Anda di halaman 1dari 39

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
FEBRUARI 2023
UNIVERSITAS HALU OLEO

OSTEOMIELITIS KRONIK

PENYUSUN :
Wa Ode Nafisah Wahid, S.Ked (K1B1 21 072)

PEMBIMBING :
dr. Achi Rasma Welaty., Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA LABORATORIUM KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2023
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:
Nama : Wa Ode Nafisah Wahid, S.Ked (K1B1 21 072)
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran
Referat : Osteomielitis Kronik

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Februari 2023


Mengetahui :
Pembimbing,

dr. Achi Rasma Welaty., Sp.Rad


OSTEOMIELITIS KRONIK
Wa Ode Nafisah Wahid,Achi Rasma Welaty

I. PENDAHULUAN
Osteomielitis merupakan peradangan tulang dan sumsum tulang yang

biasanya disebabkan infeksi bakteri. Istilah osteomielitis berasal dari kata

osteo yang berarti tulang dan myelo yang berarti jaringan mieloid sumsum

tulang.1

Osteomielitis dapat menimbulkan gangguan fungsional irreversibel

dan disabilitas. Pengobatan osteomielitis juga telah menjadi tantangan

tersendiri di dunia medis. Masih belum ada guideline khusus diagnosis dan

manajemen tata laksana osteomielitis secara komprehensif.Tinjauan pustaka

ini membahas diagnosis dan manajemen tata laksana osteomielitis . 1

Osteomielitis dibedakan secara sederhana berdasakan waktu yaitu

osteomielitis akut dan osteomielitis kronis. Perbandingan osteomielitis akut

dan osteomielitis kronis yaitu proses akut terjadi hingga satu bulan setelah

timbulnya gejala dan proses kronis terjadi lebih dari satu bulan.

Osteomielitis kronis mungkin supuratif dengan terbentuknya abses atau

fistula dan penyerapan pada beberapa tahap penyakit. Gejala dan gambaran

klinis mungkin kurang parah dibandingkan dengan kondisi akut. Biasanya

tulang mengalami pembentukan sekuel dan menunjukkan perubahan yang

signifikan secara radiografi.2


II. ANATOMI TULANG

Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana

melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel

– sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat

penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, terbagi

4 kategori :

1. Tulang Panjang

Tulang ini agak melengkung tujuannya agar kuat menahan

beban dan tekanan. Contohnya humerus, radius, ulna, femur, tibia, dan

fibula. Bagian tulang panjang3 :

Gambar 1. Bagian-bagian Tulang Panjang 3

- Diafisis : bagian tengah tulang berbentuk silinder dari tulang

kortikal yang memiliki kekuatan besar

- Matafisis : bagian tulang yang melebar dekat ujung akhir batang.

Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang

spongiosa yang mengandungsumsum merah. Sumsum merah


terdapat juga dibagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-anak

sumsum merah mengisi sebagian besar bagian dalam tulang

panjang tetapi kemudian diganti oleh sumsum kuning setelah

dewasa.

- Epifisis : lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal

pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa.

Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi tulang panjang

bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang

tulang terhenti.3

Tulang-tulang panjang ditemukan pada ekstremitas. Contohnya

humerus, femur, ossa metacarpi, ossa metatarsai dan phalanges. Tulang

ini mempunyai corpus berbentuk tubular, diaphysis dan biasanya

dijumpai epiphysis pada ujung-ujungnya. Selama masa pertumbuhan,

diaphysis dipisahkan dari epifisis oleh cartilago epifisis. Bagian diafisis

yang terletak berdekatan dengan cartilage epifisis disebut metafisis.

Corpus mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi

sumsum tulang (medulla ossium). Bagian luar corpus terdiri atas

tulang kompakta yang diliputi oleh selubung jaringan ikat yaitu

periosteum. 3

Ujung-ujung tulang panjang terdiri atas tulang spongiosa

yang dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta. Facies articularis

ujung-ujung tulang diliputi oleh cartilago hialin. Contoh-contoh tulang

panjang3 :
a. Ulna

Gambar 2. Os Ulna 3

Ulna merupakan tulang medial lengan bawah. Ujung atasnya

bersendi dengan humerus pada articulatio cubiti dan dengan caput

radii pada articulatio radioulnaris proksimal. Ujung distalnya

bersendi dengan radius pada articulatio radioulnaris distalis,

tetapi dipisahkan dari articulatio radiocarpalis dengan adanya

facies articularis. Ujung atas ulna besar, dikenal sebagai processus

olecranii. Bagian ini membentuk tonjolan pada siku. Processus ini

mempunyai incisura di permukaan anteriornya, incisura trochlearis

yang bersendi dengan trochlea humeri. Di bawah trochlea humeri

terdapat processus coronoideus yang berbentuk segitiga dan pada

permukaan lateralnya terdapat incisura radialis untuk bersendi


dengan caput radii. Corpus ulnae mengecil dari atas ke bawah. Di

lateral mempunyai margo interosseus yang tajam untuk melekatnya

membrane interossea. Pinggir posterior membulat, terletak subcutan

dan mudah diraba seluruh panjangnya. Di bawah incisura radialis

terdapat lekukan, fossa supinator yang mempermudah gerakan

tuberositas bicipitalis radii. Pinggir posterior fossa ini tajam dan

dikenal sebagai crista supinator yang menjadi tempat origo

musculus supinator. Pada ujung distal ulna terdapat caput yang

bulat, yang mempunyai tonjolan pada permukaan medialnya,

disebut processus styloideus. 3

b. Humerus

Gambar 3. Os Humerus 3
Humerus bersendi dengan scapula pada articulatio humeri

serta dengan radius dan ulna pada articulatio cubiti. Ujung atas

humerus mempunyai sebuah caput, yang membentuk sekitar

sepertiga kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis

scapulae. Tepat di bawah caput humeri terdapat collum anatomicum.

