Agama Sebagai Sumber Moral
Agama Sebagai Sumber Moral
DALAM KEHIDUPAN
1. Agama sebagai Sumber Moral
Endang Saefudin Anshari menyimpulkan bahwa agama meliputi: sistem kredo kepercayaan
atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia; sistem ritus tata cara peribadatan manusia
kepada yang mutlak; dan sistem norma atau tata kaidah yang mengatur hubungan manusia
dengan sesame manusia dan hubungan dengan alam lainnya sesuai dan sejalan dengan tata
keimanan.
B. Pengertian Moral, Susila, Budi Pekerti, Akhlak, dan Etika
Sidi Gazalba mengartikan moral sebagai kesesuaian dengan ide-ide yang umum diterima
tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Jadi moral adalah tindakan
yang umum sesuai dengan dan diterima oleh lingkungan tertentu atau kesatuan sosial
tertentu.
Dengan demikian moral dapat diartikan dengan “menyangkut baik buruknya manusia sebagai
manusia,” moralitas dapat diartikan dengan “keseluruhan norma-norma dan nilai-nilai dan
sikap moral seseorang atau masyarakat. Moral mengacu pada baik buruk perilaku bukan pada
fisik seseorang.
Secara terminology, susila adalah aturan-aturan hidup yang baik. Orang yang susila adalah
orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang berkelakuan
buruk. Susila biasanya bersumber pada adat yang berkembang di masyarakat setempat
tentang suatu perbuatan itu tabu atau tidak tabu, layak atau tidak layak. Dengan demikian
susila menunjuk pada arti perilaku baik yang dilakukan seseorang.
Budi secara istilah adalah yang ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran yang
didorong oleh akal. Sementara pekerti adalaha apa yang terlihat pada manusia karena
didorong oleh perasaan. Budi pekerti adalah perbuatan dari hasil akal dan rasa yang berwujud
pada karsa dan tingkah laku manusia.
Berikut ini adalah pengertian akhlak secara istilah dari sebagian para ulama:
1) Ahmad Amin dalam bukunya Al-Akhlak mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang
biasa dilakukan.
2) Ibn Maskawih dalam kitabnya Tahzib al-Akhlak wa Tathirul A’raq, mendefinisikan
akhlak sebagai “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan sebelumnya”
3) Imam Ghazali dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumuddin, mendefinisikan akhlak sebagai:
“segala sifat yang tertanam dalam hati, yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan
dan mudah tanpa memerlukan pemikiran sebagai pertimbangan.”
Akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan secara langsung dan berturut-turut tanpa memikirkan
pemikiran lebih lanjut.
Dari beberapa definisi dan uraian singkat di atas, kita dapat mengambil dua hal penting
tentang akhlak, yaitu:
2) Akhlak merupakan perwujudan perbuatan sebagai kebiasaan (bukan perbuatan yang
dibuat-buat, tetapi sewajarnya).
Dengan demikian akhlak dalam ajaran Islam merupakan perbuatan manusia sebagai ekspresi
atau ungkapan dari kondisi jiwa. Akhlak meskipun berpangkal dari jiwa tapi ia tidak berhenti
di dalam jiwa saja melainkan ternyatakan dalam perbuatan.
Secara istilah etika adalah ilmu yang membicarakan tentang tingkah laku manusia. Sebagian
ahli yang lain mengemukakan definisi etika sebagai teori tentang laku perbuatan manusia
dipandang dari segi nilai baik dan buruk sejauh yang dapat ditentukan akal. Hanya saja ilmu
akhlak atau etika Islam tidak hanya bersumber pada akal, melainkan pula yang terpenting
adalah Al-Qur’an dan Hadits.
C. Hubungan Moral, Susila, Budi Pekerti, Akhlak, dan Etika
Etika (ilmu akhlak) bersifat teoritis sementara moral, susila, akhlak lebih bersifat praktis.
Artinya moral itu berbicara soal mana yang baik dan mana yang buruk, susila berbicara mana
yang tabu dan mana yang tidak tabu, akhlak berbicara soal baik buruk, benar salah, layak atau
tidak layak. Sementara etika lebih berbicara kenapa perbuatan itu dikatakan baik atau kenapa
perbuatan itu buruk. Etika menyelidiki, memikirkan, dan mempertimbangkan tentang yang
baik dan buruk, moral menyatakan ukuran yang baik tentang tindakan itu dalam kesatuan
sosial tertentu. Moral itu hasil dari penelitian etika.
Akhlak karena bersumber pada wahyu maka ia tidak bisa berubah. Meskipun akhlak dalam
Islam bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah sementara etika, moral, dll. bersumber pada
akal atau budaya setempat, tetap saja bahwa semuanya mempunyai keterkaitan yang sangat
erat. Dalam hal ini akhlak Islam sangat membutuhkan terhadap etika, moral, dan susila
karena Islam mempunyai penghormatan yang besar terhadap penggunaan akal dalam
menjabarkan ajaran-ajaran Islam, dan Islam sangat menghargai budaya suatu masyarakat.
Kalaupun adat local menyimpang, Islam mengajarkan kepada umatnya agar mengubahnya
tidak sekaligus melainkan secara bertahap.
Agama memiliki peranan penting dalam usaha menghapus krisis moral dengan menjadikan
agama sebagai sumber moral. Allah SWT telah memberikan agama sebagai pedoman dalam
menjalani kehidupan di dinia ini. Dalam konteks Islam sumber moral itu adalah Al-Qur’an
dan Hadits.
REPORT THIS AD
Menurut kesimpulan A.H. Muhaimin dalam bukunya Cakrawala Kuliah Agama bahwa ada
beberapa hal yang patut dihayati dan penting dari agama, yaitu:
1) Agama itu mendidik manusia menjadi tenteram, damai, tabah, dan tawakal
2) Agama itu dapat membentuk dan mencetak manusia menjadi: berani berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan, sabar, dan takut berbuat dosa
3) Agama memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwanya tumbuh sifat-sifat mulia
dan terpuji, toleransi, dan manusiawi.
Dengan demikian peran agama sangat penting dalam kehidupan manusia, salah satunya,
sebagai sumber akhlak. Agama yang diyakini sebagai wahyu dari Tuhan sangat efektif dan
memiliki daya tahan yang kuat dalam mengarahkan manusia agar tidak melakukan tindakan
amoral.
Sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang
baik, maka itulah yang dinamakan akhlak mulia. Jika tidak sesuai dengan ketentuan Allah
dan Rasul-Nya, maka dinamakan akhlak tercela.
Menurut Imam Al-Ghazali ada empat sendi yang menjadi dasar bagi perbuatan-perbuatan
baik, yaitu:
1) Kekuatan ilmu yang berwujud hikmah, yaitu bisa menentukan benar dan salah
2) Kekuatan amarah yang wujudnya adalah berani, keadaan kekuatan amarah yang tunduk
kepada akal pada waktu dinyatakan atau dikekang.
3) Kekuatan nafsu syahwat (keinginan) yang wujudnya adalah iffah, yaitu keadaan
syahwat yang terdidik oleh akal.
4) Kekuatan keseimbangan di antara yang tiga di atas.
Empat sendi akhlak tersebut akan melahirkan perbuatan-perbuatan baik, yaitu jujur, suka
member kepada sesame, tawadu, tabah, berani membela kebenaran, menjaga diri dari hal-hal
yang haram.
4) Aniaya
Keempat sendi akhlak tercela itu akan melahirkan berbagai perbuatan yang tercela yang
dikendalikan oleh nafsu seperti sombong, khianat, dusta, serakah, malas, kikir, dll. yang akan
mendatangkan malapetaka bagi diri sendiri maupun orang lain.
