Anda di halaman 1dari 19

5 BESAR PENYAKIT DI KEBIDANAN

1. KPD
a. Pengertian
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai
persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu (Manuaba, 2009).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan mulai pada
tahapan kehamilan manapun (Arma, dkk 2015). Sedangkan menurut (Sagita,
2017) ketuban pecah dini ditandai dengan keluarnya cairan berupa air-air dari
vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan dapat dinyatakan pecah dini
terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Cairan keluar melalui selaput
ketuban yang mengalami robekan, muncul setelah usia kehamilan mencapai 28
minggu dan setidaknya satu jam sebelum waktu kehamilan yang sebenarnya.
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPD.
Jadi ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkanPenyebab
b. Etiologi
Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini merurut (Manuaba, 2007) yaitu
sebagai berikut:
o Multipara dan Grandemultipara
o Hidramnion
o Kelainan letak: sungsang atau lintang
o Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)
o Kehamilan ganda
o Pendular abdomen (perut gantung)
Adapun hasil penelitian yang dilakukan (Rahayu and Sari 2017) mengenai
penyebab kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian KPD
mayoritas pada ibu multipara, usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan ≥37 minggu,
pembesaran uterus normal dan letak janin preskep.
c. Tanda dan gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,
aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna pucat,
cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai
kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah
terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk
sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,
denyut jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Sunarti, 2017).
d. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada daerah tepi
robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan
retikuler atau trofoblas (Mamede dkk, 2012). Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertantu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban
mengalami kelemahan. Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah. Pada daerah di sekitar pecahnya selaput ketuban diidentifikasi sebagai
suatu zona “restriced zone of exteme altered morphologi (ZAM)” (Rangaswamy,
2012).
Penelitian oleh (Rangaswamy dkk, 2012), mendukung konsep paracervical weak
zone tersebut, menemukan bahwa selaput ketuban di daerah paraservikal akan
pecah dengan hanya diperlukan 20 -50% dari kekuatan yang dibutuhkan untuk
robekan di area selaput ketuban lainnya. Berbagai penelitian mendukung konsep
adanya perbedaan zona selaput ketuban, khususnya zona di sekitar serviks yang
secara signifikan lebih lemah dibandingkan dengan zona lainnya seiring dengan
terjadinya perubahan pada susunan biokimia dan histologi. Paracervical weak
zone ini telah muncul sebelum terjadinya pecah selaput ketuban dan berperan
sebagai initial breakpoint (Rangaswamy dkk, 2012).
e. Faktor yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini
Menurut (Morgan, 2009), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan oleh
beberapa faktor meliputi :
o Usia Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh
terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun mengahdapi
persalinan. Usia untuk reprosuksi optimal bagi seorang ibu adalah antara
umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan
meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan. Usia seseorang
sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena
organ-organ reproduksinya sudah mulai berkuarng kemampuannya dan
keelastisannya dalam menerima kehamilan (Sudarto, 2016).
o Sosial Ekonomi Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas
dan kuantitas kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa
uang yang mempengaruhi seseorang dalam mempengaruhi
kehidupannya. Pendapatan yang meningkat merupakan kondisi yang
menunjang bagi terlaksananya status kesehatan seseorang. Rendahnya
pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak
mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan (BPS, 2005).
o Paritas Paritas merupakan banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari
anak pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas
yaitu primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah
seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin
mencapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih. Multipara adalah
seorang wanita yang telah mengalalmi kehamilan dengan usia kehamilan
28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilan 2 kali atau lebih.
Sedangkan grande multipara merupakan seorang wanita yang telah
mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah
melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali (Wikjosastro, 2007).
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD
pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat
diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya
(Helen, 2008). Kehamilan yang terlalu sering, multipara atau
grademultipara mempengaruhi proses embriogenesis, selaput ketuban
lebih tipis sehingga mudah pecah sebelum waktunya. Pernyataan teori
dari menyatakan semakin banyak paritas, semakin mudah terjadinya
infeksi amnion karena rusaknya struktur serviks pada persalinan
sebelumnya. KPD lebih sering terjadi pada multipara, karena penurunan
fungsi reproduksi, berkurangnya jaringan ikat, vaskularisasi dan servik
yang sudah membuka satu cm akibat persalinan yang lalu (Nugroho,
2010).
o Anemia Anemia pada kehamilan merupakan adalah anemia karena
kekurangan zat besi. Jika persendian zat besi minimal, maka setiap
kehamilan akan mengurangi persendian zat besi tubuh dan akhirnya
menimbulkan anemia. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena
darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau pengencangan dengan
penigkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan
32 sampai 34 minggu. Pada ibu hamil yang mengalami anemia biasanya
ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yang
pada trimester pertama dan trimester ke tiga. Dampak anemia pada janin
antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat
badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat
kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas,
ancaman dekompensasikordis dan ketuban pecah dini (Manuaba, 2009).
o Perilaku Merokok Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok
yang intensitas tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok
menggandung lebih dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk
karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain.
Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguan-gangguan
seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang
lebih tinggi (Sinclair, 2003).
o Riwayat KPD Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan
kejadian ketuban pecah dini dapat berpengaruh besar terhadap ibu jika
menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4
kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD
secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban
pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih
beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya karena komposisi membran yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya.
o Serviks yang Inkompetensik Inkompetensia serviks adalah istilah untuk
menyebut kelainan pada otototot leher atau leher rahim (serviks) yang
terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah
kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin
besar. Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu kelainan
anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium
uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan
mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga
yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi.
o Tekanan Intra Uterin Tekanan intra uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini, misalnya :
 Trauma : berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
amniosintesis.
 Gemelli : Kehamilan kembar dalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadinya distensi uterus yang
berlehihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlehihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang
lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah (Novihandari, 2016).
f. Komplikasi
 Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin menurut (Sunarti, 2017)
yaitu: a. Prognosis Ibu Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu
yaitu infeksi intrapartal/ dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas,
dry labour/ partus lama, perdarahan post partum, meningkatnya tindakan
operatif obstetric (khususnya SC), morbiditas dan mortalitas maternal.
 Prognosis Janin Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu
yaitu prematuritas (sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah
pemberian makanan neonatal), retinopati premturit, perdarahan
intraventrikular, enterecolitis necroticing, ganggguan otak dan risiko
cerebral palsy, hiperbilirubinemia, anemia, sepsis, prolaps funiculli/
penurunan tali pusat, hipoksia dan asfiksia sekunder pusat, prolaps uteri,
persalinan lama, skor APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy,
perdarahan intrakranial, gagal ginjal, distres pernapasan), dan
oligohidromnion (sindrom deformitas janin, hipoplasia paru, deformitas
ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat), morbiditas dan mortalitas
perinatal (Marmi dkk, 2016).
g. Penatalaksanaan
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan, evaluasi
ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta dalam keadaan inpartu
terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini dilakukan secara
konservatif dan aktif, pada penanganan konservatif yaitu rawat di rumah sakit
(Prawirohardjo, 2009)
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau preterm dengan
atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Apabila janin hidup serta
terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari
badannya, bila mungkin dengan posisi sujud. Dorong kepala janin keatas degan 2
jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain
hangat yang dilapisi plastik. Apabila terdapat demam atau dikhawatirkan
terjadinya infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, makan
berikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular dan ampisislin 1 g
peroral. Pada kehamilan kurang 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu
tidah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan antibiotik
selama 5 hari dan glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2
hari. Berikan pula tokolisis, apanila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan. Pada
kehamilan 33-35 miggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam kemudian
induksi persalinan. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka
pimpin meneran dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi persalinan.
Apabila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang dari 5 cm atau
ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni, 2013).
Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan > 37 minggu induksi
dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat diberikan
misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Khafidoh,
2014)

