Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEKERASAN DALAM PACARAN (KDP)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Remaja dan Lansia

Dosen Pengampu : Nurul Hikmah, S.ST., M.Keb

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

Andra Mories Kusumaningayu (CBR0190002)

Anisa Wulan Nurwening (CBR0190004)

Dewi Sri Gamar Zakaria (CBR0190008)

Dilla Silvani Lutfiera (CBR0190011)

Evi Oktaviani (CBR0190012)

Putri Bunga Amelia (CBR0190017)

Siska Warnita (CBR0190020)

Sri Novianti (CBR0190022)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR
Bissmilahirahmanirrahim

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu tanpa pertolongan-nya tentunnya kami tidak
sanggup untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti nantikan
syafa`atnya diakhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahkan nikmat sehatnya baik itu
berupa sehat fisik mupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
tugas ini. Adapun tujuan dari penulisan tugas ini adalah untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Asuhan Kebidanan Remaja dan Lansia Prodi S1 Kebidanan. Selain itu tujuan ini juga untuk
menambah wawasan tentang Asuhan Kebidanan Remaja dan Lansia bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Kami tentu menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk tugas ini, supaya tugas ini dapat menjadi tugas yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada tugas ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada ibu Nurul
Hikmah, S. ST., M.Keb selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan Remaja dan
Lansia yang telah membimbing kami dalam mengerjakan tugas ini.

Demikian, semoga tugas ini dapat bermanfaat, Terimakasih.

Kuningan, 25 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................................5
C. Tujuan.....................................................................................................................................................6
BAB II.........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
A. Pengertian Pacaran..........................................................................................................................7
B. Tahap-tahap Pacaran....................................................................................................................7
C. Pengertian Kekerasan Pacaran.........................................................................................................8
D. Bentuk-bentuk Kekerasan Pacaran.....................................................................................................9
E. Fase Kekerasan dalam Pacaran..............................................................................................12
F. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Pacaran.......................................................................12
G. Dampak Kekerasan dalam Pacaran................................................................................................14
H. Toleransi terhadap Kekerasan dalam Pacaran................................................................................17
I. Strategi Mengatasi Masalah (SMM)..............................................................................................18
BAB III......................................................................................................................................................24
PENUTUP.................................................................................................................................................24
A.Kesimpulan........................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Banyak hal yang terjadi dalam
masa remaja salah satu yang menarik adalah trend berpacaran. Fenomena berpacaran sudah
sangat umum terjadi dalam masyarakat. Perilaku pacaran menurut perspektif sosiologis
merupakan perilaku yang menyimpang karena berpacaran merupakan sebagian dari pergaulan
bebas.

Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia (Hadi, 2010). Biasanya
berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal
dengan pernikahan. Pada kenyataannya, penerapan proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan
yang sebenarnya. Manusia yang belum cukup umur dan masih jauh dari kesiapan memenuhi
persyaratan pernikahan telah dengan nyata membiasakan yang semestinya tidak mereka lakukan.

Berpacaran dihadapkan pada situasi yang menuntut harus mampu menyesuaikan diri
bukan hanya terhadap dirinya sendiri tetapi juga pasangannya. Tidak jarang hubungan
berpacaran diwarnai dengan kasus kekerasan terutama dilakukan oleh laku-laki. Pada umumnya,
sangat sedikit masyarakat yang tahu adanya kekerasan yang terjadi dalam pacaran, karena
sebagian besar menganggap bahwa masa pacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang
indah. Ini adalah salah satu bentuk ketidaktahuan masyarakat akibat kurangnya informasi dan
data dari laporan korban mengenai kekerasan dalam pacaran tersebut.

Kekerasan dalam pacaran yang sebagian korbannya adalah perempuan ini sering
diakibatkan adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat
luas pada umumnya. Perempuan menurut pendapat laki-laki biasanya dianggap sebagai makhluk
yang lemah, penurut, pasif, sehingga menjadi alasan utama terjadinya perlakuan yang semena-
mena.

4
Kekerasan dalam pacaran yang sering terjadi biasanya terdiri atas beberapa jenis
misalnya serangan fisik, mental, ekonomi, psikologi dan seksual. Kekerasan dalam pacaran dari
segi fisik misalnya memukul, menendang, ataupun mencubit, untuk segi mental biasanya,
cemburu yang berlebihan, pemaksaan, dan perlakuan kasar di depan umum. Kekerasan dalam
pacaran dari segi ekonomi, kekerasan juga bisa terjadi. Misalnya, ada pasangan yang sering
meminjam uang atau barang tanpa pernah mengembalikan. Kekerasan dalam pacaran dari segi
psikologis, misalnya bila pacar suka menghina, selalu menilai kelebihan orang lain tanpa melihat
kelebihan pacarnya, cemburu yang berlebihan dan lain sebagainya. Sedangkan dari segi seksual
adalah pasangan yang memaksa pasangannya untuk melakukan hubungan seksual, pemerkosaan
dan lain sebagainya.

Kekerasan dalam pacaran banyak terjadi di Indonesia seperti yang dipaparkan Alvin dkk
(2009) mengutip dari berbagai sumber sebagai berikut : Harian Suara Merdeka (8 Maret 2009)
bahwa terdapat 28 kasus kekerasan dalam pacaran. Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan gender menemukan bahwa
sejak tahun 2001-2005, dari 1683 kasus kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya kekerasan
dalam pacaran. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Yogyakarta mendapatkan
laporan bahwa dari bulan Januari sampai Juni 2008 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam
pacaran, 57% diantaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan
seksual, 15% mengalami kekerasan fisik dan 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi.
Sepanjang tahun 1998-2011 Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mencatat
terdapat 93.960 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Ini berarti setiap harinya ada 20
perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Data yang telah disebutkan, menunjukkan
tindak kekerasan dalam pacaran yang terjadi sangat mengkhawatirkan dan merugikan bagi para
korban khususnya perempuan. Dalam kehidupan sehari-hari kekerasan dalam pacaran dapat
dilakukan oleh siapa saja yang berpacaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pacaran?

