Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KEGIATAN KOASISTENSI

KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Kupang, Stasiun Karantina Ikan Pengendalian


Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Kupang, Dinas Pertanian Peternakan
Perkebunan Dan Kehutanan Kota Kupang dan Rumah Potong Hewan Oeba

Nina Inocensia Welndy, S. KH


NIM. 1309012025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN KOASISTENSI MANDIRI (F1)


KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
19 November 2018 s/d 04 Januari 2019

Disiapkan dan disusun oleh :

NINA INOCENSIA WELNDY S.KH


NIM. 1309012025

Mengetahui, Menyetujui,
Koordinator Ketua Program Studi Pendidikan Profesi
Dokter Hewan

(Dr. drh. Annytha I.R. Detha, M.Si) (drh. Cynthia Dewi Gaina, M.Trop.V.Sc)
NIP. 19810816 200801 2 013 NIP. 19860605 200912 2 005

1
BIODATA MAHASISWA

Nama Lengkap : NINA INOCENSIA WELNDY


Nama Panggilan : NINA
Jenis Kelamin : PEREMPUAN
Tempat/tanggal lahir : UJUNG PANDANG, 28 JULI 1995
Alamat Asal : RIUNG-NGADA, FLORES
Alamat Tinggal di Kupang : JL. ANTARNUSA, LILIBA
Nomor Handphone : 082247568848
Alamat email : nina.inocensia.welndy@gmail.com

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang atas rahmat
dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Koasistensi Kesehatan
Masyarakat Veteriner dengan baik.
Laporan Koasitensi Kesehatan Masyarakat Veteriner merupakan salah satu
persyaratan wajib pada Profesi Pendidikan Dokter Hewan UNDANA. Laporan ini
disusun sebagai hasil kegiatan yang telah dilaksanakan selama 6 minggu di Fakultas
Kedokteran Hewan Undana, Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Kupang, Stasiun Karantina
Ikan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Kupang, Dinas Pertanian
Peternakan Perkebunan Dan Kehutanan Kota Kupang dan Rumah Potong Hewan Oeba.
Dengan selesainya laporan ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini:
1. Dr. drh. Annytha I.R. Detha, M.Si, drh. Diana A. Wuri, M.Si dan Dr. drh. Nino H.G.
Kallau, M.Sc selaku dosen pembimbing
2. Kepala Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan dan staff yang telah membantu
penulis melaksanakan kegiatan koasistensi Kesmavet di laboratorium
3. Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Kupang dan staff yang telah membimbing
dan membantu penulis melaksanakan kegiatan koasistensi Kesmavet
4. Kepala Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
Kelas 1 Kupang dan staff yang membimbing dan membantu penulis melaksanakan
kegiatan koasistensi Kesmavet
5. Kepala Dinas Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang, khususnya
bidang Kesmavet dan Rumah Potong Hewan Oeba beserta staff yang membimbing
dan membantu penulis selama melaksanakan koasistensi Kesmavet
6. Teman-teman kelompok Koas F1 yang berkenan saling membantu selama kegiatan
berlangsung
Demikian laporan ini dibuat agar dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Kupang, Januari 2019

3
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan .................................................................................... 1


Biodata Mahasuswa .................................................................................... 2
Kata Pengantar ............................................................................................ 3
Daftar Isi ..................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 6
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 6
1.2. Tujuan ............................................................................................ 6
BAB II MATERI DAN METODE KEGIATAN .................................... 8
2.1. Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Kupang .................................... 7
2.2. Stasiun Karantina Ikan, Penjaminan Mutu, dan Keamanan
Hasil Perikanan Kelas 1 Kupang ..................................................... 9
2.3. Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota
Kupang ............................................................................................ 9
2.4. Rumah Potong Hewan Dinas P3K Kota Kupang ............................ 10
BAB III URAIAN PELAKSANAAN KEGIATAN ................................ 11
3.1. Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Kupang .................................... 11
Instalasi karantina bandara dan pelabuhan ...................................... 11
Instalasi laboratorium ...................................................................... 15

3.2. Stasiun Karantina Ikan, Penjaminan Mutu, dan Keamanan


Hasil Perikanan Kelas 1 Kupang ..................................................... 15
Prosedur pengeluaran dan pemasukan media pembawa HPIK ....... 16
Pengujian laboratorium untuk identifikasi penyakit ....................... 20

3.3. Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota


Kupang ............................................................................................ 20
Struktur organisasi dinas P3K kota Kupang .................................. 21
Mekanisme pelaksanaan program surveilance ................................ 22
Penyakit hewan endemis di Kota Kupang ....................................... 22
Mekanisme pelaksanaan program vaksinasi rutin dan
penanggulangan wabah penyakit hewan ......................................... 24
Mekanisme pembuatan surat izin untuk pengiriman hewan dan
produk asal hewan dari dalam/luar wilayah kota Kupang .............. 25

4
Mekanisme pembuatan izin praktek dokter hewan dan
mendirikan depo obat hewan ........................................................... 26

3.4. Rumah Potong Hewan Dinas P3K Kota Kupang ............................ 27


Penilaian kelayakan desain rumah potong hewan ........................... 28
Pemeriksaan antemortem ................................................................ 31
Pemeriksaan postmortem ................................................................ 34
Penerapan kesejahteraan hewan ...................................................... 36

BAB IV PENUTUP ................................................................................... 38


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 39

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan masyarakat veteriner merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dalam


bentuk pengendalian dan penanggulangan zoonosis, penjaminan keamanan, kesehatan,
keutuhan, dan kehalalan produk hewan, penjaminan higiene dan sanitasi, pengembangan
kedokteran perbandingan dan penanganan bencana. Penyelenggaraan kesehatan masyarakat
veteriner melalui kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan dilakukan dengan
mengendalikan dan menanggulangi penyakit hewan dalam bentuk pengamatan dan
pengidentifikasian, pencegahan, pengamanan, pemberantasan, dan/atau pengobatan (UU No.
18 Tahun 2009).

Jaminan keamanan pangan dapat diartikan sebagai jaminan bahwa pangan atau bahan
pangan tersebut bila dipersiapkan dan dikonsumsi secara benar tidak akan membahayakan
kesehatan manusia. Produk peternakan seperti daging, telur dan susu mempunyai nilai gizi
yang sangat tinggi. Kandungan gizi yang tinggi tersebut membuat daging, telur dan susu
menjadi media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, baik
mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan pada daging, telur dan susu maupun yang
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsi produk ternak tersebut.

Selain penjaminan terhadap bahan pangan konsumsi, juga diperlukan pencegahan dan
penanggulangan penyakit-penyakit zoonosis. Dalam mewujudkan hal ini diperlukan juga
adanya integrasi antar ruang lingkup ilmu dan instansi-instansi yang bergerak di bidang
kesehatan untuk bersama-sama melancarkan penyelenggaraan kesmavet.

Hal inilah yang mendasari pentingnya pengetahuan mengenai prosedur laboratorik untuk
pengujian kualitas bahan pangan, identifikasi dan deteksi penyakit, serta prosedur-prosedur
dan mekanisme dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya penyakit hewan, khususnya
penyakit zoonosis yang dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya koasistensi kesmavet ini adalah :
1. Mengetahui prosedur administrasi dan tindakan karantina hewan di instalasi bandara
dan instalasi pelabuhan

6
2. Mengetahui uji laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit hewan
karantina
3. Mengetahui mekanisme pelaksanaan program surveilance penyakit oleh Dinas Pertanian
Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang
4. Mengetahui mekanisme pelaksanaan program penanggulangan wabah penyakit hewan
oleh Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang
5. Mengetahui mekanisme penerapan program vaksinasi rutin untuk berbagai penyakit oleh
Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang
6. Mengetahui mekanisme pembuatan surat ijin untuk pengiriman hewan dan produk asal
hewan dari dalam/luar wilayah Kota Kupang dan mekanisme pembuatan Ijin Praktek
Dokter Hewan dan Ijin Mendirikan Depo Obat Hewan
7. Mampu melakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem ternak sapi dan babi
8. Mampu menilai kelayakan desain rumah potong hewan
9. Mampu menilai penerapan kesejahteraan hewan di rumah potong hewan
10. Mengetahui prosedur administrasi dan tindakan karantika ikan dan produk ikan
11. Mengetahui metode dan prosedur diagnostik penyakit pada ikan dan produk perikanan

7
BAB II

MATERI DAN METODE KEGIATAN

2.1. BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS 1 KUPANG

1. Instalasi Bandara
 Waktu dan Lokasi :
Waktu : 03-04 Desember 2018
Lokasi : Kargo dan Kantor Karantina Hewan Instalasi Bandar Udara Eltari Kupang
 Prosedur yang dilakukan :
Pemeriksaan ayam DOC layer dan broiler asal Jawa Timur di Kargo Bandara
yang meliputi pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik ayam diikuti dengan
tindakan pembebasan.

2. Instalasi Pelabuhan
 Waktu dan Lokasi :
Waktu : 10-14 Desember 2018
Lokasi : Instalasi Karantina Pertanian Kelas 1 Tenau
 Prosedur yang dilakukan :
Melakukan diskusi mengenai tugas, fungsi, prosedur administrasi dan tindakan
karantina hewan.

3. Instalasi Laboratorium
 Waktu dan Lokasi :
Waktu : 10-14 Desember 2018
Lokasi : Laboratorium Karantina Pertanian Kelas 1 Kupang
 Prosedur pengujian produk asal hewan (Uji TPC)
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain : cawan petri, gelas ukur, corong, tabung reaksi,
mikropipet 1 ml, tabung durham, timbangan digital, oven incubator, autoclave, dan
kompor.
Bahan yang digunakan antara lain : media Buffered Peptone Water (BPW), media
Plate Count Agar (PCA), aquades dan sampel produk asal hewan.
Metode Pengujian
Pembuatan Media BPW :
 Media ditimbang sebanyak 1,6 gram menggunakan timbangan digital
 Media dilarutkan ke dalam 80 ml akuades
 Media dimasak hingga media homogen dan berwarna jernih
 Media disterilkan dengan menggunakan autoclave
Pembuatan Media PCA :
 Media ditimbang sebanyak 3,6 gram menggunakan timbangan digital
 Media dilarutkan ke dalam 160 ml akuades
 Media dimasak hingga media homogen dan berwarna jernih
 Media disterilkan dengan menggunakan autoclave
Penanaman pada Media :

8
 Sebanyak 1 ml filtrate masing-masing daging dimasukkan ke dalam tabung reaksi
berisi 9 ml media BPW lalu dihomogenkan untuk diperoleh pengenceran 10-1 dan
dilakukan pengenceran hingga 10-6.
 Suspensi sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-5 dan 10-6 dimasukkan ke dalam
cawan petri steril
 Sebanyak 15-20 ml media PCA ditambahkan ke dalam cawan petri lalu
dihomogenkan dengan memutar cawan petri membentuk angka delapan.
 Cawan petri didiamkan hingga media memadat lalu diinkubasikan pada oven
dengan suhu 37 oC selama 24 jam
 Prosedur pengujian RBT :
Darah sapi diambil melalui vena jugularis lalu didiamkan dan dilakukan
koleksi serum. Sebanyak 25 µl serum dicampurkan dengan 25 µl antigen brucella lalu
digoyangkan secara manual selama 4 menit dan diamati hasil reaksi yang terlihat.