2. OLIGOHIDRAMNION
a. Pengertian
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc. Oligohidramnion kurang
baik untuk pertumbuhan janin karena pertumbuhan dapat terganggu oleh
perlekatan antara janin dan amnion atau karena janin mengalami tekanan dinding
rahim (Sastrawinata, dkk, 2004:40). Jika produksinya semakin berkurang,
disebabkan beberapa hal diantaranya: insufisiensi plasenta, kehamilan post term,
gangguan organ perkemihan-ginjal, janin terlalau banyak minum sehingga dapat
menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban intrauteri
“oligohidramnion” dengan kriteria : 1) Jumlah kurang dari 500 cc 2) Kental 3)
Bercampur mekonium (Manuaba, dkk, 2007:500)
b. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa
keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan
dengan obsrtuksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis (Khumaira,
2012:188). Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri lebih rendah
secara bermakna dibandingan yang diharapkan pada usia gestasi tersebut.
Penyebab oligohidramnion adalah absorpsi atau kehilangan cairan yang
meningkat ketuban pecah dini menyebabkan 50 % kasus oligohidramnion,
penurunan produksi cairan amnion yakni kelainan ginjal kongenital akan
menurunkan keluaran ginjal janin obstruksi pintu keluar kandung kemih atau
uretra akan menurunkan keluaran urin dengan cara sama (Rukiyah dan Yulianti,
2010:232). Sebab oligohidramnion secara primer karena pertumbuhan amnion
yang kurang baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini (Marmi,
ddk, 2011:111)
c. Patofisiologis
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion. Namun,
tidak adanya produksi urine janin atau penyumbatan pada saluran kemih janin
dapat juga menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion,
yang terjadi secara fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan. Beberapa keadaan
yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan kongenital,
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), ketuban pecah, kehamilan postterm,
insufiensi plasenta dan obatobatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin).
Kelainan kongenital yang paling sering menimbulkan oligohidramnion adalah
kelainan sistem saluran kemih dan kelainan kromosom (Prawirohardjo,
2010:155).
Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan hipoksia janin.
Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu mekanisme redistribusi
darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal,
produksi urin berkurang dan terjadi oligohidramnion (Prawirohardjo, 2010:269).

