpendapat perkara ini tidak akan boleh terus dilaksanakan dalam tempoh 5 tahun yang terdekat.
Kita sebenarnya amat berhajat untuk mendahulukan perlaksanaan dasar, yang berkaitan dengan
akidah, akhlak, ekonomi, ilmu tentang syariah.Terdapat dua juta penduduk jalanan di Mesir sekarang,
yang tidak mempunyai pendidikan. Adakah apabila kita melaksanakan syariah kita terus akan
memotong tangan mereka? Terlebih dahulu kita perlu mengajar mereka, memberi pemahaman,
memenuhi keperluan terhadap perkerjaan, pengetahuan, dan keperluan asas.Semua ini perlu
dilaksanakan sebelum dilaksanakan hudud.Bukankah Nabi memulakan dakwahnya dengan
membetulkan akidah dan menanam pemahaman selama 10 tahun di Mekah.Baginda terlebih dahulu
menjelaskan halal dan haram, membersihkan jiwa dan mempersiapkan manusia untuk melaksanakan
syariah. Setiap pihak yang akan memegang tampuk pemerintahan amat perlu memahami perkara ini
terlebih dahulu.

8. Berperingkat di dalam melaksanakan syariah

Hukum syariah banyak memberikan contoh kepada tadarruj.Contohnya pengharaman arak.Arak


diharamkan menerusi beberapa peringkat di dalam beberapa ayat.Lihatlah bagaimana Allah mencipta
segala perkara secara berperingkat-peringkat?pohon anak kecilIni adalah sunnah yang perlu diraikan.
Bukan hudud saja syariah Islam. Tetapi banyak lagi hukum hakam syariah yang lain.

9. Siapakah yang boleh melaksanakan syariah. Negara atau umat

Sebahagian perkara syariah boleh dilaksanakan tanpa memerlukan kuasa.Contohnya makan,


sembahyang, bekerja, semua perkara ini boleh dilaksanakan mengikut syariah tanpa memerlukan
kepada negara.Adakah saya perlu menunggu perintah makan, baru saya makan?Tidak.Perkara
berkaitan mencari rezeki yang halal mampu saya laksanakan sendiri tanpa negara.Syariah adalah
semua perkara yang berkaitan dengan mukallaf, buat atau tinggalkan.Adapun perkara besar seperti
hukuman hudud, hanyalah boleh dilaksanakan oleh negara. Jadi, setiap orang melaksanakan apa
yang dituntut daripadanya. Tidak boleh seseorang melakukan perkara diluar bidang
kuasanya.Perintah untuk melaksanakan hudud dituju kepada seluruh umat.Tetapi yang boleh
melaksanakan hanyalah pemerintah. Jika pemerintah tidak melaksanakan hudud, maka semua akan
berdosa. Umat dituntut untuk memastikan pemerintah melaksanakan hudud.

10. Bolehkan satu golongan melaksanakan hudud sendiri?

Tidak boleh.Tidak boleh sekumpulan manusia melaksanakan hudud sendiri.Mestilah negara yang
melaksanakannya. Firman Allah taala:

‫يأيها الذين ءامنوا أطيعوا هللا وأطيعوا الرسول وأولي األمر منكم‬

Ulil Amri adalah ulama dalam bidang kuasanya, dan pemerintah dalam bidang kuasanya.Pemerintah
perlu ditaati di dalam perkara yang Allah taala perintahkan kepadanya untuk dilaksanakan.Merekalah
yang bertanggungjawab dalam perkara tersebut.Umat pula perlu membantu mereka. Jika kita
menangkap pencuri, kita perlu mengajarkan dia bahawa perkara ini salah, bagaimana cara mencari
rezeki.Kita tidak boleh terus memotong tangannya sebelum asas-asas ini bertapak kemas.

11. Khilaf antara mazhab

Kebanyakan hukum syariah mempunyai khilaf.Hanya sedikit sahaja yang tiada khilaf. Sesiapa yang
mengkaji ilmu fiqh muqaran akan mendapati kebenaran kata-kata ini. Setengah orang mengatakan
kita perlu berpegang kepada zahir nas.Tidak.Syariah mempunyai maqasid dan matlamatnya.Maqasid
ini perlu diraikan.

