Teori Filsafat
Teori Filsafat
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian
dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri
substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia.
Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam
bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan dan
pendalaman yang dilakukan oleh para akhli.
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani
“philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah
philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari
zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian
sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti
kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas,
kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan
kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah
dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984),
secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah
pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah
realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika,
estetika dan teori pengetahuan.
Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yangg dalam bhs
Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan
istilah philoshophy adalah dari Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas kata philein
yang berarti cinta (love) dan shopia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga
secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam
arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pecinta atau
pencari kebijaksanaan.
Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan
menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-
gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari sesuatu fenomena.
Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu” adalah “sesuatu” itu
adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara
mendalam dan menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk segala ilmu.
Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan
berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri
secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya,
mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis, mendalam
dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-
masalah dalam kehidupan manusia.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama
memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni
seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri
yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos”
(pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-
mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui
sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf
yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani.
Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam
semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya
(The Liang Gie, 1999).
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang
ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang
mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan
pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus
mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada
tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam.
Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks,
maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban yang
diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan refleksi yaitu
berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua persoalan itu
harus persoalan filsafat.
E. FILSAFAT PENDIDIKAN
Menurut Muhmidayeli. (2011: 35) Filsafat pendidikan adalah upaya
menerapkan kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai
ragam problem kependidikan yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang
pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam menemukan teori-teori
tentang pendidikan. Menurut John Dewey dalam Jalaluddin dan Idi (2007: 19 – 21)
filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emosional), menuju tabiat manusia.
Sedangkan Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany dalam
Muhmidayeli. (2011: 35), filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat
dan kaidah-kaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yaang disebut
dengan pendidikan.
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum.
Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat.
Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat
umum, seperti:
a) Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya;
b) Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan;
c) Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses
sosial;
d) Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk
mencapainya.
Selanjutnya al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa
tugas yang diharapkan dilakukan oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya:
a) Merancang dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha
pendidikan pada suatu bangsa;
b) Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada
Tuhan dengan segala aspeknya;
c) Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara
hidup mereka ke arah yang lebih baik;
d) Mendidik akhlak, perasaan seni, dan keindahan pada masyarakat dan
menumbuhkan pada diri mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara
mencapai kebenaran tersebut.
Filsuf pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh
tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhanan, kemansiaan,
pengetahuan kealaman, dan pengetahuan sosial. Filsuf pendidikan harus pula
mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan,
keindahan, dan kebenaran.
Gandhi HW (2011: 84) setelah mengkaji makna filsafat pendidikan dari
berbagai ahli Ia menyatakan bahwa: “Filsafat pendidikan tidak lain adalah penerapan
upaya metodis filsafat untk mempersoalkan konsepsi-konsepsi yang melandasi
upaya-upaya manusia di dalam membangun hidup daan kehidupannya untuk
menjadi semakin baik dan berkualitas. Sedangkan upaya-upaya filsafat dalam
mempersoalkan adalah guna mengarahkan penyelenggaraan pendidikan pada
kondisi-kondisi etika yang diidealkan. Dalam makna lain, filsafat pendidikan adalah
flsifikasi pendidikan, baik dlm makna teoritis konseptual maupun makna praktis-
pragmatis yang menggejala.
.
F. HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN PENDIDIKAN DAN FILSAFAT
PENDIDIKAN
1. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Pendidikan
Hubungan filsafat ilmu dengan pendidikan. Filsafat ilmu merupakan telaah
kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakekat ilmu (Benny Irawan,
2011:49) Filsafat ilmu bertujuan mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan
dan cara bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya
Sebaliknya realita seperti pengalaman pendidik menjadi masukan dan pertimbangan
bagi filsafat ilmu untuk mengembangkan pemikiran pendidikan. Hubungan
fungsional antara filsafat ilmu dengan pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Filsafat ilmu, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan
problematika pengembangan ilmu pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan
oleh para ahli.
2) Filsafat ilmu, berfungsi memberi arah bagi pengembangan teori pendidikan yang
telah ada dan memilki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3) Filsafat ilmu dan pendidikan mempunyai hubungan saling melengkapi, yang dapat
bermakna bahwa realita pendidikan dapat mengembangkan filsafat ilmu, dan filsafat
ilmu itu sendiri dapat membantu realita perkembangan pendidikan.
