Bab 4 Agus
Bab 4 Agus
Indonesia merupakan salah satu negara yang berdaulat memiliki hak atas
kedaulatan dan yurisdiksi atas wilayah perairan Indonesia serta memiliki kewenangan
sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat dan Negara dengan tetap memperhatikan dan
karena kekayaan sumber daya alam nya. Namun, tak luput dan rawan juga akan
komponen penting sebagai salah satu faktor pendukung pendapatan negara dan
Illegal transhipment adalah sebuah tindakan yang tidak sah atau melawan
hukum dengan memasukkan muatan ikan dari kapal nelayan sebuah negara kepada
kapal nelayan negara yang lain yang terjadi pada laut lepas ataupun wilayah negara.
Praktik illegal transhipment ini pernah terjadi pada suatu wilayah di Indonesia yaitu
Beno, Bali antara Kapal Indonesia dengan Kapal Taiwan yang terbukti merugikan
perekonomian Negara Indonesia. Hasil ikan yang didapat kapal penangkap ikan
1
Supriadi Alimudin, Hukum Perikanan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 11
longline menurut Menteri Susi dalam 1 tahun bisa mencapai 2000 hingga 4000 ton.
Harga ikan dari curbside sendiri seharga USD 2 per ekor dan dari kapal panjang atau
longline mencapai USD 5 per ekor. Satgas sendiri menetapkan nahkoda KM Fransisca,
SM dan Dirut PT BSM, RSL yang merupakan pengusaha kapal perikanan di Bali
Adanya pencurian ikan secara ilegal pada wilayah perairan Indonesia akan
mempengaruhi terhadap stok ikan global dan nasional. Hal ini juga akan menyebabkan
kemerosotan pada perekonomian nasional dan hal ini dapat meningkatkan permasalahan
Istilah ini berpatokan pada kebijakan dan pengelolaan perikanan dalam setiap
kegiatan penangkapan ikan di laut dan dilakukan dengan cara berlawanan dengan
Negara yang tidak melaporkan hasil tangkapan ikan nya, dapat dikategonikan
melakukan suatu kejahatan. Untuk itu, negara mesti melaporkan status hasil tangkapan
perikanannya dengan data yang akurat agar masyarakat internasional dapat membantu
Oleh karena itu, illegal transhipment ini memerlukan instrumen hukum nasional
atau internasional yang jelas dan tegas seperti perjanjian antarnegara yang mengatur
mengenai sanksi terhadap warga negara asing yang melakukan illegal transhipment
tentang perikanan juga hanya menyisipkan peraturan tentang illegal transhipment pada
2
https://news.detik.com/berita/d-3286337/menteri-susi-selidiki-transhipment-illegal-fishing-di-wilayah-
ini
3
Supriadi, Hukum Perikanan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm. 429
4
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/5419/Berantas-Kejahatan-Perikanan, diakses pada tanggal 23
Februari 2022,
pasal-pasal nya saja tidak diatur secara khusus. Seperti pada Pasal 16 ayat 1 Undang-
Nation Convention Law Of the Sea 1982) mengatur mengenai hak-hak berdaulat negara
pantai, yaitu :5
“The coastal State may, in the exercise of its sovereign rights toexplore, exploit,
conserve and manage the living resources in the exclusive economic zone, take
such measures, including boarding, inspection, arrestand judicial proceedings,
as may be necessary to ensure compliance with the laws and regulations
adopted by it in conformity with this Convention. (Artinya : negara pantai dapat,
dalam melaksanakan hak berdaulat nya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi,
konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif
mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal, memeriksa, menangkap
dan melakukan proses peradilan sebagaimana diperlukan untuk menjamin
ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkan nya sesuai dengan
ketentuan konvensi ini.)
Indonesia sebagai salah satu negara yang meratifikasi Konvensi Hukum Laut
Internasional PBB 1982 (United Nation Convention Law Of the Sea 1982) melalui
Konvensi Hukum Laut PBB 1982 yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 31
Desember 1985.6 Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan antara hukum nasional dengan
negara-negara lain dan mampu untuk mengambil keputusan yang sejalan dengan
Konvensi.7
5
Pasal 73 ayat 1 United Nation Convention Law Of the Sea 1982
6
I Wayan Parthiana, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Penerbit Yrama Widya,
Bandung, Cetakan ke-1, 2014, hal.336
7
Ibid. 326
Pada Zona Ekonomi Eksklusif berlaku hukum atau peraturan perundang-
undangan negara pantai yang bersangkutan. Konvensi Hukum Laut Internasional PBB
1982 (United Nation Convention Law Of the Sea 1982) telah mengatur tentang rezim
hukum Zona Ekonomi Eksklusif yang terdapat pada Pasal 55 Konvensi Hukum Laut
Internasional PBB 1982 (United Nation Convention Law Of the Sea 1982) yaitu :
“The exclusive economic zone is an area beyond and adjacent to the territorial
sea, subject to the specific legal regime established in this Part, under which the
rights and jurisdiction of the coastal State and the rights and freedoms of other
States are governed by the relevant provisions of this Convention. (Artinya :
Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan
laut teritorial yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan dalam bab
ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak serta
kebebasan kebebasan negara lain diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan
konvensi ini.)”
