Lapsus Annisa Dan Melenia Revisi
Lapsus Annisa Dan Melenia Revisi
SKIZOFRENIA PARANOID
Oleh:
Annisa Dwi Yosita (712021042)
Melenia Rhoma Dona YS (712021060)
Pembimbing:
dr. Meidian Sari, Sp.KJ
SKIZOFRENIA PARANOID
Pembimbing:
dr.Meidian Sari, Sp.KJ
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit
DR. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“skizofrenia paranoid” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasullullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir
zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan
dan arahan, maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. dr. Meidian Sari, Sp. KJ, selaku dosen pembimbing.
2. Orang tua yang telah banyak membantu dengan doa yang tulus dan
memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan Tim sejawat seperjuangan dan semua pihak yang turut membantu
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
LAPORAN KASUS................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................14
DISKUSI...............................................................................................................14
TABEL FOLLOW UP.........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
iv
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI PENDERITA
Nama : Tn. A
Usia : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum menikah
Suku / Bangsa : Palembang / Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Alamat : Cinde
Datang ke RS : 20 April 2022
Cara ke RS : Diantar keluarga
Tempat Pemeriksaan : Poli Klinik
A. Sebab Utama
Pasien diantar ke RS. Ernaldi Bahar Palembang bersama keluarganya
dengan keluhan pasien marah-marah dan mengganggu tetangganya.
1
B. Keluhan Utama
Pasien mengatakan bahwa pasien kesal dikarenakan merasa tetangganya
tidak menyukainya sejak 3 bulan yang lalu sebelum dibawa ke poliklinik RS
Enaldi Bahar.
Pada tahun 2015, pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RS. Ernaldi
Bahar karena pasien mengalami beberapa keluhan seperti, sering marah-
marah, mengamuk dan ingin memukul, hal ini disebabkan karena pasien
mengalami halusinasi auditori berupa suara yang mengatakan bahwa tetangga
dan orang disekitarnya ingin menyakiti dan tidak menyukai dirinya. Pada saat
diajak bicara oleh keluarga pasien sering merasa kesal sehingga mengeluarkan
kata-kata bernada tinggi. Pasien juga mengeluh sering merasa pusing, gelisah
dan sulit tidur. Pasien mengatakan masih sering merokok, biasanya satu hari
menghabiskan 2-6 batang rokok. Saat pasien menjalankan pengobatan rawat
inap di RS. Ernaldi Bahar selama 40 hari pasien tidak lagi merasakan keluhan
yang dirasakannya, pasien juga mengalami perubahan perilaku menjadi lebih
baik, sehingga pasien diperbolehkan pulang kerumah bertemu keluarganya.
Setelah pulang kerumah pasien rutin meminum obat yang didapatkan dari RS.
Ernaldi Bahar dan melakukan pengobatan ruqiah. Pasien dikenal oleh
keluarganya sebagai pekerja keras dan gigih dalam mencari uang. Uang yang
didapat dikumpulkan oleh pasien dan pasien sering membeli makanan untuk
dimakan bersama keluarganya. Keluarga mengatakan pasien mengetahui
alasan dibawa ke RS Ernaldi Bahar untuk berobat tetapi pasien tidak
mengetahui mengenai penyakitnya. Keluarga pasien mengatakan pasien sering
menanyakan kapan melakukan kontrol dan mengambil obat ke RS Ernaldi
Bahar, karena pasien merasa lebih tenang dan tidak merasakan keluhan jika
makan obat secara rutin. Keluarga pasien mengatakan pasien selalu rutin
minum obat dari tahun 2015 hingga tahun 2018, pada tahun 2018 dikarenakan
kesibukan keluarganya pasien tidak minum obat selama 3 hari, keluarga
mengatakan lupa memberikan obat kepada pasien. Setelah 3 hari tidak minum
obat pasien mengalami kekambuhan seperti sering marah-marah dan sulit
tidur. Setelah pasien kembali rutin minum obat keluhan marah-marah dan sulit
tidur tidak lagi dirasakan hingga bulan Maret tahun 2020. Pada bulan April
3
tahun 2020, pasien berhenti minum obat dikarenakan pasien merasa sudah
sembuh dari penyakitnya, akibatnya keluhan kembali dirasakan. Keluarga
pasien mengatakan pasien mengancam kiyai di masjid karena pasien
menganggap kiyai tersebut kafir, pasien juga sering memukul Ayahnya
dibagian kepala saat Ayahnya menasehatinya dan sering marah-marah kepada
Ibunya saat Ibunya melarang pasien merokok dan meminum alkohol, namun
setelah memukul dan marah-marah kepada kedua orangtuanya pasien
langsung meminta maaf karena menyesali perbuatannya. Keluarga
mengatakan pasien menjadi sering tertawa sendiri, berbicara sendiri, sulit tidur
dan mengeluh ada yang mengendalikan pikirannya.