2.2. STASIUN KARANTINA IKAN, PENJAMINAN MUTU DAN KEAMANAN


HASIL PERIKANAN KELAS 1 KUPANG
 Waktu dan Lokasi :
Waktu : 05-07 Desember 2018
Lokasi : Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Penjaminan Mutu Dan Keamanan
Hasil Perikanan Kelas 1 Kupang
 Prosedur yang dilakukan :
1. Pengujian E.coli

25gr sampel dihomogenkan dengan 225 BFP

1 ml BFP diencerkan ke dalam 9mL larutan LTB dan diencerkan sampai 10-3

Inkubasi 48 jam 35°C. Hasil positif ditandai dengan kekeruhan dan gas

Hasil positif diinokulasi ke dalam tabung EC Broth dan inkubasi 48 jam

Hasil positif ditandai dengan kekeruhan dan gas

Inokulasi sampel positif ke dalam media EMBA dan inkubasi 24 jam (35°C)

Hasil positif ditandai dengan koloni berwarna hitam dan hijau metalik

Koloni positif kemudian diinokulasi ke media PCA miring dan inkubasi 24 jam
(35°C)

Kemudian dilakukan uji morfologi dan biokimia

2.3. DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN (P3K)


KOTA KUPANG

 Waktu dan Lokasi :


Waktu : 17-21 Desember 2018
Lokasi : Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang dan
Poskeswan Kayu Putih

 Prosedur yang dilakukan :


- Pemberian vaksinasi hog cholera dengan vaksin pestifa pada ternak babi di
Kelurahan Oebufu, Oepura dan Sikumana.

9
- Wawancara dengan dokter hewan Dinas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
tujuan pelaksanaan koasistensi di Dinas.

2.4. RUMAH POTONG HEWAN DINAS P3K KOTA KUPANG

 Waktu dan Lokasi :


Waktu : 22-23 Desember, 27-30 Desember 2018
Lokasi : Rumah Potong Hewan Sapi dan Babi, Oeba

 Prosedur yang dilakukan :


- Pemeriksaan Antemortem : pemeriksaan terhadap jumlah ternak (jumlah jantan
dan betina), ada tidaknya abnormalitas atau cacat fisik pada ternak. Prosedur
pemeriksaan lain tidak dilakukan karena mengikuti SOP di RPH yang tidak
melakukan pemeriksaan fisiologis lebih kecuali apabila ada ternak yang
menunjukkan gejala klinis tertentu.
- Pemeriksaan postmortem : pemeriksaan terhadap kepala, otot, hati, jantung, paru-
paru dan limpa meliputi pemeriksaan terhadap warna, permukaan organ,
konsistensi, bentuk dan perubahan patologis yang terlihat.
- Pengamatan penerapan kesrawan : pengamatan saat ternak diturunkan dari alat
angkut hingga pemyembelihan yang meliputi 5 prinsip kebebasan
- Penilaian kelayakan desain RPH : pengamatan dan evaluasi terhadap bentuk dan
struktur bangunan utama, sarana dan prasarana penunjang, ketersediaan fasilitas
dan pengolahan limbah.

10
BAB III
URAIAN PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1. BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS 1 KUPANG


Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau sistem sebagai upaya pencegahan
masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan
karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina; tempat pengawasan terhadap
standar keamanan dan mutu pangan/pakan, produk rekayasa genetik, agensia hayati, jenis
asing invasif, serta tumbuhan dan satwa liar, tumbuhan dan satwa langka yang dimasukkan
dan dikeluarkan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain;, serta tempat transit di dalam
negeri atau tempat keluar dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Penyelenggaraan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dilakukan untuk:
a) Mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan
karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam
wilayah Negara Republik Indonesia;
b) Mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan
karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain
di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
c) Mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan
karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari wilayah Negara
Republik Indonesia;
d) Mencegah masuk dan tersebarnya agensia hayati, jenis asing invasif, dan prg, yang
berpotensi mengganggu kesehatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan dan kelestarian
lingkungan;
e) Mencegah masuknya pangan/pakan yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan
mutu;
f) Mencegah keluarnya tumbuhan dan satwa liar serta tumbuhan dan satwa langka dari
wilayah Negara Republik Indonesia; dan
g) Melindungi kelestarian sumber daya alam hayati Indonesia yang berupa hewan, ikan,
dan tumbuhan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Instalasi Karantina Bandara dan Pelabuhan