A. Hakekat Manusia
1. Manusia : Pandangan Antropologi
Menurut Koentjaraningrat, antropologi adalah “ilmu tentang manusia”. Dalam
perkembangannya di Amerika, antropologi dipakai dalam arti yang sangat luas,
karena meliputi baik bagian-bagian fisik maupun sosial dari “ilmu tentang manusia”.
Pada bahasan selanjutnya akan dikemukakan mengenai manusia dalam pandangan
antropologi.
Para ahli biologi pada abad ke-19-an menyimpulkan bahwa manusia
merupakan mahluk hidup yang terbentuk dari jutaan sel.
Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan
mengalami percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya
variasi mahluk hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya,
manusia merupakan hasil evolusi dari kera yang mengalami perubahan secara
bertahap dalam waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama
tersebut terjadi seleksi alam. Semua mahluk hidup yang ada saat ini merupakan
organisme-organisme yang berhasil lolos dari seleksi alam dan berhasil
mempertahankan dirinya.
Para ahli biologi yang menyimpulkan bahwa semua mahluk hidup di dunia
berasal dari suku primat yang terbagi menjadi 2 cabang yaitu Anthropoid dan
Prosimii. Berdasarkan klasifikasi tersebut, manusia ditempatkan pada subsuku
Anthropoid yang dibagi menjadi 3 infrasuku yaitu, Infrasuku Ceboid, infrasuku
Cercopithedoid dan infrasuku Hominoid. Infrasuku Hominoid terbagi kedalam 3
keluarga yaitu Pongidae, Ramapithecas dan Hominidae. Manusia berada pada
percabangan kaluarga Hominidae. Keluarga Hominidae menggabungkan manusia
purba jenis Pithecanthropus dengan Homo Neanderthal dan dengan manusia
sekarang atau Homo Sapiens. Jenis Homo Sapiens yang ada sampai saat ini terdiri
dari 4 ras yaitu ras Negroid, Caucasoid, Mongoloid dan Austrloid
(http://hanykpoespyta.wordpress.com/ 2008/04/19/manusia-antara-pandangan-
antropologi-dan-agama-islam).
Dapat disimpulkn bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari
satu sel sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang
sangat lama (evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di
dunia ini berasal dari satu moyang yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera.
Teori Evolusi yang dikenalkan oleh Charles Darwin ini akhirnya meluas dan terus
dipakai dalam antropologi.
2) Kesadaran
Manusia dikatakan manusia sempurna apabila manusia mempunyai kesadaran
hidup. Kesadaran berarti manusia melakukan segala sesuatu atas dorongan dari diri
sendiri bukan paksaan dari orang lain.Kesadaran adalah keadaan seseorang di
mana ia tahu/mengerti dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya. Sedangkan
pikiran bisa diartikan dalam banyak makna, seperti ingatan, hasil berpikir, akal,
gagasan ataupun maksud/niat.
Sebagai gambaran untuk memperjelas, misalnya ada seorang anak melihat balon.
Keadaan melihat tersebut yang ia sadari sendiri itu dinamakan kesadaran.
Sedangkan balon yang ia lihat yang menimbulkan anggapan besar atau berwarna
hijau disebut pikiran (persepsi). Reaksi bagus dan indah sehingga anak tersebut
suka adalah bentuk dari perasaan. Kemudian reaksi pikiran yang menginginkan
balon tersebut itu yang dimaksud dengan niat/kehendak/maksud. Kata pikiran
bermakna sangat luas sehingga ada yang menggunakannya dalam konteks sebagai
niat atau kehendak.
3) Akal budi
Akal budi yang baik akan mengarahkan manusia ke jalan yang lurus. Mungkin pada
suatu saat manusia akan mundur atau menyimpang salah jalan. Tetapi akal budi
inilah yang akan berupaya meluruskan kembali jalan hidup kita.Akal budi ini adalah
anugerah terbesar dari Tuhan untuk manusia. Inilah yang membedakan kita dengan
hewan atau bahkan dengan tumbuhan. Dengannya kita dapat mempelajari dan
mendalami keimanan. Dengan iman inilah manusia dengan akal budinya mampu
mengenali Tuhan.
Tetapi banyak orang yang tertipu karena keterbatasan akal budinya dan
menganggap pikiran manusia berseberangan dengan iman. Tetapi yang benar
adalah iman itu sebagai penuntun akal budi agar perjalanan hidup manusia tidak
menyimpang alias salah jalan. Dan dengan akal budi kita dapat memperdalam iman.
Dengan iman, manusia mampu mengenal Tuhan dan berjalan lurus menuju kepada-
Nya.
