Makalah PT Perbanyakan Tanaman Kakao Secara in Vitro Kelompok 3
Makalah PT Perbanyakan Tanaman Kakao Secara in Vitro Kelompok 3
IN VITRO/KULTUR JARINGAN
OLEH:
KELOMPOK 3
1.SAPRIADI
2.SADARIA
3.RIAN PATA ALLO KADANG
4.RISNAH.A
5.RASDI
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Embrio somatik dapat terbentuk melalui dua jalur, yaitu secara langsung
maupun tidak langsung (melewati kalus). Embriogenesis langsung yaitu terjadi
diferensiasi jaringan eksplan membentuk embrioid tanpa melalui pembentukan
kalus. Sedangkan embriogenesis tidak langsung terjadi melalui pembentukan kalus,
keberhasilan akan tercapai apabila kalus atau sel yang digunakan bersifat
embriogenik yang dicirikan oleh sel yang berukuran kecil, sitoplasma padat, inti
besar, vakuola kecil-kecil dan mengandung butir pati (Purnamaningsih,2004). Faktor-
faktor yang mempengaruhi dan berperan dalam induksi embriogenesis somatik
adalah komposisi medium, zat pengatur tumbuh, jenis eksplan, ekspresi gen, dan
cahaya (Trisnawati dan Sumardi, 2000).
B. TUJUAN
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini untuk menmbah wawasan mengenai
perbanyakan tanaman kakao secara in vitro.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu upaya yang dapat dipergunakan untuk mengatasi kelemahan teknik
pembibitan kakao secara konvensional di atas adalah menggunakan teknik kultur
jaringan (Avivi et al., 2010). Kultur jaringan tanaman adalah teknik perbanyakan
tanaman secara vegetatif dengan cara mengisolasi jaringan tumbuhan yang ditanam
dan dipelihara pada medium buatan yang aseptis (Zulkarnain, 2009). Teknik ini
mampu menghasilkan bibit dengan sifat yang seragam seperti induknya dan mampu
menghasilkan tanaman dengan jumlah masal dalam waktu singkat (Hendaryono &
Wijayani, 1994; Avivi et al., 2010). Namun, penggunaan teknik ini terdapat
kelemahan utama yaitu tidak semua tanaman dapat berhasil diperbanyak melalui
kultur jaringan. Selain itu, penggunaan teknik ini juga memerlukan keahlian khusus
yang dikerjakan di laboratorium sehingga membutuhkan biaya yang mahal
(Hendaryono & Wijayani, 1994).
Salah satu teknik in vitro yang mulai dikembangkan dalam pembibitan kakao
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan menggunakan teknik in vitro
lain yaitu melalui teknik kultur embryogenesis somatik (Avivi et al., 2010).
Embryogenesis somatik merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman dari sel
somatik yang akan berkembang membentuk tanaman baru melalui tahap
perkembangan embryo yang spesifik tanpa terjadinya fusi gamet (Purnamaningsih,
2002). Tahap embryogenesis somatik pada tanaman kakao melalui 4 tahap, yaitu (1)
induksi kalus embryogenik, (2) induksi embryo somatik, (3) perkecambahan, dan (4)
aklimatisasi (Purnamaningsih, 2002). Pada tahap induksi kalus, eksplan yang diisolasi
kemudian ditumbuhkan pada medium tanam dengan ditambahkannya zat pengatur
tumbuh (ZPT) dengan konsentrasi yang tinggi (Purnamaningsih, 2002). Eksplan yang
ditanam dipelihara sampai terbentuk kalus. Terdapat dua macam kalus yang dapat
diinduksi dari eksplan kakao, yaitu kalus kompak dan kalus remah. Kalus kompak
memiliki ciri-ciri berupa kalus yang keras, berwarna putih dan tidak bisa dipisah-
pisahkan dengan mudah, sedangkan kalus remah memiliki ciri berupa kalus yang
lunak, mudah dipisah-pisahkan dan berwarna kuning kecoklat-coklatan
(Hilyatunnisa, 2013; Purwasih, 2013; Rahayu, 2013). Dari kedua jenis kalus tersebut,
hanya kalus remah yang mampu diinduksi pembentukan embryo atau biasa disebut
kalus embryogenik. Namun, tidak semua eksplan yang ditanam akan membentuk
kalus yang bersifat embryogenik (Hilyatunnisa, 2013). Tahap induksi embryo adalah
tahap perkembangan kalus yang dipelihara pada medium induksi embryo hingga
terbentuk embryo. Perkembangan embrio yang spesifik dimulai dari tahap globular,
hati, torpedo, dan kotiledon. Tahap ketiga adalah perkecambahan yang dilakukan
dengan menanam embryo somatik dan dipelihara sampai menjadi tanaman yang
memiliki tunas dan akar (Planlet; Gambar 2.7; Purnamaningsih, 2002). Pada tahap
aklimatisasi, tanaman yang lengkap dengan tunas dan akar kemudian dipindahkan
pada medium ex vitro.
