Anda di halaman 1dari 23

KEGIATAN BELAJAR 1: KONSEP DASAR DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK

TERPADU

A. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Setelah anda mempelajari materi dalam kegiatan belajar ini, diharapkan


dapat menguasai konsep dasar dalam pembelajaran tematik terpadu

B. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Subcapaian pembelajaran pada mata kegiatan belajar 1: Konsep Dasar


dalam Pembelajaran Tematik Terpadu meliputi:
1. Menjelaskan pengertian pembelajaran tematik terpadu;
2. Menganalisis karakteristik pembelajaran tematik terpadu;
3. Menganalisis landasan dan teori belajar dalam pembelajaran terpadu;
4. Menganalisis prinsip pembelajaran tematik terpadu;
5. Menganalisis tujuan pembelajaran tematik terpadu;
6. Menganalisis manfaat pembelajaran tepadu.

C. Uraian Materi

1. Pengertian Pembelajaran Terpadu


Pembelajaran terpadu atau integrated learning lahir dari konsep
kurikulum terpadu atau integrated curriculum. Hal ini berarti implementasi
kurikulum 2013 dapat disebut dengan kurikulum terpadu atau integrated
curriculum. Wolfinger (Kadir & Asrohah, 2015) menjelaskan Kurikulum
terpadu adalah kurikulum yang menggabungkan sejumlah disiplin ilmu
melalui pemaduan isi, keterampilan, dan sikap. (Hernawan & Resmini, 2009)
menjelaskan rasional keterpaduan pembelajaran tematik diantaranya adalah:

a. Kebanyakan masalah dan pengalaman belajar bersifat interdisipliner,


sehingga untuk memahami, mempelajari dan memecahkannya
diperlukan multi-skill.
b. Adanya tuntutan interaksi kolaboratif yang tinggi dalam memecahkan
berbagai masalah.
c. Memudahkan anak membuat hubungan antarskemata dan transfer
pemahaman antar konteks.
d. Demi efisiensi.
e. Adanya tuntutan keterlibatan anak yang tinggi dalam proses
pembelajaran.

Pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan sejatinya berdasarkan


kurikulum terpadu baik dari segi perencanaan dan pelaksanaanya, artinya
perencaan pembelajaran harus didesain secara terpadu, juga demikian

5
dengan pelaksanaannya dilaksanakan secara tepadu, hal dimaksudkan
agar proses pembelajaran dapat memberikan pengalaman yang bermakna
kepada peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran
terpadu, peserta didik akan memahami konsep-konsep yang dipelajari
dengan pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain
yang sudah dipahami (Hernawan & Resmini, 2009).

Berikut ini beberapa definisi pembelajaran terpadu yang dihimpun


dari berbagai teori yang dijelaskan oleh Hernawan & Resmini (2015) yaitu:

1. Bahwa pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan pembelajaran


yang menghubungkan berbagai mata pelajaran yang mencerminkan
dunia nyata di sekeliling serta dalam rentang kemampuan dan
perkembangan anak;

2. Bahwa pembelajaran terapdu merupakan suatu cara untuk


mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara serempak
(simultan);

3. Bahwa pembelajaran tearpadu berarti merakit atau menggabungkan


sejumlah konsep dalam beberapa mata pelajaran yang berbeda, dengan
harapan siswa akan belajar dengan lebih baik dan bermakna.

Demikian juga yang dijelaskan (Sumantri, 2014) bahwa pembelajaran


terpadu berarti pembelajaran yang menjadikan tema sebagai center of interest
yang dipadukan dengan keterampilan bahasa sehingga identitas mata
pelajaran tidak lagi menjadi perhati dalam pelaksanaan pembelajaran
terpadu. Disamping itu juga, dijelaskan bahwa pembelajaran terpadu
merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada praktek pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak (Indriasih, 2015)

Pembelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat


perhatian (center of interest) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala
dan konsep lain, baik yang berasal dari mata pelajaran yang bersangkutan
maupun dari mata pelajaran lainnya.

Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan yang


berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak. Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang
menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan
pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori pembelajaran ini dimotori
para tokoh Psikologi Gestalt, (termasuk teori Piaget) yang menekankan
bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan menekankan juga

6
pentingnya program pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan
perkembangan anak.

Pelaksanaan pendekatan pembelajaran terpadu ini bertolak dari suatu


topik atau tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama-sama
dengan anak. Tujuan dari tema ini bukan hanya untuk menguasai konsep-
konsep mata pelajaran, akan tetapi konsep-konsep dari mata pelajaran terkait
dijadikan sebagai alat dan wahana untuk mempelajari dan menjelajahi topik
atau tema tersebut. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional,
maka pembelajaran terpadu tampaknya lebih menekankan pada keterlibatan
anak dalam proses belajar atau mengarahkan anak secara aktif terlibat dalam
proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pendekatan pembelajaran
terpadu ini lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil
melakukan sesuatu (learning by doing).

Salah satu metode untuk mengintegrasikan keterkaitan mata pelajaran


sebagai karakteristik kurikulum terpadu, sebagaimana (Meinbach et al.,
2000) menjelaskan adalah metode webbing. Webbing menggambarkan suatu
jaring dimana setiap mata jaring saling terkait erat. Analogi ini sebagai
gambaran yang menunjukkan bahwa kurikulum terpadu pendekatan
webbing (tema/topick dan/ atau mata pelajaran saling berhubungan erat, dan
setiap tema sebagai wadah ilmu) yang saling berhubungan.

