Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Organisasi Proyek
2.1.1. Proyek
Proyek memiliki arti dan cakupan yang luas. Untuk lebih memahami pengertian
proyek, berikut pengertian proyek dari berbagai literatur. Pertama, dalam buku Manajemen
Konstruksi karya Irika dan Lenggogeni, proyek adalah suatu kegiatan sementara yang
memiliki tujuan dan sasaran yang jelas, berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan
alokasi sumber daya tertentu. Kedua, menurut buku Manajemen Proyek karya Clinfford
dan Erik, proyek adalah usaha yang kompleks, tidak rutin, yang dibatasi oleh waktu,
anggaran, sumber dana, dan spesifikasi kinerja yang dirancang utuk memenuhi kebutuhan
pelanggan. Ketiga, menurut Iman Soeharto dalam buku, kegiatan proyek adalah suatu
kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber
daya tertentu dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk atau deliverable yang kriteria
mutunya telah digariskan dengan jelas. Dari pengertian yang telah disebutkan, proyek
dapat diartikan sebagai suatu usaha/kegiatan yang terdiri dari berbagai aspek dan saling
berkaitan yang dibatasi oleh waktu, anggaran, dan spesifikasi kerja dimana output dari
usaha ini adalah terwujudnya suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Dari pengertian di atas maka ciri pokok proyek adalah sebagai berikut :
1. Memiliki tujuan dan sasaran berupa suatu produk akhir.
2. Proyek memiliki sifat sementara, yaitu telah jelas titik awal mulai dan selesai.
3. Biaya, waktu, dan mutu dalam pencapaian tujuan dan sasaran tersebut telah
ditentukan.
4. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung menyebabkan
proyek memiliki sifat nonrepetitif, atau tidak berulang.
Proyek konstruksi berkaitan dengan pembangunan suatu bangunan dan infrastruktur
dimana bidang yang terkait akan terlibat dalam proyek tersebut. Bidang terkait yang
dimaksud adalah bidang teknik sipil, arsitektur, industri, mesin, elektro, geoteknik, dan
bidang lain yang menunjang kelangsungan proyek.
Dalam pelaksanaannya, untuk menjaga kesesuaian hubungan pada kegiatan
operasional pihak-pihak yang terkait, maka proyek dibagi menjadi beberapa tahapan. Hal
tersebut terhubung menjadi siklus kehidupan proyek yang mencakup:

7
 What = Teknik apa yang dilakukan.
9

 When = Kapan deliverables dicapai dan bagaimana ditinjau, divalidasi.


 Who = Siapa saja yang terlibat.
 How = Bagaimana mengontrol dan menyetujui.
(Irika dan Lenggogeni, 2013)
2.1.2. Manajemen
Manajemen dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memperoleh hasil dalam
rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan sekelompok orang. Berdasarkan para ahli di
atas disimpulkan bahwa manajemen dapat didefinisikan dari berbagai aspek. Meskipun
demikian, pengertian manaemen pada dasarnya mencakup suatu metode/teknik atau proses
untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara sistematik dan efektif, melalui tindakan-
tindakan sebagai berikut:
o Perencanaan (planning),
o Pengorganisasian (organizing),
o Pelaksanaan (actuating), dan
o Pelaksanaan (controlling).
Adapun unsur-unsur yang dikelola dalam sebuah proyek, yaitu:
o money (uang dan material)
o man (tenaga kerja, tenaga ahli)
o machine (alat-alat untuk mempermudah pelaksanaan proyek)
o method (mekanisme dan prinsip kerja yang diterapkan dalam menjalankan suatu
proyek)
Untuk mencapai tujuan suatu proyek, maka diperlukan beberapa sarana dan fasilitas
atau alat yang biasa disebut dengan unsur-unsur manajemen. Unsur-unsur ini terdiri dari
beberapa elemen perencanaan. Elemen tersebut harus disediakan pada suatu kegiatan yaitu
meliputi :
a. Perencanaan lingkup proyek
Perencanaan lingkup proyek merupakan suatu proses penggambaran proyek dan batas-
batasnya secara tertulis. Sebagai contoh, untuk proyek konstruksi, perencanaan lingkup
proyek didapat dari tahap awal siklus proyek yang mencakup studi kelayakan, terutama
yang mencakup biaya dan manfaat proyek, jadwal, serta mutu, agar diperoleh alternatif
lingkup yag terbaik.
10

