Anda di halaman 1dari 15

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN REVIEW JURNAL

FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL OKTOBER 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

CENTRAL NERVOUS SYSTEM AUTOPSY — A NEUROPATHOLOGICAL


PROCEDURE BASED ON MULTIDISCIPLINARY PATHOCLINICAL
COOPERATION

Oleh :
Rismawati Tryance, S.Ked
K1B1 22 112

PEMBIMBING:
dr. Mia Yulia Fitriani, Sp.FM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2023

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Rismawati Tryance, S.Ked


NIM : K1B1 22 112
Judul : Central Nervous System Autopsy — A Neuropathological Procedure
Based On Multidisciplinary Pathoclinical Cooperation
Bagian : Ilmu Forensik dan Medikolegal
Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan tugas review jurnal dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada Oktober 2023.

Kendari, Oktober 2023


Pembimbing,

dr. Mia Yulia Fitriani, Sp.FM

CENTRAL NERVOUS SYSTEM AUTOPSY — A NEUROPATHOLOGICAL


PROCEDURE BASED ON MULTIDISCIPLINARY PATHOCLINICAL
COOPERATION
1 2 3 4
Aleksandra Sejda , Teresa Wierzba-Bobrowicz , Dariusz Adamek , Jacek Gulczyński , Sławomir
5 6 7
Michalak , Wiesława Grajkowska , Ewa Iżycka-Świeszewska .
1
Pathomorphology Department, Collegium Medicum, University of Warmia and Mazury, Olsztyn, Poland
2 3
Department of Neuropathology, Institute of Psychiatry and Neurology, Warsaw, Poland Department
4
of Pathology, Jagiellonian University Medical College, Krakow, Poland Department of
5
Pathology and Neuropathology, Medical University of Gdansk, Poland Department of Neurology,
Division of Neurochemistry and Neuropathology, Poznan University of Medical Science, Poznan, Poland
6
Department of Pathology, Children’s
7
Memorial Health Institute, Warsaw, Poland Department of Pathology and
Neuropathology, Medical University of Gdansk, Poland

Neurologia i Neurochirurgia Polska


Polish Journal of Neurology and Neurosurgery
2022, Volume 56, no. 2, pages: 118–130
DOI: 10.5603/PJNNS.a2021.0088
Copyright © 2022 Polish Neurological Society
ISSN: 0028-3843, e-ISSN: 1897-4260

ABSTRAK:
Pemeriksaan post mortem otak dan sumsum tulang belakang secara neuropatologis adalah
prosedur yang memainkan peran penting dalam pengobatan modern. Dengan semakin banyaknya
data klinis dan genetik, serta perkembangan penting di bidang neuroimaging, Asosiasi Ahli
Neuropatologi Polandia telah memperbarui pedoman pemeriksaan sistem saraf pusat (SSP).
Pedoman ini ditujukan untuk ahli neuropatologi, ahli patologi, dan klinisi. Tujuan studi ini
adalah menyajikan rekomendasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas, informativitas, dan
efektivitas biaya pemeriksaan post mortem SSP. Sebuah studi literatur yang komprehensif
dilakukan untuk memberikan latar belakang klinis otopsi neuropatologis. Analisis neuropatologi
yang kompleks dari seri post mortem penting untuk menilai efektivitas diagnostik dan terapi,
mengidentifikasi dampak lingkungan terhadap perkembangan gangguan neurologis, dan
meningkatkan kebijakan kesehatan masyarakat. Rekomendasi tersebut menguraikan perlunya
kolaborasi antara beberapa spesialis untuk menegakkan diagnosis yang tepat dan untuk
memperluas pengetahuan tentang gangguan neurologis.
KATA KUNCI: Diseksi otak dan sumsum tulang belakang; pedoman; neuropatologi; kerjasama
patoklinis.

