Makalah Seminar Kasus Jiwa Kelompok 2 - Revisi
Makalah Seminar Kasus Jiwa Kelompok 2 - Revisi
Oleh :
(Kelompok 2)
1. Nur Khasanah
2. Ni Made Indah
3. Ni Putu Winda Puspa Dewi
4. Krisdiyantoro
5. Maria Sri Lestari
6. Hartono
7. Joni Budi Santoso
8. Christ Wahyudi
9. Yohanes Wahyudi
10. I Nyoman Trio
11. Ahmad Sidiq
12. M Haris Abiding
13. Hendro Prasetyo
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang.
Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur kami atas terselesaikannya makalah tentang
Asuhan Keperawatan Jiwa Terhadap Tn.P Dengan Masalah Utama Risiko Perilaku
Kekerasan (RPK), mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Akhir kata kami berharap semoga Asuhan Keperawatan Jiwa Terhadap Tn.P Dengan
Masalah Utama Risiko Perilaku Kekerasan (RPK), ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................3
C. TUJUAN....................................................................................................................3
D. MANFAAT................................................................................................................4
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................62
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN.........................................................................................................76
B. SARAN.....................................................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................78
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU No 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spritual,
dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapt
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitas. Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK), adalah
orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan
perkembangan, dan kualitas hidup sehingga memiliki resiko mengalami
gangguan jiwa. Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), adalah orang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta
dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia.
Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat
serius. Pada tahun 2019 WHO menyatakan, paling tidak ada satu dari empat
orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. WHO memperkirakan ada
sekitar 510 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO Wilayah Asia
Tenggara, hampir satu pertiga dari penduduk di wilayah ini pernah mengalami
gangguan neuropsikiatri Azrul Azwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan) tahun (2016) mengatakan bahwa jumlah penderita
gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat
penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas, depresi, stress,
penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di Era Globalisasi
gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya dari
kalangan kelasa bawah, sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan
menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa (Yosep, 2013).
1
Penderita gangguan jiwa yang dirawat khususnya di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Lampung Tahun (2018) berjumlah 806 orang, pasien yang
dirawat inap dengan data 631 orang untuk Skizofrenia Paranoid, Skizofrenia
Hebefrenik 69, Gangguan Mental Organik 33, Gangguan Skizoafektif YTT 21,
Gangguan Skizofrenia Tipe Depresif 14, Gangguan Skizoafektif Tipe
Campuran 14, Skizofrenia YTT 9, Gangguan Psikotik Dan Polimorfik Akut
Tanpa Gejala Skizofrenia 7, Gangguan Skizoafektif Tipe Manik 6, Dimensia 2
(Rekam Medik, 2018).
Menurut Yosep (2013) Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, ataupun terhadap lingkungan sekitar. Menurut
National Institute Of Mental Health (NIMH). gangguan jiwa mencapai 13%
dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang
menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan andil
meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai negara.
Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan
26,2 % penduduk yang berusia 18 – 30 tahun atau lebih mengalami gangguan
jiwa (NIMH, 2011). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007,
menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6%
dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000
orang penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan jiwa
(Hidayati, 2012).
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk merupakan
respon kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah
dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat, 2016). Tingkah
laku amuk dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain model teori importation
yang mencerminkan kedudukan klien dalam membawa atau mengadopsi nilai-
nilai tertentu. Model teori yang kedua yaitu model situasionisme, amuk adalah
respon terhadap keunikan, kekuatan dan lingkungan rumah sakit yang terbatas
yang membuat klien merasa tidak berharga dan tidak diperlakukan secara
manusiawi. Model selanjutnya yaitu model interaksi, model ini menguraikan
bagaimana proses interaksi yang terjadi antara klien dan perawat dapat memicu
atau menyebabkan terjadinya tingkah laku amuk. Amuk merupakan respon
2
marah
3
terhadap adanya stress, cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa
dan ketidak berdayaan. Respon ini dapat diekspresikan secara internal maupun
eksternal.Secara internal dapat berperilaku yang tidak asertif dan merusak diri,
sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif.