2. Bagaimana tahap pacaran?

5
3. Apa pengertian kekerasan dalam pacaran

4. Apa saja bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran?

5. Bagaimana fase kekerasan dalam pacaran?

6. Apa saja faktor-faktor penyebab kekerasan dalam pacaran?

7. Bagaimana dampak pelaku kekerasan dalam pacaran?

8. Bagaimana toleransi terhadap kekerasan dalam pacaran?

9. Bagaimana strategi mengatasi masalah (SMM)?

10. Bagaimana keputusan untuk mengakhiri hubungan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pacaran

2. Untuk mengetahui tahap pacaran

3. Untuk mengetahui pengertian kekerasan dalam pacaran

4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran

5. Untuk mengetahui fase kekerasan dalam pacaran

6. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kekerasan dalam pacaran

7. Untuk mengetahui dampak pelaku kekerasan dalam pacaran

8. Untuk mengetahui toleransi terhadap kekerasan dalam pacaran

9. Untuk mengetahui strategi dalam mengatasi masalah (SMM)

10. Untuk mengetahui keputusan dalam mengakhiri hubungan

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pacaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacar adalah kekasih atau teman lawan
jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Adapun menurut
Bird dan Melville yang menyatakan bahwa pacaran adalah pertemuan-pertemuan antara
dua orang yang sama secara khusus diarahkan untuk menjalin komitmen ke arah
pernikahan.
Pada umumnya berpacaran yang serius akan berlanjut ke arah jenjang pernikahan.
Oleh karena itu, masa berpacaran adalah masa untuk membangun suatu hubungan yang
kuat dengan saling menerima setiap kelebihan dan kekurangan pasangan. Dapat
disimpulkan bahwa pacaran adalah suatu proses yang melibatkan dua orang berlawanan
jenis kelamin dan mereka melakukan aktivitas bersama dengan tujuan untuk saling
mengenal satu sama lain, memahami karakteristik pribadi masing-masing, dan belajar
membina hubungan sehingga pasangan mendapatkan rasa aman dan berharga serta
sebagai persiapan sebelum menikah.
B. Tahap-tahap Pacaran
1. Tahap ketertarikan
Dalam tahap ini tantangannya ialah bagaimana mendapatkan kesempatan untuk
menyatakan ketertarikan dan menilai orang lain. Munculnya ketertarikan dengan
pasangan, misalnya karena penampilan fisik (cantik,ganteng,tinggi), kemampuan
(pintar), karakteristik atau sifat (sabar, rajin).

7
Menurut para ahli umumnya cowok pada pandangan pertama lebih tertarik pada
penampilan fisik. Sedangkan cewek lebih karena karakteristik atau kemampuan yang
dimiliki cowok.
2. Tahap Ketidakpastian
Pada masa ini sedang terjadi peralihan dari rasa tertarik ke arah rasa tidak pasti.
Maksudnya, kita mulai bertanya-tanya apakah pasangan kita benar-benar tertarik pada
kita atau sebaliknya apakah kita benar-benar tertarik pada pasangan. Pada tahap ini
kita mendadak ragu apakah mau melanjutkan hubungan atau tidak. Kalah tidak
mampu memahami tahapan ini, kita akan mudah berpindah dari satu ke orang
lainnya.
3. Tahap komitmen dan keterikatan
Pada tahap ini yang timbul adalah keinginan kita kencan Dengan seseorang secara
eksklusif. Kita menginginkan kesempatan memberi dan menerima cinta dalam suatu
hubungan yang khusus tanpa harus bersaing dengan orang lain. Kita juga ingin lebih
rileks dan punya banyak waktu untuk dilewatkan bersamanya. Seluruh energi
digunakan untuk menciptakan saling cinta dan hubungan yang harmonis.
4. Tahap keintiman
Dalam tahap ini mulai dirasakan keintiman yang sebenarnya, merasa lebih rileks
untuk berbagi lebih mendalam dibandingkan dengan masa sebelumnya dan
merupakan kesempatan untuk lebih mengungkapkan diri kita. Tantangannya adalah
menghadapi sisi yang kurang baik dari diri kita. Tanpa pemahaman yang baik bahwa
cowok dan cewek mempunyai reaksi yang berbeda terhadap keintiman, kita akan
mudah mengambil kesimpulan yang salah bahwa terlalu banyak perbedaan antara kita
dengan pasangan untuk melanjutkan hubungan.

C. Pengertian Kekerasan Pacaran


Kekerasan dalam pacaran adalah suatu tindakan berdasarkan perbedaan jenis
kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum
atau dalam kehidupan pribadi.

8
Menurut Wolfe dan Feiring dalam (jurnal psikologi kepribadian dan sosial : 76)
mendefinisikan kekerasan dalam pacaran sebagai segala usaha untuk mengontrol /
mendominasi pasangan secara fisik, seksual atau psikologis yang mengakibatkan luka
atau kerugian. Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kekerasan dalam
pacaran adalah kekerasan yang dilakukan oleh seseorang dalam masa pacaran yang
berakibat penderitaan bagi si korban baik segi fisik maupun non-fisik.

