Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakikatnya merupakan penyelenggaraan upaya

kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi individu atau masyarakat

agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur

kesejahteraan umum dari tujuan nasional ini dengan tujuan pembanguan

kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN).

Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia, sebagai

penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara

serius. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat

permanen, di samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses

restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan structural

yang bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam

kelainan faal paru (Supardi, 2006).

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium

tuberkulosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru

dan organ di luar paru seperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta

ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).

Berdasarkan laporan WHO (2008) dinyatakan bahwa masalah tuberkulosis

paeu di negara berkembang sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan,

karena sebanyak 95% kasus tuberkulosis paru berada di negara tersebut dan

1
sebanyak 98% kematian yang ada di negara itu disebabkan oleh tuberkulosis paru.

Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara

dengan jumlah penderita tuberculosis paru terbesar setelah India dan Cina dengan

jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberkulosis paru di dunia.

Departemen Kesehatan pada tahun 2004 memperkirakan besarnya jumlah

kematian setiap tahunnya sebanyak 101.000 orang dengan kasus baru sebanyak

539.000 kasus dan insiden tuberkulosis paru BTA Positif sekitar 110 per 100.000

penduduk. Sementara WHO memperkirakan jumlah kematian akibat penyakit ini

setiap tahunnya di Indonesia sebanyak 175.000 dengan jumlah kasus pertahun

sebanyak 550.000 kasus.

Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi TB paru dengan

menyerang 10 juta orang dan menyebabkan 3 juta kematian setiap tahun. Di

negara maju TB paru menyerang 1 per 10.000 populasi. TB paru paling sering

menyerang Asia, Cina, dan India Barat. Demikian juga, kematian wanita akibat

TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan, dan nifas.

Sekitar 75% pasien TB merupakan kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan

rata-rata waktu kerjanya tiga sampai empat bulan, hal tersebut berakibat pada

kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30% jika ia

meninggal akibat TB maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun,

selain merugikan secara ekonomis TB juga memberikan dampak buruk lainnya

secara sosial seperti dikucilkan oleh masyarakat. Orang lanjut usia, orang yang

malnutrisi, atau orang dengan penekanan sistem imun (infeksi HIV, diabetes

2
militus, terapi kortikosteroid, alkoholisme, limfoma intercurrent) lebih mudah

terkena (Kemenkes RI, 2011).

Dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, angka notifikasi kasus baru TB

paru BTA+ dan angka notifikasi seluruh kasus TB per 100.000 penduduk dari

tahun 2008-2013 di Jawa Barat sebesar 54% dari target minimal sebesar 65%. Hal

ini menunjukan bahwa penemuan kasus TB paru masih di bawah target dan

merupakan masalah dalam program pengendalian TB paru di Provinsi Jawa Barat.

(Kemenkes RI, 2013).

Selain itu dalam Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2012 menunjukkan kasus

baru dan kasus lama TB paru di Kabupaten Garut sebanyak 2.627 orang.

Berdasarkan data tersebut maka Kabupaten Garut perlu adanya penanggulangan

kasus TB paru yang serius salah satunya melalui kerjasama dalam upaya

pemberantasan penyakit TB paru dari berbagai sector, karena dikhawatirkan

penyakit ini terus menyebar ke seluruh masyarakat Garut. (Dinkes Jabar, 2012).

Angka penemuan kasus TB paru BTA+ di Kabupaten Garut sebanyak 1.669

orang, oleh karena itu upaya penjaringan kasus ini harus tetap dilakukan untuk

meningkatkan kinerja dalam penemuan kasus TB paru. (Dinkes, 2014).

Pada Bulan Maret-April 2019 penulis melakukan Praktikum Kesehatan

Masyarakat di UPT Puskesmas Leuwigoong. Pada kegiatan tersebut penulis

melakukan observasi dan menemukan penderita TB paru dari bulan Januari

hingga Bulan April 2019 yaitu berjumlah 17 kasus TB dengan BTA (+). Dari 17

kasus tesebut telah didampingi dan ditangani Puskesmas untuk pengobatannya,

namun ada 3 orang pasien yang droup out (DO) dikarenakan putus obat. Maka

3
dari itu kami tertarik untuk membuat laporan pratikum kesehatan masyarakat yang

berjudul “ Gambaran Program P2TB di Wilayah Kerja UPT Puskesmas

Leuwigoong Kabupaten Garut Tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka dirumuskan masalah

bagaimana Gambaran Capaian Kesembuhan Pasien TB BTA Positif di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Leuwigoong Kabupaten Garut Tahun 2019.

1.3 Tujuan Penulis

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran Capaian Kesembuhan Pasien TB BTA Positif di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Leuwigoong Kabupaten Garut Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi permasalahan Capaian Kesembuhan Pasien TB BTA

Positif di wilayah kerja UPT Puskesmas Leuwigoong Kabupaten Garut

Tahun 2019.

2. Menganalisis penyebab masalah tidak tercapainya Capaian Kesembuhan

Pasien TB BTA Positif di wilayah kerja UPT Puskesmas Leuwigoong

Kabupaten Garut tahun 2019.

4
3. Menyusun rencana pemecahan masalah Capaian Kesembuhan Pasien TB

BTA Positif di wilayah kerja UPT Puskesmas Leuwigoong Kabupaten

Garut Tahun 2019.

5
1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Garut

1. Hasil laporan ini diharapkan dapat menambah literatur bahan bacaan di

perpustakaan sehingga mahasiswa dapat meningkatkan wawasan dalam

melaksanakan identifikasi sebuah permasalahan hingga penyebab masalah

sampai melakukan pemecahan masalah yang berada di lingkungan

masyarakat.

2. Terciptanya hubungan kerjasama dengan tempat magang dalam upaya

meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara substansi akademik

dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia yang

dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.

1.4.2 Bagi UPT Puskesmas Leuwigoong

Sebagai bahan masukan bagi institusi untuk menentukan kebijakan dalam

penyelesaian masalah.

1.4.3 Bagi Penulis

Laporan ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan menambah

pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapat selama kuliah ke dalam praktik

nyata.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana pelayanan

kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit

pelaksanaan teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes, 2011)

UPT Puskesmas Leuwigoong adalah unit Pelaksana Teknis pada Dinas

Kesehatan Kabupaten Garut yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Untuk mencapai tujuan

pembangunan kesehatan diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara

menyeluruh berjenjang dan terpadu. Puskesmas penyelenggara upaya kesehatan

tingkat pertama mempunyai kewenangan dan bertanggung jawab memberikan

pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, bentuk pelayanan kesehatan

yang diberikan bersifat menyeluruh (Comprehensive Health Care Service) yaitu

pelayanan kesehatan yang meliputi aspek promotive, preventive, curative. Dan

rehabilitative. Prioritas pelayanan yang dikembangkan lebih diarahkan ke bentuk

pelayanan kesehatan dasar (basic health care service) yang lebih mengutamakan

upaya promosi dan pencegahan (public health service).

Dalam melaksanakan tugas memberikan pelayanan kesehatan UPT

Puskesmas Leuwigoong memiliki Visi dan Misi.

7
a. Visi UPT Puskesmas Leuwigoong

Berdasarkan kondisi sampai saat ini dan tantangan yang masih akan

dihadapi dalam beberapa tahun mendatang serta dengan mempertimbangkan

modal dasar yang dimiliki, maka Visi UPT Puskesmas Leuwigoong adalah :

Terwujudnya Kecamatan Leuwigoong yang Sehat menuju pembangunan

kesehatan masyarakat, bermartabat nyaman dan sejahtera serta mengharap

ridha Allah SWT dengan niat ibadah karena Allah SWT

b. Misi UPT Puskesmas Leuwigoong

Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan kesehatan tersebut diatas,

maka telah ditetapkan Misi Puskesmas sebagai berikut :

1. Mendorong semua pemangku kebijakan untuk berkomitmen dalam upaya

mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi indivdu,

keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Menggerakan dan bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di

wilayah kerja UPT Puskesmas Leuwigoong.

3. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi indivdu keluarga, kelompok dan

masyarakat.

4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan

terjangkau oeleh masyarakat di wilayah kerja UPT Puskesmas

Leuwigoong secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama,

budaya dan kepercayaan.

5. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan berjenjang, prima dan profesional

dengan memanfaatkan tekhnologi tepat guna yang sesuai dengan

8
kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk

bagi lingkungan.

6. Mengintegrasikan dan mengkordinasikan penyelenggaraan UKM dan

UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan

yang di dukung oleh manajemen puskesmas dengan sumber daya yang

berkualitas dan islami.

c. Motto

““TERSENYUM” : Terdepan; Sehat; Nyaman; Utamakan Masyarakat. “

2.2 Tuberculosis (TB)

2.2.1 Pengertian

TB paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

masalah kesehatan di Indonesia. Penularan kuman tuberculosis pada orang sehat

dan risiko kematian pada penderita adalah salah satu masalah yang perlu ditangani

oleh segenap lapisan masyarakat dan petugas kesehatan (Depkes RI, 2012)

TB paru adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh kuman TBC

(mycobacterium tuberculosis). Kuman TBC berbentuk batang, mempunyai sifat

khas tahap terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai

Basil Tahan Asam (BTA), kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung

tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa

tahun.

2.2.2 Riwayat Terjadinya Tuberculosis

9
1. Infeksi Primer

Infeksi Primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman

TBC, droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati

sistem pertahanan mucosilier bronchus dan terus berjalan sehingga sampai di

alveolus dan menetap disana.Infeksi di mulai saat kuman berhasil berkembang

baik dengan cara pembelahan diri di paru yang mengakibatkan peradangan di

dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar

hilus paru dan ini di sebut sebagai kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin

dan negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang

masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (immunitas seluler). Pada umumnya

reaksi daya tahan tubuh tersebut menghentikan pengembangan kuman TBC,

meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister

atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu

menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang

bersangkutan akan menjadi penderita TBC, masa inkubasi yaitu waktu yang

diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan.

2. Tuberculosis Pasca Primer (Post Primary TBC)

Tuberculosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun

sesudah infeksi primer, misalnya akibat daya tahan tubuh menurun akibat

terinfeksi HIV atau status TB paru. Ciri khas dari tuberculosis pasca primer

adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

10
2.2.3 Gejala-gejala TBC

1. Gejala Utama

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau

lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,

batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang

lebih dari satu bulan.

2. Gejala Tambahan

a. Dahak bercampur darah

b. Batuk darah

c. Sesak napas dan rasa nyeri dada

d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang

enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,

demam meriang lebih dari satu bulan.

2.2.4 Diagnosa Tuberculosis (TBC)

Diagnosis TBC paru pada orang dewasa dapat ditegakan dengan

ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil

pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS

BTA hasilnya positif.

1. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih

lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.

2. Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosis sebagai

penderita TBC BTA positif.

11
3. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS

diulangi.

4. Apabila fasilitas memungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan lain

misalnya biakan.

5. Bila ketiga spesimen hasinya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas

(misalnya kontrimoksasol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu.

6. Bila tidak ada peubahan namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC,

ulangi pemeriksaan dahak SPS.

7. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif.

8. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada

untuk mendukung diagnosis TBC.

9. Bila hasil rontgen mendukung TBC didiagnosis sebagai penderita TBC

BTA negatif rontgen positif.

10. Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC penderita tersebut bukan TBC.

11. UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen penderita dapat di rujuk untuk

foto rontgen dada.

Di Indonesia pada saat ini, uji tuberculin tidak mempunyai arti dalam

menentukan diagnose TBC pada orang dewasa sebab sebagian besar masyarakat

sudah terinfeksi dengan mycobacterium tuberculosis karena tingginya prevalensi

TBC. Suatu uji tuberculin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan

pernah terpapar dengan mycobacterium tuberculosis. Di lain pihak hasil uji

tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis misalnya

pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, TBC millier dan morbili.

12
2.2.5 Pencegahan Penularan

Mencegah penularan TB antara lain dengan memberikan imunisasi BCG

pada anak sesuai dengan jadwal, memberi makanan bergizi untuk menjaga

kekebalan tubuh anak, pada bayi berikan asi ekslusif minimal selama enam bulan

penuh, jagalah kebersihan lingkungan rumah dengan cara membersihkan lantai

rumah setiap hari, bersihkan jamban dan kamar mandi, jaga sirkulasi udara dalam

rumah, usahakan jendela dan pintu di rumah setiap hari dibuka agar ruangan

dalam rumah terkena sinar matahari (bakteri TB akan mati bila terkena matahari),

lakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), usahakan agar anak tidak

kontak langsung dengan orang yang terkena TB untuk meminimalisir penularan

TB.

2.2.6 Pengobatan

Pada kasus TB anak sebagian besar mendapatkan mengobatan selama 6

bulan. Setelah masa pengobatan 6 bulan harus dilakukan evaluasi baik secara

klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan

parameter yang terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan, apabila dalam

evaluasi dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologic

tidak menunjukkan perubahan yang berarti OAT tetap dihentikan.

Masalah yang penting dan perlu di sikapi adalah kurangnya tenaga

penyuluh kesehatan yang memiliki pengetahuan dibidangnya, lemahnya dalam

koordinasi, sinergisme dalam penyusunan perencanaan antar program dan daerah,

sukarnya merubah “mind-set” paradigma sakit ke paradigma sehat. Yang sudah

tidak sesuai lagi dalam pembangunan kesehatan, lemahnya kemauan dan

13
kemampuan dalam menyusun rencana promosi kesehatan dan strateginya yang

bersifat makro dan berjangka panjang, dan kurang kuatnya memahami konsep

promosi kesehatan dan berbagai metode promosi kesehatan, koordinasi antar

pusat dan provinsi serta antar provinsi yang masih kurang, dan terakhir

terbatasnya sumber daya yang dapat menunjang upaya promosi kesehatan.

2.2.7 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis

Tatalaksana pasien tuberkulosis terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,

penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan

langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan tuberkulosis TB paru.

Penemuan dan penyembuhan pasien TB paru menular secara bermakna akan

dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB paru, penularan TB paru di

masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB paru

yang paling efektif di masyarakat.

 Proses penemuan pasien TB paru

a. Penemuan pasien TB paru dilakukan secara pasif dengan promosi aktif

penemuan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan, di

dukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan

maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka

pasien TB paru.

b. Pemeriksaan terhadap orang yang kontak langsung dengan pasien TB

paru terutama mereka yang dinyatakan BTA (Bakteri Tahan Asam)

14
positif serta pada keluarga pasien penderita TB paru yang menunjukan

gejala sama harus diperiksa dahaknya.

 Teknis pelaksanaan penemuan kasus TB paru Bakteri Tahan Asam (BTA)

positif yaitu

Pasien yang dating berobat ke puskesmas kemudian dari gejala

klinis mendukung sebagai suspek TB paru maka petugas akan

memberikan pengarahan agar dilakukan cek dahak di laboratorium. Dahak

yang diperiksa sebanyak tiga sampel yaitu dahak sewaktu, pagi dan

sewaktu kedua. Setelah di dapat hasil pemeriksaan laboratorium cek dahak

dinyatakan Bakteri Tahan Asam (BTA) positif maka suspek tersebut

dikatakan penderita TB paru Bakteri Tahan Asam (BTA) positif, untuk

menghindari penularan maka petugas melakukan kunjungan secara

langsung terhadap keluarga penderita dengan melakukan pemeriksaan

kontak serumah dan melakukan cek dahak.