Salah satu strategi yang sering digunakan dirumah sakit adalah restrain.
Restrain adalah tindakan langsung dengan menggunakan kekuatan fisik pada
individu yang bertujuan untuk membatasi kebebasan dalam bergerak. Kekuatan
fisik ini dapat menggunakan tenaga manusia, alat mekanis atau kombinasi
keduanya. Restrain dengan tenaga manusia terjadi ketika perawat secara fisik
mengendalikan klien. Kemudian, restrain dengan alat mekanis menggunakan
peralatan yang biasanya dipasang pada pergelangan tangan dan kaki untuk
mengurangi agresif fisik klien, seperti memukul, dan menendang. Terdapat dua
tindakan yang sering di lakukan kepada pasien perilaku kekerasan, yaitu restrain
dan isolasi. (Videbeck & Sheila, 2009). Peran perawat adalah memberikan
asuhan keperawatan yang di berikan meliputi pelayanan kesehatan secara
holistic dan komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk mencegah resiko
menciderai diri sendiri, serta meningkatkan kesejahteraan untuk mencapai
tujuan yang di harapkan.
Berdasarkan Latar Belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Utama Risiko Perilaku
Kekerasan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada klien mengalami risiko perilaku
kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Melakukan asuhan keperawatan klien yang mengalami risiko perilaku
kekerasan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami risiko
perilaku kekerasan.
4
b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami risiko
perilaku kekerasan.
c. Menyusun rencana keperawatan pada klien yang mengalami risiko
perilaku kekerasan.
d. Menyusun Tahapan Implementasi keperawatan pada klien yang
mengalami risiko perilaku kekerasan.
e. Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami risiko perilaku
kekerasan.
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mampu menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan risiko
perilaku kekerasan serta menambah pengobatan dan pengalaman dalam
penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan risiko perilaku kekerasan.
2. Bagi Profesi
Sebagai bahan masukan bagi perawat ruangan dalam memberikan panduan
pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan risiko perilaku
kekerasan sehingga klien mendapatkan penanganan tepat dan optimal sesuai
tanda dan gejala yang timbul pada pasien.
3. Bagi rumah sakit
Sebagai masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek pelayanan
keperawatan khusunya pada pasien risiko perilaku kekerasan.
5
BAB II
LAPORAN
PENDAHULUAN
7
k. Riwatar kekerasan pada hewan
l. Kelainan neurologis
m. Lingkungan tidak teratur
n. Penganiayaan atau pengabaian anak
o. Riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain
p. Impulsif
q. Ilusi
4. Rentang Respon Risiko Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan merupakan respon kemarahan. Respon kemarahan
dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif sampai maladaptif (Satrio, dkk,
2015). Rentang respon marah menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam
Satrio, dkk (2015) dijelaskan dalam skema 2.2 dimana agresif dan amuk
(perilaku kekerasan) berada pada rentang respon yang maladaptif.
Skema 2.2 Rentang Respon Marah Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam Satrio, dkk
(2015)
a. Asertif
Perilaku asertif adalah menyampaikan suatu perasaan diri dengan pasti
dan merupakan komunikasi untuk menghormati orang lain. Individu
yang asertif berbicara dengan jujur dan jelas. Mereka dapat melihat
norma dari individu lainnya dengan tepat sesuai dengan situasi. Pada
saat berbicara kontak mata langsung tapi tidak mengganggu, intonasi
suara dalam berbicara tidak mengancam. Postur tegak dan santai, kesan
keseluruhan adalah bahwa individu tersebut kuat tapi tidak
mengancam. Individu yang asertif dapat menolak permintaan yang
tidak beralasan dan menyampaikan rasionalnya kepada orang lain dan
sebaliknya individu juga dapat menerima dan tidak merasa bersalah
bila
8
permintaannya di tolak orang lain. Individu yang asertif ingat untuk
mengungkapkan kasih sayang kepada siapa saja yang dekat, pujian
diberikan sepatutnya. Permintaan masukan yang positif juga termasuk
perilaku asertif (Satrio, dkk, 2015).
