Anda di halaman 1dari 17

Laporan Awal

Lokasi perencanaan Rencana Teknis Satuan Permukiman berada pada Desa


Lamelay, yang secara administratif merupakan bagian dari Kecamatan Meluhu, Kabupaten
Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara.

3.1 Tata Guna Lahan


Dari hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa pemanfaatan ruang yang ada di lokasi
sebagian besar didominasi oleh semak belukar dan sawah. Komposisi pemanfaatan ruang
di lokasi perencanaan adalah sebagai berikut:
 Sawah
 Pekarangan
 Semak Belukar
 Kebun
 Lapangan
 Fasilitas (Balai Desa, Puskesmas Pembantu, Sekolah Dasar, Masjid)
Lebih Jelas mengenai penggunaan lahan pada lokasi perencanaan, dapat dilihat
pada Peta 3.1

Gambar 3.1 Lokasi Perencanaan


Areal lokasi Perencanaan yang masih
berupa semak belukar.

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 1


Laporan Awal

Gambar 3.2 Kondisi Jalan


Kondisi jalan pada lokasi perencanaan yang
masih berupa jalan tanah, sebagai salah
satu akses menuju lokasi perencanaan.

Gambar 3.3 Pemanfaatan Lahan


Lokasi Perencanaan yang sudah berupa
kawasan budidaya, berupa areal
persawahan.

Gambar 3.4 Fasilitas Umum


Fasilitas pendidikan eksisting yang ada di
lokasi perencanaan.

3.2 Kepemilikan Lahan


Langkah kebijaksanaan transmigrasi selain ditujukan untuk meningkatkan pembangunan
daerah, juga dimaksudkan untuk mengusahakan penataan kembali penggunaan, penguasaan dan
pemilikan tanah. Usaha tersebut dimaksudkan untuk dapat memperoleh manfaat yang maksimal
dari berbagai upaya pembangunan yang dilaksanakan baik di daerah asal maupun daerah
penerima. Di daerah asal, seperti Jawa dan Bali, akan ditingkatkan peranan transmigrasi dalam
usaha memindahkan penduduk dari wilayah-wilayah tertentu seperti kawasan hutan, kawasan
pemukiman yang kritis dan kawasan yang terancam bencana alam. Di samping itu wilayah yang
terkena proyek pembangunan, seperti pembangunan bendungan, juga diberi prioritas sebagai
sumber penduduk yang akan dipindahkan.

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 2


Laporan Awal

PETA 3.1
TATA GUNA LAHAN LOKASI PERENCANAAN

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 3


Laporan Awal

Di daerah penerima pemukiman transmigrasi akan langsung dikaitkan dengan usaha-usaha


pembangunan di sektor-sektor lain. Dalam hubungan ini maka direncanakan untuk lebih
memanfaatkan hasil pembangunan dari sektor-sektor lain seperti irigasi, perkebunan, hutan
industri, pedesaan dan industri. Penanganan pemukiman kembali penduduk yang masih hidup
berpindah-pindah dan terpencar terus ditingkatkan agar menjadi petani yang menetap. Dalam
usaha ini prioritas diberikan kepada petani yang mengerjakan lahan yang seharusnya berfungsi
sebagai hutan lindung dan suaka alam.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut maka usaha pembangunan transmigrasi diharapkan
memberikan dampak yang positif, baik bagi daerah asal maupun bagi daerah penerima. Secara
langsung pelaksanaan transmigrasi sudah terkait dan terpadu dengan usaha penataan kembali
penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah. Transmigran yang pada umumnya berasal dari pe-
tani-petani yang tidak mempunyai tanah atau memiliki tanah yang sangat sempit akan memperoleh
tanah dengan status yang jelas. Dengan pemilikan tanah tersebut transmigran dapat
menggunakannya secara optimal serta mengelolanya lebih produktif sehingga produksinya dapat
makin meningkat. Dengan usaha tersebut sekaligus terlaksanakan langkah-langkah kebijaksanaan
yang dapat menghindari fragmentasi pemilikan dan pengusahaan tanah.
Kepemilikan lahan pada lokasi perencanaan akan sangat berpengaruh pada proses
pelaksanaan, khususnya pada tahap pembebasan lahan. Sebagian lahan pada lokasi
perencanaan telah dimiliki oleh penduduk lokal (yang berada dalam lokasi perencanaan)
dan penduduk diluar Desa Lamelay. Kondisi ini secara lebih jelas dapat dilihat pada Peta
3.2.