REPORT THIS AD
B. Akhlak Mulia dalam Kehidupan
Menauhidkan, yaitu mengesakan bahwa Allah adalah pencipta, bahwa Allah yang
wajib disembah oleh kita.
Beribadah
Bersyukur
Berdoa
Berdzikir
Tawakal, yaitu sikap pasrah kepada Allah atas ketentuannya sambil berusaha
Mahabbah (cinta), yaitu merasa dekat dan ingat terus kepada Allah yang diwujudkan
dengan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
2) Akhlak kepada Diri Sendiri
Perwujudannya yaitu :
Perwujudannya yaitu :
Berbakti kepada kedua orang tua
Mendoakan orang tua
Adil terhadap saudara
Membina dan mendidik keluarga
Memelihara keturunan
4) Akhlak terhadap Orang/Masyarakat
Untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, harus disertai dengan akhlak,
antara lain:
Perwujudannya yaitu :
MAKALAH
” AGAMA SEBAGAI MORAL DAN AKHLAK MULIA"
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam di semester
satu
Prodi S1 Akuntansi
Disusun oleh :
Chyntia Ayu Agusetyani / 5230014013
Dosen Pembimbing
Bp. Nanang Rokhman Saleh, S.Ag.M.Thl
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NADHLATUL ULAMA SURABAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agama merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan
hubungan manusia dengan sang mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan
hubungan manusia dengan alam lainnya sesuai dengan kepercayaan tersebut.
Berdasarkan klasifikasi manapun diyakini bahwa agama memiliki peranan signifikan
bagi kehidupan manusia, disebabkan agama terdapat seperangkat nilai yang menjadi
pedoman dan pegangan manusia. Salah satunya adalah dalam hal moral. Moral
adalah sesuatu yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Tak jauh berbeda dengan moral hanya lebih sepesifik adalah budi pekerti. Akhlak
merupakan perilaku dilakukan tanpa banyak pertimbangan tentang baik dan buruk.
Adapun etika atau ilmu akhlakn kajian sistematis tentang baik dan buruk, bisa juga
dikatakan bahwa etika merupakan ilmu tentang moral. Hanya saja perbedaan etika
dan ilmu akhlak (etika islam) bahwa pertama hanya berdasar pada akal, sedangkan
disebut terakhir berdasarkan pada wahyu, akal hanya membantu terutama pada
perumusan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka
permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Apa yang dimaksud agama sebagai sumber moral ?
Jelaskan pengertian akhlak, etika, moral ?
Aktulisasi akhlak mulia dalam kehidupan ?
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuannya adalah :
1. Untuk mengetahui bahwa agama memiliki norma-norma yang berkaitan
dengan moral sebagai perilau sehari-hari
2. Untuk memperbaiki akhlak yang bertolak belakang dengan etika dan moral,
karena dari ketiganya saling berkaitan.
3. Untuk mengetahui akhlak apa yang harus diterapkan dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
Agama Sebagai Sumber Moral
Agama memiliki peranan penting dalam usaha menghapus krisis moral dengan
menjadikan agama sebagai sumber moral. Allah SWT telah memberikan agama
sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dinia ini. Dalam konteks Islam
sumber moral itu adalah Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut kesimpulan A.H. Muhaimin dalam bukunya Cakrawala Kuliah Agama
bahwa ada beberapa hal yang patut dihayati dan penting dari agama, yaitu:
1) Agama itu mendidik manusia menjadi tenteram, damai, tabah, dan tawakal
2) Agama itu dapat membentuk dan mencetak manusia menjadi: berani berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan, sabar, dan takut berbuat dosa
3) Agama memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwanya tumbuh sifat-sifat
mulia dan terpuji, toleransi, dan manusiawi.
Dengan demikian peran agama sangat penting dalam kehidupan manusia, salah
satunya, sebagai sumber akhlak. Agama yang diyakini sebagai wahyu dari Tuhan
sangat efektif dan memiliki daya tahan yang kuat dalam mengarahkan manusia agar
tidak melakukan tindakan amoral.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agama merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan
hubungan manusia dengan sang mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan
hubungan manusia dengan alam lainnya sesuai dengan kepercayaan tersebut.
Moral yang bersumber agama bersifat mutlak, permanen, eternal dan universal.
Nilai-nilai moral dalam islam berlaku untuk semua orang dan semua tempat tanpa
memandang tanpa memandang latar belakang etnis kesukuan, kebangsaan, dan
sosial kultural.
Jika dilihat dari maknanya maka persamaan dari moral, akhlak dan etika adalah
pada fungsi, sisi sumber dan pada sifatnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. satu
Aqidah adalah bentuk jamak dari kata Aqaid, adalah beberapa perkara
yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman
jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan
keragu-raguan. Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima
secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu (yang didengar)
dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati, dan ditolak segala
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Aqidah dalam Al-
Qur’an dapat di jabarkan dalam surat (Al-Maidah, 5:15-16) yg
berbunyi “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan
kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-
orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan
kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita
kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki
mereka ke jalan yang lurus” “Dan agar orang-orang yg telah diberi
ilmu meyakini bahwasannya Al-Qur’an itulah yg hak dari Tuhanmu lalu
mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya
Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yg beriman kepada
jalan yang lurus.” (Al-Haj 22:54) Aqidah, syariah dan akhlak pada
dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran islam. Ketiga unsur
tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Aqidah
sebagai system kepercayaan yg bermuatan elemen-elemen dasar
keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama.
Sementara syariah sebagai system nilai berisi peraturan yang
menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistematika
menggambarkan arah dan tujuan yg hendak dicapai agama. Muslim yg
baik adalah orang yg memiliki aqidah yg lurus dan kuat yg
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yg hanya ditujukan pada
Allah sehingga tergambar akhlak yg terpuji pada dirinya. Atas dasar
hubungan itu, maka seseorang yg melakukan suatu perbuatan baik,
tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau keimanan, maka orang itu
termasuk ke dalam kategori kafir. Seseorang yg mengaku beraqidah
atau beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah, maka orang itu
disebut fasik. Sedangkan orang yg mengaku beriman dan melaksanakan
syariah tetapi dengan landasan aqidah yg tidak lurus disebut
munafik. Aqidah, syariah dan akhlak dalam Al-Qur’an disebut iman dan
amal saleh. Iman menunjukkan makna aqidah, sedangkan amal saleh
menunjukkan pengertian syariah dan akhlak. Seseorang yg melakukan
perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka perbuatannya
hanya dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah
perbuatan yg sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum
tentu dipandang benar menurut Allah. Sedangkan perbuatan baik yg
didorong oleh keimanan terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan
syariah disebut amal saleh. Kerena itu didalam Al-Qur’an kata amal
saleh selalu diawali dengan kata iman. antara lain firman Allah
dalam (An-Nur, 24:55) “Allah menjanjikan bagi orang-orang yg beriman
diantara kamu dan mengerjakan amal saleh menjadi pemimpin di bumi
sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang dari sebelum mereka
(kaum muslimin dahulu) sebagai pemimpin; dan mengokohkan bagi mereka
agama mereka yg Ia Ridhai bagi mereka; dan menggantikan mereka dari
rasa takut mereka (dengan rasa) tenang. Mereka menyembah (hanya)
kepada-Ku, mereka tidak menserikatkan Aku dengan sesuatupun. Dan
barang siapa ingkar setelah itu, maka mereka itu adalah orang-orang
yg fasik”
2. Dua
AQIDAH, IBADAH, DAN AKHLAQ
A.
Pengertian Aqidah
Aqidah berasal dari kata „aqd yang berarti pengikatan. Aqidahadalah apa yang diyakini
oleh seseorang. Jika dikatakan “Dia mempunyai aqidah yang benar”
berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati yaitu
kepercayaan hatidan pembenarannya.