Dalam melakukan fungsinya, karantina melakukan beberapa tindakan yang dikenal


dengan 8P. Delapan P tindakan karantina meliputi :
11
1. Pemeriksaan
Tindakan pemeriksaan meliputi pemeriksaan administratif dan kesesuaian dokumen,
serta pemeriksaan kesehatan atau uji mutu. Pemeriksaan administratif dan kesesuaian
dokumen dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan keabsahan dokumen persyaratan
serta kesesuaian jenis dan jumlah media pembawa dengan dokumen persyaratan.
Pemeriksaan kesehatan atau uji mutu dilakukan melalui pengujian secara fisik dan atau
laboratoris untuk mengetahui kondisi fisik media pembawa, mengetahui mutu standar
keamanan dan mutu pangan/pakan dan/atau mendeteksi hama dan penyakit hewan karantina.
Selama pelaksaan koasistensi di karantina hewan bandara, kegiatan pemeriksaan yang
dilakukan adalah pemeriksaan terhadap pemasukan komoditi ayam DOC broiler dan layer
yang didatangkan dari Jawa Timur. Pemeriksaan laboratoris yang dilakukan yaitu
pemeriksaan nilai TPC dari produk asal hewan dan produk olahan asal hewan berupa daging
ayam beku yang dijual di Wendys Mart dan Lippo Mall serta Nuggeth dan Sosis yang dijual
di Hypermart. Dilakukan juga pemeriksaan serum darah sapi untuk deteksi penyakit
brucellosis dengan uji RBT terhadap sapi-sapi yang akan dikirim ke Kalimantan.
Dokumen untuk pemasukan produk asal hewan maupun produk olahan asal hewan
adalah KH-10 yaitu sertifikat sanitary produk hewan yang dikeluarkan dari daerah asal,
sedangkan untuk pemasukan hewan, dokumen yang diperiksa adalah KH-9 yaitu sertifikat
kesehatan hewan. Apabila pemeriksaan tidak menunjukkan adanya ketidaklengkapan
dokumen maupun tidak ditemukannya penyakit hewan menular dan berasal dari daerah yang
tidak dilarang pemasukkannya, maka ditandatangani KH-05 yaitu surat persetujuan bongkar
muat dan menerbitkan KH-12 atau sertifikat pembebasan. Pada pemasukan hewan, setelah
persetujuan bongkar muat, diterbitkan KH-07 yaitu surat perintah masuk karantina untuk
dilakukan tindakan pengasingan dan pengamatan yang dilakukan untuk pemeriksaan lebih
lanjut.
2. Pengasingan dan Pengamatan
Pengasingan dan pengamatan dilakukan untuk mendeteksi penyakit hewan karantina
tertentu yang karena sifatnya memerlukan waktu lama, sarana, dan/atau kondisi khusus.
Pengasingan dan pengamatan dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko; dan/atau hasil
pemeriksaan kesehatan yang menemukan gejala penyakit hewan karantina.
3. Perlakuan
Perlakuan dilakukan untuk membebaskan atau mencucihamakan media pembawa atau
tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif, dan/atau promotif. Perlakuan diperlukan apabila
12
setelah dilakukan pemeriksaan atau pengasingan dan pengamatan ternyata media pembawa
tertular atau diduga tertular hama dan penyakit hewan karantina. Perlakuan hanya dapat
dilakukan setelah media pembawa diperiksa terlebih dahulu secara fisik dan dinilai tidak
mengganggu pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya.
4. Penahanan
Penahanan dilakukan untuk mengamankan media pembawa dalam jangka waktu tertentu
di bawah pengawasan petugas karantina apabila :
a) setelah dilakukan pemeriksaan, dokumen persyaratan karantina belum seluruhnya
dipenuhi,
b) berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan/atau laboratoris diduga berpotensi membawa
dan menyebarkan hama dan penyakit hewan karantina
c) pemilik menjamin dapat memenuhi dokumen persyaratan.
5. Penolakan
Penolakan dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyebaran hama dan
penyakit hewan karantina, serta menghindari gangguan kesehatan manusia dan kerusakan
sumber daya alam hayati. Penolakan dilakukan dengan cara media pembawa segera
dikeluarkan dari daerah pemasukan. Pengeluaran dilakukan paling lambat 3 hari setelah
dinyatakan penolakan oleh petugas karantina. Pengiriman media pembawa yang dilakukan
tindakan penolakan wajib dilakukan oleh pemilik di bawah pengawasan petugas karantina.
Penolakan terhadap media pembawa yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu
area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia dilakukan apabila :
a) setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut ternyata tertular hama dan penyakit
hewan karantina, busuk atau rusak; atau jenis yang dilarang pemasukannya;
b) persyaratan karantina tidak seluruhnya dapat dipenuhi;
c) setelah diberi perlakuan tidak dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan dari hama
dan penyakit hewan karantina
d) setelah batas waktu pemenuhan dokumen persyaratan keseluruhan persyaratan yang
harus dilengkapi tidak dapat dipenuhi.
6. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan dengan cara membakar, menghancurkan, mengubur, dan/atau
cara-cara pemusnahan lain yang sesuai sehingga media pembawa tidak mungkin lagi menjadi
sumber penyebaran hama dan penyakit hewan serta tidak mengganggu kesehatan manusia
dan tidak menimbulkan kerusakan sumber daya alam hayati. Untuk media pembawa berupa
13
hewan, pemusnahan harus memerhatikan prinsip kesejahteraan hewan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan media pembawa yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu
area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dilakukan apabila:
a) setelah media pembawa tersebut diturunkan dari alat angkut dan dilakukan
pemeriksaan, ternyata tertular hama dan penyakit hewan karantina tertentu yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat, atau ternyata busuk, rusak, atau merupakan jenis
yang dilarang pemasukannya;
b) setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan, ternyata tertular hama dan
penyakit hewan karantina tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat;
c) setelah dilakukan penolakan, media pembawa yang bersangkutan tidak segera dibawa
ke luar dari area tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu yang ditetapkan; atau
d) setelah media pembawa tersebut diturunkan dari alat angkut dan diberi perlakuan,
ternyata tidak dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan dari hama dan penyakit
hewan karantina.
Pemusnahan harus disaksikan oleh petugas karantina, petugas kepolisian, dan petugas
instansi lain yang terkait. Pemusnahan terhadap tumbuhan dan satwa liar serta tumbuhan dan
satwa langka juga harus dikoordinasikan dengan instansi yang membidangi konservasi dan
sumber daya alam.
7. Pembebasan
Pembebasan dilakukan dengan menerbitkan sertifikat kesehatan, standar keamanan dan
mutu pangan/pakan, atau sertifikat sanitasi terhadap media pembawa yang dimasukkan ke
dalam atau dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia atau yang diantarareakan.
Pembebasan terhadap media pembawa yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari
suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia dilakukan apabila
ternyata:
a) setelah dilakukan pemeriksaan, tidak tertular hama dan penyakit hewan karantina;
b) setelah dilakukan pengasingan dan pengamatan, tidak tertular hama dan penyakit
hewan karantina;
c) setelah dilakukan perlakuan, dapat disembuhkan dari hama dan penyakit hewan
karantina.
Kegiatan pembebasan yang dilakukan selama koasistensi berlangsung adalah pembebasan
ayam broiler dan layer DOC bersama petugas karantina instalasi bandara
14
INSTALASI LABORATORIUM
Salah satu uji yang rutin dilakukan di karantina untuk pengeluaran ternak sapi ada uji
Rose Bengal Test (RBT). Pengujian ini bertujuan untuk mencegah penularan penyakit
brucellosis yang menjadi salah satu penyakit endemik di Pulau Timor ke tempat pemasukan
sapi. Pengambilan sampel sapi untuk pengujian RBT dilakukan secara acak dan berjumlah
10% dari total sapi yang akan dikirimkan antar area dalam wilayah Indonesia, kecuali
berjumlah 100% atau pengambilan darah dilakukan terhadap seluruh sapi yang akan
dikirimkan ke Pulau Kalimantan. Hal ini berkaitan dengan status pulau Kalimantan yang
merupakan daerah bebas brucellosis.
Rose Bengal Test (RBT) adalah reaksi pengikatan antigen yang telah dilemahkan dan
diwarnai dengan antibodi dari serum. Pengikatan antigen permukaan dengan antibodi
menyebabkan terjadinya aglutinasi. Bila tidak terjadi aglutinasi, ini menandakan tidak ada
antibodi spesifik dalam serum. RBT ini bertindak sebagai uji skrining. Uji Rose Bengal
menggunakan antigen bakteri Brucella yang diberi zat warna Rose Bengal, agar memudahkan
pembacaan bila terjadi aglutinasi (Neta et al., 2010). Serum yang bereaksi positif pada RBT
kemudian dilanjutkan dengan uji Complement Fixation Test (CFT). Tujuan dari test ini
adalah untuk mengenali adanya antibodi dalam serum atau tidak (Dewi, 2009).
Pengujian RBT dilakukan dengan menggunakan serum darah sapi yang diambil melalui
vena jugularis dan didiamkan hingga terpisah bagian sel darah dan serum. Serum yang
digunakan masing-masing sebanyak 25 µl yang diteteskan pada plate berupa keramik yang
biasanya digunakan untuk pengujian RBT. Setelah itu diteteskan antigen Brucella RBT
sebanyak 25 µl pada setiap serum sampel kemudian digoyangkan secara manual selama 4
menit sampai homogen dan dilakukan pembacaan dan interpretasi hasil dengan melihat
adanya reaksi presipitasi atau terbentuknya butiran hasil reaksi serum dan antigen brucella.
Pengujian RBT dilakukan terhadap 55 ekor sapi bali. Hasil pengujian menunjukkan satu
sampel memiliki antibodi terhadap brucellosis sehingga tidak layak memenuhi persyaratan
kesehatan untuk pengeluaran ke daerah tujuan.

3.2. STASIUN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN


HASL PERIKANAN KELAS 1 KUPANG
Tindakan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan adalah kegiatan
yang dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina
dan pengendalian mutu hasil perikanan guna memberikan jaminan mutu dan keamanan hasil
15
perikananterhadap media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik
Indonesia. Media pembawa adalah ikan dan/atau benda lain yang dapat membawa hama dan
penyakit ikan karantina serta membahayakan kesehatan manusia, termasuk di dalamnya ikan
yang sudah ditangani dan/atau diolah dan/atau dijadikan produk akhir.

PROSEDUR PENGELUARAN DAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA HPIK

a. Tindakan karantina untuk pengeluaran media pembawa HPIK

Media pembawa tertular HPIK Gol. 2


Pengajuan Permohonan oleh Pemilik
yang dipersyaratkan
(Membawa media pembawa)

Pemeriksaan

persyaratan dan jenis serta kesehatan Persyaratan lain tidak dipenuhi


dan jenis, jumlah/ ukuran media
media pembawa
pembawa tidak sesuai
Dipenuhi / tidak sesuai
Media
pembawa Pengasingan dan Pengamatan
tidak Media pembawa tertular HPIK Gol. 1,
tertular (Pemeriksaan Klinis dan busuk, tidak diurus
HPK/ HPI Laboratorius)
yang
dipersyaratk
an Negara/
area tujuan
Perlakuan Penolakan

Media pembawa dapat Dalam waktu 3 hari,


disembuhkan dari HPIK Gol. 2 media pembawa
yang dipersyaratkan tidak diurus, busuk,
rusak
Pembebasan Pemusnahan
Sertifikat kesehatan

16
b. Tindakan karantina untuk pemasukan media pembawa HPIK

Pengajuan Permohonan oleh Pemilik


(Membawa media pembawa)
Persyaratan lain tidak dipenuhi
dan jenis, jumlah/ ukuran media
Pemeriksaan pembawa tidak sesuai

Kelengkapan dan kebenaran isi


Penahanan
dokumen K1 dan persyaratan lain
Dokumen K1
belum dipenuhi, Dalam waktu 3
tidak diurus dan hari, dokumen
tidak diketahui K1 belum
Dokumen Dokumen K1 telah dipenuhi pemiliknya dipenuhi/ bagi
K1 dan benda lain
persyaratan dalam waktu
lainnya 14 hari tidak
dipenuhi Media pembawa sebelum diurus/ tidak
diturunkan dari alat angkut diketahui
tertular HPIK Gol. 1, busuk, pemiliknya
rusak atau dilarang
Pengasingan dan Pengamatan pemasukaannya
Penolakan
(Pemeriksaan Klinis dan
Laboratorius) Media
Dalam waktu 3 pembawa
hari untuk berupa ikan
Media pembawa media hidup, segar
tertular HPIK Media pembawa setelah pembawa / bagi dan beku
Media golongan 2 diturunkan dari alat angkut benda lain dalam
pembawa tertular HPIK Gol. 1, busuk, dalam waktu waktu 3
tidak rusak atau dilarang 14 hari tidak hari tidak
tertular pemasukaannya dikirm kembali diurus/
HPIK
tidak
diketahui
Media pembawa Media pembawa pemiliknya
dapat tidak dapat
disembuhkan dari disembuhkan dari
HPIK golongan 2 HPIK golongan 2
Pembebasan
Perlakuan Pemusnahan
Sertifikat Pelepasan

17
Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) terdiri dari HPIK golongan I dan golongan
II. Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan I adalah semua Hama dan Penyakit Ikan
Karantina yang tidak dapat disucihamakan atau disembuhkan dari Media Pembawanya
karena teknologi perlakuannya belum dikuasai. Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan
II adalah semua Hama dan Penyakit Ikan Karantina yang dapat disucihamakan dan/atau
disembuhkan dari Media Pembawanya karena teknologi perlakuannya sudah dikuasai. Media
Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina yang selanjutnya disebut Media Pembawa
adalah ikan dan/atau Benda Lain yang dapat membawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina.
Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di dalam
air, dalam keadaan hidup atau mati, termasuk bagian-bagiannya. Benda Lain adalah Media
Pembawa selain ikan yang mempunyai potensi penyebaran Hama dan Penyakit Ikan
Karantina.
iTindakan karantina ikan melputi :
1. Pemeriksaan Kelengkapan dan Keabsahan Dokumen
Pemeriksaan kelangkapan dan keabsahan dokumen dilakukan terhadap PPK yang sudah
dilengkapi dengan dokumen karantina dan dokumen persyaratan lainnya.
2. Analisis Media Pembawa
Kegiatan analisa dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko terhadap pemasukan media
pembawa yang akan dimasukkan ke dalam wilayah RI, dengan hasil berupa:
a. media pembawa dengan tingkat risiko rendah;
b. media pembawa dengan tingkat risiko tinggi; atau
c. media pembawa yang dilarang pemasukannya ke dalam wilayah Negara Republik
Indonesia.
3. Pemeriksaan Kebenaran Isi Dokumen
Pemeriksaan kebenaran isi dokumen dilakukan untuk mengetahui kesesuaian isi (jenis,
jumlah dan/atau ukuran) media pembawa dengan dokumen yang menyertainya.
4. Pemeriksaan Klinis/Organoleptik
Pemeriksaan klinis/organoleptik dilakukan untuk mengetahui ada/tidaknya HPIK maupun
mutu media pembawa yang didasarkan pada pengamatan gejala/perubahan abnormalitas
secara visual maupun karakteristik fisik (warna dan tekstur), serta bio-kimia (bau,
kontaminan/tercemar dan rasa) melalui alat penginderaan manusia.
5. Penahanan Media Pembawa

