67 TAHUN 2016
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2016
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
2
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 67 TAHUN 2016
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
kebutuhan hukum;
Penanggulangan Tuberkulosis;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
Nomor 5679);
Nomor 3447);
Nomor 5542);
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
MEMUTUSKAN:
PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pasal 2
BAB II
Pasal 3
tahun 2050.
REPUBLIK INDONESIA
-5-
Penanggulangan TB.
BAB III
KEGIATAN PENANGGULANGAN TB
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
Penanggulangan TB.
perorangan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
Pasal 5
Bagian Kedua
Kegiatan
Pasal 6
a. promosi kesehatan;
b. surveilans TB;
Paragraf 1
Promosi Kesehatan
Pasal 7
ditujukan untuk:
kebijakan;
program; dan
c. memberdayakan masyarakat.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
-7-
penanggulangan TB.
Paragraf 2
Surveilans TB
Pasal 8
dan efisien.
berbasis kejadian.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
TB.
(4) Surveilans TB berbasis kejadian sebagaimana
Pasal 9
Kesehatan.
Paragraf 3
Pasal 10
penyakit TB.
cara:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
-9-
Paragraf 4
Pasal 11
Pelayanan Kesehatan.
pasien TB.
Pasal 12
pasien.
pengobatan; dan/atau
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
10
-10-
d. pelacakan kasus mangkir.
Pasal 13
kesehatan.
Paragraf 5
Pemberian Kekebalan
Pasal 14
Paragraf 6
Pasal 15
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
11
-11-
(enam) bulan.
perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pasal 16
SUMBER DAYA
Bagian Kesatu
Pasal 17
Penanggulangan TB.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
12
-12-
Bagian Kedua
Pasal 18
e. reagensia.
Pasal 19
a. penegakan diagnosis;
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
13
-13-
Bagian Ketiga
Pendanaan
Pasal 20
Bagian Keempat
Teknologi
Pasal 21
a. pengembangan diagnostik;
b. pengembangan obat;
BAB V
SISTEM INFORMASI
Pasal 22
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
14
-14-
Pasal 23
Puskesmas setempat.
setempat.
pengendalian penyakit.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
15
-15-
BAB VI
Pasal 24
maupun kabupaten/kota.
a. advokasi;
b. penemuan kasus;
c. penanggulangan TB;
f. peningkatan KIE;
g. meningkatkan kemampuan kewaspadaan dini
i. sistem rujukan.
BAB VII
Pasal 25
(PHBS);
Tuberkulosis; dan
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
16
-16-
Kesehatan.
dilakukan dengan:
BAB VIII
Pasal 26
a. epidemiologi;
b. humaniora kesehatan;
c. pencegahan penyakit;
f. biomedik;
g. dampak sosial ekonomi;
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
17
-17-
BAB IX
Pasal 27
masing-masing.
peraturan perundang-undangan.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pasal 29
diundangkan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
18
-18-
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Diundangkan di Jakarta
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
19
- 19 -
LAMPIRAN
REPUBLIK INDONESIA
PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
BAB I
PENDAHULUAN
1995.
9,6 juta kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah
kematian/tahun.
diperkirakan sebanyak 6700 kasus yang berasal dari 1,9% kasus TBRO dari kasus baru TB dan ada 12%
kasus TB-RO dari TB dengan
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
20
- 20 -
pengobatan ulang.
antara lain:
baku.
tahun 1990 sebesar > 900 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
21
- 21 -
yang sudah tercapai. Untuk itu perlu upaya yang lebih besar dan
1. Kuman Penyebab TB
0,6 mikron.
minus 70°C.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
22
- 22 -
2. Penularan TB
a. Sumber Penularan TB
– 1.000.000 M.tuberculosis.
1) Paparan
2) Infeksi
tergantung dari:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
23
- 23 -
4) Meninggal dunia
penyakit penyerta.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
24
- 24 -
BAB II
1. Tujuan
2. Target
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
25
- 25 -
1. Strategi
nasional TB meliputi:
Case holding
yang tinggi.
pusat
daerah
TB
dan masyarakat
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
26
- 26 -
1) SDM
2) Logistik
3) Regulasi dan pembiayaan
(B/BKPM).
penanggulangan TB
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
27
- 27 -
Koordinasi TB.
kesehatan nasional.
2035.
REPUBLIK INDONESIA
28
- 28 -
BAB III
PROMOSI KESEHATAN
A. Sasaran
sebagai berikut:
tuntas.
b. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lainlain) untuk meningkatkan capaian
program TB.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
29
- 29 -
1. Pemberdayaan masyarakat
2. Advokasi
dengan tujuan:
politik
program penanggulangan TB
3. Kemitraan
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
30
- 30 -
C. Pelaksanaan
mempertimbangkan:
c. Indera Penerima
1) Metode melihat/memperhatikan.
dan lain-lain.
2) Metode mendengarkan.
3) Metode kombinasi.
mengeluarkan dahak.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
31
- 31 -
2. Media Komunikasi
3. Sumber Daya
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
32
- 32 -
BAB IV
penanggulangan TB.
sumber daya manusia (SDM) yang saling berkaitan dan dikelola secara
diproses menjadi bentuk yang mengandung nilai dan makna yang berguna
A. Surveilans TB
Surveilans
Rutin
Pengelolaan Data
Monitoring
Program
(indikator)
Penelitian
Operasional
Penelitian
ilmiah (dasar)
Penyajian
Data
Pemecahan masalah,
Tindak lanjut,
Perencanaan
Estimasi dan
Proyeksi
Surveilans
Non Rutin
(Survei: Periodik
dan Sentinel)
Sistem Surveilans
TB
Evaluasi program TB
Penelitian TB
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
33
- 33 -
A. Surveilans TB
meliputi:
generik.
sebagai berikut:
a. Pencatatan dan Pelaporan TB Sensitif Obat
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
34
- 34 -
(TB.05).