Aqidah scara syara‟ yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab
-kitabNya, ParaRasulNya dan kepada hari akhir serta kepada qadar yang baik mupun
yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.[1] Allah SWT Berfirman dalam
surat Yunus Ayat 3, yang berbunyi :
Artinya
: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalamenam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan.
Tiadaseorangpun yang akan memberi syafa`at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang
demikianitulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak
mengambil pelajaran?
Aqidah Islamiyyah:
Aqidah Islamiyyh adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi
sahabat,
Tabi‟in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Menurut Ahlus Sunnah wal
Jama‟ah,
Syari‟iah dan al
[2] Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan
hidupinidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya
sebagaimahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh
bangunan aktifitasmanusia.Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat : 186
Artinya
B.
Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut
syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya
satu.
1.
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan
para Rasul-Nya.
2.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan
tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling
tinggi.
3.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah
Azzawa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Yang ketigaini adalah definisi yang paling lengkap.
[3]
Artinya
: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadahkepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah
Dia-lah Maha Pemberi rizki
-Dzaariyaat : 56-58].
-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepadaAllah , ia adalah sombong. Siapa yang
menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang
disyari‟atkan
Nya maka ia adalah mubtadi‟ (pelaku bid‟ah). Dan siapa yang hanya menyembah
C.
Pengertian Akhlak
Pengertian Akhlak S
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi
persesuain
dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ” Khaliq” yang
berartiPencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan.
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka
kebiasaannyaitu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti
benar akankebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata
–
mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah
memahami akhlak maka dalam bertingkahlaku akan timbul dari hasil perpaduan antara
hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dankebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu
kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalamkenyataan hidup keseharian.Allah SWT
berfirman Surah Al-Maidah, ayat 8
Artinya
“Hai or
Akhlak sifatnya universal dan abadi. Akhlak dalam islam merupakan refleksi internal
dari dalam jiwa manusia yang dieksternalisasikan secara kongrit dalam bentuk perilaku
dan tindakan nyata.Akhlak seseorang terkait erat dengan perspektif keimanannya, tentang
eksistensi dirinya sebagaikhalifah Allah. Akhlak yang lahir dari kualitas internalisasi
nilai-nilai iman sudah barang tentuakan memancarkan kualitas yang lebih baik. Demikian
pula sebaliknya, akhlak yang buruk merefleksikan kadar keimanan seseorangyang masih
labil.[4] Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam.
Namunsebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang
itulah yang dapatmenerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah
memahami akhlak danmenghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu
selalu diulang
–
ulang dengankecenderungan hati (sadar)2 .Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari
hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang
menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan
hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akanmelahirkan perasaan moral yang
terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah,sehingga ia mampu membedakan
mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaatdan mana yang tidak
berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.
1.
1.
Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan
hidupinidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya
sebagaimahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh
bangunanaktifitas manusia.
“ Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak “Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim
adalah aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, Karena akhlak tersarikan
dariaqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar,
niscahyaakhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah
salah makaakhlaknya pun akan salah.ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan
yang seharusnya dilakukan manusiakepada yang lainya, yang disebut dengan akhlak.
Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan
ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yangdijalankan dinilai baik apabila telah sesuai
dengan muamalah. Muamalah bisa dijalankandengan baik apabila seseorang telah
memiliki akhlak yang baik.Contohnya :Jika berjanji harus ditepati yaitu apabila seorang
berjanji maka harus ditepati. Jika orangmenepati janji maka seseorang telah menjalankan
aqidahnya dengan baik. Dengan menepati janji seseorang juga telah melakukan ibadah.
Pada dasarnya setiap perbuatan yangdilakukan manusia arus didasari denga aqidah yang
baik.Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap
alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan
benar,niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah.
Sehingga iatidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah
ditetapkanya.Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan
contoh perilaku yangharus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam
kehidupan mereka,karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan ridha
allah dan ataumembawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari allah
Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang berhubungan dengan aqidah. Jujur
dapatterwujud apabila seseorang telah memegang konsep-konsep yang berhubungan
denganaqidah. Dengan dijalankanya konsep-konsep aqidah tersebut maka seseorang akan
memilikiakhlak yang baik. Sehingga orang akan takut dalam melakukan perbuatan
dosa.Jika perbedaan dalam fiqih dimaksudkan untuk memberikan kemungkinan,
makakesalehan tentu saja bukan dalam menjalankan fiqih, betapapun sulitnya. Yang
paling salehdiantara kita bukanlah orang yang bersedekap pada waktu berdiri shalat,
bukan juga yangmeluruskan tangannya, karena kedua cara shalat itu merupakan ijtihat
para ulama denganmerujuk pada hadis yang berbeda. Yang durhaka juga bukan yang
mandi janabah sebelumtidur, atau yang tidur dulu baru mandi janabah, karena kedua-
duanya dijalankan RasullahSaw. Fikih tidak bisa dijadikan ukuran kemuliaan, tetapi
kemuliaan seseorang di lihat darikemuliaan akhlaknya.[5] 2.
Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran agama Islam. Ibarat sebuah
bangunan,maka perlu adanya pondasi yang kuat yang mampu menopang bangunan
tersebut sehingga bangunan tersebut bisa berdiri dengan kokoh. Demikianlah urgensi
akidah dalam Islam,Akidah seseorang merupakan pondasi utama yang menopang
bangunan keislaman pada diriorang tersebut. Apabila pondasinya tidak kuat maka
bangunan yang berdiri diatasnya punakan mudah dirobohkan.Selanjutnya Ibadah yang
merupakan bentuk realisasi keimanan seseorang, tidak akan dinilai benar apabila
dilakukan atas dasar akidah yang salah. Hal ini tidak lain karena tingkatkeimanan
seseorang adalah sangat bergantung pada kuat tidaknya serta benar salahnyaakidah yang
diyakini orang tersebut. Sehingga dalam diri seorang muslim antara akidah,keimanan
serta amal ibadah mempunyai keterkaitan yang sangat kuat antara ketiganya.Muslim
apabila akidahnya telah kokoh maka keimanannya akan semakin kuat, sehinggadalam
pelaksanaan praktek ibadah tidak akan terjerumus pada praktek ibadah yang
salah.Sebaliknya apabila akidah seseorang telah melenceng maka dalam praktek
ibadahnya punakan salah kaprah, yang demikian inilah akan mengakibatkan lemahnya
keimanan.Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka
dibutuhkanadanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan
bentuk
pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka
mendekatkandiri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap
allah.Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, sejak kelahirnya telah dibekali
denganakal pikiran serta perasaan (hati). Manusia dengan akal pikiran dan hatinya
tersebut dapatmembedakan mana yang baik dan mana yang benar, dapat mempelajari
bukti-buktikekuasaan Allah, sehingga dengannya dapat membawa diri mereka pada
keyakinan akankeberadaan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi manusia untuk
tidak mengakuikeberadaan Allah SWT. karena selain kedua bekal yang dimiliki oleh
mereka sejak lahir,Allah juga telah memberikan petunjuk berupa ajaran agama yang
didalamnya berisikantuntunan serta tujuan dari hidup mereka di dunia.Ibadah mempunyai
hubungan yang erat dengan aqidah. Antaranya :1.
Ibadah adalah hasil daripada aqidah yaitu keimanan terhadap Allah sebenarnya yangtelah
membawa manusia untuk beribadat kepada Allah swt.2.