Pada tanaman kakao teknik embryogenesis somatik juga telah dicobakan untuk
perbanyakan tanaman tersebut. Upaya pembibitan kakao melalui teknik
embryogenesis somatik telah dimulai sejak tahun 1970-an dengan tingkat
keberhasilan yang masih cukup rendah (Young et al., 2000). Penelitian tentang
embryogenesis somatik tanaman kakao dilaporkan pada tahun 1977 - 1980 dengan
menggunakan eksplan embryo zygotik, namun hasil penelitian-penelitian tersebut
belum berhasil menginduksi pembentukan embryo somatik (Alemanno, 1997).
Penelitian lebih lanjut menggunakan eksplan jaringan somatik juga belum berhasil
dilakukan sampai Lopez-Baez et al. (1993) berhasil menginduksi embryo somatik
kakao dari eksplan jaringan bunga. Meskipun demikian penelitian tersebut juga
belum berhasil mendapatkan tanaman baru dari embryo somatik yang dihasilkan. Li
et al. (1998) melaporkan keberhasilan induksi embryo somatik dari eksplan bunga
dan embryo yang diperoleh berhasil dikecambahkan untuk dihasilkan tanaman
kakao pertama kalinya, namun persentase keberhasilan induksi embryo masih
sangat bervariasi dari 1 sampai 100 % tergantung genotip tanaman yang digunakan.
C. Bahan Tanam
Bahan tanaman yang digunakan dalam inisiasi kultur jaringan dapat berupa
ujung akar, pucuk aksilar, daun, bunga, buah muda, anther dan sebagainya. Bagian
tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur, disebut eksplan.
Eksplan yang digunakan diusahakan harus aseptik melalui prosedur sterilisasi
dengan berbagai bahan kimia (Gunawan, 1988).
PEMBAHSAN
Eksplan yang digunakan adalah embrio zigotik Theobroma cacao yang berasal
dari bunga kakao yang diperoleh dari Kebun Koleksi Kakao milik Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia. Eksplan diambil dari organ-organ kuncup bunga kakao yang
meliputi mahkota, stanlinodia dan antera dari klon Sea 6, TSH 858, ICS 60, DR 2, dan
RCC 72.
Kuncup bunga kakao ukuran 3-6 mm diambil pagi hari dari pohon induk
kemudian disterilisasi di laboratorium. Cara sterilisasi adalah sebagai berikut: kuncup
bunga kakao direndam dalam larutan kloroks 5 % sclama sekitar 10 menit sambil
sesekali dikocok kemudian dibilas dengan air suling steril 3 kali. Setelah itu mahkota,
stanlinodia dan antera dipisahkan dari bagian bunga lainnya. Eksplan kemudian
ditanam pada media MS (Murashige & Skoog, 1962) yang diperkaya dengan 2,4-D
dan adenin, sukrosa 30 g/I dan phytagel 2 gil (Lopez-Baez et al., 1993). Kultur
disimpan dalam ruang gelap, suhu 26-28°C selama 3 minggu kemudian dilakukan
pengamatan terhadap jumlah eksplan berkalus. Eksplan berkalus kemudian dipindah
ke media induksi, komposisinya sama dengan media inisiasi selama 3 minggu
kemudian dilakukan pengamatan terhadap jumlah eksplan menghasilkan embrio dan
jumlah embrio somatik per eksplan. Embrio somatik yang diperoleh kemudian
diperbanyak di media perbanyakan (multiplikasi) dan diamati jumlah embrio per
eksplan. Komposisi media multiplikasi adalah media dasarMS diperkaya dengan NAA
0,01 mg/l; 2 iP 0,3 mg/l; charcoal 1 gil; dan g]ukosa 40 g/I dan pemadat phyragel 3 g/I
(Tahardi & Mardiana, 1995). Embrio yang berkecambah kemudian dipindahkan ke
media pendewasaan yang terdiri atas media dasar MS dilengkapi dengan glukosa 10
gil, charcoal 0,3 g/I yang dipadatkan dengan phytagel 2 gil (AleInanno et al., 1996).
