Anda di halaman 1dari 15

Perkembangan Perkebunan Tebu… (Iftiyah) 289

PERKEMBANGAN PERKEBUNAN TEBU JATIBARANG DI BREBES TAHUN 1975-1996

Oleh: Iftiyah, Prodi IlmuSejarah, JurusanPendidikanSejarah, FakultasIlmuSosial, UniversitasNegeri Yogyakarta,


iftiyah22@gmail.com

ABSTRAK

Gula merupakan agroindustri tertua yang berada di Pulau Jawa. Keuntungan yang besar menjadikan
banyak bermunculan pabrik gula, terutama di Pulau Jawa. Berbicara mengenai pabrik gula tidak akan lepas dari
perkebunan tebu. Sebab tebu merupakan bahan produksi dalam sebuah pabrik gula. Salah satu pabrik gula besar
di Jawa adalah Pabrik Gula Jatibarang. Pabrik tersebut terletak di Jalan Jatibarang-Slawi, Kecamatan
Jatibarang, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Sebagai pabrik gula besar sudah pasti memiliki lahan perkebunan
tebu yang luas. Perkebunan tebu yang digiling di pabrik tersebut lebih dikenal dengan nama perkebunan
Jatibarang. Perkebunan yang luas inilah yang menarik untuk dikaji dalam penulisan. Tujuan dari penulisan ini
adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi umum Kabupaten Brebes di tahun 1975-1996. Selian itu juga untuk
mengetahui perkebunan tebu yang ada beserta aspek yang melingkupinya. Serta mengetahui bagaiama dampak
dari adanya perkebunan tebu Jatibarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan yang dimiliki Kabupaten
Brebes cocok digunakan untuk pertanian dan perkebunan, terutama perkebunan tebu. Perkebunan tebu mulai
berkembang pesat setelah adanya INPRES tahun 1975 mengenai TRI. Hal tersebut dikarenakan kebebasan yang
diberikan pemerintah kepada petani untuk mengolah tanahnya sendiri dengan ditanami tebu. Perkebunan tebu
Pabrik Gula jatibarang terletak di dataran rendah. Perkebunan mulai berpindah ke dataran tinggi tahun 1990-an
setelah sulitnya pihak pabrik memperoleh lahan di dataran rendah. Hal tersebut dikarenakan kejenuhan yang
dialami petani tebu.

Kata Kunci: Perkebunan Tebu, Jatibarang, Brebes.

THE DEVELOPMENT OF JATIBARANG SUGARCANE PLANTATION AT BREBES IN 1975-1996

Abstract

Sugar is the oldest agroindustry in Java. The great profits make many sugar factories appear, especially in
Java. Discuss about sugar mills will not be separated from sugar cane plantations. Because sugar cane is one of
production materialin a sugar factory. One of the great sugar factories in Java is the Jatibarang. It is located at
Jalan Jatibarang-Slawi, Jatibarang Sub-district, Brebes Regency, Central Java. As a large sugar factory, it
certainly has extensive sugarcane plantations. The sugarcane plantations are milled in that factory is known by the
name of Jatibarang plantation. This vast plantation is interesting to be analyze. The purpose of this analyze is to
know how the general condition of Brebes Regency in 1975-1996. Besides that, it also to know the existing
sugarcane plantations and its surrounding aspects. As well as to know how the impact of Jatibarang sugar cane
plantations. The results showed that the land owned by Brebes Regency is suitable for agriculture and plantation,
especially sugar cane plantation. Sugarcane plantations began to grow rapidly after the 1975 INPRES on TRI. This
is because the freedom given by the government to Factory is located in the lowlands. Plantations began to move
into the highlands from the 1990s after the difficulty of the plant to obtain land in the lowlands. This is due to the
saturation experienced by sugarcane farmers.

Keyword: Sugarcane Plantation, Jatibarang, Brebes.

I. PENDAHULUAN menjadikan industri gula menjadi bagian penting dari


Berbicara mengenai pabrik gula pasti tidak masa kolonialisme.
akan lepas dari tanaman tebu. Tanaman tebu pada Sistem perkebunan, termasuk tebu sudah
abad ke-15, mulai diperkenalkan di Indonesia oleh ada sejak abad ke-19 yang banyak ditemukan
imigran Cina. Mereka melakukan penanaman tebu di pada negara-negara tropis bekas jajahan, seperti
tanah sekitar Batavia. Pada masa tersebut gula dari Asia, Afrika, maupun Amerika Latin. Sistem ini
tanaman tebu yang diusahakan hanya digunakan
mulai berkembang pada pertengahan abad ke-
untuk konsumsi lokal saja oleh orang-orang Belanda.
Setelah gula menjadi bagian penting dari ekspor,
Belanda mulai menanam tebu secara mandiri. Hal ini
290 Jurnal Prodi Ilmu Sejarah Vol. 3 No. 3 Tahun 2018
19.1Pada tahun 1870 perkebunan tebu di (PNP). Sebelumnya telah berdiri PPN Lama pada
Indonesia mengalami perkembangan yang baik, tahun 1950. Politik masih cukup berpengaruh dalam
bersamaan dengan berakhirnya tanam paksa. perkebunan pada periode ini. Kemudian pada tahun
Adanya sistem liberal setelah tanam paksa 1957 terdapat Deklarasi Ekonomi (Dekon).5
memunculkan wajah baru dalam dunia Pada bulan April 1958, perusahaan swasta yang telah
disita digabungkan menjadi enam perusahaan
perkebunan. Banyak pengusaha asing yang perdagangan negara. Dalam perkebangannya dua
berusaha menanamkan modal di Hindia perusahaan dagang negara lainnnya (CTC dan
Belanda.Penanaman modal oleh swasta Usindo)6 bergabung dengan enam perusahaan.
didukung oleh faktor banyaknya lahan dan Perusahaan perkebunan negara yang ada ditangani
tenaga kerja dengan harga yang murah. oleh PPN Baru. Pada tahun 1961 PPN Lama dan PPN
Terutama dalam bidang sewa tanah untuk Baru digabungkan menjadi badan pimpinan umum
perkebunan. perusahaan Perusahaan-Perusahaan Negara (BPU-
Pada tahun 1870 pula terdapat Undang- PPN).7 Kemudian, tahun 1963 BPU-PPN menjadi
Undang Agraria, yang memberikan kesempatan bagi empat kelompok berdasar pada jenis usahanya.
pemilik modal asing untuk menyewa tanah hingga 75 Empat kelompok tersebut yaitu, BPU-PPN Karet,
tahun untuk tanah pemerintah dan 5-20 tahun untuk BPU-PPN Gula, BPU-PPN Tembakau, dan BPU-
tanah rakyat.2 Hak yang dimiliki pemilik modal asing PPN Aneka Tanaman.
lebih dikenal dengan hak Erpacht.3Pada masa Pada tahun 1969 pemerintah membuat Badan
pendudukan Jepang perusahaan perkebunan Khusus Urusan Perusahaan Negara (PN). Selanjutnya
dikelompokkan dan dikelola berdasarkan wilayah tahun 1969 PN dialihkan menjadi Perseroan Terbatas
kepulauannya. Pasca kemerdekaan sistem sewa tanah (PT), berdasarkan UU No. 9/1969 dan PP.
tetap ada, namun tidak menarik minat para petani No.12/1969. Sebanyak 13 PN pada tahun 1972 telah
untuk digunakan sebagai lahan tanaman tebu. Hal disetujui pemerintah menjadi PT. Dari 13 PN yang
tersebut menjadikan areal tebu menurun yang telah didirikan adalah PT XI, PT XII, PT XIII, PT
berdampak pada turunnya produksi gula. Indonesia XXIII, dan PT XXVI. Kemudian pada tahun 1975,
yang dulunya produksi gulanya tinggi, justru pada untuk memperbaikai keadaan gula di Indonesia,
masa ini mengalami kekurangan gula. Indonesia pemerintah membuat program Tebu Intensifikasi
bahkan harus mengimpor gula untuk memenuhi Rakyat (TRI), yang berdasarkan pada Intruksi
kebutuhan dalam negerinya. Pada tahun 1955 lahan Presdien No 9/1975.
tebu hanya tersisa 72. 000 hektar dengan pengolah 55
pabrik gula.4
Nasionalisasi Perusahaan Asing mulai II. METODE PENELITIAN
dilakukan bulan Desember 1957. Semua perusahaan Setiap melakukan penelitian ilmiah pasti
milik asing di ambil alih oleh Pemerintah Indonesia. akan membutuhkan metode dalam pelaksanaannya.
Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah juga Begitu pula dengan dengan penelitian sejarah, yang
mengeluarkan Undang-Undang Nasional tahun 1959. menggunakan metode sejarah. Metode sejarah sendiri
Pada tahun 1958 perkebunan yang ada di Indonesia merupakan proses menguji dan menganalisis secara
di bawah penanganan Pusat Perkebunan Negara Baru kritis rekaman dan peninggalan masa lampau dengan
(PPN-Baru) dan Perusahaan Negara Perkebunan data yang sudah diperoleh.8 Metode sejarah juga
dapat merekonstruksi sebanyak mungkin peristiwa
masa lampau.9penelitian ini menggunakan metode
1
PERHEPI dan YTKI, Perkebunan Indonesia
di Masa Depan, ( Jakarta: Yayasan Agroekonomika,
5
1983), hlm. 18. Sartono Kartodirjo, Djoko Suryo, op.cit., hlm.
174.
2
Dibyo Prabowo, op.cit., hlm. 2.
6
PT Central Trading Corporation dan PT Usindo
3
Sartono Kartodirdjo dan Joko Suryo, adalah dua perusahaan besar pada masa Perusahaan
Sejarah perkebunan Indonesia: Kajian Sosial Dagang Negara (PN) tahun 1957-1966.
ekonomi, (Yogyakarta: Aditya Media, 1991), hlm.
7
80. Ibid., hlm. 176.
4 8
Selo Sumardjan, dkk, Petani Tebu, (jakarta: Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta:
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial dan Dwan Gula Indonesia, UI Press, 2008), hlm. 39.
1983), hlm. 23.
9
Nugroho Notosusanto, Hakekat Sejarah dan
Metode Sejarah, (Jakarta: Mega BOOk Store. 1984),
hlm. 22.
Perkembangan Perkebunan Tebu… (Iftiyah) 291

sharah dengan empat tahapan dalam pengerjaanya. merangkaikan kemungkinan-kemungkinan yang