Aqidah adalah asas penerimaan ibadah yaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang
manusia bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah swt.3.
ittiba’ Rasul
SAW.Manusia diberi bekali akal pikiran agar dengan akal pikiran tersebut mereka
dapatmembedakan mana yang hak dan mana yang batil, mempelajari tanda-tanda
kekuasaanAllah, menganalisa hakikat kehidupannya sehingga dia tahu arah dan tujuan
dirinyadiciptakan di dunia. Akal pikiran dan perasaan inilah yang membedakan manusia
denganmakhluk-makhluk lain. Oelh karena itu manusia dipercaya untuk menjadi
khalifah
Allah diBumi.
Tiga
Pengertian Etika, Moral, dan Akhlak. Etika
Islam, Hubungan Tasawuf dengan Akhlak serta
Etika Terhadap Diri Sendiri.
Sementara kata "akhlak" merupakan bentuk jamak dari kata khuluk secara etimologi
artinya adalah budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabi'at. Sedangkan secara
terminologi akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara
yang terbaik dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
Dalam definisi yang agak panjang Ahmad Amin menjelaskan bahwa akhlak adalah ilmu
yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
sebagian manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
harus diperbuat.
Moral secara lugawi berasal dari bahasa latin "mores" kata jamak dari kata "mos" yang
berarti adat kebiasaan, susila. Yang dimaksud adat kebiasaan dalam hal ini adalah
tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima oleh masyarakat,
mana yang baik dan wajar. Jadi bisa juga dikatakan moral adalah perilaku yang sesuai
dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima meliputi kesatuan sosial atau
lingkungan tertentu.
Karakteristik Etika Islam (Akhlak)
Berbeda dengan etika filsafat, etika Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik
dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik
buruknya perbuatan, didasarkan kepada ajaran Allah Swt.
3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan
pedoman oleh seluruh umat manusia disegala waktu dan tempat.
4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang
luhur dan meluruskan perbuatan manusia.
Hubungan Tasawuf dengan Akhlak
Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan dengan cara mensucikan hati
sesuci-sucinya. Tuhan yang maha suci tidak dapat didekati kecuali oleh orang yang suci
hatinya. Cara bagaimana mensucikan hati dijelaskan dalam ilmu tasawuf. Dalam
pengamalannya tasawuf tidak dapat lepas dari fikih, sebab fikih merupakan aspek zhahir
ajaran Islam sementara tasawuf merupakan aspek bathinnya. Islam yang sebenarnya
adalah paduan aspek zhahir dan bathin secara seimbang.
Orang yang suci hatinya akan tercermin dalam air muka dan perilakunya yang baik
(akhlak mahmudah). Akhlak yang baik sebenarnya merupakan gambaran dari hati yang
suci, sebaiknya akhlak yang buruk merupakan gambaran dari hati yang busuk. Dengan
demikian, agar seorang mukmin memiliki akhlak yang baik (akhlak mahmudah) adalah
dengan mengamalkan tasawuf secara sistematis. Yaitu ada Al-wajibaat (melaksanakan
semua kewajiban) ada Al-naafilaat (melaksanakan yang sunat-sunat) dan Al-
riyaadlooh (latihan spiritual). Inti riyadoh dalam tasawuf adalah zikir.
Al-Taubah.
Al-Muraqabah.
Al-Muhasabah.
Al-Mujahadah.
Akhlak, Moral, dan Etika dalam Islam
1. 1. KELOMPOK 12 “AKHLAK, MORAL dan ETIKA DALAM ISLAM” PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM UNIVERSITAS JEMBER 2013
2. 2. OLEH : Popong Pringgo Dinoto Hilda Susanti Novita Widianingsih Helti Anggiana
Nining Syafi’atul Waqi’ah Ahmad Nur Akma JF 130210301023 130210302020 130210402078
131510501064 132410101096 131710201012
3. 3. POKOK BAHASAN Pengertian dan Sasaran Akhlak Pengertian Moral Pengertian dan Peranan Etika
Perbedaan Akhlak dengan Moral dan Etika
4. 4. PENGERTIAN AKHLAK Akhlak menurut bahasa berarti tingkah laku, perangai atau tabiat.
Sedangkan menurut istilah adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan dengan
mudah dan spontan, tanpa dipikir dan direnungkan lagi. Sementara menurut Imam Al-Ghazali (1015-
1111 M) yang dikenal sebagai Hujjatul Islam (pembela Islam), Akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Dari definisi tersebut dapat difahami bahwa Akhlak pada
dasarnya melekat dalam diri seseorang dalam bentuk perilaku dan perbuatan.
5. 5. MACAM-MACAM AKHLAK 1. Akhlak kepada Allaah. Akhlak yang baik kepada Allah berucap
dan bertingkah laku yang terpuji terhadap Allah SWT 2. Akhlak kepada Manusia Akhlak kepada
manusia meliputi akhlak kepada diri sendiri dan sesama manusia. Akhlak kepada diri sendiri adalah
dengan menjaga diri dari perbuatan buruk. 3. Akhlak kepada Lingkungan Berakhlak kepada alam
berarti menyikapi alam dengan cara memelihara kelestariannya.
6. 6. Ciri-ciri Akhlak Ada 5 ciri dalam perbuatan Akhlak, yaitu sebagai berikut: 1. Perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadian.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. 3. Bahwa
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar. 4. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau bukan sandiwara. 5. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena allah.
7. 7. TANDA ORANG BERAHLAK MAHMUDAH Manusia beriman adalah manusia
yang khusu’ dalam shlatnya Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna (tidak ada faidahnya) Selalu
kembali kepada Allah dan mengabdi hanya kepada Allah Berjalan dimuka bumi dengan “tawadhu” dan
tidak sombong Menghargai dan menghargai tetangga Berbicara selalu baik dan santun Tidak menyakiti
orang lain baik dengan sikap maupun perbuatannya TANDA ORANG BERAHLAK MAZMUMAH
Tanda-tanda orang berakhlak mazmumah dapat berupa kebalikan dari tanda-tanda orang berakhlak
mahmudah
8. 8. MORAL Kata moral berasal dari kata latin yaitu kata mos atau mores yang berarti kebiasaan, Yusan
(1977) mengungkapkan bahwa moral adalah kebiasaan atau aturan yang harus dipatuhi seseorang
dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam arti, moral merupakan seperangkat aturan yang
menyangkut baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, benar atau salah yang harus dilakukan atau yang
harus dihindari dalam menjalankan hidup. Al-Ghazali menyebut moral Islam sebagai tingkah laku
seseorang yang muncul secara otomatis berdasarkan kepatuhan dan kepasrahan pada pesan (ketentuan)
Allah Yang Mahauniversal. Menurut pandangan Islam kriteria moral yang benar adalah (1)
Memandang martabat manusia, dan (2) Mendekatkan manusia kepada Allah.
9. 9. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORAL Secara garis besar ada 2 hal yang mempengaruhi
moral: Faktor orang tua Seorang anak menjadikan orang tua maupun orang dewasa lainnya sebagai
model atau contoh yang melatih mereka langsung mengenai moral. Faktor lingkungan. Lingkungan
sangat berpenaruh dalam pembentukan moral seseorang, karena di dalamnya terdapat unsur adaptasi
dan pembentukan/perubahan tingkah laku menyesuaikan lingkungan dia berada.
10. 10. ETIKA Etika secara entimologi berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan
atau adab. Sedang menurut bahasa etika manusia adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan
oleh akal manusia dan merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik dan buruk. Penilaian baik buruk tersebut
berdasarkan pendapat akal pikiran. Dalam ajaran islam etika bersifat “teosentrik” yaitu berkisar sekitar
tuhan dalam etika islam yaitu perbuatan selalu dihubungkan dengan amal soleh dan dosa, dengan
pahala atau siksa, dengan surga atau neraka.
