C145 Putri TUAS
C145 Putri TUAS
Putri Wulandari
Email: Putriw595@gmail.com
ABSTRAK
Perkosaan merupakan salah satu kejahatan seksual yang akhir-akhir ini meningkat. Korban
perkosaan di sini menjadi pihak yang paling dirugikan, sehingga membutuhkan perhatian dan
perlindungan yang serius dari hukum. Dalam proses penyelesaian perkara pidana, sangat penting bagi
korban dan juga keluarganya. Dengan memberikan sanksi kepada pelaku, hal ini secara tidak langsung
merupakan bentuk perhatian dan juga perlindungan hukum bagi korban perkosaan. Banyaknya kasus
perkosaan menimbulkan kekhawatiran dari masyarakat. Salah satu bentuk perlindungan hukum bagi
korban saat melaporkan kasusnya adalah dengan menyediakan ruang khusus agar korban merasa
nyaman dalam menyampaikan apa yang terjadi. Selama proses persidangan, korban harus
mendapatkan pendampingan, karena korban pasti akan bertemu lagi dengan pelaku, yang akan
membuat korban mengingat kembali kejadian pahit yang dialaminya. Hal ini berdampak luar biasa
bagi korban, seperti penyakit mental dan psikis yang sulit disembuhkan. Jadi, diperlukan perhatian
yang lebih serius bagi korban perkosaan. Salah satu bentuk perlindungan hukum bagi korban
perkosaan adalah dengan memberikan pendampingan psikolog dan rehabilitasi sosial agar dapat
memulihkan kembali kondisi fisik dan mentalnya setelah mengalami trauma dari peristiwa yang
dialaminya. Dalam tahap penyidikan banyak menimbulkan kesulitan, karena mental korban juga
mempengaruhi proses penegakan hukum dalam mewujudkan rasa keadilan bagi korban.
ABSTRACT
Rape is one of the sexual crimes that has increased recently. Rape victims here are the most
aggrieved parties, so they need serious attention and protection from the law. In the process of resolving
criminal cases, it is very important for the victims, and also his family. By giving sanctions to the
perpetrators, this indirectly is a form of attention and also legal protection for rape victims. The nomber
of rape cases raises public concern. One form of legal protection for victims when reporting their cases
is to provide a special room so that victims feel comfortable in conveying what happened. During the
1
trial process, the victims must get assistance, because the victims will definitely meet the perpetrator
again, which will make the victims remember the bitter incident she experienced. This has a tremendous
impact on victims, such as mental and psychological illnesses that are difficult to cure. So, more serious
attention is needed for rape victims. One form of legal protection for rape victims is to provide
psychological assistance and social rehabilitation so that they can recover their physical and mental
conditions after experiencing trauma from the events they experienced. In the investigation stage, it
creates many difficulties, because the mentality of the victim also affects the law enforcement process
in realizing a sense of justice for the victims.
A. PENDAHULUAN
Perkosaan adalah suatu tindakan pidana yang dimana korbannya adalah kaum
perempuan, dan korban dari perkosaan ini dipaksa untuk melakukan hubungan
seksual. Akhir-akhir ini, kasus tindak pidana perkosaan sangat meningkat, dan juga
sedang mendapatkan sorotan dari masyarakat Indonesia. Kejahatan ini sudah sering
kali diberitakan di surat kabar dan juga disiarkan di televisi. Dari tindakan ini
menimbulkan kekhawatiran para orang tua terhadap anaknya. Korban dari tindak
pidana perkosaan adalah para perempuan dewasa dan juga anak yang masih di bawah
umur. Kasus tindak pidana perkosaan bisa terjadi dimana saja, baik di kota-kota yang
maju maupun di desa-desa terpencil.
Dari kasus ini, sering kali korban tidak melapor kepada pihak yang berwajib,
dikarenakan banyaknya korban menganggap kejadian ini adalah aib yang perlu
disembunyikan dan lebih memilih bungkam agar tidak diejek serta dikucilkan di
2
masyarakat. Kasus perkosaan ini sering kali mengalami kesulitan dalam tahap
penyelesaiannya, dan juga perlindungannya yang masih lemah, yang pada akhirnya
mengakibatkan angka kriminalitas di Indonesia ini semakin tinggi setiap harinya.
