Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KELOMPOK

PSIKOLOGI MODIFIKASI PRILAKU

“ETNOSENTRISME, PRASANGKA, DAN STEREOTIPE”

Dosen Pengampu : Istiana, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh :

Kelompok 10
1. Egi Satya Marinda 198600201
2. Ester Emelia Pakpahan 198600194
3. Yosephine Dominic Samosir 198600236
4. Bangun Jedidea Girsang 198600258
5. Jhosep Leonardo Hutabarat 198600400

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA


2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam suku bangsa atau kelompok
Etnis. Keberagaman suku bangsa atau Etnis ini disuatu sisi membawa pengaruh positif untuk kekayaan
kebudayaan, seni, serta dinamika sosial kehidupan masyarakat Indonesia, namun disisi lain keberagaman
Etnis menjadi bumerang bilamana di dalam masyarakat masih terdapat individu yang mengagung-
agungkan sikap primordialisme dan etnosentrisme. Primordialisme adalah rasa kesukuan yang berlebihan,
yang diikuti dengan sikap, memegang teguh hal-hal yang di bawa sejak kecil, seperti tradisi, adat-istiadat,
kepercayaan, dan segala sesuatu yang ada di lingkungan pertamanya. Etnosentrisme ialah suatu
kecendrungan yang menganggap nilai-nilai dan norma- norma kebudayaan sendiri sebagai sesuatu yang
prima, terbaik, mutlak, dan di pergunakan sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakan dengan
kebudayaan lain, (Soewaryo ,1986 : 47).
Hubungan antar-sukubangsa adalah hubungan yang dihasilkan dari adanya interaksi antara orang-orang
atau kelompok-kelompok yang berbeda sukubangsanya. Dalam interaksi ini, masing-masing pelaku atau
kelompok saling diidentifikasi oleh dan mengidentifikasi diri mereka masing-masing satu sama lainnya
dengan mengacu pada sukubangsa dan kebudayaan sukubangsanya.

Interaksi terjadi karena berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi para pelaku sebagai mahluk sosial untuk
pemenuhan berbagai kebutuhan hidup mereka. Interaksi yang terjadi diantara mereka yang berbeda
sukubangsanya juga didasari oleh dorongan-dorongan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup,
(Suparlan Parsudi, 2005 : 5).
Stereotip mengenai suatu suku bangsa itu muncul dari pengalaman seseorang atau sejumlah orang yang
menjadi anggota sebuah suku bangsa dalam berhubungan dengan para pelaku dari sesuatu sukubangsa
tersebut. Dari sejumlah pengalaman yang terbatas, yang dipahami dengan mengacu pada kebudayaannya,
maka pengalaman tersebut menjadi pengetahuan. Pengetahuan secara berulang diafirmasi atau
dimantapkan melalui pengalaman-pengalaman yang secara berulang terjadi dengan anggota-anggota
suatu sukubangsa tersebut, maka pengetahuan yang berisikan ciri-ciri sesuatu suku bangsa tersebut
menjadi konsep-konsep yang ada dalam kebudayaannya yang di yakini kebenarannya. Melalui berbagai
jaringan sosial yang dipunyai oleh seorang pelaku, pengetahuan kebudayaan mengenai ciri-ciri sesuatu
sukubangsa tersebut disebarluaskan kepada sesama masyarakat sukubangsanya. Pengetahuan kebudayaan
yang bercorak stereotip yaitu mengenai ciri-ciri sesuatu sukubangsa menjadi pengetahuan yang berlaku
umum dalam kebudayaan dari masyarakat tersebut dan diyakini kebenarannya (Suparlan, 2005 : 27-28 ).
1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui latar belakang indentitas etnosentrisme, prasangka, dan stereotipe


2. Untuk mengetahui jenis-jenis etnosentrisme, prasangka, dan stereotipe

1.3 Manfaat

- Secara teoritis
Hasil makalah ini mampu memberikan kontribusi berupa ilmu untuk pengembangan studi
ilmu komunikasi yang bertema tentang etnosentrisme, prasangka, dan stereotipe

- Secara Praktis
Tidak hanya memberikan manfaat teoritis, diharapkan makalah ini mampu memberikan
manfaat praktis yang dapat direalisasikan.