Empat tahapan tersebut adalah heuristik, verifikasi, didapat dari analisis.
interpretasi, dan historiografi. Setalah melalui tahan interpretasi, maka akan
Tahapan pertama yaitu heuristik, yang merupakan sampai pada tahap terakhir yaitu historiografi.
kegiatanmencarisumberuntukmendapat data- Hiostoriografi adalah sebuah perwujudan penelitian
data, sejarah yang berupa tulisan sejarah, didasarkan atas
ataumaterisejarahatauevidensisejarah.10Heuristik fakta dari bukti atau dokumen sejarah yang sudah
memilikitujuan agar kerangkapemahaman yang didapatkan. Historiografi berfungsi untuk
didapatkanberdasarkansumber yang relevan, mengkomunikasikan hasil dari rekonstruksi masa
lampau.
sehinggadapatdisusundenganjelas.11Sumber yang
digunakaniniterdapatduamacam, yaitusumber
primer dansumbersekunder. Sumber primer III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
adalahsumber yang
sejamandenganperistiwasejarah. Sedangkan A. GAMBARAN UMUM KABUPATEN
sumber skunder BREBES
adalahsumberpendukungdalampenelitian. Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi
Tahap selanjutnya adalah verifikasi, yaitu Indonesia yang terletak di bagian tengah pulau
Setelah melakukan heuristik maka langkah Jawa.15 Ibu Kota Provinsi dari Jawa Tengah adalah
selanjutnya adalah verifikasi atau kritik sumber. Semarang. Jawa Tengah memiliki luas sekitar 32,548
Verifikasi sendiri merupakan proses menguji km2, dengan prosentase 28,94% dari total luas Pulau
kebenaran fakta atau informasi sejarah.12 Verifikasi Jawa. Sebagai sebuah Provinsi, Jawa Tengah terdiri
terbagi menjadi dua jenis, yaitu kritk ekstern dan dari beberapa kabupaten. Salah satu kabupaten yang
intern. Kritik ekstern lebih kepada untuk menguji ada di Jawa Tengah adalah Brebes. Sejarah
fisik dari dokumen sejarah. Sedangkan Kritik intern perkembangan Kabupaten Brebes tidak lepas dari
lebih untuk menguji isi dari dokumen sejarah. sejarah perkembangan Kerajaan Mataram dan
Sehingga akan diketahui bahwa sebuah dokumen Indonesia. Pada masa Kerajaan Mataram, Brebes
sejarah itu benar dan dapat dipercaya, kredibel dan merupakan fasal dari pada Mataram. Tahun
realibel.13 1670-an daerah Brebes belum berdiri sebagai
Setelah tahap verifikasi adalah interpretasi, sebuah kabupaten. Pada masa tersebut, Brebes
yang dapat disamakan dengan penafsiran yaitu suatu masih digabungkan dengan daerah Losari dan
metode penelitian sejarah yang berupa penggambaran Tegal.16 Bupati yang berkuasa saat itu adalah
atau penafsiran fakta sejarah, baik dari lisan tulisan,
Wirasuta. Pada masa Sunan Amangkurat II,
gambar maupun berbagai bentuk bahasa lainnya, juga
penggabungan fakta yang saling terkait untuk daerah Brebes dan Losari dipisahkan dari daerah
membentuk suatu kesinambungan fakta yang logis.14 Tegal. Brebes menjadi sebuah Kabupaten pada
Ada dua macam interpretasi, yaitu analisis dan 18 Januari 1678.17 Bupati yang memerintah
sintesis. Pertama, Analasis ini diartikan adalah Tumenggung Arya Suralaya. Pada
menguraikan.Kedua, sintesis adalah menyatukan. tanggal tersebut, pada nantinya ditetapkan
Menyatukan ini berarti menyatukan atau sebagai hari jadi Kabupaten Brebes.
Kabupaten Brebes merupakan salah satu
kabupaten yang ada di provinsi Jawa Tengah yang
terletak di bagian uatara. Kabupaten tersebut terletak
disepanjang pantai utara jawa. Letak astronomis
10
Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah, brebes antara 6044’56,5’’ - 7021’51,8’’ Lintang Selatan
(Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm. 89. dan antara 108041’37,7’’ – 109011’28,92’’ Bujur

11
Louis Gottschalk, op.cit., hlm. 42.
15
Majen, PurndanSoerjosoempeno, Sejarah Kota
12
A. Daliman, Metode Penenlitian Sejarah, Semarang, (Semarang: Pemerintah Daerah Kota
(Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 66. MadyaDati II Semarang, 1979), hlm. 1.
13 16
Ibid., hlm. 72. Tim
PenyusunSejarahdanHariJadiKabupatenBrebes,
14
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, SejarahdanHariJadiKabupatenBrebes, (Tegal:
(Jogjakarta: Tiara Wacana, 2013), hlm. 78. PemerintahKabupatenBrebes, 1988), hlm. 36.
17
Ibid.,hlm 44.
292 Jurnal Prodi Ilmu Sejarah Vol. 3 No. 3 Tahun 2018
Timur.18 Sedangkan batas wilayahnya yaitu, sebelah kembangnya tanaman dengan baik. Jenis tanah
utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Alluvial tersebar di dataran rendah.
selatan berbatasan dengan Banyumas dan Kabupaten Brebes merupakan Kabupaten di
Kabupaten Cilacap, sebelah timur berbatasan Jawa Tengah dengan jumlah penduduk cukup banyak
dengan Kota Tega dan Kabupaten Tegal, serta di Jawa Tengah. Pada tahun 1961 jumlah penduduk
Kabupaten Brebes adalah 892.988 jiwa. Jumlah
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten penduduk laki-laki 423.816 jiwa dan perempuan
Cirebon dan Kabupaten Kuningan, Provinsi 469.182 jiwa. Kemudian jumlahnya bertambah
Jawa Barat19 menjadi 28.516.786 jiwa, dengan rincian laki-laki
Luas wilayah yang dimiliki Kabupaten Brebes 14.075.531 jiwa dan perempuan 14.441.255 jiwa.
di tahun 1993 adalah 166.117 km2. Luas tersebut Pertambahan penduduk ini, lebih dikarenakan oleh
terdiri dari 17 kecamatan, dengan rincian 297 faktor kelahiran. Penduduk Kabupaten Brebes terdiri
desa/kelurahan.20 Tanah yang ada di Kabupten dari berbagai kewarganegaraan. Jenis
Brebes, berdasarkan penggunaannya dibedakan kewarganegaraan yang ada yaitu, Indonesia, Cina,
menjadi beberapa jenis. Jenis tanah tersebut yaitu Arab, India, pakistan, dan lainnya. Pada tahun 1971
tanah sawah, tanah kering, tanah hutan negara, tanah di Kabupaten Brebes berdasarkan
perkebunan, dan tanah lainnya. Letak geografis yang kewarganegraannya yaitu 1.045.246 jiwa Indonesia,
dimiliki, menjadikan Kabupaten Brebes beriklim 1271 jiwa b Cina, 104 jiwa Arab, 155 jiwa India, 0
tropis. Terdapat dua musim dalam satu tahun, yaitu jiwa Pakistan, dan 0 jiwa lainnya.23 Jumlah total
musim kemarau dan musim penghujan. Musim penduduk di Kabupaten Brebes berdasarkan
kemarau terjadi antara bulan April-September, kewarganegaraanya tahun tersebut yaitu 1.046.776
sedangkan musim penghujan anatara bulan Oktober- jiwa.
Maret. Suhu udara rata-rata Kabupaten Brebes sekitar Kabupaten Brebes memiliki penduduk dengan
21,70 0C-34 0C. Curah hujan yang ada sekitar 12,9 berbagai macam agama. Sama halnya dengan daerah
hari dalam setiap bulan, dengan jumlah air 1595,0 lain di indonesia agama yang dianut juga harus sesuai
mm.21 dengan agama yang diakui oleh Negara Republik
Suhu udara dan curah hujan yang dimiliki Indonesia. Agama-agama Tersebut yaitu Islam,
Kabupaten Brebes menjadikannya cocok untuk Katholik, Protestan, Kristen Lainnya, Hindu, Budha,
wilayah perkebunan tebu, khusunya di daerah dataran Kong Hu Tju, dan agama lainnya. Jumlah penduduk
rendah. Seperti yang sudah diketahui, bahwa penganut agama masing-masing di Kabupaten Brebes
penanaman tanaman tebu yang baik berada pada suhu yaitu Islam sebnayak 1.041.947 jiwa, Katholik 1.025
25-28 0C dan curah hujan 100 mm/tahun. Jenis tanah jiwa, Protestan 457 Jiwa, Kristen Lainnya 1.734 jiwa,
tanah yang ada di Kabupaten Brebes adalah tanah Hindu 55 jiwa, Budha 66 jiwa, Kong Hu Tju 1.462
Alluvial.22 Jenis tanah ini sangat cocok untuk Jiwa, dan agama lainnya 30 jiwa. Total Jumlah
pertanian dan perkebunan. Untuk perkebunan tebu penduduk Kabupaten Brebes berdasarkan agama
sendiri, tanah Alluvial memang menjadi salah satu pada tahun 1971 yaitu 1.046.776 jiwa.24 Kabupaten
bagian penting sebagai faktor pendukung tumbuh dan Brebes pada tahun 1980 memiliki jumlah KK sebesar
271.515.25
Masyarakat Kabupaten Brebes dalam
kehidupan kesehariannya masih mengutamakan
18
Kantor BPS KabupatenBrebes, kerjasama. Kerjasama tersebut dilakukan dalam
KabuatenBrebesdalamAngka 1993, (Brebes: Kantor keseharian masyarakatnya. Bentuk kerjasama itu
Statistik BPS KabupatenBrebes, 1993), hlm. 1. diantaranya yaitu gotong royong, kerja bakti,
kerjasama antar tetangga/lingkungan, dan lain
sebagainya. Kehidupan sosial yang ada di Kabupaten
19
Kantor BPS Kabupaten Brebes, Kabuaten Brebes tersebut menjadikan hubungan kekeluargaan
Brebes dalam Angka 1994, (Brebes: Kantor Statistik antar masyarakatnya menjadi semakin erat. Sikap
BPS Kabupaten Brebes, 1994), hlm. 1. saling membantu dan saling menghormati membuat
20
Ibid., hlm. 2.
23
Biro Pusat Statistik Jakarta, Sensus Penduduk
21
Suwarsito dan Anang Widhi Nirwansyah, 1971: Penduduk Jawa Tengah, (Jakarta: Biro Pusat
Karakteristik Geofisik di Kabupaten Brebes Berbasis Statistik, 1974), hlm. 37.
Teknologi Sistem Informasi Geografi untuk
24
Pengembangan Budidaya Tambak Udang, UAD, 18 Ibid., hlm. 47.
Februari 2017, hlm. 409.
25
Biro Pusat Statistik Jakarta, Penduduk Provinsi
22
UMY, Gambaran Umum Kabupaten Brebes, Jateng: Hasil Sensus Penduduk 1980, (Jakarta: Biro
repository umy, 2016. Pusat Statistik, 1983), hlm.157.
Perkembangan Perkebunan Tebu… (Iftiyah) 293