 Pemeriksaan pasien TB paru sebagai berikut

1. Pemeriksaan dahak mikroskopik

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan tiga spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari

kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu.

a. S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB paru dating

berkunjung pertama kali, pada saat pulang suspek membawa

15
sebuat pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari

kedua.

b. P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua

segera setelah bangun tidur, pot dibawa dan diserahkan sendiri

kepada petugas di UPK.

c. S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat

menyerahkan dahak pagi.

2. Pemeriksaan biakan

Peranan biakan dan identifikasi Mycrobacterium Tuberkulosis pada

penanggulangan TB paru khususnya untuk mengetahui apakah pasien

yang bersangkutan masih peka terhadap Obat Anti TB paru (OAT)

yang digunakan. Apabila fasilitas tersedia maka dilakukan tes

resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi, diantaranya :

a. Pasien TB paru yang masuk dalam tipe pasien kronis.

b. Pasien TB paru ekstra paru dan pasien TB paru anak.

c. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan

ganda.

d. Pemeriksaan tes resistensi

Tes resistensi tersebut hanya bisa di lakukan di laboratorium yang

mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resisten

sesuai standar internasional dan telah mendapatkan pemantapan

mutu oleh laboratorium supranasional TB paru. Hal ini bertujuan

agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan kesimpulan yang

sangat benar sehingga kemungkinan terjadi kesalahan dalam

16
pengobatan yang dapat mengakibatkan MDR (Multiple Drugs

Resistance) sehingga kekebalan ganda terhadap obat dapat di

cegah.

 Penyakit Menular Langsung

a. Pemberantasan Penyakit Menular

Upaya pemberantasan penyakit menular lebih ditekankan pada

pelaksanaan surveilans epidemiologi dengan upaya penemuan

penderita secara dini yang ditindaklanjuti dengan penanganan secara

cepat melalui pengobatan penderita. Di samping itu pelayanan lain

yang diberikan adalah upaya pencegahan dengan pemberian imunisasi,

upaya pengurangan faktor risiko melalui kegiatan untuk peningkatan

kualitas lingkungan serta peningkatan peran serta masyarakat dalam

upaya pemberantasan penyakit menular yang dilaksanakan melalui

kegiatan.

b. Pemberantasan TB Paru

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru dilakukan dengan

pendekatan DOTS (Directly Observe Treatment Shortcourse) atau

pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas

Menelan Obat (PMO). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan

penderita dengan pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan

yang ditindaklanjuti dengan paket pengobatan. Dari upaya penemuan

penderita TB selama tahun 2018 ditemukan gambaran kasus. Dalam

penanganan program, semua penderita TB yang ditemukan

17
ditindaklanjuti dengan paket-paket pengobatan intensif. Melalui paket

pengobatan yang diminum secara teratur dan lengkap, diharapkan

penderita akan dapat disembuhkan dari penyakit TB yang dideritanya.

Namun demikian dalam proses selanjutnya tidak tertutup kemungkinan

terjadinya kegagalan pengobatan akibat dari paket pengobatan yang

tidak terselesaikan atau drop out (DO), terjadinya resistensi obat atau

kegagalan dalam penegakan diagnose di akhir pengobatan. Tingkat

kesembuhan dari penderita pasca pengobatan biasanya sangat sulit

ditegakkan oleh karena kendala dari penderita dalam mengeluarkan

dahak yang memenuhi persyaratan, sehingga dalam pemantauan hasil

akhir lebih diarahkan pada tingkat kelengkapan pengobatan atau

success rate (SR).

2.3 Kinerja

2.3.1 Definisi Kinerja

Kata kinerja (pepformance) dalam konteks tugas sama dengan prestasi

kerja para pakar banyak memberikan deginisi tentang kinerja secara umum dan

dibawah ini disajikan beberapa diantaranya :

Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang di peroleh dari fungsi-

fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin

dan Russel. 1993 dalam As’ad, 2003). Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan

gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986

dalam As’ad, 2003). Sementara As’ad (2003) mendefinisikan kinerja sebagai

keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

18
Sedangkan Yaslis Ilyas (2010) yang dimaksud dengan kinerja adalah

penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja

dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi

merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu

dalam organisasi. Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu :

1. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk

mengidentifikasikan tingkat kinerjanya;

2. Produktifitas adalah kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan

kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil

kinerja (outcome) (Yaslis Ilyas, 2010).

Dari berbagai pengertian tersebut diatas pada dasarnya kinerja

menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang

keluar (outcome). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah

pekerjaan atau jabatan adalah suatu proses yang mengilah input menjadi output

(hasil kerja), penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu

bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan

landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung

kompenen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja sangat

tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.

2.3.2 Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja menurut Handoko (2001), dan siagian (2001)

adalah sebagai berikut :

19
1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja

memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat

memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi.

2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu

para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian

bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi dan transfer biasanya

didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya.

4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja atau

kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula

sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus

dikembangkan.

5. Perencanaan dan perkembangan karir. Umpan balik prestasi mengarahkan

keputusan-keputusan karir yaitu tentang jalur kalir tertentu yang harus

diteliti.

6. Mendeteksi penyimpangan prosesstaf fing. Prestasi kerja yang baik atau

buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing

departemen personalia.

7. Melihat ketidakvakuratan informasional. Prestasi kerja yang jelek

mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis

jabatan, rencana sumberdaya manusia, atau komponen-komponen lain

sistem informasi manajemen personalia. Menggantungkan pada informasi

yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia

tidak tepat.

20
8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang

jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan,

penilaian prestasi membantu diagnose kesalahan-kesalahan tersebut.

9. Menjamin kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja yang akurat

akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa

diskriminasi.

10. Melihat tantangan-tantangan eksternal. Kadang-kadang prestasi seseorang

dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga,

kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya.

Dengan adanya penilaian kinerja terhadap karyawan dapat diketahui

secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui

penilaian kinerja karyawan dapat disusun rencana, strategi dan menentukan

langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan dengan pencapai tujuan karier

yang diinginkan. Bagi pihak manajemen, kinerja sangat membantu dalam

mengambil keputusan seperti promosi dan pengembangan karier, mutasi,

pemutusan hubungan kerja, penyesuaian kompensasi, kebutuhan pelatihan dan

mempertahankan status akreditasi perguruan tinggi yang telah diperoleh.

Berdasarkan manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian prestasi

kerja yang dilakukan secara tidak tepat akan sangat merugikan karyawan dan

organisasi. Karyawan dapat menurun motivasi kerjanya karena hasil penilaian

kinerja yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Dampak motivasi yang menurun

adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi proses

pelayanan. Bagi organisasi, hasil penilaian kinerja yang tidak tepat akan

mempengaruhi pengambilan keputusan kepegawaian yang tidak tepat, misalnya

21
promosi mempromosikan karyawan yang tidak tepat untuk menduduki level

manajemen akan menurunkan kualitas organisasi tersebut.

2.3.3 Penilaian Kinerja Pegawai

Menurut Swanburg (1987) dalam Nursalam (2007), penilaian kinerja

adalah alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer pegawai dalam mengontrol

sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan

secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan

jasa kepegawaian dalam kualitas dan volume yang tinggi. Pegawai manajer dapat

menggunakan proses appraisal kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih,

bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada personal

pegawai yang komponen.

Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer pegawai guna

mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja pegawai,

melalui evaluasi reguler dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer dapat

mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu kepuasan pegawai

dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahukan pegawai yang

bekerja tidak memuaskan bahwa pelaksanaan kerja mereka kurang serta

menganjurkan perbaikannya, mengidentifikasi pegawai yang layak menerima

promosi atau kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan

khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahannya serta

menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan

bimbingan khusus.