McManus menjelakan guru dengan menuliskan kata Cummunities di


papan tulis kemudian siswa melengkapi kata-kata, ide, dan konsep sesuai
kata yang ditulis d papan tulis, siswa aktif belajar, diskusi dan memahami
bahwa suatu ilmu memiliki tema yang yang erat kaitannya antara ilmu yang
satu dengan yang lainnya. Sebagaimana di kemukakan McManus di atas,
Bean (1977: 4-8) memberi Langkah yang perlu dipamahi bagaimana
merumuskan dimensi-dimensi bahwa kurikulum (bahan ajar saling terkait)
(dimensions of curriculum integration). Dimensi ini meliputi empat langkah,
yaitu (1) integration of experience, (2) social integration, (3) integration of
knowledge, (4) integration as a curriculum design.

a. Integrasi Pengalaman

Kurikulum bukan hanya materi pelajaran (curriculum as content)


sebagaimana dianut oleh kurikulum konvensional (desain kurikulum
hanya mengutamakan pada mata pelajaran yang ketat), melaikan
kurikulum berhubungan dengan integrasi pengalaman (integration of
experience). Hal ini sebagaimana Caswel dan Campabel (dalam
Longstreet dan Shane, 1983:43) mengemukakan kurikulum “all of the
experiences children have under the guidance of teachers”. Maksudnya,

7
seluruh pengalaman belajar anak-anak di bawah bimbingan guru di
sekolah. Pengalaman ini meliputi pengalaman lahir (fisik) dan jiwa
(psikhis). Kedua pengalaman belajar anak ini terkait secara berkelindan
(tidak dapat dipisahkan). Materi kurikulum terpadu (tematik) akan
mudah dikuasai anak manakala disertai pengalaman (belajar bukan
hanya mengaktifkan kognitif). Belajat tanpa mengalami atau
melakukan/melibatkan jasmani-rohani maka mudah lupa. Para
penganut psikologi Gestalt (Gestalis) berpendapat bahwa hasil belajar
bukan ditentukan oleh kognitif saja, atau afektif dan psikomotor,
melainkan keberhasilan belajar secara integral berdasarkan pengalaman
yang dilakukan melalui kegiatan fisik dan psikhis
(seluruh tubuh)

b. Integrasi Sosial

Implementasi kurikuum terintegrasi terkait erat dengan intergrasi


kehidupan sosial anak (social integration), anak didik di sekolah baik di
kelas atau pun di luar kelas. Mereka berbaur berkomunikasi saling
berbagi permainan atau pengalaman baik dengan teman sekelas, kakak
kelas, bahkan komunikasi dengan bapak-ibu guru termasuk dengan staf
sekolah. Hubungan sosial anak-anak ini di lingkungan sekolah secara
tidak langsung terlibat sedang mengembangkan kurikulum integrasi
(tema pelajaran diaktualisasikan oleh anak melalui berbagi aktivitas
sosial: saling tukar ceritra/pikiran, permainan, mengerjakan tugas-tugas
secara berkelompok seperti pengamatan) dan sebagainya. Beane
menggambarkan intergrasi sosial … the concept social integration (usualy
in the from of at temps at developing “claassroom communities”), the
integration of school and community life, and the use of problem-centered,
integrated curriculum (Beane, 1997) 6). Ungkapan ini, menggambarkan
komunitas kelas (hubugan antar anak-anak di kelas/sekolah) sebagai
realisasi integrasi sosial.

c. Integrasi Pengetahuan

Karakteristik kurikulum terpadu (curriculum integration) menolak


pragmentasi kurikulum (kurikulum yang terpecah-pecah/mata
pelajaran yang satu dengan yang lainnya tidak ada hubungan). Sebagai
akibat pragentasi kurikulum menimbulkan semboyan “knowledge is
power”. Artinya, kurikulum yang memuat pengetahuan identik dengan
kekuasaan. Pada gilirannya pengetahuan sebagai kekuasaan dapat kita
perhatian perkembangan sains-teknologi bukan untuk kemaslahatan
umat manusia, tetapi manusia saling tindas-memindas, lingkungan
semakin rusak dan benca di berbagai belahan dunia, dan sebagainya.

8
Penetrasi dari berbagai kejadian destruktif (kerusakan) ini, mulailah
kurikulum berorientasi pada kurikulum “integrasi” .Kurikulum
terintegrasi dikembangkan mulai Pendidikan dasar (SD/MI) hingga
perguruan tinggi (PT/Universitas). (Beane, 1997) menjelaskan “… the
structure of a self-contained elementary school classroom, like the structure of
“interdisipliner …”. Maksudnya, sturktur kurikulum Pendidikan dasar
menekankan interdisipliner (antara bidang-bidang mata pelajaran tidak
berdiri sendiri, melainkan saling terkait/terintegrasi). Misalnya, asumsi
konsep kurikulum interdeisipliner bahwa pemecahan problema
kehidupan yang dihadapi umat manusia bersifat kompleks sehingga
tidak cukup menyelesaikan masalah hanya oleh satu bidang studi
(seperti: Matematika atau IPA) saja, melainkan akan memerlukan bidang
studi yang lainnya (Agama, IPS, Bahasa) dan sebagainya. Dengan
menterpadukan mata pelajaran-mata pelajaran secara sistemik, maka
akan memudahkan penyelesaian problematikan yang dihadapi oleh
umat manusia

d. Desain Kurikulum Integrasi

Mendesain (merancang) kurikulum berbeda dengan mendesain


sebuah pakian oleh tukang jahit. Mendesain kurikulum lebih sulit sebab
indentik dengan mendesain berbagai kompetensi peserta didik baik
aspek pengetahuan, sikap, minat, bakat, kebutuhan dan keterampilan.
Desain kurikulum integtrasi berbeda dengan desain kurikulum
akademik. Desain kurikulum akademik bersifat kognitifistik. Desain
kurikulum terpadu harus mampu menterpadukan secara seimbang
keterpaduan mata pelajaran secara interdisipliner antara bidang studi
(mata pelajaran) secara utuh, sehingga nampak perbedaan desain
kurikulum terpadu dengan desain kurikulum yang lainnya.

