Anda di halaman 1dari 23

KONSEP PENGELOLAAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS

(PRBBK)

Disusun oleh:

1. Agustina Ernestin 204201516066


2. Ananda Trick Yonata 204201516120
3. Chairunnisah 204201516063
4. Diah Ayu Retnosari 204201516094
5. Dinda Anggreani 204201516128
6. Dwi Ariyanti 204201516055
7. Eka Fadya Prastyaningrum 204201516093
8. Luh Juli Antari 204201516118
9. M Dani Sumarna 204201516080
10. Merrin 204201516067
11. Putri Dafitri Julianti 204201516101
12. Sikka Widyia Ningrum 20420151605

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa sebab telah membagikan peluang pada
penyusun untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah -Nya lah penyusun dapat
menuntaskan makalah yang berjudul “Konsep Jenis Aplikasi Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis
Komunitas (PRBBK)” dengan tepat waktu.

Makalah in disusun guna memenuhi tugasdosen Bapak Ns. Tommy J F Wowor, M.Kep.,
MM pada mata kuliah Keperawatan Bencana di Universitas Nasional. Tidak hanya itu, penyusun
berharap agar makalah ini dapat menaikan pengetahuan untuk pembaca.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen Bapak Ns. Tommy J FWowor, M.Kep.,
MM. sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Bencana. Tugas yangsudah diberikan ini dapat
membuat bertambahnya pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penyusun.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih pada seluruh pihak yang telah membantu proses
penataan makalah ini.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik serta
saran yang dapat membangun hendak penyusun terima demi kesempurnaan makalah ini. Demikian
yang bisa penyusun sampaikan. Akhir kata, mudah-mudahan makalah ini bisa berguna bagi para
pembaca.

Jakarta, 24 Mei 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

1.1 Latar belakang ........................................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................... 2

1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 3

2.1 Konsep PRBBK ...................................................................................................................... 3

2.1.1 Definisi Penanggulangan Bencana .................................................................................. 3

2.1.2 Upaya-upaya penanggulangan bencana perlu dilakukan secara utuh. ............................. 4

2.1.3 Pengurangan Resiko Bencana .......................................................................................... 5

2.1.4 Definisi Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas............................................. 6

2.1.5 Karakteristik dan Ciri PRBBK......................................................................................... 7

2.1.6 Karangka Hukum PRBBK ............................................................................................... 7

2.1.7 Kecirian Umum PRBBK.................................................................................................. 8

2.2 Penatalaksanaan PRBBK di Masyarakat .............................................................................. 10

2.2.1 Bentuk Program PRBBK ............................................................................................... 13

2.3 Model PRBBK di Masyarakat.................................................................................................. 15

BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 17

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 17

3.2 Saran ..................................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 19

ii
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
PRBBK adalah salah satu pilar penting dalam upaya pengelolaan risiko bencana saat
ini. PRBBK umum diterima oleh kalangan ahli bencana karena pendekatan strukturalataufisik
material semata dan fokus pada kedaruratan serta pendekatan yang top-down, jarang
memberikan hasil pada ranah pengurangan risiko bencana (PRB) yang berkelanjutan. PRBBK
memberikan jawaban yang mencakup beberapa prinsip seperti efisiensi karena idealnya
memiliki biaya transaksi rendah disebabkan ada asupan lokal maksimum dan asupan eksternal
minimum.
Belum ada riset sosial khususnya dari aspek sejarah PRBBK. Adopsi pertama
khususnya dalam konteks Gunung api Merapi di Yogyakarta, secara embrionik di mulai sejak
tahun 1994 yang diawali dengan membaca perilaku kemandirian masyarakat Merapi yang
selamat dari peristiwa letusan Gunung api Merapi di tahun 1994. Para aktivis di Kappala
(Komunitas Pencinta Alam dan Pemerhati Lingkungan) Indonesia kemudian melakukan
pembelajaran sendiri dan konseptualisasi sendiri atas kerja-kerja mereka bersama komunitas
Merapi.
Munculnya istilah CBDM (Community Based Disaster Management) atau PBBK
(Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas) relatif baru dimulai di tahun 1996-1998. Dari
persinggungan dengan aktor-aktor PRB internasional seperti Oxfam yang berbasis di
Yogyakarta, beberapa tokoh Kappala seperti Dr. Eko Teguh Paripurno dan peneliti di UPN
Veteran Jogjakarta, pertama kali menerbitkan buku tentang Participatory Rural Appraisal
(PRA) untuk penanggulangan Bencana. Setting yang berbeda terjadi di Nusa Tenggara Timur,
CBDM muncul awalnya sebagai sebuah gerakan yang bertepatan dengan peristiwa El-Nino di
tahun 1998, di mana Pusat Informasi Rawan Pangan (PIRP) memulai pengumpulan informasi
serta melakukan berbagai riset-riset sosial untuk menanggapi masifnya respon internasional
dan pemerintah dalam hal pengadaan pangan yang justru merusak sendi-sendi pertahanan dan
penyesuaian lokal. Peristiwa pengungsian dari Timor Leste ke Timor Barat, berbarengan
dengan berbagai rentetan bencana di Timor Barat sejak tahun 1999, PIRP yang kemudian
berubah nama menjadi Forum Kesiapan dan Penanggulangan Bencana (FKPB) mulai secara
serius beralih pada diskursus PBBK. Istilah PBBK sendiri di NTT di mulai sejak tahun 1998,
tepatnya saat pertama kali beberapa kader PIRP atau FKPB mengikuti pelatihan CBDM di

