Hubungan Pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan Mekarsari Depok
Hubungan Pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan Mekarsari Depok
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
2.1 Konsep Demam Berdarah Dengue (DBD)...............................................................3
2.1.1 Pengertian DBD.................................................................................................3
2.1.2 Etiologi DBD.....................................................................................................4
2.1.3 Patofisiologi DBD..............................................................................................5
2.1.4 Tanda Dan Gejala..............................................................................................6
2.1.5 Derajat Keparahan Penyakit DBD.....................................................................7
2.1.6 Pencegahan DBD...............................................................................................8
2.2 Konsep Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat.............................................................16
2.2.1 Pengertian Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat..................................................16
2.2.2 Tujuan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat........................................................16
2.2.3 Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.......................................................17
2.2.4 Sasaran Perilaku PHBS....................................................................................17
2.2.5 Indikator PHBS tatanan Rumah Tangga..........................................................18
2.3 Kerangka Teori.......................................................................................................22
2.4 Kerangka Konsep...................................................................................................22
2.5 Hipotesis Penelitian................................................................................................23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................................24
3.1 Desain Penelitian....................................................................................................24
3.2 Definisi Operasional...............................................................................................24
3.3 Popoulasi dan Sampel............................................................................................25
3.4 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................26
3.5 Analisis Data..........................................................................................................26
3.5.1 Analisis Univariat............................................................................................26
i
3.5.2 Analisis Bivariat..............................................................................................27
3.6 Etika Penelitian......................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................29
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang
dapat dan sering menimbulkan wabah yang tidak jarang menyebabkan kematian.
Penyakit DBD adalah penyakit infeksi oleh virus Dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti, dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak disertai
manifestasi pendarahan dan bertendensi menimbulkan rejatan dan kematian.
Menurut data Indonesia pada tahun 2017 tercatat bahwa jumlah kasus DBD
mencapai 68.407 kasus, kemudian di tahun 2018 tercatat 65.602 kasus. Pada 2019
(Januari – Juli 2020) tercatat jumlah penderita DBD di Indonesia yang tersebar di
34 provinsi sebanyak 71.663 penderita dan jumlah penderita yang meninggal
sebanyak 459 penderita. Jumlah kasus DBD pada akhir 2009 sampai Desember
2019 telah mencapai 110.921 kasus (Kemenkes RI, 2019)
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2021, jumlah penderita
penyakit DBD di Provinsi Jawa Barat Tahun 2021 mencapai 23.959 kasus lebih
rendah dibanding Tahun 2020 (24.471 kasus). Demikian juga dengan risiko
kejadian DBD di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan dari 49 per 100.000
penduduk menjadi 47,8 per 100.000 penduduk. Jumlah Kematian DBD Tahun 2021
mencapai 212 orang dengan CFR sebesar 0.88%, ini menunjukan peningkatan 0,88
point dibanding Tahun 2020 yang sebesar 0,72%. (Suparyanto dan Rosad (2015,
2020)
1
3 orang meninggal. Sedangkan tahun 2021 ditemukan sebanyak 3.155 kasus dengan
kasus meninggal sebanyak 2 orang. (Novarita, 2021)
Perilaku adalah suatu tindakan atau perbuatan yang bisa kita amati bahkan
dapat dipelajari. Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang terhadap
rangsangan terhadap suatu penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan (Mubarak, 2007). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah
sekumpulan perilaku yang dilakukan atas kesadaran seseorang sehingga anggota
keluarga atau keluarga tersebut dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan
dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes RI,
2011).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
perkembangbiakan kedua jenis nyamuk vektor virus dengue tersebut. Hal
tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat
Indonesia. Yang menjadi persoalan adalah sangat sulit untuk membangkitkan
kesadaran penduduk untuk turut berpartisipasi berpartisipasi secara sukarela agar
upaya tersebut tersebut dapat berjalan baik.
4
2.1.3 Patofisiologi DBD
Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
aegypty atau Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus
limfaticus, sumsum tulang belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan
hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut. Infeksivirus dangue dimulai
dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan
organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponenya. Setelah
terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus DEN
terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan
imunitas protektif terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif
terhadap serotip virus yang lain (Kurane & Francis, 1992).
Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:
a. Teori Antigen Antibodi
Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan
antibody, membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan
mengaktifasi komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A
dan C5A yang akan merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis
cepat dan pendek. Bahan ini bersifat fasoaktif dan prokoagulant sehingga
menimbulkan kebococran plasma (hipovolemik syok dan perdarahan.
(Soewandoyo, 1998).
b. Teori Infection Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang
terbentuknya antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak didapat
pada sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini
antibody nonnetralisasi berupaya melekat pada sekeliling permukaan sel
makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang menetapdi
jaringan. Makrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat
opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi.
5
Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin
yang memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan mediator
tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan
system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan
perdarahan. (Wang, 1995).
c. Teori mediator
Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:
1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi
virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanismme sitokin
kerja adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh
rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi,
proliferasi dan diferensiasi limfosit, sebagai activator sel inflamasi
nonspesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan deferensiasi lekosit
matur (Khana, 1990).
2) Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat
pendek. Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak
ada gejala sisa.
3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada syok
septic banyak berhubungan dengan mediator.
a. Demam
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang mendadak
tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari
(Bagian Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak berhasil dengan
pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7
dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung teraba
dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut (38°-40° C)
dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta seperti ,
anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.
b. Perdarahan
6
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam.
Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan
fraglita kapiler meingkat (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kondisi seperti ini
juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll.
Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan perdarahan
gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat lebih dari 20
ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa
cubiti.
c. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai
ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4
cm di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009). Derajat
pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan
pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-
7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya
mempunyai prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan
sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai
penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan
tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien
terlihat gelisah.
7
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut,
hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
a.Pre Hospital
Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu
pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. Dinas
Kesehatan Kota Depok menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas
jentik ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).
8
4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus
positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut
ditemukan banyak jentik nyamuk.
9
(the time of defervescence) yang merupakan ease awal terjadinya kegagalan
sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada
pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari
peningkatan kadar hematokrit (DepKes RI, 2005).
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2
trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan
hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit
20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi
untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai
cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat
ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit <
50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di
Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah
sakit kelas B dan A (DepKes RI, 2005).
1) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk
mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh
karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka
cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang
diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat
mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan
untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam
tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus
buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu
diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan
dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB
10
dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus
diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping
antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam (DepKes RI, 2005).
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin
terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit
berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu
kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana
pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat
dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk
Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb
(DepKes RI, 2005).
a) Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi
pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka
dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang.
Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan
bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3
jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus
selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah
volume urin (DepKes RI, 2005).
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan
intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus smuntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum
11
per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat
terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari
derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa
5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan
natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-
lahan (DepKes RI, 2005).
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan +
defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini
(DepKes RI, 2005).
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan
tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat
kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi.
Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat
badan ideal untuk anak umur yang sama (DepKes RI, 2005).
12
cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat
teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10
ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid
danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam.
Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB.
Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan
pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid
dankoloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun,
diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian
transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka
berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang
sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam. Setelah keadaan klinis membaik,
tetesan infuse dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dankadar
hematokrit (DepKes RI, 2005).
b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah
membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.
Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat
ini tidak dianjurkan lagi. Cairan intravena dapat dihentikan apabila
hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah
urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik (DepKes RI, 2005).
Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam
syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang
berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular
(ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian
cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan
akibat edema paru dangagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat
reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan,
13
tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah
normal, dieresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya
fase reabsorbsi (DepKes RI, 2005).
14
Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien
dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok
berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat
menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu
tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation
products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi
terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan hematologis
tersebut juga menentukan prognosis (DepKes RI, 2005).
f) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah:
- Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap
15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai
keadaan klinis pasien stabil.
- Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi.
- Jumlah dan frekuensi dieresis
15
2.2 Konsep Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
2.2.1 Pengertian Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
16
Tujuan Perilaku Hidup Besrsih dan Sehat (PHBS) adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemauan masyarakat agar hidup
sehat, serta meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia
usaha, dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal (Depkes RI, 2007).