PENDAHULUAN
Pemeriksaan neuropatologi post mortem sistem saraf pusat (SSP) adalah pemeriksaan
medis komprehensif yang dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kematian, memverifikasi
diagnosis klinis, mengkonfirmasi latar belakang penyakit primer yang ditemukan secara klinis,
mengidentifikasi perubahan sekunder atau yang terjadi bersamaan pada otak dan/atau sumsum
1,2
tulang belakang, dan merekonstruksi perjalanan penyakit.
Post mortem neuropatologi merupakan bagian dari pemeriksaan otopsi umum, termasuk
pemeriksaan eksternal dan internal organ tubuh dengan pengambilan sampel untuk pemeriksaan
histopatologi yang bergantung pada tingkat rujukan pusat medis, dan ketersediaan staf yang
terlatih secara khusus dan peralatan yang canggih. Otopsi SSP membutuhkan persiapan yang
substansial dengan pengetahuan yang menyeluruh tentang neuroanatomi, lokasi struktur yang
signifikan secara fungsional, topografi spesifik dari proses patologis, dan kebutuhan untuk
3,4
berkorelasi dengan gambaran neurologis secara keseluruhan.
Selama pemeriksaan neuropatologi post mortem, sampel dipilih dari daerah yang secara
makroskopis berubah, dan dari struktur yang berbeda, tergantung pada gambaran klinis dan
patologisnya, kemudian dibawa ke laboratorium untuk pemrosesan jaringan dan pada akhirnya
menjalani pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan histokimia, imunohistokimia, pengujian genetik tambahan khusus, pemeriksaan
5,6
biokimia, mikrobiologi dan/atau toksikologi terhadap spesimen dan/atau cairan serebrospinal.
LATAR BELAKANG KLINIS
X
Dewasa kini diperlukan penelitian penyakit neurologis yang lebih efektif dengan
pembentukan bank otak sistemik, bersama dengan pengumpulan data klinis yang komprehensif.
Di bank otak manusia, sampel otak post mortem dan otak yang dibiopsi dikumpulkan,
7,8
diawetkan, dan didistribusikan untuk penelitian histologis, patologis, dan molekuler. Koleksi
tersebut disimpan di banyak negara dan oleh banyak institusi, termasuk misalnya Pusat Sumber
Daya Jaringan Otak Harvard di Amerika Serikat, Jaringan Bank Otak Inggris, dan Bank Otak
Belanda. Ada juga koleksi yang lebih spesifik untuk penyakit tertentu seperti The Mount Sinai
9
School of Medicine Alzheimer's Disease dan Bank Otak Skizofrenia di New York.
Pengumpulan jaringan otak manusia sangat penting untuk mengenali entitas baru, serta
10,11
untuk menjelaskan manifestasi klinis penyakit. Jenis demensia yang baru dikenali, yaitu
ensefalopati TDP-43 yang berhubungan dengan usia yang didominasi oleh limbik, merupakan
10,12
contoh yang sangat baik dari kegunaan praktis dari sistem bank otak tersebut. Asosiasi Ahli
Neuropatologi Polandia, yang mengumpulkan para spesialis di bidang patomorfologi,
neuropatologi, neurologi, bedah saraf, dan ilmu saraf, baru-baru ini memperbarui pedomannya
untuk pemeriksaan post mortem sistem saraf pusat. Pedoman ini ditujukan untuk komunitas
medis, dengan tujuan memperbarui aturan perilaku, menekankan kegunaan, promosi dan
revitalisasi post mortem SSP, serta menentukan efektivitas biaya dan kekhususan prosedur.
Ikhtisar rekomendasi untuk otopsi SSP
Bedah mayat umum dan neuropatologi harus dilakukan di ruang bedah mayat yang
dilengkapi dengan seperangkat alat standar dan alat tambahan, dengan tindakan keselamatan dan
perlindungan diri yang diperlukan saat menangani bahan biologis dan dengan kemungkinan
adanya penyakit menular yang berisiko tinggi. Jika faktor risiko tinggi diketahui, tindakan
pencegahan harus dilakukan sesuai dengan entitas penyakit, misalnya tengkorak dapat dibuka
setelah ditutup dengan kantong tertutup, dengan menggunakan gergaji berosilasi di bawah
handuk basah, untuk mengurangi pembentukan aerosol pada pasien dengan Penyakit Creutzfeldt-
Jakob atau COVID-19. Diperlukan adanya kartu otopsi yang merupakan dokumen prosedur
layanan kesehatan dan ketentuan hukum yang berisi data berikut: nama, alamat, nomor telepon
unit yang mengarahkan prosedur, data identifikasi pasien, data mengenai masa inap pasien di
rumah sakit termasuk tanggal masuk rumah sakit, tanggal dan waktu kematian, diagnosis klinis
akhir, hasil neuroimaging dan resume klinis, tanggal rujukan untuk pemeriksaan post-mortem,
dan tanda tangan dan stempel dokter yang membuat rujukan.
Cakupan pemeriksaan post mortem otak dan sumsum tulang belakang
Tahapan pemeriksaan neuropatologi selama post mortem umum dan neuropatologi
meliputi pemeriksaan eksterna kepala dan jaringan di sekitarnya, pemeriksaan in situ,
pengangkatan otak dan kemungkinan pengangkatan sumsum tulang belakang, dan pemeriksaan
3,13
makroskopis termasuk pengambilan sampel untuk tes histopatologi dan tes lainnya. Jika cairan
serebrospinal perlu diambil, prosedur ini harus dilakukan sebelum mengeluarkan otak dan/atau
15
sumsum tulang belakang dari tubuh.
Pada kasus-kasus khusus, SSP dapat dievaluasi selama post mortem, tetapi biasanya hal ini
harus dilakukan setelah fiksasi dalam buffer netral (pH 7,0- 7,2) formalin 10% selama kurang
lebih 2-3 minggu. Otak harus dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan fiksatif untuk
menghindari deformasi. Jumlah larutan fiksatif yang digunakan harus 5-6liter untuk seluruh otak;
disarankan untuk mengganti fiksatif setiap minggu. Sampel otak harus difiksasi dalam wadah
1,6,15
terpisah dengan formalin buffer netral dalam jumlah yang sesuai (10 kali volume sampel).
Pemotongan otak paling sering dilakukan menurut metode Spielmeyer, dimulai dengan
pemisahan arachnoid mater dan pembuluh darah lingkaran Willis, dengan mempertahankan
susunan dan cabang-cabangnya. Batang otak dan otak kecil harus dipotong di perbatasan dengan
pedunkulus serebri. Batang otak harus dipotong pada tingkat substantia nigra dan dipisahkan dari
otak kecil dengan memotong pedunkulus serebelum, kemudian bagian bawah ventrikel keempat
harus dinilai. Hemisfer serebelum harus dipotong secara horizontal di sepanjang alur melintang.
Otak tengah, pons dan medula harus dipotong pada bidang frontal menjadi beberapa irisan
dengan tebal 0,5 cm. Selanjutnya, seluruh belahan otak harus diiris pada bidang frontal dengan
interval 1-1,5 cm, mulai dari kutub frontal. Jika sumsum tulang belakang diangkat, maka harus
dipotong secara melintang terhadap sumbu panjang dengan interval 1 cm melalui pusat
1,15,16
segmen.
Gambaran makroskopik harus mencakup berat otak, penampilan umum (yaitu simetri,
deformasi, adanya herniasi, oedema, rasio gyrus terhadap sulkus, atrofi kortikal) dan tampilan
meninges (termasuk sinus dura mater), ruang epidural dengan penekanan khusus pada adanya
perdarahan, penilaian saraf kranial, vaskularisasi (varian anatomis vaskularisasi, malformasi,
derajat aterosklerosis) dan sistem ventrikel (kesimetrisan, isi). Pada bagian frontal, struktur,
warna, koherensi dan garis besar korteks, materi putih, hipokampus, ganglia basal, talamus,
korteks insular, otak tengah, pons, medula, otak kecil dan sumsum tulang belakang, serta
1,17
pengaburan batas antara korteks dan materi putih, semuanya harus dinilai.
Aturan pengumpulan sampel pemeriksaan histopatologi
Selama otopsi neuropatologi, otak diklasifikasikan sebagai normal atau tidak normal secara
makroskopis. Istilah 'otak normal' mengacu pada situasi di mana riwayat neurologis negatif,
neuroimaging normal atau tidak dilakukan, dan otak secara makroskopis tidak ada perubahan
patologis. Bagian yang harus diambil adalah lobus frontal dengan girus cingulate, girus temporal
superior dan tengah, lobus parietal, girus oksipital, putamen dan globus pallidus, hipokampus,
talamus, materi putih periventrikular, otak tengah, pons, korteks serebelum dengan nukleus
dentate (minimal 11 sampel). Jika perlu, sampel tambahan dapat diambil dari segmen sumsum
tulang belakang servikal, ganglia intervertebralis, medula, korpus mamillaris atau ganglia basal
lainnya. 'Otak abnormal' adalah otak yang secara makroskopis terganggu atau diambil dari pasien
dengan perubahan gejala neurologis yang digambarkan dalam pemeriksaan neuroimaging, dari
pasien onkologis, serta dalam kasus tanpa penyebab kematian yang pasti.
Pada kasus otak normal, sampel dapat diambil dari otak tanpa fiksasi sebelumnya. Sebelum
melakukan fiksasi, otak harus dibilas dengan aliran air dingin yang mengalir selama 1-2 jam.
Pemeriksaan 'otak abnormal' harus selalu dipertimbangkan bersama dengan riwayat medis dan
studi pencitraan neuroradiologi. Pemeriksaan makroskopik harus dilakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip umum, dengan penekanan khusus pada lokasi perubahan patologis dan penerapan
4,16,18,19,20,21,22,23
dokumentasi foto yang tepat atau menandai perubahan pada penampang melintang.
Spesimen dari otak normal dan abnormal harus ditandai dengan huruf alfabet yang
berurutan, misalnya lobus frontal kanan A, parietal kiri B, otak tengah C, dan lain-lain dan
dimasukkan ke dalam kaset yang terpisah (ditandai dengan nomor kasus dan huruf yang sesuai
dengan struktur tertentu). Semua sampel kemudian harus difiksasi dalam kaset selama sekitar 24
jam, menjalani pemrosesan histoteknologi rutin, dan diwarnai dengan menggunakan metode
dasar yaitu haematoxylin-eosin (H&E), dan, jika perlu, tes histokimia, imunohistokimia atau
20,24
ultrastruktural dan molekuler khusus dapat dilakukan. Spesimen harus dievaluasi oleh ahli
neuropatologi atau ahli patologi.
Studi tambahan
Pewarnaan histokimia memungkinkan identifikasi dan lokus komponen jaringan dan
seluler (protein, enzim, karbohidrat, mikroorganisme) berdasarkan struktur kimianya. Teknik
yang paling umum digunakan untuk evaluasi neuron adalah pewarnaan cresyl violet dan metode
impregnasi perak seperti pewarnaan Bielschowsky atau Bodian. Selubung mielin biasanya
ditunjukkan dengan pewarnaan Spielmeyer, luxol fast blue atau variasinya, pewarnaan Kluver-
Barrera. Pewarna merah Kongo digunakan untuk endapan amiloid. Mikroorganisme sebagian
17,19,24,25
besar divisualisasikan dengan pewarnaan PAS dan Grocott. . Imunohistokimia adalah
metode untuk mendeteksi antigen jaringan spesifik pada bagian mikroskopis dengan
menggunakan antibodi yang ditujukan pada elemen/protein patologis yang dicari dalam
26
jaringan. Ada banyak antibodi yang digunakan dalam diagnostik neuropathology termasuk glial
fibrillary acidic protein (GFAP), yang merupakan penanda astrosit, synaptophysin, S-100,
6,20,24
penanda neurofil, LCA, CD68 mikroglia, atau EMA sel meningeal.

Prinsip-prinsip pengumpulan sampel pada keadaan tertentu


Jumlah dan jenis sampel (bagian jaringan) yang diambil, serta metode yang digunakan,
berbeda dan dapat bervariasi secara individual; dapat mencapai 40-50 pada penyakit yang
kompleks atau yang terjadi bersamaan. Gambar 1 dan 2 menunjukkan lokasi anatomi yang paling
penting untuk pengambilan sampel. Aturan umum untuk mengumpulkan sampel pada entitas
penyakit SSP yang paling umum adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Skema sampel berdasarkan lokasi anatomis daerah cedera tersering pada
serebrum

Gambar 2. Skema sampel berdasarkan lokasi anatomis daerah cedera tersering pada
serebellum dan batang otak.
Kerusakan pembuluh darah - Hipoksia/iskemik SSP dan stroke hemoragik
Dalam kasus iskemia SSP, bagian yang harus diambil, tergantung pada penyebab yang
diperkirakan secara klinis, dari area yang paling sensitif terhadap hipoperfusi (yaitu hipokampus,
korteks serebelum, talamus, otak tengah), serta daerah aliran arteri vaskular otak dan tulang
belakang (girus frontal superior dan tengah, girus temporal superior dan tengah, korteks
cingulate, girus oksipital, putamen dengan globus pallidus, vertebra T4). Selain itu, dalam kasus
efek massa yang terlihat secara makroskopis, sampel tambahan dari pons, otak tengah dan
16,20,27
medula oblongata harus diambil. Untuk menilai perubahan vaskular dalam perjalanan
stroke hemoragik atau iskemik, diperlukan penilaian makroskopik yang rinci, mencari trombosis
sinus vena serebral, malformasi vaskular, aneurisma pada daerah lingkaran willis dan pada
bagian awal arteri anterior, tengah, dan posterior; derajat aterosklerosis harus dinilai. Selain itu,
sampel makroskopis yang terlihat Fokus hemoragik dan/atau iskemik harus diambil setiap kali
untuk menilai lesi vaskular pada penyakit pembuluh darah kecil. Dalam kasus stroke lakunar
yang berhubungan dengan hipertensi dan/atau diabetes, sampel harus diambil dari globus
pallidus, putamen, dan pons.
Singkatnya, secara total, minimal 11 bagian (girus frontal superior dan tengah, girus
temporal superior dan tengah, korteks cingulate, girus oksipital, putamen dengan globus pallidus,
hipokampus, korteks serebelum, talamus, otak tengah, dan pons) harus diambil untuk penilaian
cedera iskemik dan perdarahan tanpa adanya kecurigaan klinis terhadap penyakit pembuluh
16,19,20,28,29,30,31
darah tertentu.
Ensefalitis, kondisi infeksi/peradangan
Dalam kasus ensefalitis virus, bakteri, parasit, atau autoimun, dengan tidak adanya
identifikasi patogen, sampel minimal harus diambil dari korteks kedua hemisfer otak (selalu
termasuk yang berasal dari daerah medial kedua lobus temporal dengan hipokampus), dari materi
putih profunda dan materi putih periventrikular, dan dari beberapa tingkat batang otak,
cerebelum, ganglia basal, ganglia paravertebralis, menings, dan kelenjar hipofisis. Sampel terdiri
dari minimal 11 bagian, bahkan hingga 40 bagian dengan penandaan topografi yang ketat.
Metode molekuler atau mikrobiologis dapat digunakan pada sampel untuk mendeteksi agen
16,19,20,24
infektif tertentu.
Penyakit neurodegeneratif
Penyakit neurodegeneratif (ND) merupakan kelompok penyakit SSP heterogen yang
ditandai dengan defisit neurologis progresif yang terkait dengan kerusakan neuron di area
20,22,32
anatomi tertentu, yang sering disertai dengan agregasi protein. Bergantung pada jenis
protein yang rusak dan/atau disimpan secara berlebihan dan inklusi intraseluler, yang diamati
terutama pada neuron, pada sel glial, di antara ND kita dapat membedakan tauopati (paling
sering Penyakit Alzheimer, degenerasi kortikobasal, kelumpuhan supranuklear progresif,
demensia frontotemporal, dan parkinson yang terkait dengan kromosom 17), alfa-sinukleinopati
(Penyakit Parkinson, demensia dengan badan Lewy, atrofi sistem multipel), gangguan
pengulangan trinukleotida (Penyakit Huntington, ataksia spinocerebellar, ataksia Friedrich, atrofi
otot tulang belakang), penyakit prion (penyakit Creutzfeldt-Jakob, insomnia fatal familial,
20,33,34
Gerstmann-Sträussler-Scheinker syndrome), dan lainnya. Sebagai tambahan, pada penyakit
Alzheimer terdapat deposit amyloid terbuat dari beta amyloid, dan pada varian subtype demensia
35,36
frontotemporal terdapat inklusi protein FUS intraselular, TDP-43 atau ubiquitin.
Dibutuhkan minimal 13 sampel untuk diagnosis penyakit neurodegeneratif yang paling
umum termasuk girus frontal tengah, korteks cingulate, girus temporal superior dan tengah,
hipokampus dengan girus hipokampus dan korteks entorhinal, lobulus parietal superior, putamen
dengan globus pallidus, otak tengah, substantia nigra, pons, nukleus kaudatus, vermis serebelar,
20,21,37
korteks serebelum dengan nukleus dentate, dan medula oblongata. Dalam kasus penyakit
alzheimer, penilaian neuropatologis dilakukan berdasarkan protokol CERAD (Consortium to
Establish a Registry for Alzheimer’s Disease), yang mengasumsikan penilaian semi-kuantitatif
jumlah plak senilis dan degenerasi neurofibriler berdasarkan pemeriksaan tiga area
33,38
neokorteks.
Dalam diagnosis penyakit motoneuron, sampel diambil dari setiap tingkat sumsum tulang
belakang, saraf perifer (aksesibilitas yang baik dapat ditemukan di pergelangan kaki di tengah-
tengah antara tendon Achilles dan pergelangan kaki lateral, dan fiksasi yang tepat adalah dalam
21
larutan buffer glutaraldehida) dan otot (otot sternocleidomastoid, diafragma, otot pinggang).
Pada penyakit neuromuskuler (miopati, penyakit mitokondria, penyakit yang ditentukan secara
genetik), sampel yang diperlukan termasuk otot tungkai proksimal dan distal serta saraf tepi yang
1,39
sesuai, tergantung pada gambaran klinis.
Leukodistrofi dan penyakit metabolik
Leukodistrofi merupakan sekelompok penyakit yang melibatkan materi putih. Dalam kasus
otak pasien dengan leukodistrofi, selain spesimen yang khas untuk otak normal, sampel harus
diambil dari subkortikal dan materi putih periventrikular serebri dan serebrum, dan dari tempat
yang berubah secara makroskopis dan yang digambarkan dalam MRI sebagai abnormal. Peran
penting dalam diagnosis penyakit metabolik dimainkan oleh tes molekuler, karena sebagian
40,41
besar didefinisikan sebagai penyakit yang ditentukan secara genetik.
Epilepsi
Pada kasus pasien dengan riwayat kejang epilepsi, terutama yang tidak diketahui penyebab
kematiannya dan dicurigai mengalami kematian mendadak yang tidak terduga pada epilepsi
(SUDEP), disarankan untuk mengambil sampel dari kedua hipokampus dengan korteks
entorhinal, korteks cingulate, girus parahippocampal, girus temporal tengah, girus frontal tengah,
nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus, talamus, vermis serebelum, hemisfer serebelum
42,43
dengan nukleus dentate, dan lesi yang terlihat secara makroskopis (minimal 12 sampel).
Ensefalopati endogen dan eksogen
Ensefalopati endogen merupakan kerusakan pada SSP akibat penyakit organ dalam,
misalnya penyakit jantung, ginjal, pencernaan atau hati, dan perubahan paraneoplastik.
Ensefalopati eksogen paling sering disebabkan oleh faktor eksternal seperti kekurangan vitamin,
keracunan, serta cedera yang disebabkan oleh faktor lingkungan (sekitar 8 sampel tambahan,
19,20
tergantung pada jenis ensefalopati). Agen cedera eksogen yang paling umum untuk SSP
adalah alkohol. Pada pasien dengan riwayat sindrom ketergantungan alkohol, dengan
mempertimbangkan data klinis dan gambar makroskopik, sampel tambahan harus mencakup
korpus kalosum, hemisfer serebral dengan vermis serebelum (bagian atas dan bawah), korpus
mammilaris, materi abu-abu periaquaduktus, daerah periventrikular, pons, dan medula
20,44,45
oblongata.
Pemeriksaan otak janin dan neonatal post mortem
Pemeriksaan otak janin dan neonatal post mortem adalah jenis pemeriksaan neuropatologis
khusus. Dokumentasi medis selain menilai kondisi bayi baru lahir dan komplikasi pada periode
perinatal, juga harus dilengkapi dengan informasi tentang perjalanan kehamilan, penyakit ibu,
46
dan kemungkinan patologi yang terjadi pada saudara kandung atau keluarga.
Pengangkatan otak harus dimulai dengan sayatan di sekitar tengkorak, dari telinga, melalui
oksiput ke telinga yang lain, secara lateral ke area leher dan menuju tulang belakang. Sayatan
seperti itu memungkinkan akses yang lebih baik ke tulang belakang leher untuk mendeteksi
adanya herniasi meningeal, serta untuk mengumpulkan cairan serebrospinal dari saluran tulang
belakang. Setelah melepas kulit kepala, mengukur fontanela, menilai tegangannya, dan
memeriksa tulang tengkorak. Selanjutnya, buka rongga tengkorak dengan membuat sayatan di
sepanjang garis sutura tulang tengkorak, mulai dari daerah ubun-ubun anterior ke depan dan ke
belakang, lalu secara elips di sepanjang dasar tengkorak. Pada tahap ini, lakukan penilaian
adanya perdarahan intrakranial dan munculnya dan kontinuitas dura mater. Sayatan pada falx
serebral kemudian dibuat dan kedua hemisfer serebri diangkat. Pengangkatan otak kecil
dilakukan setelah memotong tentorium serebelum. Medula spinalis servikalis harus dipotong
14,47
melalui foramen magnum sedalam mungkin.
Setelah mengeluarkan seluruh otak, otak harus ditimbang dan ditempatkan dalam wadah
yang berisi larutan fiksatif selama 7-20 hari. Hal ini sangat penting terutama bila dicurigai
adanya hidrosefalus, perdarahan intraserebral atau holoprosensefali. Dalam situasi di mana lesi
post mortem dini dicurigai, upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki otak di dalam
tengkorak adalah dengan menyuntikkan larutan formalin ke dalam ruang subdural dengan jarum
suntik dan sedikit ke dalam sistem ventrikel melalui komisura posterior. Setelah itu, penilaian
makroskopik dan mikroskopik harus dilakukan, dengan memberikan perhatian khusus pada
adanya malformasi, cedera perinatal, dan komplikasi prematuritas (perdarahan matriks germinal,
leukomalasia periventrikular). hemisfer otak, batang otak, dan otak kecil harus dipotong secara
1,46,47
serial pada bidang frontal menjadi irisan dengan diameter tidak lebih besar dari 1 cm.
Jika terdapat kecurigaan klinis hipoksia neonatal, minimal 10 sampel harus diambil dari
korteks serebral dan materi putih periventrikular kedua hemidfer otak, materi abu- abu (talamus,
ganglia basal), hipokampus, otak tengah, pons, medula oblongata setinggi korpus olivari, dan
48
otak kecil dengan nukleus dentate.
Otopsi otak pada dugaan penyakit prion
Kehati-hatian khusus diperlukan saat melakukan otopsi otak jika dicurigai adanya penyakit
37
prion, karena sistem saraf pusat memiliki tingkat infektivitas tertinggi pada penyakit prion.
Pemrosesan jaringan yang tidak terkontaminasi harus dilakukan di laboratorium dengan tingkat
49
keamanan 2 atau lebih tinggi. Sebelum otak difiksasi, setidaknya satu fragmen otak dari korteks
frontal dan otak kecil harus diambil untuk mendapatkan bahan beku segar untuk pengujian
37
biokimia dan genetik. Spesimen yang direkomendasikan adalah satu fragmen korteks frontal,
parietal, oksipital dan temporal, hipokampus, ganglia basal, thalamus, otak tengah, otak kecil,
dan medula oblongata, karena distribusi lesi dapat memiliki intensitas yang berbeda pada daerah
SSP yang berbeda (minimal 10 sampel). Pada spesimen yang dipilih, imunohistokimia yang
50,51,52
mendeteksi bentuk patologis protein prion (PrPSc) harus dilakukan. Kehati-hatian khusus
harus dilakukan jika dicurigai adanya varian Creutzfeldt-Jakob Disease (vCJD), karena selain
50
sistem saraf, infektivitas yang tinggi juga mempengaruhi sistem limfatik dan darah.
Otopsi forensik
Karena perbedaan yang signifikan dalam kinerja otopsi forensik otak, tindakan tersebut
harus dilakukan oleh dokter forensik dengan berkonsultasi dengan ahli saraf. Ruang lingkup post
mortem semacam itu ditentukan oleh rekomendasi yang relevan dalam kedokteran forensik.
Gangguan neuropatologis yang paling umum ditemukan dalam kedokteran forensik adalah
53,54
perubahan SSP pasca trauma, keracunan, serta perubahan pembuluh darah dan hipoksia.
Protokol pemeriksaan neuropatologi post mortem dan kontrol kualitas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan, hasil pemeriksaan bedah mayat otak dan sumsum
tulang belakang dituliskan dalam protokol bedah mayat, yang berisi data pasien dan bagian yang
merujuk, diagnosis klinis, diagnosis neuropatologi makroskopis beserta deskripsi
makroskopisnya, dan hasil pemeriksaan histopatologi dengan metode tambahan serta kesimpulan
55
pemeriksaan.
Kesimpulan dan arah masa depan
Pedoman yang dibahas di atas telah dikembangkan oleh Asosiasi Ahli Saraf Polandia, yang
terdiri dari ahli saraf, ahli saraf, dan ahli patomorfologi yang berurusan dengan masalah ini dan
memiliki pengalaman di bidang bedah otak dan sumsum tulang belakang mayat. Standar yang
diusulkan didasarkan pada pengalaman kami sendiri dan praktik yang baik, rekomendasi dari
negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat, serta literatur yang tersedia. Rekomendasi
tersebut ditujukan untuk menstandarkan prosedur mengenai pemeriksaan post mortem otak dan
sumsum tulang belakang, penanganan bahan jaringan dan metode perumusan protokol dan hasil
eksaminasi di Polandia.
Pedoman ini juga mendefinisikan dasar kerja sama patoklinis dan administratif, dan
memperkenalkan standar dan alat kontrol kualitas saat ini untuk pemeriksaan bedah mayat
neuropatologis. Karena penelitian neurosains yang terus berkembang, maka perlu untuk
mengkorelasikan diagnosis klinis dengan pemeriksaan jaringan otak serta memperkenalkan
standar untuk evaluasi post mortem yang tepat pada sistem saraf pusat. Oleh karena itu, kami
menekankan perlunya melakukan otopsi otak dalam konteks klinis, yaitu pembentukan bank
otak, penjabaran protokol diagnostik terstandarisasi, dan pembuatan basis data online serta
pendidikan berkelanjutan bagi staf medis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Powers JM. Practice guidelines for autopsy pathology. Autopsy procedures for brain,
spinal cord, and neuromuscular system. Autopsy Committee of the College of American
Pathologists. Arch Pathol Lab Med. 1995; 119(9): 777–783, indexed in Pubmed:
7668934.

2. Kuijpers CC, Fronczek J, van de Goot FRW, et al. The value of autopsies in the era of
high-tech medicine: discrepant findings persist. J Clin Pathol. 2014; 67(6): 512–519, doi:
10.1136/jclinpath-2013-202122, indexed in Pubmed: 24596140.

3. The Royal College of Pathologists. Guidelines on autopsy practice. Report of a working


group of The Royal College of Pathologists London, 2002.

4. Love S. Neuropathological investigation of dementia: a guide for neurologists.J Neurol


Neurosurg Psychiatry. 2005; 76(Suppl 5): v8–v14, doi: 10.1136/jnnp.2005.080754,
indexed in Pubmed: 16291923.

5. Kansal K, Irwin DJ. The use of cerebrospinal fluid and neuropathologic studies in
neuropsychiatry practice and research. Psychiatr Clin North Am. 2015; 38(2): 309–322,
doi: 10.1016/j.psc.2015.02.002, indexed in Pubmed: 25998118.

6. Alafuzoff I. Techniques in neuropathology. Handbook of Clinical Neurology. 2018; 145:


3–7, doi: 10.1016/b978-0-12-802395-2.00001-8.

7. Shepherd CE, Alvendia H, Halliday GM. Brain banking for research into
neurodegenerative disorders and ageing. Neurosci Bull. 2019; 35(2): 283– 288, doi:
10.1007/s12264-018-0326-3, indexed in Pubmed: 30604281.

8. Carlos AF, Poloni TE, Medici V, et al. From brain collections to modern brain banks: a
historical perspective. Alzheimers Dement (N Y). 2019; 5: 52–60, doi:
10.1016/j.trci.2018.12.002, indexed in Pubmed: 30775417.

9. Deep-Soboslay A, Benes FM, Haroutunian V, et al. Psychiatric brain banking: three


perspectives on current trends and future direc tions. Biol Psychiatry. 2011; 69(2): 104–
112, doi: 10.1016/j.biopsych.2010.05.025, indexed in Pubmed: 20673875.

10. Nelson PT, Dickson DW, Trojanowski JQ, et al. Limbic-predominant age-related TDP-
43 encephalopathy (LATE): consensus working group report. Brain. 2019; 142(6): 1503–
1527, doi: 10.1093/brain/ awz099, indexed in Pubmed: 31039256.

11. Kretzschmar H. Brain banking: opportunities, challenges and meaning for the future.
Nat Rev Neurosci. 2009; 10(1): 70–78, doi: 10.1038/ nrn2535, indexed in Pubmed:
19050713

12. Josephs KA, Murray ME, Tosakulwong N, et al. Pathological, imaging and genetic
characteristics support the existence of distinct TDP-43 types in non-FTLD brains. Acta
Neuropathol. 2019; 137(2): 227–238, doi: 10.1007/s00401-018-1951-7, indexed in
Pubmed: 30604226.

13. Hill RB, Anderson RE. The autopsy — medical practice and public policy. Elsevier,
Amsterdam 2016.

14. Fyfe-Kirschnerm B, Miller DV. Diagnostic pathology: hospital autopsy. Elsevier,


Amsterdam 2015.

15. Iacono D, Geraci-Erck M, Peng H, et al. Symmetric bihemispheric postmortem brain


cutting to study healthy and pathological brain conditions in humans. J Vis Exp.
2016(118): 54602, doi: 10.3791/54602, indexed in Pubmed: 28060309.

16. Gray F, Duyckaerts C, Girolami U. Escourolle & Poirier Manual of Basic


Neuropathology. 6th edition. Oxford University Press 2018.

17. Moryś J, Narkiewicz O. Neuroanatomia czynnościowa i kliniczna. PZWL, Warszawa


2020.

18. King A, Maekawa S, Bodi I, et al. Simulated surgical-type cerebral biopsies from post-
mortem brains allows accurate neuropathological diagnoses in the majority of
neurodegenerative disease groups. Acta Neuropathol Commun. 2013; 1: 53, doi:
10.1186/2051-5960-1-53, indexed in Pubmed: 24252649.
19. Liberski P, Papierz W. Neuropatologia Mossakowskiego. Czelej, Lublin 2005.

20. Ellison D, Love S, Chimelli LC, Harding B, Lowe J, Vinters HV. Neuropathology:
Reference Text of CNS Pathology. 3rd ed. Elsevier, Amsterdam 2013.

21. Love S. Post mortem sampling of the brain and other tissues in neurodegenerative
disease. Histopathology. 2004; 44(4): 309–317, doi: 10.1111/j.1365-2559.2004.01794.x,
indexed in Pubmed: 15049895.

22. Dugger BN, Dickson DW. Pathology of neurodegenerative diseases. Cold Spring Harb
Perspect Biol. 2017; 9(7): a028035, doi: 10.1101/ cshperspect.a028035, indexed in
Pubmed: 28062563.

23. Filippi M, Brück W, Chard D, et al. Association between pathological and MRI
findings in multiple sclerosis. Lancet Neurol. 2019; 18(2): 198–210, doi: 10.1016/s1474-
4422(18)30451-4, indexed in Pubmed: 30663609.

24. Perry A, Brat D. Practical surgical neuropathology: a diagnostic approach. A volume in


nd
the pattern recognition series. 2 ed. Elsevier, Amsterdam 2017.

25. Mossakowski M, Dymecki J, Wender M. Podstawy neuropatologii. PZWL, Warszawa


1981.
26. Kim SW, Roh J, Park CS. Immunohistochemistry for pathologists: protocols, pitfalls,
and tips. J Pathol Transl Med. 2016; 50(6): 411–418, doi: 10.4132/jptm.2016.08.08,
indexed in Pubmed: 27809448.

27. Love S. Autopsy approach to stroke. Histopathology. 2011; 58(3): 333–351, doi:
10.1111/j.1365-2559.2010.03614.x, indexed in Pubmed: 20666847.

28. Samson M, Jacquin A, Audia S, et al. Stroke associated with giant cell arteritis: a
population-based study. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2015; 86(2): 216–221, doi:
10.1136/jnnp-2014-307614, indexed in Pubmed: 24780954.

29. Søndergaard CB, Nielsen JE, Hansen CK, et al. Hereditary cerebral small vessel disease
and stroke. Clin Neurol Neurosurg. 2017; 155: 45–57, doi:
10.1016/j.clineuro.2017.02.015, indexed in Pubmed: 28254515.

30. Arvanitakis Z, Leurgans SE, Wang Z, et al. Cerebral amyloid angiopathy pathology and
cognitive domains in older persons. Ann Neurol. 2011; 69(2): 320–327, doi:
10.1002/ana.22112, indexed in Pubmed: 21387377.Beuker C, Schmidt A, Strunk D, et al.
31. Primary angiitis of the central nervous system: diagnosis and treatment. Ther Adv
Neurol Disord. 2018; 11: 1756286418785071, doi: 10.1177/1756286418785071, indexed
in Pubmed: 30034536.

