Anda di halaman 1dari 5

Koneksi Antar Materi – Topik 4

Pemahaman tentang Peserta Didik dan


Pembelajarannya
Oleh Mannuril Laili Dini

Buatlah koneksi antar materi tentang prinsip : (1) Pembelajaran Berdiferensiasi


(developmentally appropriate practice), (2) Pengajaran yang Responsif Kultur (culturally

responsive pedagogy), dan (3) Pengajaran Sesuai Level (teaching at the right level)
dengan topik lain yang berkaitan di mata kuliah ini atau mata kuliah lain atau dengan

kehidupan sehari-hari yang berkaitan.

 Developmentally Appropriate Practice (DAP)

Pada pendekatan Developmentally Appropriate Practice (DAP), terkoneksi


dengan mata kuliah Pembelajaran Berdiferensiasi, mata kuliah Prinsip Pengajaran dan
Asesmen yang Efektif di Sekolah Menengah dan mata kuliah Filosofi Pendidikan
Indonesia. Pada pendekatan DAP, guru tidak lagi sebagai tokoh paling utama dalam
pembelajaran di kelas, melainkan hanya sebagai fasilitator. Peserta didik dituntut untuk
aktif dalam pembelajaran di kelas dan bertanggung jawab atas pembelajaran mereka
sendiri.

Pendekatan DAP berkaitan dengan mata kuliah Pembelajaran Berdiferensiasi


yang mana pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk mengakomodir kebutuhan
belajar peserta didik yang berbeda-beda. Sehingga, penting bagi guru untuk memahami
perbedaan karakteristik peserta didik dari gaya belajar, tingkat capaian, minat,
lingkungan belajar dan sebagainya. Dalam pembelajaran berdiferensiasi terdapat 3
aspek yang bisa dibedakan agar peserta didik mengerti bahan pelajaran yang mereka
pelajari, yaitu aspek konten yang ingin diajarkan, aspek proses atau kegiatan
pembelajaran bermakna yang dilakukan di dalam kelas, aspek produk berupa variasi
hasil dari tugas pembelajaran, atau variasi untuk penilaian hasil belajar peserta didik,
dan aspek lingkungan belajar terkait dengan kondisi atau rangsangan yang memberi
pengaruh pada peserta didik seperti pengaruh fisik, sosial dan intelektual.
Mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia juga terkoneksi dengan pendekatan
DAP yang lebih mengutamakan proses peserta didik dalam belajar, bukan
mengutamakan pada penilaian peserta didik dalam hal pemahaman ilmu yang diberikan.
Pendekatan DAP juga memberikan materi pembelajaran yang sesuai dengan usia
perkembangan peserta didik dan kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Guru memberikan
variasi kegiatan sesuai dengan perkembangan peserta didik yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan tingkat perkembangan peserta didik dan tidak memaksakan sistem yang
dikembangkan oleh guru. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara dimana
guru hanya menuntun segala kodrat yang ada pada anak sehingga mereka mendapatkan
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Guru harus memperhatikan
kodrati anak yang masih suka bermain, sehingga mereka akan merasakan kebahagiaan
dan membuat suatu kesan yang membekas di hati dan pikirannya, Hendaknya guru juga
memasukan unsur permainan dalam pembelajaran agar peserta didik senang dan tidak
mudah bosan.

Dengan pendekatan DAP, perlu adanya asesmen untuk merefleksikan kemajuan-


kemajuan perkembangan yang telah dicapai peserta didik. Dalam hal ini pendekatan
DAP juga terkoneksi dengan mata kuliah Prinsip Pengajaran dan Asesmmen di Sekolah
Menengah, karena asesmen penting dilakukan secara berkelanjutan, strategi dan
bertujuan. Guru dapat menggunakan hasil asesmen untuk merencanakan pembelajaran,
memperbaiki proses pembelajaran, penyusunan kurikulum, mengidentifikasi berbagai
kebutuhan yang diperlukan peserta didik selama proses pembelajaran, dan mengajarkan
kembali materi-materi pelajaran yang belum dikuasai oleh peserta didik. Jika guru
memiliki informasi yang akurat dan tepat tentang kondisi optimal yang akan
menumbuhkan dan mendukung pembelajaran, maka guru dapat menyesuaikan proses
belajar mengajar untuk membantu peserta didik belajar secara efektif. Ada tiga
pendekatan asesmen yang perlu diterapkan oleh guru dalam mengukur hasil belajar
peserta didik.

1. Assessmen for learning (AfL). AfL adalah sebuah asesmen yang dilakukan pada
saat pembelajaran sedang berlangsung dan asesmen ini dimaksudkan untuk
memperbaiki kualitas proses belajar dan mengajar. Dengan AfL, guru dapat
memberikan umpan balik terhadap proses belajar peserta didik, memantau
kemajuan belajar dan menentukan kemajuan belajar peserta didik. Contoh AfL
adalah kuis, presentasi, tugas, dan sebagainya.
2. Assessment as Learning (AaL). AaL memiliki fungsi yang sama dengan AfL
karena keduanya dilaksanakan pada saat proses pembelajaran. Hanya saja
assessment as learning melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan
penilaian tersebut. Contoh dari AaL ini adalan penilaian diri (self-assessment) dan
penilaian oleh teman sejawat (peer-assessment).
3. Assessmen of learning (AoL). AoL adalah asesmen yang dilaksanakan di akhir
proses pembelajaran dan dimaksudkan untuk mengukur capaian belajar atau hasil
peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran. Contoh AoL ini adalah
ulangan harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir tahun dan sebagainya.
AoL merupakan bagian dari asesmen sumatif yang harus dilakukan oleh guru.

