Outlook Teknologi Pangan 2019
Outlook Teknologi Pangan 2019
Editor:
Adiarso
Ismariny
Jaizuluddin Mahmud
Socia Prihawantoro
ISBN 978-602-1328-11-8
Diterbitkan oleh
Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi (PPIPE)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
664.36
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN 2019
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
PENGARAH
Kepala BPPT
Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc.
PENANGGUNGJAWAB
Direktur Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi
Dr. Ir. Adiarso, MSc.
TIM PENYUSUN
Jaizuluddin Mahmud (Ketua)
Karnadi
Ati Widiati
Ayu Lydi Ferabiani
Dadang Rosadi
Supriyanto
Ermawan DS
Dharmawan
Prima Trie Wijaya
Kusrestuwardhani
Aflakhur Ridlo
Sunengsih
Irhan Febijanto
INFORMASI
Sekretariat Tim Penyusun Outlook Teknologi Pangan – BPPT
Gedung 720 Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi
Lt. 2 Kawasan Puspiptek - Serpong, Tanggerang Selatan, Banten 15314
Telp /Fax : (021) 75791391; E-mail : adiarso@bppt.go.id
Outlook Teknologi Pangan 2019
KATA SAMBUTAN
Puji syukur ke hadirat Allah SWT bahwa buku Outlook Teknologi Pangan 2019:
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit ini dapat diselesaikan. Buku
Outlook Teknologi Pangan 2019 ini diterbitkan oleh Pusat Pengkajian lndustri Proses
dan Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sebagai kelanjutan
dari Outlook Teknologi Pangan yang diterbitkan sejak tahun 2016, sekaligus sebagai
pertanggungjawaban kepada publik atas kegiatan yang dibiayai oleh anggaran
negara.
Pada bagian akhir buku ini dibahas tentang strategi pengembangan teknologi
pangan berbasis minyak sawit. Pembahasan diawali dengan mengidentifikasi
kebijakan yang mempengaruhi arah pengembangan teknologi di industri hilir berbasis
minyak sawit, kemudian menganalisis permasalahan yang dihadapi industri.
Pembahasan diakhiri dengan merumuskan strategi yang tepat yang
mempertimbangkan semua hal yang telah dibahas sebelumnya, baik tentang
teknologi, produk, pasar, maupun inovasi.
Buku Outlook Teknologi Pangan 2019 ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi dan acuan bagi instansi pemerintah, lembaga legislatif, swasta, industri,
akademisi dan masyarakat pada umumnya dalam pengembangan teknologi untuk
mendukung hilirisasi industri minyak sawit.
i PPIPE
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
PPIPE ii
Outlook Teknologi Pangan 2019
RINGKASAN EKSEKUTIF
Saat ini banyak hasil-hasil riset yang dapat dijadikan solusi bagi industri
hilir dalam menghadapi berbagai isu industri. Permasalahan tersebut antara lain
bagaimana mengurangi atau menghilangkan 3-MCPD pada produk minyak
goreng, cara mengolah limbah SBE industri, dan cara menjaga kualitas nutrisi
pada produk minyak goreng margarin dan shortening.
iii PPIPE
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Dukungan inovasi bagi daya saing industri minyak sawit dalam negeri
sangatlah penting. Industri ini menghadapi persaingan ketat dalam merebut
peluang pasar minyak nabati dunia yang semakin besar di masa akan datang.
Konsumsi minyak sawit dunia tahun 2030 diperkirakan mencapai 109 juta ton,
dan telah diperhitungkan hanya bisa dipenuhi oleh minyak sawit.
PPIPE iv
Outlook Teknologi Pangan 2019
v PPIPE
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
PPIPE vi
Outlook Teknologi Pangan 2019
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Ringkasan Eksekutif iii
Daftar Isi vii
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar viii
Daftar Lampiran x
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 2
1.2.Ruang Lingkup 4
1.3. Metodologi 5
Bab 2 Teknologi dan Industri 7
2.1. Teknologi 8
2.2. Industri 24
2.3. Inovasi 36
Bab 3 Kondisi Pasar dan Nilai Tambah 45
3.1. Kondisi Pasar 46
3.2. Nilai Tambah 57
Bab 4 Kebijakan dan Strategi 61
4.1. Kebijakan Pengembangan Teknologi 62
4.2. Isu dan Permasalahan 67
4.3. Strategi Pengembangan 72
Bab 5 Penutup 75
Daftar Pustaka 78
Lampiran 84
vii PPIPE
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PPIPE viii
Outlook Teknologi Pangan 2019
ix PPIPE
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
DAFTAR LAMPIRAN
PPIPE x
Outlook Teknologi Pangan 2019
xi PPIPE
1
Pendahuluan
Outlook Teknologi Pangan 2019
BAB 1 PENDAHULUAN
Nilai ekspor produk kelapa sawit tahun 2018 mencapai US$ 22,308 Juta,
memberikan kontribusi 13,5% terhadap nilai total ekspor non migas nasional.
Ekspor ini akan terus tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan dunia
akan CPO (Crude Palm Oil), atau minyak sawit.
Produk ekspor kelapa sawit terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu CPO
(Crude Palm Oil) pada sisi hulu, dan produk turunannya pada sisi hilir. Tahun 2010,
ekspor produk hulu masih dominan terhadap produk hilir dengan komposisi
60:40, tahun 2018 komposisi ini berubah menjadi 19:81 persen.
2 Pendahuluan
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Salah satu rencana aksi pemerintah dalam kebijakan hilirisasi sawit adalah
memperkuat riset, penguasaan teknologi dan inovasi produk hilir sawit. Hal ini
tentu tidak hanya untuk menjadi perhatian pemerintah, tetapi juga untuk pihak
industri dan dunia usaha, perguruan tinggi, dan masyarakat sawit.
Pendahuluan 3
Outlook Teknologi Pangan 2019
Kajian dalam buku ini mencakup teknologi, kondisi pasar, dan strategi
pengembangan teknologi. Kajian teknologi meliputi teknologi produksi minyak
sawit sebagai bahan baku industri, teknologi pengolahan minyak sawit menjadi
produk akhir yakni menjadi minyak goreng, margarin dan shortening. Kajian
teknologi dilengkapi dengan kajian inovasi yang sedang terjadi di industri ini.
4 Pendahuluan
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
1.3 Metodologi
Kajian ini didukung oleh metoda kualitatif yang deskriptif eksploratif dan
metoda kuantitatif yang mengembangkan dan menggunakan model-model
matematis. Kajian menggunakan data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara, Focus Group Discussion, dan observasi langsung
di lapangan. Wawancara mendalam (In-depth interview) dilakukan terhadap pakar
atau pelaku yang memahami baik kondisi industri. Responden berasal dari
berbagai pihak, antara lain:
Pendahuluan 5
Outlook Teknologi Pangan 2019
Selain data primer, kajian ini menggunakan data sekunder yang bersumber
dari Badan Pusat Statistik (BPS), buku dan dokumen teknis yang bersumber dari
Lembaga Pemerintah antara lain dari Kementerian Pertanian, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Pengelolah Dana Perkebunan
Kelapa Sawit (BPDPKS), Institut Pertanian Bogor, dan Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Data tersebut diperoleh dalam bentuk hard
copy, dan soft copy melalui situs resmi masing-masing lembaga tersebut. Data
sekunder lainnya diperoleh dari internet melalui laman resmi beberapa jurnal
nasional dan internasional, perusahaan minyak goreng nasional, asosisasi usaha,
majalah dan koran, dan organisasi internasional.
Metodologi yang digunakan untuk mengolah data antara lain trend analysis,
interpolasi data, scenario analysis. Trend analysis dilakukan dalam memahami
kecenderungan data produksi, konsumsi, ekspor dan impor produk pangan
berbasis minyak sawit. Interpolasi data pasar dilakukan karena tidak tersedianya
data yang cukup lengkap untuk diolah. Scenario analysis digunakan dalam
melakukan proyeksi produksi dan konsumsi minyak goreng margarin dan
shortening dalam beberapa tahun ke depan.
6 Pendahuluan
2
Teknologi dan Industri
Outlook Teknologi Pangan 2019
2.1. Teknologi
Minyak sawit adalah minyak nabati yang diperoleh dari buah (mesocarp)
kelapa sawit. Minyak sawit banyak digunakan sebagai bahan baku industri
makanan (edible oil) karena memiliki sifat fungsional spesifik yang
menjadikannya penting dalam berbagai produk pangan. Sifat ini berkontribusi
pada rasa, stabilitas panas, ketahanan terhadap oksidasi, tekstur dan kehalusan.
Minyak sawit
kaya dengan
Micronitrients:
Tokoferol
Tokotrienol
Karotenoid
Fitosterol
Kriteria Persyaratan
Uap panas
Tandan
Buah
Segar Sterilisasi TBS Steril
(TBS)
Tandan
Pemipilan
Kosong
Minyak (TKKS)
pada
Pengepresan
Konsentrat
Depricarpin Serat
Sludge Penjernihan
Pemecahan Cangkang
Minyak
Pengepresan
Sawit Biji
(CPO) (Kernel
Minyak
Kernel
(PKO)
2. Ampas hasil press yang masih bercampur nuts dan berbentuk gumpalan
dipecah dan dibawa ke Cake Beaker Conveyor untuk dipisahkan antara
ampas dan nuts.
Proses Penjernihan Minyak (Clarification Process)
Proses penjernihan atau pemurnian minyak sawit merupakan kegiatan
memisahkan minyak dari kotoran dan unsur–unsur yang dapat
mengurangi kualitas minyak dengan mengupayakan kehilangan minyak
seminimal mungkin. Proses pemisahan minyak, air, dan kotoran dilakukan
dengan sistem pengendapan, sentrifuge, dan penguapan.
Minyak sawit kasar yang keluar dari pabrik kelapa sawit mengandung
zat-zat yang tidak diinginkan. Zat tersebut antara lain asam lemak bebas atau
FFA (free fatty acids), phosphatides, metal ions, pigments, oxidation by-products,
hydrocarbons, moisture dan partikel luar lainnya. Agar dapat dikonsumsi manusia
dengan aman maka minyak sawit tersebut harus melalui proses pemurnian
(refinery).
Pemurnian minyak sawit dapat dilakukan secara fisik (physical refining) dan
secara kimia (Chemical refining). Pada prinsipnya kedua jenis proses ini sama
(Gambar 2.2), yakni melakukan proses penghilangan getah dan zat-zat yang
1. Degumming
Tahap awal proses pemurnian ini bertujuan
untuk menghilangkan zat-zat yang terlarut,
atau zat-zat yang bersifat koloidal seperti
gum, resin, fosfatida dan protein dalam
minyak sawit. Asam fosfat ditambahkan ke
dalam minyak sawit sehingga getah dan
pengotor dalam minyak membentuk lapisan
yang mudah dipisahkan. Proses degumming menghasilkan minyak sawit
yang terbebas dari kotoran gum, resin, fosfatida dan protein.
2. Netralisasi
Netralisasi adalah penambahan basa pada
minyak sawit yang bertujuan untuk
menghilangkan asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak sawit. Proses netralisasi
efektif dengan pengadukan selama 15 menit.
3. Bleaching
Proses pemucatan minyak, dimaksudkan
untuk mengurangi atau menghilangkan zat-
zat warna (pigmen) dalam minyak mentah,
baik yang terlarut ataupun yang terdispersi.
Bleaching dilakukan dengan mencampur
minyak dengan sejumlah kecil absorben. Jenis
absorben yang dipakai bisa dari tanah serap
(fuller earth), lempung aktif (activated clay),
arang aktif atau absorben dari bahan kimia.
4. Deodorisasi
Proses ini bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa dan bau yang tidak
dikehendaki dalam minyak untuk makanan.
Senyawa-senyawa yang menimbulkan rasa dan
bau yang tidak enak tersebut biasanya berupa
senyawa karbohidrat tak jenuh, asam lemak
bebas dengan berat molekul rendah, senyawa-
senyawa aldehid dan keton serta senyawa-
senyawa yang mempunyai volatilitas tinggi
lainnya. Minyak dipanaskan sehingga mencapai suhu 265 oC, dan uapnya
yang kita kenal sebagai destilat asam lemak minyak kelapa sawit
(PFAD/Palm Fatty Acid Destilated) dipisahkan. Pada tahap ini minyak yang
dihasilkan disebut RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil).
5. Fraksionasi
Proses ini terdiri atas kristalisasi suatu fraksi
yang menjadi padat pada temperatur
tertentu dan disusul dengan pemisahan
kedua fraksi itu. Fraksi yang menjadi kristal
adalah stearin dan yang tetap cair adalah
olein. Fraksi stearin merupakan bahan untuk
pembuatan margarin dan shortening,
sedangkan fraksi olein merupakan bahan
untuk pembuatan minyak goreng.
Minyak goreng sawit adalah minyak sawit yang sudah melalui pemurnian,
pemucatan, penghilangan bau, sehingga minyak goreng disebut juga RBD (refined
bleached and deodorized) palm olein. RBD palm olein merupakan minyak fraksi cair,
berwarna kuning kemerahan yang diperoleh dari hasil fraksionasi. Untuk
mendapatkan minyak goreng kualitas tertentu minyak sawit mengalami
pemurnian berulan-ulang.
Margarin menggunakan bahan baku stearin yang berasal dari minyak sawit,
merupakan hasil pemurnian dan fraksionasi minyak sawit. Bahan-bahan lain
yang dibutuhkan pada proses produksi margarin adalah bahan tambahan yang
larut minyak (fat soluble) seperti Vitamin A, Vitamin D dan lesitin.
Bahan yang larut air (water soluble) seperti pewarna, garam, dan bahan pengawet,
sedangkan yang larut air dan minyak adalah emulsifier. Margarin diperoleh dari
fraksi padat yang merupakan emulsi tipe water in oil (w/o), yaitu fase air yang
berada dalam fase minyak.
1. Hidrogenasi
Proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan
hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak sehingga akan mengurangi
ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan membuat lemak bersifat plastis.
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari
rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Proses hidrogenasi
dilakukan dengan menggunakan hydrogen murni dan ditambahkan serbuk
nikel sebagai katalisator.
2. Emulsifikasi
Tahap ini bertujuan untuk mengemulsikan minyak dengan cara
penambahan emulsifier fase cair dan fase minyak pada suhu 80oC dengan
tekanan 1 atm.
Emulsifier fase cair merupakan bahan tambahan yang tidak larut dalam
minyak. Bahan tambahan ini dicampurkan ke dalam air yang akan dipakai
untuk membuat emulsi dengan minyak.
RBDPO
Formulasi
Hidrogenasi
Tempering Emulsifikasi
Shortening Margarin
3. Glycerine Purification
2.2. Industri
Klasifikasi industri
Kelapa sawit dikenal sebagai tanaman multi guna, hampir semua bagian
tanaman dapat diolah menjadi produk berguna bagi kehidupan manusia. Produk-
produk ini memiliki potensi untuk diolah menjadi produk industri. Jadi industri
kelapa sawit bukan saja mengolah buah sawit menjadi minyak sawit tetapi juga
mengolah produk sampingnya seperti cangkang dan kernelnya menjadi produk
yang benilai ekonomi. Produk-produk industri kelapa sawit ini dapat digambarkan
dalam sebuah pohon industri sebagaimana diilustrasikan pada gambar 2.8.
Industri hilir
Industri hilir sawit adalah industri yang mengolah minyak sawit menjadi
menjadi produk-jadi. Produk yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau
dinikmati oleh konsumen, antara lain minyak goreng, margarin, shortening, special
fats, dan super olein. Kondisi industri hilir dalam negeri cukup berkembang
(Gambar 2.9). Tahun 2010 jumlah jenis produk hilir yang dihasilkan Indonesia
tercatat 72 jenis, tahun 2018 berkembang mencapai 158 jenis, dan ditargetkan
pemerintah tahun 2030 menjadi 200 jenis produk. Perkembangan produk hilir ini
diharapkan mampu memberi sumbangan terhadap devisa negara dimasa akan
datang.
72
20,54
13,59
Kapasitas produksi industri hilir sampai dengan tahun 2017, untuk industri
pemurnian pabrik minyak goreng sawit sebesar 47,00 juta dengan
confectionaries lemak padatan sebesar 2,65 juta ton. Nilai investasi industri hilir
minyak sawit tercatat USD 4,1 Milliar. Kontribusi terhadap devisa negara
mengalami peningkatan dari USD 13,59 Milliar tahun 2010 menjadi USD 20,54
Milliar tahun 2018. Pemerintah mendorong kontribusi dari industri ini terus
meningkat di masa akan datang dengan target USD 43,41 Milliar pada tahun
2030.
Pelaku usaha di industri hilir minyak sawit belum tercatat dengan tepat.
Menurut GIMNI (Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia), saat ini
terdapat 75 perusahaan yang memproduksi minyak goreng di Indonesia. Dari
jumlah tersebut 8 diantaranya melakukan ekspor. Pada laman resmi
Kemenperin tercatat ada 47 perusahaan industri minyak goreng dan 2
perusahaan industri margarin. Beberapa produk minyak goreng yang populer
dijumpai di pasar antara lain dengan merek Bimoli, Filam, Tropical, Tropicana
Slim, Sunco, Sania, Kunci Mas, Sedaap, Fortune, Forvita.
29
Outlook Teknologi Pangan 2019
Bahan baku minyak goreng adalah RBD palm olein (fase cair) atau disingkat
Olein, sedangkan margarin dan shortening berasal dari RBD palm stearin (fase
padat) disingkat Stearin. Kedua bahan baku ini berasal dari hasil fraksionasi
RBDPO.
RBDPO (Refined,
Bleached,
Deodorized Palm Oil):
Warna Pucat
Asam lemak bebas
maks 0.1%
Bilangan Peroksida 0
Kadar Air maks 0.1%
RBDPO (Refined,
Bleached,
Deodorized Palm
Oil):
Faksi olein
digunakan
untuk minyak
goreng
Fraksi stearin
untuk margarin
dan shortening
Produk industri
Minyak goreng dipasar ada yang berbentuk curah dan ada yang sudah
dalam kemasan. Kemasan minyak goreng tidak lagi dalam kaleng tetapi beragam
mulai dari dalam botol hingga berkembang menjadi kemasan plastik. Minyak
goreng curah ada dalam bentuk drum atau kemasan plastik sederhana,
kualitasnya kurang terjamin, biasanya dijual ke pasar tradisional. Pemerintah
berencana memperluas penggunaan minyak goreng kemasan, sebagai pengganti
minyak goreng curah.
Tabel 2.3 Persyaratan produk minyak goreng sawit sesuai SNI 7709:2019
SNI 7709:2019
No Kriteria uji Satuan
Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - normal
1.2 Rasa - normal
2 Warna (lovibond 5,25” cell) kuning sampai jingga
3 Kadar air dan bahan fraksi maks. 0,1
menguap (b/b) massa, %
4 Asam lemak bebas (dihitung fraksi maks 0,3
sebagai asam palmitat) massa, %
5 Bilangan peroksida mek maks. 10*
O2/kg
6 Vitamin A IU/g min. 45***
7 Minyak pelikan negatif
8 Cemaran logam
8.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,10
8.2 Timbal (Tb) mg/kg maks. 0,10
8.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0/250,0**
8.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05
9 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,10
Catatan:
*) pengujian dilakukan terhadap contoh yang diambil di pabrik
**) untuk produk dikemas dalam kaleng
***) vitamin A (total) merupakan jumlah dari vitamin A dan pro vitamin A (karoten) yang dihitung
kesetaraannya dengan vitamin A
Sumber: Kemenperin 2019
2.3. Inovasi
Inovasi terkait industri pangan berbasis minyak sawit dapat ditelusuri di
lembaga litbang dan perguruan tinggi. Walaupun umumnya masih dalam tahap
riset namun topik risetnya cukup relevan dengan masalah yang sedang dihadapi
industri. Riset yang menonjol antara lain tentang kontaminan minyak sawit
3-MCPD, penanganan Spent Bleaching Earth, dan fortifikasi Vitamin A dan E.
Menurut BPDPKS bahwa respon pasar saat ini menginginkan minyak sawit
yang lebih sehat. Kandungan 3-MCPD Ester harus di bawah 1.5 ppm pada
minyak sawit normal, dan di bawah 0.5 ppm untuk minyak sawit yang digunakan
pada susu dan makanan bayi. Sedangkan untuk kandungan GE harus di bawah
0.3 ppm untuk minyak sawit yang digunakan di semua aplikasi produk pangan.
Pada tahap pemurnian, minyak sawit terlebih dahulu dicuci dengan air
atau etanol (75%). Proses ini mengurangi kemampuan untuk
pembentukan 3-MCPD ester dan senyawa terkait dalam minyak sawit
masing-masing sekitar 20 dan 25%. Cara ini memiliki keuntungan karena
dapat menghindari munculnya 3-MCPD ester tanpa merubah teknologi
pemurnian yang selama ini digunakan.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berhaya dan Beracun dengan kode limbah B-413 maka
SBE termasuk kategori limbah B3. Alasan yang menjadi pertimbangan dalam PP
tersebut adalah karena bahan tersebut mengandung residu minyak dan asam.
Pada peraturan ini juga dikemukakan bahwa limbah ini dapat digunakan namun
harus dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Aturan upaya pemanfaatan
limbah B3 ini dikenal dengan 3R (Recycle, Reuse, dan Recovery).
Selama ini ada beberapa inovasi telah muncul untuk mengatasi limbah
SBE. Salah satu upaya dilakukan adalah dengan meminimalisir kandungan
minyak SBE yang terbuang. Persentase residu minyak sawit di dalam spent
bleaching earth bisa mencapai 20-30%. Kandungan minyaknya dapat diperkecil
dengan penanganan khusus seperti ekstraksi.
Diversifikasi produk
Selain minyak goreng margarin dan shortening, minyak sawit juga dapat
diolah menjadi produk pangan lainnya. Beberapa inovasi produk
memperlihatkan keberhasilannya menggantikan sebuah produk pangan
(product subtitute) dengan yang berbahan minyak sawit, seperti vegetable
ghee/vanaspati, confectioneries fat, filling/cream, spread fat, filled milk, Cocoa Butter
Alternatves (CBE/CBS/CBR) dan berbagai produk emulsifier lainnya.
Produk olahan minyak sawit ini bernilai jual tinggi dan menjadi komoditi
ekspor, terutama bagi negara-negara di kawasan Timur Tengah adalah vegetable
ghee/vanaspati.
Aplikasi minyak sawit yang lainnya antara lain subtitusi lemak susu, krim rasa
susu, ingredien infant formula, dan lemak pada susu ASI formula.
Minyak dari kelapa sawit memiliki peluang paling besar dalam memenuhi
kebutuhan minyak nabati dunia akan datang. Hal ini terutama dikarenakan
tanaman sawit membutuhkan lahan lebih sedikit dibanding tanaman minyak
nabati lain. Dominasi minyak sawit sudah terlihat dalam beberapa tahun
terakhir ini. Tahun 2017, produksi minyak sawit tercatat paling tinggi yakni 69,8
juta ton, 34% dari total minyak nabati dunia.
80
70
60
50
(Juta Ton)
40
30
20
10
0
2014 2015 2016 2017 2018
Produksi Konsumsi
India
16,16%
Negara Indonesia
lainnya 14,41%
48,16%
China
8,15%
Malaysia
Thailand Pakistan 4,85%
3,51% 4,77%
Jaminan bahan baku minyak goreng dalam negeri juga dapat dilihat dari
potensi produksi minyak sawit yang cenderung naik tiap tahun. Dalam 5 tahun
terakhir (2014-2018) potensi produksi minyak sawit dalam negeri naik sebesar
24,38% dari 36,1 juta ton tahun 2014 menjadi 44,9 juta ton tahun 2018, atau
tumbuh rata-rata 4,88% pertahun.
18
16
14
12
(Juta ton)
10
0
2014 2015 2016 2017 2018
Konsumsi Ketersediaan
35
(Ribu ton)
30
25
20
15
10
-
2014 2015 2016 2017 2018
Konsumsi Produksi
60,00
50,00
40,00
(Juta ton)
30,00
20,00
10,00
-
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
10,00
9,00
8,00
7,00
6,00
(Juta ton)
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
-
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Konsumsi Ketersediaan
160
(Ribu ton)
140
120
100
80
60
40
20
-
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Konsumsi Produksi
Ekspor-Impor Margarin
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012-2018, ekspor
margarin Indonesia cenderung meningkat (Gambar 3.12). Jika tahun 2011 ekspor
margarin Indonesia masih 787 ton, tahun 2018 meningkat menjadi 1.138 ton.
Kondisi ini berbeda dengan nilai ekpor yang cenderung menurun. Selain ekspor,
Indonesia juga impor margarin, bahkan dalam jumlah yang jauh lebih besar
dibanding yang diekspor.
4,0
(Ribu Ton)
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
-
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Ekspor Impor
Ekspor-Impor Shortening
Ekspor shortening Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Tahun 2012 ekspor shortening sebesar 353 ribu ton naik di tahun 2018 menjadi
745 ribu ton, tumbuh rata-rata 18,54% pertahun. Sedangkan impor relatif kecil
dan cenderung stabil rata-rata 1,3 ton pertahun (Gambar 3.13).
800.000
(Ton)
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
-
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Ekspor Impor
Nilai tambah ekonomi, baik nilai tambah bisnis maupun nilai tambah
teknis, produk turunan minyak sawit sangat bervariasi. Nilai tambah ini
tergantung dari harga bahan baku, tingkat kesulitan dalam ekstraksi produk,
dan harga produk turunan di pasar. Semakin dapat dimanfaatkan/dibutuhkan
produk turunan minyak sawit, nilai tambahnya semakin tinggi.
Produk pangan yang dapat dihasilkan dari minyak sawit dan CPKO,
antara lain seperti emulsifier, margarin, minyak goreng, shortening, susu full
krim, konfeksioneri, yogurt, dan lain-lain. Sedangkan produk non pangan yang
dihasilkan dari minyak sawit dan CPKO, seperti epoxy compound, ester
compound, lilin, kosmetik, pelumas, fatty alcohol, biodiesel
CPO 30 -
Minyak Goreng 50 60
Fatty acid 100
Ester 150-200
Surfaktan 300-400
Emulsifier 300-400
Kosmetik 600-1000 600
Sabun 300
Margarin 180
Berdasarkan data nilai produk, nilai input, dan nilai output industri minyak
goreng sawit industri besar dan sedang, dapat diperoleh gambaran tentang nilai
tambah dari industri minyak goreng sawit Indonesia (Tabel 3.2). Nilai tambah
industri minyak goreng sawit berfluktuasi dari tahun ke tahun. Nilai tambah
meningkat jika perbandingan naiknya nilai input lebih kecil dari perbandingan
naiknya nilai output tahun sebelumnya.
Kode Nilai Produksi Nilai input Nilai output Nilai tambah Nilai
KLBI Tambah
dan 10432 (2010), 10432 (2010), 10432 (2010), 10432 (2010), (%)
Tahun 15144 (2006) 15144 (2006) 15144 (2006) 15144 (2006)
Isu bukan saja muncul dari pasar global akan tetapi juga dari dalam negeri
sendiri. Industri pangan berbasis minyak sawit dalam negeri saat ini
menghadapi permasalahan kebijakan pemerintah yang mewajibkan
minyak goreng sawit difortifikasi vitamin A (SNI 7709:2012). Kebijakan ini
didasarkan pertimbangan bahwa minyak goreng sawit adalah bahan
makanan yang paling tepat sebagai pengantar vitamin A kepada
masyarakat, dan terbukti efektif pada anak balita dan meningkatkan daya
tahan anak terhadap penyakit.
Permasalahan bagi industri karena sifat Vitamin A yang tidak stabil dalam
minyak goreng. Buah sawit memiliki kandungan βkaroten (Pro vitamin A)
yang tinggi namun hilang saat proses pembuatan minyak goreng. Cara lain
yang bisa dilakukan adalah dengan menambahkan vitamin A (sintetik)
pada produk. Akan tetapi, cara ini membuat industri harus menambah
pengeluaran ekstra yang relatif mahal, minyak gorengpun jadi mahal.
Vitamin A selama ini masih impor dan belum ada informasi pengganti
vitamin A lain yang efektif. Permasalahan lainnya adalah aspek penegakan
hukum terhadap kebijakan ini belum mendukung, dan butuh waktu bagi
industri kemas (Repacker) jika SNI Wajib diberlakukan.
3. Wajib kemasan
4. Kontaminan 3-MCPD
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014, limbah SBE masuk
dalam kategori berbahaya (B3) karena dapat mengakibatkan pencemaran
berat pada tanah dan perusakan lingkungan hidup. SBE adalah limbah B3
dengan kode limbah B413, dengan sumber limbah berasal dari proses
industri oleochemical dan pengolahan minyak hewani atau nabati dengan
kategori limbah berbahaya level 2.
6. Diversifikasi produk
BAB 5 PENUTUP
76 Penutup
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Penutup 77
Outlook Teknologi Pangan 2019
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar LH. 2019. Kebijakan dan Implementasi Hilirisasi Kelapa Sawit untuk
Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Industri Nasional. FGD Outlook
Teknologi Pangan; 2019 Nov 14; Jakarta: BPPT
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta: BPS
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI Crude Palm Oil. Jakarta: BSN
78 Daftar Pustaka
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2015. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri
Ekspor Menurut Komoditi dan Negara, 2009-2014. Jakarta: BSN
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2019. Buletin statistik perdagangan ekspor dan
impor 2012-2019. Jakarta: BSN
Fry J., et all. 2018. Study on The Environmental Impact of Palm Oil Consumption and on
Existing Sustainability Standards. EU
GAPKI. 2017. Proyeksi vegetable oil dunia 2025: Bagaimana posisi indonesia di
masa mendatang [internet]. Dapat di lihat pada: https://gapki.id/news/3124/
proyeksi-vegetable-oil-dunia-tahun-2025-bagaimana-posisi-indonesia-di-masa-mendatang
Hui. 1996. Oils and Fats in Bakery Products. In Bailey’s Industrial Oil and Fats
Products
Daftar Pustaka 79
Outlook Teknologi Pangan 2019
Keong WNg & Low SY. 2008. Evaluation of Spent Bleaching Clay from Palm Oil
Refining as an Ingredient for Diets of Red Hybrid Tilapia, Oreochromis sp.
Journal of Applied Aquaculture 17
Loh SK, James S, Ngatiman M, Cheong KY, Choo YM, Lim WS. 2013.
Enhancement of palm oil refinery waste – Spent bleaching earth (SBE) into bio
organic fertilizer and their effects on crop biomass growth. Industrial Crops and
Products 49:775-781
Mahmud J, et al., 2015. The Design of Net Energy Balance Optimization Model for
Crude Palm Oil Production. Di dalam: Intelligence in the Era of Big Data. Berlin,
Heidelberg: Springer. hlm 76–88
Minyak Sawit sebagai Bahan Baku Surfaktan yang Handal dan Ramah
Lingkungan. 2019. Surfactant and Bioenergy Research Center; Diskusi Sawit Bagi
Negeri; 2019 Jan 19; Jakarta
80 Daftar Pustaka
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Perdani, C.G.; Zakaria, F.R.; Prangdimurti, E., 2016, Pemanfaatan minyak sawit
mentah sebagai hepatoprotektor pada ibu rumah tangga di Dramaga Bogor,
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 17 No. 2 [Agustus 2016] 119-128.
