Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bola Mata

Bola mata pada dewasa memiliki diameter 24 – 25 mm (1 inci). Dari keseluruhan

daerah permukaan bola mata hanya bagian seperenam anterior yang terlihat, sisanya

tersembunyi dan dilindungi oleh orbit. Dinding bola mata terdiri dari tiga lapisan

yaitu (1) lapisan jaringan ikat (fibrous tunic), (2) uvea (vascular tunic), (3) retina.

Gambar 2.1 Anatomi bola mata 6

5
6

Pada lapisan jaringan ikat eksternal (fibrous tunic) memiliki fungsi sebagai

penyangga yang terdiri dari sklera dan kornea. Sklera terletak pada lima perenam

posterior bola mata memiliki lapisan jaringan ikat padat terdiri dari fibers dan

fibroblast. Jaringan ikat padat ini berfungsi untuk menjaga bentuk bola mata. Di

bagian seperenam anterior terdapat kornea yang bersifat transparan yang

memudahkan sinar masuk ke bola mata.6,7,8

Lapisan berikutnya uvea atau vascular tunic tersusun atas tiga bagian, yaitu koroid,

badan siliar, dan iris. Koroid merupakan bagian terbanyak pembuluh darah yang

memberikan nutrisi pada permukaan posterior retina. Badan siliar berwarna coklat tua

karena mengandung melanosit yang memproduksi melanin. Badan siliar terletak di

belakang iris akan menghasilkan humor aqous. Pada bagian iris terdapat pupil dengan

tiga susunan otot yang berfungsi mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata.

Lapisan terakhir bola mata ialah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai

lapisan penyusun sebanyak sepuluh lapis merupakan membran neurosensoris yang

berfungsi merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik yang diteruskan ke

otak. 6,7,8

2.2 Kornea

Kornea pada orang dewasa rata-rata memiliki ketebalan pada bagian tengah 0,54

mm dan bagian tepi 0,65 mm, dan diameternya + 11,5 mm. Rata-rata radius kurva

pada kornea pusat 7,8 mm. Kornea berkontribusi 74% atau 43,25 dioptri (D), dari
7

total 58,60 kekuatan dioptri pada mata manusia yang normal. Kornea terdiri dari 5

lapisan, yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descemet, dan endotel.

2.2.1 Epitel

Epitel memiliki ketebalan 50 µm yang merupakan epitel berlapis gepeng tak

bertanduk dan terdiri atas 5−6 lapisan sel di antaranya lapisan sel basal, sel poligonal,

dan sel gepeng. Di bagian basal epitel terlihat banyak gambaran mitosis yang

menunjukan regenerasi kornea. Masa regenerasi sel-sel ini sekitar 7 hari. Sel

permukaan kornea terdapat mikrovilli yang terjulur ke ruangan berisi lapisan air

mata. Jaringan epitel ditutupi oleh lapisan lipid dan glikoprotein pelindung setebal +

7 µm.4,6,7,8,9

2.2.2 Membran Bowman

Merupakan lapisan jernih aseluler dan terletak di bawah lapisan epitel kornea.

Membran bowman merupakan lapisan homogen setebal 7−12 µm. Lapisan ini terdiri

atas serat-serat kolagen yang tersusun menyilang secara acak. Suatu substansi antarsel

yang padat dan tak mengandung sel. Membran bowman tidak memiliki daya

regenerasi tetapi dapat membantu stabilitas dan kekuatan kornea.4,5,6,10

2.2.3 Stroma

Stroma kornea mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Stroma dibentuk oleh

lapisan berkas kolagen paralel yang saling menyilang secara tegak lurus atau disebut
8

lamellae dengan lebar 1µm. Lamellae berjalan sejajar dengan permukaan kornea

karena ukuran kornea dan periodesitasnya secara optik menjadi jernih. Lamellae

terletak di suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratosit menghasilkan

kolagen dan zat dasar.4,5,6

2.2.4 Membran Descemet

Membran descemet ialah sebuah membran elastik yang jernih dan tampak amorf

pada mikroskopi elektron. Merupakan membran basalis dari endotel kornea.

