Anda di halaman 1dari 36

i

TUGAS SEMINAR KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN


CA PAROTIS POST OPERASI PARODEKTOMI
DI RUANG FLAMBOYAN DI RSUD
ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:


LISMAWARNI (2214901052)
NURLINDA (2214901092)
MELATI SAFITRI (2214901058)
NUR IZYANI (2214901067)

PEMBIMBING :
NS. DEVIYANTI, S. Kep (PRESEPTOR KLINIK)
NS. MUHAMMAD NURMAN, M. Kep ( PRESEPTOR AKADEMIK)

PRODI PROFESI NERS


UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2023

i
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah.
Banyak bantuan yang penulis terima dalam melakukan penyusunan
makalah ini, baik itu bantuan moril maupun materil. Untuk itu ucapan terima
kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Zulkifli Malik Sp.PA selaku direktur RSUD
Arifin Achmad.
2. Ibu Ns. Yenny Safitri. M. Kep selaku Ketua Program Studi
Profesi Ners Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.
3. Bapak Ns. Muhammad Nurman, M.Kep selaku Koordinator
Profesi Keperawatan Medika Bedah dan selaku pembimbing akademik.
4. Ibu Ns. Deviyanti, S. Kep selaku pembimbing ruangan
(Clinical Instrukture).
5. Ibu Ns. Sulis selaku fasilitator ruangan Flamboyan RSUD
Arifin Achmad.
6. Seluruh Perawat dan Staf ruangan Flamboyan.
7. Teman-teman seperjuangan program profesi 2023.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan dimasa mendatang.
Akhirnya penulis berharap semoga malakah ini bermanfaat bagi dunia
keperawatan.

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah... .....................................................................4
C. Tujuan Penulisan..........................................................................4
D. Manfaat Penulisan ....................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Penyakit ................................................................6
B. Asuhan Keperawatan..................................................................29

BAB III PEMBAHASAN KASUS


A. Pengkajian...................................................................................39
B. Diagnosa Keperawatan ..............................................................44
C. Rencana Tindakan Keperawatan.................................................45
D. Implementasi...............................................................................46
E. Evaluasi.......................................................................................46

ii
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumor parotis yang merupakan salah satu tumor kelenjar air liur

yang paling banyak terjadi diantara tumor kelenjar liur lainnya. Tumor

parotis menjadi salah satu tumor yang tingkat progresivitasnya yang

lambat dan biasanya telah terjadi selama beberapa tahun sehingga

membuat para penderita menunda untuk melakukan pengobatan.

Kebanyakan dari mereka yang mengalami tumor parotis karena kurangnya

kesadaran kesehatan dan kesadaran untuk tumor ini, jumlah pasien yang

mencari pengobatan untuk tumor parotis jinak bahkan lebih rendah

daripada tumor ganas. Oleh karena itu, pasien dengan keganasan sangat

terlambat dengan tingkat diferensiasi yang semakin tidak terlihat dan juga

memerlukan radioterapi yang memungkinkan mobilitas tinggi.

(Hernandez-Prera et al., 2021).

Menurut penelitan (Hamad et al., 2021) dalam kurun waktu 20

tahun (2000-2019),terdapat 60 tumor kelenjar ludah (SGT) yang

terdiagnosis di bagian patologi rongga mulut departemen kedokteran

mulut, patologi rongga mulut, diagnosis rongga mulut dan radiologi

fakultas kedokteran gigi Universitas Benghazi,Libya. Dari jumlah tersebut,

25 (41,7%) jinak, dan35 (58,3%) adalah tumor ganas dengan rasio jinak:

ganas didistribusikan di antara dua subtipe histologis jinak dan sepuluh

ganas.
3

Penilitian yang di lakukan pada tahun 2018 diperoleh data bahwa

frekuensi tumor parotis lebih tinggi sekitar 36% dari tahun sebelumnya

yaitu 2017 dengan hasil 16,7%. Hasil ini menunjukkan bahwa tumor

kelenjar parotis berfluktuasi dari tahun ke tahun. Namun, karena data

penelitian yang tidak lengkap tentang tumor kelenjar ludah di Indonesia,

kami tidak dapat secara andal menetapkan variabel insiden tumor kelenjar

parotis (Sentyaningrum et al., 2021).

Asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien tumor parotis

post op parotidektomi amemperoleh data yakni pasien mengatakan

merasakan nyeri karena benjolan di dekat telinga sebelah kiri, alasan dari

pasein masuk rumah sakit akan dilakukan tindakan operasi pada benjolan

tersebut. Lama keluhan yang dirasakan pasien kurang lebih 3 bulan dan

rasa nyeri bertambah apabila pasien berkativitas cukup banyak, pasien

juga sudah pernah memeriksakan di rumah sakit rembang namun tidak ada

perkembangan.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat tumor parotis antara lain

kerusakan wajah karena adanya penekanan saraf oleh tumor atau cedera

saat oprasi parotidektomi, kemungkinan adanya pertumbuhan tumor

meskipun pasien sudah melakukan pengobatan umumnya tidak bisa

menghilangkan jaringan tumor secara sempurna kemungkinan sisa

jaringan ini bisa kambuh dan berkembang baik sebagai tumor jinak

maupun ganas, adanya kerusakan pada saraf telinga akibat pembedahan


4

atau penekanan pada tumor yang membuat pendengaran menurun (Mutlu

& Kaya, 2019).