Di bawah collum terdapat tuberculum majus dan minus yang

dipisahkan satu sama lain oleh sulcus bicipitalis. Pada pertemuan

ujung atas humerus dan corpus humeri terdapat penyempitan disebut

collum chirurgicum. Sekitar pertengahan permukaan lateral corpus

humeri terdapat peninggian kasar yang disebut tuberositas deltoidea.

Di belakang dan bawah tuberositas terdapat sulcus spiralis yang

ditempati oleh nervus radialis. 3

Ujung bawah humerus mempunyai epicondylus medialis dan

epicondylus lateralis untuk tempat lekat musculi dan ligamentum,

capitulum humeri yang bulat bersendi dengan caput radii, dan

trochlea humeri yang berbentuk katrol untuk bersendi dengan

incisura trochlearis ulnae. Di atas capitulum terdapat fossa radialis,

yang menerima caput radii pada saat siku difleksiokan. Di anterior,

di atas trochlea, terdapat fossa coronoidea, yang selama pergerakan

yang sama menerima processus coronoideus ulnae. Di posterior, di

atas trochlea, terdapat fossa olecrani, yang bertemu dengan

olecranon pada waktu sendi siku pada keadaan extensio. 3


c. Radius

Gambar 4. Os Radius 3

Radius adalah tulang lateral lengan bawah. Ujung atasnya

bersendi dengan humerus pada articulatio cubiti dan dengan ulna

pada articulatio radio ulnaris proximal. Ujung distalnya bersendi

dengan os scaphoideu dan lunatum pada articulatio radiocarpalis dan

dengan ulna pada articulatio radioulnaris distal. 3

Pada ujung atas radius terdapat caput yang berbentuk bulat

kecil. Permukaan atas caput cekung dan bersendi dengan capitulum


humeri yang cembung. Circumferentia articulare radii bersendi

dengan incissura radialis ulnae. Di bawah caput tulang menyempit

membentuk collum. Di bawah collum terdapat tuberositas

bicipitalis/ tuberositas radii yang merupakan tempat insertio

musculus biceps. 3

Corpus radii berlainan dengan ulna, yaitu lebih lebar di

bawah dibandingkan dengan bagian atas. Corpus radii di sebelah

media mempunyai margo interossea yang tajam untuk tempat

melekatnya membrana interossea yang menghubungkan radius dan

ulna. Tuberculum pronator, untuk tempat insertio musculus pronator

teres, terletak di pertengahan pinggir lateralnya. 3

Pada ujung bawah radius terdapat processus styloideus; yang

menonjol ke bawah dari pinggir lateralnya. Pada permukaan medial

terdapat incisura ulnae, yang bersendi dengan caput ulnae yang

bulat. Permukaan bawah ujung radius bersendi dengan os

scaphoideum dan os lunatum. Pada permukaan posterior ujung distal

radius terdapat tuberculum kecil, tuberculum dorsalis, yang pada

pinggir medialnya terdapat sulcus untuk tendo musculi flexor

pollicis longus. 3
d. Femur

Gambar 5. Os Femur 3

Merupakan tulang terpanjang dari rangka manusia.

Panjangnya kira-kira pada laki-laki 45 cm, sedangkan pada wanita

kira-kira 38 cm. Femur mempunyai dua ujung dan sebuah korpus.