Desain kurikulum terpadu yang dipandang relevan sebagaimana


(Sukmadinata, 2005) menjelaskan, yaitu “The Core Design”. Selanjutnya
Sukmadinata menjelaskan bahwa The core design kurikulum timbul
sebagai reaksi untama kurikulum separate subject design (kurikulum yang
sifatnya terpisah-pisah). Dalam mengintegrasikan (menterpadukan)
bahan ajar salah satu variasi konsep The Core Design adalah “The Fused
Core”. Model ini menekankan pengintegrasian bukan hanya dua atau
tiga pelajaran tetapi lebih banyak. Sejarah, Geografi, Antropologi,
Sosiologi, Sains, Ekonomi dipadukan (dintegrasikan) menjadi Studi
Kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema masalah
umum yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang.

9
Dengan demikian, kurikulum terpadu dalam pengertian umum
merupakan usaha mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai mata
pelajaran yang menghasilkan kurikulum integrated atau terpadu. Integrasi ini
tercapai dengan memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan
pemecahannya dengan bahan dari segala macam disiplin atau mata pelajaran
yang diperlukan. Bahan mata pelajaran menjadi instrumental dan fungsional
untuk memecahkan masalah itu. Oleh karena itu, seyogyanya kurikulum
terpadu ini perlu dirumuskan melalui pendekatan yang komprehensif, sehingga
mampu menjelaskan realitas yang sebenarnya. Hal tersebut sebagai landasan
pengembangan, cara dan proses pengembangan dalam pencapaian tujuan
pendidikan. Karena hakikat dari pendidikan adalah perubahan, dari yang tidak
tahu menjadi tahu, dan setelah mengetahui kemudian mengamalkannya.
2. Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu
Karakteristik pembelajaran terpadu merujuk pada penjelasan dari
(Kemendikbud, 2016) terdiri dari sebagai berikut:

a. Pembelajaran terpadu berpusat pada peserta didik (student centered). Hal


ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak
menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar. Peran guru lebih
banyak sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan
kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
b. Pembelajaran terpadu dapat memberikan pengalaman langsung
kepada peserta didik (direct experiences). Dengan pengalaman langsung
ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar
untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c. Dalam pembelajaran terpadu pemisahan antarmata pelajaran menjadi
tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan
tema pembelajaran yang secara makna berkaitan dengan kehidupan
siswa.
d. Pembelajaran terpadu menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata
pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, peserta
didik dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini
diperlukan untuk membantu peserta didik dalam memecahkan masalah
yang dihadapi dikehidupan sehari-hari.
e. Pembelajaran terpadu bersifat luwes (fleksibel), sebab guru dapat
mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran
yang lainnya, bahkan dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan
di mana sekolah dan peserta didik berada.

10
f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan
kebutuhan peserta didik. Dengan demikian, peserta didik diberi
kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Disamping itu, (Sumantri, 2014) mengidentifikasi karakteristik


pembelajaran terpadu terdiri dari pembelajaran berbasis pada pengalaman
peserta didik, integratif, holistik, dan interaktif. Berdasarkan karakteristik di
atas, dapat temukan kelebihan pembelajaran terpadu dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional. Anda dapat membandingkan hasil analisis
Anda dengan beberapa kelebihan pembelajaran terpadu yang diidentifikasi
(Hernawan & Resmini, 2009) berikut ini.

a. Pengalaman dan kegiatan belajar akan selalu relevan dengan tingkat


perkembangan siswa.
b. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran
terpadu sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
c. Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi siswa sehingga hasil
belajar akan dapat bertahan lebih lama.
d. Pembelajaran terpadu dapat menumbuh kembangkan keterampilan
berpikir siswa.
e. Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai
dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam
lingkungannya.
f. Menumbuhkembangkan keterampilan sosial siswa seperti kerja sama,
toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain.
3. Landasan dan Teori Belajar dalam Pembelajaran Terpadu

3.1 Landasan Pembelajaran Terpadu


Pembelajaran terpadu diterapkan dengan berlandaskan pada
landasan filsafat dan landasan pedagogis, dan juga landasan yuridis
(Kemendikbud, 2016). Disamping itu (Hernawan & Resmini, 2009)
menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu mengacu pada landasan filosofis,
landasan psikologis, dan landasan praktis. Berikut ini penjelasan Hernawan
& Resmini (2015) demikian juga yang dijelaskan oleh Kemendikbdud (2016)
yaitu bahwa landasan filosofis penerapan pembelajaran terpadu terdiri dari
filsafat: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme, dan (4)
perenialisme. Berikut ini penjelasannya:

1. Aliran progresivisme, progresivisme memandang sekolah sebagai alat


untuk mempertahankan kehidupan tradisi dan lembaga dari perspektif
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu implikasinya
dalam proses pembelajaran terpadu perlu sekali ditekankan pada: (a)

11
pembentukan kreativitas, (b) pemberian sejumlah kegiatan, (c) suasana
yang alamiah (natural), dan (d) memperhatikan pengalaman siswa.

2. Aliran konstruktivisme melihat bahwa pembelajaran terpadu dapat


dilaksanakan dengan memberikan pengalaman langsung siswa (direct
experiences) peserta didik, aliran ini dijelaskan dalam panduan
pembelajaran termatik terpadu sebagai rekonstruksionisme yang berarti
mengutamakan tujuan pembelajaran, sehingga hampir semua
kurikulum menerapkan pendekatan tujuan.

