Anda di halaman 1dari 120

ISBN 978-602-1328-11-8

OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN 2019

Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Editor:

Adiarso
Ismariny
Jaizuluddin Mahmud
Socia Prihawantoro

Publikasi ini bisa didownload di web :


www.bppt.go.id
www.ppipe-bppt.go.id

PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI PROSES DAN ENERGI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI


OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN 2019
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

ISBN 978-602-1328-11-8

© Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Diterbitkan oleh
Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi (PPIPE)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Gedung BPPT II, Lantai 11


Jl. M.H. Thamrin 8, Jakarta 10340

Telp. : (021) 7579-1391


Fax : (021) 7579-1391
email : jaizuluddin.mahmud@bppt.go.id

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Outlook teknologi pangan 2019 : teknologi


Industri pangan berbasis minyak sawit / tim penyusun,
Jaizuluddin Mahmud ... [et al.];editor, Adiarso ... [et.al.]--
Tangerang : Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi,
2019.
104 hlm.;29 cm

Bibliografi : hlm. ...


ISBN 978-602-1328-11-8

1. Kelapa sawit – Teknologi pangan. I. Jaizuluddin


Mahmud. II. Adiarso.

664.36
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN 2019
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

PENGARAH
Kepala BPPT
Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc.

Deputi Kepala BPPT Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi


Dr. Ir. Gatot Dwianto, M.Eng.

PENANGGUNGJAWAB
Direktur Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi
Dr. Ir. Adiarso, MSc.

Kepala Bagian Program dan Anggaran


Dr. Edi Hilmawan, B.Eng., M.Eng..

Kepala Program Pengkajian Industri Proses


Dr. Socia Prihawantoro, SE., ME.

TIM PENYUSUN
Jaizuluddin Mahmud (Ketua)
Karnadi
Ati Widiati
Ayu Lydi Ferabiani
Dadang Rosadi
Supriyanto
Ermawan DS
Dharmawan
Prima Trie Wijaya
Kusrestuwardhani
Aflakhur Ridlo
Sunengsih
Irhan Febijanto

INFORMASI
Sekretariat Tim Penyusun Outlook Teknologi Pangan – BPPT
Gedung 720 Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi
Lt. 2 Kawasan Puspiptek - Serpong, Tanggerang Selatan, Banten 15314
Telp /Fax : (021) 75791391; E-mail : adiarso@bppt.go.id
Outlook Teknologi Pangan 2019

KATA SAMBUTAN

Puji syukur ke hadirat Allah SWT bahwa buku Outlook Teknologi Pangan 2019:
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit ini dapat diselesaikan. Buku
Outlook Teknologi Pangan 2019 ini diterbitkan oleh Pusat Pengkajian lndustri Proses
dan Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sebagai kelanjutan
dari Outlook Teknologi Pangan yang diterbitkan sejak tahun 2016, sekaligus sebagai
pertanggungjawaban kepada publik atas kegiatan yang dibiayai oleh anggaran
negara.

Buku ini memberikan gambaran ringkas mengenai teknologi yang menopang


industri dalam menghasilkan produk-produk makanan berbasis minyak sawit, terutama
pada tiga produk intinya yaitu minyak goreng, margarin dan shorthening. Berbagai
inovasi teknologi dikemukakan, baik yang terjadi di produk maupun yang terkait dengan
proses produksi. Buku ini juga menguraikan peluang pasar masing-masing produk.
Nilai tambah menjadi perhatian khusus karena munculnya beragam produk hasil
inovasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam skala industri.

Pada bagian akhir buku ini dibahas tentang strategi pengembangan teknologi
pangan berbasis minyak sawit. Pembahasan diawali dengan mengidentifikasi
kebijakan yang mempengaruhi arah pengembangan teknologi di industri hilir berbasis
minyak sawit, kemudian menganalisis permasalahan yang dihadapi industri.
Pembahasan diakhiri dengan merumuskan strategi yang tepat yang
mempertimbangkan semua hal yang telah dibahas sebelumnya, baik tentang
teknologi, produk, pasar, maupun inovasi.

Buku Outlook Teknologi Pangan 2019 ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi dan acuan bagi instansi pemerintah, lembaga legislatif, swasta, industri,
akademisi dan masyarakat pada umumnya dalam pengembangan teknologi untuk
mendukung hilirisasi industri minyak sawit.

i PPIPE
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada semua


pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan sehingga buku ini bisa
diterbitkan. Buku ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangannya,
untuk itu dimohon masukan yang bersifat konstruktif dari para pembaca untuk
penyempurnaan buku berikutnya.

PPIPE ii
Outlook Teknologi Pangan 2019

RINGKASAN EKSEKUTIF

Minyak sawit merupakan komoditas strategis yang perlu mendapat


perhatian penting dalam pembangunan teknologi nasional. Minyak sawit
menjadi motor penggerak ekonomi di beberapa daerah, penghasil devisa negara
terbesar setelah minyak dan gas, dan produk turunannya menjadi terdepan
dalam persaingan pasar global.

Produk hilir minyak sawit telah mengalami peningkatan, saat ini


berjumlah 158 jenis produk, nilai ekspornya telah menggeser dominasi produk
hulu yang selama ini masih dikuasai minyak sawit (CPO). Seiring dengan
kebijakan hilirisasi pemerintah, jumlah produk hilir akan semakin diperbesar,
targetnya tahun 2030 mencapai 200 jenis produk.

Perkembangan sisi hilir industri minyak sawit juga seiring meningkatnya


intensitas inovasi teknologi dalam negeri. Isu dan permasalahan yang dihadapi
industri sejalan dengan topik-topik riset yang dikembangkan di lembaga litbang
dan perguruan tinggi. Riset yang menonjol antara lain tentang kontaminan 3-
MCPD, Spent Bleaching Earth (SBE), fortifikasi vitamin A, dan diversifikasi produk.

Saat ini banyak hasil-hasil riset yang dapat dijadikan solusi bagi industri
hilir dalam menghadapi berbagai isu industri. Permasalahan tersebut antara lain
bagaimana mengurangi atau menghilangkan 3-MCPD pada produk minyak
goreng, cara mengolah limbah SBE industri, dan cara menjaga kualitas nutrisi
pada produk minyak goreng margarin dan shortening.

iii PPIPE
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Dukungan inovasi bagi daya saing industri minyak sawit dalam negeri
sangatlah penting. Industri ini menghadapi persaingan ketat dalam merebut
peluang pasar minyak nabati dunia yang semakin besar di masa akan datang.
Konsumsi minyak sawit dunia tahun 2030 diperkirakan mencapai 109 juta ton,
dan telah diperhitungkan hanya bisa dipenuhi oleh minyak sawit.

Dukungan teknologi juga diperlukan bagi industri hilirnya, terutama 3


produk utamanya yaitu minyak goreng margarin dan shortening. Konsumsi
ketiga produk tersebut cenderung meningkat di pasar dalam negeri. Sementara
di sisi lain pemerintah terus mendorong ekspor produk-produk hilir bernilai
tambah tinggi.

Pengembangan teknologi di industri pangan berbasis minyak sawit


telah lama diharapkan pemerintah. Hal ini tampak secara implisit dalam
berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan. Kebijakan industri misalnya,
memuat aturan tentang arah pengembangan teknologi, strategi, sampai pada
penentuan program-program teknologi yang prioritas untuk dikerjakan.

Pada sisi lain, pengembangan teknologi juga dipengaruhi oleh berbagai


permasalahan yang dihadapi industri, antara lain isu perang dagang global,
fortifikasi minyak goreng, wajib kemasan, kontaminan 3-MCPD, limbah SBE,
dan diversifikasi produk. Isu-isu ini membutuhkan dukungan inovasi teknologi
juga yang belum tentu sinkron dengan kebijakan teknologi priotias pemerintah.

PPIPE iv
Outlook Teknologi Pangan 2019

Mengingat pentingnya teknologi dalam industri pangan berbasis minyak


sawit maka arah pengembangan teknologi sebaiknya ditujukan untuk
meningkatkan kualitas produk, efisiensi produksi, produktivitas, dan nilai
tambah industri. Tujuan ini akan berhasil jika didukung oleh kolaborasi dan
sinergitas antara pelaku usaha, pemerintah, dan lembaga litbang/perguruan
tinggi, serta masyarakat sawit.

Penentuan program prioritas pengembangan teknologi didasarkan pada


permasalahan yang dihadapi industri. Untuk itu teknologi prioritas yang
diusulkan dikembangkan adalah teknologi minimalisasi kontaminan 3-MCPD,
teknologi pengolahan Spend Bleaching Eart, teknologi fortifikasi minyak sawit, dan
teknologi diversifikasi produk.

v PPIPE
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

PPIPE vi
Outlook Teknologi Pangan 2019

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Ringkasan Eksekutif iii
Daftar Isi vii
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar viii
Daftar Lampiran x
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 2
1.2.Ruang Lingkup 4
1.3. Metodologi 5
Bab 2 Teknologi dan Industri 7
2.1. Teknologi 8
2.2. Industri 24
2.3. Inovasi 36
Bab 3 Kondisi Pasar dan Nilai Tambah 45
3.1. Kondisi Pasar 46
3.2. Nilai Tambah 57
Bab 4 Kebijakan dan Strategi 61
4.1. Kebijakan Pengembangan Teknologi 62
4.2. Isu dan Permasalahan 67
4.3. Strategi Pengembangan 72
Bab 5 Penutup 75
Daftar Pustaka 78
Lampiran 84

vii PPIPE
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat fisika-kimia minyak sawit 9


Tabel 2.2 Klasifikasi industri kelapa sawit Indonesia 26
Tabel 2.3 Persyaratan produk minyak goreng sawit sesuai SNI 7709:2019 34
Tabel 3.1 Nilai tambah beberapa produk berbasis sawit 58
Tabel 3.2 Nilai tambah industri minyak goreng sawit 59

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses pengolahan minyak kelapa sawit 10


Gambar 2.2 Proses pemurnian minyak sawit 14
Gambar 2.3 Proses pembuatan margarin dan shortening 20
Gambar 2.4 Produk-produk pemurnian minyak sawit 20
Gambar 2.5 Penghilangan asam lemak bebas 22
Gambar 2.6 Destilasi asam lemak 22
Gambar 2.7 Purifikasi gliserin 23
Gambar 2.8 Pohon industri kelapa sawit 25
Gambar 2.9 Kondisi industri hilir minyak sawit dalam negeri 27
Gambar 2.10 Sebaran industri hilir minyak sawit Indonesia 29
Gambar 2.11 Bahan baku industri 31
Gambar 2.12 Minyak goreng sawit dalam berbagai bentuk kemasan 33
Gambar 2.13 Margarin dan shortening dalam berbagai bentuk kemasan 35
Gambar 3.1 Konstribusi jenis minyak nabati dunia 2013 - 2017 47
Gambar 3.2 Produksi minyak nabati dunia 2013 - 2017 47

PPIPE viii
Outlook Teknologi Pangan 2019

Gambar 3.3 Luas kebutuhan lahan minyak nabati dunia 2013-2017 47


Gambar 3.4 Konsumsi dan produksi minyak sawit dunia 2014-2018 49
Gambar 3.5 Konsumsi minyak sawit negara-negara di dunia 2014-2018 49
Gambar 3.6 Konsumsi produksi minyak goreng sawit Indonesia 2014-2018 51
Gambar 3.7 Konsumsi dan produksi margarin Indonesia 2014-2018 51
Gambar 3.8 Proyeksi produksi minyak sawit dalam negeri 53
Gambar 3.9 Proyeksi konsumsi minyak goreng dalam negeri 53
Gambar 3.10 Proyeksi konsumsi margarin dalam negeri 54
Gambar 3.11 Ekspor minyak goreng sawit Indonesia 56
Gambar 3.12 Ekspor-impor margarin Indonesia 56
Gambar 3.13 Ekspor impor shortening Indonesia 57
Gambar 4.1 Hilirisasi industri pangan berbasis minnyak sawit 64
Gambar 4.2 Rencana aksi hilirisasi industri minnyak sawit 65

ix PPIPE
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Produktivitas dan luas lahan jenis minyak nabati dunia 84


Lampiran 2. Rantai nilai industri kelapa sawit dan pelaku usaha 85
Lampiran 3. Industri pengolahan kelapa sawit dan pelaku usaha 86
Lampiran 4. Industri pemurnian minyak sawit dan pelaku usaha 86
Lampiran 5. Peran industri kelapa sawit hulu-hilir terhadap 87
perekonomian
Lampiran 6. Kinerja hilirisasi industri 5 tahun terakhir 88
Lampiran 7. Peta pengembangan produk hilir minyak sawit 89
Lampiran 8. Produksi minyak sawit Indonesia 90
Lampiran 9. Perkembangan konsumsi minyak goreng sawit dalam 91
rumah tangga per provinsi
Lampiran 10. Ekspor minyak sawit Indonesia dalam berat bersih (Ton) 93
dan wilayah tujuan
Lampiran 11. Ekspor minyak sawit Indonesia dalam nilai 94
FOB (US $ x 1.000) dan wilayah tujuan
Lampiran 12. Proyeksi Penduduk Indonesia 2011-2030 95
Lampiran 13. Produksi dan konsumsi minyak sawit dunia 96
Lampiran 14. Konsumsi domestik minyak sawit dunia 97
Lampiran 15. Konsumsi minyak goreng dalam negeri 98
Lampiran 16. Produksi dan konsumsi minyak goreng dalam negeri 99
Lampiran 17. Produksi dan konsumsi margarin dalam negeri 99
Lampiran 18. Proyeksi produksi minyak sawit Indonesia 100

PPIPE x
Outlook Teknologi Pangan 2019

Lampiran 19. Proyeksi konsumsi minyak goreng dalam negeri 101


Lampiran 20. Proyeksi produksi dan konsumsi margarin Indonesia 102
Lampiran 21. Ekspor impor minyak goreng sawit Indonesia 103
Lampiran 22. Ekspor impor margarin Indonesia 103
Lampiran 23. Ekspor dan impor shortening Indonesia 104

xi PPIPE
1
Pendahuluan
Outlook Teknologi Pangan 2019

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit merupakan komoditas strategis dalam pembangunan
ekonomi nasional. Tanaman ini mudah tumbuh di nusantara, membuka banyak
lapangan kerja, mendorong perekonomian di berbagai daerah, dan menghasilkan
devisa negara terbesar di luar minyak dan gas.

Nilai ekspor produk kelapa sawit tahun 2018 mencapai US$ 22,308 Juta,
memberikan kontribusi 13,5% terhadap nilai total ekspor non migas nasional.
Ekspor ini akan terus tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan dunia
akan CPO (Crude Palm Oil), atau minyak sawit.

Produk ekspor kelapa sawit terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu CPO
(Crude Palm Oil) pada sisi hulu, dan produk turunannya pada sisi hilir. Tahun 2010,
ekspor produk hulu masih dominan terhadap produk hilir dengan komposisi
60:40, tahun 2018 komposisi ini berubah menjadi 19:81 persen.

Peningkatan produk hilir sawit seiring dengan meningkatnya ragam


produk turunan minyak sawit. Tahun 2010 produk hilir tercatat berjumlah 72
jenis, tahun 2018 meningkat menjadi 158 jenis. Pemerintah terus mendorong
diversifikasi produk hilir sawit dengan target tahun 2030 mencapai 200 jenis.

Peningkatan diversifikasi produk sawit yang bernilai tambah tinggi


tersebut di atas dipicu oleh kebijakan hilirisasi sawit pemerintah. Kebijakan ini
berjalan sejak tahun 2011, meliputi pengaturan bea keluar ekspor minyak sawit,
dan berbagai insentif untuk industri hilir minyak sawit.

2 Pendahuluan
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Visi kebijakan hilirisasi adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat


produsen dan konsumen produk turunan minyak sawit dunia pada tahun 2045,
sehingga mampu menjadi price setter (penentu harga) minyak sawit dunia.
Hilirisasi melalui tiga jalur, yakni hilirisasi oleofood, oleochemical, dan biofuel.

Hilirisasi sawit menghadapi beberapa tantangan, yaitu kurang


terintegrasinya industri hulu dengan industri hilirnya, tidak seimbangnya
kapasitas industri hilir dengan produksi minyak sawit (idle capacity), dan kurang
berkembangnya riset dan teknologi yang mendukung.