Strukturnya homogen dan memiliki ketebalan sekitar 5−10 µm yang terdiri atas

susunan filamen kolagen halus.4,5,6,11

2.2.5 Endotel

Merupakan epitel selapis gepeng dan hanya memiliki satu lapisan. Sel ini berasal

dari mesotalium dengan besar ukuran 20−40 µm. Sel ini memiliki organel untuk

sekresi khas sel yang terlibat dalam transpor aktif dan sintesis protein. Memiliki

organel yang berhubungan dengan sintesis dan ketahanan membran descemet. Karena

endotel melekat dengan membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula

okluden. Endotel bersifat mempertahankan kejernihan kornea.4,5,6

2.2.6 Fisiologi Kornea

Kornea bersifat transparan karena banyaknya susunan fiber kolagen dalam stroma.

Kornea adalah salah satu jaringan yang tidak memiliki pembuluh darah, tetapi faktor
9

sirkulasi berperan penting terhadap metabolisme kornea dan penyembuhan. Kornea

memiliki sifat lebih sensitif di banding konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh nervus

oftalmikus (nervus cranialis V-I) dan serabut saraf sensoris yang diperpanjang oleh

siliar panjang akan membentuk plexus subepitel. Kornea memperoleh nutrisi dari

humor aquos, sementara oksigen diperoleh dari udara bebas. 4,5,8,10

Gambar 2.2 Lapisan kornea9

2.3 Keratitis

Keratitis merupakan radang kornea yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus,

parasit, dan faktor imunologis. Biasanya diawali dengan keadaan trauma pada kornea,

pengguna lensa kontak dengan penyimpanan tercemar atau pemakaian yang berlebih

dalam satu hari, pemakaian kortikostreoid topikal jangka panjang tidak terkontrol,

pemakaian obat tetes mata tradisional, dan reaksi konjungtiva menahun. Keratitis

umumnya memberikan gejala mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan. Apabila
10

suatu ulserasi kornea membentuk jaringan parut berdampak gangguan penglihatan

hingga menyebabkan kebutaan. Terapi keratitis sebaiknya diberikan sesuai dengan

klasifikasi.4,5,12,13

2.3.1 Klasifikasi

Keratitis sangat sulit diklasifikasikan karena banyaknya variasi, pada umumnya

keratitis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu berdasarkan topografi dan etiologi.

Menurut topografi keratitis diklasifikasikan ulserasi kornea atau non ulserasi kornea.

Untuk ulserasi kornea dapat dibagi menurut lokasi yang terkena, dan ada atau

tidaknya purulent. Kemudian non-ulserasi kornea dibagi menurut keratitis superficial

dan keratitis intersitial. Apabila menurut etiologi maka penyebabnya dapat dibagi

seperti jamur, virus, bakteri, parasit, dan faktor imunologis. Pada umumnya

klasifikasi keratitis dapat dijelaskan3,4,5:

2.3.1.1 Keratitis Jamur

Keratitis jamur kejadiannya lebih sedikit dibanding dengan keratitis bakterial.

Insidensinya 5%−¿10% dari seluruh ulserasi kornea. Angka kejadian keratitis jamur

lebih tinggi di daerah tropis dibandingkan dengan subtropis. Penyebab tersering pada

negara berkembang yaitu trauma kornea karena kontak dengan material tumbuhan

seperti ranting pohon atau bagian tumbuhan yang lain. Keratitis ini biasa dijumpai

pada para pekerja pertanian, dan pengendara motor tanpa menggunakan pelindung

mata. Selain itu juga bisa ditemukan pada trauma saat pemasangan kontak lensa. 11,14
11

Pada beberapa dekade ini seringnya penggunaan obat kortikosteroid topikal di

masyarakat luas menyebabkan obat ini merupakan faktor risiko terbesar terjadinya

keratitis jamur. Obat kortikosteroid dapat menyebabkan terjadinya aktivasi dan

meluasnya resistensi terhadap organisme jamur. Bahkan untuk penggunaan obat

kortikosteroid sistemik dapat menekan respon imun terhadap penggunanya. Selain itu

juga ditemukan pada pasien setelah operasi kornea (misal; radial keratotomy), dan

ulserasi yang kronik (misal keratitis herpes simpleks).11,14,15

Bervariasinya geografi dan iklim mempengaruhi jenis serta risiko jamur yang

terkena. Pada iklim hangat jenis organisme yang paling umum merupakan jamur

berfilamen seperti Fusarium sp, dan Aspergillus sp. Menurut laporan penelitian pada

negara Brazil, Fusarium sp (67%), Aspergilluus sp (10,5%), dan Candida sp (10%).