b. Perencanaan mutu
Merupakan proses penentuan stndar dankriteria mutu yang akan dipakai oleh proyek,
serta usaha untuk dapat memenuhinya. Ketentuan standar mutu akan besar
perngaruhnya terhadap biaya proyek terutama pada waktu desain engineering, seleksi
perlahan, dan material.
c. Perencanaan waktu
Meliputi hal-hal mengenai penyelesaian proyek yang tepat waktu yang telah
ditetapkan. Perencanaan ini memberikan masukan kepada perencanaan sumber daya
agar sumber daya tersebut siap pada waktu diperlukan.
d. Perencanaan biaya
Merupakan rangkaian langkah untuk perkiraan besarnya biaya
Manusia menjadi penentu tujuan dari sumber daya yang diperlukan oleh proyek.
Langkah-langkah tersebut termasuk juga mempertimbangkan berbagai alternatif yang
mungkin mendapatkan biaya yang paling ekonomis bagi kinerja atau material. Hal ini
menyebabkan perencanaan biaya baru dapat diselesaikan bila telah tersedia
perencanaan keperluan sumber daya.
(Irika dan Lenggogeni, 2013)
Manajemen dalam suatu organisasi dapat dklasifikasikan sesuai dengan tingkatannya,
kemampuannya, dan strateginya. Klasifikasi manajemen sebagai berikut:
1. Berdasarkan tingkatan manaemen
- Manajemen puncak (higher management)
- Manajemen menengah (middle management)
- Manajemen tingkat bawah (lower management)
2. Kemampuan manajemen
- Kemampuan mengonsepkan (conceptual skill)
- Kemampuan berhubungan dengan peserta lain (human skill)
- Kemampuan teknik (technical skill)
3. Strategi manajemen
- Misi perusahaan
- Profil perusahaan
- Tujuan jangka panjang
- Kebijakan dasar
- Strategi operasional
11

2.1.3. Organisasi
Pengorganisasian adalah suatu tindakan mempersatukan kumpulan kegiatan manusi,
yang mempunyai pekerjaan masing-masing, saling berhubungan satu sama lain dengan tata
cara tertentu. Tindakan tersebut antara lain berupa:
a. membagi pekerjaan ke dalam tugas operasional;
b. menggabungkan jabatan ke dalam unit yang terkait;
c. memilih dan menempatkan orang-orang pada pekerjaan yang sesuai;
d. menyesuaikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing personel.
Dari penjelasan di atas, organisasi dapat diartikan sebagai pengaturan kegiatan-
kegiatan dari beberapa individu di bawah satu koordinasi yang berfungsiuntuk pencapaian
satu tujuan, atau sebagai tindakan untuk mempersatukan dan mengatur sumber-sumber
daya yang mencakup tenaga kerja serta material yang terbentuk dalam kumpulan kegiatan
manusia yang memilki tugas masing-masing dan saling berhubungan satu sama lain.
Semakin banyak individu atau kelompok yang terlibat, maka akan semakin kompleks
bentuk organisasi yang terbentuk. Bentuk organisasi menurut A Guide to the Project
Management Body of Knowledge (PMBOK) adalah sebaga berikut :
1. Organisasi proyek fungsional,
Merupakan organisasi yang mengelompokkan anggota staff sesuai dengan
keahliannya serta setiap keahlian memilki satu atasan, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.1. Organisasi ini memilki kelebihan dan juga kekurangan. Kelebihan dari
oragnisasi ini adalah anggota staff cukup melapor pada satu atasan serta anggota staff
dapat mengembangkan keahlian mereka. Adapun kekurangan dari organisasi ini
adalah cenderung mengutamakan kinerja dan keluaran pada masing-masing bidang
sehingga kurang memahami sasaran/tujuan dari proyek itu sendiri. Selain itu, apabila
organisasi cukup besar, dapat terjadi distorsi informasi yang disebabkan oleh semakin
panjangnya rantai dalam pengambilan keputusan.
v
x
E
h
C
e
g
lM
io
12

c
n
u
F
S
f
ta
r
j
P Project coodination

2. Organisasi Proyek Murni


Gambar 2.1 Organisasi Fungsional
Sumber: Irika dan Lenggogeni (2013,p.31)

Di dalam organisasi ini terdapat beberapa manajer yang membawahi staf-staf dalam
satu koordinasi. Jenis organisasi ini juga terdapat unit-unit kecil saling kerjasama yang
disebut dengan departemen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Namun setiap
departemen akan tetap membelikan laporan langsung kepada proyek manajer.