D. Bentuk-bentuk Kekerasan Pacaran


Menurut Murray (2007:29) bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran terdiri atas tiga
bentuk, yaitu kekerasan verbal dan emosional, kekerasan seksual dan kekerasan fisik.
1. Kekerasan Verbal dan Emosional
Kekerasan verbal dan emosional adalah ancaman yang dilakukan pasangan
terhadap pacarnya dengan perkataan maupun mimik wajah.
Menurut Murray (2007 :29) kekerasan verbal dan emosional terdiri dari:
a. Name Calling
Seperti mengatakan pacarnya gendut, jelek, malas, bodoh, tidak
seorangpun yang menginginkan pacarnya, mau muntah melihat pacarnya.
b. Intimidating Looks
Pasangannya akan menunjukkan wajah yang kecewa tanpa mengatakan
alasan mengapa ia marah atau kecewa dengan pacarnya. Jadi, pihak laki-laki atau
perempuannya mengetahui apakah pacarnya marah atau tidak dari ekspresi
wajahnya.
c. Use of pagers and cell phones
Seseorang pacar ada yang memberikan ponsel kepada pacarnya, supaya
dapat mengingatkan atau supaya tetap bisa menghubungi pacarnya. Alat
komunikasi ini memampukan pacarnya untuk memeriksa keadaan pacarnya
sesering mereka mau. Ada juga dari mereka yang tidak memberikan ponsel
kepada pacarnya, namun baik yang memberikan ponsel maupun yang tidak
memberikan ponsel tersebut akan marah ketika orang lain menghubungi pacarnya,
meskipun orang tua dari pacarnya, karena itu mengganggu kebersamaan mereka.

9
Individu ini harus mengetahui siapa yang menghubungi pacarnya dan mengapa
orang tersebut menghubungi pacarnya.
d. Making a boy / girl wait by phone
Seorang pacar berjanji akan menelepon pacarnya pada jam tertentu, akan
tetapi sang pacar tidak menelepon juga. Pacar yang dijanjikan akan ditelpon, terus
menerus menunggu telepon dari pasangannya, membawa teleponnya kemana saja
di dalam rumah, misalnya pada saat makan bersama keluarga. Hal ini terjadi
berulang kali, sehingga membuat si pacar tidak menerima telepon dari temannya,
tidak berinteraksi dengan keluarganya karena menunggu telepon dari pacarnya.

e. Monopolizing a girl’s / boy’s time


Korban kekerasan dalam pacaran cenderung menghabiskan waktu untuk
melakukan aktivitas dengan teman atau untuk mengurus keperluannya, karena
mereka selalu menghabiskan waktu bersama dengan pacarnya.
f. Making a girl’s / boy’s feel insecure
Seringkali orang yang melakukan kekerasan dalam pacaran memanggil
pacarnya dengan mengkritik, dan mereka mengatakan bahwa semua hal itu
dilakukan karena mereka sayang pada pacarnya dan menginginkan yang terbaik
untuk pacarnya. Padahal mereka membuat pacar mereka merasa tidak nyaman.
Ketika pacar mereka terus menerus dikritik, mereka merasa bahwa semua yang
ada pada diri mereka buruk, tidak ada peluang atau kesempatan untuk
meninggalkan pasangannya.
g. Blamming
Semua kesalahan yang terjadi adalah perbuatan pasangannya, bahkan
mereka sering mencurigai pacar mereka atas perbuatan yang belum tentu
disaksikannya, seperti menuduhnya melakukan perselingkuhan.
h. Manipulation / making himself look pathetic
Hal ini sering dilakukan oleh pria. Perempuan sering dibohongi oleh pria,
pria biasanya mengatakan sesuatu hal yang konyol tentang kehidupan, misalnya
pacarnya lah orang yang satu-satunya mengerti dirinya atau mengatakan kepada
pacarnya bahwa dia akan bunuh diri jika tidak bersama pacarnya lagi.

10
i. Making threats
Biasanya mereka mengatakan jika kamu melakukan ini, maka saya akan
melakukan sesuatu padamu. Ancaman mereka bukan hanya berdampak pada
pacar mereka, tetapi kepada orangtua, dan teman mereka.
j. Interrogating
Pasangan yang pencemburu, posesif, suka mengatur, cenderung menginterogasi
pacarnya, dimana pacarnya berada sekarang, siapa yang bersama mereka, berapa
orang laki-laki atau perempuan yang bersama mereka, atau mengapa mereka tidak
membalas pesan mereka.

k. Humiliating her / him in public


Mengatakan sesuatu mengenai organ tubuh pribadi pacarnya kepada
pacarnya di depan teman-temannya. Atau mempermalukan pacarnya di depan
teman-temannya.
l. Breaking treasured items
Tidak memperdulikan perasaan atau barang-barang milik pacar mereka,
jika pasangan mereka menangis, mereka menganggap hal itu sebuah kebodohan.
2. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah pemaksaan untuk melakukan kegiatan atau kontak
seksual sedangkan pacar mereka tidak menghendakinya (Murray, 2007:60). Menurut
Murray (2007:61), kekerasan seksual terdiri dari:
a. Perkosaan
Melakukan hubungan seks tanpa izin pasangannya atau dengan kata lain
disebut dengan pemerkosaan. Biasanya pasangan mereka tidak mengetahui apa
yang akan dilakukan pasangannya pada saat itu.
b. Sentuhan yang tidak diinginkan
Sentuhan yang dilakukan tanpa persetujuan pasangannya, sentuhan ini
kerap kali terjadi di bagian dada, bokong, dan lainnya.
c. Ciuman yang tidak diinginkan
Mencium pasangannya tanpa persetujuan pasangannya, hal ini terjadi di
area publik atau tempat yang tersembunyi.