1.4 Tinjauan Pustaka

Masyarakat majemuk
Kebanyakan masyarakat tidak hanya terdiri dari satu kerangka kerja tunggal ,
tetapi terdiri dari sejumlah kelompok bu daya yang berinteraksi dengan berbagai cara dalam
suatu kerangka kerja nasional yang lebih luas . Sebenarnya , sulit menemukan suatu status -
bangsa pada masa kini yang ho mogen secara budaya . Masyarakat majemuk muncul akibat
aneka peristiwa sejarah , termasuk satu budaya oleh budaya lain , pembentukan bangsa ( dengan
batas beberapa kelompok budaya yang pi lah ) dan migrasi ( para individu dan kelompok -
kelompok di negara lain ) Dan , keempat strategi atau alternatif yang dibahas : asimilasi ,
integrasi , separasi , dan marjinalisasi. Semua pakan cara melukiskan , bukan hanya preferensi
individu , tapi juga hubungan aktual antara berbagai kelompok yang membentuk masyarakat
majemuk dan kebijakan yang akan diberlakukan untuk mereka . Ketika kita berfokus pada
preferensi atau pilihan yang dibuat anggota kelompok yang berkulturasi. Namun , jika keputusan
- keputusan dibuat masyarakat dominan , tentang bagaimana seharusnya mereka berakulturasi ,
maka istilah istilah lain yang dipersyaratkan ( simak Berry , 1974b ) . Asimilasi yang dikunjungi
melalui istilah melting pot , tapi asi milasi yang terpaksa lebih baik diberi istilah pressure cooker.
Untuk pengertian tertentu, integrasi mengimplikasikan suatu taraf kerjasama yang
dilakukan dengan sengaja pada kedua pihak - kelompok yang berakulturasi dan kelompok
dominan dan dari sini tidak diperlukan istilah yang mem bedakan mereka . Sebaliknya ,
marjinalisasi biasa mengimpli kasikan sedikit kesengajaan pada pihak kelompok yang ber
akulturasi . Yang biasa terjadi , mereka berada dalam geng gaman kelompok dominan , tapi
agaknya tidak diperlukan suatu istilah yang membedakan . Lawan kasus separasi ( ketika diingini
kelompok yang berakulturasi ) adalah segregasi ( ketika dilakukan kelompok dominan ) .
Hendaklah menjadi jelas , jika asimilasi dan separasi me nempuh jalan mereka secara utuh ,
masyarakat tak akan menjadi lebih majemuk . Dalam kasus asimilasi , orang yang berasal dari
budaya homogen akan berkembang , sementara dalam kasus pemisahan masyarakat majemuk
akan terpecah menjadi bagian - bagian lebih kecil , menjadi lebih homogen , menjadi masyarakat
- masyarakat mandiri . Dalam kasus marjinalisasi dan segregasi , masyarakat secara dasar tetap
dalam keadaan majemuk , tapi dalam praktek , hanya ada dalam aksi dan partisipasi minimal di
antara kelompok - kelompok . Jelasnya , situasi yang disebut integrasi situasi dalam suatu
masyarakat majemuk yang berkelanjutan, dimana kelompok-kelompok tetap dalam keberbedaan
dan pada saat sama, berpartisipasi bersama dalam banyak lembaga penting dari masyarakat yang
lebih luas. Sebuah istilah yang dikaitkan dengan pluralisme atau ke majemukan ialah
multikulturalisme. Dalam pandangan kami, masyarakat multikultural ialah masyarakat majemuk
(popu lasi pada umumnya, berbagai kelompok yang berakulturasi, dan pemerintah) yang
menghargai pluralisme dan memung kinkan keberagaman tetap lestari. Sebaliknya, masyarakat
majemuk tak multikultural ialah suatu masyarakat yang memungkinkan upaya pemerintah
maupun upaya politis un tuk menghomogenkan populasi (melalui asimilasi), meme cah-mecah
mereka (melalui separasi) atau mensegmentasi kan mereka (melalui marjinalisasi dan segregasi).
Pendeknya, suatu masyarakat multikultural ialah masyarakat yang me nerima integrasi sebagai
cara-cara yang umum untuk meng hadapi keberagaman budaya. Selanjutnya, kami perkenal kan
pengertian "ideologi multikultural" untuk melukiskan orientasi positif secara umum terhadap
pelestarian pluralisme.
BAB 2
Pembahasan