d. Komplikasi oligohidramnion
Menurut Manuaba, dkk. (2007:500) Komplikasi oligohidramnion dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1) Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali akibat
persalinannya oleh karena:
o Sebagian persalinannya dilakukannya dengan induksi
o Persalinan dilakukan dengan tindakan secsio sesaria Dengan demikian
komplikasi maternal adalah trias komplikasi persalinan dengan tindakan
perdarahan, infeksi, dan perlukaan jalan lahir.

2) Komplikasi terhadap janinya


a) Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung terhadapat janinnya:
(1) Deformitas janin adalah:
 Leher terlalu menekuk-miring
 Bentuk tulang kepala janin tidak bulat
 Deformitas ekstermitas
 Talipes kaki terpelintir keluar
(2) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal
distress
(3) Fetal distress menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus
dengan dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air ketuban
 Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir
terjadi kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami
hipoplasia sampai atelektase paru
 Sirkulus yang sulit diatasinya ini akhirnya menyebabkan
kematian janin intrauterin

b) Amniotic band Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan


terjadinya hubungan langsung antara membran dengan janin sehingga
dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin intrauterin. Dapat
dijumpai ektermitas terputus oleh karena hubungan atau ikatan dengan
membrannya.

e. Diagnosa oligohidramnion
Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat dilakukan tindakan
“Amnioskopi” dengan alat khusus amnioskop.
Indikasi amnioskopi adalah:
1) Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu
2) Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
3) Bad Obstetrics History
4) Terdapat kemungkinan IUGR
5) Kelainan ginjal
6) Kehamilan post date
Hasil yang diharapkan adalah:
1) Kekeruhan air ketuban
2) Pewarnaan dengan mekonium
Komplikasi tindakan amnioskopi adalah:
1) Terjadi persalinan prematur
2) Ketuban pecah-menimbulkan persalinan prematur
3) Terjadi perdarahan-perlukaan kanalis servikalis
4) Terjadi infeksi asendens
Tehnik diagnosis oligohidramnion dapat mempergunakan Ultrasonografi yang
dapat menentukan:
1) Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm
2) AFI kurang dari 3 cm disebut Moderate Oligohidramnion
3) AFI kurang dari 2-1 cm disebut Severe Oligohidramnion (Manuaba, dkk,
2007:501)
f. Gambaran klinis
Pada ibu yang mengalami oligohidramnion biasanya uterusnya akan tampak lebih
kecil dari usia kehamilan, ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak,
sering berakhir dengan partus prematurus, bunyi jantung anak sudah terdengar
mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas, persalinan lebih lama biasanya,
sewaktu ada his akan sakit sekali, bila ketuban pecah air ketubannya sedikit sekali
bahkan tidak http://repository.unimus.ac.id 22 ada yang keluar dan dari hasil
USG jumlah air ketuban kurang dari 500 ml (Rukiyah dan Yulianti, 2010:232-
233).

g. Prognosis
Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila terjadi
kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan bagi pertumbuhan janin, bahkan
bisa terjadi foetus papyreceous, yaitu picak seperti kertas karena tekanan-tekanan.
Bila terjadi pada kehamilan lanjut akan terjadi cacat bawaan, cacat karena
tekanan atau kulit menjadi tebal dan kering. Selain itu, dapat mengakibatkan
kelainan musculoskeletal (Sistem otot) (Khumaira, 2012:189). Oligohidramnion
yang berkaitan dengan PPROM pada janin kurang dari 24 minggu dapat
mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-paru. Ada tiga kemungkinan yang akan
terjadi, yaitu: 1) Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada
dan paru-paru terhambat 2) Terbatasnya pernapasan janin menurunkan
pengembangan paruparu 3) Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru
berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan paru-paru (Khumaira, 2012:189).