22
2.3.4 Pengukuran Kinerja

Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh

seorang manajer atau pimpinan. Kegiatan penilaian ini penting, karena dapat

digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan

umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka. Mnurut Handoko

(2003), Yaslis Ilyas (2010) secara garis besar ada beberapa metode penilaian

kinerja karyawan :

1. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai yang

membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang dianggap

penting bagi pelaksanaan kerja.

2. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi

beban penilaian. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata

yang menggambarkan kinerja karyawan, penilaian biasanya atasan

langsung pemberian bobot sehingga dapat di skor metode ini bisa

memberikan suatii gambaran prestasi kerja secara akurat bila daftar

penilaian berisi item-item yang memadai.

3. Metode peristiwa krisis (critical incident method), penilaian yang

berdasarkan catatan-catatan penilaian yang menggambarkan perilaku

karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan

kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kritis, metode ini sangat

berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan dan

mengurangi kesalahan kesan terakhir.

4. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang ahli

departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam penilaian

23
mereka. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan

langsung tentang kinerja karyawan, kemudian ahli itu mempersiapkan

evaluasi atas dasar informasi tersebut evaluasi dikirim kepada penyelia

untuk di review, perubahan, persetujuan dan perubahan karyawan yang

dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe formulir

penilaian apapun yang digunakan perusahaan.

5. Penilaian didasarkan perilaku, penilaian kinerja yang didasarkan uraian

pekerjaan yang sudah dibuat sebelumnya uraian pekerjaan itu menentukan

perilaku apa saja yang diperlukan oleh pegawai untuk melaksanakan

pekerjaan itu.

6. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas penilaian

prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, tes

mungkin tertulis atau peragaan keterampilan. Agar berguna tes harus

reliable dan valid metode evaluasi kelompok ada tiga yaitu ranking,

grading, point allocation method.

7. Method ranking, penilaian membandingkan satu dengan karyawan lain

siapa yang paling baik dan menempatkan setiap karyawan dalam urusan

terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk

menentukan faktor-faktor perbanding, subyek kesalahan kesan terakhir

dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan

penjelasannya. Grading, metode penilaian ini memisah-misahkan atau

menyortir para karyawan dalam berbagai klasifikasi yang berbeda

biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori.

Point location merupakan bentuk lain dari grading penilaian diberikan

24
sejumlah nilai total dialokasikan di antara para karyawan dalam kelompok.

Para karyawan diberi nilai lebih besar dan pada para karyawan dengan

kinerja lebih jelek kebaikan dari metode ini penilai dapat mengevaluasi

perbedaan relative di antara para karyawan meskipun kelemahan-

kelemahan efek halo (halo effect) dan bisa kesan terakhir masih ada.

2.3.5 Model Penilaian Kinerja

Menurut Robbins (1996) dalam Yaslis Ilyas (2010) bahwa penilaian

kinerja yang baik adalah dengan evaluasi 360 degree assesment (360 ° ). Teknis ini

merupakan pengembangan terakhir dari teknik penilaian sendiri. Teknik ini akan

memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian

silang bawahan, mitra dan atasan personel. Data penilaian merupakan nilai

kumulatif dari penilaian ketiga penilai, hasil penilaian silang ini diharapkan dapat

mengurangi kemungkinan terjadinya kerancuan bila penilai kinerja hanya

dilakukan personel sendiri saja.

1. Penilaian Atasan

Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk personel biasanya

dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian termasuk yang

dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja

personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit

lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer

produksi sebagai pemakai yang dibeli hal ini normal terjadi bila interaksi

antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penelitian

atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana

25
individu sering melakukan interaksi. Pada penelitian manajer, biasanya

dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang

sering bekerja sama dalam kelompok kerja penilaian kerja kelompok akan

sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan

mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan

dengan kemudian adanya perbedaan pendapat diantara penilai, penilaian

kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat

tetapi kemungkinan terjadi bisa dengan kecenderungan penilai lebih tinggi

sehingga menghasilkan penilai yang merata.

2. Penilaian Mitra

Biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang

mempunyai otonomi yang cukup tinggi, dimana wewenang pengambilan

keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada

anggota kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja

kelompok dan umpan balik untuk personel yang dinilai dilakukan oleh komite

kelompok kerja dan bukan oleh penyelia penilaian mitra biasanya lebih

ditukan untuk pengembangan personel dibandingkan untuk evaluasi.

Penilaian mitra dan penyelia dipercayai dapat digunakan untuk

menentukan imbalan, penilaian ini menunjukan reaksi lebih positif untuk

pendekatan pengembangan dibandingkan dengan evaluasi personel yang perlu

diperhatikan pada penilaian mitra adalah kerahasiaan penilaian untuk

mencegah reaksi negatif dari personel yang dinilai. Walaupun demikian,

penilaian mitra kerja telah dikenal cukup lama tetapi penilaian ini tidak cukup

luas dipakai di dunia bisnis.

26
3. Penilaian Bawahan

Penilaian bawahan terhadap kinerja personel terutama dilakukan dengan

tujuan untuk pengembanan dan umpan balik personel, bila penilaian ini

digunakan untuk administratif dan evaluasi menetapkan tingkat gaji dan

promosi maka penggunaan penilaian kurang mendapat dukungan. Libbey-

Owen-Ford (LOF) melakukan suatu program penilaian bawahan terhadap

manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini

meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai

umpan balik atas kemampuan manajer mereka, umpan balik bawahan

berdasarkan kriteria sebagai berikut : penilaian perencanaan kinerja strategic,

pencapaian komitmen personel, penetapan tujuan kerja unit, negosiasi tujuan

kinerja individual dan standar, observasi kinerja personel, dokumentasi kinerja

personel, umpan balik dan pelatihan personel, pelaksanaan penilaian kinerja,

dan imbalan kinerja. Temuan yang menonjol dari usaha manajemen LOF ini

adalah penilaian bawahan terhadap peningkatan keterampilan manajer dalam

melatih bawahan, manajer diharapkan mengubah perilaku manajemen sesuai

dengan harapan bawahan sistem control seimbang ini menolong manajer

untuk meningkatkan kinerja manajemen berdasarkan umpan balik bawahan

menjelaskan kinerja yang diharapkan.

2.3.6 Determinan Kinerja

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja

antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah

pengawasannya, walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama

27
namun produktifitas mereka tidaklah sama. Menurut Gibson (1997) ada tiga

faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain :

a. Faktor individu : kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga,

pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.

b. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan

kepuasan kerja.

c. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerja, kepemimpinan,

sistem penghargaan (reward system).

Menurut Tiffin dan Mc. Cormick (dalam As’ad, 2003) secara garis besar

perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor (As’ad 2003), yaitu : faktor

individu dan situasi kerja.

1. Variabel individual, meliputi : sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat

dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor

individual lainnya.

2. Variabel situasional terdiri dari :

a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari : metode kerja, beban kerja,

kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan

fisik (penyinaran, temperature, dan ventilasi)

b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi : peraturan-peraturan organisasi,

sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan

lingkungan sosial.

Mangkunegara (2004) berpendapat bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor

28
motifasi (motivation). Hal ini sesuai dengan Keith Davis (1964) yang

merumuskan bahwa :

Human performance (kinerja) = ability (kemampuan) + motivation (motivasi)

Motivation (motivasi) = attitude (sikap) + situation (situasi)

Ability (kemampuan) = knowledge (pengetahuan) + skill (keahlian)

1. Faktor kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan

potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill), artinya pegawai

yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang

memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya

sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.

Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai

dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the

right job).

2. Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam

menghadapi situasi (situation) kerja, motivasi merupakan kondisi yang

menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

Selain kedua faktor diatas, ada faktor lain yang turut mempengaruhi

kinerja pegawai diantaranya :

1. Kondisi Tempat Kerja

Siagian (1987:132), bahwa pada kenyataannya meskipun efisiensi

efektivitas dan produktivitas kerja tergantung pada unsur manusia di

dalam organisasi, namun demikian tetap diperlukan kondisi tempat kerja

29
yang mendukung. Dengan kata lain tingkat keterampilan yang tinngi pun

tidak akan banyak artinya apabila tidak didukung oleh kondisi tempat

kerja yang memadai karena seorang pekerja menggunakan sepertiga

hidupnya di dalam lingkungan kerjanya setiap hari.

2. Pengawasan

Pendapat Hendersen (2002), bahwa faktor ekstrinsik bukan sebagai

sumber kepuasan tetapi lebih kepada hal yang dapat mencegah atau

mengurangi kemerosotan kerja. Namun bukan berarti faktor ekstrinsik bisa

diabaikan begitu saja, karena pengawasan yang bersifat pembinaan

(edukatif) yang persuasive, bukan bersifat kaku dan di paksakan, kurang

manusiawi, akan berpengaruh negatif terhadap karyawan atau bawahan.

Mc.Gregor (1964) yang dikutip Thoha (2003:241) mengajukan dua teori

mengenal manusia yaitu teori X dan teori Y. Teori X menekankan bahwa

manusia pada dasarnya malas harus dipaksa untuk bekerja, sebaliknya

teori Y didasarkan pada pendekatan manusiawi (memanusiakan manusia)

tanpa memerlukan paksaan atau pengawasan yang ketat. Pendekatan

manusiawi akan mendorong manusia menjadi manusia yang disiplin dan

produktif serta memiliki motivasi kerja yang tinggi.

3. Hubungan Antar Pribadi

Teori yang dikemukakan oleh Herzberg (1966) yang menempatkan

hubungan antar pribadi sebagai faktor ekstrinsik yang mana tidak

memberikan kepuasan, tetapi hanya bersifat mencegah terjadinya

kemunduran dalam bekerja. Sedangkan menurut pendapat Handayaningrat

(1981:109) bahwa hubungan antar pribadi manusia akan ada, disamping

30
adanya hubungan kelompok tetapi dalam suatu organisasi hubungan

pribadi manusia ini adalah dalam rangka hubungan kerja, hal ini sangat

penting sebab mempunyai efek terhadap berhasi atau gagalnya suatu

kelompok dalam mencapai tujuan.

BAB III

PERMASALAHAN DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

3.1 Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan hasil pengamatan selama melaksanakan Praktikum Kesehatan

Masyarakat di UPT Puskesmas Leuwigoong mulai tanggal 27 Maret sampai

dengan tanggal 27 April Tahun 2019 ditemukan adanya permasalahan pada salah

satu program Puskesmas, permasalahan yang ditemukan tersebut adalah

pencapaian target program Capaian Kesembuhan Pasien TB BTA Positif di UPT

31
Puskesmas Leuwigoong masih belum optimal, keadaan ini dapat di lihat dari

masih adanya kasus TB di wilayah Puskesmas yang pada tahun 2018 berjumlah

74 kasus, bahkan di khawatirkan meningkat di tahun 2019 karena sampai bulan

Maret saja sudah ditemukan 10 kasus TB, bahkan 1 diantaranya sudah drop out

(DO) karena putus obat.

3.2 Penyebab Masalah

Berdasarkan pengamatan penulis dan informasi dari pemegang program

TB Puskesmas Leuwigoong penyebab dari masalah kurang optimalnya program

P2TB adalah kurangnya jumlah SDM serta kompetensi sumber daya manusia

yang tidak sesuai serta sarana yang kurang memadai.

Program TB Paru itu merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan

untuk menanggulangi kasus TB yang semakin tinggi di Indonesia. Dalam kasus

ini Puskesmas Leuwigoong sebagai organisasi pelaksana sarana pelayanan

kesehatan memiliki tugas dan fungsi sebagai promosi kesehatan, surveilans TB,

pengendalian faktor risiko, penemuan dan penanganan kasus TB, pemberian

kekebalan dan pemberian obat pencegahan. Sehingga dari program tersebut di

harapkan terjaringnya semua kasus TB di wilayah kerja puskesmas dan

mendapatkan pengobatan hingga penyakit tidak terdeteksi lagi, namun

kenyataannya kasus TB sulit ditanggulangi karena tidak adanya sumber daya

kompetensi sumber daya yang tidak memadai dan kurangnya sarana yang ada di

puskesmas tersebut.

3.3 Analisis Penyebab Masalah

32
Berdasarkan identifikasi masalah yang menjadi permasalahan dalam

penanggulangan penyakit TB paru dijelaskan dalam table dibawah ini :

Diagram 3.1
Analisis Penyebab Masalah

TB paru meningkat, adanya pasien yang DO Akibat

AKIBAT Masalah
Pencapaian Program TB belum optimal Utama
PENYEBAB

Kurangnya tenaga SDM, Kompetensi SDM Masalah


yang tidak sesuai Pokok/Penyebab

Berdasarkan diagram 3.1 diatas dapat dijelaskan mengenai akar

penyebab permasalahan dalam program TB di Puskesmas Leuwigoong Kabupaten

Garut.

1. Akibat

Berdasarkan kegiatan praktikum kesehatan masyarakat yang dilaksanakan

pada tanggal 27 Maret sampai dengan 27 April di Puskesmas Leuwigoong

penulis menemukan masalah dalam menjalankan program TB ataupun

penanggulangan infeksi TB paru yaitu pada tahun 2018 Puskesmas

Leuwigoong melakukan penjaringan kasus TB dengan mengadakan

33
pemeriksaan. Dari hasil penjaringan tersebut ditemukan 79 orang yang

penderita TB. SelanJutnya pada 2019 sampai dengan bulan Maret saja

telah ditemukan 10 Kaus TB dengan BTA (+). Dari 10 kasus tersebut telah

didampingi dan ditangani Puskesmas untuk pengobatannya, namun 1

orang pasien diantaranya ada yang drop out (DO) dikarenakan putus obat

sehingga kemungkinan dapat meningkatkan kejadian TB Paru di wilayah

kerja Puskesmas Leuwigoong.

2. Masalah Utama

Masalah utama dalam program TB di Puskesmas Leuwigoong yaitu

pencapaian program yang belum optimal dikarenakan SDM yang masih

kurang, untuk itu pembagian tugas yang menunjang keberhasilan program

belum merata selain itu kompetensi SDM yang tidak sesuai juga akan

menghambat keberhasilan program karena apa yang dikerjakan SDM tidak

sesuai dengan keahliannya.

3. Masalah Pokok/Penyebab

Berdasarkan analisis akar penyebab masalah dapat diketahui masalah

pokok pada program TB di Puskesmas Leuwigoong yaitu :

a) Kurangnya Sumber daya

SDM dalam program TB bertujuan untuk menyediakan tenaga pelaksana

program yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang

diperlukan dalam pelaksana program TB dengan jumlah yang memadai

pada tempat yang sesuai dan waktu yang tepat sehingga mampu

menunjang tercapainya tujuan program TB nasional. Di Puskesmas

34
Leuwigoong SDM yang bertugas dalam program TB hanya berjumlah satu

orang sebagai pemegang program sekaligus kepala bidang program TB

petugas ini mengerjakan semua pekerjaan mulai dari penjaringan sampai

sosialisasi, selain itu petugas tersebut pula yang bertugas mengantar pasien

melakukan pemeriksaan laboratorium sehingga menghambat efisiensi

pekerjaan dan menghambat pencapaian program, dalam KMK no 364

tahun 2009 standar ketenagaan dalam program penanggulangan TB

menyangkut kebutuhan minimal untuk terselenggaranya kegiatan program

TB, yaitu :

1. Puskesmas rujukan mekroskopis dan puskesmas pelaksana mandiri

: minimal tenaga pelaksana terlatih 1 dokter, 1 perawat/program

TB, dan 1 tenaga laboratorium.