Ingroup dan Outgroup


Setiap budaya pada umumnya membuat pembedaan dalam interaksi antar individunya. Misalnya,
interaksi antaranggota keluarga berbeda dengan interaksi yang terjadi antar individu yang tidaksatu
keluarga. Kemudian, interaksi antar individu yang berbeda kelas sosial tentunya akan berbeda dengan
interaksi antar individu dari kelas sosial yang sama. Hubungan antar individu ingroup (salu kelompok)
dipengaruhi oleh sejarah, pengalaman bersama, antisipasi terhadap masa depan, keintiman yang terjalin,
keakraban (familiarity), dan kepercayaan. Di sisi lain, hubungan outgroups lebih bersifat ambigu arena
tidak adanya faktor-faktor seperti dalam hubungan ingroups.
Struktur hubungan ingroup dan outgroups ini dapat berbeda sesuaidengan konteks budaya. Misalnya, di
Amerika Serikat hubungan dalamingroups dan outgroups lebih stabil. Orang Amerika beranggapan sekali
temanakan selalu menjadi teman, di mana pun, kapan pun, dan dalam konteks apa pun. Sementara itu, di
budaya lain format hubungannya bisa berubah-ubah. Harrison, Price & Bell (1998) menambahkan bahwa
orang Zimbabwe menganggap keintiman sebagai bentuk dukungan sosial, sementara orangAmerika
Serikat menganggapnya sebagai afeksi tau kasih sayang.
Di samping itu, budaya juga memengaruhi cara individunya memaknai hubungan ingroups/outgroups
yang dimiliki. Hal ini tampak dari penelitian Triandis & Gelhand (1988) yang menunjukkan bahwa
orang-orang dengan budaya individualistik banyak yang menjadi anggota dalam kelompok-kelompok
yang berbeda. Misalnya, satu orang yang menjadi anggotadalam kelompok musik, olahraga, gereja, dan
lain sebagainya. Sementaraitu, orang-orang yang berbudaya kolektif cenderung menjadi anggota dari
kelompok-kelompok tertentu saja. Misalnya, di Jepang. Satu orang hanya menjadi anggota di kelompok
di perusahaan tempt dia awal bekerja. lahanya bergabung dengan kelompok olahraga, kelompok sosial
atau rekreasi yang ada di perusahaannya dan Tidak yang lainnya. Sampai pensiun ia akanterus bekerja di
perusahaan itu.
Contoh :
1.in-group = sekelompok ibu2 mengadakan arisan bersama setiap periodenya,mereka memiliki perasaan
dekat dan faktor simpatik.
2.out-group = ketika kita berhadapan dgn klompok lain dalam kopetisi debat.mereka merupakan lawan
dari in-group kita.

Perbedaan ingroup dan outgroup


Berdasarkan derajat interaksinya terdapat dua tipe kelompok sosial, yaitu “in-group dan out-group”
2. In-group (kelompok dalam) yaitu kelompok sosial yang individu-individunya mengidentifikasi dirinya
dengan kelompoknya.
3.Out-group (kelompok luar) yaitu merupakan kelompok yang di luar in-group
4. Berdasarkan derajat interaksinya terdapat dua tipe kelompok sosial, yaitu “in-group dan out-group”
5.In-group (kelompok dalam) yaitu kelompok sosial yang individu-individunya mengidentifikasi dirinya
dengan kelompoknya.
6. Out-group (kelompok luar) yaitu merupakan kelompok yang di luar in-group
7. Tipe kelompok in-group akan dijumpai dalam kehidupan yang penuh dengan kerjasama, persahabatan,
keteraturan dan kedamaian.
8. Tipe kelompok out-group yang muncul adalah rasa kebencian, permusuhan, sampai menyulut
peperangan
Etnosentrisme dan Prasangka Etnosentrisme
adalah kecenderungan untuk melihat dunia melalui kacamata budaya sendiri (Matsumoto & Juang, 2004).
Melalui definisi inimaka dapat dikatakan bahwa semuaorang di dunia ini memiliki sifat etnosentris. Cara
yang kita gunakan dalam mengolah dan membuat interpretasi mengenai orang laintersebut merupakan
konsekuensi normal tumbuh dalam masyarakat. Dalam hal ini, etnosentrisme bukanlah sesuatu yang baik
ataupun buruk. Ia hanya mencerminkan kondisi di mana setiap orang memiliki budaya sebagai penyaring
(filter) dalam menilai orang lain. Prasangka ini terdiri dari dua jenis, yaitu prasangka eksplisit dan
prasangka implisit.