h. Diagnosa banding
Menurut Sastrawinata dkk, (2005:41) diagnosa pada ibu yang mengalami
oligohidramnion yaitu Ketuban pecah sebelum waktunya

i. Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan pada
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak baik.
Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion,
oleh karena itu persalinan dengan sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada
kasus oligohidramnion (Khumaira, 2012:189). Menurut Rukiyah dan Yulianti
(2010:233) Penatalaksanaan pada ibu dengan oligohidramnion yaitu : 1) Tirah
baring 2) Hidrasi dengan kecukupan cairan 3) Perbaikan nutrisi 4) Pemantauan
kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin) 5) Pemeriksaan USG yang umum
dari volume cairan amnio
3. ABORTUS
a. Pengertian
Menurut Prawirohardjo,2009 Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan adalah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
(Prawirohardjo,2009 ).
Abortus adalah terminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui metoda obat-
obatan atau bedah ( Morgan, 2009 ). Berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat
hidup diluar kandungan disebut Abortus.Anak mungkin dapat hidup diluar
kandungan kalau berat janin telah mencapai 1000 gram atau kehamila mencapai
28 minggu. Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus adalah berat
janin 500 gram -999 gram disebut juga dengan Immature.
b. Penyebab abortus
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
2) Trauma
3) Faktor-faktor hormonal
4) Sebab-sebab psikosomatik
5) Penyebab dari segi maternal
a) penyebab secara umum
o infeksi
Virus misalnya cacar,rubella,hepatitis,. Infeksi bakteri misalnya
streptokokus. Parasit misalnya malaria.
o Infeksi kronis Sifilis biasanyua menyebabkan abortus pada
trimester kedua. Tuberculosis paru aktif Keracunan misalnya
keracunan tembaga,timah,air raksa dll.
o Penyakit kronis
Misalnyahypertensi,nephritis,diabetes,anemiaberat,penyakit
jantung,toxemia gravidarum
o Gangguan fisiologis Misalnya syock,ketakutan dll
o Trauma fisik
b) penyebab secara lokal
o Fibroid,inkompetensia serviks
o Radangpelvis kronis,endometritis
o Retroversia kronis
o Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil sehingga
menyebabkan hiperemia dan abortus
c) penyebab dari janin
o Kematian janin akibat kelainan bawaan
o Mola hidatidosa
o Penyakit plasenta dan desidua misalnya inflamasi dan degenerasi
o Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya
menunjukan bahwa pada 70% kasus ovum yang telah dibuahi
gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin
o Pada 40% kasus diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus
adalah kelainan chromosomal f) Pada 20% kasus terbukti adanya
kegagalan trofoblast untuk melakukanimplantasi dengan adekuat

c. PATOFISIOLOGIS
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis,diikuti dengan nekrosis
jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda
asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari minggu,vili korialis belum menembus
desiduasecara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada
kehamilan 8-14 minggu penembusan sudah lebih dalamhingga plasenta tidak
dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada
plasenta,hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau
benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati,janin
masih hidup,mola kruenta,fetus kompresus,maserasi atau fetus papiraseus.

d. MACAM-MACAM ABORTUS
1) Abortus Imminens-threatened abortion (keguguran yang mengancam)
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi
serviks.
Tanda-tanda abortus imminens
 Perdarahan flek-flek (bisa sampai beberapa hari)
 Rasa sakit seperti saat menstruasi bisa ada atau tidak
 Serviks dan OUE masih tertutup
 PP test (+)
2) Abortus Insipiens-inevitable abortion (keguguran sedang berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi msh dalam
uterus
Tanda-tanda abortus insipiens :
 Perdarahan banyak kadang-kadang keluar gumpalan darah
 Nyeri hebat disertai kontraksi rahim
 Serviks atau OUE terbuka dan atau ketuban telah pecah
 PP test dapat positif atau negatif

3) Abortus Incompletus ( keguguran tidak lengkap )


Pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu denganmasih
ada sisa tertinggal dalam uterus. Abortus inkompli berkaitan dengan retensi
sebagian produk pembuahan( hampir selalu plasenta ) yang tidak begitu
mudah lepas pada kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm.
Tanda-tanda abortus Incomplit :
 Umur kehamilan biasanya diatas 12 minngu atau bisa kurang
 Perdarahan sedikit kemudian banyak disertai keluarnya hasil
konsepsi,tidak jarang pasien datang dalam keadaan syock
 Serviks terbuka 1-2 jari sering teraba sisa jaringan
 PP tes positif atau negatif
 Anemia

4) Abortus Komplit ( keguguran lengkap )


Pada abortus jenis ini hasil konsepsi telah keluar semua dari cavum uteri.
Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-
lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa
ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Semua hasil
konsepsi sudah dikeluarkan semua.
Tanda-tanda abortus komplit:
 Perdarahan yang sedikit
 Ostium uteri telah menutup
 Uterus telah mengecil

5) Abortus Habitualis
Adalah abortus spontan yang terjadi 3x atau lebih berturutturut. Etiologi
abortus habitualis pada dasarnya sama dengan abortus spontan. Selain itu
telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphocyte tropoblast cross reaktive (TLX). Pasien dengan reaksi lemah atau
tidak ada akan mengalami keguguran.
Tanda-tanda abortus habitualis
 Kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai
mules
 Ketuban menonjol dan suatu saat akan pecah
 Timbul mulas yang selanjutnya akan diikuti dengan melakukan
pemeriksaan vaginal tiap minggu
 Penderita akan mengeluh bahwa ia telah mengeluarkan banyak lendir
dari vagina
 Diluar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan
histerosalpingografi yaitu ostium internum uteri melebar lebih dari 8mm.