Project coordination

Gambar 2.2 Organisasi proyek murni


Sumber : Irika dan Lenggogeni (2013,p.32)
v
x
E
h
jC
r
P
e
g
lM
io
c
n
u
F
S
f
ta
M
3. Organisasi proyek matrik
13

Organisasi ini merupakan bentukan dari organisasi fungsional dan murni. Organisasi ini
dibagi menjadi dua yaitu organisasi matrik lemah dan organisasi matrik kuat.
Organisasi matrik lemah karakteristik yang menonjol sama dengan karakteristik
organisasi fungsional. Sedangkan organisasi matrik kuat memiliki kareakteristik dari
organisasi proyek dan dapat memilki manajer proyek secara penuh dengan otoritas yang
dapat dipertimbangkan serta memilki staf administrasi proyek sendiri, gambar bagan
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4

Project coordination

Gambar 2.3 Organisasi matrik lemah


Sumber : Irika dan Lenggogeni (2013,p.33)

Gambar 2.4 Organisasi matrik kuat


Sumber : Irika dan Lenggogeni (2013,p.33)
Project coordination
14

2.2. Pelaksanaan
2.2.1. Pekerjaan Bekisting
Bekisting befungsi sebagai beikut:
1. Sebagai cetakan untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan dari elemn-elemen
bangunan.
2. Sebagai penahan beban sementara dari berat sendiri beton selama proses pengerasan
sampai tercapai kekuatan beton yang diperlukan. Adapun bahan-bahan yang
digunakan untuk bekisting yaitu:
- Kayu
- Bahan pelat/papan sebagai pengganti kayu sehingga pekerjaan lebih effisien dan
dibutuhkan waktu lebih singkat dalam pekerjaannya.
- Bahan-bahan penyambung (paku, sekrup kayu dan baut kayu, dan sambungan
dengan serat-serat atau tali)
- Bahan pelumas digunakan untuk melumasi bekisting agar saat pembongkaran
beton tidak melekat pada dinding bekisting.
- Baja digunakan sebagai bahan pengganti bekisting kayu karena baja memilki
keunggulan seperti ukuran yang tepat, kekuatan dan kekakuan lebih besar, cepat
dan mudah pemasangannya, awet bila baik pemeliharaannya, dan lebih aman.
Selain itu baja juga memilki beberapa kekurangan, antara lain harga pembelian
yang relatif mahal, berat sendiri yang besar, kemungkinan berkarat, pabrikasi
harus di tempat kerja khusus dan membutuhkan tenaga yang berkualitas, serta
biaya pengangkutan yang tinggi.
Dari uraian di atas, bekisting merupakan alat bantu dalam sebuah pembangunan
(kolom, balok, dan plat), akan tetapi bekisting memegang peranan penting dalam
menentukan bentuk dan rupa konstruksi beton. Oleh karena itu, bekisting harus terbuat
dari bahan yang bermutu supaya konstruksi tidak mengalami kerusakan akibat lendutan
atau lenturan yang timbul ketika beton dituang. (Kusuma Gideon, 1993)
Bekisting dan alat-alat penopangnya merupakan alat bantu dalam pembuatan
konstruksi, ada kalanya terhadap beberapa komponen tentu kurang ditunjukkan perhatian,
baik pada tahap perencanaan maupun pada tahap pelaksanaannya;
Kelalaian ini dapat menjurus kepada suatu kecelakaan yang sumber-sumber utama
kecelakaan tersebut biasanya adalah:
a. Kurangnya stabilitas.
b. Posisi miring yang tidak diinginkan.
15

c. Muatan lebih terhadap konstruksi bekisting.


d. Muatan lebih terhadap tanah.
e. Kurangnya keahlian.
f. Material yang sudah usang.
g. Tumbukan, hentakan, dan getaran selagi berlangsungnya pengecoran.
h. Penempelan yang kurang tepat.
(Kusuma Gideon, 1993)
Adapun pola yang digunakan dalam melakukan pekerjaan bekisting dapat dilihat pada
Gambar 2.5 contoh bekisting kolom, Gambar 2.6 contoh bekisting balok, dan Gambar 2.7
contoh pemasangan plywood dan Gambar 2.8 contoh potongan melintang bekisting balok
dan pelat, sebagai berikut:
a. Bekisting pada kolom

Gambar 2.5 Contoh bekisting kolom


Sumber : Irika dan Lenggogeni (2013,p.81)
16

b. Bekisting pada balok

Gambar 2.6 Contoh bekisting balok


Sumber : Irika dan Lenggogeni (2013,p.71)