2. Puskesmas satelit : minimal tenaga pelaksana terlatih 1 dokter dan

1 perawat/program TB.

3. Puskesmas pembantu: minimal tenaga pelaksana 1 perawat atau

program TB.

Namun untuk memastikan program berjalan dengan baik petugas

memerlukan bantuan PMO untuk meminimalisir kegiatan DO, namun

keadaannya PMO di puskesmas Leuwigoong masih belum terbentuk

karena kurangnya SDM.

b) Kompetensi Sumber daya

Sumber Daya Manusia adalah aset terpenting di dalam perusahaan atau

organisasi, sumber daya manusia dalam organisasi atau perusahaan

mempunyai arti yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri,

35
mengingat pentingnya peran sumber daya manusia dalam organisasi atau

perusahaan, SDM sebagai faktor penentu organisasi, maka kompetensi

menjadi aspek yang menentukan keberhasilan organisasi atau perusahaan.

Dengan kompetensi yang tinggi atau sesuai yang dimiliki oleh SDM dalam

suatu organisasi atau perusahaan tertentu hal ini akan menentukan kualitas

SDM yang dimiliki yang pada akhirnya akan menentukan kualitas

kompetitif perusahaan itu sendiri. Di puskesmas Leuwigoong latar

belakang petugas yang di percaya untuk memegang program TB adalah

seorang perawat honorer yang sudah lama bekerja di puskesmas tersebut,

untuk pemegang program memang sudah sesuai standar di pegang oleh

perawat namun untuk melakukan penambahan SDM program memerlukan

seorang tenaga analis namun di puskesmas Leuwigoong tidak terdapat

tenaga analis sehingga tidak jarang orang yang memegang program tidak

sesuai dengan keahliannya sehingga apa yang di kerjakan belum tentu

sesuai dengan harapan.

BAB IV

INTERVENSI DAN REKOMENDASI

4.1 Intervensi

Dalam kegiatan praktikum kesehatan masyarakat di UPT Puskesmas

Leuwigoong di temukan permasalahan bahwa program TB pencapaiannya belum

36
optimal karena ditemukannya kasus sampai ei 2019 mencapai 10 kasus dan 1

diantaranya sudah DO.

Setelah melakukan analisis permasalahan penulis melakukan intervensi-

intervensi kegiatan berupa realisasi kegiatan mingguan selama magang di wilayah

kerja UPT Puskesmas Leuwigoong Kecamatan Leuwigoong Kabupaten Garut.

Tabel 4.1
Realisasi Kegiatan Mingguan

No Minggu Kegiatan

1 Minggu ke 1  Pekenalan dengan staff UPT Puskesmas


Leuwigoong
 Pemberian pengarahan dari bagian promosi
kesehatan UPT Puskesmas Leuwigoong
 Posyandu
 Melakukan penjaringan pasien TB
2 Minggu ke 2  Pembinaan Desa
 Melakukan penyuluhan dalam gedung
 Posyandu
 Kelas Ibu Hamil
 Membantu dalam program PROLANIS
 Melakukan penjaringan pasien TB
3 Minggu ke 3  Melakukan penyuluhan poskestren
 Membantu penyusunan pelaporan (promkes das
kesling)
 Kelas ibu hamil
 Melakukan penjaringan pasien TB

4 Minggu ke 4  Penyuluhan dalam gedung


 Membantu bagian promosi kesehatan

37
 Merancang kegiatan media kesehatan untuk
penyuluhan
 Melakukan penjaringan pasien TB

4.2 Rekomendasi

Adapun beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan oleh Kepala

Puskesmas Leuwigoong dalam upaya menurunkan kejadian TB paru dan pasien

yang drop out pengobatan TB adalah sebagai berikut :

1. Perlu adanya peningkatan kerja sama lintas sektor dan lintas program

dalam melaksanakan berbagai program yang mendukung penurunan

kejadian TB paru dan drop out pengobatannya.

2. Perlu adanya perubahan SDM untuk memegang program TB sehingga

pembagian tugas merata.

3. Perlu adanya peningkatan kompetensi dengan melakukan diklat atau

mengikutsertakan pelatihan terkait TB untuk SDM nya.

4. Perlu adanya kerjasama dengan kader di wilayah kerja Puskesmas

Leuwigoong untuk menunjukan PMO terhadap pasien TB paru agar upaya

pengobatan berjalan sesuai prinsip.

BAB V

PEMBAHASAN DAN RENCANA PEMECAHAN MASALAH

5.1 Pembahasan

38
Dalam kegiatan praktikum kesehatan masyarakat di Puskesmas

Leuwigoong Kabupaten Garut yang dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2019

sampai dengan 27 April 2019 diketahui akar permasalahan dari program P2TB ini

berhubungan dengan kegiatan program yang cukup banyak namun SDM yang

tersedia tidak memadai, sehingga pencapaian programpun tidak sesuai dengan

targetnya.

Kebijakan penanggulangan TB nasional dalam Peraturan Kementrian

Kesehatan Nomor 64 tahun 2009 yaitu :

1. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dalam

kerangka otonomi daerah dengan kabupaten/kota sebagai titik berat

manajemen program yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring

dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga,

sarana dan prasarana).

2. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan pedoman standar

nasional sebagai kerangka dasar dan memperhatikan kebijakan global

untuk penanggulangan TB.

3. Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh

seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi

Puskesmas, Klinik dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) serta fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi Rumah Sakit,

Pemerintah, non pemerintah dan swasta, Rumah Sakit paru (RSP), Balai

Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (B/BKPM).

4. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB disediakan oleh

pemerintah dan diberikan secara cuma-cuma.

39
5. Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB, pasien TB tidak

dipisahkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. Pasien memiliki

hak dan kewajiban sebagai individu yang menjadi subyek dalam

penanggulangan TB.

6. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerjasama dan

kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan

masyarakat melalui Forum Koordinasi TB.

7. Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan

memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan nasional.

8. Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif, proaktif,

efektif, responsive, professional dan akuntabel.

9. Penguatan kepemimpinan program ditujukan untuk meningkatkan

komitmen pemerintah daerah dan pusat terhadap keberlangsungan

program dan pencapaian target dan strategi global penanggulangan TB

yaitu eliminasi TB tahun 2035.

Puskesmas Leuwigoong sebagai Faskes tingkat pertama memiliki peran

untuk menanggulangi kasus TB Paru dengan program P2TB yaitu melakukan

penjaringan pasien TB, pengobatan, tes mantux pada suspek TB anak (dilakukan

di lab luar dan petugas mengantar) penyuluhan, kunjungan kontak serumah,

pelacakan pasien mangkir, membuat perencanaan program TB paru dan

melakukan promosi kesehatan. Dilihat dari peran tersebut banyaknya kegiatan

yang harus dilakukan oleh pemegang program P2TB tidak sebanding dengan

SDM yang ada sehingga tidak semua kegiatan dapat dilakukan secara optimal dan

mempengaruhi target pencapaian program.

40
Sumber daya manusia adalah suatu proses mendayagunakan manusia

sebagai target kerja secara manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang

dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi (lembaga).

Sebuah program harus didukung oleh sumber daya yang memadai akan mendapat

hambatan dalam tahap implementasi. Sumber daya yang dimaksud dapat berupa

sumber daya finansial maupun kompetensi implementor. Maka dari itu, penulis

tertarik untuk melihat bagaimana ketersediaan sumber daya manusia yang ada

untuk melaksanakan program P2TB. Puskesmas Leuwigoong pada kasus ini

hanya memiliki seorang pemegang program yang merupakan perawat tentu saja

ini belum mencukupi standar dalam Permenkes no 64 tahun 2009 yang

menyebutkan bahwa, Standar Keterangan TB di fasilitas pelayanan Kesehatan

tingkat Puskesmas merupakan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Rujukan

Mikroskopis TB (FKTP-RM), adalah puskesmas dengan laboratorium yang

mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis dahak dan menerima rujukan :

kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1

perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.