11
3. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perilaku yang mengakibatkan pacar terluka secara fisik,
seperti memukul, menampar, menendang dan sebagainya (Murray,2007:71).
Kekerasan fisik terdiri dari (Murray,2007 :71):
a. Memukul, mendorong, membenturkan
Ini merupakan tipe abuse, yang dapat dilihat dan di identifikasi, perilaku
ini diantaranya adalah memukul, menampar, menggigit, mendorong ke dinding
dan mencakar baik dengan menggunakan tangan maupun dengan menggunakan
alat. Hal ini menghasilkan memar, patah kaki, dan lain sebagainya. Hal ini
dilakukan sebagai hukuman kepada pasangannya. ( Mark McGwire dan Sammy
Sosa dalam Murray,2007:71).
b. Mengendalikan, menahan
Perilaku ini dilakukan pada saat menahan pasangan mereka tidak pergi
meninggalkan mereka, misalnya menggenggam tangan atau lengannya terlalu
kuat.
c. Permainan Kasar
Menjadikan pukulan sebagai permainan dalam hubungan, padahal
sebenarnya pihak tersebut menjadikan pukulan-pukulan ini sebagai taktik untuk
menahan pasangannya pergi darinya. Ini menandakan dominasi dari pihak yang
melayangkan pukulan tersebut.
E. Fase Kekerasan dalam Pacaran
Pada kekerasan dalam pacaran terdapat 4 fase yaitu fase bulan madu yang
ditandai bahwa hubungan baik-baik saja, yang kedua adalah fase ketegangan pada fase
ini mulai terjadi perdebatan antara keduanya, kemudian yang ketiga adalah fase
kekerasan yang berarti mulai terjadinya kekerasan psikis maupun fisik dan yang terakhir
adalah fase penyesalan dimana pelaku mulai meminta maaf dan berjanji untuk berubah.
Tidak jarang keempat fase ini menjadi fase yang berulang terus menerus. Oleh karena itu,
tidak jarang kita mendapati bahwa korban kekerasan dalam pacaran sulit untuk keluar
dari lingkaran kekerasan.

12
F. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Pacaran
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang memberikan
pengaruh terhadap cara berpikir maupun bertindak setiap individu. Faktor internal
terjadinya kekerasan dalam berpacaran dapat diketahui dari penjelasan berikut:
a. Kondisi Emosi Yang Belum Stabil.
Terjadinya kekerasan dalam berpacaran sering kali disebabkan
oleh permasalahan kecil yang kemudian menjadi besar. Kondisi emosional
yang belum stabil merupakan penyebab yang menimbulkan terjadinya
kekerasan dalam pacaran. Emosional berlebihan dalam menghadapi
permasalahan dalam pacaran menjadikan permasalahan kecil sangat rentan
untuk berkembang menjadi tindak kekerasan.
b. Cara Berpikir Yang Belum Matang
Selain kondisi emosi yang labil salah satu faktor yang turut
memberikan pengaruh terhadap terjadinya kekerasan dalam berpacaran
adalah cara berpikir yang belum matang. Cara berpikir yang belum
matang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
kekerasan dalam berpacaran. Hal ini disebabkan ketika seseorang belum
memiliki cara pandang dan berpikir yang matang maka seorang individu
akan bertindak sesuai dengan keinginan tanpa berpikir panjang.
Kebanyakan dari remaja yang melakukan pacaran, mereka masih
cenderung memiliki pola pikir yang masih kekanak-kanakan dan bertindak
hanya sekedar coba-coba. Ketika seorang individu yang belum memiliki
cara berpikir yang matang diperhadapkan terhadap suatu permasalahan
maka ia akan bertindak tanpa memikirkan sebab akibatnya.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi dari luar, sehingga individu
melakukan tindakan. Faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam
berpacaran adalah meliputi selingkuh, perilaku tidak jujur dan tidak menurut terhadap
pasangan. Faktor eksternal terjadinya kekerasan dalam pacaran dapat diketahui dari
penjelasan berikut:

13
a. Selingkuh
Kekerasan yang terjadi dalam pacaran dipengaruhi oleh banyak faktor
baik internal maupun eksternal. Faktor eksternal yang menyebabkan
terjadinya kekerasan dalam pacaran salah satunya diakibatkan oleh selingkuh.
Selingkuh merupakan salah satu penyebab terbesar dari retaknya suatu
hubungan. Dalam pacaran sering kali mengakibatkan terjadinya kekerasan.
b. Perilaku Tidak Jujur Terhadap Pacar
Perilaku tidak jujur terhadap pacar juga menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya kekerasan dalam berpacaran . Perilaku tidak jujur ini
akan memicu timbulnya permasalah dan konflik dalam sebuah hubungan,
sehingga ketika seseorang tidak lagi mampu untuk menangani permasalahan
tersebut maka bisa mengakibatkan timbulnya kekerasan terhadap pasangan.
Dari pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kekerasan dalam berpacaran adalah dikarenakan oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang menyebabkan terjadinya
kekerasan adalah kondisi emosi yang belum stabil dan cara berpikir yang belum matang.
Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya kekerasan adalah selingkuh
dan perilaku tidak jujur terhadap pacar.
Karena hal ini maka remaja membutuhkan pengendalian diri, yang menurut Rice
dalam (Gunarsa dan Gunarsa, 2004), pengendalian diri disebabkan oleh dua hal. Dua hal
tersebut adalah, pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan,
dan kedua adalah hal yang bersifat internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang
membuat remaja relative lebih bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan
lainnya (storm and stress period).