c. Bekisting pada pelat lantai

Gambar 2.7 Contoh pemasangan plywood


Sumber: http://gerbangarsitekindonesia.co.id
17

Gambar 2.8 Contoh potongan melintang bekisting balok dan pelat


Sumber: http://jasa mandor bekisting - WordPress.com
2.2.2. Bahan-Bahan Pelepas Bekisting
Bahan-bahan pelepas bekisting diaplikasikan sebelum pengecoran pada permukaan
bekisting. Tujuan pelapisan ini untuk menghidari melekatnya beton pada bekisting,
sehingga pelepasan bekisting dapat dilakukan dengan mudah. Selain untuk mempermudah
pelepasan, bahan pelepas diharapkan dapat sebagai pelindung atau pengawetan bekisting
terhadap kerusakan yang dapat terjadi (misalnya seperti korosi). Bahan-bahan pelepas
bekisting dapat dibagi sebagai berikut:
a. Minyak-minyak mineral tanpa zat-zat aktif permukaan.
b. Minyak-minyak mineral dengan zat-zat aktif permukaan.
c. Emulsi air dalam minyak.
d. Emulsi minyak thiam air.
e. Produk-produk lainnya.
2.2.3. Persiapan Menjelang Pengecoran
Sebelum persetujuan diberikan bagi pengecoran beton, terlebih dahulu bekisting harus
diperiksa. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengontrol ketepatan ukuran-ukuran dan
ketepatan pelaksanaan bekisting, sehingga akan terbentuk suatu konstruksi beton dengan
permukaan yang telah ditentukan serta ukuran-ukuran yang benar dan selain itu agar segi
keamanan selama berlangsungnya pengecoran beton dapat terjamin.
Termasuk dalam bagian-bagian pemeriksaan yang dilakukan tidak lama menelang
pengecoran antara lain adalah:
a. Informasi tentang skema pegecoran kepada para pekerja.
b. Berbagai kelengkapan yang diperlukan untuk celah pengecoran harus dipasang.
18

c. Kotoran dan sisa-sisa kawat pengikat harus dihilangkan (berturut-berturut


disemprot dengan air dan ditiadakan dengan magnit).
d. Lubang pengecoran dan atau pengecor harus tersedia.
e. Penopangan dan pengamanan yang memadai untuk steger pengecoran,
kemungkinan terjadi geseran harus dicegah.
f. Pengontrolan terakhir terhadap penjepit yang mengitari tiang-tiang.
(Ing. Wigbout F, 1997)
2.2.4. Tulangan
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-
retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik pada sistem struktur, perlu diberi
perkuatan penulangan yang terutama akan berfungsi untuk menahan gaya tarik yang akan
timbul dalam sistem. Untuk itu keperluan penulangan tersebut digunakan bahan baja yang
memiliki sifat teknis menguntungkan, dan baja tulangan yang digunakan dapat berupa
batang baja lonjoran ataupun kawat rangkai las (wire mesh) yaitu batang kawat baja yang
dirangkai (dianyam) dengan teknik pengelasan. Menurut SNI 03-2847-2002, tulangan
yang dapat digunakan pada elemen beton bertulang dibatasi hanya pada baa tulangan dan
kawat baja .
Baja tulangan yeng tersedia di pasaran ada 2 (dua) jenis, yaitu baja tulangan polos
(BJTP) dan baja tulangan deform (BJTD). Tulangan polos biasanya digunakan untuk
tulangan geser/begel/sengkang, dan mempunyai tegangan leleh (fy) minimal sebesar 240
MPa (disebut BJTP-24), dengan ukuran ɸ 6, ɸ 8, ɸ 10, ɸ 12, ɸ 14, dan ɸ 16 (dengan ɸ
adalah simbol yang menyarakan diameter tulangan polos). Tulangan ulir/deform
digunakan untuk tulangan longitudinal atau tulangan memanjang, dan mempunyai
tegangan leleh (fy) minimal 300 MPa (disebut BJTD-30). Ukuran diameter nominal
tulangan ulir yang umumnya tersedia di pasaran dapat dilihat pada Tabel 2.1.
19

Tabel 2.1 Tulangan Ulir dan Ukurannya


Je Diameter Berat
ni nominal per
s (mm) m Sumber: Asroni, A. (2010,p.19)
tu (kg) Yang disebut dengan diamter nominal
la
n tulangan ulir adalah ukuran diameter dari
g
a tulangan ulir tersebut yang disamakan
n dengan diameter tulangan polos dengan
D 10 0,61
1 7 syarat kedua tulangan (ulir dan polos)
0
mempunyai berat per satuan panjang sama.
D 13 1,04
1 2 Pemasangan tulangan longitudinal
3
D 16 1,57 berfungsi untuk menahan gaya tarik. Oleh
1 8 karena itu pada struktur balok, pelat,
6
D 19 2,22 fondasi, atau struktur lainnya dari bahan
1 6
beton bertulang, selalu diupayakan agar
9
D 22 2,98 tulangan longitudinal (tulangan
2 4
2 memanjang) dipasang pada serat-serat
D 25 3,85 beton yang mengalami tagangan tarik.
2 3
5 Keadaan ini terjadi pada daerah yag
D 29 5,18
2 5 menahan momen lentur besar, sehingga
9 sering mengakibatkan terjadinya retakan
D 32 6,31
3 3 beton akibat tegangan lentur tersebut.
2
Tulangan longitudinal dipasang searah
D 36 7,99
3 0 sumbu batang. Berikut Gambar 2.9 contoh
6
pemasangan tulangan longitudinal pada
balok maupun pelat.
20