kehidupan mereka menjadi aman dan damai. adalah cengkih, kelapa, kapok randu, mete, teh, kopi,
Sehingga, dapat meminimalisasi pertentangan antar mlinjo, paneli, dan tebu. Tanaman perkebunan yang
sesama masyarakat. berkebunan di Kabupaten Brebes adalah tebu. Hal
Berdasarkan sensus penduduk di Jawa Tengah tersebut terjadi sebelum tahun 1990-an, sebelum
tahun 1980, jumlah bangunan fisik di Kabupaten terjadi kejenuhan petani terhadap TRI, yang dianggap
Brebes sebanyak 271.515 bangunan. Jumlah merugikan mereka. Berikut adalah data rincian
bangunan fisik ini terdiri dari 263.040 bangunan perkebunan yang ada di Kabupaten Brebes. Bidang
tunggal, 7.356 bangunan kopel, 998 bangunan ekonomi Kabupaten Brebes, selain pada pertanian
gandeng banyak, dan 121 tak terjawab jenis dan perkebunan juga didukung sektor peternakan
bangunannya. Sensus tersebut menunjukkan bahwa perikanan, dan pertambangan.
Kabupaten Brebes pada tahun 1980 memiliki jumlah
bangunan fisik terbanyak ke-2 setelah Kabupaten
Cilacap. Jumlah bangunan fisik Kabupaten Cilacap B. PERKEBUNAN TEBU JATIBARANG
adalah 272.321.26Kabupaten Brebes dalam TAHUN 1975-1996
melakukan pembangunan menggunakan pendapatan Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk
asli daerahnya. Pada tahun 1983/1984 pendapatan bahan utama pembuatan gula. Tebu adalah jenis
asli daerah mencapai Rp.523.338.000,00,-. tanaman rerumputan yang hanya dapat tumbuh di
Pembangunan yang dilakukan di Kabupaten Brebes daerah yang beriklim tropis, antara 390 Lintang Utara
dibagi dalam beberapa jenis proyek. dan 350 Lintang Selatan.28 Tamanam tebu dapat
Sektor penopang kehidupan ekonomi dipanen setelah berumur sekitar 14 bulan. Tanaman
Kabupaten Brebes adalah pertanian dan tersebut banyak di budidayakan di daerah Sumatra
perkebunan. Tanaman yang ditanam pada sektor dan Jawa, terutama oleh Pabrik-Pabrik
pertanian meliputi, padi, bawang merah, jagung, Gula.Tanaman tebu terdiri dari beberapa jenis, yaitu
kacang dan lain sebagainya. Sektor tebu PS 8, PS 57, PS 59, PS 63, PS 62, POJ 3016,
perkebunannya adalah tebu, teh, sayuran dan lain POJ 2961, dan POJ 3067. Kesemua tebu ini
sebagainya. sektor pertanian dan perkebunan dibedakan berdasarkan umur, jenis tanah, dan pupuk
tebu biasanya berada di dataran rendah, yang digunakan.Jenis tebu yang ditanam di
Kabupaten Brebes adalah PS 57 dan PS 59.
sedangkan sektor perkebunan, yaitu teh dan Penanaman tebu di perkebunan Jatibarang
sayuran terletak di dataran tinggi. Hal ini dapat teridri dari beberapa proses, mulai pembukaan lahan,
dilihat pada data sensus penduduk pada tahun perawatan tanaman hingga masa panennnya. Proses
1971 di Jawa Tengah yang menujukkan bahwa tersebut awali dengan persiapan ajir. Kemudian
jumlah pekerja pada dua sektor ini adalah dilanjutkan dengan pembukaan tanah, yang meliputi
271.136 jiwa. Kemudian pada sektor-sektor lain keduk got keliling, kedok got belekan, kedok got
yaitu pertambangan dan penggalian 9 jiwa, mujur, membuat bedeng, dan membuat
industri pengolahan 21.005 jiwa, listrik dan air garpu.29Proses setelah pembukaan tanah adalah
110 jiwa, bangunan 4.105 jiwa, perdagangan, penanaman, yang terdiri dari turun tanah, meratakan
rumah makan dan hotel 51.068 jiwa, angkutan, kasuran, tanam tebu, dan sulam tebu. Tebu yang telah
penyimpanan dan komunikasi 5.509 jiwa, berhasil ditanam kemudian diberi pupuk, untuk
menudukung pertumbuhannya.Proses berikutnya
keuangan, asuransi dan lain-lain 295 jiwa, jasa-
adalah bubut rumput, yaitu mencabuti rumput liar
jasa kemasyrakatan dan lain-lain 30.689 jiwa, yang mengganggu tanaman, menguras got, kletek
dan kegiatan tidak/belum jelas 5.552 jiwa. daun kering, dan ikat tebu yang roboh.30Setelah
Berikut adalah data rincian mengenai pekerjaan semua proses dilakukan, barulah tebu siap dipanen
masayarakat Kabupaten Brebes. untuk dioleh menjadi gula. Tanaman tebu dapat
Pada sektor pertanian, terdapat tiga tehnis dipaenen pada usia 12-14 bulan.31
dalam sisitem pengairan. Ketiga sistem tersebut
adalah diari secara tehnis, diairi setengah tehnis, dan
28
diairi secara sederhana. Luas lahan yang diairi secara Bank Bumi Daya, Suatu Tinjauan
tehnis 43.157 ha, secara setengan tehnis 7.147 ha, Mengenai Produksi dan Pemasaran Gula di
dan secara sederhana 12.260 ha.27 Pertanian yang Indonesia, (Jakarta: Bank Bumi Daya, 1993), hlm.
berkembang di Kabupaten Brebes adalah padi adan 15.
Bawang merah. Sedangkan dalam sektor berkembang
29
di Kabupaten Brebes jenis tanaman yang ditanam Wiyoko, Wawancara tanggal 16 Maret
2018.
26 30
Biro Pusat Statistik Jakarta, op.cit., hlm. 154. Ibid.
27
Hari Jadi Kabupaten Brebes,op.cit., hlm.
31
172. Ibid., hlm. 18.
294 Jurnal Prodi Ilmu Sejarah Vol. 3 No. 3 Tahun 2018
Bagian terpenting lain dari penaman tebu pada yaitu lahan sewa dan lahan TRI milik petani.
perkebunan adalah pengairan. Pengairan dilakukan Sebelum tahun 1975 adanya Intruksi Presiden
pada masa pertumbuhan tebu, sedangkan pada waktu mengenai TRI, lahan perkebunan tebu Jatibarang
masak tebu harus dalam keadaan kering. Terdapat hal hanya menggunakan lahan sewa. Program TRI di PG
penting yang perlu diperhatian dalam pengairan, Jatibarang tidak dapat langsung diterapkan pada
yaitu dengan memperhatikan jenis lahan yang di tahun 1975. Hal tersebut dikarenakan belum adanya
gunakan. Pada Kabupaten brebes sendiri luas lahan keketatapan yang mengatur tentang TRI. Intruksi
pada tahun 1988 adalah 213.000 ha. Luas tanah Presiden 1975 menjadikan, lahan perkebunan
tersebut terdiri dari 20.000 ha tegalan, 100.000 ha bertambah luas. Petani banyak yang mengusahakan
tadah hujan, dan 93.000 tehnis sulit air.32 Pengairan lahannya untuk perkebunan tebu. Banyak petani yang
perkebunan tebu Jatibarang berasal dari Kali Pemali. mengusahakan lahannya untuk ditanami tebu. Pada
Sebelum musim tanam tebu, terlebih dulu pihak tahun 1973 luas lahan perkebunan Tebu Jatibarang
pabrik bekerjasama dengan pihak pengairan di adalah 1.453.767 ha. Luas perkebunan mengalami
Brebes agar tidak terkendala pada saat proses sudah peningkatan di tahun 1977 menjadi 1.748.005 ha.34
berjalan. Pada lahan sewa perkebunan tebu Jatibarang,
Pengairan lahan perkebunan tebu Jatibarang tebu yang dihasilkan untuk produksi gula mulai dari
berasal dari kali Pemali. Untuk aliran irigasi yang penanaman, perawatan dan pemanenan dilakukan
digunakan sama dengan irigasi pada tanaman oleh pihak pabrik. Sewa tanah biasanya dilakukan
pertanian. Pengairan pada tanaman tebu dan tiga bulan sebelum masa tanam tebu. Untuk lahan
pertanian dilakukan secara bergantian. Malam hari sewa, per ha dihargai dengan RP 125.000,00 untuk
digunakan untuk tanaman tebu, utnuk siang hari satu tahun pada 1980.35 Namun, dalam kenyataannya
digunakan untuk tanaman pertanian. Sedangkan masa sewa bisa lebih dari satu tahun. Pembayaranan
untuk lahan yang tidak dilewati jalur irigasi, biasanya dilakukan dengan pengelompokan pada setiap desa.36
akan digunakan pompa air, untuk mempermudah Pada setiap desa, masih terdapat kelompok-kelompok
irigasi yang dilakukan.Pengairan perkebunan tebu tani, yang dalam hubungannya lebih dekat terhadap
Jatibarang berbeda setelah tahun 1990-an. Hal petani.
tersebut dikarenakan lahan perkebunan yang dimiliki, Sewa tanah yang dilakukan sebelum tahun
tidak lagi pada dataran rendah. Dataran rendah lebih 1990-an, tidak mengalami kesulitan. Hal tersebut
digunakan petani untuk menanam tanaman pertanian. dikarenakan campur tangan pemerintah yang besar
PG menghadapi masalah yang demikian, dengan dalam pelaksanaanya. Sehingga pihak pabrik tidak
terpaksa harus mencari lahan yang tetap dapat kesulitan dalam memperoleh bahan produksi.
digunakan untuk menanam tebu. Pemerintah sudah menetapkan berapa luas yang akan
PG menggunakan lahan di daerah dataran dipakai untuk lahan perkebunan tebu pada setiap
tinggi untuk lahan perkebunannya. Pengairan untuk desa. Campur tangan ini, yang menjadikan rakyat
daerah dataran tinggi sama dengan pengairan yang mau tidak mau harus tetap menyerahkan tananhnya.
sudah ada untuk pertanian daerah tersebut. Pengairan TRI di PG Jatibarang tahun 1975, menjadikan lahan
berasal dari Kali Pemali dan beberapa sungai kecil perkebunan semakin bertambah luas. Rakyat sangat
yang megalir disana (Sungai Keruh, Pedes, Glagah, tertarik dengan program yang dicanangkan
Cigunung, Cibinong, Prupuk, Erang dan pemerintah. Ketertarikan rakyat hanya terjadi pada
Rambatan).33 Terdapat juga sumber mata air yang awal kebijakan dilaksanakan hingga tahun 1990-an.37
berasal dari Gunung Slamet. Sumber mata air Tebu bahan utama pembuatan gula di Pabrik
tersebut, dibendung dalam Waduk Penjalin. Waduk Gula Jatibarang selain diperoleh dari sewa tanah juga
tersebut berada di Kecamatan Paguyangan, diperoleh dari TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi). TRI
Kabupaten Brebes, jawa Tengah.
Lahan perkebunan tebu Jatibarang di Brebes
34
berdasarkan kepemilikannya dibedakan menjadi dua, Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
Tengah, Rekapitulasi Taksasi Tebu yang di Tebang
PG Jatibarang Tahun 1976/1977, Senari Arsip
Provinsi Jawa Tengah, No.249.
32
Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
Tengah, Data Areal Lahan Kering wilayah Kerja PG 35
Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
Jatibarang, Senari Arsip Provinsi Jawa Tengah, No. Tengah,Pembayaran Sewa Tanah Tebu Giling Tahun
112. 1980/1981 Tahap 1, Senari Arsip Provinsi Jawa
Tengah, No.152.
33 36
Kantor BPS Kabupaten Brebes, Laporan Ibid.
Monografi dan Data Statistik Kabupaten Daerah
37
Tingkat II Brebes, (Brebes: Kantor BPS Kabupaten Wiyoko, Wawancara tanggal 16 Maret
Brebes, 1993), hlm. 4. 2018.
Perkembangan Perkebunan Tebu… (Iftiyah) 295

