REPUBUK lNDONESIA
SALINAN
I
jdih.kemenkeu.go.id
-2 -
MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERLAKUAN
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGGANTIAN ATAU IMBALAN
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG
DITERIMA ATAU DIPEROLEH DALAM BENTUK NATURA
DAN/ATAU KENIKMATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
2. Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
3. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
JI
jdih.kemenkeu.go.id
-3-
perpajakan.
4. Pegawai a dalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi
kerja berdasarkan perjanjian, kontrak, atau kesepakatan
kerja, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau
kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang
dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian
pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi
kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan
dalam sektor pemerintahan.
5. Masa Pajak adalahjangka waktu yang menjadi dasar bagi
Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka
waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam undang-
undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan
tata cara perpajakan.
6. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender
kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun kalender.
7. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek
pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
8. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan
untuk suatu Masa Pajak.
9. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat
Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian
Tahun Pajak.
10. Pemberi Kerja Berstatus Pusat adalah pemberi kerja yang
dalam administrasi perpajakan memiliki kewajiban
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan.
11. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang
s elanjutnya disebut Kantor Wilayah DJP adalah instansi
vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur
Jenderal Pajak.
12. Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat
Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah DJP.
13. Kantor Wilayah DJP yang membawahi Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pemberi Kerja Berstatus Pusat terdaftar yang
selanjutnya disebut Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja
Berstatus Pusat adalah Kantor Wilayah DJP yang wilayah
kerjanya meliputi wilayah Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pemberi Kerja Berstatus Pusat terdaftar.
14. Kantor Wilayah DJP di lokasi usaha selanjutnya disebut
Kantor Wilayah DJP Lokasi adalah Kantor Wilayah DJP
yang wilayah kerjanya meliputi wilayah tempat lokasi
usaha pemberi kerja berada selain wilayah kerja Kantor
Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
15. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single
Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah
lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan
!I
pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
.
jdih.kemenkeu.go.id
-4 -
BAB II
PERLAKUAN PEMBEBANAN BIAYA PENGGANTIAN ATAU
IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN/ATAU
KENIKMATAN
Pasal 2
(1) Biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak oleh
pemberi kerja atau pemberi imbalan atau penggantian
dalam bentuk natura dan/atau k enikmatan sepanjang
merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
(2) Biaya penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan biaya penggantian atau imbalan yang
berkaitan dengan hubungan kerja antara pemberi kerja
dan Pegawai.
(3) Biaya penggantian atau imbalan sehubungan dengan jasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya
penggantian atau imbalan karena adanya transaksi jasa
antar-Wajib Pajak.
(4) Pengeluaran untuk biaya penggantian atau imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk
kenikmatan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun dibebankan melalui penyusutan atau
amortisasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
(5) Pengeluaran untuk biaya penggantian atau imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan yang mempunyai masa
manfaat kurang dari 1 (satu) tahun dibebankan pada
tahun terjadinya pengeluaran.
(6) Pemberi kerja atau pemberi imbalan atau penggantian
melaporkan biaya penggantian atau imbalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang diberikan dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan beserta Pegawai dan/atau
penerima imbalan atau penggantian dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
(7) Ketentuan mengenai biaya penggantian atau imbalan yang
diberikan dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa sebagaimana
dimaksud pa da ayat (1) sebagai pengurang penghasilan
bruto berlaku sejak:
a. tanggal 1 Januari 2022, bagi pemberi kerja atau
pemberi penggantian atau imbalan yang
menyelenggarakan pembukuan tahun buku 2022
dimulai sebelum tanggal 1 Januari 2022; atau
t I
jdih.kemenkeu.go.id
-5-
BAB III
NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN SEBAGAI OBJEK PAJAK
PENGHASILAN DAN PENGECUALIANNYA DARI OBJEK PAJAK
PENGHASILAN
Bagian Kesatu
Natura dan/atau Kenikmatan Sebagai Objek Pajak
Penghasilan
Pasal 3
(1) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan merupakan penghasilan
yang menjadi objek Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
(2) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
penggantian atau imbalan yang berkaitan dengan
hubungan kerja antara pemberi kerja dan Pegawai.
(3) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan jasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
penggantian atau imbalan karena adanya transaksi jasa
antar-Wajib Pajak.
(4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa dalam bentuk natura sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan penggantian atau imbalan dalam
bentuk barang selain uang yang dialihkan kepemilikannya
dart pemberi kepada penerima.
(5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa dalam bentuk kenikmatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan penggantian atau
imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu
fasilitas dan/a tau pelayanan yang bersumber dart aktiva:
a. pemberi penggantian atau imbalan; dan/a tau
b. pihak ketiga yang disewa dan/atau dibiayai pemberi,
untuk dimanfaatkan oleh penerima.
(6) Ketentuan mengenai penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
objek Pajak Penghasilan berlaku s~jak:
a. tanggal 1 Januart 2022, bagi Pegawai atau penerima
penggantian atau imbalan yang menerima atau
memperoleh penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan dart pemberi kerja atau
pemberi penggantian atau imbalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf a ; atau
b. tahun buku 2022 dart pemberi kerja atau pemberi
penggantian atau imbalan dimulai, bagi Pegawai atau
' /4 /
penerima penggantian atau imbalan yang menerima
jdih.kemenkeu.go.id
- 6-
Bagian Kedua
Pengecualian Natura dan/atau Kenikmatan dart Objek Pajak
Penghasilan
Pasal 4
Dikecualikan dart objek Pajak Penghasilan atas penggantian
atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
a. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau
minuman bagi seluruh Pegawai;
b. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah
tertentu;
c. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh
pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
d. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau
dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara,
anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja desa; atau
e. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau
batasan tertentu.
Pasal 5
(1) Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau
minuman bagi seluruh Pegawai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
a. makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh
pemberi kerja di tempat kerja;
b. kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai
yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat
memanfaatkan pemberian sebagaimana dimaksud-
pada huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran,
bagian transportasi, dan dinas luar lainnya; dan/atau
c. bahan makanan dan/atau bahan minuman bagi
seluruh Pegawai dengan batasan nilai tertentu.
(2) Kupon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan alat transaksi bukan uang yang dapat
ditukarkan dengan makanan dan/atau minuman.
(3) Termasuk dalam pengertian kupon sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan penggantian oleh
pemberi kerja atas pengeluaran untuk pembelian atau
perolehan makanan dan/a tau minuman di luar tempat
kerja yang ditanggung terlebih dahulu oleh Pegawai bagian
pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(4) Nilai kupon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dikecualikan dart objek Pajak Penghasilan sepanjang tidak
melebihi:
a. Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk tiap Pegawai
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan; atau
b. nilai pengeluaran penyediaan makanan dan/atau
minuman untuk tiap Pegawai dalam jangka waktu
//
jdih.kemenkeu.go.id
- 7 -
Pasal 6
(1) Natura dan/atau kenikmatan yang hams disediakan oleh
pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi natura dan/atau
kenikmatan sehubungan dengan persyaratan mengenai
keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan Pegawai
yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Natura dan/atau kenikmatan yang hams disediakan
pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sehubungan
dengan persyaratan mengenai keamanan, kesehatan,
dan/atau keselamatan Pegawai yang diwajibkan oleh
kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a . pakaian seragam;
b. peralatan untuk keselamatan kerja;
c. sarana antar jemput Pegawai;
d. penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya;
dan/atau
e. natura dan/atau kenikmatan yang diterima dalam
rangka penanganan endemi, pandemi, atau bencana
nasional.