Salah satu rencana aksi pemerintah dalam kebijakan hilirisasi sawit adalah
memperkuat riset, penguasaan teknologi dan inovasi produk hilir sawit. Hal ini
tentu tidak hanya untuk menjadi perhatian pemerintah, tetapi juga untuk pihak
industri dan dunia usaha, perguruan tinggi, dan masyarakat sawit.

Rencana aksi pemerintah tersebut di atas perlu ditindaklanjuti dan


diperkuat dengan kebijakan pengembangan teknologi yang tepat. Untuk itu
pentingnya terlebih dahulu melakukan kajian kebijakan teknologi, menghasilkan
sebuah strategi pengembangan yang mengandung tujuan, kebijakan, strategi, dan
program prioritas pengembangan.

Buku Outlook Teknologi Pangan ini merupakan hasil kajian teknologi


pangan berbasis minyak sawit yang menyediakan informasi teknologi, inovasi,
dan strategi pengembangannya. Buku ini bertujuan memberi masukan bagi
pengambil kebijakan dalam mengembangkan riset teknologi dan inovasi industri
hilir minyak sawit Indonesia.

Pendahuluan 3
Outlook Teknologi Pangan 2019

1.2 Ruang Lingkup


Outlook Teknologi Pangan 2019 mengambil tema ‘Teknologi Industri
Pangan Berbasis Minyak Sawit’. Industri pangan yang dimaksud disini adalah
kelompok perusahaan yang mengolah minyak sawit menjadi produk akhir atau
antara. Produk hilir pangan (oleofood) minyak sawit beraneka ragam, kajian fokus
pada 3 produk utama, yaitu minyak goreng, margarin dan shortening.

Kajian dalam buku ini mencakup teknologi, kondisi pasar, dan strategi
pengembangan teknologi. Kajian teknologi meliputi teknologi produksi minyak
sawit sebagai bahan baku industri, teknologi pengolahan minyak sawit menjadi
produk akhir yakni menjadi minyak goreng, margarin dan shortening. Kajian
teknologi dilengkapi dengan kajian inovasi yang sedang terjadi di industri ini.

Analisis pasar meliputi kondisi sisi produksi, konsumen, ekspor dan


impor, termasuk dalam analisis ini adalah prediksi kondisi kedepan. Analisis
dilengkapi dengan identifikasi nilai tambah industri relatif terhadap industri
lainnya. Analisis pasar dan nilai tambah memberikan gambaran peluang akan
produk hilir minyak sawit, yaitu minyak goreng, margarin, dan shortening.

Analisis strategi meliputi identifikasi arah pengembangan teknologi, isu


dan permasalahan yang dihadapi, dan penyusunan strategi pengembangan
teknologi. Arah pengembangan teknologi mengacu pada kebijakan pemerintah
dan kepentingan dunia usaha. Analisis selanjutnya mengidentifikasi isu dan
permasalahan yang dihadapi industri dalam merealisasikan kebijakan tersebut.

Berdasarkan analisis teknologi, industri, inovasi, peluang pasar, nilai


tambah, arah pengembangan, permasalahan yang dihadapi, maka dapat disusun

4 Pendahuluan
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

strategi pengembangan teknologi pangan berbasis minyak sawit dalam negeri.


Sebuah strategi yang menjelaskan arah, tujuan, dan prioritas pengembangan
teknologi di masa datang.

1.3 Metodologi
Kajian ini didukung oleh metoda kualitatif yang deskriptif eksploratif dan
metoda kuantitatif yang mengembangkan dan menggunakan model-model
matematis. Kajian menggunakan data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara, Focus Group Discussion, dan observasi langsung
di lapangan. Wawancara mendalam (In-depth interview) dilakukan terhadap pakar
atau pelaku yang memahami baik kondisi industri. Responden berasal dari
berbagai pihak, antara lain:

1. Pelaku industri minyak goreng margarin dan shortening


2. GIMNI (Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia)
3. Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI)
4. Dirjen Agro Kementerian Prindustrian
5. Badan Pengelolah Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)
6. Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology
(SEAFAST) Center IPB
7. Dept. Ilmu dan Teknologi Pangan IPB
8. Fakultas Teknologi Pertanian UNPAD
9. Fakultas MIPA Dept. Kimia ITB
10. Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Timur

Pendahuluan 5
Outlook Teknologi Pangan 2019

Observasi merupakan pengamatan langsung ke industri minyak goreng


margarin dan shortening, dan kegiatan riset di SEAFAST IPB. Metoda ini
dilakukan untuk validasi data terutama dalam aspek teknologi yang sedang
digunakan dalam proses produksi minyak sawit, dan inovasi yang sedang
berlangsung yang masih dalam pengembangan di laboratorium.

Selain data primer, kajian ini menggunakan data sekunder yang bersumber
dari Badan Pusat Statistik (BPS), buku dan dokumen teknis yang bersumber dari
Lembaga Pemerintah antara lain dari Kementerian Pertanian, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Pengelolah Dana Perkebunan
Kelapa Sawit (BPDPKS), Institut Pertanian Bogor, dan Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Data tersebut diperoleh dalam bentuk hard
copy, dan soft copy melalui situs resmi masing-masing lembaga tersebut. Data
sekunder lainnya diperoleh dari internet melalui laman resmi beberapa jurnal
nasional dan internasional, perusahaan minyak goreng nasional, asosisasi usaha,
majalah dan koran, dan organisasi internasional.

Metodologi yang digunakan untuk mengolah data antara lain trend analysis,
interpolasi data, scenario analysis. Trend analysis dilakukan dalam memahami
kecenderungan data produksi, konsumsi, ekspor dan impor produk pangan
berbasis minyak sawit. Interpolasi data pasar dilakukan karena tidak tersedianya
data yang cukup lengkap untuk diolah. Scenario analysis digunakan dalam
melakukan proyeksi produksi dan konsumsi minyak goreng margarin dan
shortening dalam beberapa tahun ke depan.

6 Pendahuluan
2
Teknologi dan Industri
Outlook Teknologi Pangan 2019

BAB 2 TEKNOLOGI DAN INDUSTRI

2.1. Teknologi

Minyak sawit adalah minyak nabati yang diperoleh dari buah (mesocarp)
kelapa sawit. Minyak sawit banyak digunakan sebagai bahan baku industri
makanan (edible oil) karena memiliki sifat fungsional spesifik yang
menjadikannya penting dalam berbagai produk pangan. Sifat ini berkontribusi
pada rasa, stabilitas panas, ketahanan terhadap oksidasi, tekstur dan kehalusan.

Minyak sawit kaya dengan micronutrient dan sebagai sumber Vitamin E


yang potensial, terutama dalam bentuk tokoferol dan tokotrienol. Kedua unsur
nutrisi ini dapat berperan sebagai antioksidan alami dan melindungi sel-sel dari
proses kerusakan. Minyak sawit mengandung karotenoid, yang berfungsi sebagai
antioksidan dan sumber Vitamin A bagi tubuh. Dengan kandungan
fitosterol, minyak sawit secara ilmiah dapat membantu menurunkan kolesterol.

Minyak sawit
kaya dengan
Micronitrients:
Tokoferol
Tokotrienol
Karotenoid
Fitosterol

8 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Sifat fisika-kimia minyak sawit yang menjadi indikator dalam Standar


Nasional Industri meliputi warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas (free
fatty acid/FFA), dan bilangan yodium (SNI.01-2901-2006). Selain sifat yang diatur
SNI, karakteristik minyak sawit lainnya yang penting diketahui adalah bau,
flavor, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik nyala
dan titik api, dan bilangan penyabunan (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Sifat fisika-kimia minyak sawit

Kriteria Persyaratan

Warnaa) Jingga kemerah-merahan

Kadar aira) maksimum 0,5 % fraksi masa


Asam lemak bebasa) maksimum 0,5 % fraksi masa
Bilangan ioda) 50 – 55 g I/100 g minyak
Bilangan asamb) 6,9 mg KOH/g minyak
Bilangan penyabunanb) 224-249 mg KOH/g minyak
Titik lelehb) 21-24ºC
Indeks refraksi (40ºC)b) 36,0-37,5

Sumber: a)SNI 01-2901-2006, b) Hui, 1996

Teknologi pengolahan minyak kelapa sawit dapat dibedakan atas proses


upstream dan downstream. Teknologi pengolahan upstream adalah proses
pengolahan minyak kelapa sawit dari tandan kelapa sawit menjadi minyak
kelapa sawit (Gambar 2.1), sedangkan teknologi pengolahan downstream adalah
proses pengolahan minyak sawit menjadi produk lanjutan untuk produk pangan
(oleofood) maupun produk non pangan (oleokimia dan bioenergi).

Teknologi dan Industri 9


Outlook Teknologi Pangan 2019

Pengolahan minyak kelapa sawit menghasilkan minyak sawit (CPO/Crude


Palm Oil) dan minyak kernel (PKO/Palm Kernel Oil). Minyak sawit agak kental,
mengandung FFA sekitar 5%, memiliki banyak Carotene atau pro-Vitamin E (800-
900 ppm), dengan softening point 33-34 °C. Sedangkan minyak kernel, biasa juga
disebut minyak inti sawit, berwarna putih kekuningan dan mengandung asam
lemak sekitar 5 %.

Uap panas

Tandan
Buah
Segar Sterilisasi TBS Steril
(TBS)
Tandan
Pemipilan
Kosong
Minyak (TKKS)
pada
Pengepresan
Konsentrat

Depricarpin Serat
Sludge Penjernihan

Pemecahan Cangkang

Minyak
Pengepresan
Sawit Biji
(CPO) (Kernel
Minyak
Kernel
(PKO)

Gambar 2.1 Proses pengolahan minyak kelapa sawit

10 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Proses pengolahan minyak kelapa sawit dibagi beberapa tahapan sebagai


berikut :
1. Proses penerimaan buah (fruit reception process)
2. Proses sterilisasi/perebusan (sterilizing process)
3. Proses pengepresan (pressing process)
4. Proses pemurnian minyak (clarification process)
5. Proses pengolahan inti (kernel recovery process )

Proses Penerimaan Buah (Fruit Reception process)


Pabrik kelapa sawit menerima bahan baku dalam bentuk tandan buah
segar (TBS) dari perkebunan. Sarana dan kegiatan pada proses penerimaan
buah ini meliputi :
1. Jembatan timbang (weight bridge)
2. Sortasi tandan buah segar.
3. Tempat pemindahan buah
(loading ramp)
4. Lori Buah.
Proses Steriisasi/Perebusan (Sterilization Process)
Proses perebusan menentukan baik buruknya mutu dan jumlah hasil olah
suatu pabrik kelapa sawit. Oleh karena itu, TBS yang direbus harus sesuai
dengan ketentuan yang ada dan merupakan hal yang mutlak dilakukan.
Merebus buah sawit dengan uap mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Merusak enzim dan menghentikan peragian
b. Membekukan getah dan protein
c. Memudahkan buah lepas dari tandan
d. Melonggarkan inti dari tempurung

Teknologi dan Industri 11


Outlook Teknologi Pangan 2019

Pada proses perebusan diperlukan alat-alat sebagai berikut :


1. Alat Penarik (Capstand).
Capstand adalah alat penarik
lori keluar dan masuk sterilizer.
2. Ketel Rebusan (Sterilizer).
Merupakan bejana uap tekan
yang digunakan untuk
merebus buah.
3. Tippler, merupakan tempat untuk menumpahkan buah kelapa sawit
yang sudah direbus.

Proses Penebahan (Threshing Process)


Proses penebahan merupakan kegiatan memisahkan buah dari tandannya
dengan cara bantingan–bantingan dan berputar.

Proses Pengepresan (Pressing Process)


1. Pada proses pengempaan terdapat digester yang berfungsi sebagai
pencincang brondolan yang telah terebus, sehingga menjadi campuran
yang homogen antar nuts dengan daging buah yang telah terpisah. Pada
digester, dilakukan proses exstraksi pertama untuk mengusahakan
keluarnya minyak dari brondolan buah. Mesin press adalah alat untuk
memisahkan minyak kasar (crude oil) dari daging buah (pericarp).
Minyak yang keluar dari digester diturunkan visikositsnya. Sedangkan
ampas kempa dipecahkan untuk memudahkan memisahkan nuts dan
ampas.

12 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

2. Ampas hasil press yang masih bercampur nuts dan berbentuk gumpalan
dipecah dan dibawa ke Cake Beaker Conveyor untuk dipisahkan antara
ampas dan nuts.
Proses Penjernihan Minyak (Clarification Process)
Proses penjernihan atau pemurnian minyak sawit merupakan kegiatan
memisahkan minyak dari kotoran dan unsur–unsur yang dapat
mengurangi kualitas minyak dengan mengupayakan kehilangan minyak
seminimal mungkin. Proses pemisahan minyak, air, dan kotoran dilakukan
dengan sistem pengendapan, sentrifuge, dan penguapan.

Untuk menghasilkan minyak sawit kasar cukup sampai proses


penjernihan, sedangkan untuk minyak kernel prosesnya relatif lebih panjang,
yakni setelah pengepresan pipilan sawit, dilanjutkan dengan pemisahan
(depricarping) biji dari serat kelapa sawit, pemecahan biji, kemudian pengepresan
biji kernel. Proses menghasilkan minyak kasar sawit dan minyak kernel tersebut
merupakan proses pada sisi upstream.

Minyak sawit kasar yang keluar dari pabrik kelapa sawit mengandung
zat-zat yang tidak diinginkan. Zat tersebut antara lain asam lemak bebas atau
FFA (free fatty acids), phosphatides, metal ions, pigments, oxidation by-products,
hydrocarbons, moisture dan partikel luar lainnya. Agar dapat dikonsumsi manusia
dengan aman maka minyak sawit tersebut harus melalui proses pemurnian
(refinery).

Pemurnian minyak sawit dapat dilakukan secara fisik (physical refining) dan
secara kimia (Chemical refining). Pada prinsipnya kedua jenis proses ini sama
(Gambar 2.2), yakni melakukan proses penghilangan getah dan zat-zat yang

Teknologi dan Industri 13


Outlook Teknologi Pangan 2019

tidak diinginkan (degumming), pemucatan (bleaching), penghilangan bau


(deodorizing), dan pemisahan fraksi cair dan padat (fractionating).

Pemurnian secara kimia menggunakan alkali seperti NaOH untuk


menetralkan FFA. Proses kimia NaOH dengan FFA menghasilkan garam
karboksilat (sabun) dan gliserol. Jika reaksi saponifikasi ini memiliki kandungan
FFA tinggi maka sabun yang terbentuk akan tinggi. Akibatnya
triglesirida(triglyceride), penyusun utama minyak sawit akan terikat oleh sabun
dan terbawa banyak keluar bersama dengan air.

Gambar 2.2 Proses pemurnian minyak sawit

14 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Proses pemurnian yang umum digunakan di industri adalah proses


pemurnian secara fisik. Proses ini meliputi degumming, netralisasi, bleaching,
deodorisasi, dan fraksionasi. Penjelasan setiap proses tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Degumming
Tahap awal proses pemurnian ini bertujuan
untuk menghilangkan zat-zat yang terlarut,
atau zat-zat yang bersifat koloidal seperti
gum, resin, fosfatida dan protein dalam
minyak sawit. Asam fosfat ditambahkan ke
dalam minyak sawit sehingga getah dan
pengotor dalam minyak membentuk lapisan
yang mudah dipisahkan. Proses degumming menghasilkan minyak sawit
yang terbebas dari kotoran gum, resin, fosfatida dan protein.

2. Netralisasi
Netralisasi adalah penambahan basa pada
minyak sawit yang bertujuan untuk
menghilangkan asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak sawit. Proses netralisasi
efektif dengan pengadukan selama 15 menit.

Asam lemak bebas


R----COOH + NaOH R-COONa + H 2 O
Kondisi reaksi yang optimum pada tekanan atmosfir adalah pada suhu
70 oC.

Teknologi dan Industri 15


Outlook Teknologi Pangan 2019

3. Bleaching
Proses pemucatan minyak, dimaksudkan
untuk mengurangi atau menghilangkan zat-
zat warna (pigmen) dalam minyak mentah,
baik yang terlarut ataupun yang terdispersi.
Bleaching dilakukan dengan mencampur
minyak dengan sejumlah kecil absorben. Jenis
absorben yang dipakai bisa dari tanah serap
(fuller earth), lempung aktif (activated clay),
arang aktif atau absorben dari bahan kimia.