18
Tindakan penahanan untuk menahan media pembawa yang akan dimasukkan ke dalam
wilayah Negara Republik Indonesia, dilakukan apabila media pembawa tidak memenuhi
persyaratan dan kelengkapan dokumen karantina. Terhadap media pembawa yang ditahan,
pemilik/kuasa pemilik media pembawa diberikan waktu untuk melengkapi persyaratan.
Tindakan karantina penahanan terhadap media pembawa dilakukan di zona karantina
pelabuhan laut.
6. Penolakan Media Pembawa
Tindakan penolakan dikenakan terhadap media pembawa yang dimasukkan ke dalam
wilayah Negara Republik Indonesia, apabila:
a. Ditemukan ketidaksesuaian antara isi dokumen dengan fisik.
b. Media pembawa berasal dari negara, daerah, atau tempat yang pemasukannya
dilarang; berasal dari atau transit di negara, daerah, atau tempat sedang berjangkit
HPIK yang dapat ditularkan melalui media pembawa tersebut atau termasuk yang
pemasukannya dilarang.
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara laboratorium ternyata ditemukan agen penyakit
ikan karantina atau terkontaminasi bahan berbahaya yang melebihi batas maksimum.
d. Agen Penyakit yang ditemukan pada media pembawa tidak memungkinkan diberikan
perlakuan untuk menghilangkan bahaya yang dapat ditimbulkan.
e. Pemilik media pembawa tidak dapat melengkapi dokumen yang dipersyaratkan sesuai
batas waktu yang ditentukan.
7. Pemusnahan Media Pembawa
Tindakan pemusnahan dilakukan untuk memusnahkan media pembawa sebagai tindak
lanjut dari tindakan karantina sebelumnya, apabila :
a. Media pembawa tidak segera dibawa keluar dari wilayah tempat pemasukan dalam
batas waktu yang ditentukan.
b. Pemilik/kuasa pemilik media pembawa tidak bersedia/sanggup untuk melakukan
pengeluaran dari wilayah tempat pemasukan.
c. Ditemukan agen penyakit ikan atau bahan berbahaya yang melebihi batas
maksimum yang ditetapkan.
8. Pembebasan Media Pembawa
Tindakan pembebasan dilakukan terhadap media pembawa setelah dikenakan tindakan
karantina sebelumnya dengan mengijinkan media pembawa untuk dimasukkan ke dalam

19
wilayah Negara Republik Indonesia melalui tempat-tempat pemasukan yang telah
ditetapkan, apabila:
a. Pemilik/kuasa pemilik telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan;
b. Hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya HPIK atau bahan
berbahaya yang melebihi batas maksimum yang ditetapkan.
c. Pemilik/kuasa pemilik telah menyelesaikan pembayaran jasa karantina.

Pengujian Laboratorium Untuk Identifikasi Penyakit


1. Uji E.coli pada ikan tuna
E.coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang pendek atau coccus dan tidak
membentuk spora. Pengujian dilakukan pada 1 sampel ikan tuna. Sebanyak 25gram sampel
dmasukkan ke dalam 225 BFP kemudian di homogenkan. 1mL larutan BFP diencerkan
kedalam 9mL larutan LTB sampai pengenceran 10-3 kemudian diinkubasi 2x24jam pada suhu
35°C, jika hasil menunjukkan keruh dan gas maka dilakukan uji lanjutan. Inokulasi sampel
positif dari tabung LTB ke dalam tabung EC Broth menggunakan ose kemudian inkubasi
sampai 48 jam. Tabung positif ditandai dengan kekeruhan dan gas dalam tabung. Dari tabung
EC Broth positif dengan meggunakan ose digoreskan pada media EMBA dan inkubasi
selama 24 jam pada suhu 35°C. Hasil positif ditunjukkan dengan koloni hitam dan berwarna
hijau metalik. Ambil 1 koloni (tipikal) E.coli dari media EMBA kemudian goreskan ke media
PCA miring dan inkubasi 24 jam (35°C). Hasil inokulasi kemudian dilakukan identifikasi
menggunakan uji morfologi dan uji biokimia meliputi uji Indol, uji VP, uji MR, uji Sitrat dan
uji produksi gas laktosa. Karena terbatasnya waktu koasistensi, pengujian hanya dilakukan
sampai uji biokimia.
3.3. DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN
KOTA KUPANG
Salah satu bidang dalam Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota
Kupang yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 26 Tahun 2002
adalah bidang peternakan yang mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan urusan di
bidang peternakan. Tugas tersebut sesuai dengan visi dan misi dan tujuan bidang peternakan
yaitu merumuskan kebijakan dan standarisasi teknis bidang peternakan dan kesehatan hewan
yang berbasis sumberdaya lokal, dalam rangka meningkatkan produksi ternak dan produk
peternakan dan kesehatan hewan yang berdaya saing, mengendalikan penyakit hewan
menular strategis, dan penyakit zoonosis, menyediakan pangan asal hewan yang aman, sehat,
utuh dan halal (ASUH) serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak.
Sasaran utama program bidang peternakan adalah memfasilitasi meningkatnya
ketersediaan pangan hewani (daging dan telur), meningkatnya kontribusi ternak domestic

20
dalam penyediaan pangan hewani, meningkatnya ketersediaan protein hewani asal ternak dan
tersedianya daging sapi, babi domestic sebesar minimal 90% dari total kebutuhan wilayah
Kota Kupang. Secara lebih rinci sasaran kegiatan bidang peternakan adalah:
a) Tercapainya peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan sumber daya local
b) Tercapainya peningkatan produksi pakan ternak dengan pendayagunaan sumber daya
local
c) Terkendalinya dan tertanggulanginya penyakit hewan menular strategis dan penyakit
zoonosis
d) Terjaminnya pangan hewan yang ASUH dan pemenuhan persyaratan pruduk hewan
non pangan
e) Terjaminnya dukungan manajemen dan teknis
f) Penerbitan kebijakan dan NSPK di bidang perbibitan, budidaya ternak, pakan ternak,
pelayanan kesehatan hewan, pelayanan kesmavet dan pasca panen, serta pelayanan
public
g) Tercapainya peningkatan kuantitas dan kualitas bibit dengan mengoptimalkan sumber
daya local

1. Struktur Organisasi Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan


Kota Kupang

21
2. Mekanisme Pelaksanaan Program Surveilance Penyakit
Pelaksanaan program surveillance penyakit dilakukan mulai dari pengambilan dan
koleksi sampel, pengkodean sampel, pengemasan dan pengiriman sampel untuk pemeriksaan
yang dilakukan di luar Kota Kupang. Pengambilan dan koleksi sampel meliputi sampel darah
untuk evaluasi keberhasilan vaksinasi dan sampel feses untuk identifikasi parasit
gastrointestinal. Pengkodean sampel dilakukan pada tabung sampel yang dilakukan hanya
dengan pemberian nomor, data lain yang berkaitan dengan sampel diisi pada formulir yang
disediakan. Pengemasan sampel dilakukan sesuai dengan jenis sampel yang diambil. Untuk
sampel darah, dimasukkan ke dalam tabung venoject tanpa antikoagualan untuk dipisahkan
darah dan serumnya sehingga dapat dilakukan pengujian titer antibodi post vaksinasi,
sedangkan untuk sampel feses dikemas dengan penambahan formalin apabila pemeriksaan
tidak segera dilakukan. Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium UPT Veteriner Dinas
Peternakan Provinsi NTT, namun juga dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner
Denpasar untuk jenis pemeriksaan yang belum tersedia di Laboratorium UPT Veteriner.

3. Penyakit Hewan Endemis di Kota Kupang


Penyakit endemis adalah penyakit yang secara menetap berada dalam wilayah atau suatu
populasi. Penyakit endemis di Kota Kupang antara lain :
a) Hog Cholera

22
Hog cholera merupakan penyakit pada babi yang disebabkan oleh virus dari genus
pestivirus. Penyakit ini ditandai dengan gejala demam tinggi, kejang dan adanya hemoragi
pada permukaan kulit, dan organ dalam tubuh babi seperti limpa, ginjal dan usus. Penyakit ini
sangat contagious pada ternak babi, namun tidak bersifat zoonosis. Hog cholera pada babi
bersifat akut sehingga memiliki tingkat mortilitas yang sangat tinggi dan menyebabkan
kerugian pada peternak. Hal ini menjadikan vaksinasi hog cholera menjadi salah satu
program penting dan diutamakan dalam pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan wabah
oleh Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang.
b) Septicaemia Epizootica (SE)
Septicaemia Epizootica disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida. Penyakit ini
disebut juga penyakit ngorok dan tidak bersifat zoonosis, namun sangat patogen pada ternak
ruminansia terutama sapi dan kerbau. Gejala klinis dari penyakit ini adalah demam, gangguan
pernapasan sehingga ternak akan mengeluarkan suara pernapasan seperti ngorok, adanya
discharge dari hidung, penurunan aktivitas dan nafsu makan, serta pada kasus akut dapat
menyebabkan kematian mendadak. Penyakit ini sering terjadi di wilayah Kupang khususnya
pada saat pergantian musim. Vaksinasi merupakan salah satu cara pencegahan yang paling
penting sehingga menjadi prioritas dalam program penanggulangan wabah dan surveillance
penyakit oleh Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang.
c) Newcastle Disease
Penyakit Newcastle Disease (ND) yang dikenal juga dengan tetelo merupakan
penyakit infeksi viral pada ayam yang disebabkan oleh paramyxovirus. Penyakit ini sangat
contagious pada ayam dan menyebabkan mortilitas tinggi pada ayam. Gejala klinis pada
ayam meliputi adanya discharge dari hidung, ngorok, kelemahan dan gejala paling khas
adalah tortikolis atau leher terpelintir.
d) Colibasilosis
Colibasilosis merupakan salah satu penyakit bacterial dan bersifat zoonosis yang
disebabkan oleh bakteri E. coli. Penyakit ini sering menyerang babi, terutama anak babi
dengan umur di bawah 6 bulan. Gejala klinis yang ditimbulkan adalah kelemahan, penurunan
nafsu makan dan diare. Pengobatan kasus colibasilosis yang biasanya dilakukan adalah
dengan pemberian antibiotic preparat sulfa.

