Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN ASMA PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

I NYOMAN TRIO SUBAGIO


NIM 2022207209501

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TA. 2022/2023

A. Definisi
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas
dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Kemenkes, 2008). Pedoman
Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan batasan operasional asma yaitu mengi
berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara
episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor
pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada
pasien/keluarganya. Jadi dapat kelompok simpulkan asma merupakan penyakit
inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi
episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas,
termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik.

B. Etiologi
Gejala asma, yaitu batuk, sesak dengan mengi merupakan akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas
bronkus ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan
parameter objektif untuk menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada
pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas
bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin,
inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.

Pencetus (trigger) serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor


antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi
akut yang terdiri atas reaksi asma dini (early asthmareaction=EAR) dan reaksi
asma lambat (late asthmareaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi
asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau
kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan sekitarnya,
berupainfiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah
besar ke dinding dan lumen bronkus.

Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal
yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang
banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di
bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal
mast.Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel
makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan
monosit.Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag
alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi.

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan


serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan
limfosit.Sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti
leukotriens, tromboksan, PAF dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi
asma.Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan
hipereaktivitas bronkus.Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi
asma:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila
terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi
pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi
asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan
pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya.
Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat
secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus
(trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi).

Faktor-faktor pemicu(inducer/sensitisizer)antara lain: Alergen dalam ruangan:


tungau debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak,
jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon,
pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus(enhancer): Semua faktor pemicu dan
pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin.
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik
dan faktor lingkungan.
1. Faktor genetik
a. Hipereaktivitas
b. Atopi/alergi bronkus
c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
d. Jenis kelamin
e. Ras/etnik
2. Faktor lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan(tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur
dll)
b. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-
lain)
f. Ekpresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktifitas tertentu.
C. Tanda dan Gejala
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut).
a) Asma saat tanpa serangan
Pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)
mengklasifikasikan derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2) Asma
episodik sering; dan 3) Asma persisten (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma pada anak


Parameter klinis,
Asma episodik Asma episodik
No kebutuhan obat dan Asma persisten
jarang sering
faal paru asma
1 Frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan Sering
Hampir sepanjang tahun,
2 Lama serangan <1minggu >1minggu tidak ada periode bebas
serangan
3 Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4 Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
5 Tidur dan aktifitas Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangat tergganggu
Mungkin
Normal (tidak
Pemeriksaan fisik tergganggu
6 ditemukan Tidak pernah normal
diluar serangan (ditemukan
kelainan)
kelainan)
Obat pengendali(anti
7 Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi)
Uji faal paru(diluar PEFatauFEV1>80 PEFatauFEV1<60-
8 PEVatauFEV<60%
serangan) % 80%
Variabilitas faal
Variabilitas 20-30%.
9 paru(bila ada Variabilitas>15% Variabilitas>30%
Variabilitas >50%
serangan)

b) Asma saat serangan


Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan
sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global
Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan
laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan.
Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan
asma serangan berat.
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan
Parameter klinis,
Ancaman henti
fungsi faal paru, Ringan Sedang Berat
napas
laboratorium
Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi tangis pendek
Sesak (breathless) Bayi Menangis dan lemah, Bayi tidakmau
keras kesulitan makan/minum
menetek/makan
Duduk bertopang
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Sedang, sering Nyaring, sepanjang Sangat nyaring,
Sulit/tidak
Wheezing hanya pada akhir ekspirasi ± terdengar tanpa
terdengar
ekspirasi inspirasi stetoskop
Gerakan paradok
Penggunaan otot bantu
Biasanya tidak Biasanya ya Ya torako-
respiratorik
abdominal
Sedang, ditambah
Dangkal, retraksi Dalam, ditambah
Retraksi retraksi Dangkal/ hilang
interkostal napas cuping hidung
suprasternal
Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:
Usia Frekuensi napas normal/menit
Frekuensi napas < 2 bulan <60
2-12 bulan < 50
1-5 tahun < 40
6-8 tahun < 30
Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Frekuensi nadi Usia Frekuensi nadi normal per menit
2-12 bulan < 160
1-2 tahun < 120
6-8 tahun < 110
Tidak ada, tanda
Tidak ada Ada Ada
Pulsus paradoksus kelelahan otot
(< 10 mmHg) (10-20 mmHg) (>20mmHg)
respiratorik
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/%nilai
terbaik)
Pra bonkodilator >60% 40-60%
<40%
Pasca bronkodilator >80% 60-80%
<60%, respon<2 jam
SaO2 % >95% 91-95% ≤ 90%
Normal
PaO2 (biasanya tidak >60 mmHg <60 mmHg
perlu diperiksa)
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
D. Pengobatan
Penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi:1) Penatalaksanaan asma akut/saat
serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.

a) Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)


Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh
pasien.Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah (lihat
bagan 1), dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian
beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan
fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan
pengobatan yang tepat dan cepat.

Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalahbronkodilator (β2 agonis


kerja cepat dan ipratropium bromida) dan kortikosteroid sistemik. Pada serangan
ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan
dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik.
Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.Pada
keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid
oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari.Pada
serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada
dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus
atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun
aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV.

Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis
kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV
(bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan
dengan adrenalin subkutan.Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung
dirujuk ke ICU.Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk
inhalasi menggunakan nebulizer. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (Inhalasi
Dosis Terukur) dengan alat bantu (spacer).
b) Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1)
Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran.
Edukasi yang diberikan mencakup: kapan pasien berobat/ mencari pertolongan,
mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahuiobat-obatpelega dan
pengontrolserta cara dan waktupenggunaannya, mengenali dan menghindari
faktor pencetus, kontrol teratur. Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan
oleh dokter dan pasien adalah pelangi asma (bagan 6), sedangkan pada anak
digunakan lembaran harian.Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol.
Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol
ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang
dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi
(kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan
sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga
bulan kondisi telah terkontrol.Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol
antara lain:Inhalasi kortikosteroid, β2 agonis kerja panjang, antileukotrien, teofilin
lepas lambat.

Tabel 3. Jenis obat asma


Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk/kemasan obat
Pengontrol Steroid inhalasi Flutikason propionat IDT
(Anti inflamasi) Budesonide IDT, turbuhaler
Antileukokotrin Zafirlukast Oral(tablet)
Kortikosteroid Metilprednisolon Oral(injeksi)
sistemik Prednison Oral
Agonis beta-2 Prokaterol Oral
Pelega Formoterol Turbuhaler
(Bronkodilator) kerjalama
Salmeterol IDT
kombinasi steroid dan Flutikason + Salmeterol. IDT
Agonis beta-2 Budesonide + formoterol Turbuhaler
kerjalama
Agonis beta-2 kerja Salbutamol Oral, IDT, rotacap
cepat solution
Terbutalin Oral, IDT, turbuhaler,
solution, ampul (injeksi)
Prokaterol IDT
Fenoterol IDT, solution
Ipratropium bromide IDT, solution
Antikolinergik Teofilin Oral
Metilsantin Aminofilin Oral, injeksi
Teofilin lepas lambat Oral

Metilprednisolon Oral, inhaler


Prednison Oral
Kortikosteroid
sistemik

Bagan 1.
Alur TatalaksanaSerangan Asma pada Anak

Klinik / IGD

Nilai derajat serangan(1)

Tatalaksana awal
 nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
 nebulisasi ketiga + antikolinergik
 jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat


(nebulisasi 1-3x, (nebulisasi 1-3x,respons (nebulisasi 3x,
respons baik,gejala parsial) respons buruk)
hilang)  berikan oksigen (3)  sejak awal berikan O2
 observasi 2 jam  nilai kembali derajat saat / di luar nebulisasi
 jika efek serangan,jika sesuai dgn  pasang jalur parenteral
bertahan,boleh serangan sedang,  nilai ulang klinisnya,
pulang observasi di Ruang jika sesuai dengan
 jika gejala timbul Rawat serangan berat, rawat
lagi, perlakukan Sehari/observasi di Ruang Rawat Inap
sebagai serangan  pasang jalur parenteral  foto Rontgen toraks
sedang

Boleh pulang Ruang Rawat Sehari/observasi Ruang Rawat Inap


 bekali obat -agonis  oksigen teruskan  oksigen teruskan
(hirupan / oral)  berikan steroid oral  atasidehidrasi dan
 jika sudah ada obat  nebulisasi tiap 2 jam asidosisjikaada
pengendali, teruskan  bila dalam 12 jam perbaikan  steroid IV tiap 6-8 jam
 jika infeksi virus sbg. klinis stabil, boleh pulang,  nebulisasi tiap 1-2 jam
pencetus, dapat diberi tetapi jika klinis tetap belum  aminofilin IV awal, lanjutkan
steroid oral membaik atau meburuk, rumatan
 dalam 24-48 jam kontrol alihrawat ke Ruang Rawat  jika membaik dalam 4-6x
ke Klinik R.Jalan, untuk Inap nebulisasi, interval jadi 4-6
reevaluasi jam
 jika dalam 24 jam perbaikan
klinis stabil, boleh pulang
 jika dengan steroid dan
aminofilin parenteral tidak
membaik, bahkan timbul
Ancaman henti napas, alih
Catatan:
1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -
agonis + antikolinergik
2. Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif
3. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan
0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali
4. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak
awal, termasuk saat nebulisasi

Bagan 2.

Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang

Asma episodik jarang Obat pereda: -agonis atau teofilin


(hirupan atau oral) bila perlu

3-4 minggu, obat


dosis / minggu > 3x 3x

Tambahkan obat pengendali:


Asma episodik sering PE
Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)

N
6-8 minggu, respons: () (+) G
HI
Pertimbangkan alternatif penambahan salah N
Asma persisten satu obat:
 -agonis kerja panjang (LABA) D
 teofilin lepas lambat
 antileukotrien A
 atau dosis kortikosterid ditingkatkan
(medium) R
A
6-8 minggu, respons: () (+) N

Kortikosteroid dosis medium


ditambahkanan salah satu obat:
 -agonis kerja panjang
 teofilin lepas lambat
 antileukotrien
 atau dosis kortikosteroid ditingkatkan
(tinggi)
6-8 minggu, respons: () (+)

Obat diganti kortikosteroid oral

*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
1. Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
2. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
3. Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
4. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas
bronkus.
5. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya
alergi.
6. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
selain asma.

Anda mungkin juga menyukai