3.3 Kondisi Fisik Dasar


Pengungkapan kondisi fisik dasar di lokasi perencanaan dimaksudkan untuk
memperoleh informasi mengenai kelayakan, potensi dan permasalahan secara fisik guna
menunjang pengembangan kawasan transmigrasi pada Desa Lamelay.

3.3.1 Topografi
Tujuan dilakukannya pengukuran topografi adalah untuk mengetahui bentuk dan
keadaan permukaan tanah di lokasi perencanaan. Pengukuran topografi ini dipakai untuk
penyusunan Rencana Teknis Satuan Permukiman, yang diperuntukkan bagi permukiman
transmigrasi Pola Tanaman. Kondisi topografi pada lokasi perencanaan sangat
berpengaruh pada proses perencanaan pemanfaatan ruang, dimana kondisi topografi
sangat menentukan bagi luasan lahan; area kawasan yang dapat dimanfaatkan sebagai
lkawasan permukiman ataupun kawasan budidaya.

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 4


Laporan Awal

PETA 3.2
KEPEMILIKAN LAHAN

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 5


Laporan Awal

Pengukuran detail topografi adalah untuk memperoleh gambaran yang


lebih akurat mengenai situasi di lokasi perencanaan RTSP Desa Lamelay. Pengukuran ini
dilakukan pada jalur rintisan. Jalur pengukuran ini terkait pada baseline, semua detail
alam maupun buatan manusia yang ada pada lokasi perencanaan, dan ketinggian tanah
pada tempat-tempat yang dapat mewakili tinggi-rendah daerah di sekitar lokasi
perencanaan diukur.
Hasil dari proses tersebut adalah peta topografi. Peta tersebut dapat digunakan
untuk membantu menentukan posisi tapak-tapak rumah, dan lahan pekarangan. Setelah
blok lahan pekarangan, pusat desa, dan lahan usaha direncanakan, maka untuk
membantu pembukaan lahan dan penentuan tapak rumah, dipasang patok batas
pembukaan lahan sebagai tanda pada lokasi. Patok batas pembukaan lahan diukur
dengan cara dikaitkan pada titik pengukuran detail topografi, sehingga koordinat dan
ketinggian patok dapat ditentukan.
Secara lebih jelas mengenai topografi pada lokasi perencanaan, dapat dilihat pada
Peta 3.3 berikut.

3.3.2 Tanah
Kondisi tanah pada lokasi perencanaan umumnya mempunyai warna cerah,
seperti coklat gelap kekuningan, dan kuning kecoklatan. Warna tanah tersebut termasuk
dalam jenis tanah Kambisol Eutrik, Mediteran Haplik, dan Kambisol Arenik. Kedalaman
efektif tanah sangat dalam, sehingga memungkinkan perakaran tanah akan tumbuh dan
berkembang dengan baik. Tidak dijumpai kotak litik maupun paralitik yang dapat
menghambat perkembangan akar. Tekstur tanah yang dominan adalah lempung liat dan
sebagian kecil luasan terdapat tekstur lempung berpasir, khususnya pada daerah-daerah
disekitar tepi sungai.
 Mediteran haplik
Tanah jenis ini terbentuk dari bahan induk batu lumpur, dengan tingkat
perkembangan lebih lanjut (tingkat agrilik). Hal tersebut dapat dilihat dari susunan
horizon yang ada terdiri dari apipedon okrik, dan pada sub horison adalah agrilik
(horizon B agrilik). Jenis tanah ini mempunyai sifat: solum sangat dalam, tekstur
lempung sampai liat berdebu, struktur tanah bergumpal, tingkat perkembangan
lemah, ukuran halus. Konsistensi gembur pada lapisan atas, dan padat pada lapisan
bawah. Warna lapisan atas coklat kelabu hingga coklat pucat, perekatan dalam,
drainase agak cepat sampai, pori mikro banyak, meso dan makro sedikit.