senidiri di PG Jatibarang terdapat tiga jenis yaitu, Program TRI, untuk penyediaaan tebu PG Jatibarang
TRIT (Tebu Rakyat Tegalan), TRIS (Tebu Rakyat sama sekali tidak mengalami kesulitan.41 Pada tahun
Sawah) dan TRB (Tebu Rakyat Bebas). Tebu yang 1977 produksi tebu yang dihasilkan mencapai 913
dihasilkan ini ditanam dan dirawat oleh petani secara kwintal, dengan produksi kristalnya adalah 105,30
individu. peran petani dalam Tri sangat besar, kwintal.42 Hal ini menunjukkan bahwa produksi di
dibandingkan dengan tebu lahan sewa. Tebu yang tahun tersebut tidak mengalami permasalahan.
telah siap panen, akan diserahkan petani kepada Suatu perusahaan dalam melakukan produksi
pihak Pabrik. Sebelum penyerahan tebu terlebih pasti memiliki tujuan untuk mendapat keuntungan
dahulu dibuat surat perjanjian antara pihak petani dan yang sebesar-besarnya. Begitu pula dengan produksi
pabrik. Surat perjanian ini berisi beberapa syarat dan PG Jatibarang. Penghitungan laba PG Jatibarang
ketentuan yang perlu diketahui.38 Pembayaran tebu dilakukan dengan melakukan pengurangan pada
dalam TRI dilakukan dengan penghitungan sektor pendapatan dan sektor biaya yang dikeluarkan.
berdasarkan rendemen yang dihasilkan. Rendemen Pengurangan tersebut akan diperoleh hasil usaha atau
inilah yang kemudian diolah menjadi gula. Satu laba dari produksi.43 Sektor pendapatan diperoleh
kwintal gula dihargai sebebsar Rp 35.000,- tahun dari penjualan gula, alkohol, tetes dan lain-lain.
1982. Pembayaran tidak dilakukan pada satu persatu Sektor biaya yang digunakan PG terdiri dari selisih
petani, melainkan dalam satu kelompok tani. persediaan awal/akhir, biaya produksi gula, biaya
Penamaan kelompok tani tersebut, biasanya produksi alkohol/spiritus, biaya kantor direksi,
berdasarkan nama salah satu petani dalam kelompok bunga, harga pokok tetes dan lain-lain. Pihak PTP
ataupun KUD yang tugaskan oleh pabrik gula. Luas XV-XVI (PERSERO) juga berperan dalam
areal perkebunan tebu Jatibarang dari TRI di daerah peningkatan produksi pada PG-PG di wilayahnya.
Brebes cukup luas. Pada tahun 1986 luas perkebunan Pada setiap tahunnya PTP XV-XVI (PERSERO),
TRI mencapai 2.314.805 Ha. Luasnya mengalami membuat peringkat produktivitas.44
penurunan di tahun 1987 yaitu 2.010.247 Ha. Hasil tebu yang ada tidak menentukan
Menigkat lagi di tahun 1988 sebesar 358.967 Ha rendemen dan hasil kristal yang ada. Pada bagian
sehingga menjadi 2.369.214 Ha. Luas yang ada ini hasil tebu, peringkat yang dimiliki PG Jatibarang dari
meliputi luas areal penaman tebu maupun tahun 1986-1989 selalu mengalami penurunan.
pembibitannya. Namun hal ini berbalik dengan peringkat rendemen
Produksi dalam PG Jatibarang meliputi terdiri tebu yang dihasilkan. Pada tahun 1986-1989
dari 4 komponen, yaitu produksi gula, alkohol, peringkat rendemen tebu PG Jatibarang justru
spiritus, dan tetes.39 Keempat komponen tersebut mengalami peningkatan. Rendemen tebu yang
memiliki peran penting dalam produksi yang dimiliki PG Jatibarang dapat dikatakan lebih baik
dilakukan. Produksi gula memiliki 3 faktor yang dibandingkan dengan PG-PG lain di wilayah PTP
dapat mempengaruhi produksi. Faktor-faktor tersebut XV-XVI (PERSERO).45 Tahun 1986-1989 rendemen
adalah areal perkebunan tebu, produksi tebu, dan
rendemen yang dihasilkan. Faktor penentu dari 41
Selo Soemardjan, Dkk, Petani Tebu:
produksi adalah bahan bakunya. Tebu sebagai bahan Laporan Penelitian Tentang Masalah-Masalah
baku pembuatan gula menjadi penentu bagaimana dalam Pelaksanaan Program TRI (Tebu Rakyat
produksi dalam suatu pabrik gula. Persediaan tebu Intensifikasi) Di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa
dalam suatu pabrik gula sangat berperan dalam Barat, (Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial dan
kelancaran produksinya. PG Jatibarang sebelum Dewan Gula Indonesia, 1983), hlm. 80.
tahun 1990-an, tidak mengalami kesulitan dalam
mnyediakan bahan baku produksi.40 Hal tersebut 42
Depo Arsip Dinas Arsip dan Perpustakaan
dikarenakan rakyat masih tertarik untuk menanam Jawa Tengah, Taksasi Maret Tanggal 4 April 1977,
tebu di lahannya. Kelancaran juga didukung dengan Senari Arsip Provinsi Jawa Tengah, No. 248.
adanya INPRES No. 9 Tahun 1975 mengenai