1
Bangkok Thailand dan Filipina. Menurut catatan kami, setidaknya dalam tahun 1998-2000,
tiga orang staf FKPB di mengikuti training di ADPC (Asian Disaster Preparedness Center)
Bangkok.
PRBBK sejatinya adalah praktik lama yang kemudian dilembagakan dengan
pengetahuan dan konsep yang lebih sistematis. Pada studi sejarah bencana maupun studi
antropologi bencana (Oliver-Smith & Hoffman, 1999), ada banyak kasus menarik yang layak
dipelajari, bagaimana pelembagaan untuk pengetahuan tentang mitigasi dan kesiapsiagaan
terhadap bencana telah berusia ratusan tahun dan terus dipraktikkan hingga hari ini.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana Konsep PRBBK


b. Bagaimana Penatalaksanaan PRBBK
c. Apa saja Model dari PRBKK

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah tentang Konsep Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis


Komunitas diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk :
a. Mahasiswa Mampu Memahami Konsep PRBBK
b. Mahasiswa Mampu Memahami Penatalaksanaan PRBBK
c. Mahasiswa Mmpu Memahami Model PRBBK

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep PRBBK

2.1.1 Definisi Penanggulangan Bencana

PBB memiliki strategi internasional yang digunakan sebagai upaya Pengurangan


Bencana yang biasa dikenal dengan United Nations International Strategy for Disaster
Reduction (UNISDR). PBB kemudian menjelaskan jika bencana merupakan “gangguan
serius terhadap masyarakat atau komunitas yang menyebabkan terjadinya kehilangan
jiwa, kerugian ekonomi, dan lingkungan secara luas, yang melebihi kemampuan
masyarakat yang terkena dampak untuk menghadapinya dengan menggunakan sumber
daya mereka sendiri.”

Penanggulangan bencana melibatkan suatu proses terstruktur yang melibatkan


pengambilan organisasi, keputusan manajemen, keterampilan operasional, kapasitas
implementasi, strategi, dan partisipasi masyarakat dalam usaha untuk mengurangi
dampak yang diakibatkan oleh ancaman alam, lingkungan, serta bencana teknologi. Ini
mencakup semua tindakan, apakah itu fisik atau non-fisik, yang bertujuan untuk
mengurangi atau membatasi akibat yang mungkin disebabkan oleh bencana melalui
upaya mitigasi dan kesiapsiagaan.

Indonesia juga mempunyai Undang-Undang yang membahas mengenai


penanggulangan bencana. Adapun UU yang dimaksud merupakan UU No. 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana. Di dalam UU tersebut istilah yang dimaksud
dijelaskan dengan nama penyelenggaraan penanggulangan bencana, yang mana
merupakan upaya yang dilakukan untuk menetapkan suatu kebijakan akan pembangunan
agar dapat menghindari atau meminimalisir timbulnya bencana, melakukan kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, serta rehabilitasi. Upaya kegiatan pencegahan
bencana yang dimaksudkan merupakan keseluruhan kegiatan yang dilakukan sebagai
upaya penghilangan dan/atau pengurangan ancaman dari bencana.

3
Pendapat umum dan beberapa literatur bencana yang lebih lama sering
menganggapnya sama dengan pengelolaan risiko bencana atau manajemen risiko
bencana (disaster risk management/DRM). Namun, suatu kesamaan ini merupakan
suatu upaya penyederhanaan yang tidak bisa dibilang akurat serta tidak memperhatikan
akan perkembangan secara konseptual akan bencana yang dimaksud. Istilah DRM
sendiri bukan merupakan istilah baru yang berkembang akhir-akhir ini. DRM telah
dikenal sejak lama dan populer di Amerika Serikat pasca 1970-an yang mana populer
bagi pelajar yang mendalami studi bencana seperti yang dilakukan oleh pelajari di
Delaware University Centre for Disaster Study. Upaya pengurangan akan resiko total
yang diterima biasanya menerapkan prinsip kehati-hatian yang dilakukan pada tiap tahap
managemen atau pengelolaan resiko bencana. Upaya ini meliputi aspek perencanaan
serta penanggulangan bencana yang pada saat, sebelum, maupun setelah terjadinya
bencana. Managemen resiko bencana merupakan upaya yang mana menitikberatkan
akan pengurangan ancaman serta adanya potensi kerugian yang mana tidak
menitikberatkan pada pengelolaan bencana serta dampaknya.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami potensi risiko yang dapat muncul,
yang merujuk pada tingkat kerugian atau potensi kehilangan (baik dalam hal kehilangan
nyawa, kerusakan fisik, atau kerugian finansial) yang disebabkan oleh ancaman tertentu
yang terjadi di suatu wilayah pada suatu titik waktu. Risiko ini sering kali dihitung secara
matematis dengan mempertimbangkan probabilitas dari dampak atau konsekuensi yang
dapat timbul akibat ancaman tersebut. Jika potensi risiko yang terkait dengan
pelaksanaan suatu kegiatan melebihi manfaat yang dapat diperoleh darinya, perlu
dilakukan tindakan yang lebih berhati-hati. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah
upaya untuk mengurangi kerentanan yang ada, yaitu kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan efek negatif secara fisik, sosial, ekonomi, dan perilaku terhadap upaya
untuk mencegah dan mengelola risiko bencana.