1. Matsumoto dan Juang (2004) berpendapat bahwa prasangka berasal dari ketidakmampuan
individu menyadari keterbatasannya dalam berpikir secara etnosentris.
2. Van den Berghe (1981) yang mengeluarkan tori sosial-biologi dan evolusi untuk menjelaskan
mengenai prasangka.
3. Duckitt, 1992; Healey, 1999. Meskipun demikian, umumnya prasangka dianggap disebabkan
oleh faktor sosial-budaya. Hal ini tampak dari pembedaan-pembedaan antara yang sering
dilakukan di beberapa wilayah di dunia. Misalnya, eksperimen diskriminasi terhadap murid
bermata biru dan coklat yang dilakukan oleh Jane Elliott pada tahun 1960
(http://tkam.wikia.com/wiki/Jane Elliot - Brown eyes, Blue eyes experiment, diakses 16
Desember2013). Eksperimen in dilakukan agar masing-masing kelompok tersebut dapat
merasakan menjadi kelompok yang superior dan inferior, sehingga kelak mereka tidak
mendiskriminasi orang dari kelompok lain di luar kelompoknya. Masih banyak penelitian lainnya
yang menunjukkan adanya pengaruh faktor sosial-budaya terhadap prasangka, seperti penelitian
Adorno kk. (1950) mengenai faktor kepribadian otoriter terhadap kelompok, penelitian Cambell
dan Levine (1968) tentang hubungan faktor psikologis dengan prasangka, serta penelitian Vrij
dan Winkel (1994) yang memaparkan perbedaan individual pencetus munculnya prasangka.

Etnosentrisme memiliki dampak positif dan dampak negative. Dampak positif dari adanya
etnosentrisme yaitu munculnya etnosentrisme pada diri individu, kelompok, atau komunitas tertentu
memiliki dampak positif. Misalnya, patriotisme yang besar, membuat kestabilan kebudayaannya, rasa
cinta pada tanah air yang kuat, menjaga persaudaraan, yang terpenting mengintimkan tolong-
menolong yang menimbulkan sama rasa, dan lain sebagainya. Sedangkan dampak negative dari
lahirnya etnosentrisme yaitu memantik beragam contoh konflik dalam masyarakat, mengganggu
perkembangan yang mengarah pada kemajuan, ketergantungan dengan anggota kelompoknya,
menghambat asimilasi kebudayaan, lahir beragam aliran politik, dan lain-lainnya.

Etnosentrisme dibagi menjadi dua macam, yaitu Etnosentrisme infleksibel (kaku) dan Etnosentrisme
fleksibel. Etnosentrisme infleksibel (kaku) adalah sikap entnosentrisme yang hanya bisa memahami
sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain
berdasarkan latar belakangnya. Sedangkan etnosentrisme fleksibel adalah sikap yang meletakkan
etnosentrisme dan persepsi mereka secara tepat dan bereaksi terhadap suatu realitas didasarkan pada
cara pandang budaya mereka serta menafsirkan perilaku orang lain berdasarkan latar belakangnya.
Salah satu contoh yang sangat terkenal adalah perilaku pembunuhan dan peperangan antar etnis di
Yugoslavia, yaitu antara suku bangsa Bosnia dan Serbia. Mereka berperang untuk mempertahankan
etnis dan identitas masing-masing. Contoh Etnosentrisme lainnya adalah kelompok Nazi di Jerman
yang menganggap Ras Arya adalah ras yang paling unggul, sikap ini bahkan sampai melahirkan
tindakan-tindakan keji seperti kampanye antisemitisme yang menyebabkan disintegrasi (keadaan
terpecah belah) di Eropa terutama di Jerman hingga pembantaian orang-orang yang kita kenal dengan
istilah Holocaust. Contoh etnosetrisme dalam dunia politik, misalnya DPR yang merupakan
kumpulan orang-orang yang terpilih untuk mewakili suara rakyat, tetapi pada kenyataannya, ada
beberapa oknum yang lebih mengutamakan kepentingan partai poilitiknya daripada kepentingan
rakyat, yang dilakukan secara implisit atau eksplisit. Contoh lain Etnosentrisme dalam kehidupan
sehari-hari misalnya melakukan bullying, mengejek atau menjauhi temannya yang berasal dari Papua
hanya karena kulit mereka yang hitam serta rambutnya yang ikal atau keriting.

Dampak Terjadinya Etnosentrisme


Sikap etnosentrisme akan berdampak baik bagi individu maupun masyarakat. Berikut ini beberapa
dampak yang timbul akibat dari etnosentrisme.