Pasal 7
(1) Penentuan natura dan/atau kenikmatan dengan jenis
dan/atau batasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf e didasarkan pada:
a . jenis natura dan batasan tertentu dart natura berupa
kriteria penerima dan/a tau nilai dart natura; dan
b . jenis kenikmatan dan batasan tertentu dart
kenikmatan berupa kriteria penerima, nilai, dan/atau
fungsi dart kenikmatan.
(2) Penentuan natura dengan jenis dan batasan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk
diperuntukkan bagi bahan makanan dan/atau bahan
minuman dengan batasan nilai tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c.
(3) Penentuan natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan
batasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
II
jdih.kemenkeu.go.id
-8 -
Pasal 8
(1) Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b
meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi
kerja untuk Pegawai dan keluarganya berupa:
a. tempat tinggal, tennasuk perumahan;
b . pelayanan kesehatan;
c. pendidikan;
d. peribadatan;
e. pengangkutan; dan/atau
f. olahraga tidak tennasuk golf, balap perahu bennotor,
pacuan kuda, terbang layang, atau olahraga otomotif,
sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan
penetapan daerah tertentu dart Direktur Jenderal Pajak.
(2) Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas untuk Pegawai dan
keluarganya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
sarana, prasarana, dan/atau fasilitas yang
diselenggarakan oleh:
a. pemberi kerja secara mandiri; dan/atau
b . pihak lain yang bekerja sama dengan pemberi kerja
dan pemberi kerja menanggung biaya penyelenggaraan
sarana, prasarana, dan/atau fasilitas dimaksud.
(3) Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas berupa pelayanan
kesehatan dan/atau pendidikan untuk Pegawai dan
keluarganya yang diselenggarakan pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tennasuk
sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas berupa pelayanan
kesehatan dan/atau pendidikan yang terletak di wilayah
kabupaten atau kota lokasi usaha pemberi kerja dan/atau
wilayah kabupaten atau kota yang berbatasan langsung
dengan wilayah kabupaten atau kota lokasi usaha pemberi
kerja.
(4) Sarana, prasarana, dan fasilitas di lokasi kerja untuk
Pegawai dan keluarganya berupa pengangkutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi
pengangkutan untuk Pegawai dan keluarga dalam
melaksanakan penugasan.
//
jdih.kemenkeu.go.id
-9-
Bagian Ketiga
Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Objek Pajak
Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan sehubungan
dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh
dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan yang Disediakan
di Daerah Tertentu
Pasal 9
(1) Daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) meliputi daerah yang secara ekonomis mempunyai
potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan
prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan
sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui
darat, laut, maupun udara, sehingga untuk mengubah
potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi
yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang
cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatifpanjang,
termasuk daerah perairan laut yang mempunyai
kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar
lautnya memiliki cadangan mineral, termasuk daerah
terpencil.
(2) Prasarana ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi 8 (delapan) jenis sebagai berikut:
a. listrik;
b. air bersih;
c. perumahan yang dapat disewa Pegawai;
d. rumah sakit dan/atau poliklinik;
e. sekolah;
f. tempat olahraga dan/a tau hiburan yang bersifat
permanen;
g. tempat peribadatan; dan
h. pasar.
(3) Prasarana transportasi umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi 3 (tiga) jenis sebagai berikut:
a . jalan dan/atau jembatan;
b . pelabuhan atau dermaga laut, pelabuhan atau
dermaga sungai, atau pelabuhan udara; dan
c. transportasi umum angkutan darat, laut, atau udara.
(4) Lokasi usaha pemberi kerja yang ditetapkan sebagai
daerah tertentu ditentukan oleh ketidaktersediaan atau
ketidaklayakan minimal 6 (enam) dari 11 (sebelas) jenis
prasarana ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan prasarana transportasi umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5) Ketidaktersediaan atau ketidaklayakan minimal 6 (enam)
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus terdapat
minimal 1 (satu) jenis prasarana yang tidak tersedia atau
tidak layak dari jenis prasarana transportasi umum.
(6) Dalam hal prasarana ekonomi dan transportasi umum
telah dibangun secara mandiri oleh pemberi kerja maka
prasarana ekonomi dan transportasi umum dimaksud
diperhitungkan sebagai prasarana yang tidak tersedia
dalam penentuan ketidaktersediaan atau ketidaklayakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
jdih.kemenkeu.go.id
- 10 -
Pasal 10
(1) Penetapan lokasi usaha pemberi kerja sehagai daerah
tertentu sehagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
dapat diherikan:
a. sampai dengan jangka waktu herlakunya izm
pertamhangan tertentu herakhir, hagi pemheri kerja
pemegang izin pertamhangan tertentu; atau
h. untukjangka waktu 5 (lima) tahun, hagi pemheri kerja
selain pemheri kerja pemegang izin pertamhangan
tertentu.
(2) Izin pertamhangan tertentu sehagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. kontrak karya;
h . perjanjian karya pengusahaan pertamhangan batu
hara; atau
c. izin di hidang pertambangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di hidang
pertamhangan mineral dan hatu hara.
(3) Penetapan lokasi usaha pemheri kerja pemegang izin
pertamhangan tertentu sehagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a sebagai daerah tertentu diherikan:
a . secara langsung sampai dengan jangka waktu
herlakunya izin pertamhangan tertentu herakhir, hagi
pemheri kerja pemegang izin pertamhangan tertentu
dengan sisa jangka waktu herlakunya izm
pertamhangan tertentu sampai dengan 5 {lima) tahun;
atau
h. secara hertahap setiap jangka waktu 5 (lima) tahun
sampai dengan jangka waktu izin pertambangan
tertentu herakhir, hagi pemberi kerja pemegang izin
pertamhangan tertentu dengan sisa jangka waktu
herlakunya izin pertamhangan tertentu lehih dart 5
(lima) tahun.
{4) Dalam hal pada saat herakhirnya jangka waktu
sehagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dan ayat (3)
huruf h, lokasi usaha pemheri kerja masih memenuhi
kriteria herlokasi usaha di daerah tertentu sehagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), penetapan herlokasi
usaha di daerah tertentu sehagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diperpanjang:
a . untuk tahap jangka waktu herikutnya sesuai
ketentuan sehagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a atau huruf h, untuk pemheri kerja pemegang
izin pertamhangan tertentu; atau
h . untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, untuk pemheri
kerja selain pemheri kerja pemegang izin
pertamhangan tertentu.
Pasal 11
(1) Direktur Jenderal Pajak herwenang menetapkan pemheri
kerja herlokasi usaha di daerah tertentu.
(2) Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangan
untuk menetapkan pemheri kerja herlokasi usaha di
daerah tertentu sehagaimana dimaksud pada ayat (1)
II
jdih.kemenkeu.go.id
- 11 -
Pasal 12
( 1) Pemberi Kerja Berstatus Pusat yang memiliki lokasi usaha
di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) dapat mengajukan permohonan penetapan
berlokasi usaha di daerah tertentu kepada Kepala Kantor
Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
(2) Permohonan penetapan berlokasi usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk setiap lokasi
usaha yang memenuhi kriteria daerah tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
minimal memuat:
a. nama Pemberi Kerja Berstatus Pusat;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak Pemberi Kerja Berstatus
Pusat;
c. alamat kantor Pemberi Kerja Berstatus Pusat;
d. identitas perpajakan dart lokasi usaha yang diajukan
penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu;
e. alamat lokasi usaha yang diajukan penetapan
berlokasi usaha di daerah tertentu; dan
f. titik koordinat lokasi usaha yang diajukan penetapan
berlokasi usaha di daerah tertentu.