G. Dampak Kekerasan dalam Pacaran


1. Dampak Psikologis
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui serangkaian kegiatan wawancara
dengan informan perempuan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, maka dapat
diketahui dampak kekerasan dalam berpacaran yang dihadapi oleh hubungan personal
(pacaran). Kekerasan dalam berpacaran memiliki efek psikologis yang berat bagi

14
korban. Korban bisa mengalami depresi, stres dan kecemasan, memiliki waktu yang
sangat sulit berkonsentrasi, menunjukkan perilaku bunuh diri, memiliki masalah tidur
dan merasa harga dirinya rendah.
Kesimpulan pada semua pendapat kelima informan yang menjelaskan bahwa
korban akan mengalami depresi, stres, dan kecemasan, memiliki waktu yang sangat
sulit berkonsentrasi dan mengalami masalah tidur. Semua itu tergantung dari cara kita
menyikapi masalah pertengkaran bila kita tidak menghiraukan atau membuat ini
menjadi pikiran yang berat maka tidaklah mungkin jika kita mengalami pertengkaran
kita tidak akan stres, depresi, susah berkonsentrasi atau susah tidur karena pada
dasarnya jika kita santai dan berpikir jernih kedepan pastilah kita akan
mengesampingkan pikiran yang terlalu berat saat setelah terjadi pertengkaran.
2. Dampak Fisik
Kekerasan fisik akan menimbulkan dampak fisik yaitu seperti lebam, memar,
luka, lecet, patah tulang. Pastilah ada dampak setelah mengalami kekerasan fisik yang
dirasakan para korban kekerasan tersebut. Hal ini dirasakan oleh kelima informan
yang menerima kekerasan dan memiliki dampak pada fisik mereka. Dari dampak fisik
yang mereka terima yang menimbulkan lebam pada fisik mereka, sangatlah sakit jika
kita lihat kenyataan pahit seperti itu tetapi dari semua luka yang mereka alami
anehnya hubungan mereka tetap berlanjut meski diwarnai dengan kekerasan lagi. Ada
juga menurut yang dijelaskan dari penyebab kekerasan fisik akan menimbulkan
kehamilan yang tidak dikehendaki, hal tersebut ternyata pernah dialami oleh salah
satu informan yang mana dia dengan jujur pernah hamil dan melakukan aborsi.
Adapun alasan korban menggugurkan kandungannya karena korban merasa takut
dan bingung karena si pelaku tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan si korban.
3. Dampak Seksual
Sebagai manusia yang punya perasaan dan hasrat, kita boleh saja mencintai
seseorang (lawan jenis) tetapi jangan terlalu berlebihan. Apabila untuk sesuatu yang
belum pasti seperti dalam pacaran yang belum tentu kelak akan menjadi teman
hidupnya. Kalau kita mencintai seseorang secara berlebihan, maka kita cenderung
melakukan apa saja demi membahagiakan orang yang kita cintai, bahkan sesuatu
yang sangat berharga dan kehormatan sebagai seorang perempuan sekalipun bisa

15
diberikan. Virginitas seorang perempuan sangatlah berharga, apalagi bila laki-laki
masih banyak yang menginginkan perempuan calon pasangan hidupnya perawan
sebab itu dianggap sebagai salah satu bukti atau simbol kehormatan dan kebaikan
seorang perempuan. Apabila seorang perempuan kehilanggan keperawanannya maka
orang lain akan menganggap bahwa ia perempuan jalang, liar dan ia cenderung
diperlakukan kurang hormat oleh pasangannya.
Dari dampak seksual yang dialami oleh kelima informan peneliti, yaitu
dampaknya adalah mengalami traumatik seperti yang ditulis di bukunya Santrock
(2007:289) yaitu pada awalnya korban merasa terkejut, mati rasa, dan sering kali
mengalami disorganisasi. Beberapa juga menunjukkan stres yang dirasakannya dalam
bentuk kata-kata maupun tangisan. Dari kesimpulan diatas ketika para korman
berjuang untuk kembali menjalani kehidupan mereka secara normal, mereka mungkin
mengalami depresi, takut, dan cemas selama beberapa bulan atau tahun.
Pemulihan mereka tergantung pada kemampuan mereka mengatasi masalah yang
mereka hadapi. Dan menurut kelima informan primer peneliti, cara untuk menghibur
diri atau melupakannya yaitu dengan cara keluar bersama teman-teman,
mendengarkan musik dan kumpul bersama teman-teman ini menurut mereka cara
termanjur yang ada.
4. Dampak Sosial
Dalam menjalin sebuah hubungan, laki-laki atau perempuan cenderung
mengendalikan dan mengontrol pasangannya baik dalam hal pergaulan, penampilan,
maupun pekerjaan. Alasan mereka melakukan hal ini adalah semata- mata karena rasa
sayang terhadap pasangan. Menanggapi hal ini, sebagian informan mengatakan
bahwa mereka melakukan hal ini, sebagian informan mengatakan bahwa mereka
tidak keberatan bahkan merasa senang diperlakukan demikian, sebab itu berarti pula
pasangannya perhatian dan terkesan melindungi. Bila demikian tentu tidak menjadi
masalah sepanjang sikap yang cenderung mengontrol tersebut dapat diterima oleh
pasangan dan tidak merasa terkekang atas sikap tersebut, serta tidak mematikan
kreativitas dan membatasi kebebasan meski kita terkadang butuh seseorang sebagai
pengendali. Namun sisi lain, ada pula yang mengatakan bahwa jika pengontrol