Pindahan (TB.10).
Faskes).
Kab/Kota).
REPUBLIK INDONESIA
35
- 35 -
Kab/Kota).
negeri.
3) Pelaporan di Provinsi
Provinsi).
pelaksana MTPTRO:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
36
- 36 -
(TB.05).
(TB.05).
Kabupaten/Kota.
Kab/Kota).
(TB.07 MDR).
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
37
- 37 -
5) Pelaporan di Provinsi
Provinsi).
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
38
- 38 -
tersedia.
rombongan tersebut.
yang tepat.
B. Notifikasi Wajib (Mandatory Notification)
melalui sistem elektronik sesuai dengan tata cara dan sistem yang
identitas pasien TB. Notifikasi wajib pasien TB untuk FKTP (klinik dan
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
39
- 39 -
FKTP (klinik dan dokter praktik mandiri) maka harus disiapkan sistem
baku.
membina pelaksanaan sistem notifikasi wajib di wilayahnya masingmasing sebagai bagian rutin kegiatan
tim PPM.
membaca dan menilai laporan rutin maupun laporan tidak rutin, serta
sasaran.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
40
- 40 -
2. Indikator Program TB
a. Indikator Dampak
1) Angka Prevalensi TB
2) Angka Insidensi TB
3) Angka Mortalitas TB
b. Indikator Utama
adalah:
REPUBLIK INDONESIA
41
- 41 -
HIV
c. Indikator Operasional
metode konvensional
selama pengobatan TB
silang
pencegahan INH
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
42
- 42 -
Administrasi
Pemanfaatan
Indikator
Faskes Kab/
Kota
Prov Pusat
12345678
Indikator Utama
Cakupan
pengobatan semua
kasus TB (case
detection rate/CDR)
yang diobati
TB.07,
Perkiraan
jumlah
semua kasus
TB (insiden)
Triwulan
Tahunan
√√√√
Angka notifikasi
semua kasus TB
(case notification
rate/CNR) yang
penduduk
TB.07, data
jumlah
penduduk
Triwulan
Tahunan
√√√√
Angka keberhasilan
pengobatan pasien
TB semua kasus
TB.08
Triwulan
Tahunan
√√√√
Cakupan
penemuan kasus
TB resistan obat
TB.06,
TB.07tahun
sebelumnya
Triwulan
Tahunan
√√√√
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
43
- 43 -
Pemanfaatan
Indikator
Faskes Kab/
Kota
Prov Pusat
12345678
untuk
membuat
perkiraan
kasus TB
resistan obat
Angka keberhasilan
pengobatan pasien
TB resistan obat
TB.08 MDR
Triwulan
Tahunan
√√√√
Persentase pasien
TB yang
mengetahui status
HIV
TB.07 Blok 3
Triwulan
Tahunan
√√√√
Indikator Operasional
1
Persentase kasus
pengobatan ulang
TB yang diperiksa
molukuler atau
metode
konvensional
TB.03, TB.06
Triwulan
Tahunan
√√√√
Persentase kasus
TB resistan obat
yang memulai
pengobatan lini
kedua
TB.07 MDR,
TB.06
Triwulan
Tahunan
√√√√
Persentase pasien
TB-HIV yang
mendapatkan ARV
selama pengobatan
TB
TB.08 blok 2
Triwulan
Tahunan
√√√√
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
44
- 44 -
Pemanfaatan
Indikator
Faskes Kab/
Kota
Prov Pusat
12345678
Persentase
laboratorium
mikroskopik yang
mengikuti uji
silang
TB.12
kabupaten/
kota
Triwulan
Tahunan - √ √ √
Persentase
laboratorium
mikroskopis yang
mengikuti uji
baik
TB.12
kabupaten/
kota
Triwulan - √ √ √
Cakupan
penemuan kasus
TB anak
TB.07,Perkira
an jumlah
kasus TB
anak,
Perkiraan
jumlah
semua kasus
TB (insiden)
Triwulan
Tahunan - √ √ √
Jumlah kasus TB
yang ditemukan di
Lapas/Rutan
Laporan
triwulan TB
di
lapas/rutan
Triwulan
Tahunan
√√√√
tahun yang
mendapat
pengobatan
pencegahan INH
Rekapitulasi
data TB. 16
(register
kontak),
perkiraan
jumlah anak
< 5 tahun
yang
memenuhi
Triwulan
Tahunan - √ √ √
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
45
- 45 -
Pemanfaatan
Indikator
Faskes Kab/
Kota
Prov Pusat
12345678
syarat
diberikan
pengobatan
pencegahan
TB
Persentase kasus
TB yang ditemukan
masyarakat atau
organisasi
kemasyarakatan
TB.03
Triwulan
Tahunan
√√√√
3. Analisis Indikator
a. Indikator Dampak
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
46
- 46 -
Catatan:
b. Indikator Utama
1) Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection
(insiden).
Rumus:
dilaporkan x 100%
REPUBLIK INDONESIA
47
- 47 -
Rumus:
dilaporkan x 100.000
penduduk tertentu
suatu wilayah.