PT. Centra Rekayasa Enviro. 2019. Recovery spent bleaching earth (SBE).
http://www.cr-enviro.com/our-product/solid-waste-treatment/recovery-spent-bleaching-
earth-sbe/
Rabobank. 2017. Analysis of Salient Human Rights Issues in The Palm Oil Value
Chain (Interim Report). http ://www.rabobank.com/en/images-sustainable-
palm-oil-the-norm-our-vision-on-a-commodity-chain.pdf
Ramli MR, et all. 2011. Effects of degumming and bleaching on 3‐MCPD esters
formation during physical refining. J Am Oil Chem Soc 88:1839–1844
Setiawan A., Purwadio H.. 2013. Arahan pengendalian fungsi lahan pertanian
pangan menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Katingan. Jurnal Teknik
Pomits Vo. 2, No. 4 (2301-9271)
Daftar Pustaka 81
Outlook Teknologi Pangan 2019
Siahaan D. 2018. Produk konsumer goods dari kelapa sawit. Seminar Nasional
Industri Hilir Kelapa Sawit; 2018 Jan 17-18; Yogyakarta
Sinaga S. 2019. GIMNI Minta limbah penyulingan CPO tak dikategorikan B3.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190823/257/1140233/gimni-minta-limbah-penyulingan-
cpo-tak-dikategorikan-b3
Steinweg T., dkk. 2017. Unsustainable Palm Oil Faces Increasing Market Acces Risks.
Chain Reaction Research
Susantika M. 2010. Sidolisis enzimatik RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)
dan asam stearat untuk memproduksi triasilgliserol khas cocoa butter. Bogor: IPB
Tim Riset PASPI. 2018. Analisis Isu Strategis Sawit Vol. IV, No. 27/07/2018
Usman, T., Ariany, L., Rahmalia, W., Advant, R. 2009. Esterifikasi asam lemak dari
limbah kelapa sawit (sludge oil) menggunakan katalis tawas. Indo. J. Chem 3:474–
478
Zulkurnain M, Lai OM, Tan SC, Latip RA, Tan CP. 2013. Optimization of palm oil
physical refining process for reduction of 3-Monochloropropane-1,2-diol (3-
MCPD) Ester Formation. J. Agric. Food Chem. 61:3341-3349
82 Daftar Pustaka
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Daftar Pustaka 83
Outlook Teknologi Pangan 2019
LAMPIRAN
84 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Lampiran 85
Outlook Teknologi Pangan 2019
86 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Lampiran 87
Outlook Teknologi Pangan 2019
2014 2015
2016 2017 2018
60 65 67 74 81
40 35 33 26 19
2014 2015 2016 2017 2018
Ekspor Crude Ekspor Minyak & FAME
88 Lampiran
Lampiran 7. Peta pengembangan produk hilir minyak sawit sd. Tahun 2017
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Lampiran
89
Sumber: Kemenperin 2019
Lampiran 8. Produksi minyak sawit Indonesia
90 Lampiran
Forecast assumption:
▪ Achievement to Potential Prod.
(Marihat S3) : 95% (Eqv. Ach.
2018)
▪ Avg CPO ER 20%
▪ Avg Replanting 98K Ha per year
Data Sources :
BPS, Press Release GAPKI, & Internal
Formulation
Outlook Teknologi Pangan 2019
Lampiran 91
Outlook Teknologi Pangan 2019
92 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Lampiran 10. Ekspor minyak sawit Indonesia dalam berat bersih (Ton) dan
wilayah tujuan
Kelompok Berat Bersih (Ton) Ekspor Minyak Sawit
Negara
2010 2011 2012 2013 2014
Tujuan
Lampiran 93
Outlook Teknologi Pangan 2019
Lampiran 11. Ekspor minyak sawit Indonesia dalam nilai FOB (US
$ x 1.000) dan wilayah tujuan
94 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
2011 244,061
2012 246,945
2013 249,829
2014 252,712
2015 255,59
2016 258,50
2017 261,36
2018 264,16
2019 266,91
2020 269,60
2021 272,25
2022 274,86
2023 277,43
2024 279,97
2025 282,45
2026 284,90
2027 287,29
2028 289,62
2029 291,90
2030 294,12
Lampiran 95
Outlook Teknologi Pangan 2019
Produksi Konsumsi
Tahun
(Juta ton) (Juta ton)
96 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Negara
27.343 28.232 28.509 30.214 31.393 32.206 30.111 48,16
lainnya
Total Dunia 57.294 58.206 58.899 61.516 65.345 68.666 62.526 100,00
Lampiran 97
Outlook Teknologi Pangan 2019
98 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Lampiran 99
Outlook Teknologi Pangan 2019
100 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
Lampiran 101
Outlook Teknologi Pangan 2019
102 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit
2011 na na
2012 9,52 na
2013 12,16 1,22
2014 13,74 0,23
2015 15,66 0,04
2016 15.16 0,03
2017 12,75 2,43
2018 12,41 0,32
Lampiran 103
Outlook Teknologi Pangan 2019
104 Lampiran