 Pengajaran yang Responsif Kultur (Culturally Responsive Pedagogy)

Sebagai guru, Praktik Pengajaran yang Responsif Kultur (CRP) bertujuan untuk
dapat menghargai perbedaan-perbedaan dalam konteks kebudayaan peserta didik.
Kebudayaan yang dimaksud ialah budaya sebagai warisan dari leluhur yang harus
dilestarikan, seperti kearifan lokal dan budaya yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan
peserta didik seperti tingkah laku sehari-hari. Manusia dan kebudayaan merupakan salah
satu ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk
Tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan
melestarikannya secara turun menurun. Dengan kata lain, guru perlu memahami latar
belakang kondisi sosial peserta didik dan kebudayaan mereka.

Dari penjelasan tersebut, pendekatan CRP terkoneksi dengan mata kuliah Filosofi
Pendidikan Indonesia yang mana Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan
sebagai tempat menyemai benih kebudayaan dalam masyarakat. Selain itu, sebagai
tempat untuk berlatih dan menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan
atau diwariskan. Ki Hajar Dewantara percaya bahwa untuk menciptakan manusia
Indonesia yang beradab maka guru menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya.
Oleh sebab itu, seorang guru hanya dapat menuntun tumbuhnya kekuatan kodrat yang
ada pada anak-anak, sehingga dapat memperbaiki perilakunya.

Seorang guru harus berupaya menerapkan proses pembelajaran yang dapat


mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu selalu mengupayakan perubahan
dan diharapkan yang perubahan itu adalah budi pekerti dengan cara mengolah pikiran
dan
perasaan serta kemauan dan mengolah raga atau tenaga, menciptakan pendidikan yang
holistic, seimbang dan memandang setiap anak dengan penuh hormat. Guru bebas dari
segala ikatan, memiliki hati yang suci ketika mendekati anak dan tidak meminta suatu
hak ataupun balasan namun melakukan tugas mendidik dengan sikap melayani atau
menghamba pada sang anak. Berupaya menjadi teladan, memberikan semangat dan
memberikan dorongan kepada anak sesuai dengan trilogi pendidikan atau seperti
semboyan dari bapak Ki Hajar Dewantara.

 Teaching at the Right Level (TaRL)

Pada pendekatan pengajaran sesuai level atau Teaching at the right level (TaRL),
yaitu pengajaran yang disesuaikan dengan tingkat capaian atau kemampuan awal
peserta didik, terkoneksi dengan mata kuliah Prinsip Pengajaran dan Asesmen yang
Efektif di Sekolah Menengah. Hal ini dikarenakan pembelajaran paradigma baru
merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered teaching
and learning) dan guru merumuskan rencana pembelajaran dan asesmen yang akan
dilakukan untuk mengukur hasil belajar peserta didik. Dari hasil belajar peserta didik,
guru dapat menentukan strategi pembelajaran dimana capaian pembelajaran dibuat
berdasarkan fase yang diatur menurut tahap perkembangan peserta didik. Hal ini juga
didasarkan pada pentingnya fleksibilitas dan perlunya merancang pembelajaran yang
sesuai dengan tahap capaian belajar peserta didik. Desain Capaian Pembelajaran per
fase ini didasari pada pemahaman bahwa sekalipun berada pada umur yang sama,
disesuaikan dengan karakteristik, potensi, dan kebutuhan peserta didik yang berbeda-
beda. Guru perlu melakukan asesmen terhadap level pembelajaran peserta didik,
mengelompokkannya sesuai tingkat capaian dan kemampuan yang sama, dan
memberikan aktivitas pembelajaran sesuai dari level pembelajarannya. Untuk
memetakan level pembelajaran sesuai tingkat capaian dan kemampuan yang sama,
perlu dilakukan asesmen diagnostik, yakni sebuah proses untuk mendapatkan informasi
tentang kebutuhan kognitif dan nonkognitif peserta didik untuk keperluan proses
pembelajaran.

Penerapan strategi pembelajaran pengajaran sesuai level (teaching at the right level)
perlu adanya asesmen diagnosis yang bertujuan dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang kesalahan, miskonsepsi, kelemahan dan kekuatan pengetahuan peserta didik, serta
kemampuan pada materi yang sudah dipelajari untuk kesiapan peserta didik dalam proses
pembelajaran selanjutnya. Proses diagnosis ini dilakukan dengan mencari berbagai
informasi seperti latar
belakang peserta didik, pola belajar, dan minat peserta didik, yang diperkirakan akan menjadi
faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik. Asesmen diagnostik terdiri dari kognitif dan non
kognitif. Asesmen kognitif memiliki tujuan untuk mengidentifikasi tingkat penguasaan atau
capaian kompetensi peserta didik dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait
dengan kompetensi yang dikuasai peserta didik. Sedangkan non-kognitif memiliki
tujuan untuk mengetahui perkembangan psikologi dan sosial emosional peserta didik yang
mempengaruhi kesiapan belajar dengan cara memberikan pertanyaan yang berhubungan
dengan aktivitas di lingkungan sekitarnya, harapan, perasaannya.

Anda mungkin juga menyukai