Pada pasal ini ditegaskan bahwa negara pantai memiliki hak untuk membuat dan
implementasi terhadap United Nation Convention Law Of the Sea 1982, Pemerintah
Perairan Indonesia terutama mengenai sumber daya alam pada wilayah perairan nya.
Indonesia
Indonesia adalah :
“Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan
laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang
yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di
bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur
dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.)
pengumuman ini dikeluarkan dua tahun lebih awal dari penandatanganan Konvensi
Hukum Laut PBB 1982. Hal ini dikarenakan Pemerintah Indonesia berkeyakinan
Indonesia.8
8
I Wayan Parthiana, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Penerbit Yrama Widya,
Bandung, Cetakan ke-1, 2014, hal.331
9
Ibid. hal.331-332.
melakukan penelitian ilmiah kelautan dan pelestarian lingkungan hidup
memiliki hak-hak lainnya berdasarkan hukum internasional;
6. Bahwa pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia masih tetap diakui
kebebasan pelayaran kebebasan memasang kabel kabel dan pipa pipa saluran
bawah laut dan kebebasan untuk terbang di ruang udara di atas zona
ekonomi eksklusif tersebut. Sebaliknya, kebebasan perikanan sudah tidak
ada lagi disebabkan karena perikanan pada Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia sudah tunduk pada hak berdaulat dari negara Indonesia sebagai
negara pantai;
7. Bahwa dalam hal zona ekonomi eksklusif Indonesia bertumpang tindih
dengan zona ekonomi eksklusif negara tetangga maka garis batasnya akan
diselesaikan melalui perundingan dan hasilnya akan dirumuskan dalam suatu
perjanjian internasional;
tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (LNRI Nomor 44 Tahun 1983, TLNRI
Nomor 3260).
mendapatkan izin terlebih dahulu dari Pemerintah Indonesia selaku negara pantai. Hal
ini ditegaskan pada Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona
“Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), barang siapa melakukan
eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan-kegiatan lainnya
untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi ekonomis seperti pembangkitan tenaga dari
air, arus dan angin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, harus berdasarkan izin
dari Pemerintah Republik Indonesia atau berdasarkan persetujuan internasional
dengan Pemerintah Republik Indonesia dan dilaksanakan menurut syarat-syarat
perizinan atau persetujuan internasional tersebut.”
Kegiatan lain yang diatur oleh Undang-Undang ini adalah penggunaan pulau-
Indonesia yang diatur pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona
Kegiatan selanjutnya pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang diatur dalam
adalah penelitian ilmiah. Hal ini diatur pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
Eksklusif Indonesia tanpa izin tertulis dari Pemerintah Indonesia dan tindakan-tindakan
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam pada Zona Ekonomi Eksklusif yang
Indonesia juga telah diatur mengenai ketentuan pidana terhadap kegiatan-kegiatan yang
dilakukan secara ilegal atau tanpa izin dari Pemerintah Indonesia. Hal ini ditegaskan
pada Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
secara jelas tentang tindakan illegal transhipment. Peraturan tentang sanksi illegal
transhipment hanya tersirat atau tersisipkan saja pada ketentuan-ketentuan di peraturan
perundang-undangan tersebut.
perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan terlihat lebih jelas
2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan yaitu :
menerapkan pasal tersebut kepada pelaku illegal transhipment, maka hal tersebut sudah
tepat karena proses Transhipment itu sendiri adalah dengan cara membawa muatan ikan
belum diatur. Hal ini karena illegal transhipment merupakan kasus yang baru.