32. Armstrong R. What causes neurodegenerative disease? Folia Neuropathol. 2020; 58(2):
93 112, doi: 10.5114/fn.2020.96707, indexed in Pubmed: 32729289.

33. Dickson D, Roy W. Neurodegeneration: the molecular pathology of dementia and


nd
movement disorders. 2 ed. Wiley-Blackwell, Jacksonville 2011.

34. Kovacs GG. Molecular pathological classification of neurodegenerative diseases:


turning towards precision medicine. Int J Mol Sci. 2016; 17(2), doi:
10.3390/ijms17020189, indexed in Pubmed: 26848654.

35. Raz L, Knoefel J, Bhaskar K. The neuropathology and cerebrovascular mechanisms of


dementia. J Cereb Blood Flow Metab. 2016; 36(1): 172– 186, doi:
10.1038/jcbfm.2015.164, indexed in Pubmed: 26174330.

36. Armstrong RA. On the ‘classification’ of neurodegenerative disorders: discrete entities,


overlap or continuum? Folia Neuropathol. 2012; 50(3): 201–208, doi:
10.5114/fn.2012.30521, indexed in Pubmed: 23023335.

37. The Royal College of Pathologists. Neuropathology autopsy practice: post-mortem


examination in dementia. London, September 2014.

38. Besser LM, Kukull WA, Teylan MA, et al. The revised national alzheimer’s
coordinating center’s neuropathology form-available data and new analyses. J
Neuropathol Exp Neurol. 2018; 77(8): 717–726, doi: 10.1093/jnen/nly049, indexed in
Pubmed: 29945202.

39. Margeta M. Top ten discoveries of the year: neuromuscular disease. Free
Neuropathology. 2020; 1: 4, doi: 10.17879/freeneuropathology-2020-2627.

40. Van der Knaap MS, Bugiani M. Leukodystrophies: a proposed classification system
based on pathological changes and pathogenetic mechanisms. Acta Neuropathol. 2017;
134(3): 351–382, doi: 10.1007/ s00401-017-1739-1, indexed in Pubmed: 28638987.

41. Freeman SH, Hyman BT, Sims KB, et al. Adult onset leukodystrophy with neuroaxonal
spheroids: clinical, neuroimaging and neuropathologic observations. Brain Pathol. 2009;
19(1): 39–47, doi: 10.1111/j.1750-3639.2008.00163.x, indexed in Pubmed: 18422757.

42. Thom M, Boldrini M, Bundock E, et al. Review: The past, present and future
challenges in epilepsy-related and sudden deaths and biobanking. Neuropathol Appl
Neurobiol. 2018; 44(1): 32–55, doi: 10.1111/ nan.12453, indexed in Pubmed: 29178443.

43. Aronica E, Mühlebner A. Neuropathology of epilepsy. Handb Clin Neurol. 2017; 145:
193–216,doi: 10.1016/B978-0-12-802395-2.000158, indexed in Pubmed: 28987170.

44. Sutherland GT, Sheedy D, Kril JJ. Neuropathology of alcoholism. Handb Clin Neurol.
2014; 125: 603–615, doi: 10.1016/B978-0-44462619-6.00035-5, indexed in Pubmed:
25307599.

45. Harper C. The neuropathology of alcohol-related brain damage. Alcohol Alcohol. 2009;
44(2): 136–140, doi: 10.1093/alcalc/agn102, indexed in Pubmed: 19147798.

46. Putman MA. Perinatal perimortem and postmortem examination: obligations and
considerations for perinatal, neonatal, and pediatric clinicians. Adv Neonatal Care. 2007;
7(6): 281–288, doi: 10.1097/01. ANC.0000304966.39084.26, indexed in Pubmed:
18097209.

47. Jaiman S. Performing a perinatal autopsy. Journal of Fetal Medicine. 2015; 2(3): 101–
111, doi: 10.1007/s40556-015-0059-6.

48. The Royal College of Pathologists. Guidelines on autopsy practice: Fetal autopsy (2nd
trimester fetal loss and termination of pregnancy for congenital anomaly). London, June
2017.

49. Biosafety in microbiological and iomedical laboratories. 5th ed. September 2009.

50. Ironside JW, Ritchie DL, Head MW. Prion diseases. Handb Clin Neurol. 2018; 145:
393–403, doi: 10.1016/b978-0-12-802395-2.00028-6, indexed in Pubmed: 28987186.
51. Ritchie DL, Ironside JW. Neuropathology of Human Prion Diseases. Prog Mol Biol
Transl Sci. 2017; 150: 319–339, doi: 10.1016/ bs.pmbts.2017.06.011, indexed in Pubmed:
28838666.

52. Kovacs G. Neuropathology of neurodegenerative diseases. A practical guide.


Cambridge University Press 2014.

53. Kalimo H, Saukko P, Graham D. Neuropathological examination in forensic context.


Forensic Sci Int. 2004; 146(2-3): 73–81, doi: 10.1016/j.forsciint.2004.06.022, indexed in
Pubmed: 15542266.

54. McKee AC, Abdolmohammadi B, Stein TD. The neuropathology of chronic traumatic
encephalopathy. Handb Clin Neurol. 2018; 158: 297–307, doi: 10.1016/b978-0-444-
63954-7.00028-8, indexed in Pubmed: 30482357.

55. Polskie Towarzystwo Patologów. Standardy organizacyjne oraz stan- dardy


postępowania w patomorfologii. Wytyczne dla zakładów/pracowni patomorfologii. 1 ed.
Warszawa 2020.

Anda mungkin juga menyukai