16
tersebut kurang bisa diterima pasangannya karena bisa “mematikan” kreativitas dan
kebebasan.
Dampak sosial yang dialami korban oleh korban kekerasan dalam berpacaran
adalah apa yang membuat korban tidak mampu pergi dari si pelaku. Karena si pelaku
tidak mengijinkan korban untuk bermain internet atau telepon dan pelaku mengisolasi
korbannya dari teman korban, keluarga, dan kenakalan lainnya. Pendapat ini
dipertegas menurut Pontoh (2006:5). Dari kesimpulan diatas yaitu, seseorang
mempunyai cara sendiri dalam menentukan pilihan hidupnya dan semua itu
merupakan privasi diri sebelum menikah. Pada dasarnya, sikap saling mengerti dan
saling memahami satu sama lain dapat mempengaruhi tindak kekerasan maupun sikap
pengawasan yang berlebihan terhadap pasangan karena ia tahu sebatas mana ia harus
bersikap.
Sikap yang cenderung mengontrol atau mengendalikan dianggap wajar dalam
batas-batas tertentu dan selama hal itu masuk akal dan dapat diterima oleh
pasangannya. Tetapi apabila semua itu dilakukan secara berlebihan dan terus-
menerus, kemungkinan berontak lebih besar daripada sekedar diam karena hal
tersebut dianggap sebagai hal yang keterlaluan atau berlebihan dalam menunjukkan
kasih sayang sehingga tindakan tersebut lama-kelamaan dirasakan sebagai salah satu
tindakan kekerasan meski bukan secara fisik. Pengontrolan itu ternyata mempunyai
dampak, yaitu kurangnya atau kurang leluasa para korban untuk bersosialisasi pada
lingkungan sekitar seperti yang diutarakan oleh kelima informan.

H. Toleransi terhadap Kekerasan dalam Pacaran


Seseorang yang mengalami kekerasan dalam pacaran biasanya memiliki perasaan
bersalah dan takut terhadap keputusannya untuk berpacaran. Perasaan ini bersumber dari
kesadaran ketiga subjek bahwa dirinya telah mengabaikan nilai agama, nasihat orang tua
dan juga prinsip hidupnya. Mereka berusaha menekan sumber dari perasaan takut dan
salah dengan mekanisme pertahanan diri jenis rasionalisasi, intelektual, represi, dan
formasi reaksi.
Ketika terjadi pertengkaran dalam masa pacaran, mekanisme pertahanan diri juga
kembali muncul diantaranya jenis represi, menyalahkan diri sendiri, rasionalisasi dan

17
intelektual. Perasaan bersalah baik telah melanggar nilai agama, maupun pemahaman
akan KDP dan juga ketika terjadi pertengkaran menjadi salah satu penyebab toleransi
dalam KDP.
Adapun faktor lain yang menyebabkan toleransi kekerasan dalam pacaran ialah
sikap positif terhadap KDP, toleransi terhadap agresi, menemukan makna dari kekerasan
yang dialami, kepercayaan, konversi pikiran, dan perasaan cinta. Perasaan bersalah yang
berusaha mereka tutup, perasaan cinta dan takut kehilangan yang irasional, serta
inkonsistensi pada elemen kognitif seperti menemukan makna dan konversi pikiran
menyebabkan munculnya suatu kondisi disintegrasi diri yang mengarah pada disonansi
kognitif.

I. Strategi Mengatasi Masalah (SMM)


1. Strategi Mengatasi Masalah yang Berorientasi pada Masalah (SMM-M)
Strategi menghadapi masalah yang berorientasi pada masalah terpusat untuk
mengurangi stresor. Individu mengatasi masalah dengan mempelajari cara
keterampilan- keterampilan baru dan individu cenderung menggunakan strategi
bila dirinya yakin dapat mengubah situasi, biasanya dilakukan oleh orang dewasa.
Jadi SMM-M ditujukan untuk menyelesaikan masalah/melakukan sesuatu untuk
mengubah sumber tekanan dengan tindakan langsung (Essay & Trommsdorff,
1996).
Menurut Coyne & Lazarus (1981) pengertian strategi menghadapi masalah yang
berorientasi pada masalah adalah individu menghadapi secara langsung masalah
yang menjadi penyebab timbulnya stres, apakah dengan mengubah perilaku,
mengelola masalah individu atau dengan mengubah kondisi lingkungan.
Aldwin & Revenson (1987) mengemukakan secara lebih luas bahwa aspek
strategi menghadapi masalah yang berorientasi pada masalah (SMM-M) adalah:
a. Kehati- hatian (cautiousness).
Pengertian dari kehati-hatian adalah ketika individu mengalami masalah,
maka individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa
alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat dan

18
pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, bersikap hati- hati
sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.
b. Tindakan instrumental ( instrumental action ).
Individu mengambil tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan
masalah secara langsung serta menyusun rencana serta langkah apapun yang
diperlukan. Meliputi usaha -usaha langsung individu menemukan solusi
masalahnya, misal dengan menyusun suatu rencana dan kemudian melaksanakan
langkah- langkah yang telah direncanakan itu.
c. Negosiasi (Negotiation).
Individu melakukan usaha- usaha yang ditujukan kepada orang lain yang
terlibat atau yang menjadi penyebab masalah yang sedang dihadapinya untuk
ikut serta memikirkan atau menyelesaikan masalah. Negosiasi merupakan
salah satu taktik dalam SMM-M yang diarahkan langsung pada orang lain
yang menjadi penyebab masalah. Individu mencoba mengadakan
kompromi/mengubah pikiran orang lain demi mendapatkan hal yang positif dari
situasi problematik tersebut.
Carver & Scheier (1989) mengemukakan aspek-aspek SMM yang
digunakan oleh individu yang termasuk dalam SMM - M adalah:
a. Perilaku aktif (active coping)
Merupakan proses pengambilan langkah- langkah aktif untuk mencoba
memindahkan/menghindari tekanan/memperbaiki dampaknya. Cara ini melibatkan
pengambilan tindakan langsung, peningkatan upaya individu dan mencoba untuk
melaksanakan SMM yang bijak.
b. Perencanaan (planning)
Perencanan adalah memikirkan bagaimana mengatasi tekanan. Perencanaan
melibatkan strategi-strategi tindakan, memikirkan tindakan yang diambil dan
menentukan cara penanganan terbaik untuk memecahkan masalah.
c. Penyempitan dalam wilayah bidang fenomena individu (Suppression of
competing).