Dari 40 % kejadian disebabkan oleh trauma. Selain itu organisme Penicillium sp,

Chepalosporium sp juga berpengaruh pada keratitis ini. Untuk jamur Candida sp

sendiri biasanya ditemukan pada orang yang terkena imunocompermise. Pada pasien

dengan keratitis jamur pada periode awal sedikit dijumpai tanda dan gejala inflamasi.

Jamur dapat menyerang iris, dan kamera posterior yang dapat menyebabkan

komplikasi ke arah glaukoma bahkan kebutaan karena terbentuknya inflamasi yang

menutupi pupil. 5,11,12,15


12

Gambar 2.3 keratitis jamur dengan gambaran lesi satelit12

Keratitis jamur pada candida sp biasanya ditemukan pada lapisan superfisial yang

berwarna putih, koloni yang lebih tinggi merubah struktur mata. Banyak kasus yang

cenderung tetap superfisial, invasi yang dalam dapat terjadi dengan nanah yang

menyerupai bakteri gram positif. 4,10,12

Gambar 2.3 Keratitis jamur candida albicans sp 12


13

Terapi pada pasien keratitis jamur umumnya direkomendasikan suspensi natamisin

5% setiap 1−2 jam saat bangun diberikan selang waktu 5 menit. Pada penelitian

menganjurkan pemberian amphotericin B topikal (0.15%−0.30%) yang

direkomendasikan untuk aspergillus sp. Pemberian oral dapat dilakukan dengan

menggunakan spektrum luas seperti itraconazole (200mg/hari) yang digunakan untuk

jenis aspergillus, candida, dan beberapa fusarium. Selain itu juga bisa diberikan

vorikonazole (200—400 mg/hari) yang sifatnya lebih cepat dibanding dengan

antifungal lainnya karena sangat baik untuk penetrasi intraokular.5,11,16,17

2.3.1.2 Keratitis Bakteri

Keratitis bakteri merupakan salah satu keadaan yang membahayakan kondisi

penglihatan. Di dunia sekitar 19%−42%. Faktor risikonya terjadinya keratitis bakteri

dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu, (1) faktor ekstrinsik, (2) penyakit

permukaan mata, (3) kelainan epitel kornea, (4) kondisi sistemik. Penyebab faktor

ekstrinsik terbanyak merupakan penggunaan lensa kontak seperti pemakaian saat

tidur, penyalahgunaan pemakaian (jangka lama), tempat penyimpanan yang

terkontaminasi, desinfeksi yang tidak cukup pada lensa kontak, dan

terkontaminasinya cairan lensa kontak. Faktor ekstrinsik yang lainnya seperti trauma

baik kimia, mekanik, maupun benda asing dan iridasi lokal. selain itu setelah operasi

mata atau kelopak mata terutama operasi kornea. Penyalahgunaan obat mata seperti

kortikosteroid jangka lama yang dapat menyebabkan keratitis bakteri merupakan

salah satu faktor ekstrinsik. 18,19


14

Gejala pada umumnya, yaitu onset yang tiba-tiba dan sangat cepat akan

berkembang menjadi inflamasi stroma. Keadaan ini dapat menyebabkan destruksi

jaringan dengan perforasi karena meluasnya infeksi ke perbatasan jaringan.