3. Aliran humanisme yang mengakui peserta didik dari segi: (a)


keunikan/kekhasannya, (b) potensinya, dan (c) motivasi yang
dimilikinya. Siswa selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan.
Demikian juga yang dijelaskan Kemendikbud (2016) bahwa
humanisme menghendaki proses pembelajaran yang mengembangkan
aspek-aspek kemanusiaan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur
pengembangan pendidikan karakter, seperti: kerja sama, toleransi, kerja
keras, integritas, disiplin, bermoral, dan tanggung jawab, baik terhadap
diri sendiri maupun terhadap masyarakat. Implikasi dari hal tersebut
dalam kegiatan pembelajaran yaitu: (a) layanan pembelajaran selain
bersifat klasikal, juga bersifat individual, (b) pengakuan adanya siswa
yang lambat dan siswa yang cepat, (c) penyikapan yang unik terhadap
siswa baik yang menyangkut faktor personal/individual maupun yang
menyangkut faktor lingkungan sosial/kemasyarakatan. Secara fitrah
siswa memiliki bekal atau potensi yang sama dalam upaya memahami
sesuatu. Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pembelajaran
yaitu: (a) guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi, (b)
siswa disikapi sebagai subjek belajar yang secara kreatif mampu
menemukan pemahamannya sendiri, (c) dalam proses pembelajaran,
guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman pendamping,
pemberi motivasi, penyedia bahan pembelajaran, dan aktor yang juga
bertindak sebagai siswa (pembelajar). Dilihat dari motivasi dan minat,
siswa memiliki ciri tersendiri. Implikasi dari pandangan tersebut dalam
kegiatanpembelajaran yaitu: (a) isi pembelajaran harus memiliki manfaat
bagi siswa secara aktual, (b) dalam kegiatan belajarnya siswa harus
menyadari penguasaan isi pembelajaran itu bagi kehidupannya, dan (c)
isi pembelajaran perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan,
pengalaman, dan pengetahuan siswa.

4. Aliran Perenialisme, Perenialisme berpendapat sekolah berfungsi


sebagai alat untuk memelihara dan memperbaiki masyarakat, sehingga
muncul pendekatan berbasis aktivitas, dan pendekatan kontekstual.

12
Implikasi faham ini, bahwa pembelajaran tematik terpadu dapat
diterapkan dengan pelaksanaan pembelajaran berbasis aktif learning
dan konstekstual learning.

Sementara itu, selain menggunakan landasan filosofis di atas,


pendidikan di Indonesia merujuk pada landasan falsafah negara
Pancasila, UUD 45, dan ajaran Ki Hajar Dewantara. Dengan demikian
kurikulum nasional harus dapat mewujudkan landasan pendidikan tersebut
yang telah dijabarkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 1 Butir 1 yang menyatakan, “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.” Nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila harus tumbuh dalam diri siswa, baik dalam Kurikulum 2006
maupun Kurikulum 2013 yang dikembangkan dengan membawa amanah
harus mampu menumbuhkan nilai-nilai Pancasila dalam jiwa siswa.
Kurikulum berakar pada budaya lokal dan bangsa memiliki arti bahwa
kurikulum harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dari
budaya setempat dan nasional tentang berbagai nilai yang penting.
Kurikulum juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpartisipasi dalam mengembangkan nilai-nilai budaya setempat dan
nasional menjadi nilai budaya yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari
dan menjadi nilai yang dikembangkan lebih lanjut untuk kehidupan di masa
depan. Hal ini sesuai dengan falsafah yang telah diuraikan di atas dalam
rangka membangun generasi emas yang berkarakter, beriman, bertakwa,
cerdas, memiliki keterampilan untuk meningkatkan kemampuan dirinya,
masyarakat, dapat berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara
yang bermartabat serta turut membangun peradaban bangsanya
(Kemendikbdud, 2016).

Selain itu, terdapat landasan pedagogis yang berarti bawah


pengembangan pendidikan di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtdiaiyah
dilandasi tiga aspek utama, yaitu karakteristik pendidikan di Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtdiaiyah, karakteristik psikologis peserta didik, dan
karakteristik sosio-budaya peserta didik. Pendidikan dasar memiliki
karakter yang khas yang membedakannya dengan pendidikan menengah.
Pendidikan menengah lebih menekankan penguasaan akademik, sementara
pendidikan dasar lebih menekankan pendidikan karakter/kepribadian, dan
literasi. Karakteristik siswa Sekolah Dasar/Madrasah Ibtdiaiyah juga

13
tergolong unik. Siswa Sekolah Dasar/Madrasah Ibtdiaiyah kelas rendah
(kelas 1,2, dan 3) tergolong usia dini, sementara kelas tinggi (kelas 4,5,dan 6)
tergolong anak-anak dan awal remaja. Di samping itu karakteristik siswa ini
tentu berbeda dari segi aspek kognitif, afektif, latar belakang sosial
ekonomi, budaya, lingkungan tempat tinggal, dan perkembangan
bahasa. Dengan demikian peran guru sebagai perencana, pelaksana, penilai
dan fasilitator siswa sangatlah penting. Di samping itu peran guru sebagai
model, terutama sebagai model perilaku, model model berbahasa, sebagai
model teman, saudara atau pengganti orang tua sangatlah perlu
diperhatikan.

Pandangan-pandangan psikologis yang melandasi pembelajaran


terpadu (Hernawan & Resmini, 2015) dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Pada dasarnya masing-masing siswa membangun realitasnya sendiri.