6) Missed Abortion
janin muda yang telah mati tertahan didalam rahim selama 2 bulan atau lebih.
Sekitar kematian janin kadangkadang ada perdarahan pervaginam sedikit
hingga menimbulkan gambaran abortus imminens
Tanda-tanda missed abortion :
 Rahim tidak membesar malahan mengecil karena aborsi air ketuban dan
macerasi janin
 Buah dada mengecil kembali
 Gejala-gejala yang penting tidak ada hanya ammenorhoe berlangsung
terus
 Tes kehamilan menjadi negatif serta denyut jantung janin menghilang
 Dengan USG bisa ditentukan apakah janin sudah mati dan besarnya
sesuai umur kehamilan
 Perlu diketahui bahwa missed abortion kadang disertai dengan gangguan
pembekuan darah karena hipofibrinogenemia,sehingga pemeriksaan
kearah ini perlu dilakukan.
 Biasany keadaan ini berakhir dengan abortus spontan selambat-lambat 6
minggu setelah janin

7) Abortus infeksiosa-abortus septik

Abortus infeksiosa Adalah abortus yang disertai infeksi pada genetalia.


Abortus septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebaran kuman
atau toksin kedalam peredaran darah atau peritoneum.

Tanda-tanda abortus infeksiosa :

 Abortus yang disertai dengan gejala dan tanda infeksi genetalia seperti
panas,takikardi,perdarahan pervaginam yang berbau,uterus yang
membesar,lembek serta nyeri tekan dan adanya leukositosis
 Apabila terdapat sepsis penderita tampak sakit berat kadang-kadang
menggigil
 Demam tinggi dan tekanan darah menurun
 Untuk mengetahui kuman penyebab perlu dilakukan pembiakan darah
dan getah pada serviks uteri.

8) Abortus Provokatus ( abortus yang sengaja dibuat ) Adalah pengakhiran


kehamilan sebelum 20 minggu akibat suatu tindakan

9) ABORTUS KOMPLETUS
Abortus Kompletus merupakan abortus yang tidak dapat dihindari. Abortus
Kompletus ( keguguran lengkap ) adalah abortus yang hasil konsepsi
( desidua dan fetus ) keluar seluruhnya sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Tanda-tanda Abortus Kompletus :
 Perdarahan pervaginam
 Adanya kontraksi uterus
 Ostium serviks sudah menutup
 Adanya pengeluaran jaringan
 Tidak ada sisa jaringan dalam uterus
 Uterus telah mengecil
Penegakan Diagnosa Abortus Kompletus ditegakan bila jaringan yang keluar
juga diperiksa kelengkapannya. Untuk memastikan rahim bersih atau belum
dilakukan USG oleh dokter spesialis Obstetri dan Gynekologi.
Penanganan Abortus Kompletus
 Tidak perlu penanganan khusus apabila rahim telah bersih
 Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak yang bisa
mengkibatkan anemia berat dan perlu pananganan dengan tranfusi
Apabila terdapat anemia sedang berikan tablet sulfas ferrosus 60mg
perhari selama 2 minggu. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan
yang banyak mengandung protein,vitamin dan mineral
 Apabila kondisi ibu baik cukup berikan tablet methylergometrin 3x1
tablet/ hari untuk 3-5 hari,asam mefenamat 3x500mg/hari,tablet Fe
 1x60mg/hari selama 2 minggu,amoxillin 3x500mg/hari selama 3 hari
untuk mencegah terjadinya infeksi.
 Pastikan tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan meliputi
KU,tanda-tanda vital dan pengeluaran pervaginam
 Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut dirumah
 Anjurkan ibu untuk diet tinggi protein,vitamin dan mineral 8) Anjurkan
ibu untuk kontrol setelah obat habis atau jika ada keluhan

e. KOMPLIKASI AKIBAT ABORTUS


Komplikasi yang bebahaya akibat abortus adalah perdarahan,perforasi,infeksi dan
syok.
 Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uteri dari sisasisa
hasil konsepsi dan bila perlu diberikan tranfusi darah. Kematian
karenaperdarahan dapat trerjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
 Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peritiwa ini penderita perlu diamati
dengan teliti. Jika ada tanda bahaya perlu segera dilakukan laparotomi dan
tergantung dari luas dan bentuk perforasi,penjahitan luka perforasi atau perlu
histererktomi
 Infeksi Sejumlah penyalit kronik diperkirakan dapat menyebabkan abortus,
brucella abortus dan campylobacter fetus merupakan kausa abortus. Pada
sapi yang telah lama dieknal,tetapi keduanya bukan kausa signifikan pada
manusia, bukti bahwa toxoplasmagondii menyebabkanabortus pada manusia
kurang mayakinkan. Tidak terdapat bukti bahwa listeria monocytogenes atau
chlamydia trachomatis menyebabkan abortus pada manuasia. Herpes simplek
dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insidensi abortus setelah terjadi
infeksi genital pada awal kehamilan. Abortus spontan secara independen
berkaitan dengan antibodi virus imunodefisiensi manusia (HIV-1) dalam
darah ibu dan kolonisasi vagina pada ibu oleh streptokokus grup B
 Syock pada abortus dapat terjadi karena perdarahan ( syock haermorragie)
dan karen infeksi berat ( syock endoseptik )