Ibnu Taimiyah melarang orang menegah tentera Tartar minum arak. Arak diharamkan kepada kita
kerana ia menyibukkan kita daripada mengingati Allah. Tetapi arak adalah lebih baik buat mereka,
kerana arak menyibukkan mereka daripada membunuh.Ini adalah satu contoh pandangan terhadap
maqasid. Seorang muslim perlu melihat dimanakah tarjih. Banyak pendapat bukan bermakna kita
perlu mengambil semua pendapat.Tidak.Bahkan kita perlu meneliti yang manakah lebih rajih, dan
mempunyai maslahah yang paling besar untuk manusia.

Kisah Ibnu Abbas, datang seorang bertanya kepadanya “Adakah pembunuh diterima taubatnya?”
Ibnu Abbas melihat wajah penanya dan berkata “Pembunuh tidak diterima taubatnya.”Sahabat-
sahabat beliau hairan dan bertanya kepadanya.Beliau menjawab “Aku melihat mukanya dipenuhi
perasaan marah, dan dia ingin membunuh seorang mukmin.Maka aku ingin halang dia daripada
membunuh.”Maka Ibnu Abbas telah menutup jalan orang tersebut daripada membunuh.Sedangkan
sebelum itu beliau memberi fatwa bahawa taubat seorang pembunuh diterima Allah.

Daripada sini, para ulama berkata:

‫الفتوى قبل االبتالء بالفعل غير الفتوى بعد االبتالء بالفعل‬

“Fatwa sebelum sesuatu perbuatan dilakukan, adalah berbeda dengan fatwa selepas sesuatu
perbuatan dilakukan.”

Ingin segera bisa? Klik di sini sekarang!

Makna Dan Cakupan Ibadah


MAKNA DAN CAKUPAN IBADAH[1]

Oleh

Ustadz Abu Ismail Muslim al-Atsari

IBADAH ADALAH HIKMAH PENCIPTAAN


Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan kepada kita bahwa Dia menciptakan
jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:

َ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ا ْل ِجنَّ َواِإْل ْن‬


‫س ِإاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. [Adz-Dzâriyât/51:56]

Oleh karena itu Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberikan ujian dengan perintah
ibadah, melaksanakan perintah, dan menjauhi segala larangan-Nya. Allâh Azza wa
Jalla berfirman:

َ ‫ق ا ْل َم ْوتَ َوا ْل َحيَاةَ لِيَ ْبلُ َو ُك ْم َأيُّ ُك ْم َأ ْح‬


‫سنُ َع َماًل‬ َ َ‫الَّ ِذي َخل‬

 (Allâh) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. [Al-Mulk/67: 2]

Maka semua yang berakal, dari kalangan jin dan manusia, semenjak dewasa sampai
meninggal dunia dia berada dalam ujian dan cobaan.

Kalau kita memahami hal ini, maka alangkah pentingnya kita mengetahui makna
ibadah dan cakupannya, sehingga kita bisa mengisi hidup kita dengan ibadah sehingga
bisa meraih ridha Allâh Azza wa Jalla .

TA’RIF IBADAH SECARA BAHASA DAN ISTILAH

Ibadah secara bahasa adalah ketundukan dan kerendahan atau kepatuhan, seperti
perkataan bangsa Arab, “Tharîq mu’abbad” artinya jalan yang merendah karena
diinjak oleh telapak kaki. Atau seperti perkataan “ba’îr mu’abbad” artinya onta yang
patuh.

Az-Zajaj rahimahullah (wafat 311 H), seorang ahli bahasa Arab, berkata, “Ibadah
dalam bahasa maknanya ketaatan disertai ketundukan”. (Lisânul ‘Arab, bab: ‘abada)

Ar-Raghib al-Ash-bihani rahimahullah (wafat 425 H), seorang ahli bahasa Arab,
berkata, “’Ubudiyah adalah menampakkan ketundukan, sedangkan ibadah lebih tinggi
darinya, karena ibadah adalah puncak ketundukan”. (Mufradât Alfâzhil Qur’ân, hlm.
542)

Sedangkan, ibadah secara istilah, para ulama telah menjelaskannya dengan ungkapan
yang berbeda-beda, namun intinya sama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (wafat 728 H) berkata, “Ibadah adalah
satu istilah yang menghimpun seluruh apa yang dicintai dan diridhai oleh Allâh, baik
berupa perkataan dan perbuatan, yang lahir dan yang batin.” (Al-‘Ubudiyah, hlm: 23,
dengan penelitian: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi hafizhahullâh)

Penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ini mencakup seluruh jenis ibadah dalam
agama Islam.