Dengan kata lain, pengalaman langsung siswa adalah kunci dari
pembelajaran yang berarti bukan pengalaman guru yang ditransfer
melalui berbagai bentuk media.

2. Pikiran seseorang pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk


mencari pola dan hubungan antara gagasan-gagasan yang ada.
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk menemukan pola
dan hubungantersebut dari berbagai disiplin ilmu.

3. Pada dasarnya siswa adalah seorang individu dengan berbagai


kemampuan yang dimilikinya dan mempunyai kesempatan untuk
berkembang. Dengan demikian, peran guru bukanlah satu-satunya
pihak yang paling menentukan, tetapi lebih banyak bertindak sebagai tut
wurihandayani.

4. Keseluruhan perkembangan anak adalah terpadu dan anak melihat


dirinya dan sekitarnya secara utuh (holistik).

Disamping itu juga terdapa landasan praktis diperlukan karena pada


dasarnya guru harus melaksanakan pembelajaran terpadu secara aplikatif di
dalam kelas (Hernawan & Resmini, 2015). Sehubungan dengan hal tersebut,
maka dalam pelaksanaannya pembelajaran terpadu juga dilandasi oleh
landasan praktis yaitu sebagai berikut.

1. Perkembangan ilmu pengetahuan begitu cepat sehingga terlalu banyak


informasi yang harus dimuat dalam kurikulum.

2. Hampir semua pelajaran di sekolah diberikan secara terpisah satu sama


lain, padahal seharusnya saling terkait.

14
3. Permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sekarang ini
cenderung lebih bersifat lintas mata pelajaran (interdisipliner) sehingga
diperlukan usaha kolaboratif antara berbagai mata pelajaran untuk
memecahkannya.

4. Kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktek dapat dipersempit


dengan pembelajaran yang dirancang secara terpadu sehingga siswa akan
mampu berpikir teoritis dan pada saat yang sama mampu berpikir
praktis.

Selain ketiga landasan di atas, dalam pelaksanaan pembelajaran


terpadu sebenarnya perlu juga dipertimbangkan landasan lainnya yaitu
landasan sosial- budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Kenapa? Karena pembelajaran selalu mengandung nilai
yang harus sesuai dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Di samping
itu, keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi juga oleh lingkungan.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan
budayanya, harus menjadi dasar dan acuan untuk mencapai keberhasilan
pembelajaran terpadu. Landasan IPTEK diperlukan dalam pengembangan
pembelajaran terpadu sebagai upaya menyelaraskan materi pembelajaran
terpadu dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia
IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung (Hernawan & Resmini,
2015).

3.2 Teori Belajar dalam Pembelajaran Terpadu


Terdapat berbagai teori yang dapat digunakan untuk
mengoptimalkan proses pembelajaran terpadu diantaranya sebagai berikut:

a. Teori belajar konstruktivisme

Teori belajar konstruktivis ini menyatakan bahwa peserta didik


harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan- aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi peserta
didik agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,
mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu
untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Agustina,
2014).

Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori


pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti
teori Bruner (Slavin, 2002). Menurut teori kontruktivis ini, satu prinsip
yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru
tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada peserta didik.

15
Peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan di dalam
benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini,
dengan memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan atau
menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar peserta didik
menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri
untuk belajar

b. Teori Perkembangan Piaget

Teori belajar perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan


oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan.
Pengetahuan dating dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-
pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan
teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu
memperjelas pemikiran yang pada akhirnya mmbuat pemikiran itu
menjadi lebih logis (Agustin et al., 2020).

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang


memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak
secara aktif membangun system makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan interaksiinteraksi mereka. Menurut Piaget
(dalam Slavin, 2002 (Agustina, 2014), perkembangan kognitif sebagian
besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan
aktif berikteraksi dengan lingkungannya.

Menurut Piaget seorang maju melaui empat tahap perkembangan


kognitif, antara lahir dan dewasa, yaitu: tahap sensimotor, pra
operasional, operasional kongkrit, dan operasi formal. Tahap-tahap
perkembangan kognitif (Agustina, 2014) tersebut dijabarkan dalam tabel
sebagai berikut:

16
Berikut ini adalah implikasi penting dalam model pembelajaran
dari teori Piaget (Agustina, 2014):

a) Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak


sekadar pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban peserta didk,
guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga
sampai pada jawaban tersebut;

b) Memerhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan


aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas Piaget,
penyajikan pengetahuan jadi (ready- made) tidak mendapat
penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri
pengetahuan itu (discovery maupun inquiry) melalui interaksi
spontan dengan lingkungannya;

c) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan


perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh peserta
didik tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun
pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda.

Dalam proses pembelajaran adalah saat guru memperkenalkan


informasi yang melibatkan peserta didik menggunakan konsep-konsep
memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan
menggunakan pola-pola berpikir normal. Implikasi teori perkembangan
kognitif Piaget (Agustina, 2014) dalam pembelajaran adalah :

a) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh
karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan cara berfikir anak;

b) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi


lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya;

c) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi


tidak asing;

d) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya;

e) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling


berbicara dan diskusi dengan teman-temany

c. Teori pembelajaran John Dewey

Menurut Dewey (Agustina, 2014) metode reflektif di dalam


memecahkan masalah, yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-hati, yang

17
dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan yang definitif melalui lima
langkah berikut ini.