Ujung atas mempunyai sebuah kaput, kollum, trokhanter mayor dan

sebuah trokhanter minor. Ujung bawah melebar dan mempunyai dua

buah kondilus yaitu medialis dan lateralis yang dipisahkan ke

sebelah posterior oleh insisura interkondilaris yang berbentuk U. 3

Sepertiga bagian tengah korpus femoris sedikit berbentuk

segitiga yang mempunyai tiga pinggir dan tiga permukaan. Tetapi

pada sepertiga bagian atas berbentuk silinder sedangkan sepertiga


bagian bawah mendatar di sebelah anteroposteriornya. Ujung bawah

femur mempunyai dua buah kondili yang tebal yang menonjol ke

arah posterior dan dibagi oleh fossa interkondilaris atau insisura

interkondilaris. Kedua kondili di sebelah anerior disatukan dan

permukaan anteriornya melanjutkan diri menjadi permukaan anterior

korpus femoris. Corak dari trabekula tulang femur membutuhkan

suatu kekhususan tertentu karena struktur femur merupakan contoh

dari suatu fakta bahwa trabekula tulang ini diletakkan menurut

aturan gaya-gaya tekanan dan tarikan. Trabekula tulang pada kaput

femoris diletakkan di sudut-sudut yang tepat pada permukaan

sendinya membentuk suatu pasak pada kollum femoris yang

berpusat di medialis pada sambungan kollum dan korpus femoris. 3

e. Tibia

Gambar 7. Os Tibia dan Os Fibula 3


Merupakan tulang tungkai bawah yang lebih besar dan

terletak di sebelah medialis sesuai dengan os radius pada lengan

atas. Tetapi radius posisinya terletak di sebelah lateral karena

anggota badan atas selama perkembangan janin memutar ke arah

lateralis sedangakan anggota badan bawah memutar ke arah

medialis. Atas alasan yang sama maka ibu jari kaki terletak di

sebelah medialis berlawanan dengan ibu jari tangan yang terletak di

sebelah lateralis. 3

Tibia merupakan tulang yang paling panjang nomor dua

setelah os femur. Tibia mempunyai ujung atas dan ujung bawah

tulang serta sebuah korpus. Ujung atas tulang mempunyai: (1) dua

buah kondilus yaitu medialis (lebih besar) dan lateralis; (2) daerah

interkondilaris yang kasar terletak di antara permukaan- permukaan

superior dari kedua kondili, dan (3) tuberositas, yang menonjol ke

muka dari permukaan anterior ujung atas tulang. 3

Korpus tibia berbentuk prisma atau dalam potongan

melintang berbentuk segitiga. Melebar di sebelah atas dan

meruncing ke arah bawah, menyempit pada sambungan di dua

pertiga bagian atas dan sepertiga bagian bawah, lalu akan melebar

lagi di sebelah bawahnya. Tibia juga mempunyai tiga pinggir. 3

2. Tulang Pendek

Parbandingan tebal dan panjang hampir sama, terdapat

pada pergelangan tangan dan kaki, bentuknya seperti kubus. 3


3. Tulang pipih

Meliputi iga, tengkorak, panggul dan scapula. Bentuknya pipih

berfungsi untuk perlindungan. 3

4. Tulang tak teratur, tulang pada wajah dan vertebra.

Tulang diliputi dibagian luar oleh membrane fibrus padat

dinamakan periosteum yang memberi nutrisi ke tulang dan

memungkinnya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan

ligament. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah dan limfatik.

Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang

merupakan sel pembentuk tulang. Tulang tersusun atas sel, matriks

protein dan deposit mineral. Sel-sel tulang terdiri atas3 :

Osteoblast yang berfungsi dalam pembentukan tulang dengan

mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen

dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan/asam polisakarida dan

proteoglikan). Osteosit sel dewasa yang terlibat dalam

pemeliharaan fungsi tulang yang terletak dalam osteon (unit matriks

tulang) Osteoklast multinuclear yng berperan dalam penghancuran,

resorpsi dan remodelling tulang. 3


III. OSTEOMIELITIS KRONIK

A. Definisi

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Berasal dari kata osteon

(tulang) dan myelo (sum-sum tulang) dan dikombinasi dengan itis

(inflamasi) untuk menggambarkan kondisi klinis dimana tulang

terinfeksi oleh mikroorganisme.4 Osteomielitis kronis didefinisikan

sebagai akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik.

dengan gejala lebih dari 1 bulan.5 Osteomielitis kronis dapat juga

didefinisikan sebagai tulang mati yang terinfeksi didalam jaringan lunak

yang tidak sehat.4 Gambaran patologi dari osteomielitis kronis adalah

adanya tulang mati, pembentukan tulang baru, dan eksudat dari leukosit

polymorphonuclear bersama dengan jumlah besar dari limfosit, histiosit,

dan juga sel plasma.4 Pada osteomielitis kronis dapat terjadi episode

infeksi klinis yang berulang.6 Tulang tibia merupakan tempat paling

sering terjadinya infected nonunion dan osteomielitis kronis setelah

trauma. 6

B. Epidemiologi

Osteomielitis dibedakan menjadi tiga berdasarkan lama infeksi

yaitu osteomielitis akut, subakut, dan kronis. Kejadian osteomielitis

kronis di Amerika Serikat adalah 5 – 25% setelah episode osteomielitis

akut. Angka kejadian osteomielitis kronis di negara berkembang lebih

tinggi dibandingkan di negara maju. Insiden osteomielitis kronis di


Indonesia adalah 0,5-2,4/100.000 penduduk dan meningkat dengan

bertambahnya usia.7

Angka insidens osteomielitis di Indonesia dan secara global

belum diketahui studi di Amerika Serikat menunjukkan insidens

mencapai 21,8 kasus per 100.000 penduduk per tahun. 7

Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika, ditemukan

sekitar 25% osteomielitis akut berlanjut menjadi osteomielitis kronis.

Osteomielitis subakut lebih sering terjadi pada populasi pediatri dengan

5 kasus dari 100.000 anak pertahun pada negara dengan income yang

tinggi dan mungkin dapat lebih tinggi pada negara dengan income

menengah-rendah.7

C. Etiologi
Penyebab osteomielitis kronis multifaktor. Adanya kondisi

avaskuler dan iskemik pada daerah infeksi dan pembentukan sequestrum

pada daerah dengan tekanan oksigen rendah sehingga tidak bisa dicapai

oleh antibiotik. Rendahnya tekanan oksigen mengurangi efektivitas

bakterisidal dari polymorpholeukocytes dan juga merubah infeksi

aerobik menjadi anaerob.8 Penyebab tersering osteomielitis termasuk

patah tulang terbuka, penyebaran bakteri secara hematogen, dan

prosedur pembedahan orthopaedi yang mengalami komplikasi infeksi.8

Organisme utama penyebab infeksi adalah Staphylococcus aureus,

organisme ini ditemukan baik sendiri maupun kombinasi dengan

patogen yang lain pada 65% hingga 70% pasien. Pseudomonas

aeruginosa, penyebab tersering kedua, ditemukan pada 20% hingga 37%


pasien. Osteomielitis biasanya terdapat lebih dari satu organisme pada

32% hingga 70% pasien. Atypical mycobacteria atau jamur dapat

menjadi patogen pada pasien dengan immunocompromised. Adanya

implant dapat mendukung terjadinya perlengketan mikroba dan

pembentukan biofilm, dan dapat mengganggu proses fagositosis

sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Menghilangkan biofilm

dengan cara mengeluarkan implant dan debridemen jaringan mati

diperlukan dalam pengobatan infeksi yang sukses.9

D. Klasifikasi

Menurut lamanya penyakit, osteomielitis digambarkan sebagai

akut atau kronis. Klasifikasi oleh Cierny-Mader berdasarkan pada

karakteristik anatomi dari tulang dan fisiologi dari inang. Debridemen

osteomielitis ditentukan dari evaluasi karakteristik anatomi. Dengan

memperhatikan karakteristik fisiologi baik lokal maupun sistemik, dapat

membantu mengidentifikasi potensi masalah. Optimalisasi kondisi

pasien sebelum operasi dan hindari prosedur rekonstruksi kompleks

pada pasien yang bermasalah.10

Terdapat empat tipe anatomi dari osteomielitis: medula,

superfisial, lokal dan difus (Tabel 1). Osteomielitis medula (type I)