23
4. Mekanisme Pelaksanaan Program Vaksinasi Rutin Dan Penanggulangan Wabah
Penyakit Hewan

Mekanisme penerapan program vaksinasi rutin dan administrasi tentang program


penanggulangan wabah penyakit hewan di Bidang Peternakan Dinas Pertanian Peternakan
Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Daerah
Kota Kupang No. 17 Tahun 2002 tentang Pelayanan Kesehatan Hewan. Uraian kegiatan/alur
yang akan dilalui adalah sebagai berikut:
 Pemohon melapor ke petugas poskeswan atau melapor ke Dinas secara lisan.
 Petugas poskeswan akan melapor ke dinas secara lisan.
 Pemohon akan diarahkan ke Bidang Veteriner.
 Seksi Kesehatan Hewan melakukan pencatatan laporan kasus penyakit atau pelayanan
kesehatan hewan.
 Petugas dari Seksi Keswan dan Karantina melaksanakan pelayanan sesuai laporan
kasus di lapangan atau permintaan pelayanan.
 Pemohon membayar biaya pelayanan sesuai dengan Perda Kota Kupang No. 17
Tahun 2002.
Pelaksanaan vaksinasi rutin oleh Bidang Peternakan dilakukan pada bulan Maret sampai
September. Vaksinasi yang menjadi prioritas utama Bidang Peternakan Kota Kupang adalah
vaksinasi Hog Cholera pada ternak babi, vaksinasi Septicaemia Epizootica pada ternak sapi
dan vaksinasi Newcastle Disease pada ayam. Sebelum vaksinasi dilakukan pemeriksaan
kesehatan hewan dan wawancara dengan peternak mengenai status fisiologis ternak.
Pengulangan vaksinasi dilakukan setiap 6 bulan pada ternak sapi dan babi. Setelah vaksinasi,

24
dilakukan evaluasi keberhasilan vaksinasi dengan pengambilan serum ternak untuk dilakukan
pemeriksaan titer antibody 1 minggu pasca vaksinasi.
Pelayanan kesehatan hewan lainnya seperti pengobatan ternak maupun hewan
kesayangan juga dapat dilakukan dengan house calling dan petugas akan langsung turun ke
lapangan untuk melakukan pelayanan kesehatan. Pelayanan house calling yang paling sering
dilakukan adanya pemeriksaan klinis hewan, vaksinasi dan pengobatan hewan kesayangan,
pengobatan ternak babi khususnya kasus colibasilosis pada anak babi dan pemberian obat
cacing.
5. Mekanisme Pembuatan Surat Ijin Untuk Pengiriman Hewan Dan Produk Asal
Hewan Dari Dalam/Luar Wilayah Kota Kupang

Mekanisme administrasi perijinan pengiriman hewan dan produk asal hewan dari
wilayah kota kupang ke luar kota kupang serta mekanisme administrasi perijinan pemasukan
hewan dan produk asal hewan dari luar kota kupang ke wilayah Kota Kupang dilakukan
dengan mengacu pada SK Walikota Kupang No.61/KEP/HK/2008 tentang Ijin Pemasukan
dan Pengeluaran Ternak, Pakan Ternak, Hasil Ternak serta Hasil Ikutannya. Tahapan
administrasi perijinan antara lain :
 Pengajuan permohonan kepada Kepala Dinas dengan kelengkapan surat permohonan
dan fotokopi KTP.
 Kepala Dinas mendisposisikan permohonan ke Bidang Veteriner. Perlu dilengkap
dengan pas foto

25
 Kepala Bidang Veteriner mendisposisikan ke Seksi Usaha dan Pengembangan Ternak
dan Produksi apabila mengurus ijin pemasukan atau pengeluaran pakan ternak, hasil
ternak serta hasil ikutannya. Perlu dilengkapi dengan SKK dari UPTD Kesmavet Kota
Kupang.
 Kepala Bidang Veteriner mendisposisikan ke Seksi Kesehatan Hewan apabila
mengurus ijin pemasukan atau pengeluaran ternak. Perlu dilengkapi dengan daftar
distribusi DOC, SKS dari daerah asal dan buku vaksin khusus kucing dan anjing.
 Dilakukan pelayanan Sertifikat Sehat oleh Seksi Kesehatan Hewan sesuai dengan
permohonan yang diajukan.
 Penandatanganan Sertifikat kesehatan oleh dokter hewan yang berwenang.
 Pemrosesan sertifikat/ijin sesuai permohonan oleh Seksi Kesehatan Hewan.
 Penyerahan sertifikat/ijin kepada pemohon.
 Penyelesaian administrasi sesuai SK Walikota Kupang No.61/KEP/HK/2008 ke
bendahara penerima/penyetor.

6. Mekanisme Pembuatan Ijin Praktek Dokter Hewan dan Ijin Mendirikan Depo Obat
Hewan

Mekanisme pengurusan Nomor Kontrol Veteriner, ijin praktek dokter hewan dan ijin
mendirikan depo obat hewan dilakukan dengan mengacu pada Perda Kota Kupang No.16
Tahun 2002 tentang Ijin Usaha Sarana Kesehatan Hewan. Alur atau mekanisme yang harus
dilalui antara lain :
26
 Pengajuan permohonan kepada Kepala Dinas
 Kepala Dinas mendisposisikan permohonan ke Bidang Veteriner. Perlu dilengkap
dengan fotokopi KTP
 Kepala Bidang Veteriner mendisposisikan ke seksi Kesehatan hewan yang menangani
depo obat hewan, toko obat hewan, praktik dokter hewan, klinik hewan dan
laboratorium keswan.
 Petugas dari Bidang Veteriner Seksi Kesehatan Hewan melakukan identifikasitempat
usaha dan persyaratan sesuai permohonan.
 Pemrosesan sertifikat/ijin sesuai permohonan oleh Seksi Kesehatan Hewan.
 Penyerahan sertifikat/ijin kepada pemohon.
 Penyelesaian administrasi sesuai Perda No.16 tahun 2002 ke bendahara
penerima/penyetor.

3.4. RUMAH POTONG HEWAN DINAS P3K KOTA KUPANG


Rumah Potong Hewan (RPH) adalah komplek bangunan dengan desain tertentu yang
dipergunakan sebagai tempat memotong hewan secara benar bagi konsumsi masyarakat luas
serta harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Dengan dilaksanakan pemeriksaan
antemortem dan post mortem secara benar, diharapkan karkas, daging dan organ dalam dapat
memenuhi persyaratan aman dan layak dikonsumsi manusia. Untuk memenuhi peningkatan
permintaan akan daging dan hasil olahannya, RPH memegang peran penting sebagai sarana
penting yang diperlukan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat sekaligus pemutusan
mata rantai penularan penyakit zoonosis (dari hewan ke manusia atau sebaliknya), sehingga
karkas, daging dan organ dalamnnya, sehat, aman dan layak dikonsumsi serta memenuhi
ketenraman bathin masyarakat (Prastowo. 2014).
Pada hakekatnya fungsi RPH bagi kesehatan masyarakat (Prastowo. 2014), meliputi:

1. Aspek Teknis
a. RPH sebagai tempat dilaksanakan pemotongan hewan secara benar sesuai standar
teknis
b. RPH sebagai tempat pem antemortem dan postmortem untuk mencegah penularan
penyakit termasuk zoonosis
c. RPH bagian surveilans dengan mengidentifikasi penyakit hewan menular yang terjadi
untuk dipantau dan penulusuran balik ke daerah asal yang dilakukan melalui
penelitian dan/atau penyidikan lebih lanjut
d. RPH sebagai tempat seleksi dalam pengendalian pemotongan ternak sapi/kerbau
betina yang masih produktif.

2. Aspek Sosial
RPH sebagai sarana pelayanan kepada masyarakat dalam penyediaan daging yang aman
dan layak dikonsumsi serta halal bagi ternak yang dipersyaratkan.
27
3. Aspek Regulasi dan Standar
Regulasi RPH telah diatur dalam UU No.18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, UU No.18/2012 tentang Pangan, PP No.95/2012 tentang Kesehatan Masyarakat
Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, Kepmentan No.557/Kpts/TN.520/9/1897 tentang
Syarat-syarat Rumah Potong Unggas dan Usaha Pemotongan Unggas, Kepmentan
No.295/Kpts/TN.520/9/1987 tentang PemotonganBabi dan Penanganan Daging Babi, serta
Hasil Ikutannya, Kepmentan No.413/Kpts/TN.310/9/1992 tentang Pemotongan Unggas dan
Penanganan Daging Unggas dan Hjasil Ikutannya, dan No.306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang
Pedoman Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta hasil ikutannya,
Kepmentan No.557/Kpts/TN.520/9/1987 tentang Syarat Rumah Potong Hewan dan Usaha
Pemotongan Hewan dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010
Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan
Daging dan beberapa standar terkait daging, yaitu:
a. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 mengenai Rumah Potong Hewan;
b. Standar Nasional Indonesia No.01-3523-1994 Persyaratan Sapi Potong.
c. Standar Nasional Indonesia No.3932:2008 Mutu Karkas dan Daging Sapi
d. Standar Nasional Indonesia No.4230:2009 Mutu Karkas Daging Ayam
e. Standar Nasional Indonesia No.3925:2008 Mutu Karkas dan Daging Kambing/Domba
f. Standar Nasional Indonesia No.01-2734-1992 Ternak Babi Siap Potong
g. Standar Nasional Indonesia No.01-3141-1998 Susu Segar
h. Standar Nasional Indonesia No.01-4277-1996 Telur Asin
i. Standar Nasional Indonesia No.3926:2008 Telur Ayam Konsumsi
j. Standar Nasional Indonesia No.06-2736-1992 Kulit Sapi Mentah Basah.
k. Standar Nasional Indonesia No.01-2908-1992 Dendeng Sapi
l. Standar Nasional Indonesia No.01-4852-1999 Sistem Analisa Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya.
m. Standar Nasional Indonesia SNI-19-14001-2005 Sistem manajemen lingkungan -
Persyaratan dan panduan penggunaan.
n. Standar Nasional Indonesia ISO 22000:2009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan
dan Persyaratan Untuk Organisasi Dalam Rantai Pangan.
o. Standar Nasional Indonesia 503-2000 Prosedur pengambilan, penanganan dan
pengiriman contoh