1. Menumbuhkan semangat patriotisme


2. Menjaga keutuhan dan stabilitas kebudayaan
3. Mempertinggi rasa cinta tanah air atau terhadap bangsa sendiri.

Dampak Negatif ;
- Dapat memicu konflik antar suku
- Memunculkan berbagai macam aliran politik
- Menghambat asimilisai budaya yang berbeda satu sama lain

Menurut Gerungan (1988), prasangka adalah perasaan orang-orang terhadap golongan manusia
tertentu, seperti golongan ras atau kebudayaan, yang berlainan dengan golongan orang yang
berprasangka itu. 
Menurut Wade dan Tavris (2007), prasangka adalah ketidak-sukaan yang kuat dan tidak berdasar,
atau kebencian terhadap sebuah kelompok, yang didasarkan pada stereotip yang negatif. 

Aspek-Aspek Prasangka 
Menurut Gross (2013), prasangka terdiri dari lima aspek, yaitu: 
1. Antilocution, merupakan suatu pembicaraan mengarah kepada bermusuhan, memiliki sikap
merendahkan secara verbal, serta memiliki lelucon rasial (perbedaan budaya dan ras) kepada
seseorang atau sekelompok orang tertentu. 
2. Avoidance, yaitu suatu usaha untuk menjaga jarak terhadap suatu kelompok ataupun kepada
seseorang dalam kelompok tersebut, akan tetapi penghindaran ini tidak menimbulkan kerugian secara
aktif. 
3. Discrimination, merupakan suatu usaha untuk melakukan pengusiran dari suatu tempat, mengambil
hak-hak sipil dan pekerjaan mereka. 
4. Physical Attack, yaitu melakukan kekerasan terhadap orang maupun kepada properti yang
berhubungan dengan sesuatu yang diprasangkai tersebut. 
5. Extermination, yaitu melakukan kekerasan tanpa pandang bulu terhadap seluruh kelompok yang
diprasangkai (termasuk genosida).

Macam-macam prasangka diantaranya :


1. Racism adalah prasangka ras yang menjadi terlembagakan yang tercermin dalam kebijakan
pemerintah, sekolah, dan sebagainya, dan dilakukan oleh hadirnya struktur kekuatan sosial.

2. Sexism adalah prasangka yang telah terlembagakan menentang aggota dari salah satu jenis
kelamin, berdasarkan pada salah satu jenis kelamin.
3. Ageism adalah kecenderungan yang terlembagakan terhadap diskriminasi berdasar pada usia,
prasangka berdasar pada usia.
4. Heterosexism merupakan keyakinan bahwa heteroseksual adalah lebih baik atau lebih natural
daripada homoseksuality.
Contoh dari prasangka adalah konflik antara para migrant dengan masyarakat setempat, masyarakat
setempat cenderung memiliki prasangka terhadap para migrant ini karena para migrant lebih mampu
untuk survive dan berhasi wilayah barunya sehingga menimbulkan rasa kebencian pada diri
masyarakat setempat terhadap para migrant.