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawaan pasa pasien

dengan tumor parotis pos op parotidektomi sebagai pemberi asuhan (care

provider) yaitu memberikan bantuan kepada pasien guna memperoleh

kembali kesehatan dan kehidupan mandiri yang optimal melalui

pemulihan dari fisik, emosional, spiritual dan social. Perawat sebagai

pendidik (educator) yaitu membantu pemulihan kesehatan pasien dengan

cara memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien maupun kelurga

dan lingkungannya, yang bertujuan mengubah kebiasaan hidup dari pasien

atau keluarga agar termotivasi untuk hidup sehat dan terhindar dari

gangguan kesehatan di masa depan. Perawat sebagai pembela (advocate)

yaitu perawat melindungi hak-hak dari pasien sesuai dengan pengetahuan

dan wawasan, juga memberikan layanan informasi untuk mengambil

keputusan persetujuan dari pasien atas tindakan yang akan dilaksanakan.

Perawat sebagai pemimpin komunitas (community leader) yaitu peran

yang berhunungan dengan ruang lingkup kerja dan biasanya perawat juga

berperan sebagai pemimpin dalam sekelompok komunitas dan menjadi

kepala manajemen keperawatan dalam menangani pasien (Purba, 2018).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan

masalah keperawatan pada pasien ca parotis post op paratidectomy ?”


5

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memperoleh pengalaman dan gambaran secara langsung dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien ca parotis post op

paratidectomy .

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis pada pasien

ca parotis post op paratidectomy .

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis

pada pasien ca parotis post op paratidectomy.

c. Menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis

pada pasien ca parotis post op paratidectomy.

d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa

medis pada pasien ca parotis post op paratidectomy.

e. Melakukan evaluasi keperawatan Risiko cidera pada pasien dengan

diagnosa medis pada pasien ca parotis post op paratidectomy.


6

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik

1. Pengertian

Tumor parotis merupakan salah satu tumor dengan tingkat

progresivitas yang cukup lambat, dan biasanya sudah terjadi selama

beberapa tahun sebelum pasien mencari pengobatan untuk mengatasinya.

Kurangnya kesadarn dari mereka memiliki kurangnya kesadaran kesehatan

juga kewaspadaan terhadap tumor ini, membuat jumlah penderita yang

melakukan pengobatan tumor parotis jinak bahkan kurang daripada yang

ganas. Usia rata rata pasien dengan tumor parotis sekitar 45 tahun. Pada

penderita yang berusia kurang dari 16 tahun terdapat sebanyak 2%

kejadian tingkat keganasan. kelenjar liur yang didominasi dengan tumor

parotis lebih banyak dialami oleh perempuan (52,9%) dibandingkan laki-

laki (47,1%)(Sentyaningrum et al., 2021).

2. Etiologi

Etiologi dari tumor ini tidak diketahui, tetapi insiden tumor ini

telah meningkat dalam 15-20 tahun terakhir sehubungan dengan paparan

radiasi. Satu studi menunjukkan bahwa virus simian onkogenik (SV40)

mungkin berperan dalam timbulnya atau perkembangan adenoma

pleomorfik. Iradiasi kepala dan leher sebelumnya juga merupakan faktor

risiko perkembangan tumor ini (Hernandez-Prera et al., 2021).


7

3. Patofisiologi

Tumor bentuk bulat di lobus profunda dapat ekstensi ke posterior

melalui celah diantara mandibula dengan ligamen stilomandibular sehingga

tampak benjolan di parafaring, disebut Dumbbell tumor (Djohan et al.,

2020).

Hal ini ditandai menggunakan proliferasi campuran epitel poligonal

dan sel mioepitel berbentuk gelendong pada matriks stroma variabel dari

mukoid, miksoid, tulang rawan atau hialin. Elemen epitel umumnya asal sel

poligonal, gelendong atau berbentuk bintang yang dapat diatur untuk

menghasilkan struktur seperti saluran, lembaran, rumpun, atau untaian

jalinan. Saluran serta tubulus terlihat umumnya menunjukkan lapisan luar

selain lapisan sel epitel kuboid bagian dalam. Ini adalah lapisan sel

mioepitel luar (atau lapisan) yang menyatu menggunakan stroma sekitarnya

yang jua mengandung sel elemen mioepitel yang tersebar atau menggumpal.

Area metaplasia skuamosa dan mutiara epitel bisa ditemukan. Tumor tak

memiliki kapsul sejati serta dikelilingi sangkapsul pseudo fibrosa

menggunakan ketebalan bervariasi. Tumor meluas melalui parenkim

kelenjar normal dalam bentuk pseudopodia seperti jari. ekstensi mikroskopis

ini menyebutkan risiko tinggi kekambuhan pada masalah yang diobati

menggunakan enukleasi sederhana atau reseksi bedah yang dilakukan

menggunakan margin bedah yang tak memadai (Bokhari, 2020).


