Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 11

MANAJEMEN BK
AKUNTABILITAS DAN PENGAWASAN BK DI SEKOLAH

Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Neviyarni S., M.S., Kons
Prof. Dr. Firman. MS.,Kons

Oleh:

Humaira Mustika
NIM : 22151014

PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023

1
PENJELELASAN MATERI
A. Konsep, Bentuk Akuntabilitas dan Pengawasan
Secara harfiah, konsep akuntabilitas atau “accountability” berasal dari dua kata, yaitu
“account” (rekening, laporan atau catatan) dan “ability” (kemampuan). Akuntabilitas bisa
diartikan sebagai kemampuan menunjukkan laporan atau catatan yang dapat
dipertanggungjawabkan (Suharto, 2006).
J.B. Ghartey menyatakan bahwa akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban atas
pertanyaan yang berhubungan dengan stewardship yaitu apa, mengapa, siapa, ke mana, yang
mana, dan bagaimana suatu pertanggungjawaban harus dilaksanakan. Sementara itu Ledvina
V. Carino mengatakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh seorang petugas yang berada pada jalur otoritasnya. Setiap orang harus
benar-benar menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi pengaruh pada
dirinya sendiri saja. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa tindakannya juga akan
membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain. (P4BPKP, 2007).
Dari beberapa pengertian di atas, maka yang di maksud dengan akuntabilitas dalam
bimbingan dan konseling adalah perwujudan kewajiban konselor/guru BK/guru pembimbing
atau unit organisasi (bimbingan dan konseling) untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa
laporan akuntabilitas kinerja secara periodik. Dalam hal ini konselor/guru BK/guru
pembimbing berkewajiban untuk menjawab dan menjelaskan kinerja dari tindakannya atau
badan yang membawahinya kepada pihak-pihak yang memiliki hak untuk meminta jawaban
atas kewenangan yang telah diberikan untuk mengelola sumber daya tertentu.
Sumber daya yang dimaksud di atas adalah terfokus kepada prestasi akademik,
perkembangan pribadi/sosial, dan karir klien. Prinsip ini mengandung arti bahwa rumusan
perilaku yang hendak dicapai, sistem intervensi psikoedukatif dan assessment merupakan
komponen yang terkait dalam akuntabilitas bimbingan dan konseling (Sunaryo Kartadinata,
2004).
Kegiatan pengawasan adalah kegiatan Pengawas Satuan Pendidikan dalam
melaksanakan penyusunan program pengawasan satuan pendidikan, pelaksanaan pembinaan
akademik dan administrasi, pemantauan delapan standar nasional pendidikan, penilaian

2
administrasi dan akademik, dan pelaporan pelaksanaan program pengawasan (Depdiknas,
2009: 70).
B. Stakholders (Pelanggan) BK
Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau
pihak-pihak yang terkait dengan suatu isu atau suatu rencana (Abdiprojo, 2010).
Dari pengertian tersebut dapatlah dipahami bahwa dalam konteks dunia pendidikan
dan lebih khusus lagi bimbingan dan konseling stakeholders yang dimaksud adalah :
1. Siswa
2. Orangtua
3. Kepala Sekolah
4. Guru
5. Konselor
6. Personil Sekolah
7. Pemerintah
8. Masyarakat.

Prayitno (2009) mengungkapkan bahwa konselor yang berkomitmen dan berdedikasi


melaksanakan fungsi dan tugas profesionalnya dengan bertanggung jawab kepada lima
pihak, yaitu kepada:
1. Diri sendiri : bahwa ia telah melaksanakan apa yang perlu/harus dilaksanakannya;
2. Ilmu dan profesi: bahwa ia telah menunaikan kaidah-kaidah keilmuan dalam profesinya
sesuai dengan tuntutan keilmuan dan keprofesionalannya itu;
3. Peserta didik/sasaran layanan: bahwa ia telah berbuat sesuatu yang menguntungkan
peserta didik dalam pengembangan potensi dirinya, pengembangan KES dan penanganan
KES-T-nya;
4. Pemangku kepentingan (stakeholder) lainya: bahwa ia telah memenuhi kewajiban
sebagaimana diletakkan ke pundaknya, oleh orang tua peserta didik, pimpinan satuan
pendidikan (sekolah/madrasah, dan lain-lain), pemerintah atau yayasan, dan masyarakat
pada umumnya.
5. Tuhan Yang Maha Esa: bahwa ia telah berbuat sesuatu sesuai dengan keimanan dan
ketakwaan kepada-Nya.