19
Individu dapat menahan diri untuk tidak terlibat dalam aktivitas -aktivitas
kompetitif atau menahan alur informasi yang bersifat kompetitif agar bisa
berkonsentrasi penuh pada tantangan/ancaman yang dihadapi.
d. Pengekangan diri ( restraint coping)
Pengekangan diri merupakan suatu respon yang bersifat menahan diri yang
dianggap bermanfaat dan diperlukan untuk mengatasi tekanan.
e. Mencari dukungan sosial (seeking social support for instrumental reasons)
Mencari dukungan sosial adalah upaya untuk mencari dukungan sosial, seperti
mencari nasihat, informasi, dan bimbingan.
f. Mencari dukungan sosial secara emosional (seeking social support for emotional
reasons)
Maksudnya merupakan upaya untuk mencari dukungan sosial seperti,
mendapat dukungan moral, simpati/pengertian.
2. Strategi Mengatasi Masalah yang Berorientasi pada Emosi (SMM-E)
Strategi menghadapi masalah yang berorientasi pada emosi (SMM- E)
digunakan untuk mengurangi respon-respon emosional pada stres dengan
mengubah pikiran atau perasaan individu terhadap sumber stres tersebut. Bila
individu tidak mampu mengubah kondisi yang SMM-E ditujukan untuk
mengurangi atau mengatasi tekanan emosional yang berkaitan dengan situasi yang
terjadi. Cara ini lebih cenderung muncul pada saat individu merasa bahwa tekanan
dipandang sebagai sesuatu yang harus dijalani (Coyne & Lazarus, 1981).
Aspek-aspek dalam SMM- E menurut Aldwin & Revenson (1987) terdiri dari:
a. Pelarian diri dari masalah (Escapism).
Individu berusaha menghindari masalah dengan makan, tidur, merokok
berlebihan, atau mengandaikan dirinya berada pada situasi lain yang
menyenangkan.
b. Pengurangan beban masalah (Minimization)
Meliputi usaha SMM yang disadari untuk tidak memikirkan
masalah/bersikap seolah- olah tidak ada sesuatu yang terjadi.
c. Menyalahkan diri (self blame)

20
Merupakan bentuk SMM yang lebih diarahkan ke dalam daripada
berusaha untuk keluar dari masalah.
d. Pencarian makna (seeking meaning)
Merupakan usaha pencarian makna kegagalan yang dialami dan
mencoba untuk menemukan jawaban dari masalah dengan melihat segi-
segi penting dalam kehidupan.
Sementara menurut Carver & Scheier (1989) aspek yang termasuk dalam SMM-E adalah
sebagai berikut:
a. Berpikir positif dan pertumbuhan (positive reinterpretation and growth)
Adalah penanggulangan masalah yang ditujukan untuk mengatasi tekanan
emosi daripada dengan tekanan itu sendiri.
b. Penerimaan (acceptance)
Merupakan sebuah respon SMM secara fungsional, dengan dugaan bahwa
individu yang menerima kenyataan yang penuh tekanan dipandang sebagai individu
yang berupaya untuk menghadapi situasi yang terjadi. Penerimaan menggambarkan
sikap menerima suatu tekanan sebagai suatu kenyataan dan sikap menerima karena
belum ada strategi aktif SMM dapat diterapkan.
c. Kembali pada agama (turning to religion)
Merupakan upaya yang dilakukan individu untuk kembali pada agama, ketika
berada pada tekanan untuk berbagai macam alasan: agama dapat berperan sebagai
sumber dukungan moral, sarana untuk memperkuat sikap berpikir yang positif,
sebagai SMM aktif terhadap tekanan.
d. Berfokus pada pengekspresian perasaannya (focus on and venting emotion)
Merupakan upaya yang dilakukan individu dengan cara mengekspresikan
perasaannya.
e. Penyangkalan (denial)
Merupakan respon SMM individu dengan menolak/menyangkal suatu realita.
f. Penyimpangan perilaku (behavioral disengagement)
Adalah kecenderungan untuk menurunkan upaya dalam mengatasi tekanan,
bahkan menyerah/menghentikan upaya untuk mencapai tujuan. Penyimpangan

21
perilaku disebut juga ketidakberdayaan (helplessness). Paling banyak terjadi pada
saat individu tidak mengharapkan hasil yang tidak terlalu baik.
g. Penyimpangan mental (mental disengagement)
Terjadi melalui suatu variasi aktivitas yang luas yang memungkinkan
terhalangnya individu untuk berpikir tentang dimensi perilaku dan tujuan.
Menggunakan aktivitas alternatif untuk melupakan permasalah, seperti melamun,
tidur/menenggelamkan diri dengan menonton TV.
h. Penyimpangan dalam penggunaan alkohol (alcohol-drug disengagement)
Merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk menghilangkan tekanan
melalui pemakaian obat- obatan/minum- minuman keras.
J. Keputusan Mengakhiri Hubungan
Tahapan perubahan merepresentasikan susunan sikap, intensi, dan perilaku yang
berhubungan dengan kesiapan seseorang dalam menghadapi siklus perubahan perilaku
tertentu (Prochaska & Norcross, 2010). Terdapat 5 tahapan dalam mempelajari perubahan
perilaku untuk mengakhiri hubungan, yaitu precontemplation, contemplation,
preparation, action, dan maintenance.
Tahapan ini secara ideal terjadi secara berurutan, namun pada beberapa kasus
dapat terjadi fiksasi pada suatu tahapan tertentu, dimana mungkin adanya hambatan yang
dapat menghentikan langkah perubahan tersebut atau tidak melewati satu atau lebih
tahapan tertentu dan langsung memasuki tahapan lainnya. Jika pada suatu tahapan
seseorang mengalami kegagalan dalam penyelesaian tugasnya, maka ia dapat mengalami
kemunduran ke tahapan awal.
Seseorang juga dapat menjalani tahapan-tahapan tersebut berkali-kali hingga
akhirnya benar-benar mampu mengubah perilaku yang ditargetkan secara permanen
Tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
a. Precontemplation: Seseorang tidak menyadari tindak kekerasan yang diberikan oleh
pasangan dapat disebabkan karena ia tidak mengetahui efek jangka panjang dari
tindak kekerasan yang diterima pada dirinya dan tidak memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai dampak kekerasan bagi fisik maupun psikologisnya serta profil
pelaku yang sebenarnya.