melibatkan permukaan intramedula. Osteomielitis superfisial (type II)

melibatkan permukaan tulang. Ini disebabkan oleh infeksi langsung

ketika permukaan tulang berdekatan dengan luka jaringan lunak.

Osteomielitis lokal (type III) melibatkan seluruh tebal korteks dan


menyebar ke kanal intramedula, namun pengeluaran sequestrum dengan

pembedahan tidak mempengaruhi stabilitas tulang. Osteomielitis difus

(type IV) melibatkan tulang secara melingkar, membutuhkan reseksi

tulang dan stabilisasi. Instabilitas pada osteomielitis difus, dapat terjadi

baik sebelum maupun sesudah debridemen. Infected nonunions, yang

melibatkan osteomielitis difus, memberikan tantangan paling besar.10

Status fisiologi dari pasien dibagi menjadi tipe A, B, atau C

berdasarkan adanya faktor lokal dan sistemik, yang memberikan peran

besar pada hasil akibat dari interaksi mikroorganisme dan inang. Tipe A

mempunyai sistem pertahanan yang baik, vaskularisasi lokal yang baik

dan respon fisiologi yang normal terhadap infeksi dan pembedahan.

Tipe B dibagi menjadi masalah sistemik, lokal dan kombinasi dalam

penyembuhan luka dan respon terhadap infeksi. Faktor sistemik, seperti

penyakit ginjal stadium akhir, keganasan, diabetes mellitus, penggunaan

alkohol, malnutrisi, penyakit reumatologi atau status

immunocompromised (infeksi HIV, terapi imunosupresif), dapat

mengurangi kemampuan sistem imun. Defisiensi lokal dapat disebabkan

oleh penyakit arteri, stasis vena, radiasi, bekas luka, atau merokok yang

dapat mengurangi vaskularisasi (Tabel 2). Cedera awal dan pembedahan

yang menyertai sering berakhir dengan fragmen tulang yang avaskuler

dan bekas luka pada jaringan diatasnya. Pada inang tipe C, faktor lokal

dan sistemik begitu beratnya sehingga bahaya dari terapi melebihi

penyakit itu sendiri.10


Tabel 1. Klasifikasi Osteomielitis Kronis Menurut Cierny-Mader Kelas
Anatomi10
Tipe Anatomi
Tipe I Osteomielitis Medula
Tipe II Osteomielitis Superficial
Tipe III Osteomielitis Lokal
Tipe IV Osteomielitis Difus

Tabel 2. Klasifikasi Osteomielitis Menurut Cierny-Mader Kelas


Fisiologi10
Kelas Fisiologi
Host – A Sistem imun baik
Host – B Sistem imun terganggu baik lokal (B L) atau
sistemik (BS)
Host – C Membutuhkan supresif atau tidak ada
terapi,terapi lebihburuk dari penyakitnya,
Bukan Kandidat pembedahan.

E. Patofisiologi

Infeksi terjadi ketika mikroorganisme masuk melalui darah, secara

langsung dari benda – benda yang terinfeksi atau luka tembus. Trauma,

iskemia dan benda asing dapat meningkatkan risiko invasi

mikroorganisme ke tulang melalui bagian yang terpapar sehingga

organisme tersebut lebih mudah menempel. Pada daerah infeksi fagosit

datang mengatasi infeksi dari bakteri tersebut, namun dalam waktu yang

bersamaan fagosit juga mengeluarkan enzim yang dapat mengakibatkan

tulang menjadi lisis. Bakteri dapat lolos dari proses tersebut dan

akhirnya menempel pada bagian tulang yang lisis dengan cara masuk
dan menetap pada osteoblas dan membungkus diri dengan protective

polysaccharide-rich biofilm.11 Jika tidak dirawat tekanan intramedular

akan meningkat dan eksudat menyebar sepanjang korteks metafisis yang

tipis mengakibatkan timbulnya abses subperiosteal. Abses subperiosteal

dapat meningkat dan menyebar pada bagian tulang yang lain.6

Pus dapat menyebar melalui pembuluh darah, mengakibatkan

peningkatan tekanan intraosseus dan gangguan pada aliran darah. Hal ini

dapat mengakibatkan timbulnya trombosis. 12 Nekrosis tulang

mengakibatkan hilangnya peredaran darah periosteal.6 Nekrosis pada

segmen besar tulang mengakibatkan timbulnya sequestrum. Sequestra

ini memuat bagian infeksius yang mengelilingi bagian tulang yang

sklerotik yang biasanya tidak mengandung pembuluh darah. Kanal

haversian diblok oleh jaringan parut dan tulang dikelilingi oleh bagian

periosteum yang menebal dan jaringan parut otot. Sequestra merupakan

muara dari mikroorganisme dan mengakibatkan timbulnya gejala

infeksi. Abses juga dapat keluar dari kulit membentuk sinus. 6 Sinus

kemungkinan tertutup selama beberapa minggu atau bulan memberikan

gambaran penyembuhan, dapat terbuka (atau muncul di tempat lain)

ketika tekanan jaringan meningkat. Antibiotik tidak dapat menembus


12
bagian yang avaskular dan tidak efektif dalam mengatasi infeksi.