Mekanisme perlekatan bakteri tergantung pada bakteri yang terkena. Umumnya

bakteri berkembang biak dengan cara mengandakan diri. Kemudian bakteri

menyerang kornea dan lamellar stroma. Inflamasi pada kornea dimulai dengan

produksi sitokin lokal dan chemokin yang memungkinkan migrasi diapedesis dan

neutrofil ke sekeliling kornea termasuk lumbal. Beberapa bakteri biasanya

memproduksi protease yang bersifat menganggu matriks ekstraselular. Pengeluaran

enzim oleh neutrofil disertai aktivasi matriks metalloproteinase pada kornea

menyebabkan nekrosis. Proses penyembuhan luka akan dimulai dari neovaskularisasi

dan pembentukan jaringan parut. Kecepatan penyembuhan akan tergantung luasnya

perforasi kornea.5,19,20

Mikroorganisme penyebab keratitis bakteri bermacam-macam seperti Streptokokus

Pneumokokus, Streptokokus Group-A, Pseudomonas, Moraxella Liquefiaciens,

staphylococus, Atypical Mikroba. Penyebab terbanyak keratitis bakteri yaitu

Pseudomonas. Dari sekian banyak bakteri yang merupakan penyebab keratitis

biasanya gejala awalnya ditandai dengan onset yang tiba-tiba disertai dengan injeksi

konjungtiva, fotofobia, penurunan ketajaman penglihatan. Progresifitas gejalanya

tergantung dari sifat mikroorganisme yang menginfeksi. Keratitis bakteri memiliki

tanda khas, yaitu batas tajam dari epitelial dan bagian bawah mengalami penebalan,
15

inflamasi stroma supurative dengan tepi tidak jelas. Selain itu tanda pada saat

pemeriksaan ialah inflamasi plak endotelial, dan sering muncul hipopion.4,5,11,20,21

Penatalaksanaan terhadap keratitis baketeri sampai saat ini belum ada antibiotik

tunggal yang efektif terhadap semua bakteri penyebab keratitis. Pengobatan spektrum

luas bisa direkomendasikan sampai mikroorganisme dapat diidentifikasi setelah

dilakukannya kultur. Pemberian antibiotik topikal dapat dilakukan setiap 30−60

menit. Fluroquinolones sangat baik diberikan secara oral untuk membantu penetrasi

terhadap okular. Pengobatan topikal diindikasikan pada kasus yang diduga

mengalami perluasan ke skelra dan infeksi intraokular.5,12,20,22

Pada masa awal pemberian antibiotik spektrum luas sebaiknya dilakukan terapi

kombinasi terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Antibiotik spektrum luas

dapat diberikan 3−8 x/hari menurut respon klinik. Alternatif untuk terapi kombinasi

dapat digunakan fluroquinolone monoterapi (Levofloxacin, Ciplofloxacin,

Moxilofloxacin, dan Gatilofloxacin) dan diatur setiap jam untuk memaksimalkan

terapi. Penggunaan kortikosteroid untuk terapi keratitis bakteri masih kontroversial.

Kortikosteroid dapat diperkirakan mengurangi kerusakan sistem imun dan bermanfaat

di beberapa bakteri penyebab infeksi sistemik. Kortikosteroid topikal dapat

digunakan untuk terapi keratitis bakteri dengan penyebab trauma.5,11,19,23

Terapi antibiotik sangat dianjurkan sebelum memulai terapi topikal kortikosteroid

karena mengingat respon klinik yang baik pada antibiotik. Penurunan dosis
16

kortikosteroid dapat dimulai dari dosis sedang (prednisolon asetat/phospat 1% setiap

4−¿ 6 jam) dan pasien harus selalu dimonitor selama 24−¿ 48 jam setelah pemberian.

Apabila pasien tidak cocok dengan terapi, pemberian dapat diatur sesuai respon

klinik. Terapi lain yang dapat diberikan pada keratitis bakterial ialah penetrasi

keratoplasti (PK) 5,11,12,14

Tabel 2.1 Tabel antibiotik, dosis, dan organisme

Antibiotik Topikal Subkonjuntiva Sistemik Organisme


dosis dosis dosis
Cefazolin 50 mg/ml 100mg/05ml 15mg/kg/IV -Kokus gram positif
dalam 4x - tak ada organisme
Vancomycin 50 mg/ml 25mg/0.5ml Kokus gram positif
Moxilofloxacin 5—3 mg/ml + Kokus gram
positif
+ kokus gram
negatif
+ mycobacteria
Tobramycin 10mg/ml 20mg/05ml + batang gram
negatif
+ tidak organisme
atau multiple
organisme
Cefatizidime 50mg/ml 100mg/0.5ml 1 g IV atau + batang gram
IM setap 8— negatif
12 jam + Kokus gram
negatif
Fluroqinolones 3 mg/ml + batang gram
negatif
+ tidak ada
organisme /
multiple organisme
Ceftriaxon 50 mg/ml 100mg/0.5ml Kokus gram negatif
Clarithromycin 10mg/ml Mycobacteria
0.03%
Penisilin G 100.000 1 juta unit/dosis 40.000— Spektrum luas
unit/ml 50.000
unit/kg/IV
dalam 4 kali
17