b. Pasif
Individu yang pasif sering mengenyampingkan haknya dari
persepsinya terhadap hak orang lain. Ketika seseorang yang pasif
marah maka dia akan berusaha menutupi kemarahannya sehingga
meningkatan tekanan pada dirinya. Pola interaksi seperti ini dapat
menyebabkan gangguan perkembangan interpersonal (Stuart, 2009).
Perilaku pasif dapat diekpresikankan secara nonverbal, seseorang yang
pasif biasanya bicara pelan, sering dengan cara kekanak-kanakan dan
kontak mata yang sedikit. Individu tersebut mungkin dalam posisi
membungkuk, tangan memegang tubuh dengan dekat (Satrio, dkk
2015).
c. Frustasi
Frustrasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang
kurang realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan (Stuart &
Laraia, 2005). Frustrasi adalah kegagalan individu dalam mencapai
tujuan yang diinginkan Frustrasi akan bertambah berat jika keinginan
yang tidak tercapai memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan (Satrio,
dkk, 2015).
d. Agresif
Individu yang agresif tidak menghargai hak orang lain. Individu
merasa harus bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Seseorang yang agresif di dalam hidupnya selalu mengarah pada
kekerasan fisik dan verbal. Perilaku agresif pada dasarnya disebabkan
karena menutupi kurangnya rasa percaya diri (Bushman& Baumeister,
1998 dalam Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009). Perilaku agresif juga
dapat di tunjukkan secara nonverbal, seseorang yang agresif melanggar
batas pribadi orang lain, bicaranya keras dan lantang, biasanya kontak
mata yang berlebihan dan menganggu, postur kaku dan tampak
mengancam (Satrio, dkk, 2015).
e. Amuk
9
Amuk atau perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan
yang kuat yang disertai kehilangan kontrol diri sehingga individu dapat
10
merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat & Sinaga,
1991). Menurut Stuart dan Laraia (2009) perilaku kekerasan
berfluktuasi dari tingkat rendah sampai tinggi yaitu yang disebut
dengan hirarki perilaku agresif dan kekerasan
(Gambar 2.1)
11
dikaitkan dengan gangguan jiwa (Videback, 2008). Perilaku kekerasan adalah
akibat dari kemarahan yang ekstrim atau ketakutan (panik). Alasan khusus dari
perilaku agresif bervariasi dari setiap orang (Satrio, dkk, 2015).
Penyebab kemarahan atau risiko perilaku kekerasan secara umum adalah:
kebutuhan yang tidak terpenuhi, menyinggung harga diri dan harapan tidak
sesuai dengan kenyataan. Model Stress Adaptasi Stuart dari keperawatan
jiwa
memandang perilaku manusia dalam perspektif yang holistik terdiri atas
biologis, psikologis dan sosiokultural dan aspek- aspek tersebut saling
berintegrasi dalam perawatan. Komponen biospikososial dari model tersebut
termasuk dalam faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor,
sumber koping dan mekanisme koping (Stuart, 2009). Menurut Stuart (2009)
dalam Satrio, dkk (2015), masalah Risiko perilaku kekerasan dapat dijelaskan
dengan menggunakan psikodinamika masalah keperawatan jiwa seperti skema
2.1 dibawah ini.
12
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Skema 2.1. Psikodinamika Masalah Keperawatan Jiwa (Satrio, dkk, 2015)
13
Model Stress Adaptasi Stuart
15
penelitian ini menunjukkan bahwa faktor genetik dapat menjadi penyebab
16
terjadinya skizofrenia dan perlu menjadi perhatian untuk mengetahui
risiko seseorang mengalami skizofrenia dilihat dari faktor keturunan.