Rumus:
dilaporkan
Angka kesembuhan semua kasus yang harus
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
48
- 48 -
Rumus:
x 100%
TB lini kedua.
Rumus:
TB resisten obat.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
49
- 49 -
laporan TB.07.
Rumus:
c. Indikator operasional
metode konvensional
periode pelaporan.
- 49 -
laporan TB.07.
Rumus:
c. Indikator operasional
metode konvensional
periode pelaporan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
50
- 50 -
Rumus:
x 100%
Rumus:
memulai pengobatan.
selama pengobatan TB
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
51
- 51 -
Rumus:
x 100%
silang
Adalah jumlah kabupaten/kota yang mencapai
Rumus:
1 tahun
x 100%
pemeriksaan mikroskopis.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
52
- 52 -
Rumus:
silang.
Rumus:
ditemukan x 100%
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
53
- 53 -
Rumus:
Rumus:
REPUBLIK INDONESIA
54
- 54 -
BAB V
pasien TB, khususnya TB paru pada saat dia bicara, batuk dan bersin dapat
dahak. Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik
produktif.
karena sebab apapun, misalnya usia lanjut, ibu hamil, koinfeksi dengan HIV, penyandang diabetes
mellitus, gizi buruk,
c. Perilaku:
risiko penularan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
55
- 55 -
2,2 kali.
3. Faktor lingkungan:
masyarakat.
diabetes, dll.
tahun
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
56
- 56 -
yaitu:
dan surveilans.
komprehensif.
yang dibutuhkan.
REPUBLIK INDONESIA
57
- 57 -
alur pelayanan.
benar.
1) Ventilasi Alamiah
2) Ventilasi Mekanik
3) Ventilasi campuran
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
58
- 58 -
yang cocok.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
59
- 59 -
BAB VI
PENEMUAN KASUS
akan keluhan dan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya
A. Strategi Penemuan
berupa:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
60
- 60 -
B. Diagnosis
penunjang lainnya.
meliputi:
langsung.
paru.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
61
- 61 -
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Bakteriologi
rawat inap.
3) Pemeriksaan Biakan
tuberkulosis (M.tb).
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
62
- 62 -
ekstraparu.
internasional.
d. Pemeriksaan serologis
cepat molekuler
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
63
- 63 -
Terduga TB
Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya
Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)
Sensitive
Resistance
MTB Neg
TB Pre
XDR
TB XDR
Lanjutkan Pengobatan
TB RO
(+ +)
(+ -)
(- -)
TB Terkonfirmasi
Bakteriologis
Foto Toraks
(Mengikuti alur
yang sama
dengan alur
pada hasil
pemeriksaan
mikrokopis BTA
negatif (- -) )
Tidak bisa
dirujuk
Foto
Toraks
TB RR
TB RR;
TB MDR
Pengobatan TB RO
Pengobatan
TB Lini 1
Terapi
Antibiotika
Non OAT
Ada
Perbaikan
Klinis
Tidak Ada
Perbaikan
Klinis, ada
faktor risiko
pertimbangan
dokter
Gambaran
Mendukung
TB
kemungkinan penyebab
penyakit lain
penyebab
penyakit lain
Pengobatan
TB Lini 1
TB
Terkonfirmasi
Klinis
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis maupun
klinis adalah pemeriksaan
HIV dan gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
Indeterminate
Ulangi
pemeriksaan
TCM
TB
Terkonfirmasi
Klinis
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
64
- 64 -
Keterangan alur:
underdiagnosis.
serologis.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
65
- 65 -
Laboratorium LPA untuk pemeriksaan uji kepekaan Lini2 dengan metode cepat)
konvensional
lain.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
66
- 66 -
(TCM) TB
menggunakan mikroskop.
Sewaktu-Pagi.
3) BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji
oleh dokter.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
67
- 67 -
c. Diagnosis TB ekstraparu:
lainnya.
1) Terduga TB-RO
Terduga TB-RO adalah pasien yang memiliki risiko
bulan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
68
- 69 -
a) Batuk ≥ 2 minggu
b) Demam ≥ 2 minggu
sebelumnya
• Batuk ≥ 2 minggu
• Demam ≥ 2 minggu
• Malaise ≥ 2 minggu
adekuat .
Pemeriksaan
dan/atau ujituberkulin*)
jelas kontak TB
paru **
Uji tuberkulin
(+) dan/atau
Ada kontak
TB paru **
TB anak
terkonfirmasi
bakteriologis
Sistem skoring
Ada
kontak
TB paru **
Uji tuberkulin
ada
kontak TB
paru **
TB anak
klinis
Terapi OAT***
- 68 -
(lalai berobat/default).
berikut:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
69
- 69 -
a) Batuk ≥ 2 minggu
b) Demam ≥ 2 minggu
sebelumnya
• Batuk ≥ 2 minggu
• Demam ≥ 2 minggu
• Malaise ≥ 2 minggu
Pemeriksaan
dan/atau ujituberkulin*)
jelas kontak TB
paru **
Uji tuberkulin
(+) dan/atau
Ada kontak
TB paru **
TB anak
terkonfirmasi
bakteriologis
Sistem skoring
Ada
kontak
TB paru **
Uji tuberkulin
kontak TB
paru **
TB anak
klinis
Terapi OAT***
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
70
- 70 -
Keterangan:
bakteriologis
Parameter 0 1 2 3 Skor
keluarga,
BTA(-)/BTA
tidak
jelas/tidak tahu
BTA(+)
Uji tuberculin
(Mantoux)
mm atau ≥5
mm pada
Imuno
kompromais)
Berat Badan/
Keadaan Gizi
- BB/TB<90%
atau
BB/U<80%
Klinis gizi
buruk atau
BB/TB<70%
atau
BB/U<60%
diketahui
Penyebabnya
- ≥2 minggu - -
limfekolli, aksila,
Inguinal
- ≥1 cm, lebih
dari 1
KGB,tidak
nyeri
--
Pembengkakan
tulang/sendi panggul,
lutut, falang
- Ada
pembengkakan
--
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
71
- 71 -
kelainan
tidak jelas
Gambaran
sugestif
(mendukung)
TB
--
Skor Total
Penjelasan:
dilakukan 2 kali, dan dinyatakan positif jika satu contoh uji diperiksa
anak.
dan sebagainya.
perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada saat
diagnosis.