Sehingga, pada Undang-Undang Perikanan sendiri, yaitu 31 Tahun 2004 Jo. Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang menjelaskan secara rinci
tentang hukuman bagi illegal transhipment masih belum dibentuk melainkan hanya
berupa sansksi administratif berupa peringatan atau pencabutan izin. Hal ini
Perikanan, yaitu:
Salah satu cara yang dilakukan untuk Transhipment adalah meminjam dokumen
izin penangkapan ikan milik kapal lain yang mana hal ini termasuk ke dalam tindakan
Perikanan diatur mengenai sanksi pidana yang akan dijatuhkan jika kapal penangkap
Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Hal ini diatur pada Pasal 27 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3
Pada Undang-Undang yang sama juga ditegaskan selain hukuman bagi yang
tidak memiliki SIPI, hukuman bagi yang tidak membawa SIPI pada saat melakukan
penangkapan pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia juga sama beratnya. Hal ini
diatur pada Pasal 93 ayat 4 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
yaitu :
Salah satu cara yang digunakan untuk melakukan illegal transhipment adalah
cara meminjam izin milik kapal lain seperti yang dikemukakan oleh Menteri Susi
Pudjiastuti yang dapat dikenakan pidana.11 Namun, tidak pada tindakan illegal
transhipment itu sendiri karena belum dibentuknya suatu pasal atau peraturan
11
Ahmad Ziaul Fitrahudin, "Menteri Susi Selidiki Transhipment Illegal Fishing di Wilayah Ini"
https://news.detik.com/berita/d-3286337/menteri-susi-selidiki-transhipment-illegal-fishing-di-wilayah-ini,
diakses pada tanggal 9 Januari 2022
pelaku hanya ditindak berdasarkan cara nya saja tidak dengan perbuatan nya yang
Namun, kembali lagi disini bahwa pemberian sanksi berupa hukuman pidana
kurungan atau hukuman badan lainnya tidak dapat dikenakan kepada pelaku yang
Indonesia khususnya Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Pada Pasal 102 Undang-
Akan tetapi, dengan adanya batasan mengenai ketentuan sanksi pidana kurungan
bukan berarti pihak berwajib tidak bisa menghukum para pelaku tersebut yang
Eksklusif Indonesia. Mereka tetap akan dikenai sanksi berupa pidana denda. Hal ini
berdasarkan pada Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona
menegaskan bahwa setiap kapal pengangkut ikan dan kapal penangkap ikan
berkewajiban untuk mendaratkan hasil tangkapan nya ke pelabuhan. Hal ini diatur pada
“Setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan harus mendaratkan
ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan”
Sanksi selanjutnya yang akan diberikan kepada setiap orang yang tidak
melakukan bongkar muat hasil tangkapan ikan ialah sanksi administrasi. Hal ini diatur
pada Pasal 41 ayat 4 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yaitu :
Namun, yang perlu diperhatikan adalah pada pasal tersebut tidak dikatakan atau
disebutkan mengenai kejelasan atau ketegasan tentang illegal transhipment itu sendiri.
Hanya sebuah klausa yang menyiratkan tentang praktik illegal transhipment. Sanksi
yang diberikan terhadap pelanggar tersebut tergolong ringan untuk sebuah tindakan
Kapal pengangkut ikan berbendera asing dan kapal pengangkut ikan berbendera
Indonesia wajib memiliki SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan). Hal ini tertuang
dalam Pasal 28 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan yaitu :
Bagi kapal asing yang terbukti melakukan pemalsuan pada SIKPI (Surat Izin
Kapal Pengangkut Ikan) akan dikenakan pidana sebagaimana yang diatur pada Pasal
“Setiap orang yang memalsukan dan/atau menggunakan SIUP, SIPI, dan SIKPI
palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28A dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah)
Selain itu, terdapat sanksi yang dijatuhkan kepada setiap orang yang tanpa izin
dari pihak yang berwenang mengubah atau memodifikasi kapal. Hal ini dilakukan
sebagai salah satu cara yang digunakan untuk melakukan illegal transhipment. Hal ini
diatur pada Pasal 95 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah
Sanksi lain yang lebih tegas terhadap bentuk kejahatan di wilayah perairan
Indonesia berupa penenggelaman kapal asing yang harus dilakukan di wilayah perairan
dilakukan oleh kapal pengawas perikanan yang bertugas mengawasi dan menegakkan
terdapat pada Pasal 69 ayat 4 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
yaitu :
bahwa terdapat lima alasan yang mendukung untuk dijadikan dasar penenggelaman
12
Faried Harianto, Dinamika Hukum Dilaut Dalam Perspektif Hukum Acara Pidana, Workshop
Penegakan Hukum di Laut, Surabaya, 28 Januari 2015
melalui proses pengadilan dan telah bekekuatan hukum tetap bahwa yang
bersangkutan bersalah;
3. Negara lain harus paham bahwa Indonesia dirugikan dengan tindakan
kriminal tersebut. Jika terus dibiarkan maka kerugian yang dialami akan
semakin besar dan berdampak pada perekonomian negara;
4. Untuk melakukan tindakan penenggelaman maka diperlukan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang penenggelaman kapal asing
tersebut. Karena tanpa adanya payung hukum, maka tindakan tersebut tidak
sah dilakukan;
5. Keselamatan para awak pada saat penenggelaman kapal harus menjadi
perhatian utama.