Pada bulan Juni tahun 2021 pasien menjalankan pengobatan rawat inap
di RS Ernaldi Bahar selama kurang lebih 18 hari. Keluarga mengatakan
keluhan pasien timbul kembali, pasien merasa gelisah, marah-marah, sulit
tidur dan mengganggu tetangga dengan berkeliling membawa pisau. Setelah
18 hari menjalankan pengobatan rawat inap pasien tidak lagi merasakan
keluhan dan mengalami perbaikan perilaku sehingga pasien diperbolehkan
pulang kembali ke rumahnya.
Pada tahun 2022, tiga bulan SMRS pasien pernah mengalami
kekakuan dengan posisi berdiri saat berada di rumah selama 1 hari
dikarenakan putus obat, keluarga pasien merasa panik. Keluarga pasien
kemudian membaringkan pasien dengan memijat seluruh tubuh pasien
menggunakan minyak hingga pasien tidak mengalami kekakuan kembali,
sehingga keluarga pasien meminta pasien untuk rutin kontrol ke rumah sakit
dan rutin minum obat. Keluhan yang dirasakan pasien semakin berkurang,
namun pasien masih sering mengeluh pusing dan sulit tidur. Menurut keluarga
pasien, pasien masih sering minum alkohol bersama teman-temannya. Tiga
bulan yang lalu yaitu pada awal tahun 2022, keluarga pasien mengatakan
bahwa kartu indonesia sehat (KIS) pasien sudah tidak dapat dipakai di RS.
Ernaldi Bahar karena masa aktif kartu sudah habis, sehingga pasien berobat ke
RS. A.K Gani, namun keluarga pasien mengatakan keluhan pasien timbul
kembali, pasien sering marah dan memukul ayahnya saat pasien tidak
4
diberikan rokok, pasien meraskan halusinasi auditori yaitu merasa bahwa
tetangganya ingin berbuat jahat dan membicarakan pasien. Keluarga pasien
mengatakan keluhan yang dirasakan pasien tidak ada perbaikan padahal obat
selalu diminum rutin oleh pasien, sehingga keluarga pasien segera mengurus
kartu indonesia sehat (KIS) pasien. Pada hari Rabu tanggal 20 April kartu
indonesia sehat (KIS) pasien sudah dapat digunakan kembali.
5
6
D. Timeline Perjalanan Penyakit Pasien
C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama disangkal.
Keterangan:
: Pasien bernama Tn. A usia 21 tahun
: Perempuan
: Laki- Laki
7
D. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah tamat SMP.
E. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja.
F. Riwayat Pernikahan
Pasien belum pernah menikah
G. Agama
Pasien beragama Islam
C. Pembicaraan
1. Spontanitas : Spontan
2. Kecepatan : Lambat
3. Intonasi : Datar
4. Artikulasi : Kurang Jelas
5. Produksi suara : Terbata-bata
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi ada :
- Halusinasi auditorik pasien mendengar suara bisikan-bisikan orang
lain yang mengatakan bahwa tetangganya tidak menyukai dirinya dan
ingin menyakiti dirinya
- Ilusi tidak ada
E. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran : Inkoheren
a) Kontinuitas : Kontinu
b) Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi Pikiran
Kurang baik
9
F. Kesadaran dan Kognisi
1. Tingkat kesadaran : Compos Mentis.
2. Orientasi
a) Waktu : Tidak Baik
b) Tempat : Baik
c) Orang : Tidak Baik
3. Daya Ingat : Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian : Kurang Baik
5. Kemampuan membaca dan menulis : Pasien dapat membaca
6. Kemampuan visuospasial : Pasien dapat menjelaskan perjalanan dari
rumah ke RS. Ernaldi Bahar.
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik, pasien makan, minum dan
mandi sendiri.
G. Pengendalian Impuls
Pasien tampak gelisah pada saat proses tanya jawab dilakukan dan
terdapat gerakan involunter.
H. Daya Nilai
1. Penilaian realita : RTA terganggu
2. Tilikan : Derajat 4
B. Status Neurologikus
1. GCS : 14
E : membuka mata spontan (4)
V : berbicara mengacau atau bingung (4)
M : gerakan sesuai perintah (6)
Aksis II:
Ditemukan adanya ciri kepribadian dissosial, dimana pasien bersikap tidak
peduli dengan diri sendiri dan dengan lingkungan sekitar.
Aksis III:
11
Pada pasien untuk diagnosis multiaksial aksis III tidak dapat didiagnosis.
Aksis IV:
Pada penderita untuk aksis IV terdapat masalah berkaitan dengan lingkungan
sosial.
Aksis V
Pada aksis V didapatkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale saat
datang ke Rumah Sakit yaitu 40-31 yaitu beberapa disabilitas dalam hubungan
degan realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.