Terbentuknya formasi tulang baru (involucrum) secara bersamaan

karena periosteum berusaha untuk membentuk dinding atau menyerap

fragmen sequestra dan membentuk stabilitas tulang baru. Involucrum


memiliki morfologi yang bervariasi dan memiliki reaksi periosteal yang

agresif yang dapat mengakibatkan timbulnya keganasan. 6 Jika respon

periosteal minimal, hilangnya segmen tulang secara fokal maupun

segmental tidak dapat dihindarkan. Sequestra secara dapat diserap

sebagian maupun penuh sebagai akibat dari respon inang atau tergabung

dalam involucrum.6,12

F. Gejala Klinis

Osteomielitis kronik adalah kelanjutan diagnosis terbengkalai dari

osteomielitis akut dan kegagalan terapi dari osteomielitis akut, saat ini,

seringkali dikarenakan fraktur terbuka dan pasca operasi, organisme

yang seringkali menginfeksi (Staphilococus Aureus, Esherichia Coli,

Streptococcus Pyogenes, Proteus Morabilis dan Pseudomonas

aeruginosa). Pada penggunakan implant sering kali di temukan

staphilococus epidermidis.13

Osteomielitis kronik seringkali di sebabkan karena tidak terobati

secara menyeluruh, atau imun dari host yang terkompromi, kurangnya

penetrasi dari pembuluh darah, tulang yang mati pada area infeksi,

bakteri di bungkus oleh protein-polysaccharida (Glycocalyx) yang

membungkus / melindungi dari antibiotik, atau di dapatkan penyakit

penyerta seperti diabetes mileuts, penyakit vaskular perifer, infeksi kulit,

malnutrisi, lupus erythematosus atau defisiensi dari immun, hal

predisposisi yang tersering adalah fraktur terbuka atau operasi pada

tulang, infeksi bisa terjadi karena prostetik.13


Tulang hancur dan tidak vital di area dari infeksi atau lebih luas

pada lapisan luar atau implant, kavitas mengandung pus dan tulang mati

(Sequestrum) yang di kelilingi oleh jaringan vaskular dan jaringan yang

sklerotik, terbentuk nya involuvrum atau tulang baru yang meliputi area

sequstrum sehingga membuat tulang menjadi tidak vital. Pasein

seringkali mengeluh nyeri, demam dan kemerahan pada area infeksi

disertai dengan nyeri tekan, seringkali terdapat pus seropurulent, pada

post trauma osteomielitis tulang akan tidak terbentuk dan tidak

menyatu.13

Osteomielitis multifokal kronis merupakan kondisi yang jarang

dengan penyebab yang belum diketahui. Gambaran klinis berupa lemas

yang memberat, nyeri lokal dan nyeri tekan pada tempat infeksi. Lesi

tulang dapat muncul berurutan dengan lokasi predominan pada metafise

tulang panjang, dapat juga melibatkan bagian medial clavicula, korpus

vertebra atau sendi sacroiliakus. Lesi tulang sering berulang dan dapat

simetris.13

Antibiotik di ginakan untuk eradikasi, di berikan 4-6 minggu

(dimulai dari awal terapi sampai akhir debridement) penggunaan di

gunakan sebelum dan sesudah dilakukan debridemen, jika antibiotik

yang di berikan masuih tidak memeberikan hasil maka di lakukan

pemberiaan antibiotik 4 minggu kemudian. Sinus dapat tidak nyeri dan

dilakukan penutupan luka yang baik, pemberian salep antibiotik di

gunakan untuk pada luka, atau di lakukan insisi dan drainase Komplikasi
dari osteomielitis kronik yang persisten diantaranya : 1) kontraktur

sendi, 2) fraktur patologis, 3) penyakit amiloid, 4) tranformasi maligna

menjadi karsinoma epidermoid dari jalur sinus yang menetap selama

bertahun-tahun.13

G. Diagnosis

Diagnosa osteomielitis ditegakkan melalui tampilan klinis dan

hasil laboratorium, pemeriksaan bakteriologi dan histologi, dan

pemeriksaan radiologi. Produksi nanah pada luka, nyeri, eritema adalah

tampilan klinis yang sering dijumpai. Pada pemeriksaan laboratorium,

laju endap darah (LED) dan C reaktive protein (CRP) dapat meningkat.

Nilai leukosit biasanya meningkat namun kadang dapat juga normal.