Para pelaku tindak pidana ini sering kali tidak mendapatkan efek jera meskipun
kasusnya sudah diproses di dalam pengadilan, dikarenakan pelaku tidak mendapatkan
sanksi atau hukuman secara maksimal, kasus tindak pidana perkosaan sering kali
mendapatkan kesulitan pada saat proses pembuktian, karena pada umumnya kasus
perkosaan ini dilakukan tanpa adanya orang lain. Perlindungan dari hukum merupakan
salah satu bentuk pemenuhan hak korban di dalam menyalurkan rasa damai serta aman
bagi korban dari tindak pelaku kejahatan yang sudah merugikannya, dengan cara
memberikan sanksi serta hukuman yang setimpal terhadap perbuatan yang sudah
dilakukan oleh pelaku kejahatan. Korban tindak pidana perkosaan berhak
mendapatkan perlindungan dari hukum selama berlangsungnya sidang sampai
selesainya sidang. Agar korban bisa sedikit merasa terlindungi, dan korban bisa
kembali menjalani hari seperti biasa dalam bermasyarakat tanpa perlu merasa takut
lagi.
Ada beberapa manfaat dari penulisan ini yang bisa kita ketahui, seperti untuk dapat
meningkatkan pengetahuan tentang jawaban dari kasus permasalahan tindak pidana
perkosaan, serta meningkatkan pengetahuan terhadap kendala yang sering kali
dihadapi selama melindungi hak-hak korban, peningkatan pengetahuan tentang
perlindungan hukum kepada korban tindak pidana perkosaan selama menjalani proses
sidang, dan untuk meningkatkan pemahaman terhadap perlindungan hukum mengenai
kasus tindak pidana perkosaan di Indonesia.
Dari penulisan ini juga terdapat beberapa rumusan masalah, seperti (1) Pengertian
tindak pidana perkosaan dan jenis-jenis perkosaan, (2) Bentuk perlindungan hukum
pidana terhadap korban tindak pidana perkosaan, (3) Perlindungan hukum terhadap
korban tindak pidana perkosaan selama menjalani proses peradilan pidana, (4)
Kendala yang sering dihadapi dalam melindungi hak-hak korban tindak pidana
perkosaan.
Terdapat beberapa tujuan dari penulisan ini, yaitu untuk dapat mengetahui tentang
perlindungan hak-hak korban dari kasus ini, untuk mengetahui dampak apa saja yang
3
terjadi kepada korban akibat dari kasus yang menimpanya saat ini, serta untuk dapat
mengetahui kendala yang sering kali dihadapi selama melindungi korban tindak
pidana perkosaan.
B. PEMBAHASAN
1. Sadistic rape, ini merupakan salah satu jenis perkosaan dengan perlakuan sadis.
Yang dimana para pelaku tindakan perkosaan ini mendapatkan kepuasan
seksual bukan dengan berhubungan seksual, tetapi dengan cara melakukan
kekerasan fisik terhadap tubuh para korbannya.
2. Seductive rape, jenis perkosaan yang dilakukan oleh para pelaku yang sudah
mengenal para korbannya, misalnya dilakukan oleh teman terdekat, pacar, dan
4
lain sebagainya. Perkosaan ini terjadi karena sering kali para pelaku merasa
terangsang nafsu birahinya.
3. Anger rape, jenis perkosaan yang tujuan utama para pelakunya adalah
melampiaskan rasa marah, bukan untuk kepuasan dalam berhubungan seksual.
Biasanya para pelaku melakukannya sebagai bentuk pelampiasan marah.
4. Domination rape, salah satu jenis perkosaan yang dimana tujuan utama pelaku
adalah untuk menguasai korbannya dengan cara seksual. Disini sering kali
pelaku ingin menunjukkan kalau dirinya dapat menguasai korbannya. Dan
kekerasan secara fisik bukan tujuan utamanya.
5. Exploitation rape, jenis perkosaan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan,
dikarenakan sering kali korbannya merasa ketergantungan terhadap pelaku
dalam segi ekonomi maupun secara sosial. Biasanya dilakukan tanpa adanya
kekerasan secara fisik.
1. Perkosaan yang dimana korban beserta pelaku memang sedari awal sudah
kenal sebelum terjadinya tindak pidana perkosaan. Seperti, teman dekat, pacar,
dan keluarga.
2. Perkosaan yang dilakukan oleh orang tidak dikenal, misalnya perkosaan yang
terjadi dijalan oleh orang tidak dikenal, dan perkosaan yang terjadi oleh orang
yang tampak baik menawarkan bantuan, seperti dengan cara pura-pura
mengantarkan korbannya ke suatu tempat.
Kasus tindak pidana perkosaan merupakan salah satu kejahatan yang ramai
dibahas dan sedang meningkat akhir-akhir ini, sehingga perlu adanya perlindungan
dari hukum terhadap korban kejahatan secara memadai. Oleh karena itu, kasus ini
sangat perlu adanya perhatian secara serius, yang dimana pelaku kejahatan ini harus
bertanggung jawab karena telah merugikan korbannya, dan sudah melawan atau
melanggar hukum. Seperti yang sudah ditetapkan dalam pasal 285 KHUP yang
berbunyi “Barang siapa dengan kekerasan memaksa perempuan yang bukan
merupakan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena telah memperkosa,
dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”.