2.1.2 Upaya-upaya penanggulangan bencana perlu dilakukan secara utuh.

Upaya utama dalam mencegah munculnya dampak adalah tindakan pencegahan


(prevention). Hal yang dilakukan untuk pencegahan banjir, adalah perlunya keterlibatan
masyarakat untuk ikut serta dalam pembuatan sumur resapan, masyarakat pula perlu

4
bersatu dan bekerja sama untuk tidak menebang hutan sembarangan. Selain itu,
kebocoran limbah dapat ditekan dan diminimalisir dengan cara menyusun berbagai
prosedur keselamatan serta kontrol yang dapat memastikan kepatuhan dari perlakuan
yang tepat. Meskipun tindakan pencegahan telah diambil, tetapi kemungkinan kejadian
bencana, oleh karena itu perlu adanya perlakukan mitigasi. Perlakuan mitigasi ini
bertujuan agar dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana tersebut.

Upaya di atas perlu diperkuat dengan kesiagaan (preparedness), yang mencakup


mengantisipasi bencana dengan mengatur tindakan yang tepat, efektif, dan siaga.
Persiapan jalur komunikasi, pos komando, dan lokasi evakuasi adalah contohnya. Selain
itu, dalam upaya kesiagaan ini dilakukan penguatan sistem peringatan dini, yang
berfungsi untuk memberi tahu orang bahwa bencana mungkin akan segera terjadi.
Termasuk dalam contoh upaya ini adalah pembuatan Perangkat tersebut bertujuan untuk
memberikan informasi kepada masyarakat jika terjadi peningkatan kontaminan yang
tidak diinginkan di sungai atau sumur yang berdekatan dengan sumber ancaman.
Pemberian peringatan dini harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu: dapat diakses oleh
masyarakat (accessible), diberikan dengan segera (immediate), jelas dan tidak
membingungkan (coherent), serta bersifat resmi (official).

Pada akhirnya, jika bencana dari sumber ancaman tidak dapat dihindari, tindakan
tanggap darurat (response) harus dilakukan. Tindakan ini dilakukan segera setelah
terjadi bencana untuk mengatasi dampak yang timbul dan mengurangi dampak yang
lebih besar, terutama dalam hal penyelamatan korban dan harta benda. Dengan sinergi,
bantuan darurat (relief) juga menjadi penting, yaitu usaha untuk memberikan bantuan
dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal sementara,
layanan kesehatan, sanitasi, dan pasokan air bersih.

2.1.3 Pengurangan Resiko Bencana

Dalam perkembangan global, sejak diberitakan Dekade Internasional


Pengurangan Bencana (International Decade for Natural Disaster Risk atau IDNDR)
lalu dilanjutkan dengan strategi internasional pengurangan bencana (Internationa l
Strategy for Disaster Reduction atau ISDR), Istilah Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
muncul untuk menekankan pada pendekatan antisipatiff, preventif, dan mitigatif dalam

5
penanggulangan bencana. Pada waktu yang sama, istilah-istilah seperti penanggulangan
pada bencana tidak lagi terkenal dan menjadi suatu bagian dari status quo.

Pengertian UNISDR menjadi tumpuan otoritatif tentang makna dari PRB. Dalam
kumpulan istilah ini yang diterbitkan pada tahun 2009, PRB dapat di definisikan sebagai
konsep dan praktik yang bertujuan untuk memperkecil risiko bencana dengan
pendekatan sistematiss dalam menganalisis dan menjalankan factor - faktor penyebabb
bencana. Hal ini mencakup upaya untuk mengurangi tampilan pada ancaman, melakukan
pengelohaan lahan dan lingkungan secara bijak, serta meningkatkan kesiap-siagaan
menghadapi kejadiaan yangg dapat menyebabkan kerugian.