(4) Pemberi Kerja Berstatus Pusat yang dapat mengajukan
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a . telah menyampaikan:
1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan/atau
2. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir,
yang telah menjadi kewajibannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan;
b. tidak mempunyai utang pajak atau mempunyai utang
pajak tetapi atas keseluruhan utang pajak tersebut
telah mendapatkan izm untuk menunda atau
mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan; dan
c. tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana
di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana
pencucian uang yang tindak pidana asalnya tindak
pidana di bidang perpajakan yang berupa pemeriksaan
bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau
penuntutan.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan dengan melampirkan dokumen persyaratan
berupa salinan:
a . NIB yang diterbitkan oleh Lembaga OSS atau dokumen
setara lainnya yang diterbitkan instansi lain yang
berwenang berdasarkan peraturan perundang-
undangan;
b. peta lokasi; dan
jdih.kemenkeu.go.id
- 12 -
Pasal 13
(1) Permohonan sehagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(1) heserta dokumen persyaratan sehagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (5) dan ayat (7) diajukan oleh Pemheri
Kerja Berstatus Pusat secara tertulis kepada Kepala
Kantor Wilayah DJP Pemheri Kerja Berstatus Pusat
melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemheri
Kerja Berstatus Pusat terdaftar.
(2) Pengajuan permohonan sehagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan:
a. secara langsung;
h . melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir
dengan hukti pengiriman surat; atau
c. secara elektronik.
(3) Pengajuan permohonan secara elektronik sehagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dalam hal
sistem sudah tersedia.
J/
jdih.kemenkeu.go.id
- 13 -
·Pasal 14
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
dan pemyataan keadaan prasarana ekonomi dan transportasi
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf c
dibuat sesuai dengan contoh format permohonan dan
pemyataan sebagaimana tercantum pada Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dart Peraturan Menteri
ini.
Pasal 15
(1) Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat
melakukan penelitian kelengkapan atas permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
(2) Dalam hal permohonan Pemberi Kerja Berstatus Pusat
dinyatakan belum lengkap berdasarkan penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor
Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat
menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen
kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hart kerja
terhitung sejak diterimanya permohonan.
(3) Pemberi Kerja Berstatus Pusat harus melengkapi dokumen
dalam surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) paling lama 10 (sepuluh) hart kerja sejak surat
permintaan kelengkapan dokumen diterima.
(4) Surat permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
a. perincian dokumen yang diminta untuk dilengkapi;
dan
b. jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) terlampaui dan Pemberi Kerja Berstatus Pusat tidak
dapat melengkapi dokumen yang diminta, Kepala Kantor
Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat
memberitahukan kepada Pemberi Kerja Berstatus Pusat
bahwa permohonan tidak dapat dipertimbangkan.
(6) Surat permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh
format surat sebagaimana tercantum pada Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dart Peraturan
Menteri ini.
Pasal 16
(1) Atas permohonan yang telah lengkap berdasarkan
penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1),
Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus
Pusat:
a. melakukan pemeriksaan ke lokasi usaha; atau
jdih.kemenkeu.go.id
- 14 -
Pasal 17
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (4) terlampaui dan Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi
Kerja Berstatus Pusat tidak memberikan keputusan maka:
a. permohonan Pemberi Kerja Berstatus Pusat dianggap
disetujui terhitung sejak Masa Pajak jangka · waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) berakhir;
dan
b . Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat
menerbitkan keputusan persetujuan dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) berakhir.
Pasal 18
(1) Pemberi Kerja Berstatus Pusat selain pemberi kerja
pemegang izm pertambangan tertentu yang telah
mendapatkan keputusan persetujuan penetapan berlokasi
usaha di daerah tertentu dapat mengajukan permohonan
I/
jdih.kemenkeu.go.id
- 15 -
Pasal 19
Ketentuan mengenai penetapan berlokasi usaha di daerah
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14,
Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 berlaku secara mutatis
mutandis terhadap permohonan perpanjangan penetapan
berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1).
Pasal 20
(1) Penetapan lokasi usaha pemberi kerja pemegang izin
pertambangan tertentu sebagai daerah tertentu untuk
perpanjangan ke tahap berikutnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a dilakukan
secara jabatan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi
Kerja Berstatus Pusat.
(2) Untuk menguji lokasi usaha masih memenuhi kriteria
berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1). Kepala Kantor Wilayah DJP
Pemberi Kerja Berstatus Pusat:
a. melakukan pemeriksaan ke lokasi usaha; atau
b. dapat meminta bantuan kepada Kepala Kantor
Wilayah DJP Lokasi untuk melakukan pemeriksaan
dalam hal lokasi usaha berada di luar wilayah kerja
Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus
Pusat.
I/
jdih.kemenkeu.go.id
- 16 -
Pasal 21
Keputusan persetujuan perpanjangan penetapan berlokasi
usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (3) huruf a dan pemberitahuan penghentian
perpanjangan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b dibuat
sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum pada
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dart
Peraturan Menteri ini.
BAB IV
TATA CARA PENIIAIAN DAN PENGHITUNGAN PENGHASILAN
BERUPA PENGGANTIAN ATAU IMBALAN DALAM BENTUK
NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN
Pasal 22
(1) Penghasilan berupa penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau
diperoleh sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dinilai
berdasarkan ketentuan:
a. nilai pasar untuk penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura; dan/atau
b. jumlah biaya yang dikeluarkan atau seharusnya
dikeluarkan pemberi untuk penggantian atau imbalan
dalam bentuk kenikmatan.
(2) Dalam hal penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
merupakan barang yang dart semula ditujukan untuk
diperjualbelikan oleh pemberi dalam bentuk:
a. tanah dan/atau bangunan, dinilai berdasarkan nilai
pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
atau
b. selain tanah dan/atau bangunan, nilai pasar yang
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan harga
pokok penjualan.
I/
jdih.kemenkeu.go.id
- 17 -
Pasal 23
(1) Pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan wajib
melakukan pemotongan Pajak Penghasilan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
(2) Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja atau
pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
dan/ atau kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan pada akhir bulan terjadinya:
a . pengalihan atau terutangnya penghasilan yang
bersangkutan, sesuai peristiwa yang terjadi lebih
dahulu untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura; atau
b. penyerahan hak atau bagian hak atas pemanfaatan
suatu fasilitas dan/atau pelayanan oleh pemberi
untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk
kenikmatan.
(3) Saat pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan contoh
sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
If
jdih.kemenkeu.go.id
- 18 -
Pasal 24
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima
atau diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2023 sampai dengan
tanggal 30 Juni 2023 yang belum dilakukan pemotongan Pajak
Penghasilan oleh pemberi kerja atau pemberi penggantian atau
imbalan, atas Pajak Penghasilan yang terutang wajib dihitung
dan dibayar sendiri serta dilaporkan oleh penerima dalam Surat
Pemberitahuan Pajak Penghasilan.