38
Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
Tengah, Surat Perjanjian Pengelolaan TRI Pola 43
Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
Khusus Musim Tanam 1985/1986, Senari Arsip Tengah, Ringkasan Laporan Tahunan Tahun 1984,
Provinsi Jawa Tengah, No.230. Senari Arsip Provinsi Jawa Tengah, No. 190.
39 44
Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
Tengah, Ringkasan Laporan Tahunan Tahun 1984, Tengah, Peringkat Produktivitas Lahan Tebu PG-PG
Senari Arsip Provinsi Jawa Tengah, No. 190. XV-XVI (Persero) M.T.T.: 1988/198, Senari Arsip
Provinsi Jawa Tengah, No. 193.
40
Sudikno, wawancara tanggal 18 Maret
45
2018. Rasyid, Wawancara tanggal 17 Maret 2018.
296 Jurnal Prodi Ilmu Sejarah Vol. 3 No. 3 Tahun 2018
yang dimiliki antara 8,93-9,60 %. Hasil kristal dari Sehingga dalam pelaksanaanya tidak ada
tahun 1986-1989 terus mengalami penurunan, baik ketimpangan harga. Pada tahun 1981 harga gula
dalam peringkat maupun angkanya.46 Penurunan mencapai Rp. 35.000,00 untuk setiap kuintalnya.50
yang terjadi pada hasil tebu dan hasil kristal PG Tenaga Kerja yang ada Perkebunan tebu
Jatibarang lebih dikarenkan kurangnya lahan untuk jatibarang terdiri dari karyawan tetap harian dan
penanaman tebu. Pada tahun 1986 petani tebu sudah bulanan, serta karyawan lepas harian. Gaji untuk
mulai meninggalkan tanaman tebu. Hal tersebut para karyawan tetap Perkebunan Jatibarang
dikarenakan tanaman tebu tidak begitu memberikan ditentukan oleh bagian kerja dan golongannya,
keuntungan bagi para petani. Petani lebih memilih seperti misalnya karyawan Jurutulis K1.I golongan
menggunakan lahannya untuk ditanami tanaman III A gaji pokok sebesar 7.778.90, juru gambar
bawang merah, padi, jagung dan tanaman lainnya.47 golongan III A gaji sebesar 7.205.94, mandor kebun
Penurunan peringkat yang ada, juga pasti berdampak golongan II B gaji sebebsar 6.075,90, dan lain
pada penurunan produksi pada PG Jatibarang. sebagainya.51 Perekrutan karyawan tetap kebanyakan
Penaman dan perawatan yang kurang baik, juga berasal dari keluarga dari pihak pegawai tetap yang
berpengaruh besar dalam penurunan hasil tebu. terlebih dahulu bekerja di Pabrik. Karyawan tetap
Setelah proses produksi, maka akan harian, semuanya bekerja dalam bidang yang sama
dilanjutkan dengan proses distribusi. Distribusi dan dalam satu golongan.52 Upah pokok yang mereka
merupakan proses penyaluran barang hasil produksi terima juga sama. Upah karyawan harian tetap PG.
kepada konsumen. PG Jatibarang mendistribusikan Jatibarang di Brebes tahun 1977 4.741,00. Para
hasil produksi gulanya terutama untuk masyarakat karyawan wajib menyerahkan uang iuran Astek
sekitar. Hal tersebut dimaksudkan agar masayarakat sebesar 2,54%, untuk karyawan harian tetap sebesar
sekitar terjamin kebutuhan gulanya.48 Baru kemudian 369,97.53 Pada tahun 1984 karyawan harian tetap
di pasarakan ke seluruh wilayah disekitar area mendapat kenaikan gaji sebesar 36% dari gaji
Brebes. Pemasaran yang demikian terjadi sebelum pokoknya. Kenaikan ini berdasarkan atas SK Menteri
adanya INPRES NO. 9 tahun 1975. INPRES NO. 9 Pertanian RI No. 410/06/Pert/U/1984 tanggal 2 April
Tahun 1975, memberikan perubahan dalam 1984.
pendistribusian gula. Selain karyawan bulanan tetap dan harian tetap
Lebih lanjut dalam SK Menteri Pertanian juga terdapat karyawan lepas harian perkebunan PG
mengenai Program TRI, di sampaikan bahwa semua Jatibarang. Karyawan lepas harian merupakan
gula yang dihasilkan pabrik, termasuk gula bagian karyawan yang bekerja dalam waktu tertentu sesuai
petani dibeli oleh pemerintah dengan harga yang kebutuhan perusahaan yang hubungan kerjanya
cukup baik, untuk kelancaran TRI. Untuk diadakan dari hari ke hari serta diberikan upah harian
menghindari adanya ijon, pada hasil gula petani, secara tetap. Pemberian upah disesuaikan dengan
maka dikeluarkan SK Menteri Pertanian No. surat keputusan bersama Menteri Pertanian dan
022/SK/Mentan/BPB/1975.49 SK tersebut mengenai Menteri Tenaga Kerja No.525/Kpts/Kp.630/8/93 dan
produksi gula dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah. Kep.341.D./MEN/93, tanggal 5 Agustus 1993 beserta
Hingga tahun 1979 pembelian gula tetap dikuasai peraturan penyempurnaannya.54 Ketetapan tersebut
oleh pemerintah. Pembelian dilakukan melalui pabrik diharapkan dapat diperoleh kelayakan hidup bagi
gula dengan dana dari Bank Bumi Daya, yang
bertindak sebagai pemegang stock pemerintah. KUD
50
juga diberikan peran besar dalam pemasaran gula Ibid, hlm. 82.
petani pada masa ini. Pemasaran dilakukan misalnya
51
dengan melakukan pelelangan gula. Pada tahun 1981, Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
pemerintah memberikan kebijakan bahwa semua gula Tengah, Perhitungan Iuran Astek PG. Jatibarang
baik dari hasil pabrik maupun dari petani dibeli oleh Karyawan I kampanye, hlm.5-6, Senari Arsip
pemerintah melalui BULOG. Pemerintah dalam Provinsi Jawa Tengah, No. 258.
melakukan pembelian gula, terlebih dahulu membuat
52
standart harga. Harga yang dibuat pemerintah harus Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
seimbang antara daya jual dan daya beli masyarakat. Tengah, Perhitungan Iuran Astek PG. Jatibarang
Karyawan I kampanye, Senari Arsip Provinsi Jawa
Tengah, No.258.
46
Ibid.
53
Ibid.
47
Darjan, Wawancara tanggal 5 Mei 2018.
54
Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
48
H. Aswantari, Wawancara tanggal 6 Mei Tengah, Surat Perjanjian Kerja Karyawan harian
2018. Borong PT Perkebunan XV-XVI (PERSERO) Pabrik
Gula Jatibarang, No.: XX-KONTR/94.052.., Senari
49
Ibid. Arsip Provinsi Jawa Tengah, No.252.
Perkembangan Perkebunan Tebu… (Iftiyah) 297