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 6


Laporan Awal

PETA 3.3
TOPOGRAFI

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 7


Laporan Awal

 Kambisol eutrik
Tanah jenis ini terbentuk dari bahan induk batu lumpur, dengan tingkat
perkembangan awal. Hal tersebut dapat dilihat dari susunan horizon yang ada terdiri
dari epipedon okrik, dan sub horizon kambik. Jenis tanah ini bersifat: solum sangat
dalam, tekstur lempung berpasir sampai liat berdebu, struktur tanah gumpal, tingkat
perkembangan lemah, dan ukuran halus. Konsistensi gembur pada lapisan atas, dan
padat pada lapisan bawah. Berwarna coklat kelabu pada lapisan atas, dan lapisan
bawah coklat terang kekuningan sampai kuning kecoklatan.
Perakaran dalam, drainase agak cepat sampai, memiliki pori mikroba mikro dan
sedikit makro. Reaksi tanah asam, KTK rendah, tingkat kejenuhan basa tinggi –
sangat tinggi.
 Kambisol arenik
Terbentuk dari bahan induk batu pasir dan batu konglomerat, dengan tingkat
perkembangan awal. Hal tersebut dapat dilihat dari susunan horizon yang dicirikan
oleh epipedon okrik, dan pada sub horizon kambik. Jenis tanah ini memiliki sifat:
solum sangat dalam, tekstur lempung berpasir, struktur tanah lapisan atas lemah,
tingkat perkembangan lemah, dan ukuran halus, bagian bawah tidak ada,
konsistensi gembur.
Memiliki warna lapisan atas coklat terang – coklat kekuningan, lapisan bawah coklat
sangat pucat – kuning kecoklatan. Perakaran dalam, drainase cepat, memiliki
banyak pori mikro dan sedikit pori meso dan makro. Reaksi tanah asam, KTK rendah
– sangat rendah, tingkat kejenuhan basa sangat tinggi – sedang.
Sifat fisik tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman, sehingga sifat-sifat fisika tanah tersebut akan
mempengaruhi tindakan pengolahan dan pengelolaan tanah secara keseluruhan. Sifat-
sifat fisika tanah pada lokasi perencanaan adalah sebagai berikut:
 Tekstur
Tekstur merupakan perbandingan relatif antar jumlah partikel-partikel tanah
berukuran liat, debu, dan pasir yang dinyatakan dalam persen. Bahan-bahan yang
berukuran lebih besar dari pasir disebut sebagai bahan kasar. Tekstur merupakan
sifat fisika tanah yang hampir tidak dapat dirubah dengan pemberian tindakan
pengolahan tanah dan pengelolaan lainnya. Oleh karena itu, perbandingan fraksi
pasir, debu, dan liat yang seimbang dalam proporsinya akan menciptakan kondisi

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 8


Laporan Awal

serasi tanah, ketersediaan air, permeabilitas, dan ketersediaan unsur hara yang
mampu mendukung pertumbuhan tanaman yang lebih baik.
Kisaran tekstur tanah berada pada kelas lempung berpasir hingga liat. Pada tanah
yang bertekstur lempung berpasir dan liat, diperlukan penambahan bahan organik.
Penambahan bahan organik pada tekstur ini bertujuan untuk menambah kapasitas
menahan air, dan menyuplai unsur hara. Sedangkan penambahan bahan organik
pada tanah bertekstur liat bertujuan untuk menggemburkan tanah sehingga tercipta
air aerasi tanah yang lebih baik. Air aerasi tanah yang lebih baik akan membantu
perkembangan akar yang lebih baik.
 Pori Drainase
Pori tanah merupakan bagian volume tanah yang tidak terisi oleh bahan padat, baik
mineral maupun bahan organik. Ruang pori tersebut merupakan bagian volume
tanah yang akan menyediakan udara dan air bagi kebutuhan tanaman, sehingga
tumbuhan dapat menyerap unsur hara yang dibutuhkannya, yang akhirnya dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik. Distribusi ruang pori tanah akan sangat
bergantung pada tekstur, struktur, kemantapan agregat tanah, dan bahan organik.
Pori drainase cepat pada tanah di lokasi perencanaan berjumlah antara 8 – 15 %.
Pori drainase lambat antara 3 – 14 %. Pori drainase pada umumnya kurang
mendukung sirkulasi udara dalam tanah. Untuk mengatasi kondisi tersebut, perlu
adanya penambahan bahan organik pada tanah. Penambahan ini disarankan untuk
menggunakan pupuk kandang, sehingga tidak merusak proses kimia tanah, dan
tidak mengganggu ekosistem dan aktifitas organisme tanah.
 Permeabilitas
Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk melalui air secara
horizontal maupun vertikal dalam penampang tanah pada keadaan jenuh.
Permeabilitas akan sangat bergantung pada tekstur, struktur, pemantapan agregat
tanah, distribusi ruang, dan bahan organik. Tanah dengan tekstur lempung, dan
bahan organik yang cukup tinggi akan mempunyai nilai permeabilitas yang makin
baik pula.
Permeabilitas tanah pada lokasi perencanaan berdasarkan hasil analisa laboratorium
adalah sedang, dengan lapisan atas memiliki nilai berkisar antara 5,1 – 7,2 cm/jam.
Pada lapisan tanah bawah memiliki nilai 5,02 – 6,06 cm/jam. Nilai terendah terdapat
pada tanah kambisol haplik.