CAKUPAN IBADAH

Ibadah dalam agama Islam mencakup ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah.

1.Ibadah Mahdhah

Ibadah mahdhah adalah perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan yang asalnya


memang merupakan ibadah, berdasarkan nash atau lainnya yang menunjukkan
perkataan dan perbuatan tersebut haram dipersembahkan kepada selain Allâh Azza wa
Jalla .

Dalam kitab ad-Dînul Khâlish, 1/215, disebutkan  pengertian ibadah mahdhah,


“Segala yang diperintahkan oleh Pembuat syari’at (yaitu:  Allâh Subhanahu wa Ta’ala
-pen), baik berupa perbuatan atau perkataan hamba yang dikhususkan kepada
keagungan dan kebesaran Allâh Azza wa Jalla .”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan, “Wudhu adalah ibadah,


karena ia tidak diketahui kecuali dari Pembuat syari’at, dan semua perbuatan yang
tidak diketahui kecuali dari Pembuat syari’at, maka itu adalah ibadah, seperti shalat
dan puasa, dan karena hal itu juga berkonsekuensi pahala.” [Al-Mustadrak ‘ala
Majmû’ al-Fatâwâ, 3/29; Mukhtashar al-Fatâwâ al-Mishriyah, hlm. 28]

Maka semua perbuatan atau perkataan yang ditunjukkan oleh nash atau ijma’ atau
lainnya, atas kewajiban ikhlas padanya, maka itu adalah ibadah dari asal
disyari’atkannya, sedangkan yang tidak demikian maka itu bukan ibadah dari asal
disyari’atkannya, namun bisa menjadi ibadah dengan niat yang baik, sebagaimana
penjelasan berikutnya.

Ibadah mahdhah ini mencakup hal-hal sebagai berikut:

a.Ibadah hati yaitu keyakinan dan amalan

Ibadah hati yang terbagi menjadi dua bagian:


1. Qaulul qalbi (perkataan hati), dan dinamakan i’tiqâd (keyakinan; kepercayaan).
Yaitu keyakinan bahwa tidak ada Rabb (Pencipta; Pemilik; Penguasa) selain
Allâh, dan bahwa tidak ada seorangpun yang berhak diibadahi selain Dia,
mempercayai seluruh nama-Nya dan sifat-Nya, mempercayai para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari Akhir, taqdir baik dan buruk, dan lainnya.
2. ‘Amalul qalbi (amalan hati), di antaranya ikhlas, mencintai Allâh Subhanahu wa
Ta’ala , mengharapkan pahala-Nya, takut terhadap siksa-Nya, tawakkal kepada-
Nya, bersabar melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya dan
lainnya.

b.Ibadah perkataan atau lisan

Di antaranya adalah mengucapkan kalimat tauhid, membaca al-Qur’an, berdzikir


kepada Allâh dengan membaca tasbîh, tahmîd, dan lainnya; berdakwah untuk
beribadah kepada Allâh, mengajarkan ilmu syari’at, dan lainnya.

c.Ibadah badan

Di antaranya adalah melaksankan shalat, bersujud, berpuasa, haji, thawaf, jihad,


belajar ilmu syari’at, dan lainnya.

d.Ibadah harta

Di antaranya adalah membayar zakat, shadaqah, menyembelih kurban, dan lainnya.

2.Ibadah Ghairu Mahdhah

Ibadah ghairu mahdhah adalah perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan yang


asalnya bukan ibadah, akan tetapi berubah menjadi ibadah dengan niat yang baik.

Namun, jika perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan ini dilakukan dengan niat


yang buruk akan berubah menjadi kemaksiatan, dan pelakunya mendapatkan dosa.
Seperti, melakukan jual beli untuk mendapatkan harta dengan niat untuk melakukan
maksiat; makan minum agar memiliki kekuatan untuk mencuri; mempelajari ilmu
yang mubah, seperti kedokteran atau teknik, dengan niat untuk mendapatkan
pekerjaan yang dengan pekerjaan itu dia bisa melakukan perbuatan maksiat.

Jika seseorang melakukan perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan ini dengan


tanpa niat yang baik atau niat buruk, maka perbuatan tersebut tetap pada hukum
asalnya, yaitu mubah.