mengeksekusi atau menindak kapal-kapal nelayan asing yang tertangkap dengan cara
dibom dan ditenggelamkan, yang mana tindakan ini begitu diapresiasi atau direspon
positif oleh nelayan Indonesia, namun sangat diprotes atau ditentang oleh negara-
sanksi yang terlalu ringan dirasa agak sulit untuk membuat pelaku merasakan efek jera
Indonesia dikhawatirkan akan muncul kasus-kasus baru di masa yang akan datang.
Dengan adanya sanksi-sanksi pidana penjara atau denda ini diharapkan agar
pelaku merasakan efek jera terhadap apa yang dilakukannya dan sadar bahwa tindakan
diatur dalam pasal tersebut dapat merugikan negara. Walaupun, masih belum ditemukan
peraturan tentang illegal transhipment yang secara jelas mengatur dan memberikan
13
Idrus Affandi, Kajian Hukum Terhadap Pencurian Ikan dilaut Berdasarkan UU Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Jurnal Lex Privatum, Volume V,
Nomor 5, Juli 2017, hlm. 116
tindakan lain, diantaranya dengan mengadopsi sejumlah peraturan internasional yang
tindak kejahatan pencurian ikan tersebut. Saat ini, Indonesia telah menjadi pihak dari
Commission for the Conservation of Southern Blufin Tuna (CCSBT) dan Indian Ocean
for the Conservation and Management of Highly Migratory Fish Stocks in the Western
keseriusan dalam menangani kasus-kasus pencurian ikan yang semakin marak terjadi di
yang menggiurkan.
masih terjadi. Menurut Alfons Zakaria, hal ini disebabkan karena tumpang tindih
peraturan yang ada di Indonesia yang menyebabkan penerapan sanksi pidana di ZEE
Contoh peraturan yang saling tumpang tindih tersebut adalah pada Pasal 69 ayat
3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012 dengan Pasal 41
14
Muhammad Insan Tarigan, “Upaya Konservasi Indonesia atas Sumber Daya Ikan di Laut Lepas”,
Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 4, Oktober- Desember, 2015.
15
Alfons Zakaria, "Imprisonment for IUU Fishing in Indonesia's Exclusive Economic Zone: Why it
Should Not Be Imposed", Jurnal "Arena Hukum", Vol 6 No. 2, Edisi Agustus 2012, Malang: Fakultas
Hukum, Universitas Brawijaya, hlm. 79
Pada Pasal 69 ayat 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
“Setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan harus mendaratkan
ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan.”
diubah dengan Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan tidak
ditemukan adanya pengecualian bagi kapal apapun itu terutama seperti yang disebutkan
pada Pasal 69 ayat 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012
yang mengatur tentang pengecualian bagi kapal penangkap ikan yang menggunakan alat
penangkap ikan purse seine yang berukuran diatas seribu GT dan dioperasikan secara
kedudukan lebih tinggi dari Peraturan Menteri atau yang lebih dikenal dengan lex
superior derogat legi inferiori artinya hukum yang lebih tinggi mengesampingkan atau
tentang Perikanan tersebut khususnya tentang Transhipment. Bahwa sudah tepat pada
dengan Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang mengatur
bahwa setiap kapal pengangkut maupun penangkap ikan wajib mendaratkan
estimasi sumber daya alam pada perairan Indonesia pada masa depan akankah bisa
sosial, tetapi juga merupakan masalah kebijakan (the problem of policy).16 Selain itu,
tindak pidana juga perlu ditindak jika dalam proses penegakan hukumnya berpotensi
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”
pengimplementasian dari Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 ini adalah pada
Pasal 25B ayat 2 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yaitu :
kebutuhan pokok Nasional harus menjadi prioritas bagi Pemerintah Indonesia terutama
dalam bidang Perikanan. Apabila kebutuhan tersebut telah terpenuhi maka hasil
16
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung 1981, hal.61
17
Coky Ramadhan, Pengantar Analisis Ekonomi dalam Kebijakan Pidana di Indonesia, Institute for
Criminal Justice Reform (ICJR) MaPPI-FHUI, Jakarta, 2016, hal 33
United Nation Convention Law Of the Sea 1982 telah mengatur tentang
ayat 1 United Nation Convention Law Of the Sea 1982. Menurut Satjipto Raharjo,
penegakan hukum adalah pelaksanaan secara konkret dari tahap pembuatan hukum yang
perairan nya. Bentuk implementasi dari United Nation Convention Law Of the Sea 1982
adalah Pasal 66 ayat 2 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yaitu :
dari pengawas perikanan diatur pada ayat berikut nya Pasal 66 ayat 3 Undang-Undang
sumber daya alam pada wilayah perairan Indonesia. Lemahnya pengawasan yang
tidak akan berpengaruh atau menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak kejahatan
18
Satjipto Rahardjo, 2004, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 191
pencurian ikan jika tidak ada ketegasan dari aparat yang berwenang menangani masalah
tersebut.