Contoh lainnya adalah Santi sejak kecil sering mendengar orangtuanya melontarkan komentar-
komentar negatif terhadap orang dari golongan etnis Tionghoa, maka Santi juga akan ikut meyakini
pandangan negatif orang tuanya tentang etnis Tionghoa tersebut. Selain itu, media massa juga
memiliki peran dalam pembentukkan prasangka.
Stereotipe
Stereotipe adalah gambaran umum yang kita miliki tentang sekelompok orang, terutama tentang
karakteristik psikologis atauciri kepribadian yang mendasarinya (Lee, Jussim & McCauley, 1995 dalam
Matsumoto & Juang, 2004). Stereotipe bisa menjadi positif ataupun negatif.
Selanjutnya, stereotipe terdiri dari dua macam, yaitu autostereotype dan heterostereotype. Autostereotype
adalah stereotipe mengenai kelompok sendiri, sedangkan heterostereotype adalah stereotipe mengenai
kelompok orang lain. Pada kenyataannya, seringkali terjadi tumpang-tindih antara autostereotype dan
heterostereotype yang dimiliki antar kelompok. Persamaan autostereotypes yang dimiliki oleh
sekelompok orang mengenai kelompoknya dan heterostereotypes yang dimiliki oleh sekelompok orang
mengenai kelompok lainnya diteliti oleh Iwao dan Triandis (1993), Nichols dan McAndrew (1984), serta
Walkey dan Chung (1996).
Ada beragam penelitian yang dilakukan untuk meneliti mengenai isistereotipe. Hasil berbagai penelitian
in dapat dilihat pada disertasi Suwarsih Warnaen (1978). Pembentukan stereotipe adalah proses
psikologis yang normal terjadisehari-hari. Untuk memahaminya lebih dalam, mari kita pahami proses-
proses psikologis yang terjadi tersebut.
1. Selective attention, yaitu proses di mana kita memilih stimulus manayang akan diperhatikan dan
mana yang diabaikan
2. Auribution, yaitu proses di mana kita berusaha memahami penyebab dari perilaku kita dan orang
lain Atribusi membuat kita mampumengorganisasikan informasi dalam makna psikologis. Di
samping itu, atribusi juga dapat membantu kita menerima informasi baru danmembantu
menghubungkan informasi bar tersebut dengan informasiyang telah ada sebelumnya mengenai
perilaku orang lain (Snyder &Higgins, 1988).
3. Concept formation, yaitu proses yang membantu kita untuk mengorganisasikan perbedaan
perbedaan yang ada dalam lingkungan sekitar dan menjadikannya dalam bentuk kategori kategori
tertentu.
4. Memory, yaitu kemampuan kita untuk mengingat kejadian, aksi, orang,objek, situasi, keahlian
yang dipelajari, dan hal-hal lainnya yang telahberlangsung di masa lalu. Memori juga mengacu
padabagaimana kitamenyimpan informasi. Adanya stereotipe tentunya memiliki beberapa
dampak, misalnya collective threat (Cohen & Garcia, 2005) dan model minoritystereotypes (Lin
dkk., 2005).

Stereotipe terdiri dari dua macam, yaitu:


1) Autostereotype
Stereotipe mengenai kelompok sendiri.

2) Heterostereotype
Stereotipe mengenai kelompok orang lain.
Pada kenyataanya, sering kali terjadi tumpang –tindih antara autostereotype dan heterostereotype
yang dimiliki antarkelompok. Persamaan autostereotype yang dimiliki oleh sekelompok orang
mengenai kelompoknya dan heterostereotype yang dimiliki oleh sekelompok orang mengenai
kelompok lainnya diteliti oleh Iwao dan Triandis (1993), Nichols dan McANdrew (1984), serta
Walkey dan Chung (1996).

Berbagai macam contoh stereotipe :

1. Contoh stereotipe dilihat dari gender, misalnya perempuan yang terlihat tidak feminim akan
mendapatkan stereotip yang tidak baik di mata masyarakat umum. Perempuan harus
berambut panjang, memakai rok, dan berada di dapur. Contoh lainnya yaitu perempuan yang
bekerja pada sektor pariwisata akan memiliki stereotipe tidak baik di masyarakat, khususnya
akan dikaitkan dengan dunia malam pariwisata yang hingar bingar.
2. Contoh stereotipe pekerjaan, misalnya sosok seorang guru dalam masyarakat dipercaya
sebagai sosok yang bijak dan dapat dijadikan panutan. Padahal belum tentu semua guru
mampu menjadi sosok teladan bagi orang lain. Contoh lainnya yaitu oknum polisi lalu lintas
yang menerima uang sogokan ketika masyarakat terkena tilang melahirkan stereotip baru di
masyarakat bahwa semua polisi beragama sama jika melihat persoalan uang.
3. Contoh stereotipe etnis, misalnya Etnis Tionghoa sampai saat ini masih memiliki stereotip
yang paling unggul apabila memiliki usaha dagang. Contoh lainnya yaitu orang-orang
pedalaman masih dipandang sebagai orang-orang yang kurang berpendidikan padahal tidak
dengan orang-orang di kota.