BABV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. terhadap surat keputusan persetujuan penetapan atau
perpanjangan penetapan berlokasi usaha di daerah
tertentu yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.03/2018 tentang
Penyediaan Makanan dan Minuman bagi Seluruh Pegawai
serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan
Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan
dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan
dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1683) tetap
berlaku sampai dengan berakhimya jangka waktu
penetapan atau perpanjangan penetapan dimaksud;
b. perlakuan natura dan/atau kenikmatan yang disediakan
di daerah tertentu sebagaimana ditetapkan dalam surat
keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Menteri ini;
c. terhadap permohonan penetapan atau perpanjangan
penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu yang
diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini
namun belum diterbitkan keputusan, Kantor Wilayah DJP
Pemberi Kerja Berstatus Pusat harus melakukan
penyelesaian permohonan mengikuti ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini;
d. terhadap permohonan penetapan atau perpanjangan
penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu yang
diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini
namun berdasarkan hasil penelitian permohonan tidak
lengkap dan belum disampaikan surat permintaan
kelengkapan dokumen, Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja
Berstatus Pusat harus mengirimkan surat permintaan
kelengkapan dokumen paling lambat 15 (lima belas) hari
terhitung sejak berlakunya Peraturan Menteri ini; /
jdih.kemenkeu.go.id
- 19 -
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.03/2018 tentang
Penyediaan Makanan dan Minuman bagi Seluruh Pegawai serta
Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan
Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan dengan
Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto Pemberi Kerja (Serita Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 1683), dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 27
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2023.
/
jdih.kemenkeu.go.id
- 20 -
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2023
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
DISTRIBUSI II
jdih.kemenkeu.go.id
- 21 -
LAMPIRAN
PERATURAN MENTER! KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 66 TAHUN 2023
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGGANTIAN ATAU
IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN
PEKERJMN ATAU JASA YANG
DITERIMA ATAU DIPEROLEH
DALAM BENTUK NATURA
DAN/ATAU KENIKMATAN
jdih.kemenkeu.go.id
- 22 -
JENIS NATURADAN/ATAU
NO. BATASAN
KENIK.MATAN
4. Fasilitas pelayanan kesehatan a. diterima atau diperoleh
dan pengobatan dari pemberi Pegawai; dan
kerja b. diberikan dalam rangka
penanganan:
1) kecelakaan kerja;
2) penyakit akibat kerja;
3) kedaruratan
penyelamatan jiwa; atau
4) perawatan dan
pengobatan lanjutan
sebagai akibat dari
kecelakaan kerja
dan/atau penyakit akibat
kerja.
5. Fasilitas olahraga dari pemberi a. diterima atau diperoleh
kerja selain fasilitas olahraga Pegawai; dan
golf, pacuan kuda, balap perahu b. secara keseluruhan bernilai
bermotor, terbang layang, · tidak lebih dari
dan/atau olahraga otomotif Rpl.500.000,00 (satu juta
lima ratus ribu rupiah) untuk
tiap Pegawai dalam jangka
waktu 1 (satu) Tahun Paiak.
6. Fasilitas tempat tinggal dari diterima atau diperoleh Pegawai.
pemberi kerja yang bersifat
komunal (dimanfaatkan
bersama-sama) antara lain mes,
asrama, pondokan, atau barak
7. Fasilitas tempat tinggal dari a. diterima a tau diperoleh
pemberi kerja yang hak Pegawai; dan
pemanfaatannya dipegang oleh b. secara keseluruhan bernilai
perseorangan (individual) antara tidak lebih dari
lain apartemen atau rumah Rp2.000.000,00 (dua juta
tapak rupiah) untuk tiap Pegawai
dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan.
8. Fasilitas kendaraan dari pemberi diterima atau diperoleh Pegawai
kerja yang:
a. tidak memiliki penyertaah
modal pada pemberi kerja;
dan - -
b . memiliki rata-rata
penghasilan bruto dalam 12
(dua belas) bulan terakhir
sampai dengan
Rpl00.000.000,00 (seratus
juta rupiah) tiap bulan dari
pemberi keria.
9. Fasilitas iuran kepada dana diterima atau diperoleh Pegawai.
pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan yang ditanggung
pemberi keria ,
jdih.kemenkeu.go.id
- 23 -
Contoh 1
PT BA memberikan makanan dan minuman kepada seluruh Pegawainya
di kantor dengan nilai Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah)
per Pegawai per bulan. Oleh karena Pegawai di divisi pemasaran sebagian
besar waktu kerjanya di luar kantor, PT BA memutuskan untuk
memberikan kupon makanan dan minuman sebagai pengganti dart
makanan dan minuman yang disediakan di kantor. Kupon tersebut dapat
ditukarkan di rumah makan yang telah ditunjuk PT BA. Nilai kupon
tersebut bemilai Rp2.700.000,00 (dua juta tujuh ratus ribu rupiah) per
Pegawai divisi pemasaran per bulan.
Dalam hal ini, nilai kupon bagi divisi pemasaran yang dikecualikan dart
objek Pajak Penghasilan tidak boleh melebihi nilai makanan dan
minuman yang diberikan di kantor PT BAyaitu Rp2.500.000,00 (duajuta
lima ratus ribu rupiah).
Oleh karena kupon yang diterima Pegawai divisi pemasaran bemilai
Rp2. 700.000,00 (dua juta tujuh ratus ribu rupiah) maka selisih lebih
sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) merupakan penghasilan
berupa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura yang tidak
dikecualikan dart objek Pajak Penghasilan.
Penghitungan selisih lebih nilai kupon yang dikenai Pajak Penghasilan
adalah sebagai berikut:
Rp2. 700.000,00 - Rp2.500.000,00 = Rp200.000,00.
Contoh 2
PT BB memberikan makanan dan minuman kepada seluruh Pegawainya
di kantor dengan nilai Rpl.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah)
per Pegawai per bulan. Oleh karena Pegawai di diVisi transportasi
sebagian besar waktu kerjanya di luar kantor, PT BB memberikan kupon
makanan dan minuman sebagai pengganti dart makanan dan minuman
yang disediakan di kantor. Nilai kupon tersebut bernilai Rp2.300.000,00
(duajuta tiga ratus ribu rupiah) per Pegawai divisi transportasi per bulan.
Dalam hal ini, nilai kupon bagi Pegawai divisi transportasi yang
dikecualikan dart objek Pajak Penghasilan tidak boleh melebihi nilai
Rp2.000.000,00 (duajuta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (4) huruf a sehingga selisih lebih sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus
ribu rupiah) merupakan penghasilan berupa penggantian atau imbalan
dalam bentuk natura yang tidak dikecualikan dart objek Pajak
Penghasilan.