5
Pelaku kejahatan harus mengembalikan hak milik dari korbannya dengan cara
mengganti kerugian yang telah diterima oleh korban, kerugian yang dimaksud disini
bisa berupa biaya kelalaian yang telah dilakukan oleh pelaku, serta ganti rugi dalam
biaya penyembuhan mental yang diterima oleh korban, yang dimana merupakan salah
satu penetapan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan
saksi dan korban, sebagai salah satu bentuk dalam pelayanan perlindungan serta
pemenuhan terhadap hak korban.
Perlindungan terhadap korban dari tindak pidana perkosaan ini sangat tidak
lepas dari akibat serta ganti rugi yang telah dialami oleh korban tindak pidana
perkosaan. Korban tidak hanya dilukai secara fisiknya, tetapi juga penderitaan secara
psikis akibat dari kejadian yang sudah dialami oleh korban, bentuk perlindungan
terhadap korban bisa dilakukan dengan cara pemberian perlindungan pada korban dari
ancaman yang dapat membahayakan korban kapan saja, serta memberikan bantuan
secara medis, dan juga pemberian bantuan secara hukum secara memadai selama
proses pemeriksaan di pengadilan. Korban dari tindak pidana perkosaan ini harus
mendapatkan ganti rugi seperti restitusi ganti kerugian dari para pelaku, serta
mendapatkan pelayanan dari pemerintah terhadap kerugian yang telah dialami oleh
korban dengan cara mengembangkan kesejahteraan dan juga keadilan.
Hukum sendiri bertujuan dalam melindungi masyarakat agar tidak terjadi lagi
korban kejahatan dan seperti yang sudah dijelaskan dalam KUHP pada pasal 14c Ayat
6
(1) KUHP terhadap perlindungan korban kejahatan, yang dimana pada perintah
tersebut dalam pasal 14a kecuali dalam hal penjatuhan pidana denda, maka bersama-
sama dengan syarat umum, bahwa orang yang dipidana tidak akan melakukan tindak
pidana, hakim sendiri boleh mengadakan syarat khusus bahwa orang yang dipidana itu
akan mengganti kerugian yang telah terjadi karena tindak pidana tersebut, semua atau
sebagainya saja, yang kemudian akan ditentukan pada perintah itu juga yang kurang
dari masa percobaan itu.
Maksud dari pasal 14c Ayat (1), begitu pula pada pasal 14a dan b KUHP,
hakim dapat menjatuhkan pidana dengan menetapkan syarat khusus kepada pelaku
pidana dengan maksud mengganti kerugian yang telah ditimbulkan kepada korban.
yang di mana korban tindak pidana ini selama kejadian berlangsung, bisa saja
mendapatkan kekerasan secara fisik serta penganiayaan. Pelaku kejahatan harus
mendapatkan sanksi yang berat dan juga adil terhadap korban.
Salah satu bentuk perlindungan yang dilakukan oleh negara terhadap korban,
salah satunya dengan adanya penyelenggaraan peradilan. Selain itu juga terdapat
LPSK, penegak hukum, serta instansi pemerintah, dan pihak lainnya. Fungsi dari
peradilan sendiri ialah sebagai pemutus dari perkara, serta untuk menerima laporan
tentang ganti rugi, dan memerintahkan para badan untuk melaksanakan sebuah
putusan. Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan, bukan hanya
sanksi atau hukuman kepada pelaku, melainkan juga akibat bagi korban yang telah
dirugikan, seperti bisa terjadi kehamilan yang diakibatkan dari kejadian perkosaan itu.
Korban dari tindak pidana perkosaan sendiri memiliki hak-hak wajib dari
dampak buruk yang telah diterimanya. Korban perkosaan ini tidak boleh dibiarkan
sendirian dalam memperjuangkan keadilan terhadap kasus yang sedang menimpanya,
wajib sebagai penegak hukum ikut serta dalam memperjuangkan nasib dari korban.
perlindungan dari hukum terhadap korban dalam sistem peradilan pidana ialah sebagai
salah satu bentuk dalam upaya memberikan rasa aman serta kepastian dari hukum yang
dapat diterima oleh korban.