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 9


Laporan Awal

Kondisi tanah dasar di lokasi perencanaan umumnya berasal dari lempung berliat
dan sebagian berbutir kasar (kerikil), dan dalam keadaan kering relatif berdebu. Pada
waktu hujan akan cenderung berlumpur, namun jika terkena panas akan cepat mengeras.
Dari hasil analisa penetapan pH1, N1, P2O5, K2O, KTK, KB, AI-dd. Dapat dikatakan
bahwa kualitas tanah pada lokasi perencanaan mempunyai kadar kandungan zat hara
yang dapat digunakan untuk pertanian, perikanan, dan peternakan. Dimana tanaman
memerlukan bahan makanan untuk tumbuh. Bahan makanan tanaman, sebagian besar
berada didalam tanah dan udara.
Berikut adalah Data hasil analisa sampel tanah pada lokasi perencanaan, Desa
Lamelay.
Tabel 3.1 Data Analisa Sample Tanah
KODE PARAMETER
NO
SAMPLE N P2O5 K2O KTK KB AI-dd
pH
(% ) (ppm) (% ) (me/100g) (% ) (% )
1 A 4.5 2.15 6.37 14.41 11.70 24.60 7.60
2 B 4.7 2.32 6.26 14.18 12.40 25.30 8.20
Sumber: Hasil Analisa Lab. Lingkungan Hidup Bapedalda Kab. Konawe, 2007

3.3.3 Hidrologi
Air merupakan bahan kebutuhan primer dalam kehidupan. Didalam air terjadi
siklus air, sehingga air tidak bisa murni. Air alam mengandung berbagai zat terlarut dan
tidak terlarut. Secara fisis, air dapat dilihat melalui warna, rasa, bau, kekeruhan, dan suhu
yang tidak tinggi, secara kimia memiliki pH netral, tidak mengandung logam berat, tidak
banyak mengandung oksigen (DO, BOD). Secara biologi, air tidak mengandung
mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit; bakteri patogen. Dengan adanya
kemajuan yang pesat, ternyata timbul masalah baru misalnya pada sumber air yang biasa
dipakai untuk keperluan sehari-hari. Warna air, rasa, dan baunya berubah juga disertai
dengan kenaikan pH. Kondisi ini menunjukkan bahwa air sudah dalam keadaan tercemar.
Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari pembuangan limbah industri yang tidak terawasi,
pemakaian bahan-bahan pertanian yang tidak terarah sehingga menimbulkan
pencemaran yang diakibatkan kontaminasi biologis, kimiawi, dan secara fisis.
Faktor penting dalam menentukan kelayakan sumber daya air, adalah kualitas air.
Nilai kualitas air dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jenis dan tingkat
perlakuan yang harus diberikan bilamana air tersebut akan digunakan sebagai sumber air
minum, umber air bersih, dan sumber air untuk pertanian. Pengamatan kualitas air
dilakukan dengan mengambil sample di lokasi, dan diuji di laboratorium.