TB tanpa ko-morbid.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
72
- 72 -
di atas.
1) Diagnosis HIV pada pasien TB
komprehensif.
dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: Providerinitiated HIV testing and counselling (PITC= Tes HIV
HIV.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
73
- 73 -
bertujuan untuk:
1. Definisi kasus TB
bakteriologis.
harus dicatat.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
74
- 74 -
2) Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan
bakteriologis.
1) Tuberkulosis paru :
pasien TB paru.
2) Tuberkulosis ekstraparu:
tuberculosis.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
75
- 75 -
proses TB terberat.
28 dosis).
diketahui.
diketahui.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
76
- 76 -
pertama saja.
Catatan:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
77
- 77 -
Catatan:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
78
- 78 -
BAB VII
PENANGANAN KASUS
1. Pengobatan TB
pengobatan.
terbagi dalam dua (2) tahap yaitu tahap awal serta tahap
mencegah kekambuhan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
79
- 79 -
1) Tahap Awal:
2) Tahap Lanjutan:
Isoniazid
(H)
Bakterisidal
kejang.
Flu syndrome(gejala
gastrointestinal, urine
Pirazinamid
(Z)
Bakterisidal
Gangguan gastrointestinal,
arthritis.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
80
- 80 -
Streptomisin
(S)
Bakterisidal
gangguan keseimbangan
anafilaktik, anemia,
agranulositosis,
trombositopeni.
Moksifloksasin (Mfx)
Gatifloksasin (Gfx)*
B OAT suntik
lini kedua
Kanamisin (Km)
Amikasin (Am)*
Kapreomisin (Cm)
Streptomisin (S)**
Kedua
Etionamid
(Eto)/Protionamid (Pto)*
(Trd)*
Clofazimin (Cfz)
Linezolid (Lzd)
D D1 OAT
lini
perta
ma
Pirazinamid (Z)
Etambutol (E)
Isoniazid (H)
dosis tinggi
D2 OAT
baru
Bedaquiline
(Bdq)
Delamanid
(Dlm)*
Pretonamid
(PA-824)*
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
81
- 81 -
D3 OAT
tamb
ahan
Asam para
aminosalisilat
(PAS)
Imipenemsilastatin (Ipm)*
Meropenem
(Mpm)*
Amoksilin
clavulanat
(Amx-Clv)*
Thioasetazon
(T)*
Keterangan:
program
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
and etambutol.
Catatan:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
82
- 82 -
OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam
masa pengobatan.
(1) paket untuk satu (1) pasien untuk satu (1) masa
pengobatan.
yaitu:
samping.
kepatuhan pasien.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
83
- 83 -
Dosis
(mg/
kgBB)
Maksi
mum
(mg)
Dosis
(mg/
kgBB)
Maksi
mum
(mg)
Rifampisin
(R)
10
(8-12)
Pirazinamid
(Z)
25
(20-30)
35 (30-40)
Etambutol (E) 15
(15-20)
30 (25-35)
Streptomisin
(S)*
15
(12-18)
15
(12-18)
1) Kategori-1:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
84
- 84 -
(2(HRZE)/4(HR))
Berat
Badan
Tahap Intensif
Setiap hari
RHZE
(150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
Setiap hari
RH (150/75)
minggu
lanjutan (2(HRZE)/4(HR)3)
(2(HRZE)/4(HR)3)
Berat
Badan
Tahap Intensif
Setiap hari
RHZE
(150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150)
minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
hari/kali
menelan
obat
Tablet
Isoniasid
@300
mgr
Kaplet
Rifampisin
@450 mgr
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mgr
Tablet
Etambutol
@ 250 mgr
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
85
- 85 -
2) Kategori -2
yaitu:
a) Pasien kambuh.
kategori 1 sebelumnya.
(lost to follow-up).
{2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)}
Berat
Badan
Tahap Intensif
Setiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap
Lanjutan
Setiap hari
RHE
(150/75/275)
Selama 56 hari
Selama
28 hari
selama 20
minggu
+ 500 mg
Streptomisin inj.
2 tab
4KDT
2 tablet
+ 750 mg
Streptomisin inj.
3 tab
4KDT
3 tablet
+ 1000 mg
Streptomisin inj.
4 tab
4KDT
4 tablet
+ 1000mg
Streptomisin inj.
5 tab
4KDT
( > do
maks )
5 tablet
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
86
- 86 -
lanjutan {2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)}
{2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)}
Berat
Badan
Tahap Intensif
Setiap hari
RHZE
(150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) +
E(400)
Selama 56
hari
Selama
+ 500 mg
Streptomisin
inj.
2 tab
4KDT
2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
+ 750 mg
Streptomisin
inj.