para karyawan lepas buruh. Pada tahun 1984 pihak PG Jatibarang terhadap perusahaan angkutan
karyawan lepas memperoleh kenaikan gaji sebesar dilakukan 2 minggu sekali.57
41,5% dari gaji pokok. Kenaikan gaji tersebut Alat angkut lain yang digunakan pada
berdasarkan atas SKB Mentan-Menaker No.TU perkebunan tebu adalah lori. Lori merupakan kereta
410/129/Kpts/3/1984, tanggal 12 Maret 1984. Pada api mini, yang berfungsi sebagai pengangkut tebu
tahun 1990-an gaji yang diperoleh pegawai harian dari perkebunan ke pabrik. Lori digunakan untuk
lepas sekitar Rp. 33.000 perbulan. mengangkut tebu pada perkebunan yang dekat
Gaji yang diperoleh karyawan tetap harian dan dengan pabrik dan dilalui jalur lori. Lori sendiri
bulanan, serta karyawan lepas harian berbeda banyak digunakan di pabrik-pabrik gula karena
jumlahnya di tahun yang sama. Hal ini berakibat keefesiensinya dalam beroprasi. Keefesiensian ini
pada kesejahteraan yang di dapat tidak sama. pula yang menjadikan Pabrik Gula Jatibarang, hingga
Karyawan tetap harian dan bulanan memilki tahun 1984 masih memilih lori untuk pengangkutan
kesejahteraan hidup yang cukup baik. Hal tersebut tebu. Pada tahun 1984 jalan yang dilewati lori di
dikarenakan gaji yang mereka terima jumlahnya Perkebunan Tebu Jatibarang tetap dirawat dengan
cukup besar. Gaji tersebut tidak hanya untuk baik.58 Hal tersebut dapat dilihat dari adanya
pemenuhan kebutuhan primer saja. Kebutuhan Anggaran Biaya untuk pememliharaan jalan lori.
sekunder dan tersier pun dapat mereka penuhi. Penggunaan lori mulai tidak digunakan setelah tahun
Berbeda dengan karyawan lepas harian yang 1990-an. Hal tersebut dikarenakan kebanyakan lahan
kesejahteraannya kurang. Gaji yang didapat perkebunan PG Jatibarang berada di daerah dataran
karyawan lepas harian, hanya cukup untuk tinggi Brebes.
penemuhan kebutuhan pokok saja. Gaji yang pas-
pasan harus mereka gunakan untuk biaya hidup C. DAMPAK SOSIAL EKONOMI
sehari-hari. Ksejahteraan yang di dapat oleh para PERKEBUNAN TEBU JATIBARANG
karyawan dapat dilihat dari gaji yang didapat dengan Dampak sosial dari adanya perkebunan tebu
harga bahan makanan. Jatibarang adalah mengenai upah karyawan dan
Transportasi dalam perkebunan tebu migrasi. Mengenai upah karyawan, sejak masa
digunakan untuk mengangkut tebu hasil penen ke Hindia Belanda sudah menjadi permasalahan yang
pabrik. Pengangkutan tebu pada Perkebunan cukup serius. Pada masa Hindia Belanda upah yang
Jatibarang dilakukan menggunakan truck dan lori. diberikan oleh pihak Pabrik kepada karyawan dapat
Pengangkutan tebu dengan truck biasanya digunakan dikatakan sangat rendah. Hal ini dikarenakan pihak
untuk perkebunan yang letaknya jauh dari pabrik dan pabrik ingin menekan biaya pengeluaran produksi
tidak dilalui jalur lori. Pengangkutan tebu dengan alat serendah mungkin.59 Upah yang rendah jelas,
transportasi truck, biasanya dilakukan kerjasama semakin memperburuk kehidupan mereka. Hal
dengan perusaan angkutan.55 Sebelum musim tebang berbeda terlihat setelah kemerdekaan Indonesia pada
biasanya pihak pabrik akan melakukan pelelangan 17 Agustus 1945. Masalah upah karyawan sudah
dengan pihak perusahaan angkutan Truck, guna sedikit menumui titik terang. Terjadi perbaikan dari
pengangkutan tebu. Hal ini seperti kerjasama antara pemerintah mengenai upah karyawan pabrik.
PG. Jatibarang degan CV Karya Bersama, yang Karyawan di perkebunan tebu sendiri terdiri dari
berada di Sragi Pekalongan tahun 1988.56 karyawan tetap dan karyawan harian lepas.60
Pengangkutan ini terdapat dua jenis, yaitu untuk Karyawan tetap dan karyawan harian lepas, bekerja
angkutan tebu dan angkutan penebang. Mengenai pada pabrik dan lahan perkebunan tebu yang dimiliki
harga sewa truck, pada tahun 1988 sebesar Rp.
10.000,- perhari pulang-pergi. Pada angkut penebang
terdapat catatan penebang yang diangkut sebanyak ± 57
Ibid.
60 orang. Jumlah pembayaran tersebut sudah
termasuk bahan bakar, minyak pelumas, uang sopir 58
Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
dan kernet, serta surat ijin angkutan. Pembayaran dari Tengah, Realisasi Biaya Produksi PG Jatibarang TT.
1983/1984 S/D. Bulan November 1984, Senari Arsip
Provinsi Jawa Tengah, No.184.
55
Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa
59
Tengah, Realisasi biaya Produksi Tahun Tebang PERHEPI dan YTKI, Perkebunan
1983/1984 Sd Bulan Nopember 1984, Senari Arsip Indonesia di Masa Depan, (Jakarta: Yayasan Agro
Provinsi Jawa Tengah, No.184. ekonomika, 1983), hlm. 30.

60
56
Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa Sekretariat Dewan Gula Indonesia,
Tengah, Surat Perjanjian Penggunaan Truck Antar Evaluasi Pelaksanaan Progam Swasembada Gula
Jemput Penebang, No.XX-Kontr/88.001, Senari Arsip Tahun 1990, (Surabaya: Departemen Pertanian
Provinsi Jawa Tengah, No.240. Republik Indonesia, 1990), hlm. 10.
298 Jurnal Prodi Ilmu Sejarah Vol. 3 No. 3 Tahun 2018
pabrik maupun milik swasta. Lahan perkebunan merupakan UMR (Upah Minimum Kerja) daerah
milik pabrik diperoleh dari sewa tanah dari petani setempat.66 Gaji yang mereka peroleh hanya cukup
sekitar, atau lebih dikenal dengan progran TRI Jasa untuk memenuhi kebutuhan primer saja.
(Tebu Kerjasama). Selain itu, terdapat pula Gaji yang diperoleh karyawan harian lepas,
perkebunan TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi), dimana tidak dapat meningkatkan taraf kehidupan mereka.
tebu dikelolala dikerjakan, diolah, dan dipanen oleh Hal tersebut dikarenakan gaji yang didapat hanya
petani sendiri.61 Perkebuna TRI mulai ada setelah untuk memenuhi kebutuhan pokok saja. Gaji yang
adanya INPRES 1975, mengenai TRI yang diperoleh apabila dibandingkan dengan harga bahan
dikeluarkan oleh pemerintah. Hasil tebu TRI dari kebutuhan pokok, memang hanya cukup untuk
petani tersebut kemudian akan digiling di pabrik. pemenuhan itu saja. Hal tersebut dapat dilihat dari
Tebu TRI Jasa di kelola dan dibiayai oleh harga kebutuhan pokok seperti beras.Gaji yang
Pabrik Gula Jatibarang. Mulai dari biaya rendah ini berdampak pada kesulitannya pihak PG
pemngelolaan lahan, perawatan tebu, hingga maupun swasta perkebunan sulit mendapat pegawai
pemanenan tebu, murni dilakukan oleh pabrik. perkebunan tebu. Kedaan karyawan lepas harian
Pengelolaan perkebunan tersebut membuthkan kebun ini berbeda dengan pihak PG maupun swasta
karyawan yang banyak. Karyawan yang ada pada PG sebagai pemilik modal. Keuntungan yang didapat
Jatibarang 600-700 orang.62 Jumlah karyawan ini mereka besar, sehingga kesenjangan sosial antara
bertambah pada musim giling, dengan adanya karyawan kebun dan pemilik modal tidak dapat
karyawan harian lepas menjadi 1000 karyawan.63 terelakkan, terutama pada tahun 1983-1989.67
Kesenjangan sosial sangat terlihat antara karyawan Perubahan sosial juga terjadi dari adanya
tetap dan karyawan lepas harian. Karyawan tetap perkebunan PG Jatibarang. Perubahan sosial yang
biasanya terdiri dari mereka yang berada pada bagian terjadi selalu bersumber pada keadaan spesifik dari
kantor, seperti misalnya juru tulis, juru gambar, suatu kondisi masyarakat.68Perubahan sosial tersebut
komite, serta mandor kebun dan rabuk. Kesemua misalnya pengorganisasian buruh yang menyebabkan
karyawan tetap ini memiliki gaji yang berbeda- terjadinya perubahan dalam hubungan antar buruh
beda.64 Gaji yang mereka peroleh didasarkan pada dan majikan. Selain itu pengorganisasian buruh juga
jenis pekerjaan dan pangkat yang dimilikinya. menyebabkan perubahan dalam organisasi ekonomi
Pegawai lepas harian, biasanya bekerja pada dan politik. Perubahan ini melingkupi perubahan
bagian lapangan di perkebunan maupun pabrik. yang terdapat pada semua kegiatan yang mereka
Mereka bekerja mulai dari pembukaan lahan hingga jalankan.69
tebu siap panen. Gaji yang diperoleh mereka dapat Sistem buruh yang menjadikan segala
dikatan bisa memenuhi kebutuhan mereka. Gaji sesuatu harus dibayarkan dengan uang,
tersebut diperoleh setiap seminggu sekali, pada masa menjadikan budaya gotong royong yang sudah
kontraknya. Pada tahun 1990-an gaji yang diperoleh sejak dulu ada menjadi hilang. Kegiatan gotong
pegawai harian lepas sekitar Rp. 33.000 perbulan.65
royong masyarakat desa sesungguhnya jauh
Pegawai lepas harian bekerja hanya pada musim
lebih kuat dibandingkan dengan masyarakat
giling tebu saja. Mereka bekerja 4-6 bulan pada
setiap tahunnya. Berbeda dengan karyawan tetap kota.70 Kegiatan gotong royong yang sudah lama
yang mendapat tunjangan, mereka hanya dijalankan masyarakat Brebes pada umumnya
memperoleh gaji pokok saja. Gaji tersebut juga dan msyarakat sekitar perkebunan pada