4. Deodorisasi
Proses ini bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa dan bau yang tidak
dikehendaki dalam minyak untuk makanan.
Senyawa-senyawa yang menimbulkan rasa dan
bau yang tidak enak tersebut biasanya berupa
senyawa karbohidrat tak jenuh, asam lemak
bebas dengan berat molekul rendah, senyawa-
senyawa aldehid dan keton serta senyawa-
senyawa yang mempunyai volatilitas tinggi
lainnya. Minyak dipanaskan sehingga mencapai suhu 265 oC, dan uapnya
yang kita kenal sebagai destilat asam lemak minyak kelapa sawit
(PFAD/Palm Fatty Acid Destilated) dipisahkan. Pada tahap ini minyak yang
dihasilkan disebut RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil).

16 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

5. Fraksionasi
Proses ini terdiri atas kristalisasi suatu fraksi
yang menjadi padat pada temperatur
tertentu dan disusul dengan pemisahan
kedua fraksi itu. Fraksi yang menjadi kristal
adalah stearin dan yang tetap cair adalah
olein. Fraksi stearin merupakan bahan untuk
pembuatan margarin dan shortening,
sedangkan fraksi olein merupakan bahan
untuk pembuatan minyak goreng.

Teknologi downstream selanjutnya adalah teknologi yang mendukung proses


pengolahan produk-antara menjadi produk-jadi minyak sawit, dalam hal ini
diambil 3 produk utama yaitu minyak goreng margarin dan shortening.

Minyak goreng sawit adalah minyak sawit yang sudah melalui pemurnian,
pemucatan, penghilangan bau, sehingga minyak goreng disebut juga RBD (refined
bleached and deodorized) palm olein. RBD palm olein merupakan minyak fraksi cair,
berwarna kuning kemerahan yang diperoleh dari hasil fraksionasi. Untuk
mendapatkan minyak goreng kualitas tertentu minyak sawit mengalami
pemurnian berulan-ulang.

Margarin menggunakan bahan baku stearin yang berasal dari minyak sawit,
merupakan hasil pemurnian dan fraksionasi minyak sawit. Bahan-bahan lain
yang dibutuhkan pada proses produksi margarin adalah bahan tambahan yang
larut minyak (fat soluble) seperti Vitamin A, Vitamin D dan lesitin.

Teknologi dan Industri 17


Outlook Teknologi Pangan 2019

Bahan yang larut air (water soluble) seperti pewarna, garam, dan bahan pengawet,
sedangkan yang larut air dan minyak adalah emulsifier. Margarin diperoleh dari
fraksi padat yang merupakan emulsi tipe water in oil (w/o), yaitu fase air yang
berada dalam fase minyak.

Pembuatan margarin melalui proses formulasi, hidrogenasi, dan emulsifikasi.


Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Hidrogenasi
Proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan
hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak sehingga akan mengurangi
ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan membuat lemak bersifat plastis.
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari
rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Proses hidrogenasi
dilakukan dengan menggunakan hydrogen murni dan ditambahkan serbuk
nikel sebagai katalisator.
2. Emulsifikasi
Tahap ini bertujuan untuk mengemulsikan minyak dengan cara
penambahan emulsifier fase cair dan fase minyak pada suhu 80oC dengan
tekanan 1 atm.

Terdapat dua tahap pada proses emulsifikasi yaitu:

1. Proses pencampuran emulsifier fase minyak


Emulsifier fase minyak merupakan bahan tambahan yang dapat larut
dalam minyak yang berguna untuk menghindari terpisahnya air dari
emulsi air minyak terutama dalam penyimpanan. Emulsifier ini contohnya
Lechitin sedangkan penambahan beta-karoten pada margarine sebagai zat
warna serta vitamin A dan D untuk menambah gizi.

18 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

2. Proses pencampuran emulsifier fase cair

Emulsifier fase cair merupakan bahan tambahan yang tidak larut dalam
minyak. Bahan tambahan ini dicampurkan ke dalam air yang akan dipakai
untuk membuat emulsi dengan minyak.

Emulsifier fase cair ini antara lain adalah: ·

- Garam untuk memberikan rasa asin.

- TBHQ sebagai bahan anti oksidan yang mencegah teroksidasinya


minyak yang mengakibatkan minyak menjadi rusak dan berbau tengik.

- Natrium Benzoat sebagai bahan pengawet.

- Vitamin A dan D akan bertambah dalam minyak. Selain itu minyak


akan berbentuk emulsi dengan air dan membentuk margarin.

Beberapa bahan tambahan seperti garam, anti oksidan dan Natrium


benzoat juga akan teremulsi dalam margarin dalam bentuk emulsifier fase
cair.

Shortening merupakan produk minyak sawit yang juga menggunakan


stearin sebagai bahan baku. Proses pembuatan shortening melalui proses
formulasi, pendinginan, dan tempering. Proses ini sama dengan pembuatan
margarin, hanya saja pada shortening menggunakan proses tempering, yakni
suatu proses finalisasi dalam menyempurnakan pembentukan kristal dari
minyak/lemak (Gambar 2.3). Tempering biasanya dilakukan pada ruangan bersuhu
18-22 °C selama 2x24 jam.

Teknologi dan Industri 19


Outlook Teknologi Pangan 2019

RBDPO

Formulasi

Hidrogenasi

Tempering Emulsifikasi

Shortening Margarin

Gambar 2.3 Proses pembuatan margarin dan shortening

Proses pemurnian minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) menghasilkan


beberapa produk seperti disajikan dalam gambar 2.4. Produk tersebut antara
lain: (1) CPO, (2) CP Olein, (3) CP Stearin, (4) RBD Olein, (5) RBD Stearin, (6)
RBDPO

Gambar 2.4. Produk-produk pemurnian minyak sawit

20 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Dalam industri minyak sawit teknologi distilasi memegang peranan penting


dalam pemisahan komponen. Saat ini, seringkali kolom distilasi harus
memproses beberapa feed berbeda, dengan dua produk berbeda secara
bersamaan. Sehingga memerlukan persyaratan operasi yang lebih tinggi, korosi
dan fleksibilitas. Untuk mengatasi hal ini digunakan teknologi distilasi tekanan
rendah ( Vakum )

Distilasi tekanan rendah /vakum akan meningkatkan volatilitas relatif


komponen-komponen utama. Distilasi vakum juga akan menurunkan
persyaratan suhu. Dalam banyak sistem produk mengalami degradasi atau
polimerisasi pada ketinggian suhu.

Distilasi tekanan rendah memiliki keuntungan sebagai berikut:


1) Mencegah terjadinya degradasi produk atau pembentukan polimer
karena berkurang tekanan yang mengarah ke suhu bawah menara yang
lebih rendah,
2) Mengurangi terjadinya degradasi produk atau pembentukan polimer
karena berkurangnya rata-rata waktu tinggal.
3) Peningkatan kapasitas, hasil, dan kemurnian.
4) Mengurangi capital cost

Aplikasi distilasi tekanan rendah dalam industri oleo chemical :

1. Fatty Acid Removal in Edible Oil Treating

2. Fatty Acids Distillation

3. Glycerine Purification

Teknologi dan Industri 21


Outlook Teknologi Pangan 2019

Gambar 2.5 Penghilangan asam lemak bebas

Gambar 2.6 Destilasi asam lemak


22 Teknologi dan Industri
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Gambar 2.7 Purifikasi gliserin

Teknologi dan Industri 23


Outlook Teknologi Pangan 2019

2.2. Industri

Klasifikasi industri

Kelapa sawit dikenal sebagai tanaman multi guna, hampir semua bagian
tanaman dapat diolah menjadi produk berguna bagi kehidupan manusia. Produk-
produk ini memiliki potensi untuk diolah menjadi produk industri. Jadi industri
kelapa sawit bukan saja mengolah buah sawit menjadi minyak sawit tetapi juga
mengolah produk sampingnya seperti cangkang dan kernelnya menjadi produk
yang benilai ekonomi. Produk-produk industri kelapa sawit ini dapat digambarkan
dalam sebuah pohon industri sebagaimana diilustrasikan pada gambar 2.8.

Berdasarkan tahapan prosesnya, industri kelapa sawit dapat dibagi dalam


tiga kelompok, yaitu kelompok hulu, antara dan hilir. Industri hulu sawit adalah
kelompok perusahaan yang menghasilkan tandan buah sawit ( TBS ), buah sawit,
minyak sawit, inti sawit, cangkang sawit, dan serat sawit (mesocarap). Perusahaan
perkebunan dan pabrik kelapa sawit termasuk dalam kelompok hulu.

Industri-antara sawit adalah industri berbasis minyak sawit yang


menghasilkan produk-antara yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri
hilirnya. Kelompok industri-antara sawit meliputi industri RBD PO (bulk), RBD P
Stearin (bulk), RBD P Olein (bulk), PFAD, crude palm stearin (bulk), PFAD, dan
Crude Palm Oil (bulk). Kelanjutan dari industri ini adalah industri hilir yang
mengolah produk-antara menjadi produk-produk yang siap dikonsumsi atau
digunakan pengguna akhir. Klasifikasi industri kelapa sawit hulu, antara dan hilir
dapat dilihat pada tabel 2.2.

24 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Gambar 2.8 Pohon industri kelapa sawit


Sumber: Kemenperin, 2019

Teknologi dan Industri 25


Outlook Teknologi Pangan 2019

Tabel 2.2 Kalsifikasi industri kelapa sawit Indonesia

INDUSTRI HULU INDUSTRI ANTARA


Pohon Industri Sawit Thp- I Pohon Industri Sawit Thp- II & III

1. Tandan Buah Sawpit ( TBS ) 1. PKE ( Palm Kernel Expeller)


2. Buah Sawit /Brondolan 2. CPKO ( Crude P.Kernel Oil)
3. Crude Palm Oil (CPO) 3. Crude PK Olein
4. Crude PK Stearin
4. Inti Sawpit
5. RBD P Oil ( Bulk)
5. Cangkang Sawpit 6. RBD P Stearin ( Bulk)
6. Serat Sawit (Mesocarap) 7. RBD P Olein ( Bulk)
7. Tandan Kosong 8. PFAD
8. Produk lain yang dihasilkan di 9. Crude P Stearin
Perkebunan, termasuk dari 10. Crude P Olein
Pabrik Kelapa Sawit ( PKS) 11. RBD PKO
12. PKFAD
13. RBD PK Olein
14. RBD PK Stearin
15. Split Crude Oils
16. Sludge Oils
17. Glycerine Water

INDUSTRI HILIR & LANJUT


Pohon Industri Sawit Thp- III, IV & V

1. RBD Olein dalm Pack < 25 kg 17. Refining Glycerine


2. Super Olein ( RBD P.Olein IV > 18. Bio-Diesel.
60 ) 19. Palm Wax
3. PMF ( Palm Mid.Fr ) 20. Mixed Olefin
4. Soft Palm Stearin 21. Mtag
5. Hard Stearin 22. Soap Noodle
6. Mid Olein 23. Heavy End
7. Margarine 24. Light End
8. Shortening 25. Methyl Ester
9. Inter-Esterified Oils 26. Candles from Palm Wax
10. Hydrogenated fats 27. R. Hydrogenated Palm
11. CBS Stearine in beads
12. CBR 28. Texturized of Hydr. Palm Fats
13. CBE 29. Flaking H.Palm Fats
14. Speciality Fats 30. dan lain-lain nya
15. Oleo Fatty Acids
16. Oleo Fatty Alcohols
Sumber: Kemenperin, 2019

26 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Industri hilir

Industri hilir sawit adalah industri yang mengolah minyak sawit menjadi
menjadi produk-jadi. Produk yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau
dinikmati oleh konsumen, antara lain minyak goreng, margarin, shortening, special
fats, dan super olein. Kondisi industri hilir dalam negeri cukup berkembang
(Gambar 2.9). Tahun 2010 jumlah jenis produk hilir yang dihasilkan Indonesia
tercatat 72 jenis, tahun 2018 berkembang mencapai 158 jenis, dan ditargetkan
pemerintah tahun 2030 menjadi 200 jenis produk. Perkembangan produk hilir ini
diharapkan mampu memberi sumbangan terhadap devisa negara dimasa akan
datang.

Ragam Produk Hilir (Jenis)


200
158

72

2010 2018 2030

Sumbangan Terhadap Devisa Negara


( Miliar USD) 43,41

20,54
13,59

2010 2018 2030

Sumber: Kemenperin, 2019


Gambar 2.9 Kondisi industri hilir minyak sawit dalam negeri

Teknologi dan Industri 27


Outlook Teknologi Pangan 2019

Kapasitas produksi industri hilir sampai dengan tahun 2017, untuk industri
pemurnian pabrik minyak goreng sawit sebesar 47,00 juta dengan
confectionaries lemak padatan sebesar 2,65 juta ton. Nilai investasi industri hilir
minyak sawit tercatat USD 4,1 Milliar. Kontribusi terhadap devisa negara
mengalami peningkatan dari USD 13,59 Milliar tahun 2010 menjadi USD 20,54
Milliar tahun 2018. Pemerintah mendorong kontribusi dari industri ini terus
meningkat di masa akan datang dengan target USD 43,41 Milliar pada tahun
2030.

Perusahaan besar yang menghasilkan produk hilir beberapa diantaranya


juga juga memiliki pabrik pemurnian (refinery), bahkan pabrik kelapa sawit
hingga perkebunan sendiri. Sebaran industri hilir umumnya berada di Pulau
Sumatera, beberapa diantaranya membentuk klaster pabrik minyak goreng.
Industri hilir minyak sawit merupakan salah satu kelompok industri yang
mendapatkan insentif dari pemerintah (Tax Holiday) jika membangun pabrik.
Dua diantara yang sudah membangun adalah PT. Unilever Oleochemical
Indonesia di Sei Mengkei Sumuatera Utara, dan PT Energi Sejahtera Mas di
Dumai Riau.

Pelaku usaha di industri hilir minyak sawit belum tercatat dengan tepat.
Menurut GIMNI (Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia), saat ini
terdapat 75 perusahaan yang memproduksi minyak goreng di Indonesia. Dari
jumlah tersebut 8 diantaranya melakukan ekspor. Pada laman resmi
Kemenperin tercatat ada 47 perusahaan industri minyak goreng dan 2
perusahaan industri margarin. Beberapa produk minyak goreng yang populer
dijumpai di pasar antara lain dengan merek Bimoli, Filam, Tropical, Tropicana
Slim, Sunco, Sania, Kunci Mas, Sedaap, Fortune, Forvita.

28 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Teknologi dan Industri


Sumber: Kemenperin, 2019

Gambar 2.10 Sebaran industri hilir minyak sawit Indonesia

29
Outlook Teknologi Pangan 2019

Bahan baku industri


Industri pangan berbasis minyak sawit tergolong industri hilir dan lanjut
dengan produk utama minyak goreng, margarin dan shotening. Bahan baku
industri adalah minyak sawit yang sudah dimurnikan, dalam bentuk RBDPO
(Refined Bleached Deodorized Palm Oil), warna pucat (tergantung proses), asam
lemak bebas maks 0.1% , Bilangan Peroksida 0, dan Kadar Air maks 0.1%.

Bahan baku minyak goreng adalah RBD palm olein (fase cair) atau disingkat
Olein, sedangkan margarin dan shortening berasal dari RBD palm stearin (fase
padat) disingkat Stearin. Kedua bahan baku ini berasal dari hasil fraksionasi
RBDPO.

- Olein (produk minyak goreng), produknya berbentuk


cair berwarna kuning bening pada suhu ruangan.
Berbagai perusahaan memproses ulang RBDPO untuk
mendapatkan olein yang punya tingkat kemurnian lebih
tinggi. Olein mengandung FFA 0,15 hingga 0,3 %, bebas
kolesterol, serta kaya Vitamin D dan E. Olein juga sangat
stabil terhadap proses oksidasi, dapat tercampur baik ketika ditambahkan
dengan pengemulsi.

- Stearin adalah fraksi padat untuk pembuatan margarin


dan shortening. Stearin mempunyai kandungan asam
palmitat yang tinggi (50-68%) dan asam oleat (20-35%)
serta asam lemak lainnya seperti asam linoleat (5-9%),
asam stearat (4-6%) dan asam miristat (1-2%).