Gambar 2.9 Contoh pemasangan tulangan longitudinal pada balok dan pelat
Sumber: Ali Asroni (2010,p.31)
Adakalanya dalam penggunaan baja tulangan dilakukan pemotongan dan
pembekokan, hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Sebenarnya kondisi ini telah
dimulai pada saat perancangan. Karena susunan dan konstruksi tulangan sangat terhantung
pada perang, seperti detail tulangan, panjang dan bentuk batang, hal ini dapat
mengakibatkan biaya pengerjaan setiap perancangan dan penganyaman sering banyak
berbeda.
Pembengkokan adalah perubahan arah yang diperlukan batang. Pembengkokan pada
batang-bantang tulangan utama harus mempunyai garis tengah dalam paling sedikit ɸ10.
Tulangan harus dibengkokan dengan gerakan perlahan dan teratur. Gerakan yang cepat
mungkin penyebabkan pecah-pecah yang mungkin tidak diketahui ketika betang tulangan
dibengkokan. (Kusuma, 1993)
Dalam sebuah perancangan beton bertulang memerlukan sebuah ikatan efektif agar
beton dan tulangan saling berkaitan dengan erat, karena penggunaan secara efisien
kombinasi baja dan beton tergantung pada pelimpahan tegangan beton pada baja. Batang
tulangan yang ditegangkan harus merentang pada jarak yang cukup dari tampang tegangan
yang ada agar dapat mengembangkan suatu ketahanan terhadap keruntuhan secara
memuaskan terhadap ikatan antara tulangan dan beton. Pada umumnya kaitan dan
lengkungan dipergunakan pada ujung batang tulangan untuk mengurangi panjang dan
batang tulangan lurus, yang akan diperlukan sebagai penjangkaran. (Alfredo, 2017)
21

2.2.5. Beton
Beton adalah meterial konstruksi yang diperoleh dari pencampuran pasir, kerikil/batu
pecah, semen serta air. Tekadang beberpa macam bahan tambahan dicampurkan ke dalam
campuran tersebut dengan tujuan memperbaiki sifat-sifat dari beton,yakni antara lain untuk
meningkatkan workability, durability, serta waktu pengerasan beton. (Setiawan, 2016 )
Nilai kekuatan serta daya tahan beton merupakan fungsi dari banyak faktor,
diantaranya ialah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan
pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur dan kondisi perawatan pengerasannya.
(Dipohusodo, 1999)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa beton merupakan material dari hasil
pencampuran beberapa bahan. Bahan tersebut antara lain:
a. Semen dan Air
Merupakan salah satu bahan dasar pembuatan beton tergolong ke dalam jenis semen
hidrolis. Jenis semen hidrolis yang banyak digunakan hingga saat ini adalah merupakan
semen Portland. Semen ini berwarna abu-abu dan banyak mengandun kalsium dan
aluminium silika. Dengan jenis semen tersebut diperlukan air guna berlangsungnya reaksi
kimiawi pada proses hidrasi. Pada proses hidrasi, semen mengeras dan mengikat bahan
susun beton membentuk massa padat. Menurut SII 0031-81 di Indonesia semen Portland
dibagi menjadi 5 (lima) jenis, yitu:
1) Jenis I: Semen portland untuk penggunaan umum, tidak memerlukan persyaratan
khusus.
2) Jenis II: Semen portland untuk beton tahan sulfat dan mempunyai panas dan
hidrasi sedang.
3) Jenis III: Semen portland untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat
mengeras).
4) Jenis IV: Semen portland untuk beton yang memerlukan panas hidrasi rendah.
5) Jenis V: Semen portland untuk beton yang sangat tahan terhadap sulfat.
Semen portland yang digunakan untuk pembuatan beton, yaitu semen yang
berbutir halus. Kehalusan butir semen dapat diraba dengan tangan. Semen yang
tercampur/ mengandung gumpalan-gumpalan (meskipun kecil) tidak baik untuk
pembuatan beton. (Asroni A, 2010)
b. Bahan Agregat
Pada suatu campuran beton normal, agregat menempati 70-75% volume beton
yang mengeras. Sisanya ditempati oleh pasta semen, air yang tersisa dari rekasi
22