khususnya illegal transhipment. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus lebih aktif
mencegah adanya pencurian sumber daya alam di wilayah perairan Indonesia. Kasus
illegal transhipment sendiri harus menjadi prioritas utama bagi Pengawas Perikanan
a. Perairan Indonesia;
b. ZEEI;
c. Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat
diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah
Republik Indonesia.
diutamakan oleh Pengawas Perikanan mengingat letak Zona Ekonomi Eksklusif yang
jauh dari daratan sehingga dapat meningkatkan terjadinya tindak kejahatan apabila
Dalam menjalankan tugasnya payung hukum yang sah menjadi salah satu faktor
diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 66C Undang Nomor 45 Tahun
Namun, yang menjadi hambatan disini adalah jika tidak adanya perjanjian sanksi
antara negara pantai dengan negara bendera tentang tindakan Illegal transhipment di
penegakan hukum apabila tidak terdapat hukum yang mengatur tentang tindak
kejahatan Illegal transhipment. Dalam melakukan tindakan Illegal transhipment di
wilayah perairan Republik Indonesia khusus nya pada Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia para pelaku tersebut menggunakan berbagai macam cara atau cara-cara untuk
Seperti salah satu cara dengan menggunakan dokumen izin penangkapan ikan
milik kapal lain dengan cara meminjam untuk melakukan Illegal transhipment yang
dilakukan oleh kapal Fransisca yang memindahkan muatan kepada kapal induk Taiwan.
Satgas telah menetapkan nahkoda kapal motor Fransisca SM dari PT BSM dan Dirut PT
BSM RSL sebagai tersangka atas temuan modus tersebut. SM ditahan pada tanggal 20
Agustus 2016 dan RSL ditahan pada tanggal 22 Agustus 2016 dan dikenakan sanksi
Cara lain seperti mengubah atau memodifikasi kapal menyerupai kapal buatan
dalam Negeri agar dapat mendaftarkan kapalnya ke Izin Perikanan Pemerintah Pusat
dan pada izin Kapal Perikanan Provinsi. Hal ini termasuk ke dalam pidana dan telah
2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Oleh karena itu, Pengawas Perikanan dapat menindak para pelaku berdasarkan
19
https://news.detik.com/berita/d-3286337/menteri-susi-selidiki-transhipment-illegal-fishing-
diwilayah-ini
20
Pasal 95 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
terbukti melakukan cara-cara demikian yang sanksi pidananya telah diatur oleh Undang-
Undang. Dalam upaya penegakan hukum ada 4 hal yang harus diperhatikan, yaitu :21
Indonesia, maka langkah selanjutnya adalah penyidikan. Pada “Pasal 73 ayat 1 Undang
Para pelaku yang tertangkap oleh pihak yang berwenang selanjutnya dilakukan
pelaku tindak pidana perikanan yang ditentukan oleh Jaksa Agung diatur dalam Pasal
Undang dalam menjalankan tugasnya. Wewenang dari Penyidik diatur dalam Pasal 73A
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan antara lain sebagai berikut :
penenggelaman atau pembakaran kapal asing yang terbukti melakukan tindak kejahatan
di wilayah perairan Indonesia. Hal ini ditegaskan pada Pasal 69 ayat 4 Undang-Undang
Pada ranah peradilan tindak pidana di bidang perikanan juga dibentuk suatu
pengadilan khusus, yaitu Pengadilan Perikanan yang bertugas menangani dan mengadili
Negeri yang akan dibentuk di Pengadilan Negeri Medan, Jakarta Utara, Bitung,
Pontianak, dan Tual. Hal ini diatur pada Pasal 71 Undang-Undang Nomor 45 Tahun
atau Satuan Tugas Pemberantasan terhadap Penangkapan Ikan Secara Ilegal yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Hal ini terdapat pada
Pasal 1 ayat 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2015 tentang
Satgas 115 ini mempunyai tugas-tugas yang diatur pada Pasal 2 ayat 1 dan ayat