Ibadah ghairu mahdhah ini mencakup hal-hal sebagai berikut:


a.Melaksanakan wâjibât (perkara-perkara yang diwajibkan) dan mandûbât (perkara-
perkara yang dianjurkan) yang asalnya tidak masuk ibadah, dengan niat mencari
wajah Allâh

Misalnya:

 Mengeluarkan harta untuk keperluan diri sendiri, seperti makan, minum, dan
sebagainya, dengan niat menguatkan badan dalam melaksanakan ketaatan
kepada Allâh.
 Berbakti kepada orang tua dengan niat melaksanakan perintah Allâh.
 Memberi nafkah kepada anak dan istri dengan niat melaksanakan perintah Allâh
Subhanahu wa Ta’ala .
 Mendidik anak dan membiayai sekolahnya dengan niat agar mereka bisa
beribadah kepada Allâh dengan baik.
 Menikah dengan niat menjaga kehormatan diri sehingga tidak terjatuh ke dalam
zina.
 Memberi pinjaman hutang dengan niat menolong dan mencarai pahala Allâh.
 Memberi hadiah kepada orang dengan niat mencari wajah Allâh.
 Memuliakan tamu dengan niat melaksanakan perintah Allâh.
 Memberi tumpangan kepada seorang yang tua agar sampai ke tempat tujuannya
dengan niat mencari wajah Allâh.

Di antara dalil yang menunjukkan hal itu sebagai ibadah adalah hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ٌ‫ص َدقَة‬ ِ َ‫ق ال َّر ُج ُل َعلَى َأ ْهلِ ِه يَ ْحت‬


َ ُ‫سبُ َها فَ ُه َو لَه‬ َ َ‫ ِإ َذا َأ ْنف‬:‫سلَّ َم قَا َل‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ْ ‫عَنْ َأبِي َم‬
َ ‫س ُعو ٍد ع َِن النَّبِ ِّي‬

Dari Abu Mas’ûd Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
Beliau bersabda, “Jika seorang laki-laki mengeluarkan nafkah kepada keluarganya
yang dia mengharapkan wajah Allâh dengan-Nya, maka itu shadaqah baginya”. [HR.
Al-Bukhâri, no. 55]

Dalam hadits lain diriwayatkan:

َ‫ق نَفَقَةً تَ ْبت َِغي بِ َها َو ْجه‬ َ ِ‫ ِإنَّكَ لَنْ تُ ْنف‬:‫سلَّ َم قَا َل‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ َأنَّهُ َأ ْخبَ َرهُ َأنَّ َر‬،‫ص‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬ ٍ ‫س ْع ِد ْب ِن َأبِي َوقَّا‬
َ ْ‫عَن‬
‫ َحتَّى َما ت َْج َع ُل ِفي فَ ِم ا ْم َرَأتِ َك‬،‫هَّللا ِ ِإاَّل ُأ ِج ْرتَ َعلَ ْي َها‬

Dari Sa’ad bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu , bahwa Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak mengeluarkan nafkah yang
engkau mencari wajah Allâh dengan-Nya kecuali engkau diberi pahala padanya,
termasuk apa yang engkau taruh di mulut istrimu”. [HR. Al-Bukhari, no. 56]
b.Meninggalkan muharramât (perkara-perkara yang diharamkan) untuk mencari
wajah Allâh Azza wa Jalla

Termasuk dalam hal ini adalah meninggalkan riba, meninggalkan perbuatan mencuri,
meninggalkan perbuatan penipuan, dan perkara-perkara yang diharamkan lainnya.
Jika seorang Muslim meninggalkannya karena mencari pahala Allâh, takut terhadap
siksa-Nya, maka itu menjadi ibadah yang berpahala.

Namun jika seorang Muslim meninggalkan suatu perbuatan maksiat karena tidak
mampu melakukannya, atau karena takut terhadap had dan hukuman, atau tidak ada
keinginan, atau sama sekali tidak pernah memikirkannya,  maka dia tidak
mendapatkan pahala.