hidrasi serta rongga udara. Secara umum semakin padar susunan agregat dalam
campuran beton, maka beton yang dihasilkan akan makin tahan lama dan
ekonomis.
Agregat tebagi atas agregat halus dan kasar. Agregat halus umumnya terdiri
dari pasir atau partikel-partikel yang lewat saringan No.4 (4,75 mm). Sedangkan
agregat yang tertahan di saringan No.4 diklasifikasikan sebagai agregat kasar.
Ukuran maksimum agregat kasar dalam struktur beton diatur dalam peraturan
untuk kepentingan komponen, namun pada dasarnya bertujuan agar agregat dapat
masuk atau lewat diantara sela-sela tulangan atau acuan. (Setiawan, 2016)
c. Bahan tambahan
Material yang ditambahkan dalam campuran beton selain semen, agregat, dan air.
Bahan ini diberikan segera sebelum atau pada saat proses pengaduka campuran beton
dimulai. Fungsi dari bahan tambahan adalah untuk menghasilkan beton yang lebih baik
dari sisi pengerjaan, mutu maupun keekonomisannya. Contohnya adalah bahan tambah
pempercepat pertumbuhan kuat tekan beton, bahan tambah pembentuk gelembung udara,
bahan tambah pengurang air, bahan tambah untuk memperlambat waktu ikat beton, bahan
tambah untuk mengurangi air dalam jumlah besar, dan bahan tambah pozzolan.
Beton sebagai bahan yang berasal dan pengadukan baha-bahan susun agregat kasar dan
halus kemudian diikat dengan semen yang bereaksi dengan air sebagai bahan perekat,
harus dicampur dan diaduk dengan benar dan merata agar dapat dicapai mutu beton baik.
Pada umumnya pengadukan bahan beton dilakukan dengan menggunakan mesin, kecuali
jika hanya untuk mendapatkan mutu beton rendah pengadukan dapat dilakukan tanpa
menggunakan mesin pengaduk.
Nilai slump digunakan sebagai petunjuk ketepatan jumlah pemakaian air dalam
hubungannya dengan faktor air semen yang ingin dicapai. Waktu pengadukan yang mana
tergantung pada kapasitas isi mesin pengaduk, jumlah adukan, jenis serta susunan butir
bahan susunan slump beton, pada umumnya tidak kurang dari 1,5 menit semenjak
mulainya pengadukan, dan hasil adukan menunjukkan susunan dan warna yang merata.
Uji kuat tekan beton dilakukan untuk memperoleh nilai kuat tekan dengan prosedur
yang benar sehingga mutu beton sesuai dengan rencana dan kebutuhan proyek. Pada
praktik kerja kami, beton bertulang menggunakan K-300, pada saat pengecoran kolom dan
pelat dilakukan uji beton atau slump test.
Setelah penuangan beton, untuk mendapatkan pengerasan yang optimal akan
memberikan suatu hasil dan struktur yang baik, maka perlu dilakukan beberapa tindakan
23

perawatan dan perbaikan struktur beton. Perawatan beton yang diberikan akan
menghindarkan beton dari kehilangan zat car yang banyak ketika pengerasan beton pada
jam-jam awal dan kebanyakan penguapan air dan beton pada pengerasan beton di hari
pertama pengecoran di lapangan karena perbedaan temperatur dalam beton yang
mengakibatkan rengat-rengat atau retakan pada beton. Penanggulangan kehilangan air
setelah penuangan, dapat dicapai dengan:
1. Dibiarkan dalam bekisting.
2. Menutup dengan lembar-lembar foil.
3. Menutupi dengan karung goni basah.
4. Menggenangi dan menyemprot dengan air.
5. Menyemprot permukaan beton dengan "curing compound".
(Kusuma G, 1993)
2.3. Kolom, Plat, dan Balok
2.3.1. Kolom
Kolom adalah salah satu komponen struktur portal secara khusus difungsikan untuk
memikul beban aksial tekan (dengan atau tanpa adanya momen lentur) dan memiliki rasio
tinggi/panjang tergadap dimensi terkecilnya sebesar 3 atau lebih. Kolom memikul beban
vertikal yang berasal dari pelat lantai atau atap dan menyalurkannya ke pondasi. Pada
struktur bangunan gedung beton bertulang, balok, pelat dan kolom umumnya dicor secara
monolit, sehingga aka menimbulkan momen lentur pada kolom akibat kondisi tumpuan
ujung. Di samping itu pada bangunan bertingkat tidak memungkinkan untuk menjamin
kevertikalan kolom secara sempurna, dan akibanya akan muncul beban yang eksentris
terhadap pusat dari penampang kolom. Beban eksentris ini akan menimbulkan momen
lentur. Jadi pada suatu struktur bangunan beton bertulang, sangat jarang dijumpai elemen
kolom murni memikul beban aksial saja. Namun dapat saja diasumsikan bahwa beban
aksial bekerja dengan eksentrisitas, e, yang cukup kecil sekitar 0,1h atau kurang diukur
dari pusat kolom.
Secara umum kolom dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut:
1. Berdasarkan beban yang bekerja, kolom dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Kolom dengan beban aksial, beban kolom dianggap bekerja melalui pusat
penampang kolom.
b. Kolom dengan beban eksentris, beban kolom dianggap bekerja sejarak e dari pusat
penampang kolom. Jarak e dapat diukur terhadap sumbu x dan y, yang
menimbulkan momen terhadap sumbu x ataupun y.
24