8

4. Manifestasi klinis

Menurut (Erindra et al., 2018) manifestasi klinis yang terjadi pada

penderita parotis antara lain : air liur dirasakan tidak bertambah atau

berkurang. Tidak terdapat hidung tersumbat, hidung berdarah, pandangan

ganda, telinga berdenging, telinga terasa penuh, keluar cairan dari telinga,

kebas dipipi kanan, maupun wajah mencong. Tidak terdapat nyeri

menelan, sukar menelan, sukar membuka mulut. Tidak ditemukan

benjolan dileher, ketiak maupun lipat paha. Penurunan berat badan tidak

ada.

5. PemeriksaanDiagnostik

Menurut (Lisnawati et al.,2012) Aspirasi jarum halus(FNA)

merupakan prosedur yang efektif dan aman untuk menganalisis lesi

kelenjar saliva. Berbagai fitur morfologi dan sitomorfologi yang tumpang

tindih dapat membawa kesulitan dalam diagnosis lesi kelenjar ludah.

Sejumnlah penelitian telah menunjukkan akurasi diagnostik FNA saliva

adalah sensitivitas 81-98% dan positif palsu 1-14%.

Teknik US saat ini dapat berkontribusi pada diagnosis diferensial lesi

parotid. Dalam 80-90% kasus tumor terlokalisasi di lobussuperfisial.

Biasanya US adalah metode pilihan awal untuk diagnosis tumor parotis,

karena sejumlah besar keuntungan (biaya rendah, dapat diakses, teknik

non-invasif dan non-iradiasi). Pada USG, adenoma pleomorfik(PMA)

biasanya menunjukkan batas yang jelas, ekotekstur yang dominan

homogen, peningkatan akustik, kalsifikasi fokal internal (jarang),area


9

degenerasi anechoic/kistik. Tumor Warthin (WT) biasanya memiliki batas

yang jelas, perubahan kistik internal, septasi internal hyper echoic, struktur

yang lebih tidak homogen dan peningkatan akustik. Tumor ganas derajat

rendah yang kecil mungkin tampak berbatas tegas, homogen dan

hipoekoik,sedangkan tumor ganas derajat tinggi yang besar menunjukkan

batas yang tidak teratur dan tidak jelas, ekotekstur heterogen, penyebaran

ekstra-glandular dan adenopati serviks patologis dapat diidentifikasi (Stoia

et al., 2021).

6. Komplikasi

Menurut(Mutlu & Kaya, 2019) Komplikasi yang dapat terjadi

akibat tumor parotis antara lain kerusakan wajah karena adanya penekanan

saraf oleh tumor atau cedera saat oprasi parotidektomi, kemungkinan

adanya pertumbuhan tumor meskipun pasien sudah melakukan pengobatan

umumnya tidak bisa menghilangkan jaringan tumor secara sempurna

kemungkinan sisa jaringan ini bisa kambuh dan berkembang baik sebagai

tumor jinak maupun ganas, adanya kerusakan pada saraf telinga akibat

pembedahan atau penekanan pada tumor yang membuat pendengaran

menurun. Sedangkan komplikasi pasca operasi yang paling sering terlihat

adalah kelumpuhan wajah sementara (20%), kelumpuhan wajah permanen

(2,5%)
10

7. Penatalaksanaan Medis

Setiap pelaksaan kasus tumor selalu menyertakan eksisi bedah,

tetapi pemilihan pengobatan definitif didasarkan pada tidak hanya stadium

tumor, namun juga terajat tumor. Menurut (Kentjono, 2006) Prinsip

pembedahan pada tumor parotis yalah mengangkat seluruh tumornya

(ablasi), dan preservasi nervus fasialis. Macam pembedahan pada tumor

parotis, dapat berupa:

1. Parotidektomi superfisial

Yaitu mengangkat lobus superfisial parotis, sebelah lateral nervus

fasialis. Indikasi operasi ini untuk tumor jinak dan tumor ganas dini

(Tl, T2) dengan derajat keganasan rendah. Tumor yang letaknya psada

lobus superfisial dilakukan parotidektomi superfisial, jaringan yang

diperoleh dari operasi ini dilakukan pemeriksaan VC. Bila hasil VC

jinak maka operasi selesai, tetapi bilahasil VC positif ganas maka

operasi dilanjutkan dengan mengangkat lobus profunda (parotidektomi

total) dengan usaha maksimal untuk menyelamatkan (preservasi)

nervus fasialis.

2. Parotidektomi total

Yaitu pengangkatan seluruh kelenjar parotis beserta tumornya.

Indikasi operasi ini untuk tumor jinak yang rekuren, tumor jinak lobus

profunda dan tumor ganas parotis terutama keganasan derajat tinggi.