a) Peserta didik mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri
peserta didik itu sendiri;

b) Selanjutnya peserta didik akan menyelidiki dan menganalisis


kesulitannya dan menentukan masalah yang dihadapinya;

c) Lalu dia menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu atau


satu sama lain, dan mengumpulkan berbagai kemungkinan guna
memecahkan masalah tersebut. Dalam bertindak ia dipimpin oleh
pengalamannya sendiri;

d) Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis


dengan akibatnya maing-masing;

e) Selanjutnya ia mencoba mempraktikkan salah satu kemungkinan


pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan
membuktikan betul tidaknya pemecahan masalah itu.

d. Teori pemprosesan informasi

Teori ini menjelaskan pemerosesan, penyimpanan, dan


pemanggilan kembali pengetahuan dari otak. Peristiwa-peristiwa
mental diuraikan sebagai transformasi informasi dari input (stimulus) ke
output (respon). Model pemrosesan informasi dapat digambarkan
sebagai kumpulan kotak-kotak yang dihubungkan dengan garis-garis.
Kotak itu menggambarkan fungsi- fungsi atau keadaan system, dan
garis-garis menggambarkan transformasi yang terjadi dari satu keadaan
yang lain (Agustina, 2014).

e. Teori belajar bermakna David Ausubel

Teori Ausubel (Agustina, 2014) tentang belajar adalah belajar


bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang (Dahar, (Agustina, 2014). Faktor yang paling
penting yang memengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui
peserta didik. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian (Dahar, (Agustina,
2014)). Pernyataan inilah yang menjadi inti dari teori belajar Ausubel.

Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau


informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada
dalam struktur kognitif peserta didik. Berdasarkan teori Ausubel
(Agustina, 2014), dalam membantu peserta didik menanamkan

18
pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep
awal yang sudah dimiliki peserta didik yang berkaitan dengan konsep
yang akan dipelajari. Sehingga jika dikaitkan dengan model
pembelajaran berdasarkan masalah, di mana peserta didik mampu
mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep
awal yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya untuk suatu
penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata (Agustina, 2014).

f. Teori penemuan Jerome Bruner

Jerome Bruner (Agustina, 2014) yang dikenal dengan belajar


penemuan (Discovery Learning). Bruner menganggap, bahwa belajar
penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia, dan dengan sendirinya untuk mencari pemecahan masalah
serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang
benar-benar bermakna (Dahar, (Agustina, 2014).

Bruner (Agustina, 2014) menyarankan agar peserta didik


hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-
konsep dan prinsip- prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang
mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

g. Teori pembelajaran sosial Vygotsky

Vygotsky (Agustina, 2014) berpendapat seperti Piaget, bahwa


peserta didik membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan
kegiatan peserta didik sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan
bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis menentukan
fungsi- fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus-respons,
faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental
lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan
pengambilan keputusan.

Teori Vygotsky ini, lebih menekankan pada aspek social dari


pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan
terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan
mereka disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat
perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini.
Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya
muncul dalam percakapan dan kerja sama antar-individu sebelum
fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut
(Agustina, 2014).

19
Satu lagi ide penting dari Vygotsky adalah Scafolding yakni
pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal
perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya. Teori belajar
sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya (Agustina, 2014).

Berbeda dengan penganut behaviorisme lainnya, Bandura


(Agustina, 2014) memandang Perilaku individu tidak semata-mata
refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi
yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini,
bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral
terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling). pemberian reward dan punishment, seorang individu akan
berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori
belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip
kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut
Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold
method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode
rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan
Dollard dengan teori pengurangan dorongan (Agustina, 2014).

h. Teori pembelajaran perilaku Skinner. J

Skinner (Agustina, 2014), salah seorang tokoh yang sangat


berperan dalam teori pembelajaran perilaku yang telah mempelajari
hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya mengemukakan
bahwa belajar merupakan perubahan perilaku (Gredler, (Agustina,
2014). Prinsip yang paling penting dari teori belajar perilaku adalah
bahwa perilaku berubah sesuai dengan konsekuensi-konsekuensi
langsung dari perilaku tersebut. Konsekuensi yang menyenangkan
memperkuat perilaku, sedangkan konsekuensi- konsekuensi yang tidak
menyenangkan akan memperlemah perilaku.

Dengan kata lain konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan


akan meningkatkan frekuensi seseorang untuk melakukan perilaku
yang serupa (Budayasa, (Agustina, 2014). Konsekuensi yang
menyenangkan disebut penguat (reinforcer), sedangkan konsekuensi
yang tidak menyenangkan disebut hukuman (punishment). Penggunaan

20
konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan untuk mengubah perilaku sering disebut pengkondisian
operan (operant conditioning).
4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Tematik Terpadu

Prinsip pembelajaran terpadu didalamnya termasuk pembelajaran


tematik merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai
pemersatu dan pengikat materi dari beberapa mata pelajaran secara
terintegrasi dalam pertemuan tatap muka dan atau praktik pengamatan
pembelajaran (Suyono et al., 2017). (Trianto, 2016) menyatakan bahwa,
pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan
tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa. Tema yang
diberikan merupakan pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi topik
pembelajaran.

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam


pelaksanaan pembelajaran terpadu di sekolah dasar, terutama pada saat
penggalian tema- tema, pelaksanaan pembelajaran, dan pelaksanaan
penilaian. Dalam proses penggalian tema-tema perlu diperhatikan prinsip-
prinsip (Najah, 2017)sebagai berikut.

1. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat


digunakan untuk memadukan mata pelajaran;

2. Tema harus bermakna, maksudnya tema yang dipilih untuk dikaji harus
memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya;

3. Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa;

4. Tema yang dikembangkan harus mampu menunjukkan sebagian besar


minat siswa;

5. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa


otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar;

6. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang


berlaku serta harapan masyarakat;

7. Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan


sumber belajar.

