Anda di halaman 1dari 3

MASALAH HIPERTENSI DI INDONESIA

Jakarta, 6 Mei 2012

Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang
ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi, merupakan salah satu
faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah.
Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan
gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan
secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.

Demikian disampaiakan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL),
Kemenkes, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengenai beberapa Masalah Hipertensi di Indonesia.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia
18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya
7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum
obat hipertensi.

"Ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat
belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi", kata Prof Tjandra Yoga.

Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, Kemenkes
membuat kebijakan yaitu:
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining)
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu
PTM
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi
Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang
profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di
fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; Peningkatan manajemen pelayanan
pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik; serta
Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana prasarana
diagnostik dan pengobatan.

Menurut Prof. Tjandra upaya Pencegahan dan Penanggulangan hipertensi dimulai dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat.
Untuk itu Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan Pencegahan
primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko Hipertensi sebelum
penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan cara
makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak
merokok.

Puskesmas juga perlu melakuka encegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan
deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan
pengobatan secara dini.

Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup


penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan
hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak
memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan respon
cepat juga menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit hipertensi
dapat terkendali dengan baik. Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita hipertensi
terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan
memperpanjang lama ketahanan hidup.

Prof. Tjandra mengatakan, ntuk mendeteksi atau menegakkan diagnosis penyakit hipertensi,
sangat sederhana yaitu dengan mengukur tekanan darah menggunakan tensimeter. Hipertensi
ditegakkan bila tekanan darah ? 140/90 mmHg.

Pengobatan atau penatalaksanaan hipertensi membutuhkan waktu lama, seumur hidup dan
harus terus menerus. Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat
yang diinginkan, maka harus diberikan obat, tambah Prof. Tjandra.

Sarana dan prasarana untuk diagnosis dan mengobati hipertensi, termasuk mendeteksi
kemungkinan terjadi kerusakan organ target atau komplikasi pada dasarnya sudah tersedia di
fasilitas pelayanan kesehatan.

Keberadaan Posbindu PTM setiap bulan dalam wadah Desa Siaga aktif di setiap kelurahan
sebenarnya sudah cukup untuk mewaspadai dan memonitor tekanan darah dan segera ke
Puskesmas/fasilitas kesehatan jika tekanan darahnya tinggi.

"Melalui Puskesmas dan Posbindu PTM, masyarakat cukup mendapat kemudahan akses untuk
mendeteksi atau monitoring tekanan darah nya. Jika mampu membeli tensimeter sendiri untuk
memonitor tekanan darah keluarga secara rutin akan lebih baik. Namun yang paling penting
adalah meningkatkan perilaku hidup sehat", ujar Prof. Tjandra.

Keberadaan Posbindu PTM di masyarakat lebih tepat untuk mengendalikan faktor risiko
Penyakit Tidak Menular (obesitas, hiperkolesterol, hipertensi, hiperglikemi, diet tidak sehat,
kurang aktifitas dan merokok). Kegiatan deteksi dini pada Posbindu PTM dilakukan melalui
monitoring faktor risiko secara terintegrasi, rutin dan periodik. Kegiatan monitoring mencakup
kegiatan minimal yaitu hanya memantau masalah konsumsi sayur/buah dan lemak, aktifitas
fisik, indeks massa tubuh (IMT), dan tekanan darah, dan kegiatan monitoring lengkap yaitu
memantau kadar glukosa darah, dan kolesterol darah, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana
dan IVA. Tindak lanjut dini berupa peningkatan pengetahuan masyarakat tentang cara
mencegah dan mengendalikan faktor risiko PTM dilakukan melalui penyuluhan / dialog
interaktif secara massal dan / atau konseling faktor risiko secara terintegrasi pada individu
dengan faktor risiko, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kasus faktor risiko PTM yang ditemukan yang tidak dapat dikendalikan melalui konseling dirujuk
ke fasilitas pelayanan dasar di masyarakat (Puskesmas, Klinik swasta, dan dokter keluarga)
untuk tidak lanjut dini.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan
RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9,
faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan
081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id

Sumber : kementrian kesehatan republic indonesia

Anda mungkin juga menyukai