3 tab
4KDT
3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
+ 1000 mg
Streptomisin
inj.
4 tab
4KDT
4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
+ 1000mg
Streptomisin
inj.
5 tab
4KDT
( > do
maks )
5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
87
- 87 -
2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@300
mgr
Kaplet
Rifamp
isin
@450
mgr
Tablet
Pirazi
namid
@ 500
mgr
Etambutol
Strept
omisin
injeksi
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tablet
@250
mgr
Tablet
@400
mgr
Tahap Awal
(dosis
harian)
2 bulan
1 bulan
-
0,75
gr
56
28
Tahap
Lanjutan
(dosis 3x
semiggu)
5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
- 87 -
2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@300
mgr
Kaplet
Rifamp
isin
@450
mgr
Tablet
Pirazi
namid
@ 500
mgr
Etambutol
Strept
omisin
injeksi
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tablet
@250
mgr
Tablet
@400
mgr
Tahap Awal
(dosis
harian)
2 bulan
1 bulan
1
1
0,75
gr
56
28
Tahap
Lanjutan
(dosis 3x
semiggu)
5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
88
- 88 -
dan lain-lain.
16
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
89
- 89 -
PENGOBATAN
BULAN PENGOBATAN
12345678
Pasien baru
2(HRZE)/4(HR)ӡ
(====) (====)
apabila
hasilnya
BTA positif,
dinyatakan
tidak
konversi*.
(-------)
(X)
(-------) (-------)
apabila
hasilnya
BTA positif,
dinyatakan
gagal *
(-------)
X
apabila
hasilnya
BTA positif,
dinyatakan
gagal*.
Pasien
pengobatan
ulang
2(HRZE)S
/(HRZE)/
5(HR)ӡEӡ
apabila hasilnya
BTA positif,
dinyatakan tidak
konversi*.
(-------)
(X)
(-------)
apabila
hasilnya
BTA positif,
dinyatakan
gagal*
(-------) (-------
(-------)
apabila
hasilnya
BTA
positif,
dinyatakan
gagal*
16
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
90- 90 -
Keterangan :
X : Pemeriksaan dahak ulang pada minggu terakhir bulan pengobatan untuk memantau hasil
pengobatan
( X ) : Pemeriksaan dahak ulang pada bulan ini dilakukan hanya apabila hasil pemeriksaan pada akhir
tahap
TB, apabila hasil nya Resisten Rifampisin rujuk ke RS rujukan MDR Pasien dan lakukan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan. Apabila hasil nya negative atau Sensitif Rifampisin lanjutkan pengobatan.
16
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
91
- 91 -
Tindakan pada pasien yang putus berobat selama kurang dari 1 bulan
•Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
•Lacak pasien
•Diskusikan
dengan pasien
untuk mencari
faktor penyebab
putus berobat
•Periksa dahak
dengan 2 sediaan
melanjutkan
pengobatan
sementara
TB ekstra paru
pengobatan terpenuhi*
Total dosis
pengobatan
sebelumnya ≤ 5
bulan
Total dosis
pengobatan
sebelumnya ≥ 5
bulan
• Kategori 1 :
16
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
92- 92 -
menunggu
hasilnya
• Kategori 2 :
Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (Loss to follow-up)
•Lacak pasien
•Diskusikan
dengan pasien
untuk mencari
faktor penyebab
putus berobat
•Periksa dahak
dengan 2 sediaan
atau TCM TB
•Hentikan
pengobatan
sementara
menunggu
TB ekstra paru
atau
resistensi
Kategori 1
<1 bln
dari awal
dari awal
Kategori 2
< 1 bln
dari awal
16
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
93
- 93 -
> 1 bln
Keterangan :
* Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi dan dilakukan
pemeriksaan ulang dahak kembali setelah menyelesaikan dosis pengobatan pada bulan ke 5 dan AP
** Jika tersedia sarana TCM, tunggu hasil pemeriksaan dengan TCM sebelum diberikan OAT Kategori 2.
Jika
sarana TCM tidak memungkinkan segera dilakukan, sementara menunggu hasil pemeriksaan TCM pasien
dapat
***Sementara menunggu hasil pemeriksaan TCM pasien tidak diberikan pengobatan paduan OAT.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
94
- 94 -
Hasil
pengobatan
Definisi
Sembuh
pemeriksaan sebelumnya.
Pengobatan
lengkap
Gagal
resistensi OAT.
Putus
berobat
(loss to
follow-up)
lebih.
Tidak
dievaluasi
ditinggalkan.
B. Penanganan Pasien TB - RO
- 94 -
Hasil
pengobatan
Definisi
Sembuh
pemeriksaan sebelumnya.
Pengobatan
lengkap
resistensi OAT.
Putus
berobat
(loss to
follow-up)
lebih.
Tidak
dievaluasi
ditinggalkan.
B. Penanganan Pasien TB - RO
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
95
- 95 -
Rujukan.
sebelumnya.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
96
- 96 -
dan psikosis).
pemeriksaan laboratorium.
pertama, yaitu:
(20-26 bulan)
(H)
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
97
- 97 -
yang diberikan.
kedua.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
98
- 98 -
resistensinya.
berikut:
dikembangkan.
pernah dipakai.