Pada kasus keganasan, untuk mendapatkan bukti radikalitas operasi

(negative free margin) secara rutin di bagian-bagian tepi jaringan yang


11

dikeluarkan saat operasi dilakukan pemeriksaan VC. Bila klinis teraba

pembesaran kelenjar getah bening leher (kel. sentinel di daerah

subdigastrikus) dan hasil VC positif ganas, dilakukan juga diseksi

leher radikal (RND) atau modifikasi (modified radical neck

dissection). Pada kasus tumor jinak lobus profunda, dilakukan usaha

menyelamatkan nervus fasialis semaksimal mungkin. Oleh karena itu,

setiap dokter yang melakukan operasi parotis harus mampu melakukan

teknik pengeluaran tumor dengan benar agar terhindar dari komplikasi

terputusnya syaraf fasialis. Sedangkan tumor ganas pada kelenjar

parotis, biasanya nervus fasialis sudah rusak (putus) sehingga memang

tidak bisa dipertahankan lagi. Bila nervus fasialis masih utuh (jarang)

maka diusahakan menyelamatkan syaraf yang penting ini, tetapi

seringkali terpaksa harus dikorbankan untuk memperoleh radikalitas

pembedahan. Bila bagian tepi ujung-ujung syaraf fasialis didapakan

hasil VC negatif, dianjurkan untuk segera melakukan nerve grafting

dengan nervus aurikularis magnus, atau suralis (end to end

anastomosis) dengan teknik bedah mikro.

3. Parotidektomi radikal.

Disini dilakukan parotidektomi total disertai pemotongan otot

maseter, ramus mandibula dan jaringan sekitarnya yang dianggap

perlu. Nervus fasialis tak diperhatikan lagi karena sudah rusak.

Biasanya hasil FNAB atau VC kelenjar leher positip (ganas) sehingga

dilanjutkan dengan RND. Indikasi operasi ini untuk tumor ganas


12

parotis yang infiltratif, mengenai struktur di sekitarnya (T3,T4). Perlu

seleksi ketat sebelum memutuskan melakukan pembedahan yang besar

(radikal) ini, harus dipertimbangkan benar tentang resiko pembedahan

dan biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan manfaat/hasil

pembedahan.

A. Penatalaksanaan Keperawatan

I. Pengkajian

1) Identitas klien

Identitas klien seperti nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,

alamat, agama, pekerjaan, suku bangsa, tanggal, dan jam masuk rumah

sakit dan diagnosa medis.

2) Keluhan umum

3) Riwayat Kesehatan

a) Riwayat penyakit sekarang

b) Riwayat penyakit dahulu

c) Riwayat kesehatan keluarga

d) Riwayat psikososial spiritual

Mengkaji respon emosi yang dialami klien terhadap penyakit

yang dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta

respon atau pengaruh dalam kehidupan sehari - hari baik dalam

kehidupan keluarga maupun dalam masyarakat.


13

4) Pola-pola kesehatan

Dalam tahap pengkajian ini perawat perlu mengetahui pola - pola

dan fungsi kesehatan dalam proses keperawatan saat ini

a) Pola persepsi dan tata laksana

b) Pola nutrisi dan metabolisme

c) Pola eliminasi

d) Pola istirahat dan tidur SULA

e) Pola aktivitas

f) Pola hubungan interpersonal dan peran

g) Pola persepsi dan proses diri

h) Pola sensori dan kognitif

i) Pola reproduksi dan seksual

j) Pola keyakinan dan tata nilai

II. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Tanda - tanda yang harus ditulis adalah keadaan kesadaran

klien seperti composmentis, apatis, gelisah, spoor, koma tergantung

pada keadaan klien masing-masing.

b. Pemeriksaan kepala

Pada umumnya pemeriksaan yang dilakukan pada bagian

kepala apakah ada benjolan atau tidak.


14

c. Sistem Integumen

Perhatikan adanya pembengkakan atau tidak, pada bagian ini

biasanya sering terjadi.

d. Sistem pernafasan

Klien yang mengalami parotis biasanya tidak mengalami

kelainan pada pernafasan.Pada pemeriksaan palpasi dada simetris

kanan dan kiri. Auskultasi tidak mendengar suara tambahan.

e. Sistem kardiovaskuler

Pada pemeriksaan inspeksi tidak ada iktus jantung.Pemeriksaan

palpasi nadi lebih meningkat. Auskultasi biasanya tidak ada suara

murmur pada jantung.

f. Sistem pencernaan

Inspeksi pada abdomen simetri, abdomen datar. Palpasi tidak

terdapat defans muscular. Perkusi ada pantulan gelombang cairan. Dan

auskultasi terdengar suara usus normal.

g. Sistem persyarafan

Status mental klien diobservasi pada penampilan dan tingkah

laku klien.Status mental klien biasanya tidak mengalami perubahan.

h. Sistem Musculoskeletal

Pada pemeriksaan ini harus dilakukan dan harus dikaji apakah

ada nyeri tekan, panas, kemerahan dan edema pada ekstremitas bawah.

i. Sistem integumen, imunitas, dan kuku Warna kulit dan kondisi luka

yang di alami klien (et al., 2019).


15

III. Diagnosa keperawatan dan fokus intervensi

Diagnosa keperawatan merupakan suatu bagian integral dari suatu

proses keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah langkah dasar dalam

penyusuanan rencana asuhan keperawatan yang merupakan keputusan

klinis mengenai seseorang, kelurga, ataupun masyarakat sebagai salah satu

dari masalah kesehatan yang dialami. Diagnosa keperawatan merupakan

penilaian klinis terhadap pengalaman atau respom individu, keluarga, atau

komunitas pada masalah kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau

proses kehidupan (PPNI,2017).