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 10


Laporan Awal

Di lokasi perencanaan, terdapat Sungai Lamelay yang dapat dimanfaatkan sebagai


salah satu sumber air bersih. Selanjutnya, sumber-sumber air bersih yang berada pada
lokasi perencanaan diambil sebagai sample untuk mengetahui apakah sumber-sumber
tersebut layak dikonsumsi oleh masyarakat. Berdasarkan hasil analisa dan pengamatan
yang dilakukan di Lingkungan Hidup Kabupaten Konawe, diketahui data-data hidrologi
berikut:
 Suhu. Dari hasil analisa, diketahui suhu sebesar 29 0 C, sedangkan temperatur untuk
0
limbah antara 25 – 50 C, sehingga dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
suhu air adalah layak untuk air bersih dan air minum.
 Warna. Hasil pengamatan terhadap warna selama 3 x 24 jam menunjukkan bahwa
tidak terdapat perubahan warna pada sample air. Hasil pengamatan terhadap air
sungai menunjukkan bahwa diperoleh kadar maksimum 5 skala TCU, sedangkan
untuk sumur bor diperoleh kadar maksimum 15 skala TCU, yang merupakan standar
kualitas golongan A.
 Bau. Hasil pengamatan pada penetapan bau dilakukan dalam bejana tertutup,
dihangatkan hingga ± 400 C, dan dari hasil pengamatan tidak ditemukan adanya
bau.
 Rasa. Hasil pengamatan pada penetapan rasa dilakukan dengan cara sample air
diteteskan di telapak tangan peneliti, dan kemudian sample dirasa. Dari proses
tersebut diketahui bahwa pada sample tidak terdapat rasa.
 Kekeruhan. Hasil pengamatan pada kekeruhan dperoleh 5 skala NTU, yang berarti
sample bukan tidak bisa digunakan sebagai air minum secara langsung, namun
hanya untuk air bersih.
 TDS (Total Dissolved Solid). Hasil pengamatan pada penetapan TDS untuk kualitas
air diperoleh 171 mg/L. Untuk air sumur diperoleh 22 mg/L. TDS sangat
berpengaruh terhadap kualitas air, seperti rasa, kesadahan, dan sifat-sifat korosif.
Berdasarkan standar kriteria, nilai TDS pada lokasi perencanaan termasuk dalam
kriteria istimewa sebagai air minum.
 TSS (Total Suspended Solid). Suspended solid merupakan jumlah padatan; partikel
(mg) yang tersuspensi pada limbah cair pada setiap 1 liter limbah cair yang
diperiksa (mg/L). Hasil analisa laboratorium diperoleh TSS untuk air sungai 260
mg/L, sedangkan pada air sumur diperoleh 58 mg/L, dimana kondisi ini
menunjukkan bahwa kedua sample tersebut layak sebagai air bersih.

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 11


Laporan Awal

 pH. Pengamatan dilakukan ± 1 jam setelah pengambilan sample, dan hasil


pengamatan memperoleh hasil sebesar 6,5 yang berarti bahwa sample tersebut
memiliki sifat asam.
 BOD5. BOD adalah sejumlah oksigen yang diperlukan untuk menguraikan bahan
pencemar secara biokimia. Pada pemeriksaan BOD ini didasarkan atas penurunan
kadar oksigen (O2) dalam jangka waktu dan suhu tertentu. Hasil yang diperoleh dari
analisa sample adalah sebesar 3,8 mg/L.
 DO. Apabila DO dalam air mencapai 0, proses selanjutnya akan berubah dari aerob
menjadi anaerob. Hal ini akan ditandai dengan timbulnya bau busuk dan warna
berubah menjadi hitam pekat, yang terjadi pada air limbah dengan tingkat
pencemaran tinggi. Dari hasil analisa, diketahui pada sample yang diambil dari
lokasi perencanaan diperoleh hasil 5,2 mg/L. Ini berarti bahwa sample dikategorikan
layak sebagai air bersih.
 Nitrat (NO3). Dari hasil analisa sample, diperoleh hasil 1,89 mg/L untuk kualitas air
sungai, sedangkan untuk sumur bor diperoleh hasil 0,19 mg/L, sehingga kedua
sample masuk pada kriteria standar kualitas air pada golongan B.
 Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu). Dari hasil analisa laboratorium, tidak terdeteksi
adanya kandungan Timbal. Sementara kadar maksimum untuk Cu 0,01 yang
termasuk dalam kriteria standar kualitas golongan B.
 Seng (Zn). Dari hasil analisa penentuan kadar seng, diperoleh 0,01 mg/L, sehingga
termasuk dalam kriteria standar kualitas air pada golongan C, yang mana standar
kualitas air diperairan umum, kadar maksimun untuk Zn adalah 0,02 mg/L.
 Kalsium (Ca). Dari hasil analisa diperoleh 0,01 mg/L. Dari standar kualitas air
perairan umum, kadar maksimum untuk kalsium adalah 0,075 mg/L.
 Klorida (Cl). Dari hasil analisa penentuan kadar klorida, diperoleh 10 mg/L, sehingga
masuk pada kriteria standar kualitas air pada golongan A, adapun untuk standar
kualitas air diperairan umum, kadar maksimumnya adalah 250 mg/L.
 Zat organik (KmnO4), Tembaga (Cu), fecal Coliform, Total Coliform. Dari hasil
analisa penentuan kadar zat organik tidak ditemukan kandungan KmnO 4, sehingga
layak dalam kriteria standar kualitas air diperairan umum.
Keterangan:
Golongan A : Air untuk minum tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Golongan B : Air yang dipakai sebagai bahan baku air minum melalui suatu
pengolahan.
Golongan C : Air untuk peternakan dan perikanan.