Mfx – Eto –Cs– PAS –Z– (E)– (H)/ Mfx – Eto – Cs – PAS–Z –
(E)– (H)
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
99
- 99 -
OAT
30-35
kg
36-45
kg
46-55
kg
56-70
kg
>70 kg
Kanamisin 15-20
mg/kg/hari
500
mg
625-
750
mg
875-
1000
mg
1000
mg
1000
mg
Kapreomisin
15-20
mg/kg/hari
500
mg
600-
750
mg
750-
800
mg
1000
mg
1000
mg
Pirazinamid 20-30
mg/kg/hari
800
mg
1000
mg
1200
mg
1600
mg
2000
mg
Etambutol 15-25
mg/kg/hari
600
mg
800
mg
1000
mg
1200
mg
1200
mg
– (E)
PAS – Z – (E)
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
100
- 100 -
Keterangan:
b. Sodium PAS diberikan dengan dosis sama dengan Asam PAS dan bisa
diberikan dalam dosis terbagi. Mengingat sediaan sodium PAS
Isoniasid 4-6
mg/kg/hari
150
mg
200
mg
300
mg
300
mg
300 mg
Levofloksasin
(dosis standar)
mg
750
mg
750
mg
750-
1000
mg
1000mg
Levofloksasin
(dosis tinggi)
1000 mg/
hari
1000
mg
1000
mg
1000
mg
1000
mg
1000
mg
mg
400
mg
400
mg
400
mg
400 mg
hari.
500
mg
500
mg
750
mg
750
mg
1000mg
hari.
500
mg
500
mg
750
mg
750
mg
1000
mg
mg
400
mg
400
mg
400
mg
400 mg
mg
600
mg
600
mg
600
mg
600 mg
hari
200
mg
200
mg
200
mg
300
mg
300mg
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
101
- 101 -
konvensional
TB RR/ RO:
biakan.
biakan.
atau kapreomisin.
a) Pasien baru:
konversi biakan.
bulan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
102
- 102 -
pasien
Bulan
konversi
Lama tahap
awal
(a)
Lama
pengobatan
(b)
Lama tahap
lanjutan
(b-a)
Baru1 Bulan
0-2
Bulan
3-4
8 bulan Tambah 18
bulan dari
bulan konversi
13 – 14
bulan
Bulan
5-8
Tambah 4
bulan dari
bulan
konversi
Tambah 18
bulan dari
bulan
konversi
12 bulan
Pernah
diobati2
atau
TB
XDR
Bulan
0-2
Bulan
3-4
Tambah
13bulan
dari bulan
konversi
Tambah 22
bulan dari
bulan
konversi
12 bulan
Bulan
5-8
Tambah 10
bulan dari
bulan
konversi
Tambah 22
bulan dari
bulan
konversi
12 bulan
Keterangan :
satu bulan.
dihentikan.
bulan.
b) Pasien pernah diobati TB RR/ ROatau pasien TB
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
103
- 103 -
1) Tahap awal:
2) Tahap lanjutan:
a) Obat per oral diberikan 7 kali dalam seminggu
(Senin-Minggu)
ini.
(satu) minggu.
sikloserin.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
104
- 104 -
diberikan sebagai dosis terbagi untuk mengurangi efek
samping jika terjadi efek samping yang berat atau pada kasus
TB RO/HIV.
berikut:
Resistan Obat:
Keterangan :
per minggu
biakan positif.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
105
- 105 -
Pemantauan
Bulan pengobatan
01234568
1
4
16
Evaluasi Utama
Pemeriksaan dahak
Evaluasi Penunjang
Evaluasi klinis
(termasuk BB)
lengkap
Foto toraks √ √ √ √
sekali selama
suntikan
Elektrolit (Na,
Kalium, Cl)
√√√√√√√
Thyroid stimulating
hormon (TSH)
√√√√
Enzim hepar
(SGOT, SGPT)
a) Sembuh
kegagalan, dan
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
106
- 106 -
2) Hasil biakan telah negatif minimal 3 kali berturut-turut
lanjutan.
b) Pengobatan Lengkap
c) Meninggal
pengobatan TB RO.
d) Gagal
pengobatan.
konversi).
e) Lost to Follow-up
Lengkap
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
107
- 107 -
bulan sekali selama 2 tahun kecuali timbul gejala dan keluhan TB.
obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
Nama
Obat
Dosis harian
(mg/kgBB/
hari)
Dosis
maksimal
(mg /hari)
Efek samping
Isoniazid
(H)
hipersensitivitis
Rifampisin
(R)
hepatitis, trombositopenia,
oranye kemerahan
Pirazinamid
(Z)
gastrointestinal
Etambutol
(E)
merah hijau,
hipersensitivitas,
gastrointestinal
fase intensif hanya diberikan kepada anak dengan BTA positif, TB berat
inisial 2 bulan pertama kemudian diikuti oleh Rifampisin dan INH pada
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
108
- 108 -
TB Kelenjar
Efusi pleura TB
TB Paru BTA positif 2HRZE 4HR
dan TB Tulang/sendi)
TB Tulang/sendi 2HRZE 10 HR
TB Millier
TB Meningitis
Kortikosteroid
• TB Meningitis,
• Perikarditis TB
• Efusi pleura
KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa
pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu
rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
109
- 109 -
Berat badan
(kg)
2 bulan
RHZ (75/50/150)
4 bulan
(RH (75/50)
5 – 7 1 tablet 1 tablet
8 – 11 2 tablet 2 tablet
12 – 16 3 tablet 3 tablet
17 – 22 4 tablet 4 tablet
23 – 30 5 tablet 5 tablet
Keterangan:
lampiran
d) OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak
boleh digerus)
f) Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam
setelah makan
melebihi 10 mg/kgBB/hari
h) Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat
harus dievaluasi.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
110
- 110 -
rontgen dada.