PENILAIAN KELAYAKAN DESAIN RUMAH POTONG HEWAN


Penilaian kelayakan Rumah Potong Hewan dilakukan dengan mengacu pada standar yang
ditetapkan menurut SNI 01-6159-1999, yang meliputi
a. Persyaratan Lokasi
Persyaratan lokasi RPH harus jauh dari perumahan penduduk sehingga tidak
menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan, tidak dekat dengan perusahan
industri, banjir, asap, bau, debu dan kontaminasi lain. RPH Oeba secara lokasi jauh
28
dari sumber kegiatan industri seperti pabrik sehingga meminimalkan resiko
pencemaran atau kontaminasi, namun lokasi RPH sangat dekat bahkan berbatasan
langsung dengan perumahan penduduk.
b. Persyaratan Sarana dan Prasarana
Persyaratan sarana meliputi: sarana jalan yang baik, sumber tenaga listrik yang cukup,
sumber air terjangkau, dan air panas sebelum pengerokan kulit pada RPH babi.
Persyaratan sarana di RPH Oeba sudah memenuhi beberapa standar yang ditetapkan
SNI.
 Persyaratan bangunan dan tata letak meliputi:
 Kompleks RPH harus terdiri dari: bangunan utama, kandang penampungan
dan istirahat hewan, kandang isolasi, kantor administrasi dan kantor dokter
hewan, tempat istirahat karyawan, kantin dan mushola, tempat penyimpanan
barang pribadi (locker) / ruang ganti pakaian, kamar mandi dan wc, Sarana
penanganan limbah, tempat parkir, rumah jaga, gardu listrik, dan menara air.
 RPH harus dipagar (mencegah keluar masuknya dan hewan lain).
 Pintu masuk hewan potong harus terpisah dari pintu keluar daging, RPH babi
harus terpisah dengan RPH lain dengan jarak yang cukup jauh atau dibatasi
dengan pagar minimal 3 meter atau terpisah total dengan dinding tembok serta
letaknya lebih rendah daripada RPH lain.
 Kendaraan pengangkut daging harus dimiliki oleh RPH
 RPH sebaiknya dilengkapi dengan: Ruang pendingin (chilling room) atau
ruang pelayuan, ruang pembekuan, ruang pembagian karkas (meat cutting
room) dan pengemasan, laboratorium.
 Sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup besar, didesain agar
mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan yang mudah dirawat dan
dibersihkan, kedap air, mudah diawasi dan dijaga agar tidak menjadi sarang
tikus atau rodensia lain serta di lengkapi dengan penyaring yang mudah di
awasi dan dibersihkan. Terletak dalam kompleks RPH, sistem harus selalu
ditutup agar tidak menimbulkan bau serta dalam bangunan utama, sistem harus
terbuka dan dilengkapi grill yang mudah dibuka-buka, dari bahan yang kuat
dan tidak korosif
 Bangunan utama RPH terdiri dari; daerah kotor: tempat pemingsanan, tempat
pemotongan, tempat pengeluaran darah, tempat penyelesaian proses
29
penyembelihan (pemisahan kepala, keempat kaki sampai tartus dan karpus,
pengulitan, pengeluaran isi rongga dada dan perut), Ruang untuk jeroan, ruang
untuk kepala dan kaki, ruang untuk kulit, tempat pemeriksaan Postmortem
serta daerah bersih: tempat penimbangan karkas, tempat keluar karkas, ruang
pendingin/pelayuan, ruang pembeku, ruang pembagian karkas, ruang
pengemasan daging.
 Bangunan utama RPH harus memenuhi persyaratan: Tata ruang: tata ruang
didisain searah dengan alur proses serta memiliki ruang yang cukup (baik dan
higienis, tempat pemotongan didisain sehingga memenuhi persyaratan halal
dan toyiban, besar ruangan disesuaikan dengan kapasitas pemotongan,
pemisahan ruangan yang jelas secara fisik antara daerah bersih dan kotor,
tempat pemotongan dan pengeluaran darah harus didisain darah dapat
ditampung. Dinding: tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan
pengerjaan karkas minimal 3 meter, dinding bagian dalam berwarna terang dan
minimal 2 meter terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak
toksik, tahan benturan, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas. Lantai: lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif,
tidak licin, mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan landai kearah saluran
pembuangan, permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ada celah
atau lubang
 Kandang penampungan dan istirahat hewan harus memenuhi persyaratan :
berjarak minimal 10 meter dari bangunan utama, kapasitas atau daya tampung
minimal 1,5 kali kapasitas pemotongan hewan maksimal setiap hari,
pertukaran udara dan penerangan harus baik, tersedia tempat air minum yang
didisain landai ke arah saluran pembuangan (mudah dikuras dan dibersihkan),
lantai dari bahan yang kuat (tahan benturan keras), kedap air, tidak licin, landai
kearah saluran pembuangan, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, saluran
pembuangan didisain sehingga aliran pembuangan dapat mengalir lancar, atap
terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat melindungi hewan dari
panas dan hujan, terdapat jakur penggiring hewan (gangway) dari kandang
menuju tempat pemotongan.
 Persyaratan Peralatan

30
Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di RPH harus terbuat dari
bahan tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat
harus dilengkapi dengan railing system dan alat penggantung karkas yang didesain
khusus serta disesuaikan dengan alur proses, sarana untuk mencuci tangan didisain
khusus (tangan tidak menyentuh kran) setelah mencuci tangan, dilengkapi dengan
sabun dan pengering tangan dan tempat sampah.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dikatakan RPH Kota Kupang belum memenuhi
persyaratan bangunan, sarana dan prasarana serta peralatan sesuai dengan yang distandarkan.
Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan bangunan RPH serta kapasitas tampung ternak yang
belum memadai dimana tempat pemotongan sering juga digunakan sebagai kandang
penampungan dan kandang istirahat, sistem penurunan ternak, sistem penggiringan ternak ke
tempat pemotongan, sarana pengelolaan daging, alat angkut daging dan sarana higiene dan
sanitasi yang belum terpenuhi dengan baik.