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis

2) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan

3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk

tubuh

4) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses penyakit

IV. Intervensi Keperawatan

Segala bentuk terapi yang dikerjakan olah perawat yang didasarkan

pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan,

pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga, dan

komunitas (PPNI, 2018).

a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis.

kriteria hasil : Keluhan nyeri menurun, meringis menurun, frekuensi

nadi membaik, frekuensi nafas membaik, tekanan darah membaik.


16

Intervensi:Manajemen Nyeri

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,intensitas,

kuantitas nyeri

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifkasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri

4) Monitor efek samping penggunaan analgetik

5) Berikan teknik non farmakoligis untuk mengurangi nyeri

6) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri

7) Fasilitasi istirahat dan tidur

8) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

9) Jelaskan strategi meredakan nyeri

10) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri

b) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan.

Kriteria hasil : kekuatan otot menelan meningkat, kekuatan otot

menyunyah meningkat, frekuensi makan membaik

Intervensi : manajemen nutrisi

1) Identifikasi status nutrisi

2) Identifikasi kebutuhan kalori

3) Monitor asupan makanan

4) Monitor hasil laboratorium

5) Berikan makanan yang tinggi kalori

6) Berikanan makanan yang tinggi serat untuk mencegah terjadinya


17

konstipasi

7) Ajarkan dirtying diprogramkan

8) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan

c) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk

tubuh.

Kriteria hasil : citra tubuh meningkat

Intervensi : promosi citra tubuh

1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan

2) Identifikasi budaya, agama, jenis kelami, dan umur terkait citra

tubuh

3) Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah

4) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri

5) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh

d) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit

Kriteria hasil : keluhan tidak nyaman menurun, kesulitan tidur

menurun, pola tidur membaik.

Intervensi : pengaturan posisi

1) Tempatkan pada posisi teurapetik

2) Atur posisi tidur yang disukai

3) Berikan bantal yang tepat pada dileher

4) Hindari menempatkan pada posisi yang dapat menempatkan nyeri

5) Hindari posisi yang yang menimbulkan ketegangan pada luka.


18

Pathway

Tumor Parotis

Proses inflamasi Parodictomy

Pembengkakkan kelenjar
Luka operasi
parotis

Mendesak sel Kesulitan untuk Ukuran organ Trauma Tempat invasi


saraf mengunyah abnormal Jaringan kuman

Nyeri akut Anoreksia Ganggaun Nyeri Akut Resiko


citra tubuh Infeksi

Gangguan Defisit Nutrisi


rasa nyaman
19
28

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian dasar

1. Identifikasi
Kamar/ruang : Poli Anak
Tanggal Pengkajian : 20-01-2022
Tanggal Masuk RS : 20-01-2022
Waktu Pengkajian : 09.00 WIB
No.Rekam Medis : 01084259
Diagnosa Medis : Epilepsi
Nama Inisial Klien : An. SA
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Klien datang ke poli klinik anak RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada
tanggal 20 Januari 2020 pukul 08.30 WIB dengan keluhan kejang 3 hari
yang lalu dengan durasi ± 5 menit, klien ingin kontrol dan CT Scan ke
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Klien memiliki diagnosa medis
epilepsi dan riwayat serebral palsy.
3. Keluhan Utama saat pengkajian
Saat dilakukan pengkajian, keluarga mengatakan An. SA tiba-tiba
pingsan dan kejang jika kelelahan. Tubuh klien kaku, keadaan umum
pasien lemah, klien apasia. Aktivitas klien dibantu oleh keluarga.
B. Pengkajin Keperawatan

1. Penampilan Umum
Kesadaran klien composmentis dengan GCS E4M6Vapasia, klien
tampak lemah, tidak ada sianosis, turgor kulit klien baik, klien
memiliki riwayat penyakit cerebral palsy dan epilepsi sejak usia An.
SA berumur 6 bulan, dan tidak ada edema pada tubuh klien.
29

2. Pengkajian Tanda Vital


Saat dilakukan pengkajian tanda-tanda vital pada An. SA, di dapat TD:
110/65 mmHg, nadi An.SA 98 x/menit, irama teratur, denyut teraba
lemah. Pernafasan 20 x/menit, jalan nafasnya bersih. Suhu tubuh An. C
adalah 36,2oC dan kulit teraba hangat.
3. Pengkajian Respirasi
Tidak ada otot bantu pernapasan, napas klien normal, suara napas klien
vesikuler.
4. Pengkajian Sirkulasi
Tidak ada pendarahan, tidak ada distensi vena jugularis, klien tanpak
lemah CRT : 2 detik, tidak ada parestesia.
5. Pengkajian Nutrisi dan Ciaran
Tidak ada gangguan menelan, ada sariawan, klien tidak mengalami
diare, terjadi penurunan nafsu makan, tidak ada nyeri abdomen, klien
tidak mengeluh haus.
6. Pengkajian Eliminasi
Klien mampu BAK, klien mampu menahan BAK, klien tidak
mengalami disuria, klien tidak terpasang kateter.
7. Pengkajian Akivitas dan Istirahat