66
61
Selo Soemardjan, Dkk, Petani Tebu: Agus, Wawancara tanggal 3 Mei 2018.
laporan Penelitian Tentang Masalah-masalah dalam
67
Pelaksanaan Program TRI di Jawa Timur, Jawa Mubyarto dan Daryanti, Gula Kajian
Tengah dan Jawa Barat, (jakarta: Dewan Gula Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: Aditya Media,
Indonesia, 1982), hlm. 51. 1991), hlm. 123.
68
Soerjono Soekanto, Sosiologi dan Ruang
62 Lingkupnya, (Bandung: Remaja Pasdakarya, 1990),
Rasyid, Wawancara tanggal 17 Maret 2018.
63
Wiyoko, Wawancara tanggal 16 Maret hlm. 187.
2018.
69
Binarto, Suatu Pengantar Geografi Desa,
64 (Yogyakarta: UP Strin,g 1977), hlm. 33.
Depo Arsip BPAD Jawa Tengah, Daftar
Perhitungan Astek Karyawan Bg. Kampanye Tahun
70
1977 PG. Jatibarang, Senari Arsip Provinsi Jawa Pengurus Pusat I S E I, Mendjelang
Tengah, No.244. Repelita: Kertas-kertas Karya yang Diadjukan dalam
Kongres ke V Ikatan Sardjana Ekonomi Indonesia di
65
Ayub Ismail, Wawancara tanggal 17 Maret Palembang, 5-8 April 1969, (Djakarta: Pengurus
2018. Pusat I S E, 1969), hlm. 46.
Perkembangan Perkebunan Tebu… (Iftiyah) 299

khususnya menjadi berkurang. Setelah adanaya sebagai penyalur sarana produksi, melaksanakan
perkebunan tebu dari PG Jatibarang, masyarakat pendaftaran calon petani peserta TRI, membina
menjadi mengenal sistem perburuhan. kelompok tani, melaksanakan penebangan dan
Perubahan pada masyarakat lebih pengangkutan tebu, menyaksikan penentuan
disebabkan karena mereka sudah mengenal rendemen dan penmbangan tebu, serta menjual gula
bagian petani kepada sub-Dolog.
sistem upah. Segala sesuatu yang diukur dengan Perkebunan tebu yang ada pada suatu daerah
uang didorong karena adanya tuntutan ekonomi. dapat mempengaruhi kehidupan ekonominya.
Sistem buruh menjadikan perubahan dalam Pengaruh tersebut dapat dilihat dari dampak yang
hubungan antara buruh dan majikan (pada ditimbulkan. Dampak tersebut baik dirasakan oleh
perkebunan tebu buruh: karyawan, majikan: PG masayarakat sekitar maupun masyarakat yang jauh
dan pihak swasta). Hal tersebut menjadikan dari perkebunan. Dampak dalam bidang ekonomi
terjadinya perbedaan dalam masyarakat. dari perkebunan tebu Jatibarang yaitu produksi
Perbedaan lebih dikarenakan sumber daya pertanian dari petani setempat.73 Biasanya daerah
manusia yang tidak merata pada semua tempat yang digunakan untuk perkebunan tebu akan
dan kemampuannya juga berbeda, sehingga mengalami penurunan produksi pertanian.74 Hal
menyebabkan terjadinya pelapisan sosial. tersebut dikarenakan karena adanya penanaman tebu,
baik itu sewa mapun ditanaman sendiri. Penanaman
Pelapisan masyarakat dapat didasarkan pada tebu yang dilakukan, menjadikan pertanian tidak
kekayaan, kehormatan, posisi ataupun status dapat dilakukan sepanjang tahun. Terdapat sistem
sosial.71 pergantian penanaman antara tanaman tebu dan
Pabrik Gula Jatibarang sebagai pabrik gula pertanian. Setelah lahan selesai digunakan untuk
yang besar, pastinya memiliki karyawan yang banyak perkebunan tebu selama ±1,4 tahun, kemudian masa
pula. Karyawan yang ada tersebut biasanya berasal berikutnya akan ditanamani tanaman pertanian.75 Hal
dari warga daerah sekitar pabrik sendiri. Hal tersebut tersebut dilakukan berulang-ulang secara terus
dimaksudkan agar kesejahteraan masyarakat menerus. Pergantian penanaman yang dilakukan,
Kabupaten Brebes sendiri dapat terpenuhi terlebih menjadikan hasil produksi antara pertanian dan
dahulu. Namun, terdapat beberapa karyawan yang perkebunan tebu tetap stabil. Meskipun demikian,
berasal dari daerah luar Brebes, seperti Tegal, tidak dapat dipungkiri bahwa sejak tahun 1975
Semarang, Pemalang dan daerah lainnya, Sehingga setelah diterapkannya TRI di PG Jatibarang produksi
dapat dikatakan migrasi yang ada di kabupaten tebu mulai menurun, berakibat pada berkurangnya
Brebes kecil jumlahnya.72 Dampak lain dalam bidang gula yang dihasilkan.76
sosial adalah munculnya kelompok-kelompok tani. Peran petani dalam penanamn tebu antara
Kelompok tani ini yang menjadi pengkoordinir para tahun sebelun dan sesudah ditetapkannya TRI tahun
petani TRI. Kelompok tani ini muncul setelah 1975 mengalami perubahan.77 Sebelum tahun 1975
diterapkannya TRI di PG Jatibarang pada tahun 1975. petani dalam penanaman tebu, hanya bertindak
Pada setiap kelompok tani terdapat ketua sebagai pemilik lahan sewa. Sedikit dari petani yang
kelompoknya. Ketualah yang bertanggung jawab atas melakukan penanaman tebu secara mandiri. Mereka
kelompoknya. Selain sebagai pengkoordinir, kebanyakan hanya menyewakan lahan yang dimiliki
kelompok tani juga sebagai penghubung antara petani kepada PG maupun kepada pihak swasta. Lama sewa
dengan pihak pabrik, sehingga hubungannya terjalin tanah yang dilakukan biasanya 12-14 bulan.78 Lahan
dengan baik. petani yang disewakan kepada pihak PG maupun
Peran KUD semakin besar setelah adanya swasta, menjadikan mereka tidak memiliki kegiatan
INPRES 1975 mengenai Program TRI. Peran lagi dalam kesehariannya sebagai petani.Banyak
tersebut terutama dalam bagian kredit petani. Sejak dari mereka yang mencoba mencari kegiatan lain
tahun 1981 penyaluran kredit yang awalnya melalui selama masa sewa tanah tersebut. Beberapa dari
PG, dialihkan melalui KUD. Pihak BRI memberikan
kredit sepenuhnya kepada KUD bukan kepada petani. 73
Mubyarto dan Daryanti, op.cit., hlm. 104.
KUD lah yang kemudian memberikan kredit kepada
petani. Urusan antara KUD dan petani, secara penuh 74
Isbudi, Wawancara 18 Maret 2018.
menjadi tanggung jawab KUD. Selain sebagai 75
Sekretariat Dewan Gula Indonesia, op.cit.,
penyalur kredit kepada petani, KUD juga berfungsi
hlm. 68.
71
Eva Banowati, Geografi Sosial, 76
Sudikno, Wawancara, 18 Maret 2018.

(Yogyakarta: Ombak, 2013), hlm. 59. 77


Mubyarto dan Daryanti, loc.cit.
72 78
Sudikno, Wawancara 18 Maret 2018. Sohidin, Wawancara tanggal 4 Mei 2018.
300 Jurnal Prodi Ilmu Sejarah Vol. 3 No. 3 Tahun 2018
mereka yang memilih untuk mencari lahan di desa lebih banyak digunakan untuk penanaman bawang
lain yang tidak digunakan untuk penanaman tebu dan merah.Namun, dalam perkembangannya yaitu tahun
ada yang memilih untuk menjadi buruh pada 1990-an, dataran tinggi juga digunakan untuk
perkebunan tebu. perkebunan tebu. Hal tersebut dikarenakan sulitnya
Penanaman tebu pada lahan pertanian memiliki memperoleh lahan perkebunan di daerah dataran
manfaat yang sangat baik terutama dalam tingkat rendah, dataran tinggi tanahnya tidak cocok untuk
humus tanah. Lahan pertanian yang telah dipakai tanaman tebu. Akibatnya tebu yang dihasilkan
untuk menanam tanaman tebu, tingkat kesuburannya kurang baik, dengan kandungan rendemen yang
meningkat sangat baik. Peningkatan kesuburan rendah.
berdampak pada tanaman pertanian yang ditanam Perkebunan tebu Jatibarang sejak masa
oleh para petani. Tanaman pertanian yang ditanam Kolonial sampai sebelum diterapkannya TRI di
akan menjadi lebih baik hasilnya. Sehingga Jatibarang dapat dikatan stabil. terdapat beberapa kali
pendapatan petani dari hasil pertanian semaakin naik-turun dalam keberlangsungannya, namun tidak
meningkat. Peningkatan pendapatan menjadikan berpengaruh cukup besar dalam eksistensinya. Pada
kesejahteraan dari para petani menjadi semakin tahun 1975, berdasarkan Intruksi Presiden No
baik.Dampak lain dari perkebunan tebu Jatibarang 9/1975, pemerintah mencanagkan program TRI
adalah banyak berdiri warung di sekitar areal (Tebu rakyat Intensifikasi). Pada program tersbut,
perkebunan79. Warung-warung tersebut peran petani lebih di utamakan dalam penanaman
memudahkan para pekerja memperoleh tempat tebu, sehingga kesejahteraan petani dapat tercapai.
istirahat dan makan, pada waktu kerja. Seperti yang Pabrik Gula Jatibarang sendiri, mulai menerapkan
kita ketahui bahwa areal perkebunan biasanya program TRI pada tahun 1975, bersamaan dengan
terletak jauh dari pusat kota. Selain para perkerja, Inpres. Pada awal pelaksanaanya, program yang
para pemilik warung yang kebanyakan berasal dari dijalankan sangat membantu pabrik dalam produksi
daerah setempat juga ikut mendapat keuntungan. gula. Hal tersebut dikarenakan banyaknya tebu yang
Membuka warung menjadikan penghasilan yang ditanam para petani di lahannya, dan kemudian di
didapatkan akan lebih meningkat, sehingga setorkan pada pabrik. Petani tertarik dengan program
kesejahteraan kehidupannya dapat tercapai.80 yang di berikan pemerintah. Lahan yang mereka
miliki banyak digunakan untuk perkebunan tebu,
D. KESIMPULAN sehingga luas areal perkebunan pada masa itu cukup
Berdasarkan penelitian yang telah dijelaskan besar.
pada skripsi ini, gula merupakan bagian penting Program TRI yang dilakukan oleh Pabrik
dalam perekonomian sebuah negara. Pabrik gula Jatibarang, tidak selamanya berjalan dengan lancar.
sebagai penghasil gula, memegang peran besar di Pada tahun 1990-an terjadi penyelewengan oleh
dalamnya. Salah satu pabrik gula besar di Jawa yaitu oknum-oknum tertentu yang merugikan pihak petani,
Pabrik Gula Jatibarang yang ada di Kabupaten sehingga para petani tidak mau lagi melakukan
Brebes. Pabrik Gula tersebut terletak di Jalan penanaman tebu. Mereka lebih memilih untuk
Jatibarang-Slawi, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten menaman tanaman pertanian, seperti padi, jagung,
Brebes, Jawa Tengah. Sebagai pabrik gula yang bawang merah, dan lain sebgainya. sikap petani,
besar, sudah dapat dipastikan bahwa luas perkebunan berdampak besar pada pabrik terutama dalam hal
tebu yang dimiliki juga besar pula. Hal ini produksi. Penurunan luas perkebunan, menjadikan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan produksi pihak pabrik mengalami kerugian yang besar.Phak
dari pabrik gula. pabrik dalam mengatasi masalah ini, mencari daerah-
Kabupaten Brebes berdiri sebagai kabupaten daerah lain untuk digunakan sebgai perkebunan,
pada 18 januari 1678. Sebelumnya pada masa meskipun daerah tersebut tidak cocok untuk tanaman
Kerajaan Mataram, Brebes merupakan fasal dari tebu.Pemilihan lahan yang tidak sesusai untuk
kerajaaan tersebut. Kabupaten brebes terdiri dari 17 penanaman tebu, menjadikan pihak pabrik tetap
kecamatan dan 297 desa/kelurahan. Dataran mengalami kerugian. Rendemen yang dihasilakn
Kabupaten Brebes merupakan dataran yang subur. kurang bagus, sehingga produksi gula juga ikut
Wilayahnya cocok digunakan untuk pertanian dan menurun. Selain itu, biaya yang dikeluarkan juga
perkebunan, perkebunan yang dimaksud adalah semakin banyak, dikarenakan jauhnya lahan dari
perkebunan tebu. pabrik tempat beroprasi. Hal tersebut berakibat pada
Wilayah Kabupaten Brebes dibagi menjadi produksi pabrik yang tiap tahunnya mengalami
tiga, yaitu dataran rendah, dataran tinggi, dan dataran penurunan, hingga akhirnya melakukan penggilingan
pantai. Dataran rendah diginakan untuk pertanian dan terakhir bulan Juni 2017.
perkebunan tebu, dataran tinggi digunakan untuk Dampak yang ditimbulkan dari adanya
pertanian dan perkebunan teh, serta dataran pantai perkebunan tebu Jatibarang dalam skripsi ini, terdiri
dari dampak sosial dan ekonomi. Dampak sosial yang
timbul adalah mengenai kehidupan pegawai,
79
Erina, wawancara tanggal 18 Maret 2018. terutama pegawai lepas harian yang tidak meningkat
80
Sudikno, Wawancaratanggal 18 Maret 2018.
Perkembangan Perkebunan Tebu… (Iftiyah) 301