Terdapat 5 tatanan PHBS yaitu rumah tangga, sekolah, tempat kerja,
sarana kesehatan dan tempattempat umum. Tatanan adalah tempat dimana
sekumpulan orang hidup, bekerja, bermain, berinteraksi dan lain-lain. Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dapat diwujudkan di setiap tatanan dengan
melakukan pengelolaan manajemen program PHBS melalui tahap pengkajian,
perencanaan, penggerakan pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan
penilaian (Tim Field Lab FK UNS, 2013)
Menurut Depkes RI (2007) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sangat banyak
bermanfaat bagi penduduk Indonesia, yaitu :
a. Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit
b. Rumah tangga sehat dapat meningkatkan produktivitas kerja anggota keluarga.
c. Meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang tadinya
dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti
biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan
anggota rumah tangga.
d. Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah Kabupaten /Kota
di bidang kesehatan.
e. Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan.
f. Dapat menjadikan percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain
a). Sasaran primer berupa sasaran langsung, yaitu individu anggota masyarakat,
kelompok-kelompok dalam masyarakat, dan masyarakat secara keseluruhan,
yang diharapkan untuk mempraktikkan PHBS.
17
b). Sasaran sekunder adalah mereka yang memiliki pengaruh terhadap sasaran
primer dalam pengambilan keputusannya untuk mempraktikkan PHBS.
Termasuk di sini adalah para pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat,
yang umumnya menjadi panutan sasaran primer. Terdapat berbagai jenis
tokoh masyarakat, seperti misalnya tokoh atau pemuka adat, tokoh atau
pemuka agama, tokoh politik, tokoh pertanian, tokoh pendidikan, tokoh
bisnis, tokoh pemuda, tokoh remaja, tokoh wanita, tokoh kesehatan, dan lain-
lain.
c). Sasaran tersier adalah mereka yang berada dalam posisi pengambilan
keputusan formal, sehingga dapat memberikan dukungan, baik berupa
kebijakan/pengaturan dan atau sumber daya dalam proses pembinaan PHBS
terhadap sasaran primer. Mereka sering juga disebut sebagai tokoh
masyarakat formal, yakni orang yang memiliki posisi menentukan dalam
struktur formal di masyarakatnya (disebut juga penentu kebijakan). Dengan
posisinya itu, mereka juga memiliki kemampuan untuk mengubah sistem nilai
dan norma masyarakat melalui pemberlakuan kebijakan/pengaturan, di
samping menyediakan sarana yang diperlukan.
Menurut Depkes RI (2008) indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk
menilai keadaan atau permasalahan kesehatan. Indikator PHBS tatanan rumah
tangga yang digunakan yaitu mengacu kepada standar pelayanan minimal
bidang kesehatan ada sepuluh indikator yaitu:
18
Indikator memberi bayi ASI ekslusif adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi
ASI saja tanpa memberikan tambahan makanan atau minuman lain. ASI
adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi yang cukup
dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan berkembang
dengan baik. ASI pertama berupa cairan bening berwarna kekuningan
(colostrums),sangat baik untuk bayi karena mengandung zat kekebalan
terhadap penyakit.
c. Menimbang bayi dan balita
Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhannya
setiap bulan. Penimbangan bayi dan balita dilakukan mulai umur 1 bulan
sampai 5 tahun di posyandu. Dengan demikian dapat diketahui apakah balita
tumbuh sehat atau tidak dan mengetahui kelengkapan imunisasi serta bayi
yang dicurigai menderita gizi buruk.
19
Manfaat mencuci tangan dengan sabun adalah membunuh kuman penyakit
yang ada di tangan, mencegah penularan penyakit diare, kolera, disentri, tifus,
cacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernafasan Akut, flu burung atau
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) serta tangan menjadi bersih dan
bebas dari kuman. Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan
perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci
tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makan anak dan sesudah
makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare karena sabun mengandung
antiseptik yang dapat membunuh kuman penyebab diare, apabila ibu sesudah
buang air besar atau sehabis menceboki anaknya tidak memcuci tangan
dengan sabun sehingga kuman penyebab penyakit diare masih menempel
ditangan bila langsung menyuapi makanan makan kuman yang menempel di
tangan akan ikut masuk dengan makanan ke mulut anak sehingga dapat
menyebabkan terjadinya penyakit diare.
20
jentik adalah melakukan 3 M plus (menguras, menutup, mengubur plus
menghindari gigitan nyamuk).