Dari Permenkes tersebut juga dapat di pastikan bahwa puskesmas

Leuwigoong tidak memenuhi standar dalam sumber daya dan juga kompetensi

karena di Puskesmas Leuwigoong tidak terdapat petugas analis yang dapat

memegang laboratorium untuk melakukan pemeriksaan TB.

5.2 Analisis Pemecahan Masalah

Dalam memecahkan permasalahan maka digunakan metode analisis SWOT.

Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk

41
mengevaluasi kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang

(Opportunities), dan ancaman (Threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi

bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths,

weaknesses, opportunities dan threats).

Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau

proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan

yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisa SWOT dapat diterapkan

dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat

faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana

aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (Strengths) mampu mengambil

keuntungan (Advantage) dari peluang (Opportunities) yang ada, bagaimana cara

mengatasi kelemahan (Weaknesses) yang mencegah keuntungan (Advantage) dari

peluang (Opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (Strengths)

mampu menghadapi ancaman (Threats) yang ada, dan terakhir adalah bagimana

cara mengatasi kelemahan (Weaknesses) yang mampu membuat ancaman

(Threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.

Adapun rencana pemecahan masalah sumber daya manusia ini adalah

dengan rekruitmen tenaga kesehatan yang di butuhkan dan membentuk kader

PMO untuk membantu kegiatan P2TB di masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas, maka analisis tersebut dapat disajikan dalam

tabel berikut :

Tabel 5.1
Analisis Pemecahan Masalah
No Kegiatan Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
(Strength) (Weaknes) (Opportunities) (Threats)

42
1 Rekrutmen Telah disahkannya Keterbatasan Perguruan tinggi Sarana bagi
jenis tenaga beberapa aturan dana perekrutan setiap tahunnya tenaga
kesehatan perundang- dan penempatan menghasilkan kesehatan
yang undangan terkait tenaga lulusan tenaga baru belum
dibutuhkan tenaga kesehatan kesehatan kesehatan memadai
2 Pembentuka Telah Keterbatasan Adanaya Anggaran
n kader TB dibentukannya formasi beberapa untuk
terutama bidang regulasi institusi pembentukan
PMO kebijakan pendidikan kader TB
kesehatan di dinas kesehatan di belum jelas
kesehatan Kab Kab Garut
Garut
3 Pelatihan Adanya permenkes Kurang Adanya SDM Tidak adanya
bagi SDM mengenai sadarnya kesehatan tenaga
Puskesmas penanggulangan masyarakat (tenaga terlatih
mengenai TB dan untuk menjadi kesehatan dan sebagai
penanggula pembentukan kader tenaga sukarela non kesehatan) narasumber
ngan TB TB di setiap
Paru puskesmas
Adanya UU no 36 Terlalu banyak Kader yang aktif Tidak adanya
tahun 2014 program yang anggaran
mengenai melibatkan khusus untuk
pendidikan dan kader penambahan
pelatihan bagi kompetensi
nakes SDM
Telah disahkannya SDM memiliki Adanya SDM di Sarana bagi
beberapa aturan tupoksi puskesmas tenaga
Leuwigoong kesehatan
baru belum
memadai
Perundang- Masing-masing
undangan terkait dalam

43
tenaga kesehatan pekerjaannya

Berdasarkan tabel diatas rencana pemecahan masalah target program

P2TB yang belum optimal ini adalah dengan menambah sumber daya manusia,

pembentukan kader TB dan pelatihan untuk peningkatan kompetensi SDM.

Kekuatannya adalah telah disahkannya beberapa aturan perundang-

undanganterkait tenaga kesehatan, telah dibentuknya bidang regulasi kebijakan

kesehatan di dinas kesehatan kabupaten Garut, adanya permenkes mengenai

penanggulangan TB dan pembentukan kader TB dan adanya UU no 36 tahun

2014 mengenai pendidikan dan pelatihan bagi nakes. Sedangkan kelemahan dari

kegiatan tersebut adalah sarana bagi tenaga kesehatan baru belum memadai

sehingga akan tetap menghambat program yang ada, anggaran untuk

pembentukan kader TB yang belum jelas menjadi kelemahan sendiri bagi

puskesmas karena untuk pembentukan dan pelatihan bagi kader memerlukan

anggaran sehingga pembentukan kader TB belum terlaksana, tidak adanya tenaga

terlatih sebagai narasumber sehingga pelatihan bagi SDM pun tidak dapat

dilaksanakan. Adapun peluang dari kegiatan tersebut adalah perguruan tinggi

setiap tahunnya menghasilkan lulusan tenaga kesehatan sehingga mempermudah

Puskesmas mencari tenaga kerja baru yang sesuai kualifikasinya dan di dukung

adanya beberapa institusi pendidikan kesehatan di Kabupaten Garut, adanya SDM

kesehatan ( tenaga kesehatan dan non kesehatan) di setiap Puskesmas serta kader

yang aktif yang dapat di ajak kerjasama untuk melakukan kegiatan dalam program

TB. Adapun ancaman yang akan terjadi yaitu keterbatasan dana perekrutan dan

penempatan tenaga kesehatan, keterbatasan formasi, kurang sadarnya masyarakat

untuk menjadi tenaga sukarela dan terlalu banyak program yang melibatkan kader

44
seperti KIA. Imunisasi dan lainnya, SDM di puskesmas juga memiliki tupoksi

masing-masing dalam pekerjaannya sehingga tidak memungkinkan untuk

memegang program lain.

Selain dianalisis dengan menggunakan analysis SWOT, dalam membuat

rencana pemecahan masalah dilakukan juga analisis dengan metode pendekatan

system. Yang terdiri dari unsur manajemen dan dikelompokan dalam 6 elemen 

sistem  manajemen. Menurut George R. Terry dalam bukunya Principle of

Management mengatakan, ada enam sumber daya pokok dari manajemen, yaitu:

1. Man

Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi.

Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia

yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai

tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia

adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-

orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.

2. Materials

Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam

dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli

dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai

salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa materi

tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.

3. Machines

45
Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau

menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.

4. Methods

Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan

manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan

kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan

kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang

dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang

melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka

hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam

manajemen tetap manusianya sendiri

5. Money

Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan.

Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan

dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu

uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala

sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan

berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat

yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu

organisasi.

6. Markets

46
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan

(memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat

penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi

barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab

itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor

menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan

harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan)

konsumen.

Beberapa sumber daya manajemen diatas pada dasarnya jika dikelompokkan

dalam elemen  sistem  manajemen dapat  dikelompokkan dalam 7 (tujuh) unsur,

yaitu :

1. Masukan  (input)  yakni  bagian  atau  elemen  yang  terdapat  dalam  system

dan  yang  diperlukan  untuk  dapat  berfungsinya  sistem  tersebut.  Masukan

manajemen  berupa  sumber  daya  manajemen  yang  terdiri  atas  man

(ketenagaan),  money  (dana/biaya),  material  (bahan,  sarana  dan 

prasarana), machine  (mesin,  peralatan/teknologi)  untuk  mengubah 

masukan  menjadi keluaran,  method  (metode),  market  dan marketing 

(pasar  dan  pemasaran), minute/time (waktu), dan information (informasi),

yang disingkat 7 M + 1 I

2. Proses  (process)  yakni  bagian  atau  elemen  dari  sistem  yang  berfungsi

melakukan transformasi/konversi yakni mengubah masukan menjadi keluaran

yang direncanakan

3. Hasil  antara  (output)  yakni  bagian  atau  elemen  dari  sistem  yang 

dihasilkan dari berlangsungnya proses transformasi/konversi dalam sistem

47
4. Hasil  akhir  (outcome)  yakni  hasil  yang  dicapai  dari  suatu  program

berupa indikator-indikator keberhasilan suatu program

5. Manfaat dan dampak (impact) yakni efek langsung atau tidak langsung atau

konsekuensi yang diakibatkan dari pencapaian tujuan suatu program barupa

manfaat dan dampak dari program tersebut.

6. Umpan  balik  (feed  back)  yakni  bagian  atau  elemen  dari  sistem  yang

merupakan  hasil  antara  dan  hasil  akhir  dari  sistem  dan  sekaligus 

sebagai masukan  bagi  sistem  tersebut  serta  informasi  yang  diterima  dari

lingkungannya

7. Lingkungan  (environment)  yaitu    bagian  di  luar  sistem  yang  tidak

dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.

Tabel 5.2
Metode Pendekatan sistem
Kegiatan Input Proses Output Outcome Benefit Impact

Rekrutm a. Man : Melaksa Terpilih Penugasan Berpasti Program


en tenaga -Petugas TB nakan nya pasi
TB
kerja -Kepala PKM rekrutme tenaga program
berjalan
baru Leuwigoong n tenaga kerja TB
b. Money kerja sesuai lebih
Puskesmas baru kebutuh
baik
atau an
pemerintah
daerah
c. Method
Rekrutmen
melalui dinkes
dan wibsite
Pembent a. Man Melaksa Terpilih -Asistensi Berpartis Penyebar

48
ukan -Petugas TB nakan nya penguatan ipasi an
kader TB -Kepala PKM rekrutme kader kader program
informas
PMO Leuwigoong n kader TB/PM TB/PMO P2TB
i merata,
b. Money TB/PMO O -
Puskesmas Penugasan penjaring
atau
an pasien
pemerintah
TB
daerah
c. Method meningk
Rekrutmen
at, angka
secara
DO obat
langsung pada
kader menurun
kesehatan atau
masyarakat

Pelatihan a.Man Dihasilk Penamb Peningkat Program Penuruna


bagi SDM an ahan an peran dan
n angka
SDM puskesmas kompete kompet dan fungsi pencapai
kasus TB
puskesm kepala dinas nsi SDM ensi SDM an sesuai
as puskesmas Puskesm SDM target
Leuwigoong as
pemegang meningk
program TB at
b. Money
Puskesmas
dan
pemerintah
daerah
c. Material
Buku saku TB

49
infokus/proye
ktor, sound
system
d. Method
Ceramah
Tanya jawab

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dijelaskan bahwa rencana pemecahan masalah

dalam perencanaan tindak lanjut dapat dilakukan dengan dua kegiatan yaitu

sebagai berikut :

1. Rekrutmen tenaga kerja baru

Dalam kegiatan ini input nya yaitu dari faktor manusia adalah petugas TB

dan kepala puskesmas Leuwigoong, faktor keuangannya berasal dari

puskesmas atau pemerintah daerah, dan metodenya dengan cara rekrutmen

melalui dinkes dan website. Proses dari kegiatan tersebut adalah

melakukan perekrutan untuk tenaga kerja baru khususnya tenaga analis,

setelah terpilihnya tenaga kerja tersebut puskesmas memberikan

penugasan terhadap tenaga kesehatan yang baru dan mengikut sertakan

dalam program TB sehingga program tersebut dapat berjalan dengan

optimal.

2. Pembentukan kader TB atau PMO

Dalam kegiatan ini inputnya yaitu dari faktor manusia adalah petugas TB

dan kepala puskesmas Leuwigoong, faktor keuangan berasal dari

puskesmas metode retrutmen di lakukan secara langsung pada kader

kesehatan atau masyarakat, dengan proses melakukan pembentukan kader

50
diharapkan dapat membantu program TB dalam melakukan penjaringan

dan promosi penanggulangan TB sehingga kasus TB dapat menurun.

3. Pelatihan bagi SDM puskesmas

Dalam kegiatan ini inputnya yaitu dari faktor manusia adalah adanya SDM

puskesmas, kepala puskesmas Leuwigoong dan pemegang program TB,

faktor keuangannya berasaldari puskesmas dan pemerintah daerah,

materialnya yaitu buku saku TB paru, infokus/proyektor dan soundsystem.

Dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab, kemudian

prosesnya dengan merencanakan susunan acara, menyiapkan materi

diskusi, menyiapkan sasaran dan pemateri serta pemberian materi dan

Tanya jawab. Selain itu, output nya yaitu dihasilkan peningkatan

kompetensi SDM Puskesmas. Setelah itu Outcome nya adalah peningkatan

peran dan fungsi SDM. Serta benefitnya adalah program capaian sesuai

target yang berdampak pada penurunan angka kasus TB.

51
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasi Praktikum Kesehatan Masyarakat di UPT Puskesmas

Leuwigoong maka kami dapat kesimpulan sebagai berikut :

a. Berdasarkan hasil Praktikum Kesehatan Masyarakat STIKes Garut dari

tanggal 27 Maret 2019 sampai dengan 27 April 2019 di peningkatan peran

dan fungsi SDM. Setelah mengkaji data di bidang TB ditemukan

permasalahan mengenai tidak tercapainya target progeam P2TB yang

dilihat dari adanya kasus TB di puskesmas Leuwigoong yang berjumlah

79 orang selama tahun 2018, namun pada tahun 2019 sampai bulan Maret

saja sudah ditemukan 10 orang yang BTA (+) tersebut telah droup out

pengobatan TB paru menandakan tidak tercapainya program P2TB di

Puskesmas Leuwigoong karena pasien yang telah berobat menjadi putus

obat atau DO. Keadaan ini terjadi karena banyaknya pasien TB yang tidak

terjaring dan kurangnya perhatian bagi penderita TB dalam konsumsi obat

baik dari keluarga maupun kader setempat

b. Penyebab masalah tidak tercapainya program TB di Puskesmas

Leuwigoong yaitu karena kurangnya SDM pemegang program tidak sesuai

dengan standar permenkes sehingga dapat menghambat program, tidak

adanya kader TB/PMO juga menyebabkan selalu terjadinya DO akibat

putus obat pada pasien.

52
c. Kurang optimalnya program P2TB di puskesmas Leuwigoong perlu

menjadi perhatian, oleh karena itu untuk pemecahan masalah yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan capaian program adalah menambah SDM

sesuai standar, membentuk kader TB/PMO dan meningkatkan SDM yang

ada di puskesmas. Dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan dapat

meningkatkan tujuan capaian atau program.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Puskesmas Leuwigoong

Melakukan perekrutan tenaga yang dibutuhkan dan melengkapi sarana dan

prasarana yang ada agar setiap program yang ada di Puskesmas dapat berjalan dan

targetnya tercapai.

6.2.2 Bagi Petugas Pemegang Program TB

Meningkatkan kinerja dengan melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai

SOP sehingga data mudah di akses dan di baca untuk mempermudah analisis

program, sehingga keadaan kasus TB di wilayah puskesmas Leuwigoong dapat

berjalan dengan baik.

6.2.3 Bagi Lintas Sektor

Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan kerja sama lintas sektor

lainnya seperti pemerintah sektor lain, Toma, Toga dan turut memberikan

masukan-masukan agar masyarakat sadar dalam penjaringan ksus TB sehingga

pasien yang ditemukan tidak berada dalam kondisi yang sudah parah, selain itu

53
memantau masyarakat yang ada di sekitarnya yang menderita TB agar dapat

minum obatnya sesuai aturan sehingga tidak DO akibat putus obat.

6.2.4 Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat memiliki kesadaran dalam berpartisipasi menjadi

kader TB dan PMO serta mengetahui tanda-tanda TB agar dapat melakukan

penjaringan dan penyuluhan terhadap masyarakat lainnya tentang bahaya TB,

sehingga kasus TB dapat ditangani dan di tanggulangi sejak pencegahan.

54

Anda mungkin juga menyukai