21
Dalam proses pelaksanaan (Yulianto, 2021) pembelajaran terpadu
perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. Guru hendaknya tidak bersikap otoriter atau menjadi single actor yang
mendominasi aktivitas dalam proses pembelajaran;

2. Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam


setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok;

3. Guru perlu bersikap akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama


sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan pembelajaran.

Dalam proses penilaian pembelajaran terpadu perlu diperhatikan


prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian diri
(self evaluation) di samping bentuk penilaian lainnya;

2. Guru perlu mengajak para siswa untuk menilai perolehan belajar yang
telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan atau
kompetensi yang telah disepakati.

Kemendikbud (2013) menjelaskan beberapa prinsip yang berkenan


dengan pembelajaran tematik integratif yang harus diperhatikan sebagai
berikut: 1) Pembelajaran tematik integratif memiliki satu tema yang aktual
familiar dengan dunia pembelajar dan relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Tema ini menjadi pemersatu konsep materi yang beragam dari beberapa
muatan pelajaran. 2) Pembelajaran tematik integratif perlu memilih konsep
materi beberapa muatan pelajaran yang saling terkait. Dengan demikian,
materi-materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna
dengan mengacu pada tujuan pembelajaran. 3) Pembelajaran tematik
integratif tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku
tetapi sebaliknya pembelajaran tematik integratif harus mendukung
pencapaian tujuan utuh kegiatan penbelajaran yang termuat dalam
kurikulum. 4) Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema
selalu mempertimbangkan karakteristik pembelajar seperti minat,
kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal. 5) Materi awal yang
dipadukan tidak terlalu dipaksakan. Artinya, materi yang tidak mungkin
dipadukan tidak perlu dipadukan. Pada Kemendikbdud (2016) secara
umum pembelajaran tematik terpadu harus mengikuti prinsip pembelajaran
sebagai berikut: Prinsip-prinsip pembelajaran pada pendidikan dasar dan
menengah menurut Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 terdiri dari :1. Dari
siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu; 2. Dari guru sebagai satu-
satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; 3.

22
Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah; 4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju
pembelajaran berbasis kompetensi; 5. Dari pembelajaran parsial menuju
pembelajaran terpadu; 6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban
tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi
dimensi; 7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; 8.
Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills); 9. Pembelajaran yang mengutamakan
pembudayaan dan pemberdayaan siswa sebagai pembelajar sepanjang
hayat; 10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi
keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo
mangun karso), dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses
pembelajaran (tut wuri handayani); 11. Pembelajaran yang berlangsung di
rumah di sekolah, dan di masyarakat; 12. Pembelajaran yang menerapkan
prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana
saja adalah kelas; 13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan 14.
Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa.

Selaras dengan pendapat di atas, Trianto (2011) memformulasikan


prinsip- prinsip pembelajaran tematik integratif dengan praktis, meliputi: 1)
Pembelajar mencari tahu, bukan diberi tahu. 2) Pemisahan antar muatan
pelajaran menjadi tidak begitu nampak. Fokus pembelajaran diarahkan
kepada pembahasaan kompetensi melalui tema-tema yang paling familiar
dengan kehidupan pembelajar.

Terdapat tema yang menjadi pemersatu sejumlah kompetensi dasar


yang berkaitan dengan berbagai konsep, sikap, dan keterampilan. 4) Sumber
belajar tidak terbatas pada buku/teks. 5) Pembelajar dapat bekerja secara
mandiri maupun tim sesuai dengan karakteristik kegiatan yang dilakukan.
6) Pebelajar merencanakan dan melaksanakan pembelajaran agar dapat
mengakomodasi pembelajar yang memiliki perbedaan tingkat kecerdasaan,
pengalaman, dan ketertarikan terhadap suatu topik. 7) Kompotensi dasar
muatan pelajaran yang tidak dapat dipadukan dapat diajarkan sendiri. 8)
Memberikan pengalaman langsung pada pembelajar (direct experiences) dari
hal-hal yang konkret menuju hal- hal yang abstrak.
5. Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu
a. Memusatkan perhatian peserta didik pada suatu tema materi yang
jelas;
b. Mengembangkanberbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran
dalam tema yang sama;

23
c. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
d. Memudahkan guru dalam mempersiapkan dan menyajikan bahan ajar
yang efektif (Ahmad Sulhah, 2019).
6. Manfaat Pembelajaran Terpadu

Di bawah ini diuraikan beberapa manfaat yang dapat dipetik dengan


pelaksanaan pembelajaran terpadu (Hernawan & Resmini, 2015), antara lain:

a. Dengan menggabungkan berbagai mata pelajaran akan terjadi


penghematan karena tumpang-tindih materi dapat dikurangi bahkan
dihilangkan;
b. Siswa dapat melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab
materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat daripada
tujuan akhir itu sendiri;
c. Pembelajaran terpadu dapat meningkatkan taraf kecakapan berpikir
siswa. Hal ini dapat terjadi karena siswa dihadapkan pada gagasan atau
pemikiran yang lebih besar, lebih luas, dan lebih dalam ketika
menghadapi situasi pembelajaran;
d. Kemungkinan pembelajaran yang terpotong-potong sedikit sekali
terjadi, sebab siswa dilengkapi dengan pengalaman belajar yang lebih
terpadu sehingga akan mendapat pengertian mengenai proses dan
materi yang lebih terpadu;
e. Pembelajaran terpadu memberikan penerapan-penerapan dunia nyata
sehingga dapat mempertinggi kesempatan transfer pembelajaran
(transfer of learning);
f. Dengan pemaduan pembelajaran antarmata pelajaran diharapkan
penguasaan materi pembelajaran akan semakin baik dan meningkat;
g. Pengalaman belajar antarmata pelajaran sangat positif untuk
membentuk pendekatan menyeluruh pembelajaran terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan. Siswa akan lebih aktif dan otonom
dalam pemikirannya;
h. Motivasi belajar dapat diperbaiki dan ditingkatkan dalam pembelajaran
antarmata pelajaran. Para siswa akan terlibat dalam “konfrontasi yang
melibatkan banyak pemikiran” dengan pokok bahasan yang dihadapi;
i. Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif atau
pengetahuan awal siswa yang dapat menjembatani pemahaman yang
terkait, pemahaman yang terorganisasi dan pemahaman yang lebih
mendalam tentang konsep-konsep yang sedang dipelajari, dan akan
terjadi transfer pemahaman dari satu konteks ke konteks yang lain;
j. Mmelalui pembelajaran terpadu terjadi kerja sama yang lebih meningkat
antara para guru, para siswa, guru-siswa dan siswa-orang/nara sumber

24
lain; belajar menjadi lebih menyenangkan; belajar dalam situasi yang
lebih nyata dan dalam konteks yang lebih bermakna.

(Trianto, 2011) menjabarkan bahwa pembelajaran tematik integratif


memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) Pembelajar mudah
memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, 2) Pembelajar mampu
mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar
antar muatan pelajaran dalam tema yang sama, 3) Pemahaman terhadap
materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, 4) Kompetensi dasar dapat
dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan muatan pelajaran lain
dengan pengalaman pribadi pembelajar, 5) Pembelajar mampu lebih
merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam
konteks tema yang jelas, 6) Pembelajar lebih bergairah belajar karena dapat
berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu
kemampuan dalam satu muatan pelajaran sekaligus mempelajari muatan
pelajaran lain, 7) Pebelajar dapat menghemat waktu, karena muatan
pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan
diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat
digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
D. Latihan

Untuk memperdalam pemahaman terkait konsep dasar pembelajaran


tematik terpadu, Silahkan saudara mengerjakan latihan berikut:

1. Jelaskanlah konsep-konsep dasar pembelajaran terpadu menurut


pendapat Anda!
2. Jelaskanlah landasan-landasan pembelajaran terpadu menurut pendapat
Anda!
3. Jelaskan tujuan dan manfaat pembelajaran tematik terpadu menurut
pendapat saudara!

Sumber:

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/22/20315621/kurikulum-
merdeka-pelajaran-ipa-ips-di-sd-digabung-informatika-jadi-mapel.

https://drive.google.com/drive/folders/1FXfg-c8hn-
QEhPobvc75Ei7BZPpDNotS?usp=share_link

Video: Mengenal Kurikulum Terbaru, Tidak Ada lagi anak IPA / anak IPS

https://www.youtube.com/watch?v=afP1ArCwmGY

Intruksi:
25
1. Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan yang berorientasi
pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan
anak. Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak
proses
latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan
struktur
intelektual anak. Bagaimana opini bapak/ibu terkait kebijakan
penggabungan mata pelajaran IPA dan IPS dalam Kurikulum Merdeka di
Sekolah Dasar/MI? Jelaskan alasan saudara!
2. Bagaimana ulasan saudara terkait konsep IPAS (gabungan IPA dan IPS)
yang bertujuan untuk menguatkan kesadaran peserta didik terhadap
lingkungan sekitarnya, baik dari aspek alam maupun sosial?
3. Bagaimana keterkaitan proses dalam pembelajaran terpadu di MI dengan
salah satu atau lebih dari indikator moderasi beragama? Berikan ulasan
saudara!

E. Referensi Tambahan

Untuk lebih jelasnya Bapak/Ibu dapat mempelajari materi penunjang KB 1


melalui tautan mengenai pembelajaran tematik terpadu untuk MI/SD dibawah
ini. Selamat belajar semoga bermafaat.

Presentasi:

● PPT (Sri Wulandari):


https://slideplayer.info/slide/3665576/
● PPT (pembelajaran tematik terpadu):
https://www.academia.edu/11737202/Pembelajaran_Tematik_Terpadu_pp
t
● https://www.slideshare.net/ifiksf/pembelajaran-tematik-terpadu
● https://www.slideserve.com/arden/pembelajaran-tematik-terpadu

Artikel Jurnal/Buku/Modul:

● Buku 1: http://repository.syekhnurjati.ac.id/3424/1/kurikulum%20tematik.pdf

● Buku 2: https://www.rajagrafindo.co.id/produk/pembelajaran-tematik-
terpadu/
● Buku 3:
http://repository.uinmataram.ac.id/380/1/Pembelajaran%20Tematik_Com
pressed.pdf

26
● Buku 4:
https://www.qiteplanguage.org/assets/files/dokumen/Panduan_Pembela
jaran_Tematik_Integratif_Jenjang_Sekolah_Dasar.pdf
● Buku 5:
http://digilib.uinkhas.ac.id/364/1/Dari%20pembelajaran%20tematik%20ter
padu%20hingga%20pembelajaran%20literasi.pdf
● https://drive.google.com/drive/folders/1FXfg-c8hn-
QEhPobvc75Ei7BZPpDNotS?usp=share_link

Selain materi di atas, Anda dapat menambah pengayaan materi melalui


sumber lain yang berkaitan dengan materi tersebut sehingga pemahaman Anda
menjadi lebih baik.

27

Anda mungkin juga menyukai