Hak atas korban yang terdapat pada pasal 5 menurut Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2006 tentang perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana, ialah
korban berhak mendapatkan perlindungan terhadap keamanannya, serta ikut dalam
7
memilih dan menentukan bentuk perlindungan terhadap keamanan korban, dan
memberikan keterangan tanpa adanya tekanan, mendapatkan informasi tentang
perkembangan kasusnya, mendapatkan informasi tentang putusan pengadilan, dan
dapat mengetahui informasi dalam hal kapan nantinya terpidana dibebaskan.
8
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan terhadap saksi
dan korban, ini merupakan salah satu bentuk terobosan hukum dalam memberikan
jaminan hukum dalam menyediakan layanan perlindungan terhadap korban dan saksi.
Jaminan hukum dari tuntutan secara hukum pidana maupun hukum perdata atas
laporan, jaminan bagi pelapor sangat penting, terutama karena banyaknya korban yang
tidak berani melaporkan langsung kejadian yang sedang dialaminya. Perlindungan
kepada korban dan saksi harus luas cakupannya, karena korban selalu berada pada
ancaman yang terus datang. Ketegasan dari asas-asas dalam acuan operasional
penyediaan terhadap perlindungan saksi dan korban, asas yang dimaksud bisa berupa
asas penghargaan pada harkat serta martabat manusia, rasa aman, tidak diskriminatif,
keadilan, serta kepastian dari hukum.
Jaminan perlindungan secara hukum sebagai salah satu bentuk dalam memberikan
rasa aman terhadap korban dan saksi, serta korban tidak akan merasa terancam dan
nantinya masyarakat tidak akan lagi merasakan ketakutan dalam melaporkan kasus
tindak pidana perkosaan yang diketahui atau sedang dialaminya. Salah satu bentuk
perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan selama menjalani
proses peradilan, ialah:
Salah satu bentuk perlindungan yang bisa diberikan kepada korban pertama kali,
ialah dapat dilakukan oleh aparat kepolisian ketika korban sedang melaporkan kasus
tindak pidana. Karena korban sudah menderita secara fisik dan juga mentalnya, tetapi
disini korban tetap berusaha melapor kepada pihak kepolisian tentang kasus yang
sedang menimpanya. Pada saat tahap pengumpulan bukti, korban harus menceritakan
lagi peristiwa pahit yang sedang terjadi kepada para polisi. Sehingga, para polisi bisa
memberikan atau menempatkan korban di ruang khusus, yang dimana korban bisa
melaporkan kasus yang sedang dialaminya dengan nyaman tanpa perlu merasakan
takut
9
- Selama berlangsung sidang di pengadilan
Setelah selesainya sidang, yang dimana pelaku sudah dijatuhi sanksi oleh hakim,
sesuai dengan pasal 5 ayat (1) huruf h sampai dengan m Undang-Undang nomor 13
Tahun 2006, sebagaimana dijelaskan dalam pasal tersebut, korban tindak pidana
perkosaan berhak mendapat perlindungan. Karena telah mengalami penderitaan secara
fisik, mental, dan juga kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
Perlindungan yang berhak diterima korban ialah, korban berhak mendapatkan
informasi mengenai kapan terpidana akan dibebaskan, mendapat identitas lagi yang
baru, mendapat tempat tinggal baru, mendapatkan ganti rugi biaya kendaraan yang
sesuai kebutuhan, serta memperoleh nasihat dari hukum, dan juga mendapat bantuan
biaya hidup sementara sampai waktu perlindungan berakhir.
Kendala yang sering dihadapi dalam melindungi hak-hak korban tindak pidana
perkosaan
Kasus tindak pidana perkosaan sering kali kesulitan dalam melindungi hak-hak
para korban, dikarenakan sering kali korban dalam memberikan keterangan tidak
terbuka dan korban juga mengalami gangguan psikolog. Selain itu, korban sering kali
menganggap kejadian yang dialaminya ini sebagai aib dan tak ingin orang lain tau,
dikarenakan terdapat beberapa masyarakat yang malah menyalahkan korbannya.
10
Dalam pemberian keterangannya, korban tidak terbuka dan merasa malu dan pada
akhirnya menyulitkan pihak berwajib untuk mengetahui kejadian sebenarnya. Korban
juga merasa takut dan cemas untuk menceritakan kejadian yang dialaminya, karena
kondisi mental korban drop, sehingga kesulitan ketika dimintai keterangan. Dan ada
juga korban yang tidak datang dalam pemeriksaan karena mengalami trauma setelah
peristiwa pahit yang dialaminya.
Sering kali pihak yang berwajib juga mengalami kesulitan dalam menemukan
saksi dari kasus ini, dikarenakan para pelaku kejahatan tidak melakukan aksinya di
tempat yang ramai, melainkan sering melakukan aksi bejatnya di tempat yang sepi.