Dalilnya adalah hadits:

َ ‫ ِإ َذا َأ َرا َد َع ْب ِدي َأنْ يَ ْع َم َل‬:ُ ‫ ” يَقُو ُل هَّللا‬:‫سلَّ َم قَا َل‬


‫ فَالَ تَ ْكتُبُوهَا‬،ً‫سيَِّئة‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬ ُ ‫ َأنَّ َر‬:َ‫عَنْ َأبِي ه َُر ْي َرة‬
ً‫سنَة‬َ ‫ وَِإ َذا َأ َرا َد َأنْ يَ ْع َم َل َح‬،ً‫سنَة‬
َ ‫ وَِإنْ تَ َر َك َها ِمنْ َأ ْجلِي فَا ْكتُبُوهَا لَهُ َح‬،̂‫ فَِإنْ َع ِملَ َها فَا ْكتُبُوهَ̂ا بِ ِم ْثلِ َها‬،‫َعلَ ْي ِه َحتَّى يَ ْع َملَ َها‬
‫ف‬
ٍ ‫ض ْع‬ِ ‫س ْب ِع ِماَئ ِة‬َ ‫ش ِر َأ ْمثَالِ َه̂ا ِإلَى‬ْ ‫ فَِإنْ َع ِملَ َها فَا ْكتُبُوهَا لَهُ بِ َع‬،ً‫سنَة‬ َ ‫“ فَلَ ْم يَ ْع َم ْل َها فَا ْكتُبُوهَا لَهُ َح‬

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Allâh berfirman: Jika hamba-Ku berkeinginan melakukan keburukan, maka
janganlah kamu menulisnya sampai dia melakukannya. Jika dia telah melakukannya,
maka tulislah dengan semisalnya. Dan jika dia meninggalkannya karena Aku, maka
tulislah satu kebaikan untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia
tidak melakukannya, maka tulislah satu kebaikan untuknya. Jika dia telah
melakukannya, maka tulislah baginya sepuluh kalinya sampai 700 kali”. (HR. Al-
Bukhâri, no. 7501)

c.Melakukan mubâhât (perkara-perkara yang dibolehkan) untuk mencari wajah Allâh


Subhanahu wa Ta’ala

Di antaranya tidur, makan, menjual, membeli, dan usaha lainnya dalam rangka
mencari rezeki. Semua ini dan yang semacamnya hukum asalnya adalah mubah. Jika
seorang Muslim melakukannya dengan niat menguatkan diri untuk melaksanakan
ketaatan kepada Allâh, maka hal itu menjadi ibadah yang berpahala.

Dalil adalah hadits Abu Mas’ud dan Sa’ad yang telah lewat. Demikian juga perkataan
Mu’adz bin Jabal, ketika ditanya oleh Abu Musa al-Asy’ari, “Bagaimana engkau
membaca al-Qur’an?” Beliau Radhiyallahu anhu menjawab:

‫ب قَ ْو َمتِي‬ ِ َ‫ب نَ ْو َمتِي َك َما َأ ْحت‬


ُ ‫س‬ ِ َ‫ فََأ ْحت‬،‫ فََأ ْق َرُأ َما َكت ََب هَّللا ُ لِي‬،‫ض ْيتُ ُج ْزِئي ِمنَ النَّ ْو ِم‬
ُ ‫س‬ َ َ‫ فََأقُو ُم َوقَ ْد ق‬،‫َأنَا ُم َأ َّو َل اللَّ ْي ِل‬
Aku tidur di awal malam, lalu aku bangun dan aku telah memberikan bagian tidurku,
lalu aku membaca apa yang Allâh takdirkan untukku. Sehingga aku mengharapkan
pahala pada tidurku, sebagaimana aku mengharapkan pahala pada berdiri (shalat)
ku”. [HR. Al-Bukhâri, no. 4341]

Ini semua menunjukkan bahwa ibadah mencakup seluruh sisi kehidupan manusia.
Semoga Allâh memberikan kemudahan dan kemampuan kepada kita untuk beribadah
kepada-Nya dengan sebaik-baiknya

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan


Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Disadur oleh Abu Isma’il Muslim al-Atsari dari kitab Tashîl al-‘Aqîdah al-
Islâmiyyah, hlm. 65-72, penerbit: Darul ‘Ushaimi lin nasyr wa tauzi’, karya Prof. Dr.
Abdullah bin Abdul ‘Aziz bin Hammâdah al-Jibrin, dan rujukan-rujukan lainnya.

Read more https://almanhaj.or.id/6709-makna-dan-cakupan-ibadah.html

Anda mungkin juga menyukai