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 12


Laporan Awal

Golongan D : Air untuk pertanian dan usaha perkotaan, industri, dan PLTA.
Kesimpulan yang bisa diambil dari analisa terhadap kualitas standar air di lokasi
perencanaan menunjukkan bahwa diperoleh hasil yang sesuai dengan standar kualitas
yang diinginkan menurut baku mutu. Semua data tersebut diperlakukan sesuai perlakuan
llaboratorium lingkungan dan diamati selama beberapa hari untuk mendapatkan tingkat
akurasi dan ketelitian sesuai dengan ketentuan yang diprasyaratkan.

Gambar 3.5 Sumber Air Bersih


Sungai yang melalui lokasi perencanaan
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
air bersih

3.4 Kondisi Agroekologi


Budidaya pertanian merupakan salah satu usaha yang sangat tergantung pada
kondisi sumberdaya alam. Faktor-faktor sumberdaya alam yang berpengaruh terhadap
budidaya pertanian disebut sebagai kondisi agroekologi. Indonesia mempunyai kondisi
agroekologi yang sangat beragam. Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut,
agroekologi dapat dibagi menjadi dua, yaitu dataran rendah (< 500 m dpl) dan dataran
tinggi (> 500 mdpl). Menurut tipenya, iklim di Indonesia dapat dibagi menjadi 5 yaitu tipe
A apabila bulan basah >9 bulan, tipe B apabila bulan basah antara 7-9 bulan, tipe C
apabila bulan basahantara 5-6 bulan, tipe D apabila bulan basah antara 3-4 bulan, dan
tipe E apabila bulan 5 basah < 3 bulan (Puslittanak, dalam Najiyati, 1995). Berdasarkan
tataguna lahan, lahan dapat dibagi menjadi 3 yaitu lahan kering, lahan rawa, dan sawah.
Disamping keragaman tersebut, masih ada keragaman lain yang ditunjukkan antara lain
oleh beragamnya jenis tanah, struktur tanah, topografi, dan kesuburan tanah.
Sebagian besar unit pemukiman transmigrasi (UPT) terletak di lahan kering dan
ada pula di lahan rawa. Di lahan kering didominasi oleh tanah-tanah Podsolik Merah
Kuning dengan curah hujan 2.500-3.500 mm setahun atau bulan kering lebih dari delapan
bulan. Tanah-tanah ini diasosiasikan dengan pH tanah yang rendah, ancaman erosi dan
degradasi lahan yang tinggi, KTK tanah rendah, KB rendah, permeabilitas tanah rendah
dan kandungan P dan bahan organik yang rendah (Hardjowigeno 1987). Sedangkan di
lahan rawa terkendala oleh tata air yang sulit dikendalikan, kesuburan tanah yang rendah,

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 13


Laporan Awal

dengan kandungan unsur N, P dan K rendah, KB rendah, KTK sedang, kejenuhan


alumunium tinggi dan pH tanah yang rendah (Widjaja Adhi, 1987).