2.1.4 Definisi Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas

PRBBK yang berupaya mengurangi keterlibatan eksternal dengan


mengaplikasikan prinsip “Leave No One Behind” yang diartikan anti diskriminasi yang
berbasis gender, umur, kelompok, agama, ras, suku, dan minoritas. Inti dari PRBBK
adalah kemampuannya untuk mengurangi kerentanan dalam beberapa aspek dan dengan
demikian mengurangi dampak dari kejadian bencana di masa depan. Oleh karena itu,
proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama karena berfokus pada pemberdayaan
komunitas dengan meningkatkan kesadaran, transfer informasi, pengetahuan, dan
keterampilan antara berbagai kelompok dalam komunitas (termasuk laki-laki,
perempuan, berbagai usia, dan kelompok rentan). Proses ini juga bertujuan untuk
membangun komitmen dan kesepakatan bersama dalam menghadapi risiko bencana.
PRBBK juga dapat didefinisikan sebagai usaha untuk memberdayakan
komunitasnya supaya mampu mengola resiko bencana melalui keterliibatan aktif dari
pihak - pihak atau sekelompok masyarakat dalam perencanaannya dan pemanfaatan dari
sumber daya local, pelaksanaan yang dilakukan oleh masyaraktat itu sendiri. (Abarquez
& Murshed, 2004). PRBBK merupakan pendekataan yang mendorong komunitas basis
untuk mengola resiko bencana pada tingkat lokal. Cara tersebut melibatkan beberapa
langkah-langkah yang mencakup interpretasii mandiri terhadap ancamaan dan risiko
bencana yang dihadapin, menetapkan keutamaan dalam pengurangan risiko bencana,
mengawasi dan mengevaluasi kinerja dalam usaha pengurangan pada bencana.Namun,
inti dari kedua nya ialah melaksanakan dengan sebaik mungkiin penggunaan sumber

6
daya yang tersedia dan dikuasai, sertaa menjadi sebagian tak terpisahkan dari
kehidupaan sehari-hari komuniitas. (Paripurno 2006).

2.1.5 Karakteristik dan Ciri PRBBK

Praktik PRBBK dicirikan oleh beberapa hal yang mendasar dan prinsip yakni :

a Kekuasaan tertinggi pengelolaan risiko dan kesiap siagaan menghadapi bencana


berada di tangan kelembagaan berbasis masyarakat yang dimandatkan.
b Diagnosis akar masalah bencana secara tepat, strategi mitigasi dan pemulihan
dilakukan secara tepat karena partisipasi penuh menjamin representasi kepentingan
nyata masyarakat.
c Eksistensi kelembagaan di komunitas yang dimandatkan untuk penanganan
bencana mengandalkan respons yang cepatatautepat pada masa darurat.
d Intervensi: bersifat multisektor, lintas sektor, lintas ancaman (banjir dan
kekeringan; darurat dan pemulihan).
e Meliputi seluruh elemen perencanaanatausiklus penanganan bencana. Sumber daya
utama adalah masyarakat sendiri didukung pengetahuan dan keahlian lokal.
f Input eksternal sedikit, hasil pengelolaan bencana maksimal.

Masyarakat berdaulat terhadap bencana dengan indikator ketergantungan pada pihak


luar dikurangi hingga titik 0 (secara teoretis).

2.1.6 Karangka Hukum PRBBK

Saat ini telah berkembang sedikitnya dua pemikiran kerangka hukum PRBBK,
diantaranya :

1. PRBBK merupakan aspek informal dalam praktik penanggulangan bencana. Hal ini
dapat dilihat dari bukti empiris bahwa hampir semua praktik PRBBK di Indonesia
maupun di seluruh dunia berasal dari protokol lokal yang tidak tertulis dan bersifat
sukarela dan informal. Secara umum, praktik ini tidak diatur secara resmi. Terdapat
usaha-usaha baik dalam wacana maupun praktik untuk mengatur atau
memformalkan secara khusus pengetahuan dan praktik PRBBK. Sebagai contoh, di
Belanda terdapat konsep penanggulangan banjir yang awalnya bersifat informal dan

7
tidak melibatkan inisiatif eksternal yang telah ada sejak abad ke-12. Namun,
argumen ini tidak sepenuhnya akurat.
2. PRBBK merupakan suatu pendekatan yang mana terdapat rumusan formal
didalamnya. Rumusan formal ini kemudian digunakan untuk komunitas yang
memiliki atau merupakan satuan formal seperti dusun, desa, maupun pemukiman.
PRBBK yang merupakan kerangka logis sehingga pada praktiknya di tinggal formal
tersebut bisa menyesuaikan dengan lembaga yang ada di desa sehingga siklus
penggunaan APBD dapat terpantau dengan baik serta adanya keterkaitan dengan
Musren bang desa tau Musren bang cam atau Musren bang kab atau Musren bang
nas.

Mayoritas dari pilot project yang ada di Indonesia untuk PRBBK, bersumber dari
pendanaan internasional. Ini sudah berlangsung sejak 1990-an dan masih berlanjut
hingga sekarang. Lalu, pemerintah kemudian bergerak cepat dengan membuat PP No.
23 Tahun 2008 Tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non-
pemerintah dalam Penanggulangan bencana yang mana isinya dijabarkan menjadi:
a. Pasal 2. Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah
dalam penanggulangan bencana bertujuan untuk mendukung penguatan upaya
penanggulangan bencana, pengurangan ancaman dan bencana, pengurangan
penderitaan korban bencana, serta mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat.
b. Pasal 3. Pengaturan mengenai peran serta lembaga internasional dan lembaga asing
nonpemerintah dalam penanggulangan bencana meliputi kegiatan pada tahap
prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana.
c. Pasal 4. Kepala BNPB berwenang menentukan peran serta lembaga internasional
dan lembaga asing nonpemerintah dalam penanggulangan bencana.
d. UU 24 atau 2007 dan PP turunannya sebaiknya tidak ditempatkan sebagai rezim

2.1.7 Kecirian Umum PRBBK

PRBBK memiliki kecirian umum yang mana meliputi:


a. Visi penyelamatan hidup dan penghidupan berkelanjutan: Disaster Risk
Management (DRM) sebagai “public goods” dan hak-hak asasi manusia.