30 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

RBDPO (Refined,
Bleached,
Deodorized Palm Oil):
Warna Pucat
Asam lemak bebas
maks 0.1%
Bilangan Peroksida 0
Kadar Air maks 0.1%

RBDPO (Refined,
Bleached,
Deodorized Palm
Oil):
Faksi olein
digunakan
untuk minyak
goreng
Fraksi stearin
untuk margarin
dan shortening

Gambar 2.11 Bahan baku industri

Teknologi dan Industri 31


Outlook Teknologi Pangan 2019

Produk industri

Minyak goreng merupakan produk industri pangan berbasis minyak


sawit yang utama. Produk ini memiliki karakter tahan panas tinggi dibanding
minyak goreng berbasis minyak non tropis, seperti minyak kedelai, minyak
canola, dan minyak jagung. Minyak goreng sawit sangat sesuai dipakai di
industri pangan yang membutuhkan minyak goreng durability tinggi, yakni
memiliki karakter tahan panas yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi.

Kelebihan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng adalah


kandungan asam oleat yang relatif tinggi yaitu sekitar 40%. Asam oleat adalah
asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap sehingga selama proses
penggorengan relatif lebih stabil dibandingkan dengan minyak nabati lain yang
mengandung asam lemak dengan ikatan rangkap.

Minyak goreng dipasar ada yang berbentuk curah dan ada yang sudah
dalam kemasan. Kemasan minyak goreng tidak lagi dalam kaleng tetapi beragam
mulai dari dalam botol hingga berkembang menjadi kemasan plastik. Minyak
goreng curah ada dalam bentuk drum atau kemasan plastik sederhana,
kualitasnya kurang terjamin, biasanya dijual ke pasar tradisional. Pemerintah
berencana memperluas penggunaan minyak goreng kemasan, sebagai pengganti
minyak goreng curah.

32 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Gambar 2.12 Minyak goreng sawit dalam berbagai bentuk kemasan

Minyak goreng sawit harus memenuhi standar nasional SNI 7709:2019.


Kriteria yang diatur dalam standard nasional itu antara lain bau, rasa, warna,
kadar air, asam lemak bebas, bilangan peroksida, Vitamin A, minyak pelikan, dan
kandungan logam seperti Kadmiun, Timbal, Timah, Mercuri, dan Arsen (Tabel
2.3).

Teknologi dan Industri 33


Outlook Teknologi Pangan 2019

Tabel 2.3 Persyaratan produk minyak goreng sawit sesuai SNI 7709:2019

SNI 7709:2019
No Kriteria uji Satuan
Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - normal
1.2 Rasa - normal
2 Warna (lovibond 5,25” cell) kuning sampai jingga
3 Kadar air dan bahan fraksi maks. 0,1
menguap (b/b) massa, %
4 Asam lemak bebas (dihitung fraksi maks 0,3
sebagai asam palmitat) massa, %
5 Bilangan peroksida mek maks. 10*
O2/kg
6 Vitamin A IU/g min. 45***
7 Minyak pelikan negatif
8 Cemaran logam
8.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,10
8.2 Timbal (Tb) mg/kg maks. 0,10
8.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0/250,0**
8.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05
9 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,10

Catatan:
*) pengujian dilakukan terhadap contoh yang diambil di pabrik
**) untuk produk dikemas dalam kaleng
***) vitamin A (total) merupakan jumlah dari vitamin A dan pro vitamin A (karoten) yang dihitung
kesetaraannya dengan vitamin A
Sumber: Kemenperin 2019

34 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Margarin merupakan produk industri


pangan berbasis minyak sawit dengan jumlah
produksi kedua setelah minyak goreng. Margarin
merupakan pengganti mentega dimana rupa, bau,
rasa dan nilai gizinya dijaga tetap sama. Margarin
mempunyai tekstur padat pada suhu ruang, agak
keras pada suhu rendah, dan bersifat plastis.

Shortening atau dikenal dengan mentega


putih, merupakan lemak padat yang umumnya
berwarna putih dan mempunyai titik leleh, sifat
plastis, dan kestabilan tertentu. Shortening
banyak digunakan dalam bahan pangan terutama
pada pembuatan kue dan roti panggang, berperan
memperbaiki cita rasa, struktur, tekstur,
keempukan dan memperbesar volume kue dan roti.

Gambar 2.13 Margarin dan shortening dalam berbagai bentuk kemasan

Teknologi dan Industri 35


Outlook Teknologi Pangan 2019

2.3. Inovasi
Inovasi terkait industri pangan berbasis minyak sawit dapat ditelusuri di
lembaga litbang dan perguruan tinggi. Walaupun umumnya masih dalam tahap
riset namun topik risetnya cukup relevan dengan masalah yang sedang dihadapi
industri. Riset yang menonjol antara lain tentang kontaminan minyak sawit
3-MCPD, penanganan Spent Bleaching Earth, dan fortifikasi Vitamin A dan E.

Inovasi juga berkembang ke arah perluasan varian produk. Produk


risetnya memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan ke skala industri.
Produk pangan inovatif yang banyak dijumpai bersifat subtitusi, menggantikan
bahan baku suatu produk dengan minyak sawit. Produk tersebut antara lain
adalah coklat, lemak susu, dan krim non-susu.

Teknologi minimalisasi kontaminan 3-MCPD

Kontaminan 3-MCPD ester (3-monochlorpro-


pandiol ester ) dan GE (glycidol esters) dapat
menurunkan kualitas minyak sawit, bahkan
memiliki efek negatif terhadap kesehatan manusia.
Senyawa 3-MCPD ester kemungkinan terbentuk
selama proses deodorisasi yang menggunakan suhu
tinggi dan melibatkan pembentukan ion asiloksonium dari triasilgliserol,
diasilgliserol, dan monoasilgliserol. Ion asiloksonium ini kemudian bereaksi
dengan ion klorida (Cl-) membentuk 3-MCPD ester.

36 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Ion klorida yang berpengaruh kuat pada pembentukan 3-MCPD dapat


berasal dari proses pemurnian dan budidaya di perkebunan. Pada proses
pemurnian, ion klorida terbawa dalam bleaching earth, yakni bahan yang digunakan
dalam proses pemucatan minyak sawit. Pembentukan 3-MCPD paling besar
bersumber dari kegiatan pemucatan (bleaching) minyak sawit.

Proses pemupukan dan perawatan dalam budidaya tanaman di perkebunan


kelapa sawit juga dapat menjadi sumber ion klorida. Pupuk kimia di perkebunan
yang umum digunakan adalah KCl MOP dan NPK, klorida Cl sebagai unsur
ikutan. Oleh karena itu subtitusi pupuk kimia dengan pupuk hayati dapat
mencegah munculnya 3-MCPD pada minyak sawit.

Menurut BPDPKS bahwa respon pasar saat ini menginginkan minyak sawit
yang lebih sehat. Kandungan 3-MCPD Ester harus di bawah 1.5 ppm pada
minyak sawit normal, dan di bawah 0.5 ppm untuk minyak sawit yang digunakan
pada susu dan makanan bayi. Sedangkan untuk kandungan GE harus di bawah
0.3 ppm untuk minyak sawit yang digunakan di semua aplikasi produk pangan.

Berbagai riset telah berhasil meminimalisir kandungan 3-MCPD ester


dalam minyak sawit. Salah satu pendekatannya adalah menghilangkan senyawa
pencetusnya atau senyawa klorida. Perlakuan pencegahan diberikan saat masih
dalam proses budidaya tanaman di perkebunan, dan saat tahap pemurnian
minyak sawit.

Pada sisi perkebunan, pencegahan munculnya unsur klorida dapat


dilakukan pada saat perawatan tanaman. Proses perawatan berkelanjutan
(sustainability) sangat dianjurkan untuk konsisten diterapkan, terutama
penggunaan pupuk dan pestisida. Pupuk yang digunakan harus dipastikan
aman dan tidak mengandung klorida.

Teknologi dan Industri 37


Outlook Teknologi Pangan 2019

Pada tahap pemurnian, minyak sawit terlebih dahulu dicuci dengan air
atau etanol (75%). Proses ini mengurangi kemampuan untuk
pembentukan 3-MCPD ester dan senyawa terkait dalam minyak sawit
masing-masing sekitar 20 dan 25%. Cara ini memiliki keuntungan karena
dapat menghindari munculnya 3-MCPD ester tanpa merubah teknologi
pemurnian yang selama ini digunakan.

Cara lain mengurangi kontaminan 3-MCPD ester adalah dengan


mengatur atau menambahkan kegiatan pada proses pemurnian. Metoda ini
antara lain dengan mengatur penggunaan air dalam proses degumming,
netralisasi dengan kalium hidroksida, bleaching dengan lempung alami, atau
pengaturan temperatur pada deodorisasi. Walaupun banyak pilihan metoda
namun penerapannya harus tepat. Karena selain dapat meminimalisir munculnya
3-MCPD, metoda ini mempengaruhi kualitas minyak sawit yang dihasilkan.

Inovasi lainnya adalah dengan teknologi distilasi jalur pendek. Teknologi


ini memungkinkan mengurangi 3-MCPD dan glycidol esters (GE) tanpa harus
kehilangan besar akan kualitas minyak. Warna minyak yang dihasilkan dari
proses ini berbeda dari minyak dari proses konvensional, yakni minyaknya
oranye merah karena karotinoid yang tidak terdekomposisi.

Teknologi pengolahan Spend Bleaching Earth

Spent bleaching earth (SBE) merupakan limbah


padat yang berasal dari proses bleaching pada
pemurnian minyak sawit. Jumlah SBE ini terus
meningkat seiring dengan jumlah bleaching earth
yang dikonsumsi industri minyak goreng.

38 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Tahun 2006, jumlah perusahaan minyak goreng di seluruh Indonesia


tercatat 65 buah dengan total kapasitas produksi mencapai 9,9 juta ton/tahun.
Jika 40% dari total kapasitas produksi minyak goreng menggunakan bleaching
earth sebagai absorben pemucatnya, dan dosis bleaching earth yang digunakan
sekitar 1% bobot minyak sawit, maka akan menghasilkan SBE sebanyak 39.600
ton/hari atau mencapai 1,18 juta ton/ bulan.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berhaya dan Beracun dengan kode limbah B-413 maka
SBE termasuk kategori limbah B3. Alasan yang menjadi pertimbangan dalam PP
tersebut adalah karena bahan tersebut mengandung residu minyak dan asam.
Pada peraturan ini juga dikemukakan bahwa limbah ini dapat digunakan namun
harus dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Aturan upaya pemanfaatan
limbah B3 ini dikenal dengan 3R (Recycle, Reuse, dan Recovery).

Selama ini ada beberapa inovasi telah muncul untuk mengatasi limbah
SBE. Salah satu upaya dilakukan adalah dengan meminimalisir kandungan
minyak SBE yang terbuang. Persentase residu minyak sawit di dalam spent
bleaching earth bisa mencapai 20-30%. Kandungan minyaknya dapat diperkecil
dengan penanganan khusus seperti ekstraksi.

Limbah SBE dapat diolah menjadi bahan campuran


pembuatan beton atau paving block. SBE mengandung
senyawa kimia yaitu SiO 2 yang bisa mencapai 83,05%.
Debu silika ini adalah salah satu material penyusun semen
portland, sehingga untuk SBE memungkinkan menjadi
bahan campuran beton. Hasil riset menunjukkan jika beton
dengan campuran 10% SBE layak secara teknis dan
lingkungan.

Teknologi dan Industri 39


Outlook Teknologi Pangan 2019

Limbah SBE dijadikan briket seperti briket kayu.


Selain mengandung minyak dan air, SBE juga
mengandung zat mudah menguap, abu, karbon terikat.
SBE dapat dikombinasikan dengan bahan arang lainnya
hingga menjadi briket SBE. Karakteristik fisik briket
SBE mirip dengan nilai standar untuk briket kayu (SNI 1-6235-2000).

Inovasi pemanfaatan SBE juga telah dilakukan dalam bidang pertanian.


SBE dikomposkan bersama beberapa produk samping pertanian menjadi pupuk
bio-organik. SBE kompos memiliki dampak positif pada atribut fisik tanah
untuk pertumbuhan tanaman dan peremajaan mikroba karena jumlah yang
memadai dari unsur mineral.

Teknologi fortifikasi minyak sawit

Fortifikasi minyak goreng bertujuan untuk menambahkan nilai gizi


berupa Vitamin A dan nutrisi lainnya pada minyak goreng yang dikonsumsi
masyarakat. Untuk hal ini terdapat dua inovasi yang berkembang, yakni
menambahkan Vitamin A sintetis dalam minyak goreng, atau mempertahankan
kandungan karoten (pro Vitamin A) yang sudah tinggi dalam minyak sawit.

Mempertahankan nutrisi minyak sawit sebagai


sumber β-karoten atau pro-Vitamin A cenderung
dilakukan dengan mengembangkan minyak sawit
merah (MSM) atau Red Palm Oil (RPO). Teknologi
produksinya kini mulai berkembang dan diminati oleh
industri pangan fungsional. Pada minyak makan merah
ini hampir 90% kandungan karoten dari minyak sawit
mentah dapat dipertahankan.

40 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Minyak sawit merah adalah minyak alamiah, tanpa bahan pengawet


buatan, merupakan hasil pengolahan lanjut minyak sawit. Proses pembuatannya
tanpa bleaching dan untuk menghilangkan gum dan asam lemak bebas
dilakukan dengan degumming dan netralisasi serta deodorisasi pada suhu yang
relatif rendah dibanding cara konvensional.

Diversifikasi produk

Selain minyak goreng margarin dan shortening, minyak sawit juga dapat
diolah menjadi produk pangan lainnya. Beberapa inovasi produk
memperlihatkan keberhasilannya menggantikan sebuah produk pangan
(product subtitute) dengan yang berbahan minyak sawit, seperti vegetable
ghee/vanaspati, confectioneries fat, filling/cream, spread fat, filled milk, Cocoa Butter
Alternatves (CBE/CBS/CBR) dan berbagai produk emulsifier lainnya.

Vanaspati atau vegetable ghee adalah minyak atau


lemak dengan tekstur semi padat dan berupa suspensi
yang terbuat dari minyak nabati yang telah mengalami
proses pemurnian. Vaspati mempunyai titik leleh yang
ideal di atas suhu ruang dan bercita rasa seperti lemak
hewan dengan penambahan flavoring agent.

Teknologi dan Industri 41


Outlook Teknologi Pangan 2019

Keunggulan vanaspati adalah bebas kolesterol, karena seluruh lemaknya dari


fraksi minyak sawit dan bebas asam lemak trans, karena tanpa hidrogenasi
parsial.

Produk olahan minyak sawit ini bernilai jual tinggi dan menjadi komoditi
ekspor, terutama bagi negara-negara di kawasan Timur Tengah adalah vegetable
ghee/vanaspati.

Cokelat adalah produk yang


secara struktur tersusun dari material
padat (solid) yang tersebar dalam
minyak / lemak. Material padat tersebut
dapat berupa gula, tepung cokelat
maupun susu. Pembuatan coklat
menggunakan dua jenis lemak yaitu
lemak dari buah kakao. yang
menghasilkan produk “real chocolate” dan
lemak sawit pengganti lemak cacao yang
menghasilkan produk “compound chocolate”.

Lemak pengganti lemak Cacao di dalam produk compound chocolate disebut


juga sebagai Cocoa Butter Alternative (CBA). CBA dibagi dalam tiga jenis yaitu
Cocoa Butter Equivalent (CBE), Cocoa Butter Replacer (CBR) dan Cocoa Butter
Substitute (CBS). Minyak/lemak sawit dan inti sawit mengandung tipe gliserida
(POO, PSO, SSO) sehingga memungkinkan untuk membuat pengganti lemak
cocoa. Selain itu, minyak/lemak sawit dan inti sawit mempunyai kandungan
lemak padat (solid fat content, SFC) pada temperatur ruang di atas 50%.

42 Teknologi dan Industri


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Aplikasi minyak sawit yang lainnya antara lain subtitusi lemak susu, krim rasa
susu, ingredien infant formula, dan lemak pada susu ASI formula.