2.3.1.3 Keratitis Virus

2.3.1.3.1 Keratitis Herpes Simpleks

Keratitis herpes simpleks virus merupakan penyebab paling umum infeksi pada

kornea yang menyebabkan kebutaan pada negara berkembang. Herpes simpleks virus

sendiri pada manusia memiliki keadaan laten. Virus tidak aktif dan menetap dalam sel

dengan aktivasi secara periodik. Herpes simpleks virus 1 dan 2 (HSV-1 dan HSV-2)

memiliki persamaan terhadap sel ganglion sensoris bisa disebut virus neurotrophik.

Virus ini menyebar hampir seluruh dunia, untuk HSV-1 paling banyak terjadi pada

dewasa muda. Insidensi kasus terbaru pada herpes simpleks virus keratitis

diperkirakan mencapai 20.000 kasus pertahun dan total keseluruhan diperkirakan

mencapai 48.000 dalam 400.000 orang di Amerika Serikat. Struktur dari keseluruhan

herpes virus merupakan inti dari linear ujung ganda genom DNA, terdiri atas kapsid

icosahedral protein, banyak tonjolan protein tegumen yang tak berbentuk, dan

dibungkus oleh glikoprotein. Herpes virus yang berpengaruh terhadap mata ialah

Herpes simpleks virus (HSV) 1 dan 2, varicela zoster virus (VZV), Epstein-Barr

virus (EBV), Cytomegalovirus (CMV), dan kaposi sarcoma asociated herpes virus

(KSHV)/human herpes virus 8. Produksi dari virus yang diturunkan akan merusak sel

yang terinfeksi.5,11,12,24

Infeksi primer HSV pada mata jarang ditemukan dan umumnya bermanifestasi

sebagai belpharokonjungtivitis vesikuler yang dapat mengenai kornea. Bentuk ini


18

akan sembuh sendiri dan penyembuhannya tanpa menghasilkan jaringan parut. Terapi

antivirus topikal dapat digunakan untuk mencegah agar tidak menyebar pada kornea.

Banyak faktor yang dapat mengaktivasi infeksi HSV rekuren seperti demam, wanita

menstruasi, paparan sinar matahari berlebih, dan trauma. Kejadian rekuren pada

umumnya menyebabkan keratitis. Pasien dengan keratitis HSV biasanya

mengeluhkan sensasi benda asing, sensitif terhadap cahaya, mata merah, dan

berkurangnya tajam penglihatan. Keratitis HSV biasanya menyerang epitel dan

stroma. Pada lapisan epitel akan terjadi ulkus dendritik yang dapat berlanjut menjadi

ulserasi geografik. Sementara itu pada keratitis stroma dibagi dua jenis yaitu keratitis

herpetik intersitial dan keratitis herpetik disiformis4,5,11,12

Gambar 2.4 Ulkus Dendritik4

Penatalaksanana terhadap keratitis HSV bermacam-macam tergantung pada

lapisan yang terkenan. Pada lapisan epitel pengobatan yang efektif ialah dilakukannya

debridemen. Hasil dari terapi ini biasanya penyembuhannya cepat, berkurangnya

inflamasi, dan akibatnya jaringan parutnya berkurang. Debridement dilakukan dengan


19

cara menggunakan aplikator berujung kapas khusus. Terapi antivirus dapat

dikombinasikan dengan debridemen. Terapi menggunakan antiviral topikal

trifluridine 1% diberikan 8 kali/hari akan efektif untuk ulserasi dendritik dan ulserasi

geographik. Terapi dengan antiviral topikal umumnya akan dihentikan 10−14 hari

untuk menghindari toxic terhadap permukaan ocular. Salep mata asiklovir 3%

dilaporkan lebih efektif dan efek toxicnya rendah daripada trifluridine. (TFT). Salep