Penghitungan selisih lebih nilai kupon yang dikenai Pajak Penghasilan
adalah sebagai berikut:
jdih.kemenkeu.go.id
- 24 -
Batasan Nilai
Bulan Nilai Bingkisan
Akumulasi Nilai Bingkisan
Pemberian Nilai Bingkisan sebagai Objek
Bingkisan dikecualikan
Bingkisan PPh
dari Objek PPh
(al (bl (c) (d) (el = (cl - (d)
Februari -
(Tahun Rp500.000,00 Rp500.000,00 Rp500.000,00
Baro Imlek)
Maret Rpl.000.000,00 Rpl.000.000,00 -
Juni Rp4.000.000,00 Rp5.000.000,00 Rp3.000.000,00 Rp2.000.000,00
Agustus Rp2.000.000,00 Rp7.000.000,00 Rp2.000.000,00
)(
jdih.kemenkeu.go.id
- 25 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 26 -
Nomor (1)
(19)
(Nama/Jabatan/Tandatangan)
Tembusan:
Kepala Kantor Pelayanan Pajak ... ...............120J
jdih.kemenkeu.go.id
- 27 -
PETUNJUK PENGISIAN
FORMATSURATPERMOHONANPENETAPANDANPERPANJANGAN
PENETAPAN BERLOKASI USAI-IA DI DAERAH TERrENTU
I;
jdih.kemenkeu.go.id
- 28 -
KETERANGANIBl
JENIS PRASARANA KETERSEDIAAN KONDISI
NO. EKONOMIDAN
TIDAK TERSE- TIDAK
TRANSPORTASI UMUM LAYAKl7 l
TERSEDIAl6 l DIAl6 l LAYAKl7 l
A Prasarana Ekonomi
1 Listrik
2 Air b ersih
3 Perumahan yang dapat
disewa PeJ;l:awai
4 Rumah sakit dan/atau
Poliklinik
5 Sekolah
6 Tempat olahraga dan/ atau
hiburan yang bersifat
oermanen
7 Tempa t peribadatan
8 Pasar
B. Prasarana Transportasi
Umum
1 Jalan/jembatan
2 a. Pelabuhan/dermaga laut;
b. Pelabuhan/dermaga
sungai; atau
c. Pelabuhan udara
3 Transportasi umum
a . angkutan darat;
b. angkutan air; atau
c. angkutan udara.
(9)
(IO)
(11)
jdih.kemenkeu.go.id
- 29 -
PETUNJUK PENGISIAN
FORMAT PERNYATAAN KEADAAN PRASARANA EKONOMI DAN
TRANSPOITTASI UMUM DI LOKASI USAHA
Contoh:
PT DA telah membangun sendiri stadion futsal di dekat loka si
usaha untuk sarana olahraga Pegawai. Selain dart s tadion
futsal tersebut, tidak terdapat lagi sarana dalam radius
sampai dengan 5 (lima) kilometer dart lokasi usaha.
Pada kondisi tersebut, PT DA memberikan tanda checklist ( ✓)
·pada kolom ''TIDAK TERSEDIA" pada harts ''Tempat olahraga
dan/a tau hiburan" karena tidak ada tempat olahraga lain
selain yang telah dibangun PT DA.
jdih.kemenkeu.go.id
- 30 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 31 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 32 -
Kepala Kantor,
•••••••••••••••••••• • • (9)
Tembusan:
Kepala Kantor Pelayanan Pajak .............. ....(lOJ
jdih.kemenkeu.go.id
- 33 -
PETUNJUK PENGISIAN
FORMAT SURAT PERMINTAAN KELENGKAPAN DOKUMEN
Nomor (1) : Diisi dengan kepala surat Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja
Berstatus Pusat.
Nomor (2) : Diisi dengan nomor surat permintaan kelengkapan dart Kantor
Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (3) : Coret yang tidak sesuai.
Nomor (4) : Diisi dengan nama pemberi kerja/kuasa/wakil yang
mengajukan permohonan.
Nomor (5) : Diisi dengan alamat lengkap Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (6) : Diisi dengan nomor surat permohonan
penetapan/perpanjangan penetapan berlokasi di daerah
tertentu dart Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (7) : Diisi dengan tanggal surat permohonan
penetapan/perpanjangan penetapan berlokasi di daerah
tertentu dart Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (8) : Diisi dengan jenis dokumen yang harus dilengkapi Pemberi
Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (9) : Diisi dengan tanda tangan dan nama terang Kepala Kantor
Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (10) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemberi
Kerja Berstatus Pusat terdaftar.
jdih.kemenkeu.go.id
- 34 -
KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH DJP .... .... ... ...... .. .. 111
NOMOR KEP-... ... ...................... .121
TENTANG
PERSETUJUAN PENETAPAN BERLOKASI USAHA DI DAERAH TERTENTU
MEMUTUSKAN:
Menetapkan KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH DJP
......... .Ill TENTANG PERSETUJUAN PENETAPAN
BERLOKASI USAHA DI DAERAH TERTENTU.
KESATU Menyetujui permohonan penetapan berlokasi usaha di
daerah tertentu dari:
(4)
pemberi kerja
(5)
nomor pokok wajib pajak
alamat kantor pusat (6)
jdih.kemenkeu.go.id
- 35 -
·t tapan
D 1e k ct·1 .... . . c2 o1
pada tanggal ..... .(2 ll
KEPALA KANTOR,
(22)
jdih.kemenkeu.go.id
- 36 -
PETUNJUK PENGISIAN
FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN PENETAPAN BERLOKASI USAHA
DI DAERAH TEITTENTU
Nomor (1) : Diisi nama Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (2) : Diisi dengan nomor Keputusan Kepala Kantor Wilayah DJP
Pemberi Kerja Berstatus Pusat tentang Persetujuan Penetapan
Berlokasi Usaha di Daerah Tertentu.
Nomor (3) : Diisi dengan tanggal saat permohonan Pemberi Kerja Berstatus
Pusat telah diterima lengkap.
Nomor (4) : Diisi dengan nama Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (5) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemberi Kerja Berstatus
Pusat.
Nomor (6) : Diisi dengan alamat Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (7) : Diisi dengan identitas perpajakan yang diberikan oleh
Direktorat Jenderal Pajak kepada lokasi usaha pemberi kerja
yang ditetapkan sebagai daerah tertentu (contoh: Nomor Pokok
Wajib Pajak cabang atau nomor identitas tempat kegiatan
usaha).
Nomor (8) : Diisi dengan alamat lokasi usaha pemberi kerja yang
ditetapkan sebagai daerah tertentu.
Nomor (9) : Diisi dengan titik koordinat dart lokasi usaha sebagaimana
dimaksud pada nomor (8).
Nomor (10) : Diisi dengan nomor surat permohonan penetapan berlokasi
usaha di daerah tertentu.
Nomor (11) : Diisi dengan tanggal surat permohonan penetapan berlokasi
usaha di daerah tertentu.
Nomor (12) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan atas
permohonan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu.
Nomor (13) : Diisi dengan tanggal Laporan. Hasil Pemeriksaan atas
permohonan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu.
Nomor (14) : Diisi jangka waktu berlakunya surat keputusan persetujuan
penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu.
Nomor (15) : Diisi dengan:
a. frasa "ditetapkannya Keputusan Kepala Kantor ini'', apabila
keputusan persetujuan penetapan diterbitkan sebelum
jangka waktu penerbitan keputusan paling lama 4 (empat)
bulan setelah permohonan telah lengkap terlampaui, atau
b. bulan dan tahun saat jangka waktu penerbitan keputusan
selama 4 (empat) bulan terlampaui, apabila keputusan
persetujuan penetapan diterbitkan setelah jangka waktu
penerbitan keputusan selama 4 (empat) bulan terlampaui.
Contoh: apabila jangka waktu penerbitan keputusan paling
lama 4 (empat) bulan setelah permohonan telah lengkap
pada tanggal 31 Mei 2024 terlampaui, dan keputusan
persetujuan penetapan ditetapkan pada tanggal 4 Juni
2024 berdasarkan ketentuan Pasal 17 huruf b Peraturan
Menteri ini maka bagian Nomor (15) ini diisi dengan "Mei
tahun 2024".
Nomor (16) : Diisi bulan berakhirnya penetapan berlokasi usaha di daerah
tertentu.