Pemeriksaan Radiologi secara komplit meliputi pemeriksaan rontgen,

CT scan, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat membantu

dalam analisis dan diagnosis osteomielitis.16

1) Pemeriksaan Fisik

Presentasi pada pasien dengan osteomyelitis kronis biasanya

merupakan efek jangka panjang, berupa keluarnya sinus atau adanya

nyeri tulang kronik setelah mendapatkan terapi. Pasien juga kadang –

kadang mengalami eksaserbasi akut dan biasanya memiliki riwayat

osteomyelitis sebelumnya, biasanya pada waktu kecil. Demam pada

umumnya tidak khas kecuali terdapat obstruksi pada sinus yang

mengakibatkan timbulnya infeksi pada jaringan. 6


Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri pada tulang,

bengkaknya jaringan, dan kemerahan. Pada kasus – kasus jangka

panjang biasanya ditemukan adanya penebalan atau pelipatan pada

tempat dimana adanya jaringan parut atau sinus yang menempel pada

tulang yang terinfeksi. Selain itu juga kemungkinan terdapat cairan

seropurulen dan ekskoriasi mengelilingi kulit. Pada pasien dengan

osteomyelitis post trauma, tulang kemungkinan mengalami

deformitas atau non-union.6

2) Pemeriksaan Laboratorium

Laju endap darah dan C-reactive protein (CRP) merupakan

tanda dari proses inflamasi, baik disebabkan oleh infeksi maupun

tidak. Keduanya dapat meningkat sekitar 64% pada pasien

osteomielitis kronis. Hitung sel darah putih (WBC) sering normal

pada sebagian besar pasien dengan osteomielitis kronik atau infected

nonunion. Selama masa akut Laju endap darah, C reactive Protein

dan leukosit mungkin meningkat sangat di butuhkan untuk

mendiagnosis osteomielitis, Penggunan kultur pada cairan yang

keluar dari sinus sangat menolong untuk menentukan karakteristik

dari bakteri.6

3) Pemeriksaan Radiologi

Pendekatan radiologis pada pasien osteomyelitis kronis

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui daerah tulang yang

terinfeksi (panjang infeksi intramedular yang aktif atau abses pada


area yang nekrosis, sequestrum dan fibrosis) dan untuk mengetahui

jaringan kulit yang terlibat (area selulitis, abses dan sinus). Akhirnya

pendekatan radiologis memiliki peranan dalam mendeteksi infeksi

aktif dan menentukan panjang debridement yang diperlukan untuk

mengeluarkan bagian tulang yang nekrosis dan jaringan lunak yang

abnormal. Modalitas radiologis yang dapat digunakan untuk

mendiagnosis osteomyelitis kronis adalah plain photo, CT dan

MRI.15

A. Foto Polos/Plain photo

Gambar 8. X-Ray Osteomielitis Kronik Femur14

Plain photo merupakan pencitraan awal yang digunakan

untuk mendiagnosis osteomyelitis kronis. Modalitas ini tidak

mahal, tersedia dimana – mana dan akurat. Dalam mendeteksi

osteomyelitis kronis, sensitivitas plain photo masih tinggi sekitar


90% pada 3 – 4 minggu setelah presentasi, walaupun

spesitifitasnya masih rendah sekitar 30%. Pada plain photo dapat

terlihat bone resorption dengan penebalan dan sklerosis yang

mengelilingi tulang.15

Sequestra menunjukkan adanya penebalan fragmen yang

tidak alami. Plain photo juga berguna dalam mendeteksi adanya

kelainan anatomis (misalnya fraktur, bony variants atau

deformitas), benda asing dan udara dalam jaringan. Stress

fracture, osteoid osteoma dan penyebab lain dari periosteitis

kemungkinan memiliki gambaran yang mirip osteomyelitis

kronis.15

Terbentuknya formasi tulang baru (involucrum) secara

bersamaan karena periosteum berusaha untuk membentuk

dinding atau menyerap fragmen sequestra dan membentuk

stabilitas tulang baru. Involucrum memiliki morfologi yang

bervariasi dan memiliki reaksi periosteal yang agresif yang dapat

mengakibatkan timbulnya keganasan.15

Cloaca dapat muncul sebagai celah lucent di korteks tulang

dengan tanda-tanda osteomielitis lainnya, seperti penebalan

periosteal atau pembentukan involucrum.15


B. CT Scan

A. Coronal Bone B. Coronal Soft


Window Window

Gambar 9. CT Scan Osteomielitis Kronik Humerus14

Pada gambar 9 terjadi penebalan dan renovasi poros

humerus difus. Cloaca penyembuhan kecil di humerus

distal.Jalur bedah distal lain yang lebih besar, dengan fragmen

tulang sklerotik terlihat di dalamnya (sekustrum tulang). CT scan

sangat sesuai dalam mendeteksi adanya sequestra, hancurnya

kortikal, abses jaringan lunak dan adanya sinus pada

osteomyelitis kronis. Sklerosis, demineralisasi dan reaksi

periosteal juga dapat terlihat pada modalitas ini. CT scan

membantu dalam mengevaluasi keperluan untuk tindakan

operatif dan memberikan informasi penting mengenai luasnya


penyakit. Informasi ini sangat berguna dalam menentukan

metode operatif yang akan digunakan. CT juga sangat membantu

dalam melaksanakan biopsi tulang. Keuntungan yang paling

penting dari CT scan dapat menunjukkan lesi pada medulla dan

infeksi pada jaringan lunak. CT scan merupakan modalitas

standar dalam mendeteksi sequestrum. CT juga sangat baik

dalam menampilkan tulang belakang, pelvis dan sternum. 14,15

C. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

A. Sagital T1 B. Sagital T2
C. Coronal T1 D. Coronal T2

E. Axial T1 F. Axial PD fat sat

Gambar 10. MRI Osteomielitis Kronik Femur 14


Pada gambar diatas menunjukan kelainan ekstensif yang

melibatkan sumsum dengan ekstensi diafisis dan reaksi periosteal

pada bagian ketiga distal tulang paha kanan. Terjadi kerusakan

pada kortikal dan pembentukan cloaca pada sisi posteromedial

distal tulang paha kanan ketiga serta pengumpulan cairan

jaringan lunak dan saluran sinus yang meluas ke sisi

posterolateral paha.14

Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat berguna dalam

mendeteksi infeksi musculoskeletal, dimana setiap batasannya

menjadi terlihat. Resolusi spasial yang ditawarkan oleh MRI

sangat berguna dalam membedakan infeksi dari dari tulang dan

jaringan lunak, dimana hal ini merupakan permasalahan pada

pencitraan radionuklir. Namun MRI, tidak seperti pencitraan

radionuklir, tidak terlalu tepat untuk pemeriksaan seluruh tubuh

dan adanya logam yang tertanam kemungkinan menggambarkan

artifak lokal. 14,15

Skrining MRI awal biasanya memuat T1-weighted dan T2-

weighted spin-echo pulse sequence. Osteomyelitis biasanya

nampak sebagai gangguan sumsum tulang yang terlokalisasi

dengan penurunan densitas pada gambar T1-weighted dan

peningkatan intensitas pada gambar T2-weighted. Biasanya,

terdapat penurunan intensitas signal pada gambar T2-weighted.


Jaringan tulang akibat post operasi atau trauma biasanya

menampakkan adanya penurunan intensitas pada gambar T1-

weighted dengan tidak adanya perubahan pada gambar T2-

weighted. Sinus akan terlihat area dengan intensitas tinggi pada

gambar T2-weighted, menyebar dari tulang sampai jaringan

lunak dan bagian kulit paling luar. Selulitis akan nampak sebagai

area difus dengan sinyal menengah pada gambar T1-weighted

pada jaringan lunak dan peningkatan sinyal pada gambar T2-

weighted.14,15

4) Diagnosis banding
Dianosis banding dari osteomielitis kronik yaitu :

A. Osteomielitis Akut

1) Gambaran radiologik:

D. Ciri-ciri osteomielitis akut yang mungkin terlihat

termasuk reaksi periosteal sekunder untuk elevasi

periosteum

E. Abses intraoseous yang ditandai dengan lusen berbatas

tegas pada tulang

F. Soft tissue swelling


Gambar 11. Osteomielitis Akut dengan Reaksi Periosteal17

Gambar 12. Osteomielitis Akut dengan Abses Instraseous17

B. Osteosarcoma

1) Gambaran radiologik:

 Sering pada metafisis tulang panjang. Pembentukan

tulang baru lebih banyak. Adanya infiltrasi tumor.

Penulangan patologis ke jaringan lunak (ossifikasi).

 Destruksi berawal dari medulla, lesi radiolusen batas tak

tegas

 Stadium dini : Reaksi periosteal lamellar/sunray


(gambaran lamellar atau seperti garis-garis tegak lurus

pada tulang yang merupakan reaksi peristeal).

 Lanjut: subperiosteal rusak. Perluasan keluar tulang,

reaksi periosteal hanya sisanya (Codman triangle)/tepi

yang masih dapat dilihat.

 Kalsifikasi (+)

Gambar 13. Sunburst appearance di daerah proksimal fibula14

Gambar 14. Gambran segitiga codman’s14


C. Ewing sarcoma

1) Gambaran radiologik

 Sering pada diafisis tulang panjang.

 Lesi destruktif, infiltrative dari daerah medulla

(tampak bayangan radiolusen)

 Merusak cortex.

 Reaksi periosteal (onion peel appearance).

 Massa jaringan lunak yang besar

Gambar 15. Tampak lesi destruksi dengan reaksi periosteal (onionskin/lamellar)14


5) Tatalaksana
Osteomyelitis kronik merupakan efek sekunder dari fraktur

terbuka, bakteremia, ataupun contiguous infeksi. Insidennya terjadi 3

bulan setelah fraktur terbuka (dilaporkan sebanyak 27 %). Hanya 1-2

% dari penggunaan prostetik yang berubah menjadi infeksi. 10

Hematogen osteomyelitis insidennya banyak terjadi pada usia

anak dibandingkan dewasa. Infeksi ini dapat melibatkan vertebra

maupun tulang panjang, pelvis dan clavicula. Pasien dengan


osteomyelitis vertebra sering dengan underlying disease misalnya

diabetes meilitus, kanker, dan kronik renal disease, atau riwayat

penggunaan intra venous line. 10

Osteomyelitis kronik dari contiguous infeksi meningkat

seiring dengan peningkatan prevalensi penderita kaki diabetik dan

vaskuler. Hampir 50 % dari penderita kaki diabetik berkembang

menjadi polineuropao yang mungkin dapat mengurangi kewaspadaan

terhadap luka dan peningkatan risiko infeksi, tanpa disadi oleh

pasien. Peningkatan risiko terjadinya infeksi juga dialami oleh pasien

dengan periperal vasculer juga sering terjadi pada penderita diabetes

dengan penurunan respon penyembuhan luka dan berkontribusi

menjadi luka terbuka, kronik, dan infeksi jaringan lunak. Kondisi ini

secara significan bersinergi dengan peningkatan kejadian

osteomyelitis kronik pada beberapa pasien. 10

Kultur memegang peranan penting pada penanganan

osteomyelitis kronik. Bahasan tentang kultur sudah tercantum dalam

bahasan tentang etiologi. Kultur yang direkomendasikan adalah

kultur dari tulang dan swab dari pus luka tidak direkomendasikan

untuk kasus osteomyelitis kronik. 10

Penyebab primer dari suatu osteomyelitis kronik adalah

adanya jaringan tulang yang nekrotik dan jaringan lunak dengan

perfusi yang menurun. Infeksi baru akan berhenti jika fokus infeksi

dihilangkan. Drainase yang adekuat, debridemen, menghilangkan


ruang mati, pencegahan luka dan terapi antubiotik merupakan

rangkaian terapi untuk pasien dengan osteomyelitis kronik. Jika

memungkinkan pemberian terapi sebaiknya diberikan setelah kultur

dan sensitivitas, tetapi jika ada suatu pembedahan, empirikal terapi

broad spektrum antibiotik dapat segera diberikan. Antibiotik dapat

dimodifikasi jika perlu ketika hasil kultur sudah tersedia.