Asiklovir 3% diberikan setiap 4 jam.4,5,11,12

Pada lapisan stroma penatalaksanaan yang efektif ialah pemberian terapi yang

berbeda sesuai dengan jenis keratitis. Seperti pada keratitis intersitial dapat diterapi

awal dengan prednisolon 1% diteteskan setiap 2 jam bersamaan dengan obat antiviral,

bisa salah satu trifluridin topikal diberikan 4 kali sehari atau terapi oral seperti

asiklovir 400 mg diberikan 2 kali sehari atau valasiklovir 500mg/hari. Obat tetes

Prednisolon diturunkan dosisnya 1−2 minggu tergantung dari derajat kemajuan

klinik. Sampai diberikan sekali sehari. Terapi ini bisa diberikan juga pada keratitis

disiformis. Pada keratitis herpetik dengan nekrosis dapat diberikan terapi antiviral

oral seperti asiklovir. Keratitis herpetik nekrosis sangat sensitif terhadap

kortikosteroid topikal, dan dosisnya dapat diberikan dua kali sehari akan cukup untuk

mengontrol inflamasi pada pasien. Penetrasi keratoplasti dapat diindikasikan untuk

rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai jaringan parut kornea berat

sebaiknya dilakukan setelah penyakit herpes non-aktif.4,5,11,12


20

2.3.1.3 Keratitis Varicella-Zooster Virus (VZV)

Keratitis VZV disebabkan adanya infeksi primer (varicella) dan menetap secara

laten, terkadang akhirnya diikuti oleh kekambuhan penyakit (zooster). Infeksi primer

VZV terjadi terjadi ketika kontak langsung dengan lesi VZV kulit atau dari

pernafasan melalui udara droplet dan penularan dari individual. Infeksi VZV biasanya

terbatas pada penderita di masa anak-anak yang jarang jangka panjang. Infeksi

terhadap orang dewasa atau seseorang yang imunosupressi berakibat fatal. Ruam

pada cacar air diawali sebagai makula, dan berkembang menjadi papula, vesikel, dan

kemudian pustula kering. Sisa pada lapisan kulit akan menjadi jaringan parut.

Keterkaitan dengan mata dapat mengenai folikuler konjungtivitis, dan terkadang

berhubungan dengan lesi vesikular dalam bulbus konjungtiva dan tepi kelopak mata.

VZV mengenai stroma dan uvea antertior pada awalnya. Lesi epitelnya keruh dan

amorf, terkadang juga ada pseudodendrit linear. Penyebab kekeruhan pada stroma

ialah edema dan sedikit inflitrasi sel. Keadaan ini dapat diikuti penyakit stroma

dalam, dengan nekrosis dan vaskularisasi. 4,11

Tanda khas pada infeksi ini kehilangan rasa sensasi pada kornea. Konfirmasi

laboratorium pada infeksi VZV akut atau rekuren dapat dilakukan dengan metode

imunodiagnostik, kultur virus, dan PCR. Pemberian terapi dapat dilakukan dengan

pemberian asiklovir oral 800 mg lima kali sehari diberikan selama 10−14 hari.

Pemberian terapi sebaiknya diberikan 72 jam setelah timbul kemerahan4,5,11


21

2.3.1.4 Keratitis Akantamuba

Akantamuba merupakan salah satu dari tiga parasit amoeba menyebabkan infeksi

pada manusia. Akantamuba merupakan protozoa alami pada air tercemar dan tanah

yang mengandung bakteri. Akantamuba dapat menyebabkan keratitis atau

granulomatosa amoeba ensefalitis (GAE). Infeksi oleh akantamuba merupakan

komplikasi pada pengguna soft contact-lens, khususnya jika dibersihkan memakai

larutan garam buatan sendiri, tidak hanya pada pengguna lensa kontak tetapi dapat

ditemukan setelah terpapar pada air atau tanah yang tercemar. Faktor risiko terbesar

pada keratitis akantamuba berhubungan dengan trauma mata dan air yang

tercemar.11,25

Pasien dengan keratitis ini umumnya mengeluhkan nyeri mata, fotofobia, dan

kemerahan. Proses terjadinya keratitis akantamuba melalui tiga tahap yaitu adhesi