c. Kolom denga beban biaksial, beban bekerja pada sembarang titik pada penampang
kolom, sehingga menimbulkan momen terhadap sumbu x dan y secara simultan.
2. Berdasarkan panjangnya, kolom dapat dibedakan menjadi:
a. Kolom pendek, aitu jenis kolom yang keruntuhannya diakibatkan oleh hancurnya
beton atau luluhnya tulangan baja di bawah kapasitas ultimit dari kolom tersebut.
b. Kolom panjang, jenis kolom yang dalam perencanaannya hatus memperhitungkan
rasio kelangsingan dan efek tekuk, sehingga kapasitasnya berkurang dibandingkan
dengan kolom pendek.
3. Berdasarkan bentuk penampangnya kolom dapat berbentuk bujur sangkar, persegi
panjang lingkaran, bentuk L, segi delapan, atau bentuk lainnya dengan ukuran sisi yang
mencukupi.
4. Berdasarkan jenis tulangan sengkang yang digunakan:
a. Kolom dengan sengkang persegi (dapat juga ditambahkan sengkang ikat/kait)
yang mengikat tulangan memanjang/vertikal dari kolom, dan disusun dengan jarak
tertentu sepanjang tinggi kolom.
b. Kolom dengan sengkang spiral untuk mengikat tulangan memanjang dan
mengingkatkan daktalitas kolom. Secara umum tulangan sengkang pada kolom,
baik sengkang persegi maupun spiral berfungsi mencegah tekuk pada tulangan
memanjang dan mencegah pecahnya selimu beton akibat beban tekan yang besar.
5. Berdasarkan kekangan dalam arah lateral, kolom dapat menjadi bagian dari suatu
portal yang dikekang terhadap goyangan ataupun juga dapat menjadi bagian dari suatu
portal bergoyang. Kekangan dalam arah lateral untuk struktur beton dapat diberikan
oleh dinding geser (shear wall). Pada portal tak bergoyang, kolom memikul beban
gravitasi dan dinding geser memikul beban lateral. Pada portal bergoyang, kolom
memikul seluruh beban gravitasi dan beban lateral.
6. Berdasarkan materialnya, kolom dapat berupa kolom beton bertulang biasa, kolom
beton prategang, atau kolom komposit (terdiri dari beton dan profil baja). Kolom beton
bertulang dengan tulangan memanjang berupa tulangan baja merupakan bentuk kolom
yang palng umum dijumpai pada struktur bangunan gedung.
(Setiawan, 2016)
2.3.2. Balok
Balok dapat didefinisikan sebagai salah satu dari elemen struktur portal dengan
bentang yang arahnya horizontal sedangkan portal merupakan kerangka utama dari
struktur bangunan, khususnya bengunan gedung. Sketsa baok dapat dilihat pad Gambar
25

2.10. Portal digambarkan dalam bentuk garis-garis horizonta (balok) dan bertika (kolom)
yang saling bertemu/berpotongan pada titik buhul (joint). Pada perencanaan portal dengan
beban beton bertulang, ujung kolom bagian bawah dari portal tersebut bertumpu/tertanam
kuat pada fondasi dan dapat dianggap/direncanakan sebagai perletakan jepit ataupun sendi.
Beban yang bekerja pada baok biasanya berupa beban lentur, beban geser maupun
torsi (momen puntir), sehingga perlu baha tulangan untuk menahan beban-beban tersebut.
Tulangan ini berupa tuangan memanjang atau tulangan longitudinal (yang menahan beban
lentur) serta tulangan geser/begel (yang menahan beban geser dan torsi).
Pada umumnya balok dicetak secara monolit dengan pelat lantai, sehingga akan
membentuk balok penampang T, pada balok interior dan balok penampang pada balok-
balok tepi. Berikut gambar sketsa struktur kolom dan balok. (Asroni, 2010).

Gambar 2.10 Elemen balok dan kolom portal


Sumber: Asroni (2010,p.40)
2.3.3. Pelat Lantai
Pelat lantai adalah suatu elemen horizontal utama yang berfungsi untuk menyalurkan
beban hidup, baik yang bergerak maupun statis ke elemen pemikul beban vertika, yaitu
balok, kolom, maupun dinding. Pelat lantai dapat direncanakan sehingga dapat berfungsi
menyalurkan beban dalam satu arah (pelat satu arah,one-way slab) atau dapat pula
direncanakan untuk menyalurkan beban dalam dua arah (pelat dua arah, two-way slab).
Tebal pelat umumnya jauh lebih kecil daripada ukuran panjang maupun lebarnya.
26