8
b. Misi reduksi kerentanan, multi-hazards management, peningkatan kapasitas
masyarakat dalam memonitor, adaptasi, respons, mitigasi, persiapan, peringatan
dini, dan seluruh aspek perencanaan bencana.
c. Partisipasi adalah dimensi spiritual namun faktual, harga mati. Masyarakat sebagai
penggerak utama, sebagai poros. Bukan partisipasi sesaat karena faktor donor atau
pihak eksternal.
d. Sensitif jender: keterlibatan penuh laki-laki dan perempuan.
e. Sensitif dengan kerentanan: pioritas berdasarkan tingkat distribusi kerentanan
sektoral dan kelompok atau pihak atau stake holder yang paling rentan.
f. Mengenali kapasitas dan sumber daya lokal (mekanisme adaptasi lokal dan strategi
coping).
g. (Perangkat keras) alias mandat kelembagaan di komunitas yang memonitor,
mengomunikasikan risiko bencana secara reguler dan melakukan penanganan
sebelum, ketika, dan setelah peristiwa darurat kemanusiaan.
h. Memiliki perangkat lunak (aturan atau kebiasaan atau protocol atau mekanisme).
i. Pihak luar diposisikan sebagai fasilitator dan pendukung.
j. Transformasi “collective memory” atas bencana menuju aksi kolektif untuk reduksi
bencana.
k. Komunikasi risiko bencana secara berkelanjutan (melalui kombinasi media: budaya
dan bahasa lokal, simbol, meunasahatausurau, struktur mukim, warung kopi,
bukuataukomik, syair, lagu daerah, pantun, sekolah, radio komunitas, VCD, milis
(mailing list), internet, khotbah Jum’at, Risma). Peng. Risiko Bencana Berbasis
Komunitas.indd Kiat Tepat Mengurangi Risiko Bencana Pendekatan tetap harus
inklusif (anti pendekatan eksklusif).
l. Pengkaderan fasilitator atau pendamping atau organisator PRBBK yang berasal dari
komunitas lokal, dari pengorganisasian menuju mobilisasi.
m. Pelembagaan PRBBK untuk menjaga kelangsungan. Skenario kelangsungan
PRBBK harus dirumuskan dengan jelas.
n. Terciptanya komunitas yang ‘adaptif’ dan kenyal (resilience) yakni kemampuan di
tiap level untuk mendeteksi, mencegah, minimalisasi, dan bila perlu menangani dan
pulih dari kejadian ekstrem.

9
o. Perencanaan kontijensi di level komunitas yang secara reguler disimulasikan: demi
melahirkan komunitas yang sadar akan ancaman terhadap kampungnya; tahu
bagaimana dan terampil melindungi diri mereka, keluarga, aset-aset penghidupan
dari ancaman alam; Agar mampu mengelola kedaruratan akibat ancaman, tidak
terjadi eskalasi ke tingkat bencana yang lebih kompleks.
p. Integrasi PRBBK ke Musrenbangdes atau cam atau kabupaten
Hal ini memenuhi maksud yang terkandung di dalam UU No. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 TAHUN 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Undang Undang ini menjadi landasan yang mampu
menghubungkan sinergi antara PRBBK, perencanaan pembangunan desa dan
kabupaten serta nasional yang sensitif bencana. Sebagai sebuah pendekatan,
tentunya desa tidak tidak tepat dikatakan sebagai domain tunggal PRBBK. Pesan
buku ini adalah PRBBK bisa diterapkan secara makro maupun mikro.

2.2 Penatalaksanaan PRBBK di Masyarakat

PRBBK yang didefinisikan menjadi suatu proses memiliki 3 tahap utama dalam
menatalaksana yang mana bersifat pararel. 3 tahap utama yang dimaksud merupakan input
(entery), proses-proses (throughput), serta output (exit). Di bawah ini terdapat enam tahap
dengan sub-tahap yang terkait dalam proses pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas.
Keenam tahapan ini kemudian digunakan sebagai standar prosedur untuk kegiatan PRBBK
yang berkelanjutan dalam konteks proyek atau program. Tahap-tahap tersebut diakhiri dengan
tahap exit strategy dan audit PRBBK yang berfokus pada partisipasi komunitas.

a. Memilih Komunitas Sasaran


Proses ini melibatkan pemilihan komunitas atau perkumpulan mana yang paling
mudah untuk menerima upaya pengelolaan risiko yang melibatkan serangkaian kriteria
tertentu. Jika ditilik secara prinsip, upaya ini merupakan suatu langkah yang berfungsi
untuk membangun hubungan serta kepercayaan dari komunitas masyarakat setempat.
Pada tahap ini bisa dikatakan sebagai tahap kunci yang berguna untuk mewujudkan istilah
“kita bagian dari mereka”. Bisa dikatakan jika ini merupakan pencitraan dan tahap ini
biasanya merupakan tahap awal dari rencana kerja yang telah disusun oleh PRBBK
.