21
2.3 Kerangka Teori
Environment
(Lingkungan)
Agent
(Penyebab
Nyamuk Aedes Penyakit)
Aegypti Dengue Virus
22
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
23
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis
yang dapat diambil adalah ada hubungan pelaksanaan program perilaku hidup
bersih dan sehat terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kelurahan Mekarsari
Depok.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Demam Berdarah Jumlah penderita Demam Data 1). Positif Demam Berdarah
Dengue (DBD) Berdarah Dengue (DBD) yang Kelurahan Dengue
berada di Wilayah Kelurahan Mekarsari
Mekarsari Depok Depok 2). Negatif Demam Berdarah
Dengue
Perilaku Hidup Perilaku Hidup Bersih dan Kuesioner 0 = Tidak Pernah
24
Bersih Dan Sehat Sehat (PHBS) adalah 1 = jarang
(PHBS) sekumpulan perilaku yang 2 = Kadang
dipraktikkan atas dasar 3 = Sering
kesadaran sebagai hasil 4 = Selalu
pembelajaran, yang
menjadikan seseorang,
keluarga, kelompok atau
masyarakat mampu menolong
dirinya sendiri (mandiri)
dibidang kesehatan dan
berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan
masyarakat.
Hubungan Kejadian Demam Berdarah Kuesioner 0 = Tidak Ada Hubungan
Pelaksanaan Dengue (DBD) jika dapat 1 = Ada Hubungan
Program PHBS ditangani dan dicegah dengan
Terhadap Kejadian baik melalui program perilaku
DBD hidup bersih dan sehat
(PHBS), sehingga angka
kejadian dari DBD dapat
ditekan dan berkurang di
tengah masyarakat
Sample adalah Sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi. Besar sample dalam penelitian ini adalah :
n=N
N(d)2 + 1
25
Keterangan
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
1. Kriteria Kasus
a. Inklusi
b. Eksklusi
2. Kriteria Kontrol
a. Inklusi
1) Pasien yang tercatat dalam rekam medik dan tidak menderita DBD
b. Eksklusi
26
Analisa ini diperlukan untuk mendeskripsikan dengan menggunakan tabel
frekuensi dan grafik perilaku kesehatan dan kejadian DBD di Kelurahan
Mekarsari Depok tahun 2023.
Tabel : Tabulasi Distribusi Frekuensi Observasi Berdasarkan Faktor Risiko dan Efek
Faktor Risiko Efek Total
Kasus Kontrol
Ya (+) A B A+B
Tidak (-) C D C+D
Total A+C B+D N=A+B+C+D
Keterangan :
27
3.6 Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2014), etika penelitian diperlukan untuk menghindari
terjadinya tindakan yang tidak etis dalam melakukan penelitian, maka dilakukan
prinsip-prinsip sebagai berikut (Hidayat, 2014) :
4. Sukarela Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau tekanan
secara langsung maupun tidak langsung dari peneliti kepada calon responden
atau sampel yang akan diteliti.
28
DAFTAR PUSTAKA
A.Aziz Alimul Hidayat, 2014. Metode penelitian kebidaan dan teknik analisis data.
Jakarta : Salemba Medika.
Departemen Kesehatan RI, 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS
Indonesia Tahun 2007, Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta;
Depkes RI
Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Jakarta: Kementrian Kesehatan; 2011.
29
Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi cairan pada
demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. RS Dr.
Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 – 6
Khana M., Chaturvedi UC, Sharma MC, Panday VC, Mathur A., 1990. Increased
Capillary Permeability Mediated by A Dangue Virus Induced Limphokine.
Immunology Mart, 69;33:449-53
Nurhajati, N. (2015). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Masyarakat Desa Samir
Dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat. Jurnal Unita. Tim Field Lab FK
UNS. 2013. Komunikasi Informasi Edukasi PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat) Semester V. Universitas Sebelas Maret.Surakarta.
Suparyanto dan Rosad (2015. (2020). Profil Kesehatan Jawa Barat. Suparyanto Dan
Rosad (2015, 5(3), 248–253.
Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan Baru di
Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya.
Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan Demam
Berdarah Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89.
Soewandoyo, E. 1997. Demam Berdarah Dangue pada Orang Dewasa. Gejala Klinik
dan Penatalaksanaannya. Folia Medika Indonesia XXXIII. Juli-September.
Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K. H.
(2011). Could peak proteinuria determine whether patient with dengue fever
develop dengue hemorraghic/dengue shock syndrome/- A prospective cohort
study. BMC Infectious Diseases.
30
31