Pada umumnya struktur pelat beton dalam suatu bangunan gedung dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:
a) Pelat satu arah
Jika sistem pelat hanya ditumpu di kedua sisinya, maka pelat tersebut akan
melentur atau mengalami lendutan dalam arah tegak lurus dari sisi tumpuan. Beban
akan didistribusikan oleh pelat dalam satu arah saja yaitu ke arah tumpuan. Pelat jenis
ini disebut juga dengan pelat satu arah. Apabila pelat tertumpu di keempat sisinya, dan
rasio bentang panjang terhadap bentang pendek lebih besar atau sama dengan 2,maka
hampir 95% beban akan dilimpahkan dalam arah bentang pendek, dan pelat akan
menjadi sistem pelat satu arah. Sistem pelat satu arah cocok digunakan pada
bentangan 3-6 meter, dengan beban hidup sebesar 2,5-5 kN/m2.
b) Sistem pelat rusuk (joist construction)
Sistem pelat rusuk terdiri dari pelat beton dengan ketebalan 50 hingga 100 mm,
yang ditopang oleh sejumlah rusuk dengan jarak beraturan. Rusuk mempunyai lebar
minimum 100 mm dan mempunyai tinggi tidak lebih dari 3,5 kali lebar minimumnya.
Rusuk biasanya bersisi miring dan disusun dalam jarak tertentu yang tidak melebihi
750 mm.Rusuk ditopang oleh balok induk utama yang langsung menumpu pada
kolom. Jarak antar rusuk dapat dibentuk dengan bekisting kayu atau baja yang dapat
dilepas, atau dapat juga digunakan pengisi permanen berupa lempung bakar atau ubin
beton yang memiliki kuat tekan minimal sama dengan kuat tekan beton yang
digunakan pada pelat rusuk. Sistem pelat rusuk cocok digunakan untuk struktur pelat
dengan bentangan 6-9 m serta memikul beban hidup sebesar 3,5-5,5 kN/m2.
c) Pelat dua arah
Apabila struktur pelat beton ditopang di keempat sisinya, dan rasio antara bentang
panjang terhadap bentang pendeknya kurang dari 2, maka pelat tersebut dikategorikan
sebagai sistem pelat dua arah. Sistem pelat dua arah sendiri dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis berikut:
1. Sistem balok-pelat duar arah
Pada sistem struktur ini pelat beton ditumpu oleh balok di keempat sisinya. Beban
dari pelat ditransfer ke keempat balok penumpu yang selanjutnya mentransfer
bebannya ke kolom. Sistem pelat dua arah dengan balok ini dapat digunakan untuk
bentangan 6-9 meter, dengan beban hidup sebesar 2,5-5,5 kN/m 2. Balok akan
meningkatkan kekakuan pelat, sehingga lendutan yang terjadi akan relatif kecil.
2. Sistem slab datar (flat slab)
27

Ini merupakan sistem struktur pelat beton dua arah yang tidak memiliki balok
penumpu di masing-masing sisinya. Beban pelat ditransfer langsung ke kolom.
Kolom cenderung akan menimbulkan kegagalan geser pons pada pelat, yang dapat
dicegah dengan beberapa alternatif:
- memberikan penebalan setempat pada pelat (drop panel) serta menyediakan
kepala kolom (coloumb capital).
- menyediakan penebalan panel namun tanpa kepala kolom, panel di sekitar kolom
harus cukup tebal untuk memikul terjadinya tegangan tarik diagonal yang
muncul akibat geser pons.
- menggunakan kepala kolom tanpa ada penebalan panel, namun hal ini jarang
diaplikasikan sistem slab datar dapat digunakan untuk bentangan 6-9 meter,
dengan beban hidup sebesar 4-7 kN/m2.
3. Sistem pelat datar (flat plate)
Sistem ini terdiri dari pelat yang tertumpu langusng ke kolom tanpa adanya
penebalan panel dan kepala kolom. Potensi kegagalan struktur terbesar akan timbul
akibat geser pons, yang akan menghasilkan tegangan tarik diagonal. Sebagai akibet
tidak adanya penebalan panel dan kepala kolom, maka dibutuhkan ketebalan pelat
yang lebih besar atau dengan memberikan penulangan ekstra di area sekitar kolom.
Sistem slab datar dapat digunakan untuk struktur pelat dengan bentangan 6-7,5
meter dan beban hidup sebesar 2,5-4,5 kN/m2.
4. Pelat dua arah berusuk dan pelat waffle
Merupakan sistem pelat dua arah dengan ketebalan pelat antara 50 mm hingga 100
mm yang ditumpu oleh rusuk-rusuk dalam dua arah. Jarak antar rusuk berkisar
antara 500 mm hingga 750 mm. Tepi-tepi pelat dapat ditopang oleh balok, atau
dapat juga pelat langsung menumpu pada kolom dengan memberikan penebalan
pada pelat di sekitar kolom. Sistem pelat yang disebutkan terakhir sering disebut
dengan istilah pelat waffle.

Anda mungkin juga menyukai