epitel dan deskuamasi, invasi stroma, dan neuritis. Pada tahap adhesi epitel dan

deskuamasi Akantamuba akan menyerang epitel yang mengakibatkan interaksi antara

glikoprotein dan glikolipid pada epitel kornea dengan 136 kDa mannose pengikat

protein membran akantamuba. Pada tahap ini akantamuba akan membenamkan diri

pada dibawah epitel yang menyebabkan deskuamasi melalui mekanisme sitolisis

langsung terhadap epitel, fagositosis, dan induksi apotitosis. Kemudian tahap invasi

stroma akan terjadi kombinasi dari enzim litik yang memungkinkan invasi trofozoit
22

terhadap sel matriks stroma ekstraseluler dan terlihat cincin menginflitrasi pada

infeksi klinis. Tahap terakhir, yaitu neuritis yang umumnya trofozoit telah

menunjukan respon kemotatik untuk persarafan kornea yang dapat menyebabkan

respon sitolotik dan apositosis, kemudian menimbulkan gejala klinis radial neuritis.

Dalam beberapa kasus belum ditemukan trofozoit menyerang sel endotel mata.11,22,25

Kasus dengan lesi epitel dendrit terkadang salah diagnosis sebagai keratitis

herpetik. Infeksi khas pada stroma terjadi di pusat kornea dan pada permulaan

superfisial berwarna kelabu. Keratitis ini memiliki tanda klinik yang khas, yaitu ulkus

kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural. Terapi tahap awal dapat

dilakukan debridement epitel kornea. Terapi dengan menggunakan obat dapat

diberikan isethiatone topikal 1% larutan secara sensitif dan tetes mata neomycin 20

mg/ml. Bisa juga kombinasi dari biquanide polyhexamethylen 0,01−0,02 % larutan

dengan obat lain. Penetrasi keratoplasti dapat dilakukan pada penyakit yang telah

lanjut untuk menghentikan progresifitas infeksi atau setelah penyembuhan dan

terbentuk parut untuk memulihkan penglihatan.5,11,12,26


23

Gambar 2.5 keratitis Akantamuba

2.4 Kerangka Pemikiran

Sebagian besar bagian pada bola mata memiliki fungsi sebagai media penghantar

sinar menjadi rangsangan ke otak seperti kornea, pupil, lensa dan badan siliar.

Apabila salah satu dari media penghantar tersebut mengalami gangguan maka

penglihatan akan terganggu. Kornea dapat keruh karena adanya peradangan atau yang

biasa disebut keratitis. Keratitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, virus,

jamur, dan faktor imunologis. Masuknya faktor penyebab tersebut diakibatkan karena

trauma kornea, pemakaian lensa kontak yang tidak seusai aturan, penyalahgunaan

obat pada mata seperti pemakaian jangka panjang kortikosteroid dan pemberian obat

tradisional, serta konjugtivitis rekuren.

Beberapa faktor seperti usia, wilayah tempat tinggal, pekerjaan, dan jenis kelamin

masih menjadi faktor utama dari keratitis. Mata merah, kekeruhan kornea, fotofobia,

rasa kelilipan hebat, dan terkadang penurunan tajam penglihatan merupakan tanda

dan gejala yang sering dikeluhkan. Keratitis dapat mengakibatkan gangguan

penglihatan, endofthalmitis hingga kebutaan. Kebutaan pada penderita keratitis

diakibatkan adanya jaringan parut di kornea. Untuk mencegah gangguan penglihatan

dan kebutaan perlu dilakukan terapi yang sesuai penyebab.


24

Trauma, pemakaian kontak lensa tidak sesuai aturan,


penyalahgunaan menahun

Kornea

Bakteri, virus, jamur, parasit, Usia, jenis kelamin, wilayah


dan faktor imunologis tempat tinggal, dan pekerjaan

Keratitis
Komplikasi

a. Kebutaan
b. Endofthalmitis Penatalaksanaan
c. Gangguan
penglihatan a. Keratitis bakteri
b. Keratitis jamur
c. Keratitis virus
d. Keratitis Acnthamoeba

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai