Anda di halaman 1dari 39

SKRIPSI

GAMBARAN RESILIENSI KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK


DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KOTA MAKASSAR
Skripsi ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :
NOVI LESTARI

C12113023

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

1
LEMBAR PERSETUJUAN

ii
LEMBAR PENGESAHAN

iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas limpahan kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

pengajuan skripsi dengan judul "Gambaran resiliensi keluarga yang memiliki

anak dengan pelilaku kenakalan remaja di lembaga pemasyarakatan kota

Makassar" sebagai syarat kelulusan sarjana Keperawatan di Universitas

Hasanuddin. Dalam penyusunan skripsi ini tentunya banyak hambatan yang

dialami oleh penulis. Akan tetapi, karena bimbingan, masukan, dan arahan

dari banyak pihak untuk pembuatan skripsi ini, hambatan tersebut dapat

diatasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sangat mendalam ke

beberapa pihak, izinkan penulis mewujudkan rasa terima kasih dalam tulisan

ini.

1. Ibu Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp., M.Si selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Ibu Dr. Yuliana Syam, S.Kep.,Ns.,M.kes selaku ketua Prodi Fakultas

Keperawatan Universitas Hasanuddin.

3. Ibu Dr. Elly Lilianty Sjattar, S.Kp.,M.,Kes selaku Pembimbing Akademik

saya yang senantiasa mendoakan dan memberi semangat dalam pembuatan

proposal ini.

4. Ibu Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp., M.Si sebagai Dosen Pembimbing I yang

telah membimbing, memberikan masukan, serta arahan sehingga penulis

dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.

v
5. Ners Akbar Harisa, S.Kep., Ns., PMNC., MN sebagai dosen Pembimbng

II yang juga telah memberikan masukan dan arahan hingga skripsi ini

dapat diselesaikan.

6. Dr. Kadek Ayu Erika S.Kep.,M.Kes dan Hapsah S.Kep.,Ns.,M.Kep

sebagai dosen penguji yang memberikan arahan hingga skripsi ini dapat

diselesaikan

7. Kepada kedua orang tua saya, H. Andaliang, dan Hj. Mawang yang

senantiasa memberikan nasihat, semangat, dukungan moril maupun

dukungan materi demi kelancaran segala kebutuhan saya.

8. Kepada Suwahyudi Adipurnawan yang selalu memberikan semangat dan

dukungan moril demi kelangsungan proposal penelitian ini.

9. Kepada sahabat saya Tengenek Rempong, Jesintha, Nurfadila, dan

Armitha Amalia terima kasih atas kebersamaan, dukungan, bantuan, dan

motivasi kepada saya setiap saat.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya yang telah

memberikan bantuan dalam penusunan proposal ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

sekaligus meminta maaf atas ketidaksempurnaan skripsi ini. Penulis

menyadari bahwa masih ada kesalahan dan kekhilafan dalam pembuatan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan yang positif dari

berbagai pihak agar bisa lebih baik lagi dalam penyusunan skripsi berikutnya.

Novi Lestari

vi
ABSTRAK

Novi Lestari, C12113023. “GAMBARAN RESILIENSI KELUARGA YANG MEMILIKI


ANAK DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS I MAKASSAR”dibimbing oleh Ariyanti Saleh dan Akbar
Harisa

Latar belakang : Pendekatan resiliensi keluarga berupaya mengembangkan kapasitas keluarga


dalam mengatasi kesulitan. Resiliensi dalam konteks keluarga menyoroti penyesuaian positif yang
dilakukan dalam kondisi hidup yang menantang. Penelitian tentang resiliensi keluarga ini penting
jika ingin memahami bagaimana mengembangkan layanan dukungan dan intervensi yang optimal,
juga untuk memaksimalkan respon optimal bagi kesulitan yang dihadapi oleh keluarga dengan
anak yang memiliki kenakalan remaja. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui “Gambaran
resiliensi keluarga yang memliki anak kenakalan remaja di Lembaga Pemasyarakatan Kota
Makassar”
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui gambaran resiliensi keluarga yang memiliki anak
kenakalan remaja di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Makassar.
Metode : Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain survey Deskriptif.
Populasi pada penelitian ini adalah orang tua remaja usia 10-19 tahun yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Makassar sebanyak 40 sampel dan Instrumen penelitian yang digunakan
adala WFRQ scale. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik Accidental Sampling.
Hasil : Pada penelitian ini diperoleh dari hasil instrumen penelitian WFRQ gambaran resiliensi
keluarga yang memiliki anak kenakalan remaja di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Makassar
semua berada dalam kategori tinggi sebanyak 40 responden (100%)
Kesimpulan dan saran : Disimpulkan bahwa nilai resiliensi keluarga yang memiliki anak
kenakalan remaja di Lembaga Pemasyarkatan Kelas 1 Kota Makassar memiliki nilai resieliensi
yang tinggi. Sehingga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran mengenai
resiliensi keluarga yang memiliki anak kenakalan remaja di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I
Makassar.

Kata kunci : Gambaran resiliensi keluarga, anak kenakalan remaja di Lapas


Sumber Literatur : 47 pustakawan (2004 – 2017)

vii
ABSTRACT

Novi Lestari, C12113023. “DESCRIPTION OF FAMILY RESILIENCE WHO HAVE


JUVENILE DELINQUENCE PRISONED CLASS 1 OF MAKASSAR” supervised by
Ariyanti Saleh and Akbar Harisa.

Background: The Family Resilience approach seeks to develop the familys capacity to overcome
diffculties. Resilience in the family context highlights positive adjusments made in challinging
living conditions.research on family resilience is important if you want to understand how to
develop optimal support services and interventions as well as to maximize the optimal response to
the difficulties faced by families with children with juvenile delinquency.
Aims of study : This research aims to describe the family resilience who have juvenile deliquence
prisoned class 1 of Makassar
Method: This research was a descriptive-survey study. Population in this research were family
who have jvenile deliquence 10-19 years old prisoned adolescent in class I Prison of Makassar.
Sampling method was Accidental Sampling.

Result: Result in this research about picture of coping family resilience of juvenile people in
prison class 1 Makassar that is high resilience, counted 40 respondents (97.5%).

Conclusion and Suggestion: Family resilience who have juvenile delinquence in the prisons of
class I Makassar have a high resilience to all respondents. So it is expected the family whi have the
youth in the prison of class I Makassar
Keywords: Family resilience, prisoned adolescent
Literatures: 47 literatures (2004-2017)

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii
LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 9
A. Tinjauan Tentang Resiliensi...................................................................... 9
B. Tinjauan Tentang Resiliensi Keluarga................................................... 13
C. Tinjauan Tentang Kenakalan Remaja ................................................... 19
D. Definisi dan Karakteristik Keluarga ...................................................... 23
BAB III KERANGKA KONSEP ....................................................................... 27
A. Kerangka Konsep ..................................................................................... 27
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 28
A. Rancangan Penelitian ................................................................................. 28
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 28
C. Populasi dan Sampel .................................................................................. 28
D. Alur Penelitian ............................................................................................31
E. Variabel Penelitian ..................................................................................... 32
F. Proses Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ............................. 33
G. Pengolahan dan Analisa Data ................................................................... 35

ix
H. Masalah Etika ............................................................................................36
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 38
A. Hasil .............................................................................................................38
B. Pembahasan .... ............................................................................................49
C. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 51
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 52
A. Kesimpulan.... ............................................................................................52
B. Saran ............. ............................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54

x
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Konsep............................................................................... 27

Bagan 4.1 Alur Penelitian ................................................................................... 31

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin,

Pendidikan, dan Status Pernikahan, pada responden yang memiliki anak remaja di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Makassar (n=40 responden) ......................... 39

Tabel 5.2 Gambaran Resiliensi keluarga pertanyaan instrumen WFRQ (n=40

responden) ............................................................................................................ 40

Tabel 5.3 Gambaran nilai resiliensi keluarga yang memiliki anak dengan

kenakalan remaja di Lembaga Pemasyarakatan Kota Makassar (n=40) .............. 48

xi
7
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.......................................................................................................... 56

Permohonan menjadi responden........................................................................... 56

Lampiran 2...........................................................................................................57

Lembar persetujuan responden .............................................................................57

Lampiran 3...........................................................................................................58

Kuesioner Penelitian..............................................................................................58

Lampiran 4 ......................................................................................................... 62

Hasil analisis SPSS .............................................................................................. 62

Lampiran 5 ........................................................................................................ 88

Surat- surat .......................................................................................................... 88

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kenakalan remaja merupakan suatu kasus yang begitu

memrihatinkan. Sepanjang tahun 1990-2010 di dunia telah terjadi begitu

banyak tindak kenakalan pada remaja baik kenekalan perorangan ataupun

kelompok seperti tawuran pelajar mabuk-mabukkan, pencurian,

penyalahgunaan narkoba hingga seks bebas yang kian meningkat (World

Youth Report, 2014). Kenakalan remaja terjadi tentu tidak lepas dari

kemampuan keluarga dalam memberikan pola asuh. Di dalam

keberfungsian suatu keluarga, komunikasi merupakan hal yang penting

dalam keberfungsian keluarga dan resiliensi (Walsh, 2006). proses

komunikasi yang baik dapat memudahkan terjadinya resiliensi dengan

memberikan kejelasan terkait krisis yang ada, mendorong pengungkapan

perasaan emosional, dan memperkuat kemampuan menyelesaikan masalah

secara kolaboratif dalam keluarga.

Sederet kasus di Indonesia yang pelakunya membuat mereka

terperangkap dalam jeruji besi. Dari kasus ringan, sedang, hingga kasus

yang berat yang membuat pelaku didalam lembaga pemasyarakatan

selama beberapa tahun, belasan tahun bahkan seumur hidup. Pelakunya

1
bukanhanya dari orang dewasa saja, bahkan remaja dan anak-anak pun

ikut terlibat.

Berita seorang gadis 19 tahun menjadi korban kenakalan remaja

dari 8 remaja dikampungnya. Korban dan delapan orang pelaku diketahui

merupakan warga Desa Surulangi, Kecamatan Polong bangkeng Selatan,

Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Tiga dari 8 pelaku kenakalan remaja

tersebut diketahui masih sebagai siswa disalah satu sekolah yang berada di

Takalar. Pelaku bersama barang bukti diserahkan penanganannya ke Unit

Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres kabupaten Takalar guna

proses penyidikan lebih lanjut (Liputan6, 2019).

Dihimpun pula oleh salah satu surat kabar memuat berita mengenai

kasus begal dan pencurian kendaraan bermotor yang pelakunya adalah

seorang remaja berusia 18 tahun. Pelaku terpaksa ditembak oleh anggota

Resmob Polda karena melawan dan berusaha melarikan diri. Selain itu,

pelaku juga pernah melakukan aksi begal dan Jambret di 12 lokasi di

Makassar (Tribun News, 2019).

Selain itu, salah satu surat kabar memuat berita begal mengenai

remaja berumur 16 tahun yang sudah melakukan begal sebanyak 42 kali di

kota Makassar. Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Dicky Sondani

menuturkan, ketika diinterogasi, pelaku mengakui dia tidak sendirian

ketika melakukan tindak kejahatan tersebut, pelaku mengakui ada lima

rekan yang membantunya beraksi. Kelima rekannya masuk dalam daftar

2
pencarian orang (DPO). Pelaku yang tergolong masih dibawah umur ini

akan tetap diproses hokum menggunakan pasal 365 tentang pencurian

dengan kekerasan, berdasarkan Undang Undang nomor 11 tahun 2012

tentang sistem peradilan pidana anak, pasal 71 tentang penjatuhan pidana

pada anak berusia diatas 15 tahun, dan Pasal 32 tentang penahanan anak

yang melakukan tindak pidana (Viva Newstainment, 2019).

Uraian tersebut merupakan salah satu contoh dari banyaknya kasus

kriminal kenakalan remaja yang terjadi di Sulawesi Selatan. Kota

Makassar tahun ini menargetkan menjadi kota layak anak pada tahun

2020, sebelumnya ditahun 2018 Kota Makassar meraih penghargaan

sebagai predikat Madya. Dengan belum terpenuhinya Kota Makassar

sebagai kota layak anak, maka ini menjadi suatu cambukan keras kepada

pemerintah Kota Makassar untuk lebih memperhatikan banyak unsur yang

difokuskan pada kebutuhan anak, ungkap Lenny N Rosalindeputi sebagai

Menteri P3A Bidang tumbuh Kembang Anak (Sindonews, 2019).

Narapidana ialah sesorang yang tengah menjalani masa tahanan di

Lembaga Pemasyarakatan atas tindak kejahatan yang telah diperbuat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) narapidana ialah orang

hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana).

Narapidana menurut pasal 1 nomor 7, Undang Undang Nomor 12 tahun

1995 merupakan terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di

Lapas (Lembaga Pemasyarakatan). Lapas merupakan tempat untuk

3
melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

Narapidana yang berada di Lapas diberikan pembinaan dengan konsep

rehabilitasi dan reintegrasi sosial agar narapidana menyadari

kesalahannya, memperbaiki diri, tidak lagi melakukan tindak pidana dan

kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri,

keluarga dan lingkungannya.

Resiliensi keluarga mengacu pada kemampuan keluarga untuk

mencapai tujuan tertentu, meskipun tuntutan dan resiko yang terkait

dengan anak yang memiliki kenakalan remaja. Walsh (2006)

mengemukakan bahwa keluarga yang anggotanya mampu mengatasi krisis

dan tantangan dengan bekerja sama akan merasakan kebanggan keluarga

dan rasa keberhasilan, memungkinkan keluarga menjadi lebih efektif

dalam mengatasi adapatasi kehidupan berikutnya. Pendekatan resiliensi

keluarga berupaya mengembangkan kapasitas keluarga dalam mengatasi

kesulitan. Resiliensi dalam konteks keluarga menyoroti penyesuaian

positif yang dilakukan dalam kondisi hidup yang menantang. Walsh

(2006) menjelaskan bahwa resiliensi adalah sebuah proses aktif yang

melibatkan kemampuan untuk bertahan, memperbaiki dan

mengembangkan diri dalam merespon krisis dan tantangan. Dengan

adanya resiliensi, manusia mampu bangkit atau pulih dari luka-luka

psikologis, meningkatkan kualitas hidup serta mampu untuk menjalani

hidup dengan penuh kasih (Walsh, 2006).

4
Penelitian tentang resiliensi keluarga ini penting jika ingin

memahami bagaimana mengembangkan layanan dukungan dan intervensi

yang optimal, juga untuk memaksimalkan respon optimal bagi kesulitan

yang dihadapi oleh keluarga dengan anak yang memiliki kenakalan

remaja. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui “Gambaran

resiliensi keluarga yang memliki anak kenakalan remaja di Lembaga

Pemasyarakatan Kota Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Keluarga merupakan salah satu faktor utama dalam membentuk

kepribadian anak remaja, adanya anak remaja dalam lembaga

pemasyarakatan tidak lepas dari resiliensi keluarga. Berdasarkan latar

belakang, penulis ingin mengetahui “Bagaimana gambaran resiliensi

keluarga yang memiliki anak dengan perilaku kenakalan remaja di

Lembaga Pemasyarakatan Kota Makassar?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Diketahui gambaran resiliensi keluarga yang memiliki anak dengan

perilaku kenakalan remaja di lembaga pemasyarakatan Kota Makassar.

2. Tujuan khusus

a. Teridentifikasi gambaran resiliensi keluarga yang memiliki anak

dengan perilaku kenakalan remaja di lembaga pemasyarakatan Kota

Makassar

5
b. Teridentifikasi gambaran usia keluarga yang memiliki anak dengan

perilaku kenakalan remaja di lembaga pemasyarakatan Kota

Makassar

c. Teridentifikasi gambaran status pernikahan keluarga yang memiliki

anak dengan perilaku kenakalan remaja di lembaga pemasyarakatan

Kota Makassar

d. Teridentifikasi gambaran status pendidikan keluarga yang memiliki

anak dengan perilaku kenakalan remaja di lembaga pemasyarakatan

Kota Makassar

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang

bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara teoritis maupun

secara praktis.

1. Pemerintah dan Lembaga Pemasyarakatan Kota Makassar

Meningkatkan pelayanan berkualitas dari segi petugas lapas yang

melaksanakan tugas secara profesional demi mendukung peningkatan

dukungan napi remaja di Kota Makassar.

2. Institusi pendidikan

Menambah informasi dalam dunia pendidikan terutama pada

keperawatan komunitas.

3. Perawat

6
Meningkatkan kualitas pemberian asuhan keperawatan kepada

masyarakat sesuai dengan konsep pelayanan yang tepat dan

komprehensif. Selain itu diharapkan agar penelitian ini dapat

menambah wawasan perawat terhadap pelayanan keperawatan

komunitas yang sesuai untuk menunjang pendokumentasian asuhan

keperawatan

4. Peneliti

Menambah sumber referensi dalam penelitian yang serupa dan

memberikan pengalaman bagi peneliti selanjutnya.

7
8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Resiliensi

1. Definisi Resiliensi

Resiliensi merupakan bagaimana cara individu bertahan dalam

kondisi apapun, seperti pada korban kekerasan rumah tangga, korban

bencana alam, seorang ibu dikarunai anak autis, kejenuhan pada suatu

pekerjaan dan masih banyak lagi problematika hidup yang harus

membutuhkan resiliensi ini, karena resiliensi sangat berperan penting

untuk membantu mengurangi setiap masalah yang dialami seseorang

tersebut dengan cara memberikan motivasi positif dari orang-orang

terdekat ataupun diri sendiri. Resiliensi merupakan suatu proses yang

dibentuk dari faktor individu atau internal serta faktor sosial atau

eksternal, yang merefleksikan kemampuan atau ketangguhan

seseorang untuk bangkit dari pengalaman emosional negatif ketika

menghadapi keadaan sulit yang menimbulkan tekanan atau

menghambat seseorang itu (Hendriani, 2019).

“Resilience embodies the personal qualities that enable one


thrive in the face of adversity” Connor dan Davidson (2003) dalam
(Roellyana, 2016)

9
Resiliensi merupakan kualitas yang dimiliki individu yang

membantu individu tersebut untuk berkembang ketika dalam tekanan atau

masalah (Andriani & Listiyandini, 2017).

2. Dinamika Stress, Koping, dan Adaptasi dalam Resiliensi

Resiliensi mencakup mekanisme koping dan adaptasi individu

dalam menghadapi keadaan yang dapat menimbulkan stress. Adanya

stress menimbulkan strategi koping. Kemudian strategi koping yang tepat

akan menciptakan adaptasi untuk menghadapi situasi yang menekan.

Adaptasi yang baik akan memunculkan perilaku yang resilien (Hendriani,

2019). Jika remaja memiliki resiliensi yang baik, makai ia dapat

menghadapi tekanan dalam setiap masalah kehidupannya (Mujahidah &

Listiyandini, 2018).

3. Komponen Resiliensi

Grotberg dalam Hendriani (2019) menyebut komponen resiliensi

dengan istilah sumber. Menurutnya, terdapat tiga sumber resiliensi

individu (three source of resilience), yaitu :I have, I am, dan I can.

Ketiganya saling berinteraksi dan menentukan bagaimana resiliensi

individu kemudian.

a. I Have

I have adalah sumber resiliensi yang terkait dengan besarnya

dukungan sosial yang diperoleh dari lingkungan sekitar, sebagaimana

10
dipersepsikan atau dimaknai oleh individu. Beberapa kualitas dari

sumber I Have yang menjadi penentu pembentukan resiliensi, yaitu :

1) Hubungan yang dilandasi dengan kepercayaan (trust)

2) Struktur atau peraturan yang ada dalam keluarga atau lingkungan

rumah

3) Model-model peran

4) Dorongan seseorang untuk mandiri

5) Akses terhadap fasilitas seperti layanan kesehatan, Pendidikan,

keamanan, dan kesejahteraan

b. I am

I am adalah sumber resiliensi yang berhubungan dengan

kekuatan dari internal individu itu sendiri. Sumber ini mencakup sikap,

perasaan, dan keyakinan. Beberapa kualitas yang mempengaruhi I am

dalam membentuk resiliensi adalah.

1) Penilaian personal bahwa diri memperoleh kasih sayang dan

disukai oleh banyak orang

2) Memiliki empati, kepedulian, dan cinta terhadap orang lain

3) Merasa bangga dengan diri sendiri

4) Memiliki tanggungjawab dan dapat menerima konsekuensi atas

segala tindakannnya

5) Optimis, peraya diri, dan memiliki harapan akan masa depan

c. I can

11
I can adalah sumber resiliensi yang berhubungan dengan upaya

individu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan

penilaian atas kemampuan diri yang mencakup kemampuan

menyelesaikan persoalan, keterampilan social, dan interpersonal.

Sumber resiliensi ini terdiri dari:

1) Kemampuan dalam berkomunikasi

2) Problem solving

3) Kemampuan mengelola perasaan, emosi dan impuls-impuls

4) Kemampuan mengukur tempramen sendiri dan orang lain

5) Kemampuan menjalin hubungan yang penuh kepercayaan

Ketiga komponen di atas akan mempengaruhi perilaku individu

menjadi relatif stabil dengan berbagai respon yang bermakna terhadap

situasi yang dihadapi. Anak dan remaja dapat belajar untuk mampu

merespon berbagai tekanan dan kesulitan secara resilien.

Ketidakberdayaan saat menghadapi tekanan dapat diubah menjadi

kekuatan jika mereka diajarkan lima faktor yang menjadi dasar bangunan

resiliensi yang terdiri dari : Trust, autonomy, initiative, industry dan

identity. Kelima faktor tersebut berhubungan dengan lima tahapan

perkembanagn psikososial Erikson. Dengan demikian remaja dapat

menghadapai, mengatasi, dan menjadi lebih tangguh dalam situasi yang

menekan (Hendriani, 2019) .

Menurut Connor dan Davidson dalam Azzahra, (2017) ada lima hal

yng terkait dengan resiliensi, yaitu :

12
a. Kompetensi personal, standar yang tinggi, serta keuletan.

b. Percaya diri, kuat atau tahan menghadapi stress, dan menoleransi efek

negatif.

c. Dapat menerima perubahan dengan positif, memiliki kemampuan

beradaptasi yang baik atau bisa menjalin hubungan sosial dengan

mudah.

d. Mampu mengendalikan diri dalam mencapai tujuan.

e. Religiusitas atau ketaatan dan kepercayaan kepada Tuhan.

B. Tinjauan Tentang Resiliensi Keluarga

1. Definisi Keluarga

Sejumlah ahli yang mencoba mengemukakan mengenai

resiliensi keluarga yaitu McCubin, Hawley, Dee Haan, serta Walsh

(2006) menjelaskan bahwa resiliensi keluarga merupakan pola

perilaku positif dan kemampuan fungsional yang dimiliki oleh

individu dan keluarga yang ditampilkan dalam situasi sulit dan

menekan. Pola perilaku positif dan kemampuan fungsional ini

menentukan kemampuan keluarga untuk pulih dengan tetap

mempertahankan integritasnya sebagai sebuah kesatuan dengan tetap

mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan anggota keluarga

dan unit keluarga secara keseluruhan. Resiliensi dalam tahapannya

terdapat tiga proses kunci yang membantu perkembangan kemampuan

keluarga untuk berjuang dengan baik, mengatasi berbagai hambatan,

13
serta untuk hidup dan mencintai sepenuhnya. Ketiga proses kunci

inilah merupakan elemen dari keberfungsian keluarga dan saling

terikat satu sama lain. Gambaran resiliensi keluarga secara

keseluruhan diperoleh dari pengukuran ketiga proses kunci tersebut

sebagai satu kesatuan (Walsh, 2006).

2. Komponen Resiliensi Keluarga

Resiliensi keluarga tidak dapat lepas dari faktor risiko dan faktor

pelindung. Faktor resiko adalah faktor yang mendorong munculnya

hasil yang negatif pada keluarga. Sedangkan faktor pelindung adalah

faktor yang mengurangi kemungkinan timbulnya hal negatif tersebut

(Mackay R, 2003). Untuk mengurangi hasil negatif ini, maka Walsh

(2006) menjelaskan tiga proses kunci dari resliensi keluarga yang

berperan sebagai faktor pelindung. Ketiga proses kunci tersebut adalah

sistem keyakinan, pola organisasi, dan proses komunikasi.

a. Sistem Keyakinan

Walsh (2006) menjelaskan bahwa sistem keyakinan

keluarga merupakan inti dari semua keberfungsian keluarga dan

merupakan dorongan kuat dalam mebentuk resiliensi. Keluarga

menghadapi krisis dan kesulitan dengan memberi makna pada

kesulitan dengan memberi makna pada kesulitan tersebut dengan

cara menyangkutpautkan dengan sosial lingkungan, nilai-nilai

budaya, nilai spiritual, generasi sebelumnya dan harapan serta

14
keinginan dimasa yang akan datang. Bagaimana keluarga

memandang masalah dan pilihan penyesuaiannya dapat membuat

keluarga mampu mengatasi masalah tersebut atau malah menjadi

putus asa dan tidak berfungsi dengan baik.

Belief atau keyakinan merupakan pandangan dari seseorang

dalam memandang dunianya yang mempengaruhi apa yang dilihat

atau diabaikan serta apa yang dipersepsikan. Sistem keyakinan

keluarga meliputi nilai, pendirian, sikap, dan asumsi yang

tergabung dan membentuk dasar pemikiran yang memicu respon

emosional, megambil keputusan, dan mengatur tingkah laku.

Keyakinan dibangun secara sosial, tersusun dalam proses yang

berkelanjutan melalui interaksi dengan orang-orang terdekat dan

dunia yang lebih luas (Walsh, 2006).

b. Pola Organisasi

Untuk menghadapi krisis dan kesulitan secara efektif,

keluarga harus mampu menggerakkan dan mengelola sumber daya

mereka, bertahan dalam tekanan, dan mengatur kembali sumber

daya tersebut sesuai dengan kondisi yang berubah (Walsh, 2006).

Pola organisasi keluarga dipertahankan oleh norma-norma

eksternal dan internal serta dipengaruhi oleh budaya dan sistem

keyakinan keluarga. Terdapat tiga elemen dari pola organisasi

15
yaitu fleksibilitas, keterhubungan, dan sumberdaya sosial dan

ekonomi yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Fleksibilitas

Fleksibilitas mencakup kemampuan untuk beradaptasi

terhadap perubahan dengan bangkit kembali, mengatur ulang

dan beradptasi dengan situasi yang berubah. Fleksibilitas juga

dapat terwujud dengan tetap dilaksanakannya kegiatan dan

kebiasaan yang rutin dilakukan keluarga sehingga dapat

menjaga kontinuitas dan mengembalikan stabilitas keluarga

yang mampu mendorong resiliensi. Pola kepemimpinan yang

otoritatif, yaitu kerja sama dalam mengasuh serta adanya

kesetaraan dan saling menghargai juga merupakan salah atu

bentuk fleksibilitas yang dapat mendorong terbentuknya

resiliensi.

2) Keterhubungan

Keterhubungan ialah ikatan struktural dan emosional

pada anggota keluarga. Keluarga dengan ikatan yang kuat

cenderung merasa puas dan terhubung dengan apa yang ada

didalam keluarga terebut. Bentuk keterhubungan dalam

keluarga adalah saling mendukung satu sama lain, bekerja

sama, berkomitmen, serta menghargai perbedaan, keinginan,

dan batasan individu (Walsh, 2006).

16
3) Sumber daya sosial dan ekonomi

Dalam menghadapi situasi kritis, keluarga besar dan

jaringan sosial dapat menyediakan bantuan, dukungan

emosional dan adanya rasa ketertarikan terhadap sebuah

kelompok. Ketika keluarga mengalami kesulitan dalam

menghadapi masalah didalam keluarga, maka mereka

cenderung akan meminta bantuan di luar seperti keluarga besar,

tetangga, teman dan komunitas mereka. Selain itu, untuk dapat

memperkuat keberfungsiannya, keluarga juga harus

memperoleh kestabilan ekonomi dengan tetap menjaga

keseimbangan atara pekerjaan dan kehidupan keluarga (Walsh,

2006).

c. Proses Komunikasi

Komunikasi merupakan salah satu hal penting dalam

sebuah keluarga dalam terbentuknya resiliensi. Pada situasi kritis,

komunikasi merupakan hal yang esensial dalam mebantu proses

pemecahan masalah. Komunikasi meliputi transmisi keyakinan,

pertukaran informasi, ekspresi emosi dan proses pemecahan

masalah. Terdapat tiga aspek komunikasi yang baik yaitu

kejelasan, ungkapan emosi, penyelesaian masalah yang kolaboratif,

seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

17
1) Kejelasan

Kejelasan dalam berkomunikasi mencakup informasi

yang disampaikan secara langsung, tepat, spesifik serta jujur.

Tiap anggota keluarga memiliki informasi dan pemahaman

yang sama mengenai situasi kritis yang dihadapi, serta adanya

keterbukaan komunikasi di dalam keluarga.

2) Ungkapan Emosi

Keluarga yang berfungsi dengan baik dapat

mengungkapkan emosi yang dirasakannya dengan nyaman,

baik emosi positif seperti bahagia, berterima kasih, cinta dan

harapan maupun emosi negatif seperti sedih, takut, marah, dan

kecewa. Selain itu, anggota keluarga juga saling memahami

apa yang dirasakan oleh anggota keluarga lainnya. Anggota

keluarga bertanggung jawab terhadap apa yang ia rasakan

dengan tidak menyalahkan orang lain atas itu, serta interaksi

yang diwarnai dengan hal-hal yang menyenangkan seperti

humor dalam keluarga.

3) Pemecahan masalah secara kolaboratif

Pemecahan masalah secara efektif merupakan hal yang

esensial bagi keluarga dalam menghadapi situasi krisi dan sulit.

Proses pemecahan masalah yang efektif ini meliputi

identifikasi masalah dan penyebab, mengenai kemungkinan

18
pemecahan masalah, saling berbagi dalam mengambil

keputusan, fokus pada tujuan dengan mengambil langkah yang

konkret serta belajar dari kesalahan.

C. Tinjauan Tentang Kenakalan Remaja

1. Definisi Kenakalan Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke

dewasa yang berada pada rentang usia 10 sampai dengan 19 tahun dan

belum menikah (Depkes, 2010). Menurut Dinas Kesehatan Republik

Indonesia (2012), masa remaja terbagi atas usia masa remaja muda

(10-14) sampai dengan remaja dewasa (15-19). Remaja, dalam kamus

besar bahasa indonesia ialah mulai dewasa, sudah sampai umur untuk

kawin. Adapun istilah asing yang digunakan untuk masa remaja,

antara lain: adolescentia, puberteit, dan youth (Depdiknas, 2008).

Dalam bahasa indonesia dikatakan pubertas atau remaja, sedangkan

dalam berbagai kepustakaan istilah-istilah tersebut uraiannya tidak

begitu sama. Apabila dilihat asal kata istilah tadi, maka akan diperoleh

(Gunarsa & Dirga Gunarsa, 2006):

a. Puberty (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa

latin: pubertas. Pubertas berarti tanda dari menuju kedewasaan.

b. Adolescentia berasal dari bahasa latin: adulescentia. Dengan

adulescentia yang dimaksud adalah masa muda. Dimana masa

muda berkisar antara usia 17-30 tahun.

19
Secara umum, para ahli mendefinisikan masa remaja menurut

pandangan dan tekanan yang berbeda. Menurut (Monks, Knoers, &

Haditono, 2009), masa remaja sering disebut adolosensi (Latin,

adolescere=adultus= menjadi dewasa atau perkembangan menjadi

dewasa). Sementara itu, menurut (Daradjat, 2007), masa remaja

(adolensi) ialah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa

dewasa, dimana anak-anak mengalami pertumbuhan cepat disegala

bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk jasmani, sikap, cara

berfikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah

matang. Masa ini dimulai pada umur 13 tahun dan berakhir kira-kira

umur 20 tahun.

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak ke masa

dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi

dalam mencapai tahap dewasa (Rumini & Sundari, 2004). Remaja

adalah suatu tingkatan umur, dimana ia tidak lagi bersikap anak-anak,

tetapi belum dapat juga dipandang sebagai seorang yang dewasa. Jadi

seorang anak atau remaja adalah batasan umur yang menjembatani

antara umur anak-anak dengan dewasa. Masa remaja merupakan masa

yang sangat rentan terhadap perilaku yang negatif, karena pada masa

ini merupakan tahapan bagi seorang remaja dalam tahap kedewasaan

yang seringkali menuntut seorang remaja dalam menemukan karakter

dan jati dirinya dan sayangnya seringkali remaja dalam pencarian jati

dirinya mudah terjerumus dalam pola hidup dan perilaku yang salah

20
karena pengaruh negatif lingkungan sosial dan kurangnya pengawasan

orang tua dan lingkungan, hal seperti inilah yang akhirnya

menyebabkan remaja tersebut mudah terjerumus pada kenakalan

remaja dan bahkan kejahatan (Rumini & Sundari, 2004).

Kenakalan remaja (juvenile delinquency), berasal dari bahasa

latin juvenilis, yang artinya anak-anak muda, periode remaja. Dan

delinquere yang berarti terabaikan, mengabaikan yang diartikan secara

luas menjadi jahat, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan dan lain-lain.

Kenakalan remaja merupakan perilaku jahat, kenakalan anak-anak

muda, sebagai gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja

yang disebabkan oleh salah satu bentuk pengabaian sosial, sehingga

mereka mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang

(Kartono, 2014)

Kenakalan remaja ialah tindakan melanggar peraturan atau

hukum yang dilakukan oleh remaja. Perilaku yang dilakukan pun dapat

bermacam-macam, mulai dari kenakalan membolos sekolah, merokok,

melanggar jam malam yang diberikan orang tua, hingga kenakalan

berat seperti pemukulan, pencurian, perkelahian antar geng, minum-

minuman keras, kekerasan seksual, hingga penggunaan narkoba

(Kartono, 2010). Pengaruh lingkungan dan budaya memberikan

dampak yang besar dalam pembentukan tingkah laku kenakalan

remaja. Perilaku remaja menunjukkan ada atau tidaknya konformitas

terhadap norma-norma sosial, dimana angka tertinggi pada tindak

21
kejahatan berada pada usia 15-19 tahun yang dilakukan oleh gang-

gang delinquent (Kartono, 2014).

Remaja nakal yang berada dalam lingkungan gang pada

umumnya mempunyai kebiasaan memakai pakaian yang khas dan

mencolok, gaya rambut khusus, berlagak tingkah laku yang khas,

senang mengunjungi tempat hiburan, ke tempat pelacuran, minum-

minuman keras sampai mabuk, berjudi hingga narkoba. Pada

umumnya juga senang mencari gara-gara, membuat jengkel hati orang

lain bahkan mengganggu orang dewasa. Kejahatan atau kenakalan

yang dilakukan oleh remaja disebut sebagai salah satu penyakit sosial.

Penyakit sosial adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak

sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, yang tidak dapat

diintegrasikan menjadi pola tingkah laku yang umum. Disebut sebagai

penyakit sosial karena gejala sosial yang terjadi ditengah masyarakat

itu meletus menjadi “penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur

sosial yang terganggu fungsinya, karena faktor-faktor sosial (Kartono,

2014).

Anak-anak remaja yang melakukan kejahatan itu pada

umumnya kurang memiliki kontrol-diri, atau menyalahgunakan

kontrol-diri tersebut, dan menegakkan standar tingkah-laku sendiri,

disamping meremehkan keberadaan orang lain. Kejahatan yang

dilakukan pun disertai unsur-unsur mental dengan motif-motif

subektif, yaitu untuk mencapai suatu obyek tertentu dengan kekerasan

22
dan agresi, contohnya mencuri, memalak, atau perkelahian ke teman

sebaya demi pembuktian siapa yang lebih kuat.

Adapun motif yang mendorong mereka untuk melakukan

tindak kejahatan itu antara lain:

1) Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan.

2) Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual.

3) Salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi

manja dan lemah mental.

4) Keinginan untuk berkumpul dengan teman sebaya, dan

kesukaan untuk meniru atau mengikuti trend.

5) Konflik batin sendiri, dengan menggunakan mekanisme

pelarian diri serta pembelaan diri yang tidak masuk akal

(Kartono, 2014).

D. Definisi dan Karakteristik Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga

didefiniskan dengan istilah kekerabatan dimana individu bersatu dalam

suatu ikatan perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas

anggota keluarga merupakan mereka yang memiliki hubungan personal

dan timbal balik dalam menjalankan kewajiban dan memberikan

dukungan yang disebabkan oleh kelahiran, adopsi, maupun perkawinan.

23
Stuart (2014) menjelaskan keluarga merupakan sekumpulan orang

yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran, yang

bertujuan menciptakan dan mempertahankan upaya yang umum,

meningkatkan perkembangan fisik mental, emosional, dan sosial dari

tiap anggota keluarga. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang

tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau

pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi

satu sama lain didalam perannya msing-masing menciptakan serta

mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2014). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa keluarga merupakan sekumpulan orang yang

dihubungkan melalui ikatan perkawinan, darah, adopsi, serta tinggal

dalam satu rumah.

2. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (2014) fungsi keluarga terbagi atas :

a. Fungsi Afektif

Fungsi ini merupakan persepsi keluarga terkai dengan

pemenuhan kebutuhan psikososial sehingga mempersiapkan anggota

keluarga berhubungan dengan orang lain.

b. Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi merupakan proses perkembangan ndividu sebagai

hasil dari adanya interaksi sosial dan pembelajaran peran sosial.

Fungsi ini melatih agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial.

24
c. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan

menjaga kelangsungan keluarga

d. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan secara

ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu dalam

meningkatkan penghasilan.

e. Fungsi Kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal,

perawatan kesehatan (Friedman, 2014)

3. Tipe Keluarga

Tipe keluarga dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a. Tipe keluarga tradisional

1) Nuclear family atau keluarga inti merupakan keluarga yang terdiri

atas suami, istri, dan anak

2) Dyad family merupakan keluarga yang terdiri dari suami istri

namun tidak memiliki anak

3) Single parent yaitu keluarga yang memiliki satu orang tua dengan

anak yang terjadi akibat perceraian atau kematian

4) Single adult adalah kondisi dimana dalam rumah tangga hanya

terdiri dari satu orang dewasa yang tidak menikah

25
5) Extended family merupakan keluarga yang terdiri dari keluarga

inti ditambah dengan anggota keluarga lainnya

6) Middle-aged or elderly couple dimana orang tua tinggal sendiri

dirumah dikarenakan anak-anaknya yang telah memiliki rumah

tangga sendiri.

7) Kit-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersamaan

dan menggunakan pelayanan bersama

b. Tipe keluarga non tradisional

1) Unmaried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri dari

orang tua dan anak tanpa adanya ikatan pernikahan

2) Cohabitating couple merupakan orang dewasa yang tinggal

bersama tanpa adanya ikatan pernikahan

3) Gay and lesbian family merupakan seorang yang memiliki

persamaan jenis kelamin tinggal satu rumah layaknya suami-istri

4) Nonmarital hetesexual cohabitating family merupakan keluarga

yang hidup bersama tanpa adanya pernikahan dan sering berganti

pasangan

5) Faster family yaitu keluarga menerima anak yang tidak memiliki

hubungan darah dalam waktu sementara (Kholifah & Wigdado,

2016).

26

Anda mungkin juga menyukai