2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas
tidak dilaporkan kepada pelabuhan atau pihak yang berwenang yang menjadi tugas dari
Satgas 115. Dalam menjalankan tugasnya Satgas 115 dibekali wewenang oleh Perpres
yang mengatur tentang Satgas 115 tersebut. Hal ini diatur pada Pasal 3 Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas
Namun, sanksi pidana penjara atau hukuman badan lainnya tidak dapat
diterapkan kepada warga negara asing yang bahkan telah terbukti melakukan tindak
pidana perikanan di wilayah perairan Indonesia. United Nation Convention Law Of the
Sea 1982 telah mengatur tentang larangan hukuman penjara tersebut pada Pasal 73 ayat
3. Pidana penjara dapat dijatuhkan kepada warga negara asing tersebut apabila telah ada
perjanjian antar negara yang bersangkutan. Hal ini dilakukan untuk menjaga
keselamatan masyarakat internasional tersebut dan di sisi yang bersamaan hal ini
Sehingga, hukuman yang hanya bisa dijatuhkan kepada Kapal Asing tersebut
adalah pidana denda yang telah diatur oleh Undang-Undang. Besaran jumlah denda juga
Bentuk permasalahan nya disini adalah ketika Kapal Asing tersebut melakukan tindak
dijatuhkan pidana denda dengan jumlah yang diatur oleh Undang-Undang, dan jumlah
denda tersebut tidak menutupi angka kerugian yang dilakukan oleh Kapal Asing
tersebut. Jika hal ini dibiarkan dan tidak ada ketegasan hukuman serta peran aktif dari
wilayah perairan Indonesia tak terlepas dari hambatan. Yang menjadi kendala dalam
penegakan hukum dalam menangani illegal transhipment ini adalah setiap negara yang
memberlakukan hukuman kurungan atau pidana penjara jika tidak ada perjanjian
sebelumnya antara negara-negara yang terlibat. Hal ini diatur dalam Pasal 73 ayat (3)
Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (United Nation Convention Law Of the Sea
1982)”, yaitu :
“Coastal State penalties for violations of fisheries laws and regulations in the
exclusive economic zone may not include imprisonment, in the absence of
agreements to the contrary by the States concerned, or any other form of corporal
punishment. (Artinya : Hukuman negara pantai yang dijatuhkan terhadap
pelanggaran peraturan perundang-undangan perikanan di zona ekonomi eksklusif
tidak boleh mencakup pengurungan, jika tidak ada perjanjian sebaliknya antara
negara-negara yang bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan lainnya.)
Hal ini memberikan batas bagi negara pantai khususnya Indonesia dalam
bersangkutan dikhawatirkan tidak memberi efek jera kepada pelaku illegal transhipment
tersebut.
Sebagian besar dari kegagalan tersebut disebabkan kurang efektifnya teknis dan
strategi yustisial yang digunakan oleh Penyidik dalam proses penyidikan dan oleh
penuntut umum dalam proses penuntutan, khususnya pada tahap upaya konstruksi
memperoleh hasil yang maksimal tanpa landasan hukum yang kuat. Karena konflik
22
Daniel R, Analisis Dampak Pengoperasian di Perairan ZEE terhadap Perikanan, (Bogor: Fakultas
Perikanan Institut Pertanian Bogor, 1995), hlm. 58
kewenangan merupakan keadaan yang kurang menguntungkan dan mencerminkan
penegakan hukum yang lemah dan kurang optimal. Sehingga, akan berpengaruh kepada
eksistensi tindak pidana di wilayah perairan laut Indonesia dengan frekuensi yang cukup
Pada Undang-Undang Perikanan juga hanya mengatur tentang setiap orang yang
berada pada kapal dan melakukan tindak pidana yang dijatuhi sanksi pidana dan denda.
Sedangkan, para awak kapal yang melakukan tindak pidana tersebut belum tentu
menjadi otak dibalik tindakan kejahatan tersebut dan kemungkinan hanya bertindak
sebagai eksekutor atau pelaksana saja. Sehingga, penting bagi negara Pantai untuk
hingga ke akar-akarnya.