4. HEG
a. Pengertian
Hiperemesis gravidarum merupakan keluhan muntah yang berlebihan pada ibu
hamil yang terjadi mulai dari minggu ke 6 kehamilannya dan bisa berlangsung
sampai minggu ke 12 atau lebih (Lisnawati, 2013).
Mual dan muntah 60-80% sering terjadi pada primigravida, hal ini merupakan
gejala yang wajar dan sering didapatkan pada kehamilan trimester I. Mual
biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam
hari. Gejala-gejala ini 40 - 60% dialami oleh multigravida. Gejala-gejala ini
kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung
selama kurang lebih 10 minggu. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan
dengan keadaan ini, meskipun gejala mual dan muntah yang berat dapat
berlangsung sampai 4 bulan (Sumai, dkk, 2014). Hiperemesis gravidarum adalah
muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu, muntah begitu hebat
dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga
mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari hari, berat badan menurun,
dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bukan karena penyakit seperti
appendistritis, pielititis dan sebagainya (Joseph, Nugroho, 2011).
b. Etiologi
Menurut Fauziyah (2012) penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui
dengan pasti. Akan tetapi faktor-faktor seperi biologi, fisiologi, psikologi, dan
social kultural dapat menjadi faktor risiko untuk hiperemesis gravidarum.
Beberapa teori menyatakan bahwa mual dan muntah selama kehamilan mungkin
berhubungan dengan adaptasi untuk mencegah asupan makanan yang berbahaya,
seperti mikro organisme patogen yang ada dalam daging dan racun yang berada
disayuran dan minuman. Mencegah masuknya komponen yang berbahaya, hal ini
akan mencegah embrio dari keguguran. Penyebab utama belum diketahui dengan
pasti. Ada beberapa faktor predisposisi dan faktor lain ditemukan, diantaranya 1)
Sering terjadi pada primigravida, mola hidatosa dan kehamilan ganda. 2) Faktor
organik 3) Faktor alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap
janin. 4) Faktor psikologi memegang peranan yang penting pada penyakit ini.
Hubungannya dengan terjadinya hipremesis gravidarum belum diketahui dengan
pasti. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan dan takut pada kehamilan
dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan
konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak
sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran
hidup.
c. Tanda Dan Gejala Hiperemesis Gravidarum
Menurut berat ringannya gejala, hperemesis gravidarum dapat dibagi dalam tiga
tingkatan (Manuaba, 2012). 1) Tingkat I Muntah terus-menerus yang
mempengaruhi keadaan umum. Pada tingkatan ini klien merasa lemah, nafsu
makan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri pada epigastrium. Nadi
meningkat sekitar 100x/menit, tekanan darah sistol menurun, dapat disertai
peningkatan suhu tubuh, turgor kulit berkurang, lidah kering, dan mata cekung. 2)
Tingkat II Klien tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
kering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun suhu tubuh
kadang-kadang naik, hemokonsentrasi, oliguria, dan konstipasi. 3) Tingkat III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen
sampai koma, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, serta suhu
meningkat. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
wernicke ensefalopati. Gejala yang dapat timbul seperti nistagmus, zat makanan,
termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan terjadinya payah
hati. Pada tingkatan ini juga terjadi perdarahan dari esophagus, lambung dan
retina. (Runiari. N, 2010)

d. Patofisiologis
Perasaan mual diakibatkan oleh berbagai faktor, keluhan ini terjadi pada trimester
pertama. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian
mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan. Hiperemesis gravidarum
yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus
menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan
alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada
sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama,
disamping pengaruh hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum kehamilan
sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan
mengalami emesis gravidarum yang lebih berat (Fauziyah, 2012). Hiperemesis
gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis
terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna,
terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik,
dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan
karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma
berkurang. Natrium dan klorida darah turun, demikian pula klorida dalam urin.
Selain itu, dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke
jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke
jaringan berkurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang
toksik.Kekurangankalium sebagai akibat muntah dan bertambahnya ekskresi
lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat
merusak hati, disamping dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dapat terjadi robekan
pada selaput lendir esophagus dan lambung (sindroma Mallory-weiss), dengan
akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya, robekan ini ringan dan
perdarahan dapat berhenti sendiri, jarang sampai diperlukan tranfusi atau
tindakanoperatif. (Fauziyah, 2012).