10
b. Membangun Hubungan dan Memahami Komunitas.
Tahapan ini melibatkan pembangunan hubungan dan kepercayaan dengan
komunitas setempat. Setelah terjalinnya hubungan ini, maka pemahaman tentang posisi
umum komunitas dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik akan tercapai. Pemahaman
yang lebih mendalam tentang dinamika komunitas akan berkembang selanjutnya saat
penjajakan risiko dilakukan secara partisipatif.
c. Penjajakan Risiko Bencana secara Partisipatif (Participatory Disaster Risk Assessment
atau PDRA).
PDRA merupakan suatu proses diagnosis yang mana memiliki tujuan sebagai bahan
identifikasi resiko yang akan atau telah dihadapi oleh masyarakat yang mana termasuk ke
dalamnya juga upaya mereka dalam menghadapinya. Proses ini melibatkan penjajakan
terhadap bahaya yang ada, penjajakan terhadap kapasitas serta penjajakan terhadap
kerentanan. Penjajakan yang dilakukan ini perlu adanya persepsi masyarakat terhadap
resiko. Selain itu, proses ini juga mencakup analisa akan kondisi serta situasi yang
berlangsung. Pada tahap ini akan dilakukan estimasi agar dapat menganalisis kebutuhan
yang akan penanggulangan bencana. Ini tentu saja penting mengingat kesesuaian antara
kebutuhan dan ketersediaan sumber daya memang perlu dipastikan.
Analisis situasi ini dapat dimulai dengan menyusun profil komunitas guna
memahami risiko bencana melalui penelitian partisipatif yang mencakup informasi

11
historis mengenai bencana, karakteristik geoklimatik, aspek fisik dan spasial, konteks
sosial-politik dan budaya, serta aktivitas ekonomi dan kelompok rentan. Penjajakan risiko
bencana adalah sebuah proses yang melibatkan partisipasi dalam menilai karakteristik,
lingkup, dan tingkat dampak negatif yang dapat diakibatkan oleh ancaman terhadap
komunitas dan rumah tangga dalam jangka waktu tertentu yang dapat diprediksi. Selain
itu, penjajakan risiko bencana komunitas juga membantu dalam menentukan potensi
dampak negatif (seperti kerusakan dan kerugian) yang mungkin terjadi pada sumber daya
kehidupan yang berisiko. Upaya akan pengkajian mengenai resiko yang terdapat pada
komunitas masyarakat meliputi berbagai hal mulai dari persepsi masyarakat atas resiko,
pemetaan bahaya, kerentanan dan kapasitas, identifikasi resiko, evaluasi dan penilaian
resiko, potensi SDA yang tersedia dan mobilitas sumber daya, serta analisis dan pelaporan
bersama ke komunitas.
d. Perencanaan Pengelolaan Risiko Bencana secara Partisipatif.
Setelah melakukan analisis partisipatif terhadap hasil penjajakan risiko, langkah
berikutnya dilakukan oleh komunitas itu sendiri untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan
yang dapat mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas. Tindakan-tindakan ini
kemudian diwujudkan dalam rencana pengelolaan bencana komunitas.
e. Membentuk dan Melatih Organisasi Komunitas dalam Pengelolaan Risiko Bencana
Communty Disaster Risk Management Organisation (CDRMO).
Dalam langkah ini, penting untuk melakukan mobilisasi pemahaman konteks guna
memungkinkan penanganan masalah melalui intervensi yang sesuai. Hal ini dapat dicapai
melalui kegiatan kolaboratif seperti pelatihan, berbagi pengalaman, dan sejenisnya, yang
secara bersama-sama mengeksplorasi konteks risiko bencana. Upaya dalam menangani
bencana dan situasi darurat, penanganan pasien gawat darurat, pemantauan dan
pengamatan terhadap ancaman, advokasi kebijakan, ekonomi mikro, dan lain sebagainya,
lebih efektif jika dilakukan oleh sebuah organisasi komunitas. Organisasi tersebut
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa risiko-risiko dikelola dengan baik melalui
implementasi rencana yang telah disusun. Karena alasan tersebut, penting untuk
membentuk atau memperkuat organisasi komunitas. Jika belum ada organisasi semacam
itu, maka harus dibentuk, atau jika sudah ada, perlu diperkuat. Pelatihan pemimpin dan
anggota organisasi dalam memperkuat kapasitas mereka sangat penting.