Kekuatan otot 4444 4444

4444 4444

Sendi klien tampak kaku saat bergerak, tidak ada nyeri saat bergerak,
klien tampak lesu, fisik klien lemah.
8. Pengkajian Neurosensori
Klien mengatakan kepalanya terasa sakit, tidak ada cidera medula
spinalis, tidak mengeluh sulit menelan, dan tidak ada hematemasis.
30

9. Pengkajian Nyeri dan Kenyamanan


Klien tampak tidak nyaman, klien tampak meringis, tidak ada
diaforesis.
10. Pengkajian Tumbuh kembang
TB: 140 cm, BB : 28 kg, tahap perkembangan kognitif, bahasa dan
komunikasi, serta tahap sosialisai klien terganggu, saat ini klien belum
mampu bicara, pertumbuhan dan perkembangan klien terganggu
karena adanya riwayat cerebral palsy yang di derita sejak An. SA
berumur 1 tahun.
11. Pengkajian Keamanan dan Proteksi
Terdapat gatal-gatal pada kulit, keluarga mengatakan kejang berulang
pada hari ke dua, kulit klien tampak kemerahan, klien tidak menggigil,
tidak terdapat luka operasi pada tubuh klien, dan ada riwayat jatuh saat
klien berumur 6 bulan. Klien mengalami ketidakamanaan transportasi
(fisik).
12. Terapi
a. Paracetamol 3x500 mg
b. Depakote 250mg
c. Divalpi 3x250 mg
31

Tabel 3
Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1 Ds : - Keluarga mengatakan klien Gangguan Ketidakefektifan perfusi
memiliki riwayat cerebral serebrovaskuler, jaringan serebral
palsy penyakit nerulogis
- Keluarga mengatakan klien (cerebral palsy).
sedang mengalami sakit
kepala
Do : - GCS: 10 + apasia
- Kesadaran CM
- Klien tampak lemah
- Klien tampak bingung

2 Ds : - Keluarga mengatakan klien Ketidakamanan Risiko cidera


memiliki riwayat kejang berulang transportasi,
- Keluarga mengatakan dalam perubahan orientasi
beraktivitas sehari-hari klien afektif, gangguan
dibantu keluarga mobilitas fisik
Do : - Skor kekuatan otot 4
- Aktivitas klien dibantu keluarga
- Pasien memiliki riwayat kejang

3 DS: - Keluarga mengatakan tangan Keterbatasan


Gangguan aktifitas fisik
dan kaki klien sulit untuk neuromuskuler
digerakkan
- aktivitas perlu dibantu
Do: Kekuatan otot

4 4
4 4
- Semua kebutuhan akftivitas
klien dibantu oleh orang tua

C. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


gangguan serebrovaskuler, penyakit nerulogis (cerebral palsy).
b. Resiko cidera berhubungan dengan ketidakamanan transportasi (klien
mempunyai penyakit CP), Perubahan orientasi afektif, perubahan
fungsi psikomotor (gangguan mobilitas fisik).
c. Gangguan aktifitas fisik berhubungan dengan keterbatasan
neuromuskuler.
32

D. Rencana Keperawatan

Tabel 4
Rencana Asuhan Keperawatan

Tanggal DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
20 Januari Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen serebral
2022 jaringan serebral selama 3x3 jam diharapkan  Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran,
dibuktikan dengan ketidakefektifan jaringan serebral teratasi keluhan pusing, pingsan
dengan kriteria hasil :
 Riwayat cerebral palsy  Monitor tanda-tanda vital
 Tidak terjadi kejang  Catat perubahan klien dalam berespon terhadap
 Mengalami sakit kepala
 TTV dalam batas normal stimulus
 Keadaan umum lemah dan
 Tekanan intrakanial normal  Dorong keluarga untuk bicara pada klien
kebingungan
 Ukuran pupil normal  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti
 Pola istirahat tidur tercukupi kejang sesuai kebutuhan
 Tidak terjadi sakit kepala Monitoring peningkatan inrakanial
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Periksa klien adanya gejala kaku kuduk
 Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
mengoptimalkan perfusi serebral
20 Januari Resiko cidera dibuktikan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen keselamatan lingkungan
2022 dengan selama 4x4 jam diharapkan tingkat cidera Observasi
 Riwayat CP dan Epilepsi menurun dengan kreteria hasil :  Identifikasi kebutuhan keselamatan
 Tidak ada kejadian cidera  Monitor prubahan status keselamatan lingkungan
 Terdapat ketidakamanan
 Tidak ada luka lecet Terapeutik
transportasi (klien
Tidak ada fraktur
mempunyai penyakit CP)  Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis.
 Perubahan orientasi afektif Fisisk, biologis, dan kimia)
 Perubahan fungsi  Modifikasi lingkungan utuk meminimalkan
Psikomotor(gangguan bahaya dan resiko
mobilitas fisik)  Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
 Gunakan perangkat pelindung
 Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
Edukasi
Ajarkan individu keluarga dan kelompok resiko tingggi
bahaya lingkungan
33
20 Januari Gangguan aktifitas fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Bina hubungan saling percaya
2022 dibuktikan dengan selama 3x3 jam diharapkan klien dapat
 Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
 Kekuatan otot 4 bermobilisasi sesuai kemampuan dengan
kriteria hasil :  Monitor kekuatan otot klien
 Tangan dan kaki sulit  Mulai melakukan latihan rentang gerak, aktif dan
 Mampu melakukan aktivitas
untuk digerakkan sehari-hari dengan mandiri pasif pada semua ekstremitas
 Aktivitas dibantu oleh  ADL : Mandiri  Melatih melangkah dan berjalan.
keluarga
34
E. Catatan Perkembangan