11. 11. DASAR KONSEP ETIKA ISLAM SECARA UMUM Tujuan hidup setiap muslim ialah
mengharamkan makanan dan minuman yang dilarang agama. Keyakinannya terhadap kebenaran wahyu
allah dan sunnah membawa konsekuensi logis sebagai standar dan pedoman utama bagi setiap muslim.
Islam mendidik berbuat baik, mencegah segala kemungkaran yang bertentangan dengan ajaran islam
berasaskan al-quran dan hadist, di interpretasikan oleh para ulama sebagai jihat.
12. 12. A. Etika Manusia Kepada Allah Manusia sebagai hamba allah dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada tuhan sebagai khalik.
Wujud etika manusia kepada Allah yaitu dengan beriman dan bertakwa kepada Allah. B. Etika Dalam
Kehidupan Sehari-hari Penerapan etika di dalam kehidupan sehari-hari mencakup etika dalam bergaul
dengan orang lain, makan dan minum, berbicara, bercanda, dan berpendapat. Kelima bagian tersebut
dapat mencerminkan etika yang di miliki seseorang.
13. 13. Peranan atau Fungsi Etika Etika memiliki peranan atau fungsi, diantaranya yaitu: Dengan etika
seseorang atau kelompok dapat mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Menjadi alat
kontrol atau rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau
aktivitasnya. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi
sekarang. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi seseorang atau sekelompok orang dalam
menjalankan aktivitas hariannya. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan
dengan etika kita bisa dicap sebagai orang baik di dalam masyarakat.
14. 14. Perbedaan Akhlak dengan Moral dan Etika Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat
dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Baik buruk
akhlak didasarkan pada sumber nilai, yaitu Al-qur’an dan Sunnah Rasul. Moral, adat istiadat
masyarakat menjadi penentu standar dalam baik dan buruknya suatu perbuatan Etika lebih banyak
dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar baik dan buruknya adalah akal
manusia Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedang standar
akhlak bersifat universal dan abadi
MAKALAH Ta’rif, Tujuan & Ruang Lingkup Akhlak
MAKALAH
Ta’rif, Tujuan & Ruang Lingkup Akhlak
BAB I
PENDAHULUAN
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala
pengertian tingkah laku, tabiat, perangai, karakter manusia yang baik maupun buruk dalam
hubungannya dengan Allah SWT dan sesama makhluk. Tak bisa dipungkiri betapa pentingnya kita
sebagai seorang muslim mengenal akhlak dalam aplikasi kehidupan kita dalam hubungan dengan
lingkungan, sesama manusia, bangsa dan negara, hingga hubungan kita dengan Allah SWT.
Persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana cara kita berakhlak dengan benar sehingga
kita dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan kita secara benar pula. Sebagaimana kenyataan
saat ini, bangsa kita yang tercinta ini tengah dilanda persoalan pelik yang sesungguhnya berakarkan
terpuruknya akhlak manusia-manusia kita, serta hilangnya dasar-dasar penanaman moral dan etika.
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa komponen utama agama islam adalah akidah, syari'ah,
dan akhlak. Penggolongan itu didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad kepada Malaikat Jibril di
depan para sahabat mengenai arti Islam, Iman, dan Ihsan yang ditanyakan Jibril kepada Beliau.
Intinya hampir sama dengan isi yang dikandung oleh akidah, syari'ah, dan akhlak. Perkataan ihsan
(tersebut di atas) berasal dari kata ahsana-yuhsinu-ihsanan yang berarti berbuat baik.
Di dalam Al-Qur'an terdapat ihsan yang artinya berbuat kebajikan atau kebaikan (antara lain
pada surat an-Nahl (16) ayat 90) dan kebaikan (pada surat ar-Rahman (55) ayat 60). Baik kebajikan
maupun kebaikan erat hubungannya dengan akhlak. Kata "akhlak" berasal dari bahasa Arab "khuluq",
jamaknya "khuluqun", menurut lughat diartikan sebagai budi pekerti, peragai, tingkah laku, atau
tabiat. Kata "akhlak" meliputi segi-segi kejiwaan dari tingkah laku lahiriah dan batiniah seseorang.
Kata "akhlak" mengandung persesuaian dengan perkataan "khalqun" yang artinya kejadian serta erat
hubungannya dengan Khaliq yang berarti Pencipta, dan makhluk yang berarti yang diciptakan.
Dari sinilah asal perumusan pengertian akhlak yang merupakan urgensi yang memungkinkan
adanya hubungan baik antara Khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk. Perkataan
ini dipetik dari kalimat yang tercamtum dalam Al-Qur'an:
Artinya:"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Q.S. Al-Qalam: 4).
Demikian juga hadis Nabi SAW, "Aku diutus untuk menyempurnakan perangai (budi pekerti) yang
mulia.". (H.R. Ahmad)
Adapun pengertian akhlak menurut ulama akhlak, antara lain sebagai berikut:
1. ilmu akhlak adalah ilmu yang yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji atau tercela,
tentang perkataan atau perbuatan manusia, lahir dan batin.
2. ilmu akhlak adalah pengetahuan yang memberikan pengertian baik dan buruk, ilmu yang mengatur
pergaulan manusia dan menentukan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan
mereka.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa akhlak adalah daya kekuatan
(sifat) yang tertanam dalam jiwa dan mendorong perbuatan-perbuatan spontan tanpa memerlukan
terlalu banyak pertimbangan dan pemikiran yang lama. Jadi, akhlak merupakan sikap yang melekat
pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku dan perbuatan.Maka jika sifat
tersebut melahirkan suatu perbuatan atau tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma
agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan perbuatan jahat, maka
dinamakan akhlak yang buruk.
Kata dalam bahasa Indonesia yang lebih mendekati maknanya dengan akhlak adalah budi
pekerti. Baik budi pekerti maupun akhlak mengandung makna yang ideal, tergantung pada
pelaksanaan atau penerapannya melalui tingkah laku yang mungkin positif atau negatif, mungkin baik
atau buruk. Yang termasuk ke dalam pengertian akhlak atau budi pekerti positif adalah segala tingkah
laku, tabiat, watak, dan perangai yang sifatnya benar. Yang termasuk ke dalam pengertian akhlak atau
budi pekerti yang negatif adalah segala tingkah laku, tabiat, watak, dan perangai yang sifatnya
salah/buruk. Yang menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk adalah nilai dan norma agama, dan
sebagaimana dikatakan bahwa kebenaran datang dari Allah.
Suatu perbuatan dikatakan sebagai cerminan akhlak, jika memenuhi syarat sebagai berikut:
2. Timbul dengan sendirinya, tanpa pertimbangan yang lama dan dipikir- pikir terlebih dahulu.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Akhlak dengan takwa merupakan
buah pohon Islam yang berakar akidah, bercabang dan berdaun syari'ah. Pentingnya kedudukan
akhlak , dapat dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah.
Diantaranya adalah: "Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik
akhlaknya." (H.R. Tarmizi).
Dan akhlak Nabi Muhammad, yang diutus menyempurnakan akhlak manusia, disebut akhlak
Islam atau akhlak Islami, karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam Al-Qur'an
yang menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam. Suri teladan yang diberikan Rasulullah selama
hidup beliau merupakan contoh akhlak yang tercantum dalam Al-Qur'an. Butir-butir akhlak yang baik
disebut dalam berbagai ayat yang tersebar di dalam Al-Qur'an dan dalam Al-Hadits yang memuat
perkataan, tindakan, dan sikap diam Rasulullah selama kerasulan beliau 13 tahun di Mekkah dan 10
tahun di Madinah. Ketika 'Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah, ia menjawab: "Akhlak
Rasulullah ialah Al-Qur'an”.