PEMERIKSAAN ANTEMORTEM
Pemeriksaan antermortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan sebelum hewan
dipotong. Tujuan pemeriksaan antemortem adalah untuk memastikan hewan yang berada
dalam keadaan cukup istirahat, menghindari pemotongan hewan yang sakit (penyakit hewan
menular, zoonosis), mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi pada tempat
pemotongan, alat dan pegawai/pekerja, sebagai bahan informasi bagi keperluan pemeriksaan
postmortem dan untuk mengawasi penyakit-penyakit tertentu yang harus dilaporkan.
Pemeriksaan ini maksimal dilakukan 24 jam sebelum pemotongan. Hewan yang akan
dipotong haruus diistirahatkan terlebih dahulu selama paling minimal 12 jam.
Prinsip pemeriksaan antemortem adalah pengamatan (inspeksi) dan perabaan (palpasi),
terhadap status gizi dan keaktifan ternak yang dilihat dari sikap berdiri dan bergerak dari
segala arah, kondisi lubang kumlah (hidung, mulut, mata, telinga, anus dan vulva), kondisi
mukosa (hidung, mulut, mata, vagina), kondisi kulit dan bulu (kekusaman dan kebersihan),
pemeriksaan limfoglandulan (lg. submaxillaris, prescapularis dan inguinalis), suhu tubuh,
denyut nadi atau pulsus, frekuensi pernapasan serta ada tidaknya cacat fisik baik akibat
genetik, penyakit tertentu maupun cacat saat pengangkutan dan transportasi. Pada
pemeriksaan antemortem juga perlu dilakukan identifikasi terhadap jenis kelamin, usia dan
status reproduksi ternak. Hal ini untuk mencegah pemotongan ternak betina produktif
maupun pemotongan betina bunting.
31
Pemeriksaan antemortem harus dilakukan dalam cahaya yang cukup terang dan ternak
diperiksa secara berkelompok atau individual pada saat istirahat atau bergerak. Beberapa
abnormalitas yang harus diteliti pada saat pemeriksaan antemortem yaitu:
1. Abnormalitas pernafasan.
Dilakukan melalui pemeriksaan frekquesi pernafasan/respirasi, juga diamati pola cara
bernafas, yang membedakan antara hewan sehat dan sakit. Bila ada dugaan ternak sakit
harus segera dipisahkan dari ternak yang sehat.
2. Abnormalitas perilaku.
Pengamatan perilaku meliputi gejala antara lain yang mungkin timbul yaitu:
a. Ketika berjalan saat keliling apa menampakkan jalan pincang atau postur ketika
berjalan terlihat abnormal;
b. Ada tidaknya pola menekan-nekan kepalanya ke dinding;
c. Ada tidaknya perilaku sangat agresif;
d. Apakah terlihat dungu dan ekspresi mata yang liar;
e. Ada tidaknya gangguan rasa.
Hal ini juga dapat ditunjukkan ada perdarahan tanpa gejala komplikasi ataupun dengan
komplikasi atau ada terjadi gejala proses keracunan.
3. Abnormal kepincangan
Abnormal kepincangan sangat berhubungan dengan rasa sakit pada kaki, dada, abdomen
atau indikasi gangguan syaraf.
4. Abnormalitas bentuk tubuh (posture)
Diamati melalui bentuk abdomen atau pada saat akan berdiri melalui cara ternak
mengangkat kepala atau mengangkat kaki atau ternak mungkin tiduran dengan kepala
terkulai kesisi. Ketika ternak tidak mampu mengangkat tubuhnya bangun
(ambruk/downer) yang harus dilakukan perlu perhatian khusus untuk mencegah
penderitaan berkepanjangan.
5. Abnormalitas pada susunan tubuh (conformasi).
Abnormal susunan tubuh (conformasi) dapat diartikan sebagai berikut:
a. Terlihat bengkak (abses) pada tubuh yang umumnya diderita ternak babi;
b. Pembengkakan persendian;
c. Pembengkakan tali pusar, hernia atau omphalophlebitis.
d. Pembengkakan ambing karena mastitis;
e. Pembengkanan rahang;
32
f. Pembengakan abdomen (bloated abdomen).
6. Abnormal leleran atau cairan yang keluar dari tubuh ternak.
Beberapa contoh abnormal leleran atau yang keluar dari tubuh ternak adalah:
a. Leleran hidung, cairan ludah berlebihan dari mulut, atau cairan berlebihan setelah
melahirkan lubang kelamin;
b. Keluar cairan berlebihan dari vulva atau usus;
c. Adanya penonjolan rectum (prolap rectum) atau uterus;
d. Adanya penonjolan dari vagina (prolapsus uterus);
e. Adanya penonjolan mata dan diare berdarah.
7. Abnormal warna
Abnormal warna seperti adanya peradangan pada mata, radang pada kulit, kebiruan pada
kulit atau ambing (adanya gangrene). Abnormal warna dapat menunjukkan status
penyakit akut atau kronis.
8. Abnormal bau
Abnormal bau sulit diketahui apabila tidak diamati secara rutin selama pemeriksaan
antemortem. Bau yang berkembang dari abses, atau bau yang berasal dari pengobatan,
dan bau khas dari pakan yang dikonsumsi atau bau acetone pada kasus ketosis harus
dibedakan.
Pemeriksaan antemortem yang dilakukan di RPH Dinas Peternakan Kota Kupang
umumnya hanya dilakukan dengan pendataan jenis kelamin saja, tanpa dilakukan inspeksi
dan palpasi terhadap status kesehatan ternak. Pemeriksaan fisik seperti pengukuran suhu,
frekuensi pulsus dan pernafasan dilakukan hanya apabila terdapat ternak yang menunjukkan
gejala klinis seperti muntah maupun diare. Pemeriksaan pada ternak tidak dilakukan setiap
hari, melainkan hanya pada hari Rabu dan Kamis yang merupakan hari pasar ternak,
sedangkan ternak babi tidak dilakukan pemeriksaan sama sekali.
Pemeriksaan antemortem dilakukan terhadap 137 ekor sapi dan 30 ekor babi. Hasil
pemeriksaan menunjukkan sebagian besar ternak baik sapi maupun babi yang dipotong
adalah ternak betina dan masih dalam usia produktif. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap
keberadaan cacat fisik pada ternak. Cacat fisik yang ditemukan pada ternak umumnya
disebabkan akibat perlakuan sebelum dan pada saat pengangkutan. Cacat fisik yang
ditemukan pada ternak sapi antara lain : adanya luka dan perdarahan pada bagian kaki dan
wajah, adanya peradangan yang mengakibatkan ternak kesulitan berjalan, kelumpuhan
sehingga ternak tidak dapat berdiri dan menopang tubuhnya, ketiadaan kuku dan katarak
33
yang disertai proptosis. Sedangkan pada ternak babi, cacat fisik yang ditemukan umumnya
berupa peradangan dan luka pada kaki akibat pengikatan kaki yang terlalu kuat dan perlakuan
pada saat pengangkutan dan penurunan ternak yang cukup kasar. Berdasarkan hasil
pemeriksaan ini (dengan mengabaikan pemeriksaan fisik), dimana ternak umumnya tidak
menunjukkan gejala penyakit sistemik dan hanya mengalami kecacatan dan abnormalitas
postus tubuh maka keputusan yang dapat diambil adalah ternak boleh dipotong dan ternak
harus segera dipotong untuk ternak yang mengalami kelumpuhan dan cacat pada kaki yang
menyebabkan ternak kesulitan menopang beban tubuhnya.
Ternak sebelum pemotongan diistirahatkan pada kandang yang tersedia.
Pengistirahatan ternak sapi umumnya dilakukan 12-144 jam sesuai dengan waktu
pemotongan ternak, karena kedatangan ternak di RPH hanya terjadi pada hari rabu dan
kamis. Ternak yang menunjukkan gejala sakit dan memiliki cacat fisik umumnya disembelih
terlebih dahulu. Pada beberapa kali pemeriksaan, sering ditemukan ternak dipotong tanpa
diistirahatkan terlebih dahulu. Pemilik membawa ternak pada dini hari saat pemotongan
berlangsung sehingga ternak langsung dipotong. Tidak jarang juga ditemukan ternak yang
telah mati tetap dibawa ke RPH bersama-sama dengan ternak yang hidup. Ternak yang telah
mati sebelum tiba di RPH langsung dibuka bangkainya, dicuci dengan air dan diletakkan es
batu lalu dibiarkan hingga dini hari sehingga karkas dari sapi yang mati dicampurkan dengan
karkas sapi yang baru dipotong. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip ASUH yang
seharusnya diterapkan dalam proses pemotongan hewan dan pengolahan karkas. Kejadian
seperti ini sangat membahayakan masyarakat konsumen karena berpotensi menyebabkan
foodborne zoonosis disease.

PEMERIKSAAN POSTMORTEM
Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan terhadap karkas dan jeroan setelah
pemotongan ternak. Tujuan pemeriksaan postmortem adalah untuk meneguhkan diagnosa
antemortem, mendeteksi dan mengeliminasi kelainan-kelainan pada daging agar daging
tersebut aman dan layak dikonsumsi, menjamin pemotongan yang baik dan benar, halal serta
higienis dan memeriksa kualitas daging sebelum didistribusikan ke pasar. Pemeriksaan
postmortem umumnya dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan incise bila diperlukan.
Pemeriksaan postmortem dilakukan pada masing-masing 30 ekor ternak sapi dan babi.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan kepala, paru-paru, hati, jantung, limpa dan otot.
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat ada tidaknya perubahan morfologi, struktur dan
34
keberadaan cacing maupun bentuk kista cacing. Pada pemeriksaan yang dilakukan baik pada
ternak sapi maupun babi ditemukan beberapa keadaan patologis yang dapat dilihat pada
gambar di bawah.
Hasil Pemeriksaan Postmortem
a. Pemeriksaan Kepala
Pemeriksaan pada daerah kepala meliputi pemeriksaan lidah dan otot masseter.
Pemeriksaan pada lidah bertujuan untuk mengetahui adanya nodul-nodul yang biasanya
ditemukan pada kasus actinomycosis maupun lesi patologis lain seperti adanya hemoragi,
sedangkan pemeriksaan otot masseter bertujuan untuk mengetahui keberadaan kista
sistiserkus ovis pada sapi dan sistiserkus selulosa pada babi. Hasil pemeriksaan menunjukkan
tidak ditemukan adanya perubahan patologis baik pada ternak sapi maupun babi.
b. Pemeriksaan Otot
Pemeriksaan otot atau karkas bertujuan untuk melihat warna karkas, ada tidaknya
pembengkakan dan kista cacing. Beberapa otot seperti otot masseter, otot intercostae dan otot
diafragma merupakan organ predileksi dari larva cacing taenia atau sistiserkus. Adanya
pembengkakan pada karkas baik lokal maupun menyeluruh sangat tidak disukai. Hal ini
terjadi karena ternak terserang penyakit helminthiasis dan trypanosomyasis. Perubahan pada
warna karkas dapat disebabkan karena pengeluaran darah yang tidak sempurna. Hasil
pemeriksaan menunjukkan tidak ditemukan adanya perubahan patologis baik pada warna,
struktur maupun morfologi otot. Otot atau karkas berwarna merah kecoklatan tanpa adanya
nodul ataupun kista.
c. Pemeriksaan Hati

Pemeriksaan hati bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi parasite cacing, peradangan,
neoplasia maupun perubahan patologis lainnya. Hati normalnya berwarna coklat dengan
permukaan licin dan halus, tepian rata dan konsistensi kenyal. Hati merupakan salah satu
organ predileksi cacing, seperti taenia sp. sehingga dapat ditemukan bentuk kista pada
permukaan hati. Hasil pemeriksaan hati sapi maupun babi umumnya menunjukkan keadaan
normal, namun pada beberapa pemeriksaan ditemukan adanya hemoragi pada parenkim hati.
Kondisi hemoragi ini dapat disebabkan akibat adanya penyakit maupun akibat cara
pemotongan yang kurang baik. Pada salah satu sampel hati sapi ditemukan adanya fokal
fibrosis pada permukaan parenkim tanpa adanya perubahan patologis lainnya, sehingga hati
hanya diafkir sebagian yang terdapat kista. Sedangkan pada salah satu hati babi ditemukan

35
adanya multifocal fibrosis yang juga terdapat perubahan warna hati menjadi ungu kebiruan
yang menandakan adanya infeksi berat sehingga keseluruhan hati diafkir. Salah satu organ
hati sapi yang diperiksa juga menunjukkan adanya bercak-bercak berwarna putih yang saat
diincisi tidak terdapat perubahan pada daerah medial hati, sehingga organ tidak perlu diafkir.
d. Pemeriksaan Limpa
Limpa normal berbentuk oval memanjang, gepeng, bewarna biru keabuan dengan
konsistensi lunak. Pemeriksaan limpa biasanya dilakukan terutama untuk deteksi kejadian
antraks, dimana antraks menciri dengan pembesaran limpa (splenomegali) dan warna
kehitaman. Pada pemeriksaan limpa, umumnya limpa normal dan tidak mengalami perubahan
patologis, namun pada beberapa pemeriksaan ditemukan adanya multifocal hemoragi dan
hemoragi pteki pada limpa. Kondisi ini sebenarnya bukan merupakan kondisi patologis
karena limpa merupakan salah satu organ tempat pembongkaran sel darah merah sehingga
sering ditemukan dalam keadaan berdarah (Dirjen Kesmavet, 2012).