Penggunaan antibiotik pada kasus-kasus osteomyelitis kronik

membutuhkan jangka waktu yang lama. Pasien diterapi 4-6 minggu

pasca pembedahan diikuti oleh oral antibiotik. Pada pasien rawat

jalan pemberian dengan intra vena maupun intra muskuler masih

dimungkinkan. Terapi oral dengan quinolon untuk gram negatif

masih berguna (pada kasus orang dewasa), tetapi quinolon generasi

lama seperti ciprofloxacin dan ofloxacin tidak dapat membunuh

Streptococcus spp, Enterococcus spp, dan anaerob. Quinolon

generasi baru seperti levofloxacin dan saparfloxacin masih bagus

untuk terapi Streptococcus tetapi mempunyai aktivitas yang minimal

untuk kuman anaerob. Quinolon generasi paling baru seperti

trovafloxacin, grepafloxacin mempunyai efektivitas yang bagus

untuk Streptococcus maupun anaerob. Tetapi disebutkan tidak

satupun quinolon dapat membunuh Enterococcus spp. Pada kasus-

kasus methisilin sensitif Staphyloccus aureus, Clindamisin dapat

dipakai sebagai alternatif terapi. Direkomendasikan pemberian 2

minggu parentral antibiotik dilanjutkan dengan oral terapi, dimana


organisme harus sensitif dengan oral terapi. Kepatuhan pasien dan

follow up pasien tetap harus diperhatikan. Kombinasi antara

parentral dn oral dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus tertentu.

Secara umum ditegaskan bahwa kadar antibiotik dalam tempat

infeksi tergantung pada keberhasilan debridemen yang dilakukan. 10

6) Komplikasi

Infeksi tulang dapat berkembang dari jaringan lunak dan

vaskularisasi tulang yang terganggu, faktor-faktor yang

membahayakan pejamu, dan organisme yang virulen atau resisten

mengakibatkan penyebaran infeksi lebih lanjut seperti peradangan

jaringan lunak, abses tulang, nekrosis tulang, dan keracunan darah.

Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa pada 0,2% hingga 1,6%

pasien dengan sinus pengeringan kronis mungkin dipersulit oleh

metaplasia dari epitelisasi lapisan saluran sinus, pembentukan trans

maligna, dan perkembangan karsinoma sel skuamosa . 10

7) Prognosis

Prognosis osteomielitis tergantung pada virulensi organisme

yang menginfeksi, status kekebalan pasien, mekanisme infeksi, dan

kondisi komorbiditas pasien. Kecuali jika dikaitkan dengan sepsis

atau penyakit dasar yang serius, angka kematian telah disajikan

sebagai rendah. Namun, tingkat morbiditas dapat tampak signifikan

dan mungkin termasuk penyebaran lokal ke jaringan lunak dan

sendi.10
DAFTAR PUSTAKA
1. Theola, J., Kemal A. S. dan Valentino R. Y. Osteomielitis: Diagnosis,
Tata Laksana Bedah, dan Medikamentosa. Cermin Dunia Kedokteran
CDK-298. 2021. Vol 48(11): p. 341.
2. Baltensperger M, Eyrich G. Osteomielitis of the Jaws: definitions and
classification. In: Baltensperger M, Eyrich G, editors. Osteomielitis of
jaws. Berlin: Springer 2009; p. 5-56.
3. Wibowo S. Daniel. Anatomi Tubuh Manusia. Singapore: Elsevier. 2011
4. Lazzarini, R. A. Myelin biology and disorders. San Diego, CA: Elsevier
Academic Press, 2004.
5. Dormans, JP. Dan DS Drummond. Pediatric Hematogenous Osteomyelitis:
New Trends in Presentation, Diagnosis, and Treatment. The Journal of
American Academy of Ortopaedic Surgeons. 2004. 2(6) p. 333-341.
6. Spiegel DA, Penny JN. Chronic osteomyelitis in children. Techniques in
orthopaedic. 2005; 20.
7. Kremers, H.M., Nwojo, M.E. 2015. Trends in the Epidemiology of
Osteomyelitis. The Journal Of Bone And Joint Surgery. 2015;97:837-45.
8. P. Wirganowicz. Aggressive Surgical Management of Chronic
Osteomyelitis. The University of Pennsylvania Orthopaedic Journal. Vol.
12, 1999, pp. 7-12.
9. Price, Sylvia Andreson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol.II_Jakarta: EGC. 2005.
10. Cierny G. Chronic Osteomyelitis: result of treatment. Instr course lect
2003: 39: 495-508
11. Parsonnet J and Maguire JH. Osteomyelitis. In: Kasper DL, Braudwald E,
Fauci AS, Hauser SL, Longo DL and Jameson JL. Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 16th edition. New York. McGraw Hill.2005. 745-9
12. Apley AG, Solomon L and Mankin HJ. Apley’s System of Orthopaedics
and Fractures. 7 th edition. Oxford. Butterwooth-Heinemann. 1993. 40-2
13. Wang X, Yu S. Current data on extremities chronic osteomyelitis in
southwest China: epidemiology, microbiology and therapeutic
consequences. Scientific report, 7 : 16251. 2017.
14. Radiopaedia.org/articles/osteomielitis, diakses pada tanggal 06 Juli 2022
15. Auh JS. Retrospective Assessment of Subacute or Chronic Osteomyelitis
in Children and Young Adults. Radiologic Clinics of North America.
2001; 1
16. Malueka RG. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Yogyakarta. Pustaka
Cendikiawan Press. 2007.103-5.
17. Lee YJ, Sadigh S, Mankad K, Kapse N, Rajeswaran G. The imaging of
osteomyelitis. Quant Imaging Med Surg 2016;6(2):184-198

Anda mungkin juga menyukai