taraf hidupnya. Hal tersebut dikarenakan upah yang penanaman tebu. Mereka lebih senang mengusahakan
mereka dapatkan hanya cukup untuk memenuhi lahannya untuk tanaman pertanian. Pada tahun
kebutuhan primernya saja. Berbeda dengan pegawai tersebut pula produksi gula mulai mengalami
tetap, yang memiliki gaji tinggi dan mendapat penurunan tiap tahunnya.
tunjangan dari pabrik. Gaji kecil yang diterima Dampak bidang ekonomi yang lain adalah
pegawai lepas harian, menjadikan pihak pabrik sulit adanya peran petani yang lebih besar dalam lahan
memperoleh pegawai pada masa berikutnya. Padahal pertanian mereka. Peran besar ini terjadi setelah
pegawai ini sangat diperlukan, terutama pada musim adanya INPRES 1975, yang memberikan kesempatan
giling. pada petani untuk mengolah lahannya sendiri untuk
Dampak dalam bidang sosial berikutnya adalah perkebunan tebu. Hal tersebut berdampak pada
adanya sistem buruh yang menjadikan penghasilan yang mereka peroleh. Pengolahan lahan
masyarakatnya, tidak mengenal lagi gotong royong. yang mereka lakukan sendiri menjadikan penghasilan
Segala sesuatu yang dilakukan dihitung dengan uang, yang didapat lebih maksimal.Dampak lain dalam
sehingga hubungan anatar masyarakatnya menjadi bidang ekonomi adalah banyak berdiri warung-
kurang erat. Sistem buruh juga menjadikan warung di sekitar perkebunan. Karena ramainya
munculnya pihak buruh dan majikan. Kedua pihak ini daerah perkebunan, maka peluang ini dimanfaatkan
dalam masyarakat akan memunculkan kesenjangan oleh masyarakat setempat. Masyarakat yang
sosial yang akan terkesan memunculkan kasta di membuka warung akan mendapat penghasilan
dalamnya.Dampak lain dalam bidang sosial adalah, mereka yang lebih dari sebelumnya. Taraf hidup
munculnya kesenjangan sosial antara petani kecil yang mereka miliki juga semakin membaik.
dengan pihak swasta dan pabrik. Hal ini terutama
terjadi setelah diterapkannya TRI di Pabrik Gula
Jatibarang tahun 1975. Karena penyelewengan dari DAFTAR PUSTAKA
oknum-oknum tertentu, taraf kehidupan petani kecil Arsip
semakin menurun, sedangkan pihak swasta dan Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah, Daftar
pabrik taraf hidupnya semakin meningkat. Hal ini Pembayaran Sewa Tanah Tebu Giling
pula yang menjadikan petani tidak mau lagi 1980/1981, Senari Arsip Provinsi Jawa
menggunakan lahannya untuk penanamn tebu. Tengah, No.82.
Akibatnya pihak pabrik, tidak dapat memenuhi
kebutuhan produksinya. Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah,
Dampak selanjutnya yaitu adanya migrasi, Rencana Biaya Garap Upsus , Senari Arsip
meskipun dalam jumlah yang kecil. Perkebunan yang Provinsi Jawa Tengah, No.93.
ada tidak menimbulkan lonjakan penduduk yang
besar. hal tersebut dikarenakan karyawan yang ada, Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah, Surat
terutama karyawan lepas harian yang ada pada Perjanjian Sewa Tanah Kodim 0713 di
musim giling lebih banyak berasal dari daerah Desa Songgom, Brebes, Senari Arsip
setempat. Hanya beberapa saja yang berasal dari Provinsi Jawa Tengah, No.107.
kabupaten lain, seperti Tegal, Pemalang, dab daerah
lainnya.Dampak lain yaitu munculnya kelompok- Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah, Data
kelompok tani setelah adanya INPRES 1975. Areal Lahan Kering wilayah Kerja PG
Kelompok tani ini, menjadi penghubung antara Jatibarang, Senari Arsip Provinsi Jawa
petani TRI dengan pihak pabrik. Pihak pabrik Tengah, No. 112.
bertugas penyalur kredit dari Bank BRI kepada
parapetani TRI. Namun, peran dari pabrik ini mulai Buku
hilang setelah tahun 1981. Tugas pabrik sebagai A.B. Lapian dan Chaniago, J.R, Di Bawah
penyalur kredit digantikan oleh KUD. KUD inilah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat
yang bertanggung jawab penuh kepada petani TRI. Puluh Dua Orang yang Mengalaminya,
Dampak ekonomi dari adanya perkebunan tebu Jakarta: ANRI, 1998.
Jatibarang berkaitan dengan produksi pertanian di
daerah setempat. Biasanya pada daerah lain, Bank Bumi Daya, Suatu Tinjauan Mengenai
perkebunan tebu mengakibatkan penurunan dalam Produksi dan Pemasaran Gula di
bidang pertanian. Hal tersebut juga terjadi pada Indonesia, Jakarta: Bank Bumi Daya, 1993.
daerah Kabupaten Brebes. Namun, penurunan
produksi pertanian hanya terjadi pada awal Biro Pusat Statistik Jakarta, Sensus Penduduk 1971:
diterapkannya TRI tahun 1975. Penurunan Penduduk Jawa Tengah, Jakarta: Biro Pusat
disebabkan adanya sistem pergantian tanam antara Statistik, 1974.
tanaman pertanian dan tebu. Pada tahun setelah 1990-
an karena kejenuhan petani dengan TRI yang tidak
semestinya, petani mulai enggan melakukan
302 Jurnal Prodi Ilmu Sejarah Vol. 3 No. 3 Tahun 2018
Breman, Jan, Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja: Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah, Pabrik
Jawa di Masa Kolonial, Jakarta: LP3ES, Gula Jatibarang, Semarang: Dinas Arsip
1986. dan Perpustakaan Jawa Tengah, 2010.

Daliman.A., Metode Penenlitian Sejarah, Eva Banowati, Geografi Sosial, Yogyakarta: Ombak,
Yogyakarta: Ombak, 2012. 2013.

Dibyo Prabowo, Penguasaan Tanah dalam Program F.G. Winarno, dan A.T. Prabowo, Gula dan Pemanis
Tebu Rakyat Intensifikasi, Yogyakarta: Buatan, Jakarta: Sekretariat Dewan Gula
Gadjah Mada University Press, 1994. Indonesia, 1988.

Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta:


Ombak, 2007.
Perkembangan Perkebunan Tebu… (Iftiyah) 303

Anda mungkin juga menyukai