12
f. Pelaksanaan yang Dikelola Komunitas.
Ketika PRBBK menuju pada pelaksanaannya, maka komunitas masyarakat akan
mendorong tiap-tiap anggotanya untuk mendukung segala aktivitas yang telah
direncanakan. Tahap dalam mengelola resiko secara partisipatif ini diletakkan di paling
atas sebagai upaya yang dilakukan dalam meredam resiko bencana. Tahap ini
menjalankan suatu kesepakatan yang mana diformulasikan yang kemudian dianggap bisa
meredam resiko. Pada tahap ini terdapat beberapa kegiatan yang terdiri atas
pengorganisasian, mobilitas sumber daya, pelaksanaan kegiatan terencana, pemantauan
kegiatan terencana, serta evaluasi kegiatan berdasarkan hasil dari pemantauan yang telah
diadakan guna perbaikan rencana pelaksanaan peredaman resiko yang dilaksanakan.
g. Monitoring serta Evaluasi secara Partisipatif.
Pada tahap ini bisa dikatakan sebagai suatu sistem komunikasi yang mana informasi
yang didapatkan mengalir ke seluruh pihak yang terlibat di dalam projek, termasuk
didalamnya ada masyarakat, panitia pelaksana, organisasi atau lembaga pendukung,
lembaga pemerintahan, serta pendonor. Evaluasi dan feedback sebenarnya bisa dikatakan
jarang dilakukan dan ini disebabkan berbagai alasan. Hanya saja, perlu diingat jika
evaluasi sangat penting mengingat upaya evaluasi hadir sebagai bentuk dari persiapan
akan terjadinya bencana yang akan datang. Maksudnya adalah dengan melakukan evaluasi
maka kita dapat mengurangi bentuk bencana yang akan datang sehingga dapat digunakan
sebagai pengingat atau alarm untuk menilai efektivitas akan upaya yang telah dilakukan.
Setelah itu, hasil dari evaluasi ini kemudian digunakan sebagai pemberdayaan atau
edukasi kepada masyarakat guna peningkatan kapasitas mereka dalam mengatasi bencana.
Pendokumentasian juga merupakan bagian penting dari kegiatan pemantauan dan
evaluasi. Selain itu, proses pembelajaran dan penyebarluasan juga akan
didokumentasikan.

2.2.1 Bentuk Program PRBBK

1. Destana
Program BNPB dan BPBD yang diadopsi dari program PRBBK yang
dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia. Program PRBBK menjadi sangat masif
pasca lahirnya UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, memberi kewenangan kepada Desa
13
dalam membangun dan mengembangkan Desa serta pengelolaan dana desa. Lebih dari
53,000 desa di Indonesia berada di daerah rawan bencana, berbagai program berbasis
desa dari kementerianataulembaga telah digulirkan di seluruh desa-desa di Indonesia
antara lain Desa Tangguh Bencana (BNPB), Kampung Iklim (KLHK), Desa-desi dan
Desa Siaga (Kementerian Kesehatan), Kampung Siaga Bencana (Kemensos), Desa
Mandiri Pangan (Kementan), Desa Mandiri Energi (ESDM), Desa Siaga Pariwisata
(Kementerian Pariwisata), Desa Pesisir Tangguh (Kementerian Kelautan dan
Perikanan). Berbagai kebijakan telah dihasilkan di dalam memperkuat desa dari
berbagai sektor, ini dapat menjadikan peluang bagi masyarakat untuk lebih mendapat
penguatan dalam membangun ketangguhan terhadap bencana.
2. CSRDM (Climate Smart Disaster Risk Management)
CSDRM adalah pendekatan mengintegrasikan PRB dan adaptasi perubahan iklim
atau di Indonesia dikenal dengan konvergensi API dan PRB, untuk memberikan
panduan mengenai perencanaan strategis, pengembangan program dan pembuatan
kebijakan, yang digunakan sebagai penilaian pada efektivitas dari kebijakan Disaster
Risk Management, proyek, dan program yang sudah ada dalam konteks perubahan
iklim. Pendekatan CSDRM mempertimbangkan aksi pengurangan risiko bencana dan
adaptasi perubahan iklim dalam merespon variabilitas iklim saat ini dan di masa depan.
Tiga pilar utama dalam pendekatan CSDRM, yang kaitan utamanya dengan The
Progression of Vulnerability dari akar masalah (Root causes) kepada kondisi yang
tidak aman (unsafe conditions) (Wisner et al. 2004) dan berhubungan dengan
ketahanan, kapasitas adaptif dan ketidakpastian (Holling 1973, Folke 2006). Tiga pilar
tersebut adalah: (1) Mengatasi perubahan risiko bencana dan ketidakpastian, (2)
Meningkatkan kapasitas adaptif, dan (3) Mengatasi kemiskinan, kerentanan dan
penyebab strukturalnya.
3. Kerangka Kerja Sendal
Program yang dilakukan untuk pegurangan resiko bencana dengan
mengutamakan penanganan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulya berbagai
resiko bencana seperti kemiskinan dan ketidakadilan, perubahan iklim, urbanisasi
dalam jumlah besar dan tidak terarah, tata kota yang tidak teratur perubahan demografi.
System pemerintahan yang lemah, kurangnya peraturan, dan perhatian terhadap

14
pengurangan risiko bencana di level dunia, regional, dan nasional. Dalam karangka
kerja sandal juga didukung dengan upaya pengurangan resiko bencana dan pendekatan
yang berpusat pada masyarakat. Melalui Kerangka Kerja Sendai. Diharapkan agar
upaya pengurangan risiko bencana dapat bersifat multisektor, Inkluslf, dan mudah
diakses oleh sernua kalangan.

2.3 Model PRBBK di Masyarakat

Terdapat model model dalam kombinasi dan penguasaan alat diantaranya :

1. RRA – relaxed rural appraisal


a. Data sekunder (cari dan review)
b. Mencari ‘ahli’ di kampung
c. Wawancara semi terstruktur (cheklist tertulis yang terbuka pada daftar pertanyaan
baruatautak terduga)
d. Observasi partispatif
e. Rentetan analisis: fokus ke kelompok khususatauspesialis
f. Cerita – case study
g. Transek
2. PRAatauPLA – Participatory learning and action
a. Pemetaan sumber daya
b. Sejarah kampung
c. Wealth ranking (rangking kesejahteraan keluarga)
d. Analisis mata pencarian
e. Analisis tren
f. Profil aktivitas harian perempuan dan laki-laki
g. Kalender musim
h. Diagram Venn (peta kelembagaan)
i. Peta sebab-akibat
j. Rangking dan scoring
k. Peta mobilitas
l. Pohon masalah

3. CBDRM – participatory disaster risk management

15
a. Kombinasi PRA, RRA
b. Peta ancaman dan kalender ancaman
c. Peta kerentananataukapasitas
d. Kombinasi kerentanan, kapasitas dan ancaman
e. Peta perkembangan kerentanan
f. Peta Pentagon Aset
g. Inventaris kapasitas coping
h. Indeks persepsi risiko (identifikasi dan rangking)
i. MSC (most significant change – evaluasi berbasis cerita)
j. Sejarah lisan khusus bencana
k. FGD
l. Matriks PAR
m. Mindmapping HCV
n. Institutional game
o. Survei rumah tangga
p. Peer-review antar-stakeholder PRBBK di desa

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Definisi Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas PRBBK yang berupaya


mengurangi keterlibatan eksternal dengan mengaplikasikan prinsip “Leave No One Behind”
yang diartikan anti diskriminasi yang berbasis gender, umur, kelompok, agama, ras, suku, dan
minoritas.Oleh karena itu, proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama karena berfokus
pada pemberdayaan komunitas dengan meningkatkan kesadaran, transfer informasi,
pengetahuan, dan keterampilan antara berbagai kelompok dalam komunitas (termasuk laki-
laki, perempuan, berbagai usia, dan kelompok rentan). PRBBK juga dapat didefinisikan
sebagai usaha untuk memberdayakan komunitasnya supaya mampu mengola resiko bencana
melalui keterliibatan aktif dari pihak - pihak atau sekelompok masyarakat dalam
perencanaannya dan pemanfaatan dari sumber daya local, pelaksanaan yang dilakukan oleh
masyaraktat itu sendiri.

Cara tersebut melibatkan beberapa langkah-langkah yang mencakup interpretasii


mandiri terhadap ancamaan dan risiko bencana yang dihadapin, menetapkan keutamaan dalam
pengurangan risiko bencana, mengawasi dan mengevaluasi kinerja dalam usaha pengurangan
pada bencana.Namun, inti dari kedua nya ialah melaksanakan dengan sebaik mungkiin
penggunaan sumber daya yang tersedia dan dikuasai, sertaa menjadi sebagian tak terpisahkan
dari kehidupaan sehari-hari komuniitas. PRBBK yang merupakan kerangka logis sehingga
pada praktiknya di tinggal formal tersebut bisa menyesuaikan dengan lembaga yang ada di
desa sehingga siklus penggunaan APBD dapat terpantau dengan baik serta adanya keterkaitan
dengan Musren bang desa tau Musren bang cam atau Musren bang kab atau Musren bang
nas.Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing nonpeme¬rintah dalam
penanggulangan bencana bertujuan untuk mendukung penguatan upaya penanggulangan
bencana, pengurangan ancaman dan bencana, pengurangan penderitaan korban bencana, serta
mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat. Skenario kelangsungan PRBBK harus
dirumuskan dengan jelas

17
3.2 Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan


tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abarquez dan Murshed. (2004). Manual CBDRM oleh ADPC. diterjemahkan Oxfam GB.

Lassa, J., Paripurno, E., Teguh, J., Ninil, M., Pujiono, P., Magatari, A., & Parlan, H. (2014).
Panduan Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK).

Lassa, J., Pristiyanto, D., Paripurno, E. T., Magatani, A., & Parlan, H. (2009). Kiat tepat
mengurangi risiko bencana: pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK).

Oliver-Smith, A. and Hoffman, S.M. (1999). The Angry Earth: Disaster in Anthropological Perspective.
London: Routledge.

Paripurno. (2006). Penerapan PRA untuk Manajemen Bencana. Pusat Studi Manajemen Bencana UPN :
Veteran Yogyakarta

19
Turnitin

20

Anda mungkin juga menyukai