diubah dengan Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dijelaskan
bahwa tindak pidana pada pasal 84 ayat 1 hingga 96 Undang Nomor 31 Tahun 2004
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Apabila korporasi tersebut berada pada negara asing dan belum dibuat perjanjian
antar negara yang bersangkutan, maka pengurus dari korporasi tersebut akan lolos dari
pidana penjara dan hanya akan dikenai pidana denda. Hal ini dikhawatirkan korporasi
yang terbukti melakukan tindak kejahatan di bidang perikanan tersebut akan kembali
melakukan kejahatan yang serupa untuk mengambil keuntungan yang besar. Hal ini bisa
23
Joko Sumaryono, 2007, “Forum Koordinasi dan Konsultasi Operasi Keamanan Laut dan
Penegakan Hukum”, Majalah Patriot, hlm. 3
yang berdampak pada sedikitnya putusan pengadilan yang berkaitan tentang kejahatan
korporasi.24
Indonesia. Sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi United Nation Convention
Law Of the Sea 1982, maka Indonesia berkewajiban untuk mengikuti aturan-aturan
yang ditetapkan oleh United Nation Convention Law Of the Sea 1982 dan pada United
Nation Convention Law Of the Sea 1982 telah diatur bahwa hukuman berupa pidana
“Ketentuan tentang pidana penjara dalam Undang-Undang ini tidak berlaku bagi
tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, kecuali
telah ada perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah
negara yang bersangkutan.”
Hal ini tentu menyulitkan aparat penegak hukum apabila sebuah tindakan yang
tegas belum bisa diterapkan kepada pelaku yang telah terbukti melakukan tindak kejatan
jera kepada para pelaku. Selain itu, hukuman yang bisa diterapkan kepada Kapal
berbendera asing tersebut hanyalah pidana denda dan harus segera untuk dilepaskan
apabila telah menyerahkan uang jaminan yang telah ditentukan jumlahnya oleh
Oleh karena itu, perjanjian internasional antar negara tentang sanksi hukuman badan
24
Mahmudah, Nunung. 2015. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah Perairan Indonesia ,
op.cit hal.98
atau penjara kepada pelaku illegal transhipment yang berasal dari negara asing perlu
Luasnya wilayah perairan Indonesia juga menjadi tantangan bagi aparat penegak
hukum dalam mengawasi setiap kegiatan yang terjadi di wilayah perairan tersebut.
Fasilitas dan teknologi yang memadai menjadi salah satu faktor pendukung optimal nya
Indonesia.
maksimal, maka hal ini akan berdampak pada kesuksesan aparat hukum dalam
menegakkan hukum di wilayah perairan Indonesia. Salah satu fasilitas dan teknologi
yang sangat diperlukan untuk memantau wilayah yang jauh khususnya Zona Ekonomi
Eksklusif adalah radar. Karena tidak mungkin bagi aparat penegak hukum untuk
melakukan patroli dan pengawasan secara manual dengan mengelilingi wilayah perairan
2021 Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP Pung Nugroho Santoso
menyatakan bahwa armada PSDKP masih memiliki 30 kapal yang idealnya untuk
Kementerian Kelautan dan Perikanan baru menambah dua kapal pengawas perikanan
berukuran 50 meter.26
Namun, fasilitas dan teknologi yang canggih juga membutuhkan perawatan yang
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta harus terdapat seseorang yang benar-benar
ahli dalam mengoperasikan fasilitas tersebut. Hal inilah yang harus disiapkan oleh
25
https://www.antaranews.com/berita/2139782/kkp-jumlah-kapal-pengawas-perikanan-idealnya-ada-
78
26
https://kkp.go.id/djpsdkp/artikel/39752-kkp-bangun-2-kapal-pengawas-perikanan-anti-illegal-fishing
dilakukan dengan maksimal dan mengurangi tindak kejahatan pencurian ikan khususnya
Penegakan hukum akan berjalan percuma jika masyarakat belum sadar akan
pentingnya kekayaan sumber daya alam yang terkandung di wilayah perairan Indonesia.
Pada kasus illegal transhipment kapal penangkap ikan merupakan kapal lokal yang
dalam Kapal Pengangkut Ikan berbendera asing yang telah menunggu di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia. Hal ini tentu perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah
Peran dari masyarakat juga tidak kalah pentingnya dari aparat penegak hukum.
Masyarakat juga diharapkan mampu untuk turut serta menjaga wilayah perairan
Indonesia khususnya mereka yang berprofesi sebagai penangkap ikan atau nelayan.
Masyarakat juga perlu diberikan bimbingan tentang hukuman dan sanksi yang akan
negara. Jika masyarakat khususnya yang berprofesi sebagai nelayan kurang sadar akan
pentingnya sumber daya alam yang terkandung di perairan Indonesia dan hanya
Akan tetapi, juga meliputi dari proses-proses dan lembaga-lembaga yang mewujudkan
27
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Bandung: Bina
Cipta, 1986), hlm. 11
Dari pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa aparat penegak hukum dan
yang perlu diperhatikan disini adalah aparat penegak hukum yang menangani kasus
tindak pidana perikanan di wilayah perairan Indonesia memiliki jumlah yang terbatas.