3.4.1 Iklim
Iklim adalah gejala atmosfer sehari-hari dalam kurun waktu satu tahun pada
wilayah yang relatif luas. Iklim sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan
tanaman, khususnya dalam kaitannya dengan kondisi ketersediaan air bagi tanaman yang
diperlukan dalam proses fotosintesis. Untuk perencanaan kawasan permukiman
transmigrasi yang berdasar pada sektor pertanian, maka iklim merupakan salah satu
faktor yang penting.
Pada lokasi perencanaan, terdapat 5 sampai 6 bulan basah yang terjadi secara
berturut-turut, dan mempunyai 2 sampai 3 bulan kering. Bulan basah adalah bulan
dimana curah hujan lebih besar dari 200 mm, sedangkan bulan lembab adalah bulan
dengan curah hujan antara 100 – 200 mm, dan bulan kering adalah bulan dengan curah
hujan kurang dari 100 mm. Tipe iklim pada wilayah Desa Lamelay termasuk dalam iklim
basah. Klasifikasi ini didasarkan pada klasifikasi Oldemen dan Peta zona agroklimat
oldemen wilayah Sulawesi Tenggara.

3.4.2 Curah Hujan


Rata-rata curah hujan bulanan maksimum sebesar 209,28 mm terjadi pada Bulan
Januari. Periode terakumulasinya curah hujan per satuan waktu akan menentukan tingkat
kesediaan air periode basah dan periode kering. Berdasarkan jumlah curah hujan rata-
rata bulanan selama 10 tahun, kejadian musim kemarau dengan curah hujan kurang dari
100 mm, berpeluang terjadi pada Bulan Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober.
Sementara itu, bulan basah terjadi pada Bulan Desember – Mei. Sehingga dalam
menentukan musim tanam, dapat dimulai pada pertengahan Bulan Desember, dengan
pengolahan tanah dilakukan pada Bulan Nopember.

3.4.3 Neraca Air


Tanah dalam kondisi alami, selalu mengandung air. Sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan mengabsorbsi air tersebut. Agar tanaman dapat tumbuh baik dengan
kondisi ketersediaan air dalam jumlah yang cukup, diperlukan pengaturan jadwal dan
waktu tanam yang tepat. Gambaran neraca air dapat diperoleh dengan menghitung
besarnya curah hujan, dan kehilangan air akibat adanya proses evapotranspirasi.
Evapotranspirasi adalah jumlah dari evaporasi dan transpirasi secara bersama-
sama, dimana evaporasi adalah berubahnya air menjadi uap, dan bergeraknya uap dari

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 14


Laporan Awal

permukaan tanah atau permukaan air ke udara. Transpirasi adalah besarnya penguapan
melalui tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi evaptranspirasi adalah suhu udara,
kecepatan angin, dan penyinaran matahari. Diketahui bahwa pada lokasi perencanaan,
kondisi kekurangan pasokan air hujan akan terjadi pada Bulan September – Nopember.

3.5. Kondisi Ekonomi


Sebagian besar permukiman transmigrasi terutama yang masih dibina
menunjukkan kondisi ekonomi yang hampir serupa yaitu aksesibilitas ke fasilitas ekonomi
(seperti pasar, sumber sarana produksi, dan lembaga keuangan) yang kurang baik, modal
yang terbatas, dan pendapatan yang relatif rendah. Oleh sebab itu, teknologi yang sesuai
untuk diterapkan di permukiman transmigrasi hendaknya mempunyai ciri menghasilkan
komoditas yang mudah dipasarkan atau tahan simpan, memerlukan modal yang relatif
murah dan peralatan yang sederhana, serta mampu meningkatkan pendapatan secara
nyata. Mayoritas transmigran adalah petani kecil dengan ketersediaan modal kerja yang
sangat terbatas. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa petani hanya
mengaplikasikan satu atau lebih komponen teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan permodalannya (Soehardjan, 2001 dan Tjitropranoto, 2001 dalam Fawzia
Sulaiman, 2002).
Sebagai perbandingan, hasil studi pemanfaatan bioteknologi di permukiman
transmigrasi menunjukkan bahwa batas maksimal kemampuan dan kesediaan
transmigran untuk meningkatkan anggaran usaha-taninya dengan penerapan bioteknologi
berkisar antara Rp 127.000 -Rp 145.000/ha (setara dengan 94,5 kg hingga 108 kg beras).
Batas ini dapat berubah naik atau turun sesudah transmigran menyaksikan dan
membuktikan sendiri pengaruh penggunaan teknologi pada produktivitas usaha tani
(Najiyati, dkk, 2000).
Pada lokasi perencanaan, telah berkembang kegiatan pertanian, peternakan, dan
perkebunan dalam skala kecil, mengingat jumlah penduduk pada lokasi perencanaan
sendiri masih sedikit. Kondisi ini dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini:

Gambar 3.6 Kondisi Peternakan


Sapi-sapi yang dipelihara oleh penduduk lokal
yang ada di lokasi perencanaan.