2. Jika anak tidak minum obat >2 minggu di tahap intensif atau > 2
< 2 minggu di tahap intensif atau < 2 bulan di tahap lanjutan dan
selesai.
dengan yang HIV negatif. Angka kematian lebih tinggi pada ODHA
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
111
- 111 -
7. Ketika pasien telah dalam kondisi stabil, misalnya sudah tidak lagi
dijumpai reaksi atau efek samping obat, tidak ada interaksi obat
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
112
- 112 -
Treatment)
munculnya kuman resistan obat. Agar hal hal tersebut tercapai, sangat
1. Persyaratan PMO
dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
113
- 113 -
kutukan.
pencegahannya.
lanjutan).
teratur.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
114
- 114 -
BAB VIII
diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada bayi > 2
tambahan.
sakit TB
daerah yang endemis TB/HIV, bayi yang terlahir dari ibu dengan
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
115
- 115 -
rujukan.
3. Limfadenitis BCG
tanpa penyebab lain, tidak ada demam atau gejala lain yang
limfadenitis tuberkulosis.
tinggi (95% vs 68%) dan lebih cepat (6,7 vs 11,8 minggu) dari
diberikan pada ODHA yang tidak terbukti TB aktif dan tidak ada
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
116
- 116 -
per hari dengan dosis maksimal 600 mg per hari, ditambah Vitamin B6
pada anak
sama (pagi, siang, sore atau malam) saat perut kosong (1 jam
negatif.
indeks.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
117
- 117 -
pada ODHA
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
118
- 118 -
BAB IX
Kementerian Kesehatan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
119
- 119 -
di wilayah kerjanya.
laboratorium TB di wilayahnya.
wilayahnya.
wilayahnya.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
120
- 120 -
1) Peran:
mikroskopis TB
2) Tanggung Jawab:
3) Tugas:
mikroskopis TB.
TB SO dan TB RO ( TB RR).
Kesehatan kabupaten/kota.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
121
- 121 -
Tuberkulosis
telah ditetapkan.
1) Peran
laboratorium TB.
internasional.
3) Tanggungjawab
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
122
- 122 -
a. Laboratorium biakan.
Laboratorium biakan adalah laboratorium yang
TB.
berikut:
identifikasi M. Tuberculosis.
secara baku.
jenis, yaitu:
wilayah kerjanya.
laboratorium biakan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
123
- 123 -
berikut:
wilayah kerjanya.
1) Peran
2) Tugas Pokok
fenotipik.
fenotipik.
fenotipik.
TB secara fenotipik.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
124
- 124 -
3) Tanggung Jawab
Tujuan PMI:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
125
- 125 -
yaitu:
a. Tersedianya Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk
6) SPO inokulasi.
7) SPO identifikasi.
kuman kontrol.
laboratorium TB.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
126
- 126 -
penyelenggara.
b. Kegiatan PME
1) PME Mikroskopis
laboratorium TB.
REPUBLIK INDONESIA
127
- 127 -
mutu, meliputi:
semua jenjang.
pemeriksaan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
128
- 128 -
BAB X
kabupaten/kota.
a. advokasi;
b. penemuan kasus;
c. penanggulangan TB;
e. peningkatan KIE;
penanggulangan TB;
h. sistem rujukan;
pemerintah-swasta).
sebagai berikut:
REPUBLIK INDONESIA
129
- 129 -
swasta.
sebagai berikut:
menguntungkan.
(NSPK).
meliputi:
1. Jejaring kasus;
3. Jejaring Logistik,
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
130
- 130 -
5. Jejaring Pembinaan
Keterangan :
Kesehatan.
berikut:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
131
- 131 -
1. Dinas Kesehatan
fasyankes.
jejaring PPM.
ARSADA, dll)
a) Memastikan RS telah lulus akreditasi tahun 2012.
tatalaksana TB.
4. Organisasi Profesi (IDI, PDPI, PAPDI, IDAI, ILKI, IAI, PPNI, IBI, dll).
peran masing-masing.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
132
- 132 -
setempat.
terdampak TB.
PPM.
dalam masyarakat.
1. Tingkat Pusat
2. Tingkat Provinsi
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
133
- 133 -
3. Tingkat kabupaten/kota
berikut:
mapping:
Kepulauan/remoute area
fasyankes.
terdampak TB.
MoU.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
134
- 134 -
D. Indikator PPM:
1. Nasional:
penanggulangan TB.
2. Provinsi:
3. Kabupaten/kota:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
135
- 135 -
BAB XI
kebutuhan minimal baik dalam jumlah dan jenis tenaga terlatih yang
diperlukan.
a. Puskesmas
Farmasi
5) RS swasta: menyesuaikan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
136
- 136 -
adalah:
TB,
adalah:
TB,
b. Seorang tenaga pengelola laboratorium di laboratorium
provinsi/ BLK,
Pengendali Diklat.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
137
- 137 -
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Rujukan Mikroskopis TB (FKTPRM), yaitu puskesmas dengan
laboratorium yang mampu melakukan
struktur yang ada sesuai tugas dan fungsinya dan dibantu Tim TB
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
138
- 138 -
jauh (LJJ).
1. Konsep Pelatihan.
manajemen program:
implementation).
kurikulum baku.
kebijakan.
2. Pelaksanaan Pelatihan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
139
- 139 -
sumber dana.
4. Evaluasi Pelatihan.
akan datang.
1) Peserta :
Akhir Modul),
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
140
- 140 -
2) Fasilitator/Pelatih
peserta.