e. Diagnosis
Menurut Tiran (2009), mual sering kali merupakan gejala pertama yang dialami
ibu yang sering kali terjadi bahkan sebelum periode menstruasi pertama tidak
datang. Oleh karena itu rasa mual didiagnosis oleh diri sendiri, dan dalam banyak
kasus, ditangani oleh diri sendiri. Akan tetapi, kemampuan koping wanita yang
mengalami mual dan muntah selama kehamilan sangat beragam, yang akan
dipengaruhi oleh kepribadian dan sikapnya terhadap penyakit, komitmen keluarga
dan pekerjaan, kesehatan umum dan ketersediaan mekanisme pendukung. Jika
dehidrasi, gangguan elektolit, malnutrisi protein-kalori dan defisiensi vitamin
turut dialami ibu hamil, hospitalisasi sangat penting untuk kesehatan ibu dan
janin. Akan tetapi, penting untuk menyingkirkan dugaan penyebab lain terjadinya
muntah berlebihan sebelum diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan.
Wanita yang sebelumnya memiliki riwayat hiperemesis gravidarum secara
personal atau memiliki ibu dengan riwayat hiperemesis akan lebih rentan
terhadap kondisi, begitu juga wanita yang memiliki penyakit hati. Diagnosis
banding yaitu Perlemakan hati akut, Gastroeneteritis, Hernia hiatus, Infeksi
helicobacter pylori, Hepatitis, Hiperkalsemia, Kondisi intra abdomen, Hipertens
iintracranial (benigna), Pielonefritis dan Refluks esophagitis sebagai gambaran
dari adanya masalah medis.

f. Penanganan
Menurut Tiran (2009), mual sering kali merupakan gejala pertama yang dialami
ibu yang sering kali terjadi bahkan sebelum periode menstruasi pertama tidak
datang. Oleh karena itu rasa mual didiagnosis oleh diri sendiri, dan dalam banyak
kasus, ditangani oleh diri sendiri. Akan tetapi, kemampuan koping wanita yang
mengalami mual dan muntah selama kehamilan sangat beragam, yang akan
dipengaruhi oleh kepribadian dan sikapnya terhadap penyakit, komitmen keluarga
dan pekerjaan, kesehatan umum dan ketersediaan mekanisme pendukung. Jika
dehidrasi, gangguan elektolit, malnutrisi protein-kalori dan defisiensi vitamin
turut dialami ibu hamil, hospitalisasi sangat penting untuk kesehatan ibu dan
janin. Akan tetapi, penting untuk menyingkirkan dugaan penyebab lain terjadinya
muntah berlebihan sebelum diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan.
Wanita yang sebelumnya memiliki riwayat hiperemesis gravidarum secara
personal atau memiliki ibu dengan riwayat hiperemesis akan lebih rentan
terhadap kondisi, begitu juga wanita yang memiliki penyakit hati. Diagnosis
banding yaitu Perlemakan hati akut, Gastroeneteritis, Hernia hiatus, Infeksi
helicobacter pylori, Hepatitis, Hiperkalsemia, Kondisi intra abdomen, Hipertens
iintracranial (benigna), Pielonefritis dan Refluks esophagitis sebagai gambaran
dari adanya masalah medis.