PENERAPAN KESEJAHTERAAN HEWAN


Penerapan kesejahteraan hewan merupakan hal penting yang perlu diterapkan dalam
setiap proses di RPH. Hewan yang sejahtera dan tidak stress akan menghasilkan daging yang
baik dan berkualitas. Dukungan kesejahteraan hewan di RPH harus memenuhi syarat 5
kebebasan (Five Freedoms) yaitu :
Prinsip Kesrawan Hasil Pengamatan
Bebas dari haus dan lapar -
Bebas dari ketidaknyamanan fisik -
Bebas sakit, terluka dan penyakit -
Bebas mengekspresikan perilaku normal -
Bebas dari rasa ketakutan dan stress -

a. Bebas dari haus dan lapar (Freedom from hunger and thirst)
Ternak harus diperlakukan dengan baik yaitu dengan menyiapkan air minum segar dan
pakan sebelum disembelih guna mempertahankan kesehatan dan kebugaran ternak
setelah menempuh perjalanan dari tempat asal ke tempat pemotongan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di RPH, prinsip ini belum diterapkan
secara baik, dimana ternak yang diistirahatkan biasanya tidak diberi makan dan minum
kecuali jika disediakan dan diberikan oleh pemilik. Terutama pada ternak babi, babi yang
diikat tidak pernah diberi makan selama istirahat dan diikat dengan tali yang pendek
sehingga babi tidak bisa mengakses air yang berada dekat kandang istirahat.
36
b. Bebas dari ketidaknyamanan fisik
Ternak yang akan disembelih disediakan tempat perlindungan dan peristirahatan agar
cukup tenaga ketika akan disembelih dan tidak stress akibat cekaman panas maupun
hujan.
Prinsip ini belum diterapkan di RPH Kota Kupang. Kandang istirahat yang disediakan
memiliki lantai yang tidak tertutup sempurna sehingga sewaktu-waktu dapat melukai
ternak. Selain itu sapi-sapi yang mengalami cacat fisik seperti lumpuh diikat di luar
kandang istirahat sehingga terkena hujan dan juga cekaman panas. Sapi-sapi yang diikat
dalam kandang pun terlalu banyak sehingga membatasi gerakan ternak, bahkan beberapa
ekor sapi terinjak oleh sapi yang lain.
c. Bebas sakit, terluka dan penyakit (Freedom pain, injury and diseases)
Ternak yang akan disembelih harus bebas dari rasa sakit, terluka dan penyakit sehingga
menghasilkan daging yang sehat. Berdasarkan pengamatan di RPH, ternak cenderung
merasakan sakit akibat perlakuan saat penurunan ternak dari mobil angkut, saat menuju
tempat pemotongan dan saat penyembelihan. Ternak yang diturunkan dari mobil angkut,
ditarik paksa dengan menggunakan tali dan seringkali meninggalkan luka pada daerah
sekitar leher dan wajah. Selain itu, pada RPH babi, ternak babi ditarik secara kasar
menggunakan tali dan seringkali menyebabkan babi jatuh ke dalam selokan air. Sebelum
dilakukan pemotongan, seharusnya ternak dipingsankan terlebih dahulu untuk
mengurangi rasa sakit saat pemotongan, namun pemingsanan tidak dilakukan. Setelah
ternak ditikam dengan pisau, tidak dipastikan apakah ternak sudah benar-benar mati,
sehingga sering ditemukan ternak sapi yang kesakitan saat disiram dengan air dan ternak
babi yang menggeliat kesakitan akibat penyiraman dengan air panas yang digunakan
untuk membersihkan permukaan tubuh babi.
d. Bebas dari rasa ketakutan dan stress (Freedom from fear and distress)
Ternak konsumsi dicegah dari rasa ketakutan akibat ruda paksa dan perlakuan
penyiksaan pemotongan ketika tidak menggunakan pisau tajam. Berdasarkan hasil
pengamatan, hamper semua ternak sebelum dipotong mengalami stres dan rasa takut. Hal
ini dilihat dari cara menggiring ternak menuju ruang pemotongan yang dilakukan dengan
kasar sehingga ternak sering melawan dan memberontak. Selain itu, ternak lain yang
belum dipotong dibiarkan melihat proses pemotongan yang menyebabkan ternak stres.

37
BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan kegiatan koasistensi yang telah berlangsung, maka dapat disimpulkan :

1. Evaluasi terhadap higiene dan kualitas bahan pangan asal hewan perlu dilakukan untuk
menjamin keamanan dan kesehatan bahan pangan yang dikonsumsi. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara sederhana dengan uji organoleptik maupun uji laboratoris.

2. Karantina hewan dan karantina ikan merupakan lembaga yang berperan dalam mencegah
keluar/masuknya penyakit hewan atau penyakit karantina ikan ke dalam maupun ke luar
wilayah Indonesia maupun antararea dalam negara Indonesia. Dalam melaksanakan
fungsinya, karantina diberi wewenang untuk melakukan 8 tindakan karantina yang
meliputi pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan,
pemusnahan dan pembebasan.

3. Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang merupakan salah
satu lembaga yang berperan dalam melakukan tugas surveilance penyakit, pelayanan
kesehatan hewan, tindakan pencegahan dan penanggulangan wabah, dan pengurusan
administrasi ijin pengeluaran dan pemasukan produk hewan, ijin mendirikan sarana
kesehatan hewan dan ijin pemasaran produk yang berkaitan dengan hewan.

4. Rumah Potong Hewan merupakan tempat pemotongan ternak konsumsi sebelum


didistribusikan ke pasar. Pelaksanaan kegiatan di RPH harus memperhatikan aspek
kesejahteraan hewan. Kegiatan utama di RPH adalah melakukan pemeriksaan
antemortem dan postmortem dalam rangka penjaminan kesehatan dan kualitas daging
yang beredar di pasaran.

38
DAFTAR PUSTAKA

Alvarado, C. and S. McKee. 2007. Marination To Improve Functional Properties And Safety
Of Poultry Meat. J. Appl. Poult. Res. 16:113- 120.
Anonim. 2009. Haugh Unit Pada Telur ayam Ras dan Telur Puyuh.
http://www.Trobos.com/show_artikel.php/. Diakses 18 Desember 2017
Antony, S. 2010. Analisa Kandungan Formalin Pada Ikan Asin Dengan Metoda
Spektrofotometri Di Kecamatan Tampan Pekanbaru. Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru
Balia, Rostita., Harlia, Ellin., Suryanto, Denny. 2011. Deteksi Coliform Pada Daging Sapi
Giling Spesial yang Dijual di Hipermarket Bandung. Pustaka.unpad.ac.id.
Bell C, Kyriakides A. 2002. Salmonella a Partical Approach to the Organism and Its Control
in Food. Iowa: Blackwell Sci.
Bhunia AK. 2008. Foodborne Microbial Pathogens: Mechanisms and Pathogenesis. New
York: Springer
Brands DA. 2006. Deadly Diseases and Epidemics: Salmonella. Philadelphia: Chelsea House
Pub.
Burke, R. M., dan F. J. Monahan.,2003. The tenderization of shin beef using a citrus juice
marinade. Meat Sci., 63:161-168.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleedrds, dan M. Wooton. 2007. Ilmu Pangan.
Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta
BUCKLE, K.A., R.A. EDWARD, G.H. FLEET dan M. WOOTTON, 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press, Jakarta (diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono).
Abustam, E dan H.M. Ali. 2010. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Detha, Annytha.I.R., Wuri D.A dam Kallau N.H.G. 2015. Buku panduan koasistensi
laboratorium kesehatan masyarakat veteriner. Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana. Kupang-NTT.
Harmoni, D. 2006. Seluk Beluk Formalin. www.hd.co.id

Humphrey T. 2006. Public health aspects of Salmonella enteric in food production. Dalam
Mastroeni P, Maskell D, editor, Salmonella Infections, Clinical, Immunological and
Molecular Aspects. Cambridge: Cambridge University Pr. Hlm 89-116

KOOHMARAIE, M, 2005. Post harvest Interventions to Reduce/Eliminate Pathogens in


Beef. Meat Animal Research Center, New York.

Kompas. 2005. Wapadai Adanya Makanan Berformalin. www.kompas.com

Lawrie, R. A. 2005. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Lawrie. 1995, Ilmu Daging, Penerjemah Parakkasi, UI Press, Jakarta.

Lawrie RA, Ledward DA. 2006. Lawrie’s Meat Science. Cambridge: Woodhead Pub.

39
Lubis, H.A., I Gusti K.S, dan Mas D.R. 2012. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan telur
ayam kampung terhadap jumlah Eschericia Coli. Indonesia Medicus Veterinus.1
(1):144-159.

Marlina, E.T., R.L. Balia, dan Y.A Hidayat. 2012. Uji organoleptik daging ayam yang diberi
ransum yang mengandung lumpur susu terfermentasi oleh Aspergillus niger. Jurnal
Ilmu Ternak, 12(1):20-23.

Manin, B.O., Ransangan, J. 2011. Experimental evidence of horizontal transmission of


Betanodavirus in hatcheryproduced Asian seabass, Lates calcarifer and brown marbled
grouper, Epinephelus fuscogutattus fingerling, Aquaculture 321, 157-165

Munday, B.L., Nakai, T. 1997. Special topic review: Nodaviruses as pathogens in larval and
juvenile marine finfish. World Journal of Microbiology and Biotechnology 13, 375–
381

Ransangan, J. and Manin, B.O. 2012. Genome analysis of Betanodavirusfrom cultured


marine fish species in Malaysia. Veterinary Microbiology 156, 16-44..

Neta AVC, Mol JPS, Xavier MN, Paixao, TA, Lage AP, Santos RL. 2010. Pathogenesis of
bovine brucellosis. J Vet. 184:146-155

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan

Pui, C.F., Wong W, Chai L.C, Tunung R, Jeyaletchumi P, Noor H.M.S, Ubong, A,
Farinazleen M.G, Cheah Y.K, Son R. 2011. Salmonella: A foodborne pathogen. Int
Food Res J. 18:465-473.

Republika. 2005. Hindarkan Pemakaian Legal Formalin untuk Pangan.


http://www.republika.co.id

Romanoff, A.L. and A. J. Romanoff. 1963, The Avian Eggs, John Wiley and Sons, Inc., New
York

Standar Nasional Indonesia (SNI) No: 01-6366-2000. Batas Maksimum Residu Mikroba dan
Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Standar Nasional
Indonesia.
Sudrajat, G. 2007. Sifat fisik dan organoleptik bakso daging sapi dan daging kerbau dengan
penambahan karagenan dan khitosan. Fakultas Peternakan: Institut Pertanian Bogor.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Soeparno, 2009. Ilmu dan teknologi daging. Yogyakarta:Penerbit Gadjah Mada University
Press.

Sunarlim, R dan Usmiati, S. 2009. Karakteristik Daging Kambing dengan Perendaman Enzim
Papain (The Characteristic Of Goat Meat Soaked In Papain). Seminar Nasional

40
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian. Bogor.
Syam, S.Y, 2009. Pengaruh Pengemasan dan Lama Maturasi Terhadap pH, Daya Ikat Air dan
Susut Masak Daging Sapi Bali. Skripsi Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan

Winarno, 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.

Yuwanto, T. 2010, Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

41

Anda mungkin juga menyukai