4) Spiritualitas
Dalam beberapa literatur dijelaskan bahwa kata "spiritual" itu diambil dari bahasa
Latin, Spiritus, yang berarti sesuatu yang memberikan kehidupan atau vitalitas.
Dengan vitalitas itu maka hidup kita menjadi lebih "hidup". Spiritus ini bukan
merupakan label atau identitas seseorang yang diterima dari / diberikan oleh pihak
luar, seperti agama, melainkan lebih merupakan kapasitas bawaan dalam otak
manusia. Artinya, semua manusia yang lahir ke dunia ini sudah dibekali kapasitas
tertentu di dalam otaknya untuk mengakses sesuatu yang paling fundamental dalam
hidupnya. Jika kapasitas itu digunakan / diaktifkan, maka yang bersangkutan akan
memiliki vitalitas hidup yang lebih bagus. Kapasitas dalam otak yang berfungsi untuk
mengakses sesuatu yang paling fundamental itulah yang kemudian mendapatkan
sebutan ilmiyah, seperti misalnya: Kecerdasan Spiritual (SQ), Kecerdasan Hati
(Heart Intelligence), Kecerdasan Transendental, dan lain-lain.
Spiritual di dalam diri kita selalu mendorong untuk menemukan makna hidup yang
lebih dalam, nilai-nilai fundamental yang lebih bermanfaat, kesadaran akan adanya
tujuan hidup yang lebih panjang, dan peran yang dimainkan oleh makna, nilai, dan
tujuan itu dalam tindakan, strategi dan proses berpikir.
5) Moralitas
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya;
akhlak, budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan
baik buruk, berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992),
moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar
penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau
adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah
hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban
karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati
manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam
hati disadari sebagai kewajiban mutlak.
6) Sosialitas
Sosialisasi mengacu pada suatu proses belajar seorang individu yang akan
mengubah dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya
menjadi lebih tahu dan memahami. Agen sosialisasi meliputi keluarga, teman
bermain, sekolah dan media massa. Keluarga merupakan agen pertama dalam
sosialisasi yang ditemui oleh anak pada awal perkembangannya. Kemudian
kelompok sebaya sebagai agen sosialisasi di mana si anak akan belajar tentang
pengaturan peran orang-orang yang berkedudukan sederajat. Sekolah sebagai agen
sosialisasi merupakan institusi pendidikan di mana anak didik selama di sekolah
akan mempelajari aspek kemandirian, prestasi, universalisme serta spesifisitas.
Agen sosialisasi yang terakhir adalah media massa di mana melalui sosialisasi
pesan-pesan dan simbol-simbol yang disampaikan oleh berbagai media akan
menimbulkan berbagai pendapat pula dalam masyarakat.
Dalam rangka interaksi dengan orang lain, seseorang akan mengembangkan suatu
keunikan dalam hal perilaku, pemikiran dan perasaan yang secara bersama-sama
akan membentuk self.
7) Keselarasan dengan alam
Hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia dengan
sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan,
atau antara tuhan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan
kepada Allah SWT. Manusia diperintahkan untuk memerankan fungsi
kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian dan pemeliharaan. Berbuat adil dan
tidak bertindak sewenang -wenang kepada semua makhluk sehingga hubungan
yang selaras antara manusia dan alam mampu memberikan dampak positif bagi
keduanya. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk mempelajari dan
mengembangkan pengetahuan alam guna menjaga keseimbangan alam dan
meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Itu merupakan salah satu bentuk rasa
syukur kepada Allah SWT
B. Makna Filsafat, Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan, Filsafat Ilmu dan Filsafat
Pendidikan
1. Pengertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani
“philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah
philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari
zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian
sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti
kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas,
kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan
kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah
dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984),
secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah
pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah
realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika,
estetika dan teori pengetahuan.
Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yangg dalam bhs
Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan
istilah philoshophy adalah dari Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas kata philein
yang berarti cinta (love) dan shopia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga
secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam
arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pecinta atau
pencari kebijaksanaan.
Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan
menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-
gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari sesuatu fenomena.
Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu” adalah “sesuatu” itu
adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara
mendalam dan menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk segala ilmu.
Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan
berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri
secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya,
mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis, mendalam
dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-
masalah dalam kehidupan manusia.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama
memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni
seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri
yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos”
(pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-
mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui
sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf
yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani.
Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam
semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya
(The Liang Gie, 1999).
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang
ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang
mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan
pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus
mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada
tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam.
Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks,
maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban yang
diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan refleksi yaitu
berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua persoalan itu
harus persoalan filsafat.
SIMPULAN
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan
filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara
bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan
tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian
filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Tujuan mempelajari filsafat ilmu pada dasarnya adalah untuk memahami
persoalan ilmiah dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah
dengan cermat dan kritis.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lain adalah bahwa Filsafat
mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu-ilmu
pengetahuan objeknya terbatas, khusus lapangannya saja. Selain itu Filsafat hendak
memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam dengan menunjukan
sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebab-
sebab tetapi yang tak begitu mendalam.
Keberadaan manusia di dunia sesuunguhnya sebagai mahluk yang diciptakan
Allah SWT yang diberi kemampuan untuk berpikir (akal), sedangkan tujuan akhir
hidup manusia menurut Islam adalah mendapatkan kebahagiaan hakiki. Sebagai
mahluk yang berpikir (memiliki akal) itulah yang menyebabkan manusia berfilsafat.
Filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji
tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik
yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan
hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir
secara rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia. Sedangkan
ilmu dapat dimaknai sebagai suatu metode berpikir secara obyektif dalam
menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense.
Sedangkan Filsafat pendidikan dapat dimaknai sebagi upaya menerapkan
kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam
problem kependidikan yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan
yang tentunya merupakan langkah penting dalam menemukan teori-teori tentang
pendidikan.
Antara filsafat ilmu, dengan pendidkan dan dengan filsafat pendidikan
memimiliki hubungan yang saling melengkapi. Filsafat ilmu dapat membantu
perkembangan pendidikan dan filsafat pendidikan. Di lain pihak, perkembangan
pendidikan dan filsafat pendidikan dan membantu perkembangan Filsafat Ilmu.
1. Manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang
mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi).
2. Konsep manusia dalam Sosiologi adalah mahluk sosial, yakni mahluk yang tidak
dapat hidup tanpa bantu orang lain.
3. Konsep Manusia menurut ilmu pendidikan adalah individu yang memiliki
kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat
berkembang jika ada pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar
(lingkungan).
4. Manusia menurut pandangan filsafat ilmu, dapat dilihat dari teori descendensi dan
Metafisika
a) Menurut teori descendensi: 1) manusia sejajar dengan hewan berdasarkan sebab
mekanis; 2) Keistimewaan ruhaniyah manusia dibandingkan dengan hewan terlihat
dalam kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir, berpolitik,
mempunyai kebebasan/kemerdekaan, memiliki sadar diri, mempunyai norma,
tukang bertanya atau tegasnya manusia adalah makhluk berbudaya.
b) Menurut Metafisika. Asal manusia dari suatu yang ada dan tak bergantung dari yang
lain. Hakikat manusia ialah dari ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Artinya manusia
tersusun dari zat yang ada dengan diberikannya ruh oleh Tuhan sehingga
menyebabkan manusia dapat hidup. Manusia mempunyai fisik yaitu jasadnya.
Selain jasad manusia juga mempunyai ruh atau yang tidak dapat ditangkap oleh
panca indera yakni berhubungan dengan jiwa mencakup ingatan, gagasan,
imajinasi, kemauan, perasaan dan penghayatan.
5. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara
mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. (Surajiyo,2010:4)
6. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang
7. Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang bersifat
menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan
serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan penjelasan
yang ada dengan metode tertentu.
8. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu
dengan segala segi dari kehidupan manusia (The Liang Gie,1999)
9. Filsafat pendidikan adalah upaya menerapkan kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam
ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan yang akan
melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah
penting dalam menemukan teori-teori tentang pendidikan (Muhmidayeli., 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Frondizi, Resieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai (Terjemahan oleh: Cuk Ananto Wijaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jalaluddin & Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.
http://pohanrangga.blogspot.com/2012/11/hakekat-manusia-dari-segi-sosiologi.html
diunduh tanggal 03 Nopember 2013 pkl 21.30
http://hanykpoespyta.wordpress.com/2008/04/19/manusia-antara-pandangan-
antropologi-dan-agama-islam/ diunduh tanggal 03 Nopember 2013 pkl 21.00
http://uphilunyue.blogspot.com/2013/01/manusia-dalam-pandangan-filsafat-teori.html
diunduh tanggal 03 Nopember 2013 pkl 22.00