22
b. Contemplation: Pada tahap ini korban mulai menyadari dampak kekerasan bagi
dirinya di masa yang akan datang. Mereka memahami bahwa kekerasan yang dialami
adalah suatu permasalahan yang serius dan harus ditindaklanjuti, oleh karena itu
mereka mulai berpikir untuk keluar dari hubungan dengan kekerasan tersebut.
c. Preparation: Korban kekerasan dalam pacaran yang berada pada tahapan ini mulai
mengatur rencana apa saja yang dilakukan untuk melepaskan diri dari kekerasan yang
dialami. Contohnya adalah membuat rencana melaporkan pasangan pada pihak yang
berwajib, menjauhkan diri dari pasangan dengan cara tidak menghubunginya lagi, dan
lain-lain.
d. Action: Tahapan ini merupakan tahapan dimana rencana-rencana yang telah dibuat di
tahapan sebelumnya dilaksanakan. Aspek yang menonjol dalam tahap ini adalah
aspek behavioral, dimana perubahan dapat dilihat dari perilaku tampak yang
merupakan manifestasi dari rencana-rencana tersebut.
e. Maintenance: Korban kekerasan yang sudah berada dalam tahap maintenance benar-
benar sudah melepaskan diri dari hubungan pacaran berkekerasan tersebut dan
tugasnya kini adalah melakukan hal-hal yang dapat secara permanen membangun
dirinya yang baru, bebas dari kekerasan. Contoh aktivitasnya seperti membangun
hubungan baru dengan orang lain yang lebih baik, mendekatkan diri dengan teman
dan keluarga, menghilangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan mantan
pasangan dan lain-lain.

23
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia (Hadi, 2010). Biasanya
berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal
dengan pernikahan. Pada kenyataannya, penerapan proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan
yang sebenarnya. Manusia yang belum cukup umur dan masih jauh dari kesiapan memenuhi
persyaratan pernikahan telah dengan nyata membiasakan yang semestinya tidak mereka lakukan.

Berpacaran dihadapkan pada situasi yang menuntut harus mampu menyesuaikan diri
bukan hanya terhadap dirinya sendiri tetapi juga pasangannya. Tidak jarang hubungan
berpacaran diwarnai dengan kasus kekerasan terutama dilakukan oleh laku-laki. Pada umumnya,

24
sangat sedikit masyarakat yang tahu adanya kekerasan yang terjadi dalam pacaran, karena
sebagian besar menganggap bahwa masa pacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang
indah. Ini adalah salah satu bentuk ketidaktahuan masyarakat akibat kurangnya informasi dan
data dari laporan korban mengenai kekerasan dalam pacaran tersebut.

Pada umumnya berpacaran yang serius akan berlanjut ke arah jenjang pernikahan. Oleh
karena itu, masa berpacaran adalah masa untuk membangun suatu hubungan yang kuat dengan
saling menerima setiap kelebihan dan kekurangan pasangan. Dapat disimpulkan bahwa pacaran
adalah suatu proses yang melibatkan dua orang berlawanan jenis kelamin dan mereka melakukan
aktivitas bersama dengan tujuan untuk saling mengenal satu sama lain, memahami karakteristik
pribadi masing-masing, dan belajar membina hubungan sehingga pasangan mendapatkan rasa
aman dan berharga serta sebagai persiapan sebelum menikah

DAFTAR PUSTAKA
Annisa Rifka. (2008). Kekerasan dibalik Cinta. Yogyakarta: Women’s Crisis Center.

Arifin,Zainal (2011). Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma pacaran. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Denmasagoenk. (2007). Kekerasan Emosional Dalam Pacaran, Diam-Diam mematikan.


Kompas.

Erpina Panduwinata Nainggolan. (2014). Kekerasan Dalam Pacaran yang Dialami


Mahasiswi di Asrama Lili. Skripsi. Universitas Advent Indonesia.

Fromm, Erich. (2010). Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

25
Gunarsa, S.D, dan Gunarsa, Y.S.D. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta: Gunung Mulia.

Kartini Kartono. (1995). Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: CV Mandar


Maju.

Murniati, Nunuk A. (2004). Getar Gender. Magelang: Indonesia Tera.

Santrock, John W. (2003). Adolescence. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta:


Erlangga.

Widianti, Dian. (2006). Ensiklopedi Cinta. Bandung: Mizan Media Utama.

SR. (2012). Kekerasan dalam pacaran: Sarankan segera putuskan hubungan bila anak
mengalaminya. Kartini, 2332, 69.

Ferlita, Gracia. (2008). Terhadap Kekerasan dalam Berpacaran (Penelitian Pada


Mahasiswi Reguler Universitas Esa Unggul yang Memiliki Pacar). Jurnal Psikologi 06(01);10-
24.

Kango, Umin. (2009). Bentuk-bentuk Kekerasan yang Dialami Perempuan. Jurnal


Legalitas. 02(01); 13-20.

Hurlock, Elizabeth B. (1992). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta: PT Erlangga.

Rifka Annisa. (2012). Diakses dari lawforwo.multiply.com/journal/item/36/Kekerasan-


dalam-Pacaran. Pada tanggal 5 Desember 2012, Jam 15.30 WIB

26

Anda mungkin juga menyukai