3
C. Syarat Akuntabilitas dan Pengawasan
Untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dan pengawasan yang baik, maka dalam
akuntabilitas itu sendiri wajib memiliki:
1. Kemampuan menjawab yaitu (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah
berhubungan dengan tuntutan bagi para konselor/guru BK/guru pembimbing untuk
menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
bagaimana mereka menggunakan kewenangan mereka dalam melakukan praktik layanan
Bimbingan dan Konseling secara komprehensif.
2. Konsekuensi yaitu public/klien mempunyai hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan
yang diambil oleh pihak yang mereka (klien) beri kepercayaan (konselor) tentang
program pelayanan, metode assessment, penilaian, penggunaan data (using data) dan
tindak lanjut layanan yang telah diberikan kepadanya. Kedua hal tersebut di atas adalah
ide pokok dalam membangun public trust.
D. Bentuk-bentuk Akuntabilitas
Akuntabilitas dibedakan menjadi beberapa tipe/bentuk, diantaranya jenis akuntabilitas
dikategorikan menjadi dua bentuk yaitu :
1. Akuntabilitas Internal
Berlaku bagi setiap tingkatan organisasi/kelembagaan/satuan pendidikan internal
penyelenggaraan pemerintahan negara termasuk pemerintah itu sendiri dimana setiap
pemegang mandat (dalam hal ini termasuk konselor/guru BK/guru pembimbing) baik
individu maupun kelompok secara hierarki berkewajiban untuk
mempertanggungjawabkan kepada atasannya langsung mengenai perkembangan kinerja
kegiatannya secara periodik maupun sewaktu-waktu bila dipandang perlu.
2. Akuntabilitas Eksternal
Melekat pada setiap lembaga negara sebagai suatu organisasi/kelembagaan untuk
mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun
perkembangannya untuk dikomunikasikan kepada pihak eksternal lingkungannya. Dalam
hal pengkomunikasian dan pengungkapan laporan pelayanan maka jenis pengungkapan
yang cukup (adequate) adalah yang paling umum digunakan, tetapi ini mengandung suatu
pengertian adanya keterbatasan dalam penyajian informasi karena menurut prinsip

4
adequate disclosure ini, informasi bisa disajikan seminimum mungkin asal cukup
sehingga asas kerahasiaan klien tetap terjaga dengan baik.
3. Akuntabilitas Spiritual
Akuntabilitas yang demikian ini meliputi pertanggungjawaban diri sendiri mengenai segala
sesuatu yang dijalankannya yang hanya diketahui dan dipahami oleh dia sendiri. Oleh karena itu,
akuntabilitas ini disebut juga sebagai akuntabilitas spiritual. Semua tindakan akuntabilitas
spiritual didasarkan pada hubungan seseorang tersebut dengan Tuhan. Namun, apabila benar-
benar dilaksanakan dengan penuh iman dan takwa, kesadaran akan akuntabilitas spiritual ini akan
memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian kinerja orang tersebut. Itulah sebabnya
mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang berbeda dengan orang lain,
atau mengapa suatu instansi dengan instansi yang lainnya dapat menghasilkan kuantitas dan
kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang sama.
E. Kriteria Akuntabilitas
Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu. Krumboltz,
1974 (dalam Gibson & Mitchell, 1981) mengidentifikasi tujuh kriteria yang harus dipenuhi
jika sistem akuntabilitas adalah untuk mencapai hasil yang diinginkan. Hal tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Dalam rangka untuk menentukan domain tanggung jawab konselor, tujuan umum
konseling harus disetujui oleh semua pihak.
2. Prestasi konselor harus dinyatakan dalam hal penting yaitu perubahan perilaku yang
diamati dan dirasakan oleh klien.
3. Kegiatan konselor harus dinyatakan sebagai biaya, bukan prestasi.
4. Sistem akuntabilitas harus dibangun untuk mempromosikan pelayanan yang efektif
profesional dan pengembangan diri, bukan untuk melemparkan dan menyalahkan atau
menghukum kinerja yang buruk.
5. Dalam rangka mempromosikan pelaporan yang akurat, laporan kegagalan dan hasil
yang tidak diketahui harus diizinkan dan tidak pernah dihukum.
6. Semua pengguna dari sistem akuntabilitas harus terwakili dalam perancangan.
7. Sistem akuntabilitas itu sendiri harus dilakukan evaluasi dan modifikasi.
F. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan BK
1. Faktor Pendukung
a. Pendidikan dewasa ini telah memasuki era profesionalisme