Media Inisiasi
Media Induksi
Kalus yang terbentuk pada media inisiasi kemudian dipindahkan ke media induksi
untuk memacu pembentukan embrioid. Pada tahun 1958, Steward menemukan
bahwa pemindahan kultur dari media dengan auksin tinggi ke media dengan auksin
rendah menyebabkan sel-sel berkembang dalam bentuk gerombol yang bentuknya
menyerupai embrio pada biji. Dua minggu setelah dipindah ke media induksi, embrio
somatik mulai terbentuk. Semula pre-embryonic muncul dari permukaan eksplan
dengan suspensor melekat pada kalus dan biasanya hal ini terjadi dalam bentuk
gerombol. Struktur ini kemudian berkembang menjadi embrio bentuk globu-lar, dua
minggu kemudian embrio ini berkembang menjadi bentuk hati dan tor-pedo.
Konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4D dan adenin pada media inisiasi sangat
berpengaruh terhadap persentase eksplan yang dihasilkan.
Media Multiplikasi
Media lVlultiplikasi Embrio somatik primer yang dihasilkan pada media induksi
kemudian ditransfer ke media multiplikasi untuk mendapatkan embrio somatik
sekunder dalam jumlah yang lebih banyak.
Media Perkecambahan
Embrio somatik yang sudah mencapai fase torpedo dikumpulkan kemudian diseleksi
untuk mendapatkan fase torpedo dan selanjutnya dipindah ke media
perkecambahan bahan untuk menumbuhkan planlet. Perkembangan embrio yang
normal dipengaruhi oleh komposisi media kondisi kultur selama proses
perkecambahan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan Klon Sea 6 dan
RCC 72 mempunyai respon paling baik, masing-masing dalam pertumbuhan tunas
dan akar.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan adalah sangat
dimungkinkan mendapatkan bahan tanaman dalam jumlah besar dalam waktu
singkat. Kultur jaringan merupakan suatu metode mengisolasi bagian tanaman
seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik,
sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi
tanaman lengkap kembali.Teori dasar dari kultur in vitro adalah totipotensi.
Teori ini menyatakan bahwa setiap bagian tanaman mampu berkembangbiak
karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena
itu, semua organisme yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama
persis dengan induknya.
DAFTAR PUSTAKA
Induksi Kalus Tanaman Kakao (Theobroma cacao L) [diakses pada 1 Maret 2022].
Tersedia pada:
http://makalahnurulsholehuddin.blogspot.com/2015/06/induksi-kalus-tanaman-kakao-
theobroma.html?m=1
Adri, Fadhlya Rantih. 2019. “INDUKSI KALUS THEOBROMA CACAO SEBAGAI TAHAP AWAL
PENGEMBANGAN TANAMAN MELALUI EMBRIOGENIS SOMATIK”.
https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/menarailmu/article/view/1484. Diakses
pada tanggal 22 April 2022.
Avivi, Sholeh., Prawoto, Adi., dan Oetami, Reny Fauziah. 2010. Regenerasi Embriogenesis
Somatik pada Beberapa Klon Kakao Indonesia dari Eksplan Bunga.
https://media.neliti.com/media/publications/8116-none-36abd72f.pdf. Diakses
pada tanggal 22 April 2022.
Winarsih, Sri., Santoso, Djoko., Wardiyatp, Tatik. 2003. Embriogenesis Somatik dan
Regenerasi Tanaman Pada Kultur In Vitro Organ Bunga Kakao.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://perkebunan.
litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbasebun/Penerbitan-
20141206182956.pdf&ved=2ahUKEwj16M3R5bH3AhVM7XMBHRayCUgQFnoEC
A4QAQ&usg=AOvVaw2ryamCM3Dl4IEUPyieaO8O. Diakses pada tanggal 22 April
2022.