Diagnosa Banding :
- Skizofrenia paranoid
- Skizofrenia katatonik
X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Tidak ditemukan faktor genetik gangguan kejiwaan.
B. Psikologik
Pasien mengalami halusinasi auditori.
C. Lingkungan dan Sosial Ekonomi
Pasien tinggal dengan kedua orangtuanya dan adiknya.
XI. PROGNOSIS
12
A. Quo ad Vitam : dubia ad bonam
B. Quo ad Functionam : dubia ad bonam
C. Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
B. Psikoterapi
A. Psikoterapi
1) Pada penderita
“thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain / umum
mengetahuinya.
15
E. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa aja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over-valued issue) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan terus menerus.
F. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang
berkaibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
G. Perilaku katatonik, keadaan gaduh gelisah (ex-citement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor.
H. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; akan tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
I. Adanya gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung satu bulan atau lebih (tidak
berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)
J. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku probadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri
secara sosial.1
A. Karakteristik Gejala
Terdapat 2 atau lebih dari kriteria dibawah ini, masing-masing terjadi dalam kurun
waktu yang signifikan selama 1 bulan (atau kurang bila telah berhasil diobati).
Paling tidak salah satunya harus (1), (2), atau (3):
a) Delusi/Waham
b) Halusinasi
15
d) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik
e) Gejala negative (yaitu: ekspresi emosi yang berkurang atau kehilangan minat)
catatan: hanya diperlukan 1 gejala di kriteria A bila terdapat waham bizar atau
halusinasi berupa suara-suara yang mengomentari perilaku atau pikiran pasien,
atau 2 atau lebih suara yang berbicara satu sama lain.
B. Disfungsi Sosial/Pekerjaan
Selama kurun waktu yang signifikan sejak awitan gangguan, terdapat satu
atau lebih disfungsi pada area fungsi utama; seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh di bawah tingkat yang dicapai
sebelum awitan (atau jika awitan pada masa anak-anak atau remaja, ada kegagalan
untuk mencapai beberapa tingkat pencapaian hubungan interpersonal, akademik,
atau pekerjaan yang diharapkan).
C. Durasi
Sebagai tambahan :
17
yaitu pasien merasa ada yang mengendalikan pikiran pasien.
Pada pemeriksaan status mental, terdapat gangguan persepsi berupa
halusinasi audiotori berupa bisikan-bisikan bahwa orang disekitar pasien tidak
menyukai pasien dan mencoba untuk berbuat jahat kepada pasien, selain. Pada
pasien ini ditemukan adanya gejala negatif dari skizofrenia, yaitu pasien lebih
senang menyendiri dan kurang bersosialisasi. Hal ini sesuai dengan teori dalam
Kaplan (2017) yaitu gejala negatif dari skizofrenia antara lain penurunan
spontanitas gerak; hilangnya gerak eskpresif; tidak mau berbicara;tidak ada
kemauan-apati berdandan dan hygine;anhedonia-asosialitas; minat dan aktivitas
tidak memiliki atensi sosial.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan organobiologik. Pasien sering mengalami gejala kekambuhan dan GAF
Scale 40-31. Pasien sudah tidak mendengar bisikan-bisikan dibandingkan
sebelumnya. Pasien bisa melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri, namun
tidak kooperatif jika ditanyakan tentang dirinya.
Pengobatan pada skizofrenia sebenarnya tidak ada pengobatan yang spesifik
untuk masing-masing subtipe skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan
berdasarkan gejala apa yang menonjol pada pasien. Pengobatan skizofrenia
diobati dengan antipsikotik. Obat antipsikotik dibagi dalam dua kelompok,
berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamine receptor antagonist atau
antipsikotika generasi I (tipikal) dan serotonin-dopamine antagonist atau
antipsikotika generasi II (atipikal). Obat APG-I berguna terutama untuk
mengontrol gejala-gejala positif. APG-II bermanfaat baik untuk gejala positif
maupun negatif.5
Haloperidol dan chlorpromazine merupakan antipsikotik klasik atau tipikal
yang penggunaannya paling luas. Haloperidol adalah antipsikotik yang dilaporkan
sering menimbulkan efek neurologis yaitu gejala ekstra piramidal berupa sindrom
parkinson (Maslim, 2003), sedangkan chlorpromazine lebih sering memberikan
efek otonomik berupa hipotensi ortostatik (Katzung, 1995). Penggunaan kedua
antipsikotik ini tidak hanya luas tetapi juga biasa dipakai dalam jangka waktu
lama bagi pasien psikosis kronis. Oleh karena itu perlu adanya pemantauan
terhadap kejadian efek samping yang ditimbulkan oleh kedua antipsikotik
18
tersebut. Mekanisme kerja obat antipsikotik tipikal seperti haloperidol dan
chlorpromazin adalah memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron
di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamin D2
reseptor antagonists). Dengan adanya mekanis me kerja tersebut maka
penggunaan haloperidol mempunyai potensi yang besar untuk menimbulkan efek
samping diantaranya berupa gejala ekstrapiramidal (Maslim, 2003). Gejala
ekstrapiramidal ini dapat berupa parkinsonisme (hipokinesia, kekakuan anggota
tubuh, tremor tangan dan keluar air liur berlebihan, gejala ’rabbit syndrome’),
akathisia, dystonia akut, dyskinesia tardive, sindroma neuroleptika maligne (Tjay
dan Rahardja, 2002). Efek merugikan parkinsonisme terjadi pada kira-kira 25%
pasien yang diobati dengan antipsikotik khususnya haloperidol, biasanya dalam 5-
90 hari setelah terapi5
19
melakukan tugas yang membutuhkan kewaspadaan mental (misalnya,
mengoperasikan mesin atau mengemudi), dan regulasi suhu tubuh inti yang
terganggu dapat terjadi.