Umat Islam seharusnya bersyukur karena Allah telah mengutus insan kamil (manusia
sempurna) ke dunia ini untuk diteladani. Sayang sekali, Rasulullah yang sesungguhnya wajib menjadi
idola kaum muslimin dan muslimat, justru kurang dikenal oleh umat Islam sendiri karena tidak
mempelajari sejarah hidup Rasulullah secara sistematis dan benar. Akhlak adalah sikap yang
melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Karena itu, selain akidah, akhlak tidak dapat
dipisahkan dengan syari'ah. Syari'ah mempunyai lima kategori penilaian tentang perbuatan dan
tingkah laku manusia, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh, serta mubah atau jaiz. Wajib dan haram,
termasuk kategori hukum terutama, sedangkan sunnah, makruh, dan mubah termasuk dalam kategori
kesusilaan atau akhlak. Sunnah dan makruh tergolong ke dalam kategori kesusilaan umum atau
kesusilaan masyarakat sedangkan mubah atau jaiz termasuk dalam kategori akhlak pribadi.
Syariat atau hukum Islam mencakup segala aktifitas, maka ruang lingkup akhlak pun dalam
Islam meliputi semua aktifitas manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan. Dalam garis
besarnya, akhlak dibagi atas akhlak terhadap Allah atau Khalik (pencipta), dan akhlak terhadap
makhluk. Akhlak terhadap Allah dijelaskan dan dikembangkan oleh Ilmu Tasawuf dan tarikat-tarikat,
sedangkan akhlak terhadap makhluk dijelaskan oleh ilmu akhlak.
Adapun akhlak terhadap makhluk dibagi atas akhlak terhadap manusia, dan akhlak terhadap
bukan manusia. Akhlak terhadap manusia dibagi atas akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap
orang lain. Sedangkan akhlak terhadap bukan manusia dipecah menjadi akhlak terhadap makhluk
hidup bukan manusia, dan akhlak terhadap benda mati. Berikut adalah sistematika beserta beberapa
contohnya:
a. Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan
perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.
b. Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan
dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman
hati.
c. Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia
merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan
kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa,
karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan
dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang
yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia
karena itu dipandang sebagai orang yang sombong, suatu perilaku yang tidak disukai Allah.
d. Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan
atau menanti akibat dari suatu keadaan.
e. Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina
di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan
sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan
penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah,
menjauhi larangan dan ketikaditimpa musibah.
Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya.
Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji
Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan
menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau
miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang
menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain
Berasal dari lafal husnun ( baik ) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan,
dugaan baik.
Tasamu (tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia)
Dendam
Akhlak terhadap makhluk hidup bukan manusia, misalnya terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Akhlak terhadap benda mati, misalnya akhlak terhadap tanah, air, udara, dan sebagainya.
Ada begitu banyak manfaat mempunyai akhlak yang mulia. Akhlak yang mulia demikian
ditekekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa
kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang
ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang bersangkutan. Al-Aqur’an banyak sekali
memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu. Allah berfirman :
Ayat tersebut diatas dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak
mulia, yang dalam hal ini beriman dan beramal shaleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang
baik, mendapat rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda akhirat dengan
masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia adalah
keberuntungan hidup di dunia dan di akhirat. Selanjutnya banyak di jumpai keterangan tentang
datangnya keberuntungan dari akhlak, diantaranya:
1. Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos” yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu
yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Akal pikiranlah yang menentukan apakah
perbuatan itu baik atau buruk.
2. Moral
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin "mores" yang
merupakan bentuk jamak dari perkataan "mos" yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan
kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan,
kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak,patut
maupun tidak patut. Moral dalam istilah dipahami juga sebagai:
a. prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika. Tingkah laku yang telah ditentukan oleh
etika sama ada baik atau buruk dinamakan moral. Moral terbagi menjadi dua yaitu :
a. Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik
b. Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.
Moral dan etika juga diartikan sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,
kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral dan etik diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu
dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral dan etika berkaitan
dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah.
Dengan demikian moral dan etika merupakan kendali dalam bertingkah laku. Standar moral dan etika
ialah standar yang berkaitan dengan persoalan yang dianggap mempunyai konsekuensi serius,
didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas kekuasaan, melebihi kepentingan sendiri, tidak
memihak, dan pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah, malu, rasa menyesal, dan
sebagainya. Adapun apabila moral dan etika diperbandingkan, moral lebih bersifat praktis, sedang
etika bersifat teoritis. Moral bersifat lokal, etika bersifat umum.
3. Susila
Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Kata tersebut
berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan Sila berarti dasar, prinsip,
peraturan hidup atau norma.
Kata Susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang
yang susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang
berkelakuan buruk. Pada pelaku Zina (pelacur) misalnya sering diberi gelar sebagai Tuna Susila.
Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dan kesusilaan
sama dengan kesopanan. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing,
memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu
menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
Sama halnya dengan moral, pedoman untuk membimbing orang agar berjalan dengan baik
juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan mengacu kepada sesuatu
yang dipandang baik oleh masyarakat
C. Persamaan dan Perbedaan Antara Akhlak Dengan Etika, Moral, Dan Susila
Persamaan
Akhlaq, Etika, Moral , dan Susila secara konseptual memiliki makna yang berbeda, namun pada aras
praktis, memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni sama-sama berkaitan dengan nilai perbuatan
manusia. Seseorang yang sering kali berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yan berakhlaq,
beretika, bermoral, dan sekaligus orang yang mengerti susila. Sebaliknya, orang yang perilakunnya
buruk di sebut orang yang tidak berakhlaq, tidak bermoral, tidak tahu etika atau orang yang tidak
berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam hal ini sangat bergantung pada sifat positif atau negative
dari suatu perbuatan manusia sebagai makhluk individual dalam komunitas sosialnya.
Perbedaan
2) Moral tolak ukurnya adalah norma-norma yang berlaku pada masyarakat.
3) Etika bersifat pemikiran filosofis yang berada pada tataran konsep atau teoritis.
4) Pada aras aplikatif, etika bersifat lokalitas dan temporer sesuai consensus, dengan demikian dia
disebut etiket (etiqqueta), etika praksis, atau dikenal juga dengan adab/tatakrama/tatasusila.
5) Moral berada pada dataran realitas praktis dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang dalam
masyarakat.
7) Moral yang di ungkapkan dengan istilah moralitas di pakai untuk menilai suatu perbuatan.
8) Akhlaq berada pada tataran aplikatif dari suatu tindakan manusia dan bersifat umum, namun lebih
mengacu pada barometer ajaran agama. Jadi, etika islam (termasuk salah satu dari berbagai etika
relegius yang ada) itu tidak lain adalah akhlaq itu sendiri.
9) Susila adalah prinsip-prinsip yang menjadi landasan berpijak masyarakat, baik dalam tindakan
maupun dalam tata cara berpikir, berdasarkan kearifan-kearifan local.
10) Akhlak juga berada pada level spontanitas-spesifik, karena kebiasaan individual/ komunitas yang
dapat disebut dengan “Adab” , seperti adab encari ilmu, adab pergaulan keluarga dan lain-lain.
BAB III
KESIMPULAN
Akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa dan mendorong perbuatan-perbuatan
spontan tanpa memerlukan terlalu banyak pertimbangan dan pemikiran yang lama. Ruang lingkup
akhlak pun dalam Islam meliputi semua aktifitas manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan.
Dalam garis besarnya, akhlak dibagi atas akhlak terhadap Allah atau Khalik (pencipta), dan akhlak
terhadap makhluk.
Moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Adapun apabila moral dan etika
diperbandingkan, moral lebih bersifat praktis, sedang etika bersifat teoritis. Moral bersifat lokal, etika
bersifat umum.
Susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang
berkelakuan buruk
Akhlak bertujuan hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna dan
membedakan dengan makhluk makhluk yang lain. Etika dan moral memiliki perbedaan, yaitu: kalau
dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan
tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan
adalah norma-norma yang berkembang dan berfungsi di masyarakat. Dengan demikian etika lebih
bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam dataran konsep-konsep. Kesadaran moral dapat juga
berwujud rasional dan obyektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh
masyarakat. Etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu
perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama
sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram
sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Ahmad. 1975. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.
3. http://culturepai.blogspot.com/
4. http://ibnuummi.blogspot.com/
Mustafa. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia.
1. Ta’rif syari’ah:
“Segala perkara yang Allah syariatkan kepada hambaNya, daripada hukum hakam.”
Ada di antaranya suruhan dan ada pula larangan. Ada di antaranya yang berkaitan dengan ( كيفية العمل
) ‘cara beramal’ dan dinamakan sebagai ( ‘ ) فرعية وعمليةcabang dan amalan.’ Ilmu yang berkaitan
dengannya dinamakan sebagai ilmu fiqh, syariah dan hukum. Dan ada pula yang berkaitan dengan (
‘ ) أصل العملdasar amalan’ dan dinamakan sebagai ( ‘ ) أصلية واعتقاديةusul dan pegangan.’ Ilmu yang
berkiatan dengannya dinamakan sebagai ilmu kalam, tauhid atau aqidah
Namun sebahagian ulama membezakan antara penggunaan kalimah syariah kepada maksud yang
lebih khusus, iaitulah hukum hakam fiqh.Sebagaimana di al-Azhar dinamakan kuliah yang
menumpukan pengajian fiqh sebagai kuliah syariah, dan kuliah yang mengaji akidah dinamakan
kuliah usuluddin. Syeikh Mahmud Syaltut, Syeikuhul Azhar pernah mengarang sebuah kitab bertajuk
“Islam itu Aqidah dan Syariah.”
Setiap perkara yang menyusun kehidupan dan memandu kepada jalan yang lurus dan sistematik,
itulah tugasan syariah, agar mereka mendapat kebaikan di dunia, dan di akhirat.
4. Sumber-sumber syariah:
Syariah diambil daripada dalil-dali syarak. Terdapat dua jenis dalil: pertama dalil yang disepakati.
Iaitulah al-Quran yang merupakan sumber yang paling utama, kemudian sunnah, ijmak dan qias.
Jenis yang kedua pula dalil yang terdapat perselisihan antara ulama seperti amalan umat terdahulu,
masaleh mursalah, istihsan, uruf, istishab dan sebagainya (rujuk kitab-kitab usul fiqh) Semua sumber-
sumber ini sudah memadai bagi menyelesaikan setiap permasalahan manusia.
Perkara yang ( ‘ ) الثابتtetap’ dan tidak akan berubah adalah yang berkaitan dengan akidah, ibadah
yang asas, akhlak-akhlak yang utama, nilai murni dan perkara (‘ ) الرذائلyang dipandang keji’, halal dan
haram, perkara-perkara yang dasar yang berkaitan dengan individu, mencari pekerjaan halal,
berpakaian menutup aurat, makanan halal, hubungan antara suami isteri, kaum kerabat, hak-hak
asas masyarakat, pemerintah, rakyat dan sebagainya. (Yakni perkara yang sudah diijmak dan bukan
tempat ijtihad)
Perkara yang ‘boleh berubah’ adalah selaindaripada perkara sabit.Iaitulah yang bukannya dari
masalah akidah, ibadah, akhlak-akhlak utama, bukan juga dari hukum qatie yang tidak menerima
sebarang perubahan, seperti masalah pewarisan harta yang sudah disebutkan secara jelas di dalam
al-Quran dan hadis, kerana sudah disepakati oleh seluruh umat.Perkara sabitini tidak menerima
perubahan atau ijtihad.
Perkara mutaghayyir adalah cukup banyak iaitulah segala perkara yang boleh dimasuki ijtihad.Ia
dikaji di dalam ilmu fiqh dengan perbahasan yang cukup meluas. Daripada sini timbulnya perubahan
fatwa. Fatwa boleh berubah mengikut 4 perkara: masa, tempat, uruf (adat setempat) dan keadaan.
Jadi di sana terdapat perkara yang boleh berubah, dan ada perkara yang tidak berubah, Iaitulah
perkara yang menjadi dasar dan asas agama.
7. Perlaksanaan Syariah
Sebahagian manusia apabila mendengar kalimah undang-undang syariah terus rasa takut.Seolah-
olah syariah tidak mampu memberikan keadilan.Sebenarnya syariah adalah amat bertepatan dengan
nas dan akal manusia.Ia akan dilaksanakan sebagaimana dilaksanakan undang-undang biasa. Bukan
bermakna apabila kita mahu melaksanakan syariah terus kita memotong tangan pencuri. Saya
berpendapat perkara ini tidak akan boleh terus dilaksanakan dalam tempoh 5 tahun yang terdekat.
Kita sebenarnya amat berhajat untuk mendahulukan perlaksanaan dasar, yang berkaitan dengan
akidah, akhlak, ekonomi, ilmu tentang syariah.Terdapat dua juta penduduk jalanan di Mesir sekarang,
yang tidak mempunyai pendidikan. Adakah apabila kita melaksanakan syariah kita terus akan
memotong tangan mereka? Terlebih dahulu kita perlu mengajar mereka, memberi pemahaman,
memenuhi keperluan terhadap perkerjaan, pengetahuan, dan keperluan asas.Semua ini perlu
dilaksanakan sebelum dilaksanakan hudud.Bukankah Nabi memulakan dakwahnya dengan
membetulkan akidah dan menanam pemahaman selama 10 tahun di Mekah.Baginda terlebih dahulu
menjelaskan halal dan haram, membersihkan jiwa dan mempersiapkan manusia untuk melaksanakan
syariah. Setiap pihak yang akan memegang tampuk pemerintahan amat perlu memahami perkara ini
terlebih dahulu.
Tidak boleh.Tidak boleh sekumpulan manusia melaksanakan hudud sendiri.Mestilah negara yang
melaksanakannya. Firman Allah taala:
يأيها الذين ءامنوا أطيعوا هللا وأطيعوا الرسول وأولي األمر منكم
Ulil Amri adalah ulama dalam bidang kuasanya, dan pemerintah dalam bidang kuasanya.Pemerintah
perlu ditaati di dalam perkara yang Allah taala perintahkan kepadanya untuk dilaksanakan.Merekalah
yang bertanggungjawab dalam perkara tersebut.Umat pula perlu membantu mereka. Jika kita
menangkap pencuri, kita perlu mengajarkan dia bahawa perkara ini salah, bagaimana cara mencari
rezeki.Kita tidak boleh terus memotong tangannya sebelum asas-asas ini bertapak kemas.
Kebanyakan hukum syariah mempunyai khilaf.Hanya sedikit sahaja yang tiada khilaf. Sesiapa yang
mengkaji ilmu fiqh muqaran akan mendapati kebenaran kata-kata ini. Setengah orang mengatakan
kita perlu berpegang kepada zahir nas.Tidak.Syariah mempunyai maqasid dan matlamatnya.Maqasid
ini perlu diraikan.
Ibnu Taimiyah melarang orang menegah tentera Tartar minum arak. Arak diharamkan kepada kita
kerana ia menyibukkan kita daripada mengingati Allah. Tetapi arak adalah lebih baik buat mereka,
kerana arak menyibukkan mereka daripada membunuh.Ini adalah satu contoh pandangan terhadap
maqasid. Seorang muslim perlu melihat dimanakah tarjih. Banyak pendapat bukan bermakna kita
perlu mengambil semua pendapat.Tidak.Bahkan kita perlu meneliti yang manakah lebih rajih, dan
mempunyai maslahah yang paling besar untuk manusia.