Nomor (17) : Diisi tahun berakhirnya penetapan berlokasi usaha di daerah
tertentu.
jdih.kemenkeu.go.id
- 37 -
Nomor (18) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemberi
Kerja Berstatus Pusat terdaftar.
Nomor (19) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi lokasi usaha yang mendapatkan penetapan
lokasi usaha di daerah tertentu.
Nomor (20) : Diisi dengan kota Surat Keputusan persetujuan penetapan
tersebut dibuat.
Nomor (21) : Diisi dengan tanggal Surat Keputusan persetujuan penetapan
tersebut dibuat.
Nomor (22) : Diisi dengan tanda tangan dan nama terang Kepala Kantor
Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
jdih.kemenkeu.go.id
- 38 -
MEMUTUSKAN:
Menetapkan KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH DJP .. .. OJ
TENTANG PENOIAKAN .. .(3 l BERLO KASI USAHA DI
DAERAH TEITTENTU.
KESATU Menolak permohonan <3 l berlokasi usaha di daerah
tertentu dari:
pemberi kerja ·····························(5)
nomor pokok wajib pajak ········ ····· ········· ·······(6)
(7)
alamat kantor pusat
untuk lokasi usaha:
identitas alamat titik
perpajakan lokasi koordinat
usaha
........................(8) .......... ........ (9) .. ... .............. (10)
berdasarkan:
a. surat permohonan pemberi kerja nomor .. .. r111 tanggal
.•. .1121; dan
jdih.kemenkeu.go.id
- 39 -
(20)
jdih.kemenkeu.go.id
- 40 -
PETUNJUK PENGISIAN
FORMAT KEPUTUSAN PENOLAKAN PENETAPAN/PERPANJANGAN
PENETAPAN BERLOKASI USAHA DI DAERAH TERfENTU
Nomor (1) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja
Berstatus Pusat.
Nomor (2) : Diisi dengan nomor Keputusan Kepala Kantor Wilayah DJP
Pemberi Kerja Berstatus Pusat tentang Penolakan Penetapan
atau Penolakan Perpanjangan Penetapan berlokasi usaha di
Daerah Tertentu.
Nomor (3) : Diisi dengan:
a . kata "PENETAPAN", dalam hal surat keputusan dimaksud
merupakan surat keputusan penolakan penetapan
berlokasi usaha di daerah tertentu; atau
b. kata "PERPANJANGAN PENETAPAN", dalam hal surat
keputusan dimaksud merupakan surat keputusan
penolakan perpanjangan penetapan berlokasi usaha di
daerah tertentu.
Nomor (4) : Diisi dengan tanggal saat permohonan Pemberi Kerja Berstatus
Pusat telah diterima lengkap.
Nomor (5) : Diisi dengan nama Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (6) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemberi Kerja Berstatus
Pusat.
Nomor (7) : Diisi dengan alamat Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (8) : Diisi dengan identitas perpajakan yang diberikan oleh
Direktorat Jenderal Pajak kepada lokasi usaha pemberi kerja
yang ditolak permohonan penetapan/perpanjangan penetapan
sebagai daerah tertentu (contoh: Nomor Pokok Wajib Pajak
cabang a tau nomor identitas ternpat kegiatan usaha).
Nomor (9) : Diisi dengan alamat lokasi usaha yang ditolak untuk ditetapkan
sebagai lokasi usaha di daerah tertentu.
Nomor (10) : Diisi dengan titik koordinat dari lokasi usaha sebagaimana
dimaksud pada nomor (9).
Nomor (11) : Diisi dengan nomor surat permohonan
penetapan/perpanjangan penetapan berlokasi usaha di daerah
tertentu.
Nomor (12) : Diisi dengan tanggal surat permohonan
penetapan/perpanjangan penetapan berlokasi usaha di daerah
tertentu.
Nomor (13) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan atas
permohonan penetapan/perpanjangan penetapan berlokasi
usaha di daerah tertentu.
Nomor (14) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan atas
permohonan penetapan/perpanjangan penetapan berlokasi
usaha di daerah tertentu.
Nomor (15) : Diisi dengan alasan penolakan permohonan.
Nomor (16) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemberi
Kerja Berstatus Pusat terdaftar.
Nomor (1 7) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi lokasi usaha berada.
Nomor (18) : Diisi dengan kota Keputusan penolakan tersebut dibuat.
Nomor (19) : Diisi dengan tanggal Keputusan penolakan tersebut dibuat.
Nomor (20) : Diisi dengan tanda tangan dan nama terang Kepala Kantor
Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
jdih.kemenkeu.go.id
- 41 -
MEMUTUSKAN:
Menetapkan KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH DJP 111
TENTANGPERSETUJUANPERPANJANGANPENETAPAN
BERLOKASI USAHA DI DAERAH TERfENTU.
KESATU Menyetujui permohonan perpanjangan
6
/Memperpanjang! l penetapan berlokasi usaha di daerah
tertentu dart:
(71
pemberi kerja
(81
nomor pokok wajib pajak
(91
alamat kantor pusat
untuk lokasi usaha:
identitas alamat titik koordinat
perpajakan lokasi
usaha
(101 ... ............(11]
·············· ·· ·······
(121
··· ·· ·············
jdih.kemenkeu.go.id
- 42 -
berdasarkan:
a. surat permohonan pemberi kerja nomor 11 3 l
tanggal ... .1 l ; dan
14
KEPALA KANTOR,
12 6)
jdih.kemenkeu.go.id
- 43 -
PETUNJUK PENGISIAN
FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN PERPANJANGAN PENETAPAN
BERLOKASI USAHA DI DAERAH TERrENTU
Nomor (1) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja
Berstatus Pusat.
Nomor (2) : Diisi dengan nomor keputusan persetujuan perpanjangan
penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu.
Nomor (3) : Diisi dengan jenis keputusan persetujuan penetapan berlokasi
usaha di daerah tertentu yang telah dimiliki Pemberi Kerja
Berstatus Pusat (contoh: Keputusan Direktur Jenderal Pajak,
Keputusan Kepala Kantor Wilp.yah DJP Jakarta Timur)
Nomor (4) : Diisi dengan nomor keputusan persetujuan penetapan
berlokasi usaha di daerah tertentu yang telah dimiliki Pemberi
Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (5) : Diisi dengan tanggal keputusan persetujuan penetapan
berlokasi usaha di daerah tertentu yang telah dimiliki Pemberi
Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (6) : Digunakan:
a. frasa "Menyetujui permohonan perpanjangan", dalam hal
perpanjangan berdasarkan permohonan perpanjangan yang
diajukan pemberi kerja selain pemberi kerja pemegang izin
pertambangan tertentu; atau
b . frasa "Memperpanjang", dalam hal perpanjangan secara
jabatan yang diberikan pada lokasi usaha dart pemberi
kerja pemegang izin pertambangan tertentu.
Nomor (7) : Diisi dengan nama Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (8) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemberi Kerja Berstatus
Pusat.
Nomor (9) : Diisi dengan alamat Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (10) : Diisi dengan identitas perpajakan yang diberikan Direktorat
Jenderal Pajak kepada lokasi usaha yang ditetapkan sebagai
daerah tertentu (contoh: Nomor Pokok Wajib Pajak cabang atau
nomor identitas ternpat kegiatan usaha) .
Nomor (11) : Diisi dengan alamat lokasi usaha yang ditetapkan sebagai
daerah tertentu.