Subtitusi susu manis


kental:
Minyak sawit
memiliki fungsi yang
lemak yang sama
dengan susu
Menarik karena
alasan kesehatan dan
stabilitas
Ekonomis

Krim rasa susu

Teknologi dan Industri 43


Outlook Teknologi Pangan 2019

Ingredien Infant Formula


Komposisi:
Protein whey. Campuran minyak
nabati (mengandung antioksidan dl
alpha tokoterol dan askorbi palmitat).
Maltodesktrin, susu bubuk skim,
Laktosa, FOS-inulin, Premiks
mineral, Pengemulsi lesitin kedelai,
13 Vitamin, DHA (mengandung
antioksidan tokoferol), AA
(mengandung antioksidan tokoferol
dan askorbil palmitat), Kolin klorida

lemak pada susu ASI formula


Sumber lemak susu formula dapat
berasal dari bahan baku susu
sapi atau hewan lain dan dari
tumbuh-tumbuhan
Susu formula mengandung
campuran spesifik lemak nabati
untuk meniru kandungan asam
lemak jenuh (SFA), asam lemak tak
jenuh rantai tunggal (MFA), dan
asam lemak tak jenuh rantai jamak
(PUFA) pada ASI

44 Teknologi dan Industri


3
Kondisi Pasar dan
Nilai Tambah
Outlook Teknologi Pangan 2019

BAB 3 KONDISI PASAR DAN NILAI TAMBAH

3.1 Kondisi Pasar


Konsumsi dan produksi minyak sawit dunia

Minyak nabati adalah minyak yang diekstrak dari berbagai bagian


tumbuhan. Berdasarkan sumber tumbuhannya, minyak nabati umumnya dibagi
dalam 4 jenis, yaitu kelapa sawit, kedelai, rapeseed, dan bunga matahari. Sekitar
80 persen dari minyak nabati dikonsumsi sebagai bahan pangan (oleofood), 20
persen sisanya untuk energi dan produk oleokimia.

Data OECD-FAO (2016) menunjukkan konsumsi perkapita minyak nabati


dunia untuk pangan mencapai 19 Kg/kapita/tahun. Jika konsumsi non-pangan
diperhitungkan maka rata-rata konsumsi minyak nabati dunia mencapai 25
Kg/kap./thn. Konsumsi perkapita tertinggi adalah Amerika dan Kanada (37 Kg),
menyusul Uni Eropa (24 Kg), Cina (22 Kg), Indonesia (19 Kg), dan India (15 Kg).

Perhitungan konsumsi minyak nabati dunia tergantung pada konsumsi


perkapita dan jumlah penduduk. UNDP memperkirakan tahun 2050 penduduk
dunia mencapai 9,2 milliar orang. Jika diasumsikan konsumsi minyak nabati saat
itu sama dengan konsumsi Amereka saat ini yakni sebesar 37 kg/kap/thn maka
dunia perlu tambahan produksi minyak nabati 170 juta ton.

Minyak dari kelapa sawit memiliki peluang paling besar dalam memenuhi
kebutuhan minyak nabati dunia akan datang. Hal ini terutama dikarenakan
tanaman sawit membutuhkan lahan lebih sedikit dibanding tanaman minyak
nabati lain. Dominasi minyak sawit sudah terlihat dalam beberapa tahun
terakhir ini. Tahun 2017, produksi minyak sawit tercatat paling tinggi yakni 69,8
juta ton, 34% dari total minyak nabati dunia.

46 Kondisi Pasar dan Nilai Tambah


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Sumber: BPDP 2018


Gambar 3.1 Kontribusi jenis minyak nabati dunia 2013-2017

Sumber: BPDP 2018


Gambar 3.2 Produksi minyak nabati dunia 2013-2017

Sumber: BPDP 2018


Gambar 3.3 Luas kebutuhan lahan minyak nabati dunia 2013-2017

Kondisi Pasar dan Nilai Tambah 47


Outlook Teknologi Pangan 2019

Konsumsi minyak sawit dunia meningkat dalam lima tahun terakhir


(2014-2018). Tahun 2014 konsumsi minyak sawit dunia sebesar 59,2 juta ton,
tahun 2018 menjadi 68,3 juta ton 2018 atau mengalami rata-rata petumbuhan
15,37% per tahun. Produksi tumbuh 18,80% dari 59,6 juta ton pada tahun 2014
menjadi 70,8 juta ton pada tahun 2018 (Kemenperin, 2019). Jika kenaikan
konsumsi naik rata-rata 4% pertahun maka diperkirakan konsumsi dunia tahun
2030 mencapai 109 juta ton.

Konsumsi domestik minyak sawit terbesar di dunia adalah India,


menyusul Indonesia, China, Malaysia, Pakistan dan Thailand. Konsumsi
domestik India dalam lima tahun terakhir (2014-2018) rata-rata sebesar 11,82
juta ton pertahun atau 16,16% dari total penyerapan dunia. India tidak produksi
minyak sawit sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya harus
dengan impor.

Indonesia merupakan negara urutan kedua terbesar dunia dalam konsumsi


minyak sawit, yakni dengan rata-rata sebesar 9 juta ton per tahun atau 14,41%
dari total penyerapan dunia (Gambar 3.5). Negara beikutnya adalah China,
Malaysia, Pakistan dan Thailand dengan rata-rata konsumsi domestik per tahun
masing-masing sebesar 5,21 juta ton, 3,43 juta ton, 3,25 juta ton dan 2,59 juta ton.

Produksi minyak sawit Indonesia cenderung meningkat. Tahun 2014


produksi minyak sawit masih sebesar 31,5 juta ton, tahun 2018 naik menjadi 43
juta ton, tumbuh rata-rata 9,12% pertahun (Kemenperin 2019). Kenaikan ini
diperkirakan akan berlanjut hingga 5 tahun kedepan mencapai 50,5 juta ton,
kemudian berangsur turun pada tahun-tahun berikutnya. Penurunan ini
diakibatkan karena tidak adanya penambahan lahan perkebunan sawit dalam
negeri.

48 Kondisi Pasar dan Nilai Tambah


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

80

70

60

50
(Juta Ton)

40

30

20

10

0
2014 2015 2016 2017 2018

Produksi Konsumsi

Sumber: Kemenperin, 2019 (diolah)


Gambar 3.4 Konsumsi dan produksi minyak sawit dunia 2014-2018

India
16,16%

Negara Indonesia
lainnya 14,41%
48,16%

China
8,15%
Malaysia
Thailand Pakistan 4,85%
3,51% 4,77%

Sumber: Pusdatin Kementan, 2019 (diolah)


Gambar 3.5 Konsumsi minyak sawit negara–negara di dunia
2014 – 2018

Kondisi Pasar dan Nilai Tambah 49


Outlook Teknologi Pangan 2019

Konsumsi dan roduksi minyak goreng sawit Indonesia

Konsumsi perkapita minyak goreng sawit Indonesia cenderung stabil.


Berdasarkan data Pusdatin Kementerian Pertanian, tahun 2011 konsumsi minyak
goreng dalam rumah tangga perkapita adalah 6,591 kg/thn, tahun 2018 naik
menjadi 8,63 kg/thn. Jika merujuk data penduduk dari BPS (BPS 2018) maka
jumlah konsumsi minyak goreng dalam negeri naik dari 1,61 juta ton tahun 2011
menjadi 2,28 juta ton tahun 2018, atau naik rata-rata 5,96% pertahun.

Perhitungan produksi minyak goreng merujuk pada data Kementan 2018


tentang konsumsi perkapita dan ketersediaan minyak goreng dalam negeri.
Dalam 5 tahun terakhir (2014-2018) rasio rata-rata antara ketersediaan dan
konsumsi minyak goreng sebesar 45,71% pertahun, jadi senantiasa surplus
terhadap konsumsi minyak goreng dalam negeri. Tahun 2018, konsumsi minyak
goreng dalam negeri terhitung 2,28 juta ton sementara ketersediaan sebesar 19.95
juta ton jadi masih tersedia 13,67 juta.

Jaminan bahan baku minyak goreng dalam negeri juga dapat dilihat dari
potensi produksi minyak sawit yang cenderung naik tiap tahun. Dalam 5 tahun
terakhir (2014-2018) potensi produksi minyak sawit dalam negeri naik sebesar
24,38% dari 36,1 juta ton tahun 2014 menjadi 44,9 juta ton tahun 2018, atau
tumbuh rata-rata 4,88% pertahun.

Konsumsi dan Produksi Margarin Indonesia

Konsumsi margarin dalam negeri cenderung meningkat. Pada tahun 2014,


konsumsi margarin mencapai 13,54 ribu ton, pada tahun 2018 naik menjadi 39,21
ribu ton. Produksi margarin mengikuti kecenderungan konsumsinya, tahun 2014
produksi margarin sebesar 11,95 ribu ton, tahun 2018 naik menjadi 36,68 ribu ton.
Konsumsi selalu lebih tinggi dari produksi. Kekurangan pasokan margarin dalam
negeri dipenuhi oleh impor.

50 Kondisi Pasar dan Nilai Tambah


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

18

16

14

12
(Juta ton)

10

0
2014 2015 2016 2017 2018

Konsumsi Ketersediaan

Sumber: BPS 2018, Kementan 2016 (diolah)


Gambar 3.6 Konsumsi produksi minyak goreng sawit Indonesia
2013 – 2017

35
(Ribu ton)

30

25

20

15

10

-
2014 2015 2016 2017 2018
Konsumsi Produksi

Sumber: BPS 2019, Susenas 2017 (diolah)


Gambar 3.7 Konsumsi dan produksi margarin Indonesia
2014 – 2018

Kondisi Pasar dan Nilai Tambah 51


Outlook Teknologi Pangan 2019

Produksi minyak sawit Indonesia di masa akan datang cenderung menurun.


Hal ini dikarenakan tidak ada penambahan luasan lahan perkebunan sehingga
produksi minyak sawit akan berkurang seiring dengan menurunnya
produktivitas tanaman. Diperkirakan potensi produksi akan mulai menurun di
tahun 2023. Produksi minyak sawit diperkirakan akan meningkat 4 tahun
kedepan hingga mencapai puncaknya tahun 2023 sebesar 50,50 juta ton.
Sepanjang tahun tersebut diperkirakan pula tidak ada penambahan lahan
tanaman kelapa sawit, stabil pada luas lahan 12 juta Ha (Gambar 3.8).

Komsumsi perkapita minyak goreng dalam negeri diperkirakan meningkat


melanjutkan trend sebelumnya yakni naik rata-rata 6,06% pertahun. Tahun 2021
konsumsi perkapita minyak goreng Indonesia diproyeksikan sudah menembus
10 kg/tahun, dan akan naik terus hingga mencapai 17,5 kg/tahun pada tahun
2030. Jika mengikuti data kependudukan BPS maka jumlah konsumsi minyak
goreng dalam negeri akan naik dari 2,44 juta ton tahun 2019 menjadi 5,14 juta ton
pada tahun 2030 (Gambar 3.9)

Kecenderungan meningkatnya konsumsi minyak goreng dalam negeri


penting untuk dicermati. Kecenderungan positif tersebut ternyata tidak diikuti
oleh ketersediaan bahan bakunya yang dipengaruhi oleh kondisi produksi
minyak sawit dalam negeri. Minyak sawit untuk bahan baku minyak goreng
dalam negeri selama ini mengambil porsi rata-rata 18% pertahun dari total
produksi minyak sawit Indoneisa. Jika porsi ini tetap berlaku dimasa akan
datang maka suatu saat akan terjadi krisis bahan baku minyak goreng sawit
dalam negeri.

52 Kondisi Pasar dan Nilai Tambah


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

60,00

50,00

40,00
(Juta ton)

30,00

20,00

10,00

-
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030

Produksi Potensi produksi

Sumber: Kemenperin, 2019


Gambar 3.8 Proyeksi produksi minyak sawit dalam negeri

10,00

9,00

8,00

7,00

6,00
(Juta ton)

5,00

4,00

3,00

2,00

1,00

-
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030

Konsumsi Ketersediaan

Gambar 3.9 Proyeksi konsumsi minyak goreng dalam negeri

Kondisi Pasar dan Nilai Tambah 53


Outlook Teknologi Pangan 2019

Proyeksi konsumsi margarin dalam negeri diasumsikan melanjutkan


pertumbuhan sebelumnya yakni dengan rata-rata 12,62% pertahun. Konsumsi
perkapita margarin dalam negeri akan naik dari 1,40 ons/tahun pada tahun 2019
menjadi 5,16 ons/tahun pada tahun 2030. Jika merujuk pada proyeksi BPS
tentang penduduk Indonesia maka konsumsi margarin naik dari 37 ribu ton pada
tahun 2019 menjadi 151 ribu ton tahun 2030. Kondisi produksi juga mengikuti
kecenderungan sebelumnya yang selalu kurang dari tingkat konsumsi. Akan
tetapi selisih produksi dan konsumsi margarin ini cenderung berkurang karena
laju pertumbuhan produksi yang lebih besar dibanding konsumsi (Gambar 3.10).

160
(Ribu ton)

140

120

100

80

60

40

20

-
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Konsumsi Produksi

Gambar 3.10 Proyeksi konsumsi margarin dalam negeri

54 Kondisi Pasar dan Nilai Tambah


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Ekspor-Impor Minyak Goreng Sawit

Ekspor minyak goreng sawit Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data


BPS 2019, ekspor minyak goreng sawit pada tahun 2012 sebesar 11,6 ton, naik
pada tahun 2018 menjadi 22,7 ton (Gambar 3.11). Spesifikasi minyak goreng yang
diekspor beragam, sesuai permintaan konsumen di negara tujuan ekspor. Ekspor
tertinggi adalah jenis fraksi tidak padat dari minyak sawit yang dimurnikan
dalam kemasan.

Sekalipun Indonesia menjadi eksportir minyak sawit terbesar dunia,


Indonesia juga impor minyak sawit. Jenis atau spesifikasi yang diimpor lebih
banyak spesifikasi atau variasinya (21 jenis) dibandingkan yang diekspor (14
jenis). Impor minyak sawit jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang
diekspor, itupun cenderung menurun.

Jangkauan pemasaran minyak goreng sawit Indonesia sangat luas, hingga ke


165 negara. Sepuluh negara tujuan ekspor tertinggi adalah India, China, Pakistan,
Bangladesh, Malaysia, Spanyol, Itali, Belanda, Amerika, dan Jerman.

Ekspor-Impor Margarin

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012-2018, ekspor
margarin Indonesia cenderung meningkat (Gambar 3.12). Jika tahun 2011 ekspor
margarin Indonesia masih 787 ton, tahun 2018 meningkat menjadi 1.138 ton.
Kondisi ini berbeda dengan nilai ekpor yang cenderung menurun. Selain ekspor,
Indonesia juga impor margarin, bahkan dalam jumlah yang jauh lebih besar
dibanding yang diekspor.

Kondisi Pasar dan Nilai Tambah 55


Outlook Teknologi Pangan 2019

Sumber : BPS 2018, diolah

Gambar 3.11 Ekspor minyak goreng sawit Indonesia

4,0
(Ribu Ton)

3,5

3,0

2,5

2,0

1,5

1,0

0,5

-
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Ekspor Impor

Gambar 3.12 Ekspor-impor margarin Indonesia

56 Kondisi Pasar dan Nilai Tambah


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Ekspor-Impor Shortening
Ekspor shortening Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Tahun 2012 ekspor shortening sebesar 353 ribu ton naik di tahun 2018 menjadi
745 ribu ton, tumbuh rata-rata 18,54% pertahun. Sedangkan impor relatif kecil
dan cenderung stabil rata-rata 1,3 ton pertahun (Gambar 3.13).

800.000
(Ton)

700.000

600.000

500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

-
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Ekspor Impor

Gambar 3.13 Ekspor impor shortening Indonesia

3.2 Nilai Tambah

Nilai tambah ekonomi, baik nilai tambah bisnis maupun nilai tambah
teknis, produk turunan minyak sawit sangat bervariasi. Nilai tambah ini
tergantung dari harga bahan baku, tingkat kesulitan dalam ekstraksi produk,
dan harga produk turunan di pasar. Semakin dapat dimanfaatkan/dibutuhkan
produk turunan minyak sawit, nilai tambahnya semakin tinggi.