Dampak Stereotip
1. Menggambarkan suatu kondisi kelompok tertentu
2. Memberikan dan membentuk citra kepada kelompok
3. Membantu seseorang dari suatu kelompok untuk mulai bersikap terhadap kelompok lainnya
4. Melalui stereotip ini kita dapat menilai keadaan suatu kelompok
Diskriminasi
Diskriminasi adalah perlakuanyang tidak adil terhadap orang lainberdasarkan keanggotaannya
dikelompok tertentu (Matsumoto &Juang, 2004). Diskriminasi tersebutbisa terjadi arena berhubungan
dengan prasangka atau tidak. Diskriminasi dapat terjadi di mana pun dan kapan pun. Ia dapat terjadi
dalam tingkat individual maupun kelompok atau institusi. Misalnya, diskriminasi etnis yang dilakukan
oleh NAZI Jerman (1939-1945). Adapula pembantaian suku bangs Hutu terhadap suku bangsa Tutsi di
Rwanda(Kompas, Agustus 2008 dalam Meinarno dkk., 2011). Di India, diskriminasijuga terjadi terhadap
warga kasta rendah yang kehilangan akses fasilitas pemerintah akibat kasta mereka (Kompas, Mei 2008
dalam Meinarno dkk., 2011).
Contoh Diskriminasi Tanpa disadari, diskriminasi sering terjadi di lingkungan sosial. Beberapa orang
menganggap kelompok minoritas tak lebih baik dari mereka. Selain itu, diskriminasi ini terjadi karena
individu terlihat berbeda dari yang lain. Berikut contoh diskriminasi yang terjadi di dalam kehidupan
sehari-hari.
Contoh Diskriminasi Ras Di Indonesia terjadi diskriminasi antara kelompok ras suku tertentu, sehingga
menimbulkan konflik. Contohnya konflik di Kalimantan Barat antara suku Dayak, Melayu, dan suku
Madura. Contoh lainnya yaitu kekerasan dan penjarahan terhadap etnis Tionghoa tahun 1998.
Contoh Diskriminasi di Sekolah Kasus pembulian, ancaman, dan cacian terhadap seseorang sering terjadi
di sekolah. Contohnya suatu organisasi yang mengharuskan senior dan alumni mengatur junior. Senior
bisa semena-mena pada junior sampai menimbulkan kekerasan fisik dan ancaman.
Diskriminasi terjadi ketika individu atau kelompok diperlakukan dengan lebih buruk dibandingkan orang
lainnya karena faktor keanggotaan aktual atau yang dipersepsikan dalam kelompok sosial atau kategori
sosial tertentu.

Jenis-jenis Diskriminasi
Menurut Liliweri (2005), secara umum diskriminasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Diskriminasi langsung. Tindakan membatasi suatu wilayah tertentu, seperti pemukiman, jenis pekerjaan,
fasilitas umum, dan sebagainya dan juga terjadi manakala pengambil keputusan diarahkan oleh
prasangka-prasangka terhadap kelompok tertentu.
Diskriminasi tidak langsung. Diskriminasi tidak langsung dilaksanakan melalui penciptaan kebijakan-
kebijakan yang menghalangi ras/etnik tertentu untuk berhubungan secara bebas dengan kelompok
ras/etnik lainnya, yang mana aturan/prosedur yang mereka jalani mengandung bias diskriminasi yang
tidak tampak dan mengakibatkan kerugian sistematis bagi komunitas atau kelompok masyarakat tertentu.

Menurut Unsriana (2011), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya diskriminasi,
antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Mekanisme pertahanan psikologi (projection). Seseorang memindahkan kepada orang lain ciri-
ciri yang tidak disukai tentang dirinya kepada orang lain.
2. Kekecewaan. Setengah orang yang kecewa akan meletakkan kekecewaan mereka kepada

kambing hitam

3. Mengalami rasa tidak selamat dan rendah diri. Mereka yang merasa terancam dan rendah diri

untuk menenangkan diri maka mereka mencoba dengan merendahkan orang atau kumpulan lain.

4. Sejarah. Ditimbulkan karena adanya sejarah pada masa lalu.


5. Persaingan dan eksploitasi. Masyarakat kini adalah lebih materialistik dan hidup dalam
persaingan. Individu atau kumpulan bersaing diantara mereka untuk mendapatkan kekayaan,
kemewahan dan kekuasaan.
6. Corak sosialisasi. Diskriminasi juga adalah fenomena yang dipelajari dan diturunkan dari satu
generasi kepada generasi yang lain melalui proses sosialisasi. Seterusnya terbentuk suatu
pandangan stereotip tentang peranan sebuah bangsa dengan yang lain dalam masyarakat, yaitu
berkenaan dengan kelakuan, cara kehidupan dan sebagainya. Melalui pandangan stereotip ini,
kanak-kanak belajar menghakimi seseorang atau sesuatu ide. Sikap prejudis juga dipelajari
melalui proses yang sama.

Anda mungkin juga menyukai