d) Mekanisme kerja chlorpromazine yaitu menghambat reseptor dopaminergik
mesolimbik postinaptik di otak, menunjukkan efek blok alpha-adrenergik yang
kuat dan menekan pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisis. Chlorpromazine
diyakini menekan sistem pengaktifan retikuler, sehingga mempengaruhi
metabolisme basal, suhu tubuh, terjaga, tonus vasomotor, dan emesis.
e) Onset: I.M.: 15 menit; Oral: 30-60 menit.
Bukan Psikotik Selain obat psikotik, juga digunakan obat bukan psikotik
sebagai obat tambahan (adjunctive drug) untuk mengurangi efek samping dari
obat psikotik. Obat tambahan yang digunakan seperti fluoxetine, trihexyphenidyl,
phenytoin, divalproex Na, vitamin B6, asam folat, carbamazepine, lorazepam,
sertraline, piracetam, oxcarbazepine, dan amlodipine. Obat tambahan yang paling
banyak digunakan yaitu trihexyphenidyl.
a. Indikasi trihexyphenidyl yaitu pengobatan tambahan untuk penyakit parkinson,
pengobatan gejala ekstrapiramidal yang diinduksi obat.
b. Kontraindikasi trihexyphenidyl yaitu hipersensitivitas pada trihexyphenidyl atau
komponen apa pun dari formulasi, glaukoma sudut sempit, obstruksi pilorik atau
duodenum, stenosis tukak lambung, obstruksi leher kandung kemih, akalasia,
myasthenia gravis.
c. Efek samping trihexyphenidyl yaitu anhidrosis / hipertermia, ketika diberikan
dalam dosis besar atau kepada pasien yang rentan dapat menyebabkan kelemahan
dan ketidakmampuan untuk menggerakkan kelompok otot tertentu.
d. Mekanisme kerja trihexyphenidyl yaitu memberikan efek penghambatan langsung
pada sistem saraf parasimpatis. Trihexyphenidyl juga memiliki efek relaksasi pada
otot-otot halus; diberikan secara langsung pada otot itu sendiri dan secara tidak
langsung melalui sistem saraf parasimpatis (efek penghambatan).
e. Onset: Efek puncak: 1 jam.5
Hal lain yang dilakukan adalah dengan intervensi langsung dan dukungan
untuk meningkatkan rasa percaya diri individu, perbaikan fungsi sosial dan
pencapaian kualitas hidup yang baik sehingga memotivasi penderita agar dapat
20
menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Keluarga penderita juga diberikan
terapi keluarga dalam bentuk psikoedukasi berupa penyampaian informasi kepada
keluarga mengenai penyebab penyebab penyakit yang dialami penderita serta
pengobatannya sehingga keluarga dapat memahami dan menerima kondisi
penderita untuk minum obat dan kontrol secara teratur serta mengenali gejala-
gejala kekambuhan secara dini.3.
Prognosis penderita ini adalah Quo ad Vitam dubia ad bonam, Quo ad
Functionam dubia ad bonam Quo ad Sanationam : dubia ad bonam.
TABEL FOLLOW UP
21
Senin, 25 April KU : Compos mentis
2022. Pukul 13.30
S : Pasien tampak gelisah, mendengar bisikan-bisikan
WIB
negatif (jahat)
TD: 110/70
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan B.J., SAdock. 2012. Kaplan & Sadock’s Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi ke 2. EGC.
2. Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Unika Atma Jaya.
3. Maslim, R. 2010. Panduan Praktis Penggunaan Klinik Obat Psikotropik.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
4. Nevid, J.S., Rathus, S.A., dan Greene, B. 2015. Psikologi Abnormal (Jilid
I.) Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta: PT
Gelora Aksara Pratama.Wells, BG; At all., 2015 dengan terjemahan.
23