Kondisi Pasar dan Nilai Tambah 57


Outlook Teknologi Pangan 2019

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, minyak sawit yang diolah


menjadi sabun mandi menghasilkan nilai tambah sebesar 300 persen, jika
dapat dijadikan kosmetik nilai tambahnya mencapai 600 persen. Nilai
tambah minyak sawit jika diolah menjadi minyak goreng sawit sebesar 60
persen, jika menjadi margarin mencapai 180 persen.

Produk pangan yang dapat dihasilkan dari minyak sawit dan CPKO,
antara lain seperti emulsifier, margarin, minyak goreng, shortening, susu full
krim, konfeksioneri, yogurt, dan lain-lain. Sedangkan produk non pangan yang
dihasilkan dari minyak sawit dan CPKO, seperti epoxy compound, ester
compound, lilin, kosmetik, pelumas, fatty alcohol, biodiesel

Tabel 3.1 Nilai Tambah beberapa produk berbasis sawit

Nilai Tambah berdasarkan Bahan baku (%)


Produk
Tandan Buah Segar CPO
(TBS)

CPO 30 -
Minyak Goreng 50 60
Fatty acid 100
Ester 150-200
Surfaktan 300-400
Emulsifier 300-400
Kosmetik 600-1000 600
Sabun 300
Margarin 180

Sumber : Balitbang Pertanian, 2019

58 Kondisi Pasar dan Nilai Tambah


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Berdasarkan data nilai produk, nilai input, dan nilai output industri minyak
goreng sawit industri besar dan sedang, dapat diperoleh gambaran tentang nilai
tambah dari industri minyak goreng sawit Indonesia (Tabel 3.2). Nilai tambah
industri minyak goreng sawit berfluktuasi dari tahun ke tahun. Nilai tambah
meningkat jika perbandingan naiknya nilai input lebih kecil dari perbandingan
naiknya nilai output tahun sebelumnya.

Tabel 3.2 Nilai Tambah industri minyak goreng sawit di Indonesia


(dalam ribuan rupiah)

Kode Nilai Produksi Nilai input Nilai output Nilai tambah Nilai
KLBI Tambah
dan 10432 (2010), 10432 (2010), 10432 (2010), 10432 (2010), (%)
Tahun 15144 (2006) 15144 (2006) 15144 (2006) 15144 (2006)

2006 11,164,301,573 8,213,846,468 11,311,272,539 3,893,962,319 37.71

2007 43,737,571,233 28,421,915,965 47,895,953,692 19,474,037,727 68.52

2008 87,731,898,452 62,706,318,993 88,043,230,886 25,336,911,893 40.41

2009 65,354,363,310 47,263,296,683 67,115,767,278 19,852,470,595 42.00

Trend 82.16 82.96 81.31 67.36


(%)

2010 43,917,800,648 31,163,769,328 45,895,449,061 14,731,679,733 47.27

2011 97,232,749,993 75,921,822,605 101,166,369,713 25,244,547,108 33.25

2012 70,053,745,950 50,639,709,041 73,401,407,700 22,761,698,659 44.95

2013 185,439,326,506 167,931,056,756 188,027,747,261 20,096,690,505 11.97

Trend 49.08 59.17 47.84 8.63


(%)
Sumber : Kemenperin, 2010

Kondisi Pasar dan Nilai Tambah 59


4
Kebijakan dan
Strategi
Outlook Teknologi Pangan 2019

BAB 4 KEBIJAKAN DAN STRATEGI

4.1. Kebijakan pengembangan teknologi

Arah pengembangan inovasi teknologi pangan berbasis minyak sawit


ditentukan oleh pengaruh kebijakan pemerintah dan strategi dunia usaha.
Kebijakan pemerintah meliputi peraturan dan perundang-undangan terutama
yang berkaitan dengan program hilirisasi minyak sawit, sedangkan
kepentingan dunia usaha menyangkut strategi industri dalam mempertahankan
daya saingnya di pasar global.

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian menegaskan


bahwa pengembangan dan pemanfaatan teknologi industri merupakan tanggung
jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pengembangan, peningkatan
penguasaan, dan pengoptimalan pemanfaatan teknologi industri dilakukan
untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing, dan
kemandirian bidang industri.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 14/2015 tentang Rencana Induk


Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) 2014–2035, arah pengembangan
teknologi di masa depan akan difokuskan pada nanotechnology, biotechnology,
information technology dan cognitive science, dengan fokus aplikasi pada bidang
energi, pangan, kesehatan, dan lingkungan. Hal ini akan berpengaruh pada
perkembangan sektor industri nasional sehingga perlu disiapkan sistem serta
strategi alih teknologi dan inovasi teknologi yang sesuai, diantaranya
peningkatan pembiayaan penelitian dan pengembangan (R&D), termasuk
sinergi antara pemerintah, pengusaha dan akademisi.

62 Kebijakan dan Strategi


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk


Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) menyebutkan kebutuhan teknologi
tahun 2020-2024 untuk industri oleofood yang merupakan bagian dari industri
hulu agro adalah teknologi produksi speciality fats, dan Teknologi ekstraksi
bahan/komponen aktif dari kelapa sawit untuk produksi vitamin (antara lain
betacaroten dan tocoferol).

Kebijakan industri lainnya yang berkenaan dengan teknologi ada dalam


Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional
(KIN) Tahun 2015-2019. KIN 2015-2019 menegaskan bahwa pengembangan,
penguasaan, dan pemanfaatan teknologi industri bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing, dan kemandirian industri
nasional. Penguasaan teknologi dilakukan secara bertahap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan industri dalam negeri agar
dapat bersaing di pasar dalam negeri dan pasar global.

Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan Roadmap Kelapa Sawit


hingga tahun 2045 dengan Visi Indonesia menjadi pusat produsen dan konsumen
produk turunan minyak sawit dunia, sehingga mampu menjadi price setter
(penentu harga) minyak sawit global. Road map tersebut menjelaskan
tujuan hilirisasi antara lain:

1. Mencukupi nutrisi masyarakat


2. Memperkenalkan produk baru pangan modern turunan minyak sawit.
3. Menjamin keamanan pangan nasional
4. Memperkuat basis industri makanan minuman berbahan baku/
penolong turunan minyak sawit

Kebijakan dan Strategi 63


Outlook Teknologi Pangan 2019

Hilirisasi industri pangan berbasis minyak sawit mendorong


pengembangan industri hulu minyak sawit ke industri hilir (Gambar 4.1).
Pengembangan industri hilir mensyaratkan pembenahan industri antara. Produk
industri hulu meliputi produk-produk Refined Oil, yaitu RDB olein, RDB
Stearin, RDB Palm Oil. Industri antara menghasilkan produk seperti frying
cooking oil, cake margarine, dan frying shortening. Sedangkan industri lanjut sawit
menghasilkan produk-produk akhir seperti minyak goreng kemasan, margarin
kemasan, shortening kemasan, biskuit, ice cream, susu, dan mie instan. Roadmap
hilirisasi menghasilkan sederetan rencana aksi yang antara lain memperkuat
penguasaan teknologi dan R&D inovasi produk hilir (Gambar 4.2).

Sumber: Bakhtiar, 2019

Gambar 4.1 Hilirisasi industri pangan berbasis minyak sawit

64 Kebijakan dan Strategi


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Sumber: Bakhtiar, 2019


Gambar 4.2 Rencana aksi hilirisasi minyak sawit

Pada sisi lain, pemerintah telah mengeluarkan sebuah kebijakan insentif


yang terkait dengan percepatan pengembangan teknologi, yaitu PP No.
45/2019 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak
Penghasilan Dalam Tahun Berjalan. Wajib Pajak Badan (badan usaha) dalam
negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di
Indonesia, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 3OO %
( tiga ratus persen ) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam
jangka waktu tertentu.

Kebijakan dan Strategi 65

nia tetapi juga kuat dalam produk hilirnya.


Outlook Teknologi Pangan 2019

Sementara itu, dunia usaha pada prinsipnya sama dengan


pemerintah, mengembangkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi,
produktivitas, nilai tambah, daya saing, dan kemandirian. Pelaku industri
mengharapkan dimasa akan datang Indonesia bukan sekedar kuat dalam
pasar minyak sawit dunia tetapi juga kuat dalam produk hilirnya.
Menurut GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), strategi
dunia usaha untuk menjadi terdepan dalam pasar produk hilir minyak
sawit dunia ditempuh dalam tiga jalur hilirisasi industri, yaitu:
1. Hilirisasi oleopangan (oleofood complex), yaitu industri-industri yang
mengolah produk industri refinery untuk menghasilkan produk antara
oleopangan (intermediate oleofood) sampai pada produk jadi oleopangan
(oleofood product). Berbagai produk hilir oleopangan yang telah dihasilkan di
Indonesia di antaranya adalah minyak goreng sawit, margarin, vitamin A,
vitamin E, shortening, ice cream, creamer, cocoa butter atau specialty-fat.
2. Hilirisasi oleokimia (oleochemical complex), yaitu industri-industri yang
mengolah produk industri refinery untuk menghasilkan produk-produk antara
oleokimia, oleokimia dasar, sampai pada produk jadi seperti produk
biosurfaktan (seperti produk detergen, sabun, dan shampoo),
biolubrikan (biopelumas) dan biomaterial (contohnya bioplastik).
3. Hilirisasi biofuel (biofuel complex), yaitu industri-industri yang mengolah
produk industri refinery untuk menghasilkan produk-produk antara biofuel
sampai pada produk jadi biofuel seperti biodiesel, biogas, biopremium,
bioavtur, dan lain-lain.Terkait dengan hilirisasi biofuel, saat ini
pemerintah tengah serius untuk menerapkan program biodiesel 20% (B20)
secara penuh di Indonesia, dan memperluas penggunaan B20 di semua
kendaraan bermotor.

66 Kebijakan dan Strategi


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Hilirisasi minyak sawit dalam negeri merupakan perpaduan strategi promosi


ekspor (export promotion) dengan subtitusi impor (import subtitution).
Kombinasi antara promosi ekspor (EP) dengan subtitusi impor (SI) menghasilkan
empat kombinasi strategi. Tahap pertama adalah strategi EP-1, merubah ekspor
minyak sawit mentah menjadi produk hilir setengah-jadi seperti RBD olein, RBD
stearin, PFAD, fatty acid, fatty alcohol, glycerol dan lainnya. Tahap ke 2 adalah
EP-2 dengan menjadikan produk setengah-jadi menjadi produk jadi seperti minyak
goreng dan margarin.

Subtitusi impor dilakukan paralel dengan promosi ekspor. Tahap


pertama strategi subtitusi impor SI-1 adalah menghasilkan produk antara yang
selama ini masih diimpor Indonesia. Kemudian masuk tahap ke 2 SI-2 dengan
menghasilkan sendiri produk jadi untuk menggantikan produk jadi yang selama
ini diimpor. SI-2 lebih kepada produk-produk energi seperti olekimia dan energi.
Strategi hilirisasi mendorong industri minyak sawit dari EP-1 SI-1 menuju EP-2
SI-2. Teknologi diharapkan mampu mendukung strategi tersebut melalui 3 jalur,
yakni hilirisasi oleopangan, oleokimia, dan energi.

4.2. Isu dan Permasalahan


Isu dan permasalahan pengembangan teknologi pangan berbasis minyak
sawit tidak lepas dari berbagai isu yang menimpa industri minyak sawit dalam
negeri, yaitu:
1. Perang dagang global

Sebagai negara yang menguasai pasar minyak nabati dunia, Indonesia


dihadapkan pada berbagai isu global. Berbagai isu dalam perang dagang
(global trade war) muncul dari negara pesaing yang juga ingin memimpin
pasar global minyak nabati dan turunannya.

Kebijakan dan Strategi 67


Outlook Teknologi Pangan 2019

Proteksi terhadap komoditas domestik memunculkan isu negatif bagi


komoditas lainnya termasuk minyak sawit, kampanye negatif yang
dituduhkan dalam perang dagang antara minyak kedelai (USA) dengan
minyak sawit, dan kebijakan Uni Eropa yang saat ini dikhawatirkan
akan berdampak pada pengurangankonsumsi minyak nabati dunia.

2. Fortifikasi minyak goreng

Isu bukan saja muncul dari pasar global akan tetapi juga dari dalam negeri
sendiri. Industri pangan berbasis minyak sawit dalam negeri saat ini
menghadapi permasalahan kebijakan pemerintah yang mewajibkan
minyak goreng sawit difortifikasi vitamin A (SNI 7709:2012). Kebijakan ini
didasarkan pertimbangan bahwa minyak goreng sawit adalah bahan
makanan yang paling tepat sebagai pengantar vitamin A kepada
masyarakat, dan terbukti efektif pada anak balita dan meningkatkan daya
tahan anak terhadap penyakit.

Permasalahan bagi industri karena sifat Vitamin A yang tidak stabil dalam
minyak goreng. Buah sawit memiliki kandungan βkaroten (Pro vitamin A)
yang tinggi namun hilang saat proses pembuatan minyak goreng. Cara lain
yang bisa dilakukan adalah dengan menambahkan vitamin A (sintetik)
pada produk. Akan tetapi, cara ini membuat industri harus menambah
pengeluaran ekstra yang relatif mahal, minyak gorengpun jadi mahal.
Vitamin A selama ini masih impor dan belum ada informasi pengganti
vitamin A lain yang efektif. Permasalahan lainnya adalah aspek penegakan
hukum terhadap kebijakan ini belum mendukung, dan butuh waktu bagi
industri kemas (Repacker) jika SNI Wajib diberlakukan.

68 Kebijakan dan Strategi


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

3. Wajib kemasan

Untuk menjamin mutu dan keamanan minyak goreng yang beredar,


Kementerian Perdagangan akan memberlakukan kebijakan minyak goreng
wajib kemas mulai 2020. Tercatat masih sekitar 60% minyak goreng sawit
curah beredar dipasar dalam negeri.
Bagi industri, kewajiban menjual dalam kemasan membutuhkan sarana
mesin pengemasan yang mencukupi. Masalah lain adalah kemasan minyak
goreng sawit umumnya menggunakan plastik yang mana saat ini banyak
mendapatkan pertentangan karena menambah limbah plastik.

4. Kontaminan 3-MCPD

Kontaminasi merupakan isu global yang melanda industri minyak sawit


dalam negeri dan industri turunannya. Beberapa jenis kontaminan yang
dituduhkan terkandung dalam produk sawit antara lain logam berat,
polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH), dioxin, polychlorinated
biphenyls (PCB), residu pestisida, dan terbaru adalah kandungan 3-
monochlorpro-pandiol ester (3-MCPD Ester) dan glycidol esters (GE)
pada minyak sawit Indonesia.

Isu 2 kontaminan terbaru tersebut di atas bermula dari hasil penelitian di


Eropa yang mengemukakan bahwa minyak sawit mengandung 3-MCPD
Ester dan GE yang tertinggi diantara minyak nabati lainnya. Ditemukan
kandungan 3-MCPD Ester dan GE pada minyak sawit yakni masing-
masing sebesar 3-7 ppm sebesar 3-11 ppm. Senyawa 3-MCPD merupakan
senyawa hasil hidrolisis 3-MCPD Ester yang memiliki efek negatif
terhadap ginjal, sistem syaraf pusat, dan sistem reproduksi pada hewan

Kebijakan dan Strategi 69


Outlook Teknologi Pangan 2019

percobaan. Bahkan International Agency for Research on Cancer (IARC)


mengemukakan bahwa senyawa 3-MCPD kemungkinan juga dapat
menyebabkan kanker bagi manusia.

5. Limbah Spent Bleaching Earth (SBE)

Spent Bleaching Earth (SBE) merupakan salah satu limbah padat


terbesar yang dihasilkan oleh industri refinery dan minyak goreng
sawit. SBE dihasilkan pada proses pemurnian dengan bleaching earth
(BE) untuk menghilangkan pigmen warna yang terdapat di dalam minyak
sawit sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014, limbah SBE masuk
dalam kategori berbahaya (B3) karena dapat mengakibatkan pencemaran
berat pada tanah dan perusakan lingkungan hidup. SBE adalah limbah B3
dengan kode limbah B413, dengan sumber limbah berasal dari proses
industri oleochemical dan pengolahan minyak hewani atau nabati dengan
kategori limbah berbahaya level 2.

Sementara itu, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI)


mengusulkan agar limbah hasil penyulingan minyak sawit yakni Spent
Bleached Earth (SBE) tidak dikategorikan sebagai bahan berbahaya dan
beracun atau B3. SBE tidak mengandung muatan berbahaya kendati
volume yang dihasilkan cukup banyak.

70 Kebijakan dan Strategi


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

6. Diversifikasi produk

Diversifikasi produk berbahan baku minyak sawit masih terus


berlangsung, menjadi bahan baku dalam berbagi produk makanan,
farmasi, dan energi. Diversifikasi sendiri merupakan maksud dari hilirisasi
minyak sawit dalam negeri, oleh karena itu telah lama diharapkan
pemerintah melalui program dan kebijakan hilirisasi Kementerian
Perindustrian (Permenperin Nomor 13/M-Ind/Per/1/2010).

Bagi industri minyak sawit, diversifikasi produk membantu


mengoptimalkan peluang pasar ditengah dinamisnya kondisi pasar
minyak sawit dunia. Industri minyak sawit perlu memperbanyak produk
hilirnya, mengubah produk mentah menjadi produk setengah-jadi, dan
mengolah produk setengah-jadi menjadi produk jadi yang bernilai tambah
tinggi.

Berdasarkan data Balitbang Kementerian Pertanian bahwa pengolahan


tandan buah segar kelapa sawit menjadi minyak goreng memberikan nilai
tambah 50%, fatty acid 100%, ester 150-200%, biodiesel 66%, surfaktan
300-400% dan kosmetik 600-1000%. Diantara industri pengolahan
perkebunan, industri minyak goreng memiliki nilai tambah bruto
tertinggi. Oleh karena itu minyak goreng merupakan industri yang paling
menonjol di Indonesia.

Kebijakan dan Strategi 71


Outlook Teknologi Pangan 2019

4.3. Strategi pengembangan


Berdasarkan analisis kebijakan pemerintah, kepentingan dunia usaha, dan
permasalahan dihadapi industri pangan berbasis sawit dalam negeri, maka dapat
dirumuskan strategi pengembangan teknologi sebagai berikut;

- Pengembangan teknologi pangan berbasis minyak sawit ditujukan untuk


meningkatkan kualitas produk, efisiensi produksi, produktivitas, nilai
tambah, daya saing, dan kemandirian industri.

- Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka kebijakan yang dapat


ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Mendorong pengembangan teknologi dalam mempertahankan daya


saing produk pangan berbasis minyak sawit di pasar global,
teknologi yang dapat meningkatkan kualitas produk, efisiensi
produksi, produktivitas dan sustainabilitas industri.
2. Meningkatkan inovasi diversifikasi produk, inovasi teknologi untuk
memperbanyak produk-produk pangan jenis baru yang bernilai
tambah tinggi, yang memanfaatkan produk turunan minyak sawit
diolah menjadi barang baru atau sebagai bahan subtitusi,

- Strategi yang ditempuh adalah memperkuat kolaborasi dan sinergitas antara


pelaku usaha, pemerintah, dan lembaga litbang/perguruan tinggi, serta
masyarakat sawit, dalam mengembangkan teknologi industri pangan
berbasis minyak sawit. Kolaborasi teknologi terutama ditujukan pada isu-isu
penting dan mendesak, antara lain isu-isu global seperti kontaminan
3-MCPD Ester dan GE, dan tantangan dalam negeri berupa limbah
SBE, fortifikasi Vitamin A, dan diversifikasi produk. Kolaborasi
diperlukan dalam hal pendanaan dan penggunaan bersama sumber daya
riset, fasilitas laboratorium, sumber daya manusia, dan infrastruktur.

72 Kebijakan dan Strategi


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

- Program prioritas pengembangan teknologi pangan berbasis minyak


sawit tahun 2020-2024 adalah sebagai berikut:

1. Teknologi minimalisasi kontaminan 3-MCPD

Pengembangan teknologi pengolahan minyak sawit yang dapat


menurunkan kadar kandungan kontaminan 3-MCPD Ester (3-
monochlorpro-pandiol ester) dan glycidol esters (GE) yang terdapat
dalam minyak sawit.
2. Teknologi pengolahan Spend Bleaching Earth.
Pengembangan teknologi pengolahan limbah yang memastikan
Spent Bleaching Earth (SBE) dari industri tidak berbahaya bagi
lingkungan, atau sesuai dengan batas aman bagi lingkungan hidup.

3. Teknologi fortifikasi minyak sawit

Pengembangan teknologi yang mampu menjaga nutrisi kandungan


minyak sawit, khususnya Provitamin A, untuk tetap berkecukupan
hingga ke produk jadi.

4. Teknologi diversifikasi produk

Pengembangan teknologi untuk menghasilkan produk-produk


baru berbasis minyak sawit yang bernilai tambah tinggi, baik
sebagai produk jadi baru maupun produk subtitusi.

Kebijakan dan Strategi 73


5
Penutup
Outlook Teknologi Pangan 2019

BAB 5 PENUTUP

Inovasi teknologi sangat penting dikembangkan di industri pangan


berbasis minyak sawit. Dukungan teknologi diperlukan karena 3 kondisi
industri tersebut, antara lain:

1. Industri minyak sawit memiliki peran yang vital dalam pembangunan


ekonomi nasional

2. Produk-produk industri baik di hulu maupun di hilir adalah produk-


produk yang terdepan dalam pasar global

3. Persaingan industri minyak nabati dunia cukup ketat, berbagai isu


global diarahkan untuk memperlemah industri dalam negeri ini.

Mengingat pentingnya pengembangan teknologi dalam industri pangan


berbasis minyak sawit maka beberapa rekomendasi penting untuk diperhatikan,
yaitu:

1. Mendorong pengembangan teknologi dalam mempertahankan daya


saing produk pangan berbasis minyak sawit di pasar global, teknologi
yang dapat meningkatkan kualitas produk, efisiensi produksi,
produktivitas dan sustainabilitas industri.

2. Meningkatkan inovasi diversifikasi produk, inovasi teknologi untuk


memperbanyak produk-produk pangan jenis baru yang bernilai tambah
tinggi, yang memanfaatkan produk turunan minyak sawit diolah
menjadi barang baru atau sebagai bahan subtitusi

76 Penutup
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

3. Memperkuat kolaborasi dan sinergitas antara pelaku usaha,


pemerintah, dan lembaga litbang/perguruan tinggi, serta masyarakat
sawit, dalam mengembangkan teknologi industri pangan berbasis
minyak sawit.

4. Kolaborasi teknologi mengangkat isu-isu penting dan mendesak,


antara lain pengurangan kontaminan 3-MCPD Ester dan GE,
penanganan limbah SBE, fortifikasi Vitamin A, dan diversifikasi
produk.

Penutup 77
Outlook Teknologi Pangan 2019

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan N. 2019. Perkembangan riset dan inovasi di industri pangan


berbasis sawit. FGD Outlook Teknologi Pangan; 2019 Sep 10; Jakarta: BPPT

Ashari ML, Dermawan D. 2018. Studi Pemanfaatan Limbah Padat Industri


Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Spent Bleaching Earth sebagai Pengganti
Agregat pada Campuran Beton. Jurnal Presipitasi 15

Aubert, P.-M., Chakib, A., Laurans, Y. 2017. Implementation and effectiveness of


sustainability initiatives in the palm oil sector: a review. Studies No. 11/17, IDDRI, Paris,
France, 56 p.

Ayustaningwarno F. 2012. Proses pengolahan dan aplikasi minyak sawit merah


pada industri pangan. Vitasphere II: 1 – 11

Bakhtiar LH. 2019. Kebijakan dan Implementasi Hilirisasi Kelapa Sawit untuk
Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Industri Nasional. FGD Outlook
Teknologi Pangan; 2019 Nov 14; Jakarta: BPPT

[BPDP] Badan Pengelolah Dana Perkebunan. 2019. Isu Kontaminan 3-


Monochlorpro-Pandiol Ester (3-MCPD Ester) dan Glycidol Esters (GE).
[internet] Dapat dilihat pada: https://www.bpdp.or.id/id/makanan-dan-gizi/isu-
kontaminan-3-monochlorpro-pandiol-ester-3-mcpd-ester-dan-glycidol-esters-ge/

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta: BPS

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI Crude Palm Oil. Jakarta: BSN

78 Daftar Pustaka
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2015. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri
Ekspor Menurut Komoditi dan Negara, 2009-2014. Jakarta: BSN

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2019. Buletin statistik perdagangan ekspor dan
impor 2012-2019. Jakarta: BSN

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2019. Codex Alimentarius: Code of


Practice for the reduction of 3-Monochloropropane-1,2-diol esters (3-MCPDEs)
ang Glycidyl esters (GEs) in refined oils and food products made with refined
oils, CXC 79-2019

Fry J., et all. 2018. Study on The Environmental Impact of Palm Oil Consumption and on
Existing Sustainability Standards. EU

GAPKI. 2017. Proyeksi vegetable oil dunia 2025: Bagaimana posisi indonesia di
masa mendatang [internet]. Dapat di lihat pada: https://gapki.id/news/3124/
proyeksi-vegetable-oil-dunia-tahun-2025-bagaimana-posisi-indonesia-di-masa-mendatang

Hui. 1996. Oils and Fats in Bakery Products. In Bailey’s Industrial Oil and Fats
Products

Kementerian Perdagangan. 2011. Kampanye negatif kelapa sawit Indonesia.


Jakarta: Warta Ekspor

Kementerian Pertanian. 2016. Outlook kelapa sawit komoditas pertanian subsektor


perkebunan. Jakarta: Pusdatin Kementan

Kementerian Pertanian. 2016. Statistika perkebunan indonesia, komoditas kelapa sawit


(Palm Oil) 2015 – 2017. Jakarta: Ditjen Perkebunan

Kementerian Pertanian. 2017. Outlook kelapa sawit komoditas pertanian subsektor


perkebunan. Jakarta: Pusdatin Kementan

Daftar Pustaka 79
Outlook Teknologi Pangan 2019

Kementerian Pertanian. 2018. Industri kelapa sawit berkontribusi besar terhadap


ekonomi. [internet] tersedia pada: https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/06/
193500226/ kementan--industri-kelapa-sawit-berkontribusi-besar-terhadap-ekonomi

Keong WNg & Low SY. 2008. Evaluation of Spent Bleaching Clay from Palm Oil
Refining as an Ingredient for Diets of Red Hybrid Tilapia, Oreochromis sp.
Journal of Applied Aquaculture 17

Loh SK, James S, Ngatiman M, Cheong KY, Choo YM, Lim WS. 2013.
Enhancement of palm oil refinery waste – Spent bleaching earth (SBE) into bio
organic fertilizer and their effects on crop biomass growth. Industrial Crops and
Products 49:775-781

Mahmud J, et al., 2015. The Design of Net Energy Balance Optimization Model for
Crude Palm Oil Production. Di dalam: Intelligence in the Era of Big Data. Berlin,
Heidelberg: Springer. hlm 76–88

Marjan, AQ, Marliyati, SA, Ekayanti, I, 2016, Pengembangan produk pangan


dengan substitusi red palm oil sebagai alternatif pangan fungsional tinggi
beta karbon. J. Gizi Pangan, 11(2): 91-98

Matthäus B, Pudel F, Fehling P, Vosmann K. Freudenstein A. 2011. Strategies for


the reduction of 3-MCPD esters and relatedcompounds in vegetable oils. Eur. J.
Lipid Sci. Technol. 113:380–386

Minyak Sawit sebagai Bahan Baku Surfaktan yang Handal dan Ramah
Lingkungan. 2019. Surfactant and Bioenergy Research Center; Diskusi Sawit Bagi
Negeri; 2019 Jan 19; Jakarta

80 Daftar Pustaka
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Perdani, C.G.; Zakaria, F.R.; Prangdimurti, E., 2016, Pemanfaatan minyak sawit
mentah sebagai hepatoprotektor pada ibu rumah tangga di Dramaga Bogor,
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 17 No. 2 [Agustus 2016] 119-128.

Produk Pangan Olahan Kelapa Sawit. http://www.bpdp.or.id/id/makanan-dan-


gizi/produk-pangan-olahan-kelapa-sawit/

PT. Centra Rekayasa Enviro. 2019. Recovery spent bleaching earth (SBE).
http://www.cr-enviro.com/our-product/solid-waste-treatment/recovery-spent-bleaching-
earth-sbe/

Pudel F, Benecke P, Fehling P, Freudenstein A, Matthäus B, Schwaf A. 2011. On


the necessity of edible oil refining and possible sources of 3‐MCPD and
glycidyl esters. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 113:368–373

Pudel1 F, Benecke1 P, Vosmann K, Matth€aus B. 2016. 3-MCPD- and glycidyl


esters can be mitigated in vegetable oilsby use of short path distillation. Eur. J.
Lipid Sci. Technol. 118:396–405

Rabobank. 2017. Analysis of Salient Human Rights Issues in The Palm Oil Value
Chain (Interim Report). http ://www.rabobank.com/en/images-sustainable-
palm-oil-the-norm-our-vision-on-a-commodity-chain.pdf

Ramli MR, et all. 2011. Effects of degumming and bleaching on 3‐MCPD esters
formation during physical refining. J Am Oil Chem Soc 88:1839–1844

Setiawan A., Purwadio H.. 2013. Arahan pengendalian fungsi lahan pertanian
pangan menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Katingan. Jurnal Teknik
Pomits Vo. 2, No. 4 (2301-9271)

Daftar Pustaka 81
Outlook Teknologi Pangan 2019

Siahaan D. 2018. Produk konsumer goods dari kelapa sawit. Seminar Nasional
Industri Hilir Kelapa Sawit; 2018 Jan 17-18; Yogyakarta

Sinaga S. 2019. GIMNI Minta limbah penyulingan CPO tak dikategorikan B3.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190823/257/1140233/gimni-minta-limbah-penyulingan-
cpo-tak-dikategorikan-b3

SNI 01-2901-2006 tentang Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO)

Steinweg T., dkk. 2017. Unsustainable Palm Oil Faces Increasing Market Acces Risks.
Chain Reaction Research

Suhartini S, Hidayat N, Wijaya S. 2011. Physical properties characterization of fuel


briquette made from spent bleaching earth. Biomass and Bioenergy 35:4209-4214

Susantika M. 2010. Sidolisis enzimatik RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)
dan asam stearat untuk memproduksi triasilgliserol khas cocoa butter. Bogor: IPB

Thahar A. 2019. Program penelitian dan pengembangan BPDPKS. FGD Outlook


Teknologi Pangan; 2019 Nov 14; Jakarta: BPPT

Tim Riset PASPI. 2018. Analisis Isu Strategis Sawit Vol. IV, No. 27/07/2018

US Department of Agriculture. 2018. DBA’s Analysis of Salient Human Rights Issues in


The Palm Oil Value Chain (Interim Report)

Usman, T., Ariany, L., Rahmalia, W., Advant, R. 2009. Esterifikasi asam lemak dari
limbah kelapa sawit (sludge oil) menggunakan katalis tawas. Indo. J. Chem 3:474–
478

Zulkurnain M, Lai OM, Tan SC, Latip RA, Tan CP. 2013. Optimization of palm oil
physical refining process for reduction of 3-Monochloropropane-1,2-diol (3-
MCPD) Ester Formation. J. Agric. Food Chem. 61:3341-3349

82 Daftar Pustaka
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Daftar Pustaka 83
Outlook Teknologi Pangan 2019

LAMPIRAN

Lampiran 1. Produktivitas dan luas lahan jenis minyak nabati dunia

Sumber : Rabobank 2017

84 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Lampiran 2. Rantai nilai industri kelapa sawit dan pelaku usaha

Sumber : IDDRI 2017

Lampiran 85
Outlook Teknologi Pangan 2019

Lampiran 3. Industri pengolahan kelapa sawit dan pelaku usaha

Sumber: EC 2016, IDDRI 2017

Lampiran 4. Industri pemurnian minyak sawit dan pelaku usaha

Refinery conglomerates are also involved in production and trade

Sumber: Chain Reaction Research 2017, IDDRI 2017

86 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Lampiran 5. Peran industri kelapa sawit hulu -hilir terhadap perekonomian


sd. Tahun 2017

Sumber: Kemeperin 2019

Lampiran 87
Outlook Teknologi Pangan 2019

Lampiran 6. Kinerja hilirisasi industri 5 tahun terakhir

Pemasaran Produk Hilir Sawit


(Ribu Ton)

8.989 8.040 7.867 9.799 11.329


15.384 18.017 17.875
23.969 29.365

2014 2015
2016 2017 2018

Ekspor Konsumsi Dalam Negeri

Rasio Volume Ekspor Sawit Mentah dan


Produk Hilir (%)

60 65 67 74 81

40 35 33 26 19
2014 2015 2016 2017 2018
Ekspor Crude Ekspor Minyak & FAME

Sumber: GIMNI dan Kemenperin 2019

88 Lampiran
Lampiran 7. Peta pengembangan produk hilir minyak sawit sd. Tahun 2017
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Lampiran
89
Sumber: Kemenperin 2019
Lampiran 8. Produksi minyak sawit Indonesia

90 Lampiran
Forecast assumption:
▪ Achievement to Potential Prod.
(Marihat S3) : 95% (Eqv. Ach.
2018)
▪ Avg CPO ER 20%
▪ Avg Replanting 98K Ha per year

Data Sources :
BPS, Press Release GAPKI, & Internal
Formulation
Outlook Teknologi Pangan 2019

Sumber: Kemenperin 2019


Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Lampiran 9. Perkembangan konsumsi minyak goreng sawit dalam


rumah tangga per provinsi di Indonesia, Tahun 2013 – 2017

Konsumsi/kapita/tahun (kg) Rata-


Rata-
rata
rata
No Provinsi pertumb.
2013-
2013 2014 2015 2016 2017 2013-
2017
2017

1 Aceh 9,40 9,47 11,29 11,66 10,88 10,54 4,14%


2 Sumatera Utara 10,50 11,54 12,90 12,78 11,69 11,88 3,06%
3 Sumatera Barat 11,22 11,78 13,74 14,08 12,96 12,76 4,04%
4 Riau 11,51 12,44 14,35 14,43 13,64 13,27 4,63%
5 Jambi 11,70 13,29 14,68 15,09 13,89 13,73 4,72%
6 Sumatera Selatan 9,55 11,01 12,14 12,12 12,02 11,37 6,14%
7 Bengkulu 10,18 10,14 12,17 12,46 12,10 11,41 4,78%
8 Lampung 9,93 10,87 13,13 13,20 14,19 12,26 9,57%
9 Kepulauan Babel 9,61 8,81 12,02 12,14 11,12 10,74 5,18%
10 Kepulauan Riau 12,00 12,33 13,49 14,00 12,69 12,90 1,65%
11 Dki Jakarta 8,64 9,08 11,53 12,13 9,45 10,17 3,80%
12 Jawa Barat 8,94 9,57 10,80 11,69 10,80 10,36 5,13%
13 Jawa Tengah 9,08 9,61 11,07 10,92 10,55 10,25 4,07%
14 Di Yogyakarta 7,96 8,13 9,47 9,83 9,66 9,01 5,17%
15 Jawa Timur 9,25 10,06 11,58 12,15 10,73 10,75 4,28%
16 Banten 10,38 10,43 12,29 13,06 11,68 11,57 3,50%
17 Bali 7,23 8,29 9,97 10,11 8,80 8,88 5,84%
18 Ntb 7,15 7,35 8,62 9,12 8,71 8,19 5,35%
19 Ntt 4,37 4,51 6,08 6,75 6,76 5,69 12,30%
20 Kalimantan Barat 6,97 8,03 10,16 10,47 9,07 8,94 7,85%
21 Kalimantan Tengah 8,14 10,43 12,60 13,07 11,77 11,20 10,68%
22 Kalimantan Selatan 9,95 10,16 11,92 11,97 11,47 11,09 3,92%
23 Kalimantan Timur 9,58 10,57 12,21 12,72 11,70 11,36 5,50%

Lampiran 91
Outlook Teknologi Pangan 2019

Konsumsi/Kapita/Tahun (Kg) Rata-


Rata-
Rata
Rata
No Provinsi Pertumb
2013-
2013 2014 2015 2016 2017 . 2013-
2017
2017

24 Kalimanatan Utara - - 10,15 10,75 10,58 6,30 1,08%


25 Sulawesi Utara 7,94 9,59 12,16 13,24 9,74 10,53 7,51%
26 Sulawesi Tengah 3,93 4,44 7,65 8,29 7,55 6,37 21,18%
27 Sulawesi Selatan 5,72 6,71 8,77 9,52 8,12 7,77 10,46%
28 Sulawesi Tenggara 4,79 5,80 7,60 7,99 7,29 6,69 12,12%
29 Gorontalo 11,49 12,91 12,88 13,43 12,99 12,74 3,28%
30 Sulawesi Barat 2,39 3,47 4,29 5,97 6,15 4,45 27,75%
31 Maluku 4,50 5,41 7,70 8,53 7,11 6,65 14,17%
32 Maluku Utara 6,08 6,83 9,28 9,17 7,09 7,69 6,08%
33 Papua Barat 8,30 9,93 12,35 12,09 12,02 10,94 10,33%
34 Papua 6,99 7,90 10,24 10,73 9,84 9,14 9,78%

INDONESIA 8,90 9,60 11,23 11,66 10,72 10,42 5,15%

Sumber : Susenas, BPS


Keterangan : ‘-‘ tidak tersedia data

92 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Lampiran 10. Ekspor minyak sawit Indonesia dalam berat bersih (Ton) dan
wilayah tujuan
Kelompok Berat Bersih (Ton) Ekspor Minyak Sawit
Negara
2010 2011 2012 2013 2014
Tujuan

Asia Timur 2.222.329 2.103.900 2.948.358 2.487.293 2.595.665


Asia Tenggara 2.556.240 2.740.138 2.691.512 1.832.381 2.078.987
Asia Selatan 6.209.159 6.109.504 6.797.473 7.433.403 7.829.776
Asia Barat 165.748 225.930 460.813 562.575 595.092
Asia Tengah 0 379 0 0 0
Afrika Utara 571.389 876.439 613.031 893.977 1.149.432
Afrika Timur 204.133 555.956 647.237 705.689 775.463
Afrika Barat 191.813 194.106 319.986 535.202 1.098.594
Afrika Tengah 72.400 62.417 68.887 124.937 163.955
Afrika Selatan 177.857 154.366 213.636 240.999 336.785
Australia &
18.852 38 69 1.517 69.827
Selandia Baru
Mikronesia 2.133 222 446 478 434
Melanesia 2.065 3.559 11.256 14.713 22.519
Polinesia 2.314 1.954 1.479 1.365 2.7750
Amerika Utara 46.055 36.595 40.596 416.938 456.584
Amerika
12.898 11.817 41.542 88.139 102.568
Tengah
Amerika
163.143 197.559 195.542 219.366 259.745
Selatan
Eropa Barat 1.571.764 1.226.663 1.627.390 2.034.640 2.195.496
Eropa Tengah 379.369 263.555 219.508 283.098 186.980
Eropa Utara 16.396 68.841 78.265 11.447 14.358
Eropa Selatan 718.838 586.009 668.862 1.053.585 1.395.585
Eropa Timur 616.051 626.963 719.185 1.010.319 933.426

Total 16.291.846 16.436.202 18.845.020 20.577.975 22.892.371


Sumber : BPS 2015

Lampiran 93
Outlook Teknologi Pangan 2019

Lampiran 11. Ekspor minyak sawit Indonesia dalam nilai FOB (US
$ x 1.000) dan wilayah tujuan

Kelompok Nilai FOB (US $)


Negara Tujuan 2010 2011 2012 2013 2014

Asia Timur 1.907.919 2.191.301 2.698.631 1.906.243 1.973.174


Asia Tenggara 2.097.883 2.807.681 2.555.112 1.411.181 1.594.941
Asia Selatan 5.102.691 6.495.069 6.314.574 5.653.382 5.877.127
Asia Barat 466.543 675.075 906.579 931.367 958.463
Asia Tengah 0 536 0 0 0
Afrika Utara 475.029 928.305 576.292 684.817 857.847
Afrika Timur 175.761 613.647 643.635. 589.726 646.650
Afrika Barat 168.322 217.099 320.859 443.642 889.547
Afrika Tengah 64.604 72.037 73.322 114.759 151.016
Afrika Selatan 147.475 167.342 194.931 184.622 257.226
Australia &
1.945 49 61 1.078 55.399
Selandia Baru
Mikronesia 1.531 333 585 542 480
Melanesia 2.470 5.534 13.355 14.524 23.232
Polinesia 2.349 2.761 1.929 1.512 2.533
Amerika Utara 40.099 35.351 38.611 312.540 339.477
Amerika Tengah 9.848 11.479 37.974 71.560 81.508
Amerika Slt. 142.309 214.077 179.619 166.465 196.330
Eropa Barat 1.299.814 1.229.870 1.495.917 1.539.138 1.640.410
Eropa Tengah 280.727 270.014 197.796 216.820 142.275
Eropa Utara 13.372 69.672 78.956 8.815 11.525
Eropa Selatan 551.574 584.391 600.176 812.439 1.062.648
Eropa Timur 516.677 669.611 673.244 773.670 703.063

Total 13.468.953 17.261.247 17.602.168 15.838.850 17.464.882


Sumber : BPS 2015

94 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Lampiran 12. Proyeksi Penduduk Indonesia 2011-2030

Tahun Jumlah Penduduk (Juta Jiwa)

2011 244,061

2012 246,945

2013 249,829

2014 252,712

2015 255,59

2016 258,50

2017 261,36

2018 264,16

2019 266,91

2020 269,60

2021 272,25

2022 274,86

2023 277,43

2024 279,97

2025 282,45

2026 284,90

2027 287,29

2028 289,62

2029 291,90

2030 294,12

Sumber: BPS 2018 (diolah)

Lampiran 95
Outlook Teknologi Pangan 2019

Lampiran 13. Produksi dan konsumsi minyak sawit dunia

Produksi Konsumsi
Tahun
(Juta ton) (Juta ton)

2002 25,0 25,3


2003 28,1 28,3
2004 30,9 30,0
2005 33,7 33,4
2006 37,1 36,2
2007 38,8 38,0
2008 43,5 42,5
2009 45,3 45,5
2010 50,8 48,8
2011 50,8 48,8
2012 53,9 52,4
2013 56,3 57,6
2014 59,6 59,2
2015 62,6 60,5
2016 58,3 62,5
2017 67,4 64,5
2018 70,8 68,3

Sumber: Kemenperin, 2019

96 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Lampiran 14. Konsumsi domestik minyak sawit dunia

Konsumsi Domestik (Ribu ton) Share


Negara
(%)
2013 2014 2015 2016 2017 2018* Rata2

India 8.302 9.150 9.100 9.550 10.900 11.820 10.104 16,16

Indonesia 8.750 7.520 8.870 9.070 9.450 10.130 9.008 14,41

China 5.700 5.700 4.800 4.830 4.900 5.250 5.096 8,15

Malaysia 2.869 2.941 2.990 2.685 3.117 3.425 3.032 4,85

Pakistan 2.540 2.738 2.795 2.995 3.145 3.245 2.984 4,77

Thailand 1.790 1.925 1.835 2.172 2.440 2.590 2.192 3,51

Negara
27.343 28.232 28.509 30.214 31.393 32.206 30.111 48,16
lainnya

Total Dunia 57.294 58.206 58.899 61.516 65.345 68.666 62.526 100,00

Sumber: Pusdatin Kementan 2019

Lampiran 97
Outlook Teknologi Pangan 2019

Lampiran 15. Konsumsi minyak goreng dalam negeri

Tahun Konsumsi per Jumlah Konsumsi


kapita penduduk (Juta ton)
(Kg/tahun) (Juta jiwa)

2011 6,591 244,061 1,61

2012 7,647 246,945 1,89

2013 7,133 249,829 1,78

2014 7,683 252,712 1,94

2015 8,969 255,588 2,29

2016 9,344 258,497 2,42

2017 8,575 261,356 2,24

2018 8,63 264,162 2,28

Sumber: BPS 2018, Kementan 2018

98 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Lampiran 16. Produksi dan konsumsi minyak goreng dalam negeri

Tahun Potensi produksi Ketersediaan Konsumsi


minyak sawit minyak goreng minyak goreng
(Juta ton) (Juta ton) (Juta ton)

2013 34,5 4,51 1,78


2014 36,1 3,88 1,94
2015 38 2,64 2,29
2016 39,1 5,61 2,42
2017 43,2 6,53 2,24
2018 44,9 15,95 2,28

Sumber: Kementan 2018 (diolah)

Lampiran 17. Produksi dan konsumsi margarin dalam negeri

Tahun Konsumsi Produksi


(kg) (kg)

2011 15.278.219 13.937.014


2012 10.297.598 9.008.204
2013 11.716.966 10.066.725
2014 13.570.656 11.945.823
2015 15.457.148 13.074.918
2016 17.605.912 15.015.641
2017 28.749.105 27.070.283
2018 32.724.812 30.190.424

Sumber: BPS 2019, Susenas 2017 (diolah)

Lampiran 99
Outlook Teknologi Pangan 2019

Lampiran 18. Proyeksi produksi minyak sawit Indonesia 2019 - 2030

Tahun Potensi produksi Produksi


(Juta ton) (Juta ton)

2019 47,2 45,30


2020 49,4 47,30
2021 51,8 49,60
2022 52,5 50,30
2023 52,7 50,50
2024 52,6 50,40
2025 52,0 49,90
2026 51,2 49,00
2027 50,3 48,20
2028 49,5 47,40
2029 48,5 46,50
2030 47,6 45,60

100 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Lampiran 19: Proyeksi konsumsi minyak goreng dalam negeri

Tahun Konsumsi per Jumlah Konsumsi Ketersediaan


kapita penduduk (Juta ton) (Juta ton)
(Kg/tahun) (Juta jiwa)

2019 9,153 266,912 2,44 8,496


2020 9,708 269,603 2,62 8,892
2021 10,297 272,249 2,80 9,324
2022 10,922 274,859 3,00 9,450
2023 11,584 277,432 3,21 9,486
2024 12,287 279,965 3,44 9,468
2025 13,032 282,455 3,68 9,360
2026 13,822 284,896 3,94 9,216
2027 14,660 287,285 4,21 9,054
2028 15,549 289,620 4,50 8,910
2029 16,492 291,898 4,81 8,730
2030 17,492 294,116 5,14 8,568

Lampiran 101
Outlook Teknologi Pangan 2019

Lampiran 20. Proyeksi produksi dan konsumsi margarin Indonesia

Tahun Konsumsi Produksi


(Ribu ton) (Ribu ton)

2019 37,535 36,020


2020 42,844 41,503
2021 48,904 47,822
2022 55,821 55,102
2023 63,717 63,491
2024 72,730 73,157
2025 83,017 84,294
2026 94,759 97,128
2027 108,162 111,914
2028 123,461 128,952
2029 140,924 148,584
2030 160,857 171,205
2031 183,610 197,269
2032 209,581 227,301
2033 239,225 261,906
2034 273,062 301,779
2035 311,685 347,722

102 Lampiran
Teknologi Industri Pangan Berbasis Minyak Sawit

Lampiran 21. Ekspor impor minyak goreng sawit Indonesia

Tahun Ekspor Impor


(Juta Ton) (Juta Ton)

2011 na na
2012 9,52 na
2013 12,16 1,22
2014 13,74 0,23
2015 15,66 0,04
2016 15.16 0,03
2017 12,75 2,43
2018 12,41 0,32

Sumber: BPS 2018, Kementan 2016 (diolah)

Lampiran 22. Ekspor impor margarin Indonesia

Tahun Ekspor Impor


(kg) (kg)

2011 787.011,0 2.128.216,0


2012 761.214,0 2.050.608,0
2013 663.241,0 2.313.482,0
2014 807.253,0 2.432.086,0
2015 727.347,3 3.109.577,0
2016 778.459,6 3.368.730,0
2017 1.032.748,0 2.711.570,0
2018 1.137.975,9 3.672.364,0

Sumber: BPS 2019, Susenas 2017 (diolah)

Lampiran 103
Outlook Teknologi Pangan 2019

Lampiran 23. Ekspor dan impor shortening Indonesia

Tahun Ekspor (kg) Impor (kg)

2012 352.806.229 179.059


2013 357.595.576 1.389.020
2014 458.500.188 624.679
2015 474.737.929 1.226.632
2016 554.633.830 1.370.155
2017 656.413.105 1.469.789
2018 745.241.433 1.567.039

104 Lampiran

Anda mungkin juga menyukai