Tabel 5
Catatan Perkembangan
No. Tanggal & IMPLEMENTASI Tanggal & EVALUASI
DX pukul pukul
Kep.
1. 20/01/2022 20/01/2022
09.00 WIB  Memonitor adanya kebingungan, 09.00 WIB S:
perubahan pikiran, keluhan pusing,  Kluarga mengatakan klien
pingsan terakhir kejang 3 hari yang lalu,
 Memonitor tanda-tanda vital keluarga mengatakan klien sering
09.15 WIB
 TD: 110/65 mmHg gelisah.
O:
 N: 98x/i
 Tidak terjadi trauma fisik
 RR: 28x/i
 Riwayat CP
 S: 36,2 ‘C  Tidak ada luka lecet
 Mencatat perubahan klien dalam
09.30 WIB  Tidak terjadi fraktur
berespon terhadap stimulus  TD: 110/65 mmHg
 Mendorong keluarga untuk bicara pada  N: 98x/i
09.40 WIB
klien  RR: 28x/i
 Berkolaborasi dengan dokter dalam  S: 36,2 ‘C
pemberian anti kejang sesuai A : Masalah teratasi sebagian
kebutuhan P : Intervensi dilanjutkan oleh keluarga dirumah
 Depakote 250mg - Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan
perfusi serebral
- Memonitor adanya kejang
- Mengajak klien berbicara
- Memberikan obat secara teratur

2. 20/01/2022  mengidentifikasi kebutuhan 20/01/2022 S : Keluarga mengatakan paham apa saja faktor risiko cidera
10.00 WIB keselamatan 10.00 WIB O : - Klien dijaga oleh keluarganya
 Monitor perubahan status keselamatan - Tidak terjadi trauma fisik
10.20 WIB : keamanan lingkungan - Riwayat CP
 menghilangkn bahaya keselamatan - Tidak ada luka lecet
10.30 WIB - Tidak terjadi fraktur
lingkungan : keselamatan fisik
- TD: 110/65 mmHg
 mengguunakan perangkat pelindung - N: 98x/i
10.40 WIB
35
 memfasilitasi relokasi ke - RR: 28x/i
lingkungan yang aman : menjauhkan - S: 36,2 ‘C
barang yang membahayakan saat A : Masalah teratasi sebagian
kejang P : Intervensi dilanjutkan oleh keluarga dirumah
- Tempatkan anak pada tempat tidur yang lunak dan rata
seperti bahan matras
- Pasang pengaman di kedua sisi tempat tidur
- Jaga klien saat timbul serangan kejang
- Antisipasi alat untuk penghalang lidah tergigit saat
kejang seperti sendok yang dibaluti kain.

3. 20/01/2022
11.00 WIB 20/01/2022
11.00 WIB S : Keluarga mengatakan anggota gerak klien masih lemah
 Melakukan bina hubungan O : - K/U lemah
11.10 WIB saling percaya - Aktifitas masih dibantu keluarga
 Mengkaji kemampuan klien dalam - Skor motorik 4
11.30 WIB - TD: 110/65 mmHg
mobilisasi
- N: 98x/i
 Memonitor kekuatan otot klien - RR: 28x/i
12.45 WIB
 Melatih rentang gerak, aktif dan pasif - S: 36,2 ‘C
pada semua ekstremitas A : Masalah belum teratasi
 Melatih melangkah dan berjalan. P : Intervensi dilanjutkan oleh keluarga dirumah
- Melatih rentang gerak, aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
- Melatih melangkah dan berjalan.
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas kesenjangan antara tinjauan teoritis dan tinjauan
kasus dengan diagnosa Tumor parotis post op parotidektomi di ruangan Flamboyan
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Tinjauan kasus merupakan permasalahan yang
ditemukan di ruang Flamboyan pada tanggal 20 Januari 2023 Pembahasan ini dibuat
dengan langkah proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
meliputi :
a. Pengkajian
Tahap ini merupakan langkah awal dilakukan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan tumor parotis post op parotidektomi . Di dalam
melakukan pengkajian ini tidak menemukan kendala yang berarti karena
keluarga pasien kooperatif dalam menjawab pertanyaan yang ditanyakan.
Ditemukan adanya kesenjangan yang berarti antara teroritis dan kasus yang
ditemukan dilapangan, karena asuhan keperawatan ini dilakukan diruangan
flamboyan dengan waktu 1 hari pengkajian saja.
b. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang diperoleh pada klien kelolaan
didapatkan 4 diagnosa keperawatan, meliputi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses penyakit


Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus, karena asuhan keperawatan ini dilakukan diruangan
flamboyan dengan waktu 1 hari pengkajian saja, dimana diagnosa teori adalah
sebagai berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

3.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh

4.Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses penyakit

c. Intervensi
Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah ditegakkan. Adapun acuan dalam penyusunan intervensi
keperawatan menggunakan materi yang ada di buku bahan ajar seperti buku
keperawatan medical bedah Brunner dan Suddarth, rencana asuhan keperawatan
oleh SDKI,SLKI SIKI, serta buku keperawatan lainnya yang dimana sesuai
dengan keadaan pasien dan situasi serta kondisi yang ada di flamboyan RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru.
Penyusunan intervensi antara teori dan tinjauan kasus terdapat
kesenjangan, sebab intervensi yang dilakukan kepada Tn.S berbeda dengan teori
yang muncul dalam tinjauan teori.

d. Implementasi
Implementasi dilakukan selama 3 jam. Tidak semua implementasi yang
dilakukan pada pasien kelolaan berdasarakan intervensi yang telah dibuat.
Implementasi yang dilakukan berdasarkan prioritas masalah yang diangkat.
Implementasi dapat dilakukan dengan baik, hal ini dikarenakan adanya kerja
sama yang baik antara mahasiswa ners dan keluarga pasien dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya. Dalam hal ini juga
mendapatkan bimbingan dan kesempatan yang baik dari pembimbing dan
perawat dalam pelaksanaan tindakan sehingga tindakan keperawatan dapat
terlaksana sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam mengatasi masalah
pada pasien.
e. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan
setelah tindakan keperawatan dilaksanakan. Dari 4 diagnosa keperawatan 1
diagnosa sudah teratasi yaitu risiko cidera. Untuk diagnosa gangguan perfusi
jaringan serebral dan gangguan aktifitas fisik masih belum teratasi dan akan
dilanjutkan oleh keluarga di rumah.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada tahap pengumpulan data penulis tidak mengalami kesulitan karena


penulis telah mengadakan perkenalan dan menjelaskan maksud penulis yaitu
untuk melaksanakan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis tumor parotis
post op parotidektomi sehingga keluarga terbuka dan mengerti serta kooperatif.
Pada kasus Tn.S didapatkan data fokus riwayat nyeri, keadaan umum
lemah, dan aktivitas dibantu hasil observasi pasien tekanan darah : 128/80
mmHg, suhu tubuh : 36,7ºC, nadi : 90 x/menit, RR : 20 x/menit.
Adapun dalam menegakkan diagnosa terdapat perbedaan antara teori dan
dilapangan, perbedaan terletak pada etiologi penyebab terjadinya masalah. Hal
ini dikarenakan masalah timbul disesuaikan dengan keadaan klien pada saat
perawat melaksanakan pengkajian.
Dalam menyusun intervensi, serta melakukan implementasi dilakukan
berdasarkan intervensi yang telah dibuat dalam tinjauan kasus dengan kasus
tumor parotis post op parotidektomi
B. Saran
1) Bagi penulis
Hasil studi kasus yang penulis dapatkan dalam karya tulis ini dapat
memberikan informasi lebih lanjut sehingga dapat memperluas pengetahuan
tentang tumor parotis post op parotidektomi . Bagi penulis selanjutnya
diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan komprehensif dalam waktu
yang lama sehingga mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
2) Bagi tempat pelaksanaan studi kasus
Instansi rumah sakit dapat menjadikan hasil studi ini sebagai dasar
pertimbangan untuk memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
sehingga meningkatkan pelayanan kepada pasien sehingga pasien merasa puas
dengan pelayanan yang diberikan dan dapat meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit.
3) Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dan sebagai pertimbangan untuk mengambil
kebijakan dalam upaya memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Bokhari, M. R. (2020). Pleomorphic Adenoma Authors. 300.


Djohan, W. H., Sapto, H., Ilmu, D., & Telinga, P. (2020). Tinjauan Pustaka. 8(2),

136–145.

Erindra, A., Rahman, S., & Hafiz, A. (2018). Penatalaksanaan Karsinoma

Mukoepidermoid Kelenjar Parotis. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 297.

https://doi.org/10.25077/jka.v7i2.816

Kentjono, W. A. (2006). Pembedahan Pada Tumor Parotis Dan Kanker Rongga

Mulut. 17, 1–18.

PPNI. (2017a). Standar Dagnostik Keperawatan Definisi dan Indikator Diagnostik.

PPNI. (2017b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Purba, A. O. (2019). Pelaksanaan Evaluasi Untuk Mengukur Pencapaian Dalam

Pemberian Asuhan Keperawatan.

Purba, M. A. (2018). DAN KESELAMATAN PASIEN Latar Belakang. Jurnal

Kesehatan Masyarakat.

Risnah, R., HR, R., Azhar, M. U., & Irwan, M. (2019). Terapi Non Farmakologi

Anda mungkin juga menyukai