Dan juga kasus ini sering terungkap setelah beberapa hari atau bulan setelah kejadian.
Terkadang terdapat juga saksi yang tidak mau memberikan keterangan, dikarenakan
tidak mau ikut campur dan juga takut dalam berurusan dengan pihak kepolisian. seperti
kasus yang terjadi beberapa waktu lalu, ketika pelaku dari perkosaan ialah ayah tirinya,
sehingga ibu dari korban tidak mau memberikan saksi serta keterangan kepada pihak
penyidik, dan lebih memilih menyelesaikan kasusnya sendiri secara keluarga.
C. PENUTUP
Dari tulisan ini terdapat kesimpulan bahwa perkosaan ialah salah satu kejahatan
yang serius dan perkosaan memiliki pengertian yang berarti merampas serta memaksa.
Korban dari tindak pidana perkosaan ini adalah kaum perempuan. Para korban
perkosaan ini selain mendapatkan kekerasan secara seksual, terkadang juga
mendapatkan kekerasan secara fisik. Korban perkosaan juga sudah dipastikan
mengalami trauma yang berkepanjangan, dan nantinya akan berdampak terhadap
psikologi korban. aparat penegak hukum wajib dalam memberikan perlindungan
kepada korban perkosaan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagai
hukum yang memihak korban. Disini pelaku harus mengembalikan hak milik korban
dengan cara mengganti kerugian yang telah diterima korban, kerugian yang dimaksud
bisa biaya kelalaian yang telah dilakukan oleh pelaku. Perlindungan hukum kepada
korban perkosaan merupakan salah satu bentuk pemberian rasa aman serta kepastian
hukum yang dapat diterima oleh korban. jaminan perlindungan dari hukum nantinya
akan membuat masyarakat tidak takut dalam memberikan saksi serta melapor kasus
perkosaan jika terjadi kepadanya. Perlindungan hukum kepada korban perkosaan juga
11
dilakukan selama proses peradilan pidana. Selama proses peradilan berlangsung,
korban perlu pendampingan, karena korban akan bertemu lagi dengan pelaku yang
nantinya takut mempengaruhi kesaksian yang akan diberikan selama persidangan.
Kasus perkosaan ini juga mendapatkan kendala dalam melindungi hak-hak korban,
dikarenakan kesulitan dalam tahap pengumpulan bukti, dan kesulitan karena tidak
adanya saksi. Sehingga membuat perlindungan hukum kepada korban kekerasan
seksual sedikit terhambat. Setelah pelaku dijatuhi sanksi, korban berhak mendapat
perlindungan dari hukum, seperti mendapatkan nasihat hukum, serta mendapat
bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungannya berakhir.
Serta terdapat beberapa saran, yaitu tentang perlindungan hukum terhadap kasus
perkosaan perlu perhatian serius dengan dukungan yang cukup memadai, seperti
penyediaan ruang khusus kepada korban agar merasa nyaman dalam proses
pemeriksaan. Perlunya pendampingan khusus oleh ahli psikologi kepada korban, yang
dimana korban mengalami trauma sehingga takut kesulitan dalam memberikan
keterangan kepada pihak yang berwajib. Selain itu, dalam penjatuhan sanksi kepada
pelaku perlu perhatian kepada korbannya, dengan minimum tiga tahun dan maksimum
dua belas tahun sebagai sanksi pidana terhadap pelaku, dan tambahan pidana berupa
ganti rugi kepada korban. Aparat penegak hukum perlu berupaya secara maksimal
dalam mengatasi permasalahan kendala pada pelaksanaan perlindungan hukum
kepada korban perkosaan, agar berjalan secara maksimal dan sesuai dengan aturan
hukum yang berlaku saat ini. Pada kasus ini juga perlu aturan hukum yang tegas,
dengan perhatian serius kepada korban dalam pemulihannya, karena sampai saat ini,
undang-undang sendiri hanya fokus terhadap pemidaan pelaku tanpa memperhatikan
hak-hak korbannya. Serta perlunya peran dari orang tua dan keluarga agar dapat
meminimalisir kasus perkosaan. Dan juga, orang tua sangat berperan penting kepada
korban perkosaan, agar korban tidak menderita secara berkepanjangan. Selain itu,
masyarakat harus bekerja sama dengan pemerintah agar tercipta ketertiban dan tidak
lagi terjadi kasus kejahatan. Serta masyarakat harus mendukung korban kekerasan
seksual dalam mendapatkan perlindungan dari hukum, dan juga agar korban bisa
kembali lagi ke masyarakat dengan normal.
12
DAFTAR PUSTAKA
13