Nomor (12) : Diisi dengan titik koordinat dari lokasi usaha sebagaimana
dimaksud pada nomor (11).
Nomor (13) : Diisi dengan nomor surat :
a. permohonan perpanjangan penetapan berlokasi usaha di
daerah tertentu, bagi pemberi kerja selain pemberi kerja
pemegang izin pertambangan tertentu; atau
b. permohonan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu,
bagi pemberi kerja pemegang izin pertambangan tertentu.
Nomor (14) : Diisi dengan tanggal surat:
a. permohonan perpanjangan penetapan berlokasi usaha di
daerah tertentu, bagi pemberi kerja selain pemberi kerja
pemegang izin pertambangan tertentu; atau
b. permohonan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu,
bagi pemberi kerja pemegang izin pertambangan tertentu.
Nomor (15) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan perpanjangan
penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu.
Nomor (16) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan perpanjangan
penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu.
jdih.kemenkeu.go.id
- 44 -
jdih.kemenkeu.go.id
- 45 -
Nomor : ..... .......... ... ...... ..... ....... ....... .. /20... ...121
Sifat : Sangat Segera
Hal : Pemberitahuan Penghentian Perpanjangan Berlokasi
Usaha di Daerah Tertentu
................ ...... (1 51
Tembusan:
1. Kepala Kantor Wilayah DJP ..... .1161
2 . Kepala Kantor Pelayanan Pajak ...... 11 71
3 . Kepala Kantor Pelayanan Pajak ..... .11 81
jdih.kemenkeu.go.id
- 46 -
PETUNJUK PENGISIAN
FORMATSURATPEMBERITAHUANPENGHENTIANPERPANJANGAN
BERLOKASI USAHA DI DAERAH TERTENTU
Nomor (1) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja
Berstatus Pusat.
Nomor (2) : Diisi dengan nomor surat pemberitahuan penghentian
perpanjangan berlokasi usaha di daerah tertentu.
Nomor (3) : Diisi dengan nama pemberi kerja/kuasa/wakil yang
merupakan pemberi kerja pemegang izin pertambangan
tertentu.
Nomor (4) : Diisi dengan alamat lengkap Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (5) : Diisi dengan nomor surat keputusan persetujuan
penetapan/perpanjangan penetapan.
Nomor (6) : Diisi dengan tanggal surat keputusan persetujuan
penetapan/perpanjangan penetapan.
Nomor (7) : c6ret yang tidak perlu.
Nomor (8) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan.
Nomor (9) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
Nomor (10) : Diisi dengan bulan dan tahun berakhirnya pemberlakuan
surat keputusan persetujuan penetapan/perpanjangan
penetapan terkait
Nomor (11) : Diisi dengan bulan dan tahun berikutnya dart bulan dan tahun
berakhirnya pemberlakuan surat keputusan persetujuan
penetapan/perpanjangan penetapan terkait.
Nomor (12) : Diisi dengan identitas perpajakan yang diberikan Direktorat
Jenderal Pajak kepada lokasi usaha yang disebutkan dalam
keputusan persetujuan penetapan/perpanjangan penetapan
terkait.
Nomor (13) : Diisi dengan alamat lokasi usaha yang disebutkan dalam
keputusan persetujuan penetapan/perpanjangan penetapan
terkait.
Nomor (14) : Diisi dengan titik koordinat lokasi usaha yang disebutkan
dalam keputusan persetujuan penetapan/perpanjangan
penetapan terkait.
Nomor (15) : Diisi dengan tanda tangan dan nama terang Kepala Kantor DJP
Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Nomor (16) : Diisi dengan nama Kantor DJP Wilayah DJP Lokasi.
Nomor (17) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat Pemberi
Kerja Berstatus Pusat terdaftar.
Nomor (18) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi lokasi usaha yang dihentikan perpanjangan
penetapan lokasi usaha di daerah tertentu.
jdih.kemenkeu.go.id
- 47 -
Contoh 1
Nona JA seorang bintang iklan menandatangani kontrak dengan PT JZ,
sebuah perusahaan kosmetik, untuk mengiklankan produk kosmetiknya di
sosial media. Atas jasanya tersebut, pada bulan Desember 2023 Nona JA
menerima penggantian atau imbalan dalam bentuk paket alat-alat kosmetik
dart PT JZ. Harga pokok penjualan alat-alat kosmetik diketahui sebesar
Rpl0.000.000,00 (sepuluhjuta rupiah).
Dalam hal ini, Nona JA menerima penghasilan dalam bentuk natura pada
bulan Desember 2023 yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 sebesar
Rpl0.000.000,00 (sepuluhjuta rupiah).
Contoh 2
PT JB memberikan jasa pembasmian hama kepada PT JY. Atas jasanya ini,
pada bulan Agustus 2023 PT JB menerima penggantian atau imbalan dalam
bentuk seperangkat pestisida dan alat-alat pembasmi hama dart PT JY.
Harga pokok penjualan seperangkat pestisida dan alat-alat pembasmi hama
tersebut diketahui sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah).
Dalam hal ini, PT JB menerima penghasilan dalam bentuk natura pada bulan
Agustus 2023 yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah).
Contoh 3
Pada bulan September 2023, PT JC memberikan fasilitas apartemen kepada
Nyonya JX selaku Pegawainya. Apartemen tersebut disewa PT JC dart pihak
ketiga secara bulanan. Selama bulan September 2023, biaya-biaya terkait
fasilitas apartemen tersebut yang dikeluarkan PT JC terdiri dart:
1. Biaya sewa apartemen Rp50.000.000,00
2. Biaya pemeliharaan lingkungan Rpl5.000.000,00
3. Biaya utilitas (tagihan listrik, air, dan
internet) Rpl0.000.000,00 +
4. Total biaya Rp75.000.000,00
Diketahui bahwa kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu berupa
fasilitas tempat tinggal dengan hak penggunaan dipegang oleh perseorangan
(individual) antara lain berbentuk apartemen dikecualikan dart objek Pajak
Penghasilan sepanjang diterima atau diperoleh Pegawai dart pemberi kerja
dan bernilai secara keseluruhan tidak lebih dart Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah) untuk tiap Pegawai dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.
Oleh karena itu, penghasilan berupa penggantian atau imbalan dalam
bentuk kenikmatan berupa fasilitas apartemen yang diterima Nyonya JX
pada bulan September 2023 yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21
sebesar Rp73.000.000,00 (tujuh puluh tiga juta rupiah) dengan
penghitungan sebagai berikut:
Rp75.000.000,00- Rp2.000.000,00 = Rp73.000.000,00.
Contoh 4
Tuan JD merupakan manajer eksekutif yang telah bekerja selama 4 (empat)
tahun di PT JQ. Tuan JD tidak memiliki penyertaan modal pada PT JQ. Mulai
Januart 2025, Tuan JD menerima fasilitas kendaraan berupa mobil sedan.
Berdasarkan informasi divisi keuangan diketahui bahwa data penghasilan
bruto Tuan JD dart PT JQ dalam bentuk uang, natura, dan fasilitas termasuk
fasilitas kendaraan serta penghasilan bruto rata-rata Tuan JD dart PT JQ
dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebagai berikut:
jdih.kemenkeu.go.id
- 48 -
Contoh 5
Nona JE merupakan Pegawai baru yang mulai bekerja pada PT JO pada
tanggal 2 Januari 2025 dan tidak memiliki penyertaan modal pada PT JO.