3) Penyelenggaraan
a) Tujuan pelatihan
b) Relevansi
materi pelatihan.
1) Tujuan Evaluasi:
suatu pelatihan.
tempat kerja,
program,
Kabupaten/kota,
pelatihan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
141
- 141 -
BAB XII
layanan pada saat dibutuhkan dengan jumlah yang cukup dan kualitas
manajemen pendukung.
Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah semua jenis OAT yang
Resistan Obat (TB-RO). Logistik Non OAT adalah semua jenis bahan dan
pasien TB.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
142
- 142 -
bentuk paket. Satu paket OAT untuk satu pasien TB. Paket
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E
terdiri dari beberapa jenis OAT lini kedua ditambah OAT lini
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
143
- 143 -
Salicylic (PAS)
Delamanid Tablet 50 mg
Logistik Non OAT terbagi dalam 2 jenis yaitu logistik Non OAT
s/d TB.13.
c. Cartridge TCM.
d. Masker bedah.
e. Respirator N95.
OAT, dll
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
144
- 144 -
Penanggulangan TB
Catatan :
maupun Non OAT masih dikirim dari Ditjen P2P ke Dinkes Provinsi,
Penanggulangan TB
Ditjen P2P
Dinas Kesehatan
Propinsi
Dinas kesehatan
Kabupaten/Kota
Fasilitas Kesehatan
(Pusk/RS/dll)
Ditjen Binfar
Instalasi
Farmasi
Instalasi
Farmasi
Bagian/
Instalasi
Farmasi
Kabupaten/Kota
Propinsi
Pusat
Faskes
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
145
- 145 -
ditentukan/disepakati.
adalah:
TB Nasional.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
146
- 146 -
tahun.
kegiatan.
penemuan pasien tahun lalu, jumlah stok yang ada dan masa
a. Jenis logistik
b. Spesifikasi
c. Jumlah kebutuhan
e. Unit pengguna
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
147
- 147 -
Penanggulangan TB
b. Pengadaan OAT
adalah:
CPOB.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
148
- 148 -
yang ditentukan.
Catatan:
Penanggulangan TB
Logistik TB akan terjaga mutu dan kualitasnya apabila
Fasyankes.
6. Distribusi Logistik
perencanaan kebutuhan.
adalah:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
149
- 149 -
tersebut.
7. Penggunaan Logistik
aturan pakainya.
8. Manajemen Pendukung
peraturan.
Terpadu (SITT).
Manajer.
Pengawasan atau jaga mutu logistik dilakukan untuk memastikan
Salah satu cara jaga mutu obat di lapangan adalah dengan secara
rutin pengambilan contoh uji obat secara acak dari lapangan untuk
diuji mutu.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
150
- 150 -
BAB XIII
keadaan masa kini dan perkiraan keadaan yang akan muncul dimasa
tetapi proses ini tidak berhenti disini saja karena setiap pelaksanaan
mencapai tujuan
aksi di daerah.
REPUBLIK INDONESIA
151
- 151 -
lebih berkesinambungan.
dan SDG’S.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
152
- 152 -
program TB.
pemerintah daerah.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
153
- 153 -
3. Dana Hibah
4. Asuransi kesehatan
Jaminan Sosial(BPJS).
5. Swasta
sosial perusahaan.
kebutuhan.
secara memadai.
1. Tingkat pusat
TB (NSPK).
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
154
- 154 -
d. Memenuhi kebutuhan perbekalan kesehatan, reagensia dan
Penanggulangan TB.
2. Tingkat Provinsi
penanggulangan TB (NSPK).
diagnosis TB.
TB ditingkat kabupaten/kota.
3. Tingkat Kabupaten/Kota
penanggulangan TB (NSPK).
pendukung diagnosis.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
155
- 155 -
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
156
- 156 -
BAB XIV
perlu terlibat aktif dalam kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampuan,
keagamaan baik lintas program dan lintas sektor diutamakan pada 4 area
2. Dukungan pengobatan TB
hidup bersih dan sehat serta bagaimana mengurangi faktor risiko yang
Peran masyarakat diharapkan dapat membantu mengatasi faktorfaktor di luar masalah teknis medis TB
namun sangat mempengaruhi
A. Sasaran
2. Pemberdayaan keluarga.
3. Pemberdayaan kelompok/masyarakat.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
157
- 157 -
pasien.
Kemasyarakatan
Peran Kegiatan
kader.
Deteksi dini
terduga TB
kesehatan,
Dukungan/motivasi
keteraturan
pengobatan
pasien TB.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
158
- 158 -
Peran Kegiatan
Dukungan sosial
ekonomi
TB.
kemasyarakatan adalah:
pengendalian TB.
Mapping
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
159
- 159 -
2. Memperluas (Expand)
pekerja seksual.
3. Mempertegas (Emphasize)
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
160
- 160 -
BAB XV
dan longitudinal.
intervensi tertentu.
penanggulangan TB.
Penanggulangan TB,
riset nasional.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
161
- 161 -
swasta.
dll).
masyarakat.
TB.
penyedia layanan.
masyarakat rentan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
162
- 162 -
BAB XVI
A. Tujuan
tujuan program,
2. peningkatan kemampuan petugas dalam penanggulangan TB,
B. Pelaksanaan
Kabupaten/Kota.
dilakukan melalui:
a. Pemberdayaan masyarakat,
c. Pembiayaan program,
d. Supervisi program,
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
163
- 163 -
BAB XVII
PENUTUP
Dengan tersusunnya Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis maka
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd