Anda di halaman 1dari 1

Hari Kartini

Kartini dikenal dengan surat-suratnya dengan sejumlah orang di Belanda. Sejumlah surat di
antaranya mengungkapkan bagaimana Kartini ingin memperluas pengetahuannya tentang berbagai
pemikiran. Salah satu suratnya diterjemahkan Armijn Pane dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang:

"Kami, gadis-gadis masih terantai kepada adat istiadat lama, hanya sedikitlah memperoleh
bahagia dari kemajian pengajaran itu. Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, keluar rumah
tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar adat." (Surat kepada Nona
Zeehandelaar, Jepara, 25 Mei 1899)

"Saya tiada tahu berbahasa Prancis, Inggris, dan Jerman, sayang! --Adat sekali-kali tiada
mengizinkan kami anak gadis tahu berbahasa asing banyak-banyak--kami tahu berbahasa Belanda
saja, sudah melampaui garis namanya. Dengan seluruh jiwa saya, saya ingin pandai berbahasa yang
lain-lain itu, bukan karena ingin akan pandai bercakap-cakap dalam bahasa itu, melainkan supaya
dapat membaca buah pikiran penulis-penulis bangsa asing itu." (Surat kepada Nona Zeehandelaar,
Jepara, 25 Mei 1899)

Surat-surat Kartini kelak diterjemahkan dalam berbagai bahasa untuk pembaca di Eropa, Asia,
hingga Amerika lewat buku kumpulan surat Kartini oleh J.H. Abendanon, Door Duisternis tot Licht.

Gagasan Kartini untuk membangkitkan pengetahuan dan pendidikan perempuan juga ia


terapkan sehari-hari. Ia mempelajari dan memahami pemikiran emansipasi yang berkembang di
negara-negara lain. Berangkat dari pengetahuannya, ia kelak bercita-cita mendirikan sekolah bagi
perempuan dan menjadi guru.

Upaya Kartini Melanjutkan Pendidikan


Kartini pernah berupaya mencari beasiswa dengan mengirim surat pada sahabatnya Nyonya
Ovink Soer. Peluang mendapatkan pendidikan sedikit terbuka saat pemerintah Belanda
mengumumkan politik kolonial baru pada September 1901.

Kelak Ratu Wilhelmina dalam sidang parlemen memproklamasikan politik etis yang
mengharuskan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat jajahan di Hindia Belanda. Gagasan
emansipasi dan cita-cita Kartini untuk maju dengan pendidikan mulai jadi perhatian pemerintah
Hindia Belanda.

Pada 8 Agustus, Direktur Departemen Pendidikan, Kerajinan, dan Agama J.H. Abendanon
mengunjungi Jepara. Ia menyampaikan, ada rencana pendirian sekolah asrama atau kostchool untuk
gadis bangsawan. Kartini mendukung rencana ini dengan harapan perempuan menyadari hak mereka
selama ini terampas.

Abendanon terkesan dengan penjelasan Kartini yang menyarankan pembukaan pendidikan


kejuruan agar perempuan terampil dan mandiri, tidak bergantung kepada laki-laki. Tetapi, sebagian
besar bupati menolak surat edaran Abendanon tentang kostschool dengan alasan aturan adat
bangsawan tidak mengizinkan anak perempuan dididik di luar.

Anda mungkin juga menyukai