Nona JE memperoleh fasilitas kendaraan berupa mobil SUV keluaran
terbaru. Oleh karena Nona JE merupakan Pegawai baru maka contoh
perhitungan rata-rata penghasilan bruto sebagai dasar penentuan objek
Pajak Penghasilan atas kenikmatan fasilitas kendaraan dari pemberi kerja
seb a~ai b eriku:
t
Bulan
Penghasilan Bruto dart PT JO Penghasilan
yang
Rata-rata
Bulan Nilai Diperhitungkan
Penghasilan
Peng- Penghasilan Nilai Fasilitas Jumlah dalam
Bruto
hasilan Selain Fasilitas Kendaraan Penghasilan Menghitung
(dalam rupiah)
Kendaraan (dalam rupiah) (dalam rupiah) Rata-rata
(dalam rupiah) Penghasilan
Bruto
Januart 70.000.000,00 20.000.000,00 90.000.000,00 90.000.000,00 Januart 2025
2025
Februart 80.000.000,00 22.000.000,00 102.000.000,00 96.000.000,00 Januart sampai
2025 dengan
Februart 2025
Maret 100.000.000,00 20.000.000,00 120.000.000,00 104.000.000,00 Januart sampai
2025 dengan Maret
2025
Berdasarkan data rata-rata penghasilan bruto tersebut maka dapat
diketahui hubungan kenikmatan berupa fasilitas kendaraan beserta status
fasilitas kendaraan tersebut sebagai objek Pajak Penghasilan adalah sebagai
berikut:
Bulan Nilai Fasilitas Status Objek Pajak
Keterangan
Penghasilan Kendaraan Penghasilan
Januart 2025 Rp20.000.000,00 Dikecualikan dart Rata-rata penghasilan bruto
objek Pajak 12 (dua belas) bulan terakhir
Peng:hasilan kurang dart
Februart 2025 Rp22.000.000,00 Dikecualikan dart Rp 100.000.000,00
objek Pajak
Pen,ghasilan
jdih.kemenkeu.go.id
- 49 -
Nilai Fasilitas
Nilai Bruto Batasan
Apartemen sebagai
Fasilitas Fasilitas
Bulan Objek Pajak
Apartemen Apartemen
Penghasilan
(Rp) (Rp)
(Rp)
(a) (b) (c) (d) = (b)-(c)
Januari 10.000.000 2.000.000 8.000.000
Februart 10.000.000 2.000.000 8 .000.000
Maret 10.000.000 2.000.000 8 .000.000
April 10.000.000 2.000.000 8 .000.000
Mei 10.000.000 2.000.000 8.000.000
Juni 10.000.000 2.000.000 8.000.000
Juli 10.000.000 2.000.000 8.000.000
Agustus 10.000.000 2.000.000 8.000.000
If
jdih.kemenkeu.go.id
- 50 -
Contoh 1
Tuan MA memiliki sebuah bangunan yang difungsikan sebagai gedung
kantor yang beralamat di Jalan Cempedak Nomor 14, Jakarta Pusat. Pada
tahun 2024, Tuan MA menyewakan gedung kantor tersebut kepada PT MZ,
sebuah perusahaan perdagangan bahan material. Di dalam kontrak,
disebutkan bahwa masa sewa adalah 1 Januart 2024 sampai dengan 31
I/
jdih.kemenkeu.go.id
- 51 -
Contoh 2
PT MB merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT
MB memberikan jasa konstruksi berupa jasa pembangunan gudang kepada
PT MY, sebuah perusahaan produsen ekskavator, yang dimulai
pembangunannya pada tanggal 1 Januart 2025. Atas jasa konstruksi
tersebut, di dalam kontrak disebutkan bahwa PT MY akan memberikan
penggantian atau imbalan berupa lima buah ekskavator kepada PT MB saat
proses konstruksi selesai. Proses konstruksi selesai pada 6 Desember 2025
dan PT MY menyerahkan lima buah ekskavator kepada PT MB.
Atas penghasilan berupa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
yang diterima oleh PT MB berupa ekskavator dipotong PPh Final Pasal 4 ayat
(2) atas jasa konstruksi pada akhir bulan dilakukan pengalihan ekskavator,
yaitu pada akhir bulan Desember 2025.
Contoh 3
Nona MC, seorang artis, memberikan jasa promosi berbayar (paid promote)
kepada Hotel MX. Atas jasa promosi berbayar tersebut, Nona MC
mendapatkan imbalan berupa 8 (delapan) voucer yang dapat digunakan
untuk menginap di hotel tersebut selama 8 (delapan) malam.
Kontrak jasa promosi berbayar ditandatangani pada 1 Januart 2024 dan
pada saat itu juga diserahkan 8 (delapan) voucer hotel tersebut.
Atas pemberian kenikmatan dalam bentuk fasilitas menginap berupa 8
(delapan) voucer menginap yang diserahkan pada 1 Januart 2024, dilakukan
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada akhir bulan penyerahan hak
untuk memanfaatkan voucer menginap kepada penerima, yaitu akhir bulan
Januart 2024.
Contoh 4
Nona MD memberikan jasa penilaian kepada PT MW. Sebagai imbalan atas
jasa tersebut, Nona MD diberikan kenikmatan berupa fasilitas keanggotaan
golf selama satu tahun. Penyerahan hak atas fasilitas keanggotaan golf dart
PT MW kepada Nona MD adalah pada 4 Maret 2024. Atas kenikmatan
tersebut, Nona MD dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 pada akhir bulan
terjadinya penyerahan hak atas pemanfaatan fasilitas keanggotaan golf,
yaitu akhir bulan Maret 2024.
Contoh 5
Tuan ME adalah seorang Direktur Operasional pada PT MV. Atas jabatan
tersebut, selama tahun 2024, Tuan ME mendapatkan fasilitas keanggotaan
lapangan golf sebagai bentuk imbalan sehubungan dengan pekerjaan.
Sesuai perjanjian kerja, imbalan Tuan ME diberikan tiap bulan dalam bentuk
uang maupun selain uang.
Atas kenikmatan berupa fasilitas keanggotaan golf yang diberikan PT MV
kepada Tuan ME, dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 setiap
akhir bulan atas bagian hak pemanfaatan fasilitas golf yang telah diterima
Tuan ME.
jdih.kemenkeu.go.id
- 52 -
Contoh 6
Nyonya MF merupakan Pegawai yang menduduki jabatan sebagai sekretaris
direktur pada PT MU. Nyonya MF mendapat fasilitas perawatan kecantikan
sebagai salah satu imbalan sehubungan dengan pekerjaan. PT MU bekerja
sama dengan Klinik MT untuk menyediakan fasilitas perawatan kecantikan.
Atas tagihan biaya perawatan kecantikan Nyonya MF ditanggung oleh PT MU
dan dibayar PT MU langsung kepada Klinik MT.
Pada tanggal 8 Oktober 2024, Nyonya MF melakukan perawatan yang
pertama kalinya dan dilanjutkan pada tanggal 15 Desember 2024 untuk
perawatan kecantikan yang kedua.
Atas kenikmatan berupa pemanfaatan fasilitas perawatan kecantikan pada:
a. tanggal 8 Oktober 2024 dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 pada akhir bulan Oktober 2024; dan
b. tanggal 15 Desember 2024 dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 pada akhir bulan Desember 2024.
jdih.kemenkeu.go.id