5. PARTUS SPONTAN
a. pengertian
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
dapat hidup ke dunia luar rahim melalui jalan lahir atau jalan lain (Diana, 2019).
Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks sehingga janin
dapat turun ke jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal merupakan proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu)
dengan adanya kontraksi rahim pada ibu. Prosedur secara ilmiah lahirnya bayi
dan plasenta dari rahim melalui proses yang dimulai dengan terdapat kontraksi
uterus yang menimbulkan terjadinya dilatasi serviks atau pelebaran mulut rahim
(Irawati, Muliani, & Arsyad, 2019).
Persalinan adalah suatu kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yangh
cukup bulan atau hampirh cukup bulan yang kemudian, disusul dengan
pengeluaran placenta dan selaput janin. Dalam proses persalinan dapat terjadi
perubahan-perubahan fisik yaitu, ibu akan merasa sakit pinggang dan perut
bahkan sering mendapatkan kesulitan dalam bernafas dan perubahan-perubahan
psikis yaitu merasa takut kalau apabila terjadi bahaya atas dirinya pada saat
persalinan, takut yang dihubungkan dengan pengalaman yang sudah lalu misalnya
mengalami kesulitan pada persalinan yang lalu (Rinata, 2018).
b. Jenis – jenis persalinan
Menurut Kusumawardani (2019) jenis-jenis persalinan dibagi menjadi tiga,
diantaranya:
1. Persalinan yang spontan adalah suatu proses persalinan secara langsung
menggunakan kekuatan ibu sendiri.
2. Persalinan buatan adalah suatu proses persalinan yang berlangsung dengan
bantuan atau pertolongan dari luar, seperti: ekstraksi forceps (vakum) atau
dilakukan operasi section caesaerea (SC).
3. Persalinan anjuran adalah persalinan yang terjadi ketika bayi sudah cukup
mampu bertahan hidup diluar rahim atau siap dilahirkan. Tetapi, dapat muncul
kesulitan dalam proses persalinan, sehingga membutuhkan bantuan rangsangan
dengan pemberian pitocin atau prostaglandin (Kusumawardani, 2019).
c. Tanda – tanda persalinan
Menurut (Rosyati, 2017) tanda dan gejala persalinan yaitu sebagai berikut.
1. Tanda Inpartu
 Penipisan serta adanya pembukaan serviks.
 Kontraksi uterus yang menyebabkan berubahnya serviks (frekuensi
minimal 2 kali dalam 10 menit).
 Keluar cairan lendir yang bercampur dengan darah melalui vagina.
2. Tanda-tanda persalinan
 Ibu merasa ingin meneran atau menahan napas bersamaan dengan
terjadinya kontraksi.
 Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada bagian rectum dan
vagina.
 Perineum mulai menonjol.
 Vagina dan sfingter ani mulai membuka.
 Pengeluaran lendir yang bercampur darah semakin meningkat.
d. Fase persalinan
Fase-Fase Dalam Persalinan
1. Fase persalinan kala I
Menurut Girsang beberapa jam terakhir dalam kehamilan ditandai adanya
kontraksi uterus yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan
mendorong janin keluar melalui jalan lahir normal. Persalinan kala satu
disebut juga sebagai proses pembukaan yang dimulai dari pembukaan nol
sampai pembukaan lengkap (10cm) (Girsang, 2017)

Kala satu persalinan terdiri dari 2 fase, yaitu sebagai berikut.


 Fase Laten
Fase laten dimulai dari permulaan kontraksi uterus yang regular sampai
terjadi dilatasi serviks yang mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase ini
berlangsung selama kurang lebih 6 jam. Pada fase ini dapat terjadi
perpanjangan apabila ada ibu yang mendapatkan analgesic atau sedasi berat
selama persalinan. Pada fase ini terjadi akan terjadi ketidaknyamanan akibat
nyeri yang berlangsung secara terus- menerus.
 Fase Aktif Selama fase aktif persalinan, dilatasi serviks terjadi lebih cepat,
dimulai dari akhir fase laten dan berakhir dengan dilatasi serviks dengan
diameter kurang lebih 4 cm sampai dengan 10 cm. Pada kondisi ini
merupakan kondisi yang sangat sulit karena kebanyakan ibu merasakan
ketidaknyamanan yang berlebih yang disertai kecemasan dan kegelisahan
untuk menuju proses melahirkan.

2. Fase persalinan kala II Kala dua disebut juga kala pengeluaran. Kala ini
dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) hingga bayi lahir. Proses ini
berlangsung selama kurang 12 lebih 2 jam pada ibu primigravida dan kurang
lebih 1 jam pada ibu multigravida.
Adapun tanda dan gejala yang muncul pada kala dua adalah sebagai berikut:
 Kontraksi (his) semakin kuat, dengan interval 2-3 menit dengan durasi 50-
100 detik; b) Menjelang akhir kala satu, ketuban akan pecah yang ditandai
dengan pengeluaran cairan secara mendadak dan tidak bisa dikontrol;
 Ketuban pecah pada pembukaan yang dideteksi lengkap dengan diikuti rasa
ingin mengejan;
 Kontraksi dan mengejan akan membuat kepala bayi lebih terdorong menuju
jalan lahir, sehingga kepala mulai muncul kepermukaan jalan lahir, sub
occiput akan bertindak sebagai hipomoklion, kemudian bayi lahir secara
berurutan dari ubun-ubun besar, dahi, hidung, muka, dan seluruhnya.
3. Fase persalinan kala III Kala tiga disebut juga kala persalinan plasenta.
Lahirnya plasenta dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda
sebagai berikut:
 Uterus menjadi bundar;
 Uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah Rahim;
 Tali pusat bertambah panjang;
 Terjadi perdarahan (adanya semburan darah secara tiba-tiba);
 Biasanya plasenta akan lepas dalam waktu kurang lebih 6-15 menit setelah
bayi lahir.

4. Fase persalinan kala IV Kala empat

kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan plasenta lahir yang bertujuan
untuk mengobservasi persalinan terutama mengamati keadaan ibu terhadap
bahaya perdarahan postpartum. Pada kondisi normal tidak terjadi perdarahan
pada daerah vagina atau organ setelah melahirkan plasenta.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Persalinan Menurut (Saragih, 2017), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
proses persalinan normal yang dikenal dengan istilah 5P, yaitu: Power, Passage,
Passenger, Psikis ibu bersalin, dan Penolong persalinan

Anda mungkin juga menyukai