Kisah Ibnu Abbas, datang seorang bertanya kepadanya “Adakah pembunuh diterima taubatnya?”
Ibnu Abbas melihat wajah penanya dan berkata “Pembunuh tidak diterima taubatnya.”Sahabat-
sahabat beliau hairan dan bertanya kepadanya.Beliau menjawab “Aku melihat mukanya dipenuhi
perasaan marah, dan dia ingin membunuh seorang mukmin.Maka aku ingin halang dia daripada
membunuh.”Maka Ibnu Abbas telah menutup jalan orang tersebut daripada membunuh.Sedangkan
sebelum itu beliau memberi fatwa bahawa taubat seorang pembunuh diterima Allah.
“Fatwa sebelum sesuatu perbuatan dilakukan, adalah berbeda dengan fatwa selepas sesuatu
perbuatan dilakukan.”
Oleh
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. [Adz-Dzâriyât/51:56]
Oleh karena itu Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberikan ujian dengan perintah
ibadah, melaksanakan perintah, dan menjauhi segala larangan-Nya. Allâh Azza wa
Jalla berfirman:
(Allâh) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. [Al-Mulk/67: 2]
Maka semua yang berakal, dari kalangan jin dan manusia, semenjak dewasa sampai
meninggal dunia dia berada dalam ujian dan cobaan.
Kalau kita memahami hal ini, maka alangkah pentingnya kita mengetahui makna
ibadah dan cakupannya, sehingga kita bisa mengisi hidup kita dengan ibadah sehingga
bisa meraih ridha Allâh Azza wa Jalla .
Ibadah secara bahasa adalah ketundukan dan kerendahan atau kepatuhan, seperti
perkataan bangsa Arab, “Tharîq mu’abbad” artinya jalan yang merendah karena
diinjak oleh telapak kaki. Atau seperti perkataan “ba’îr mu’abbad” artinya onta yang
patuh.
Az-Zajaj rahimahullah (wafat 311 H), seorang ahli bahasa Arab, berkata, “Ibadah
dalam bahasa maknanya ketaatan disertai ketundukan”. (Lisânul ‘Arab, bab: ‘abada)
Ar-Raghib al-Ash-bihani rahimahullah (wafat 425 H), seorang ahli bahasa Arab,
berkata, “’Ubudiyah adalah menampakkan ketundukan, sedangkan ibadah lebih tinggi
darinya, karena ibadah adalah puncak ketundukan”. (Mufradât Alfâzhil Qur’ân, hlm.
542)
Sedangkan, ibadah secara istilah, para ulama telah menjelaskannya dengan ungkapan
yang berbeda-beda, namun intinya sama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (wafat 728 H) berkata, “Ibadah adalah
satu istilah yang menghimpun seluruh apa yang dicintai dan diridhai oleh Allâh, baik
berupa perkataan dan perbuatan, yang lahir dan yang batin.” (Al-‘Ubudiyah, hlm: 23,
dengan penelitian: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi hafizhahullâh)
Penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ini mencakup seluruh jenis ibadah dalam
agama Islam.
CAKUPAN IBADAH
Ibadah dalam agama Islam mencakup ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah.
1.Ibadah Mahdhah
Maka semua perbuatan atau perkataan yang ditunjukkan oleh nash atau ijma’ atau
lainnya, atas kewajiban ikhlas padanya, maka itu adalah ibadah dari asal
disyari’atkannya, sedangkan yang tidak demikian maka itu bukan ibadah dari asal
disyari’atkannya, namun bisa menjadi ibadah dengan niat yang baik, sebagaimana
penjelasan berikutnya.
c.Ibadah badan
d.Ibadah harta
Misalnya:
Mengeluarkan harta untuk keperluan diri sendiri, seperti makan, minum, dan
sebagainya, dengan niat menguatkan badan dalam melaksanakan ketaatan
kepada Allâh.
Berbakti kepada orang tua dengan niat melaksanakan perintah Allâh.
Memberi nafkah kepada anak dan istri dengan niat melaksanakan perintah Allâh
Subhanahu wa Ta’ala .
Mendidik anak dan membiayai sekolahnya dengan niat agar mereka bisa
beribadah kepada Allâh dengan baik.
Menikah dengan niat menjaga kehormatan diri sehingga tidak terjatuh ke dalam
zina.
Memberi pinjaman hutang dengan niat menolong dan mencarai pahala Allâh.
Memberi hadiah kepada orang dengan niat mencari wajah Allâh.
Memuliakan tamu dengan niat melaksanakan perintah Allâh.
Memberi tumpangan kepada seorang yang tua agar sampai ke tempat tujuannya
dengan niat mencari wajah Allâh.
Di antara dalil yang menunjukkan hal itu sebagai ibadah adalah hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Dari Abu Mas’ûd Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
Beliau bersabda, “Jika seorang laki-laki mengeluarkan nafkah kepada keluarganya
yang dia mengharapkan wajah Allâh dengan-Nya, maka itu shadaqah baginya”. [HR.
Al-Bukhâri, no. 55]
َق نَفَقَةً تَ ْبت َِغي بِ َها َو ْجه َ ِ ِإنَّكَ لَنْ تُ ْنف:سلَّ َم قَا َل
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو ُ َأنَّهُ َأ ْخبَ َرهُ َأنَّ َر،ص
َ ِ سو َل هَّللا ٍ س ْع ِد ْب ِن َأبِي َوقَّا
َ ْعَن
َحتَّى َما ت َْج َع ُل ِفي فَ ِم ا ْم َرَأتِ َك،هَّللا ِ ِإاَّل ُأ ِج ْرتَ َعلَ ْي َها
Dari Sa’ad bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu , bahwa Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak mengeluarkan nafkah yang
engkau mencari wajah Allâh dengan-Nya kecuali engkau diberi pahala padanya,
termasuk apa yang engkau taruh di mulut istrimu”. [HR. Al-Bukhari, no. 56]
b.Meninggalkan muharramât (perkara-perkara yang diharamkan) untuk mencari
wajah Allâh Azza wa Jalla
Termasuk dalam hal ini adalah meninggalkan riba, meninggalkan perbuatan mencuri,
meninggalkan perbuatan penipuan, dan perkara-perkara yang diharamkan lainnya.
Jika seorang Muslim meninggalkannya karena mencari pahala Allâh, takut terhadap
siksa-Nya, maka itu menjadi ibadah yang berpahala.
Namun jika seorang Muslim meninggalkan suatu perbuatan maksiat karena tidak
mampu melakukannya, atau karena takut terhadap had dan hukuman, atau tidak ada
keinginan, atau sama sekali tidak pernah memikirkannya, maka dia tidak
mendapatkan pahala.
Di antaranya tidur, makan, menjual, membeli, dan usaha lainnya dalam rangka
mencari rezeki. Semua ini dan yang semacamnya hukum asalnya adalah mubah. Jika
seorang Muslim melakukannya dengan niat menguatkan diri untuk melaksanakan
ketaatan kepada Allâh, maka hal itu menjadi ibadah yang berpahala.
Dalil adalah hadits Abu Mas’ud dan Sa’ad yang telah lewat. Demikian juga perkataan
Mu’adz bin Jabal, ketika ditanya oleh Abu Musa al-Asy’ari, “Bagaimana engkau
membaca al-Qur’an?” Beliau Radhiyallahu anhu menjawab:
Ini semua menunjukkan bahwa ibadah mencakup seluruh sisi kehidupan manusia.
Semoga Allâh memberikan kemudahan dan kemampuan kepada kita untuk beribadah
kepada-Nya dengan sebaik-baiknya