Hal ini tentu berpengaruh dalam penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia.
Aparat penegak hukum hanya melakukan tindakan preventif apabila ditemukan adanya
tindak kejahatan di bidang perikanan. Tindakan preventif seperti yang dimaksud seperti
peringatan, pemantauan, dan pembinaan saja dan tidak melakukan tindakan represif
di bidang perikan pada wilayah perairan Indonesia dapat menyebabkan para pelaku
tersebut tidak segan untuk melakukan kejahatan yang serupa di kemudian hari. Hal ini
jika dibiarkan maka akan semakin banyak juga yang berani untuk melakukan tindakan
terhadap para pelaku yang melakukan kejahatan di wilayah perairan Indonesia. Apabila
28
Resa Erliyani, Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Illegal Fishing oleh Penyidik TNI Angkatan
Laut di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia Dihubungkan dengan Asas Sederhana, Cepat dan Biaya
Ringan, Jurnal Hukum, Volume 5, No. 1, Tahun 2019, hal. 6
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Alimudin, Supriadi, Hukum Perikanan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2011
Kusumaatmadja, Mochtar, 1986, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Bandung: Bina Cipta
Mahmudah, Nunung, 2015. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah Perairan
Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika
R., Daniel, 1995, Analisis Dampak Pengoperasian di Perairan ZEE terhadap Perikanan,
Bogor: Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor,
Supriadi, 2001, Hukum Perikanan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika
Gatot Supramono, 2011, Hukum Acara Pidana & Hukum Pidana di Bidang Perikanan,
Jakarta: Rineka Cipta
Parthiana, I Wayan, 2014, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia,
Bandung: Penerbit Yrama Widya
Nikijuluw, Victor P. H., 2008, Dimensi Sosial Ekonomi Perikanan Illegal: Blue Water
Crime, Jakarta: PT Pustaka Cidesindo
Satjipto Rahardjo, 2004, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti
Jurnal Hukum :
Wahyuningtyas, Yuli Winiari, Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan
Berdasarkan Peraturan Perundang –undangan di Indonesia, Jurnal Rechtens, Volume
6, Nomor 7, (Juni 2017)
Salsabila, Aldhanalia Pramesti, “Pengoptimalan Satgas 115 dengan Model Koordinasi
Satgas Pusat dan Daerah Sebagai Bentuk Pencegahan Illegal transhipment di
Indonesia”, Lex Scientia Law Review, Vol. 2, No. 1, (Mei 2018)
Zakaria, Alfons, "Imprisonment for IUU Fishing in Indonesia's Exclusive Economic
Zone: Why it Should Not Be Imposed", Jurnal "Arena Hukum". Vol 6 No. 2, Edisi
(Agustus 2012.)
Coky Ramadhan, Pengantar Analisis Ekonomi dalam Kebijakan Pidana di Indonesia,
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) MaPPI-FHUI, Jakarta, 2016
Affandi, Idrus, Kajian Hukum Terhadap Pencurian Ikan dilaut Berdasarkan UU Nomor
45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,
Jurnal Lex Privatum, Volume V, Nomor 5, (Juli 2017)
Skripsi
Setyadi, Ignatius Yogi Widianto. 2014. Upaya Negara Indonesia Dalam Menangani
Masalah Illegal Fishing Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Skripsi. Yogyakarta:
Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya.
Koho, Zulkifli. 2015. Penegakan Hukum Tindak Pidana Illegal Fishing Di Indonesia Di
Wilayah Kabupaten Alor (Studi Kasus Penyalahgunaan Metode Tangkapan Dengan
Bahan Peledak Di Wilayah Perairan Kabupaten Alor). Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta
Dasar Hukum
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas
Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal
Link Website :
Tim Detikcom, 2020, Luas Wilayah Indonesia Lengkap Daratan dan Lautan,
Detiktravel, https://travel.detik.com/travel-news/d-5262317/luas-wilayah-indonesia-
lengkap-daratan-dan-lautan, diakses pada tanggal 12 September 2021
Ahmad Ziaul Fitrahudin, 2016, "Menteri Susi Selidiki Transhipment Illegal Fishing di
Wilayah Ini", Detiknews, https://news.detik.com/berita/d-3286337/menteri-susi-selidiki-
transhipment-illegal-fishing-di-wilayah-ini, diakses pada tanggal 22 September 2021