5
b. Adanya semangat baru dari unsur pemerintah untuk memperhatikan pendidikan
nasional.
c. Adanya pendidikan profesi konselor dan program PPG yang berusaha
meningkatkan kapasitas keprofesionalan dalam bekerja
d. Alokasi dana pemerintah untuk pemerataan pendidikan
2. Faktor Penghambat
a. Kurangnya LPTK penghasil tenaga BK yang profesional
b. Minimnya kesadaran personil BK untuk meningkatkan kompetensi
keprofesionalannya
c. Spesifikasi untuk tenaga konselor di sekolah masih belum sesuai dengan
peruntukkannya.
G. Implikasi Pelaksanaan Akuntabilitas dan Pengawasan
Krumboltz (1974) juga mencatat bahwa kemampuan melakukan akuntabilitas
menjamin upaya konselor untuk membangun sistem akuntabilitas yang memiliki kontribusi
untuk diri mereka sendiri. Sebuah sistem akuntabilitas akan memungkinkan konselor untuk:
1. Mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka.
2. Metode konseling dapat dipilih berdasarkan keberhasilan yang telah ditunjukkan.
3. Melakukan identifikasi klien yang selama ini kebutuhannya belum terpenuhi.
4. Merancang metode yang singkat untuk operasional kegiatan rutin.
5. Melakukan tukar pendapat dengan staf untuk meningkatkan pencapaian tujuan dan
mencari solusi terhadap masalah-masalah yang berkembang (Gibson & Mitchell, 1981).
H. Masalah dan Solusi
1. Permasalahan
Schmidt, J. J. (2003) yaitu adapun masalah akuntabilitas berawal dari keengganan
beberapa konselor untuk menjelaskan akuntabilitas itu sendiri karena:
a. Kekurangan perencanaan waktu untuk melakukan assessment program yang
mereka telah programkan;
b. Adanya pertentangan antara bagaimana melakukan pengukuran dan apa yang harus
dilakukan oleh konselor;
c. Keragu-raguan tentang perbedaan antara research dan akuntabilitas;

6
d. Adanya ketakutan mengenai hasil assessment (yang buruk) dilakukan oleh
konselor.
2. Solusi
Schmidt, J. J. (2003) memberikan solusi mengenai evaluasi yang berkaitan dengan
akuntabilitas adalah:
a. Membantu konselor mendapatkan data yang dapat bermanfaat dalam perencanaan
pengembangan profesi;
b. Membantu konselor untuk membuat laporan yang sebenarnya dengan nilai yang
seimbang di sekolah;
c. Mempersilahkan konselor untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan
meminjamkan standar baku (kredibilitas) dan validitas untuk bekerja di sekolah.

7
REFERENSI

Depdiknas. 2009. Bahan Belajar Mandiri Kelompok Kerja Pengawas Sekolah Dimensi
Kompetensi Supervisi Manajerial. Dirjen PMPTK: Jakarta.

Gibson, Robert L & Mitchell, Marianne H. 1981. Introduction to Counseling and Guidance.
Second Edition. New York: Mc Millan Publishing.

Kartadinata, Sunaryo. 2004. Arah dan Tantangan Bimbingan dan Konseling Profesional:
Proposisi Historik-Futuristik. Bandung: UPI

Kurniawan Teguh. 2007. Akuntabilitas, Transparansi dan Pengawasan. Power Point


Persentation. Yogyakarta: UGM

Schmidt, J. J. (2003). Counseling in schools: Essential services and comprehensive programs,


4th ed. Boston, MA.: Allyn & Bacon.

Suharto, Edi. 2006. Akuntabilitas Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial. Makalah
disampaikan dalam Semiloka Eksistensi Diklat Kesejateraan di Era Globalisasi. Jakarta:
TKSM

Prayitno. 2009. Arah Kinerja Profesional Konseling Sekolah. Padang: FIP-UNP.

Anda mungkin juga menyukai