2.3. RAJAL RSMS, Medication Error
2.3. RAJAL RSMS, Medication Error
Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
PURWOKERTO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter hewan, atau
dokter gigi kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan peraturan perundang_undangan
yang berlaku (PerMenKes No. 919 tahun l993). Resep ini merupakan bagian dari
hubungan profesional antara penulis resep, apoteker, dan pasien. Tanggung jawab
apoteker dalam hubungan profesional ini adalah menyediakan asuhan kefarmasian
(pharmaceutical care) yang memenuhi kebutuhan pengobatan pasien.
Usaha pengobatan penyakit seorang pasien akan mencapai sasarannya jika
penggunaan obat tersebut rasional. Pengobatan yang rasional adalah suatu
pengobatan terhadap penyakit berdasarkan interpretasi gejala penyakit dan
pemahaman aksi fisiologis dari penyakit tersebut. Obat yang digunakan harus
memenuhi 4T1W (tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan cara penggunaan serta
ada efek samping). Selain itu, harus dipertimbangkan aspek farmasetik, interaksi
obat dan lain-lain.
Peran apoteker dalam menjalankan asuhan kefarmasian, apoteker harus:
1. Seksama menjalankan segala aspek prosedur operasional untuk memenuhi
perintah resep tersebut.
2. Penyediakan informasi penting untuk pasien serta panduan untuk menjamin
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat secara tepat.
3. Memberikan saran kepada penulis resep (prescriber) tentang kemungkinan
kepekaan pasien terhadap obat, reaksi efek samping obat yang sebelumnya
terdata, dan/atau pengobatan lain pada pasien yang dapat mengubah
efektivitas atau keamanan obat.
4. Lebih sering mengadakan kontak dengan dokter untuk memberikan saran
produk obat altematif untuk pasien individual sebagaimana tertulis dalam
formularium.
Medication error adalah suatu kejadian yang merugikan pasien akibat
penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Pengertian lain
mengatakan bahwa medication eror adalah kejadian yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya
dapat dicegah (Kepmenkes RI nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004).
Medication error biasanya menyebabkan terjadinya pemakaian obat secara tidak
tepat, misalnya kemungkinan terjadinya toksisitas karena penggunaan obat yang
salah, atau terjadinya interaksi obat saat obat itu dimunum secara bersama-sama,
padahal sesungguhnya obat tersebut tidak boleh diminum secara bersamaan.
Adapun penyebab medication error antara lain :
a. Terjadinya kegagalan berkomunikasi (Hardwriting, ada obat yang nama
latinnya mirip, pembacaan angka nol dan koma yang mirip, singkatan dan
latinnya).
b. Kesalahan perhitungan dosis (pediatrik biasanya menerima 10 kali dosis
normal 15% pediatrik).
c. Penggunaan obat yang salah rutenya (enteral feeding suplement malah
digunakan intravena). Contoh lain, obat tetes mata malah digunakan
ditelinga, dan obat tetes telinga malah digunakan dimata.
d. Ketidakpatuhan pasien
Pasien harus tahu fungsi dari obat yang digunakan, bagaimana harus
bekerja, dan bagaimana obat itu bekerja akan meminimalkan kemungkinan
terjadinya medication error. Untuk mencegah hal tersebut maka dilakukan
konseling.
e. Adanya pembagian job dan double cek.
Jika apoteker menjalankan asuhan kefarmasian tersebut, berarti apoteker
sekaligus telah ikut berupaya mengurangi terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error). Dampak dari kesalahan pengobatan sangat beragam mulai dari
keluhan ringan yang dialami pasien hingga kejadian serius yang memerlukan
perawatan rumah sakit lebih lama atau bahkan kematian. Kesalahan pengobatan
dapat dimulai dari saat penulisan resep oleh dokter (prescribing error),
pembacaan resep oleh apoteker (transcribing error), penyerahan obat (dispensing
error) oleh apoteker/astisten apoteker/perawat, hingga penggunaan obat oleh
pasien.
Kesalahan yang terjadi di salah satu komponen dapat saja secara berantai
menimbulkan kesalahan lain di komponen-komponen selanjutnya. Sebagai
pemberi obat langsung kepada pasien, apoteker ibarat penjaga gawang dapat
menyebabkan lolosnya kesalahan baik yang berasal dari tahap sebelumnya
maupun kesalahan dari dia sendiri, atau dapat pula mencegah kesalahan tersebut
sehingga tidak sampai kepada pasien.
Berikut ini adalah tipe-tipe kesalahan pengobatan menurut National
Coordinating Council for Medication Error Reprting and Prevention :
Tipe
Kategori Keterangan
error
No Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan terjadinya
A
Error error.
B Error terjadi tetapi obat belum mencapai pasien.
Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak
Error menimbulkan resiko:
C
No a. obat mencapai pasien dan sudah terlanjur diminum/digunakan.
Harm b. obat mencapai pasien dan belum sempat diminum/digunakan.
Error terjadi dan konsekuensinya diperlukan monitoring
D
terhadap pasien.
Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau intervensi serta
E
menimbulkan risiko (harm) pada pasien yang bersifat sementara.
Error Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau perpanjangan
F
Harm perawatan di rumahsakit disertai cacat yang bersifat sementara.
G Error terjadi dan menyebabkan resiko (harm permanen).
H Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian.
Error
I Error terjadi dan menyebabkan kematian pasien.
Death
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Medication error merupakan suatu kejadian yang menyebabkan terjadinya
penggunaan obat yang tidak tepat serta menimbulkan kerugian pada pasien
dimana pengobatan tersebut berada dalam pengawasan profesi kesehatan.