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 15


Laporan Awal

Gambar 3.7 Kondisi Perkebunan


Perkebunan yang telah berkembang pada
lokasi perencanaan RTSP Desa Lamelay.

Gambar 3.8 Kondisi Areal Persawahan


Sawah yang sudah berproduksi pada lokasi
perencanaan, yang selama ini dikelola oleh
penduduk lokal.

Sumber pendapatan utama penduduk sekitar lokasi perencanaan berasal dari


sektor pertanian. Perkebunan yang berkembang pada lokasi perencanaan adalah Jambu
Mete, namun sering sekali harga jual jambu mete pada tingkat petani terlalu rendah,
sehingga pendapatan penduduk secara umum masih rendah. Mata pencaharian non
pertanian adalah sektor jasa dan perdagangan yang masih sangat sedikit jumlahnya.
Pengeluaran terbesar penduduk adalah untuk konsumsi dan investasi. Proporsi
pengeluaran terbesar adalah untuk konsumsi kebutuhan pokok, khususnya kebutuhan
pangan dan sandang. Melihat kondisi ini, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
kesejahteraan penduduk sekitar lokasi perencanaan masih sangat rendah, dan perlu
menjadi perhatian lebih lanjut.

3.6 Kondisi Sosial


Masyarakat yang berpendidikan rendah dengan tingkat keterampilan dan
kemampuan manajemen yang terbatas merupakan tipikal umum yang melekat pada diri
transmigran. Meskipun demikian, mereka adalah orang-orang yang relatif mudah untuk
menerima inovasi teknologi dan bahkan mempunyai sifat-sifat khas perantau seperti ulet,
mudah menyesuaikan diri, dan haus akan ilmu pengetahuan baru.
Kendati umumnya transmigran berpendidikan rendah, dan haus teknologi, tetapi
mereka adalah orang-orang yang realis terhadap kondisi yang sedang dihadapi. Apabila

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 16


Laporan Awal

teknologi tersebut secara nyata tidak menguntungkan, memerlukan biaya yang mahal
sehingga tidak terjangkau, dan kurang praktis penerapannya, mereka akan
menghindarinya (Najiati dkk, 2000). Transmigran umumnya berasal dari multi etnis yang
masing-masing membawa budaya dari daerah asalnya. Budaya tersebut dapat berkaitan
langsung dengan sistem usaha tani atau tidak sama sekali. Masuknya teknologi baru ke
permukiman transmigrasi akan dapat bersinggungan dengan budaya baik secara
langsung atau tidak.
Pada lokasi perencanaan, sebagian besar penduduk memeluk agama Islam,
sehingga adat-istiadat penduduk lokal banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai agama Islam,
namun demikian, masih dijumpai sebagian kecil penduduk yang menganut kepercayaan
yang bersifat animisme. Tingkat pendidikan penduduk lokal sendiri dapat dikatakan
rendah, kondisi ini dapat dikatakan sebagai akibat dari jauhnya lokasi sarana pendidikan
dengan lokasi tempat tinggal mereka.
Berdasarkan hasil survey awal dengan penduduk lokal, khususnya dengan para
tokoh masyarakat, diketahui bahwa masyarakat memberi tanggapan positif, dan
mendukung rencana pembukaan permukiman transmigrasi di wilayah mereka. Penduduk
setempat berharap bahwa pembangunan lokasi permukiman transmigrasi tersebut dapat
memacu perkembangan wilayah, serta kegiatan perekonomian wilayah yang pada
akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Melihat kondisi tersebut, maka pembangunan lokasi permukiman transmigrasi
baru pada Desa Lamelay secara sosial tidak mendapat masalah yang terlalu berarti, akan
tetapi tetap perlu adanya antisipasi dan proses sosialisasi yang akan memperlancar proses
pembauran antara transmigran dengan penduduk lokal, karena walau bagaimanapun
akan tetap terdapat perbedaan budaya dan adat-istiadat.

RTSP Desa Lamelay-Kecamatan Meluhu-Kabupaten Konawe III - 17

Anda mungkin juga menyukai