Pelaporan kejadian medication error masih bersifat reaktif dan belum terstruktur
dengan baik. Penanganan sering terlambat dan upaya pencegahan sulit dilakukan
sehingga perlu dikembangkan berbagai indikator mutu terkait keselamatan pasien
khususnya medication error di Rumah Sakit. Kategori medication error meliputi
prescribing error, dispensing error, dan administration error.
Medication error yang sering terjadi dalam melakukan praktek
kefarmasian di Rumah Sakit diantaranya adalah kesalahan dalam memberikan
atau menempatkan etiket, kesalahan dalam pengambilan obat yang disebabkan
nama obat mirip atau pun kemasan yang sama, serta kesalahan dalam perhitungan
jumlah obat sehingga obat diberikan berlebih atau kurang. Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan pada apotek rawat jalan RS Prof. Dr. margono
Soekarjo Purwokerto diketahui bahwa medication error yang sering terjadi
termasuk dalam kategori B, yaitu terjadi kesalahan tetapi tidak berbahaya karena
obat belum sampai ke tangan pasien.
Aplikasi praktek pelayanan kefarmasian untuk keselamatan pasien
terutama medication error adalah menurunkan resiko dan promosi penggunaan
obat yang aman. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka
medication erroradalah sebagai berikut :
1. Mendorong fungsi dan pembatasan: upaya mendesain sistem yang
mendorong seseorang melakukan hal yang baik
2. Otomasi dan computer
3. Standard dan protokol, standarisasi prosedur
4. Sistem daftar tilik dan cek ulang
5. Peraturan dan kebijakan
6. Pendidikan dan informasi
7. Lebih hati-hati dan waspada
8. Memberikan pemahaman yang baik mengenai medication error di unit-unit
pelayanan yang langsung berkaitan dengan obat dan pengobatan, mulai dari
dokter, perawat, apoteker, asisten apoteker dan petugas administrasi obat.
9. Standard operating procedure (SOP) untuk prescribing transcribing,
dispensing dan administering perlu dibuat untuk meminimalkan risiko
medication error. Sebagai contoh jika ada bagian resep yang tidak terbaca,
maka konsultasi langsung ke penulis resep haruslah menjadi langkah
pertama yang dilakukan. Pencatatan nama dari alamat pasien sebenarnya
merupakan satu SOP yang baik, agar dapat segera menghubungi pasien pada
hari yang sama jika terbukti terjadi kekeliruan.
10. Memperbaiki sistem yang ada yang berpotensi menimbulkan medication
error, misalnya petugas yang terlalu lelah, tidak dijalankannya sop,
buruknya sistem kerjasama antara dokter, perawat, dan apoteker.
11. Metode peresepan menggunakan sistem komputerisasi telah dilakukan di
berbagai rumah sakit di Amerika, khususnya untuk pasien rawat inap.
Penulisan resep oleh dokter tidak dilakukah di secarik kertas resep tetapi
melalui komputer. suatu perangkat lunak (software) kemudian
menerjemahkan dan menginformasikan mengenai ketepatan dosis,
frekuensi, dan cara pemberian obat serta kemungkinan interaksi obat yahg
terjadi dalam peresepan yang dituliskan oleh dokter. Melalui cara ini risiko
medication error dapat dikurangi hingga 75%. Selain itu, kejadian
medication error juga dapat dicegah dengan melibatkan pelayanan farmasi
klinik yang dilakukan oleh apoteker yang sudah terlatih.
Apoteker harus ada dan memelihara kepercayaan penulis resep dan pasien.
Asuhan kefarmasian tidak akan berjalan optimal sampai apoteker mengadakan
hubungan dengan pasien. Suatu bagian penting dari hubungan ini adalah menjaga
kerahasiaan resep dari pihak yang tidak berkepentingan.
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek
yaitu aspek manajemen dan aspek klinik.
1. Aspek manajemen : pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, distribusi, alur pelayanan, dan sistem pengendalian.
2. Aspek klinik: skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat
dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling,
monitoring dan evaluasi terapi.
Dua hal ini tidak bisa dipisahkan dan harus saling mendukung dalam
upaya asuhan kefarmasian. Ruang lingkup pelayanan farmasi di apotek meliputi:
1. Optimalisasi alur resep
2. Pengelolaan sediaan farmasi dan non-farmasi
Rawat jalan RSMS menggunakan dua jenis resep yaitu, resep elektronik
dan resep manual. Resep elektronik yaitu resep yang langsung diinput ke
komputer, sehingga pasien hanya membawa kuitansi pendaftaran ke apotek,
sedangkan resep manual yaitu resep asli tulisan dokter sehingga pasien
membawa resep dan kuitansi ke apotek. Resep elektronik baru diterapkan di
poli syaraf, kandungan, bedah syaraf.
Dosis
Screening resep Pharmaceutical Bentuk sediaam
error Cara pemberian
Stabilitas
A. KESIMPULAN
Hal-hal yang dapat disimpulkan dari pengamatan yang telah dilakukan
mengenai medication eror di rawat jalan RSMS Purwokerto adalah medication
error yang sering terjadi merupakan kategori B, dimana kesalahan dapat dicegah
sebelum obat diserahkan kepada pasien.
B. SARAN
Rekomendasi yang dapat disarankan yaitu:
1. Ketelitian petugas hendaknya lebih ditingkatkan lagi dalam dispensing obat.
2. Penambahan rak atau etalase agar penempatan obat tidak tertumpuk dan
perlu adanya penataan ulang ruangan.
3. Diperlukan karyawan yang terampil atau dilakukan training dalam hal
pelayanan dan dispensing obat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :
919/MenKes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan
Tanpa Resep, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
2. Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/Sk/Ix/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
3. Anonim, 2005, The National Coordinating Council for Medication Error
Reporting and Prevention NCC MERP: The First Ten Years "Defining the
Problem and Developing Solutions", USP, USA.