3) Neurotransmiter
Neurotransmiter adalah zat kimia otak yang ditransmisikan dari dan ke
seluruh neuron sinapsis, sehingga menghasilkan komunikasi antara otak
dan struktur otak yang lain. Peningkatan atau peneurunan zat ini dapat
mempengaruhi perilaku, perubahan keseimbangan zat ini dapat
memperburuk atau menghambat perilaku agresif. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin,
dopamine, acetylcholine dan serotinin) berperan dalam fasilitasi dan
inhibisi rangsangan agresif (Satrio, dkk, 2015). Rendahnya
neurotransmiter serotonin dikaitkan dengan perilaku yang iritabilitas,
hipersensitivitas terhadap provokasi, dan perilaku amuk. Individu dengan
perilaku impulsif, bunuh diri, dan melakukan pembunuhan, mempunyai
serotonin dengan jumlah lebih rendah daripada rata-rata jumlah asam 5-
hidroxyinoleacetik (5-HIAA)/produk serotonin (Satrio, dkk, 2015).
Penelitian ini telah menunjukkan adanya hubungan antara agresif
impulsif dengan rendahnya level neurotransmitter serotonin. Hasil temuan
menyatakan bahwa serotonin berperan sebagai inhibitor utama perilaku
agresif, dengan demikian kadar serotonin yang rendah dapat
menyebabkan peningkatan perilaku agresif, selain itu peningkatan
aktivitas dopamine dan norpenefrin di otak dikaitkan dengan peningkatan
perilaku kekerasan yang impulsif (Satrio, dkk, 2015).
Neurotransmitter lain yang berkaitan dengan perilaku agresif adalah
dopamine, norpenefrin, dan acetylcholine serta asam amino Gamma-
aminobutyric acid (GABA). Korteks prefrontal juga berperan penting
dalam menghambat perilaku agresif. Area spesifik pada korteks prefrontal
adalah region orbitofrontal. Stimulasi pada area ini mencegah marah dan
agresif. Lesi pada area ini menyebabkan perilaku impulsif (Satrio, dkk,
2015).
4) Imunovirologi
Karakteristik biologis lain yang berhubungan dengan perilaku
kekerasan adalah riwayat penggunaan obat NAPZA dan frekuensi di
rawat. Penggunaan NAPZA akan mempengaruhi fungsi otak,
17
mempengaruhi
18
terapi dan perawatan yang diberikan (Dyah, 2009). Frekuensi dirawat
menunjukkan seberapa sering individu dengan perilaku kekerasan
mengalami kekambuhan. Perilaku kekerasan pada skizoprenia sering
terjadi karena penyakit yang tidak terkontrol, putus obat, kecemasan
karena kegagalan dalam mengerjakan sesuatu atau situasi yang
menciptakan perilaku kekerasan (Satrio, dkk, 2015). Secara umum dua
populasi klien akan meningkatkan risiko kekerasan yaitu klien dengan
gejala psikotik aktif dan penyalahgunaan zat (Stuart, 2009). Perilaku
kekerasan juga meningkat pada klien penyalahgunaan zat, skizofrenia dan
tidak mengambil obat yang diresepkan, hidup bersama dalam orang yang
mengalami gangguan jiwa (Videbeck, 2008).
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan salah satu predisposisi atau presipitasi dalam
proses terjadinya perilaku agresif/ kekerasan. Menurut Stuart dan Laraia
(2005) dalam Satrio, dkk (2015) yang termasuk dalam faktor psikologis
diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan
psikologi.
1) Teori Psikoanalitik
Suatu pandangan psikologi tentang perilaku agresif menyatakan bahwa
pentingnya mengetahui predisposisi faktor perkembangan atau
pengalaman hidup yang membatasi kemampuan individu untuk memilih
koping mekanisme yang bukan perilaku kekerasan. Faktor
perkembangan atau pengalaman hidup yang membatasi mekanisme
koping nonviolence menurut Stuart dan Laraia (2009) dalam Satrio, dkk
(2015) sebagai berikut: Gangguan otak organik, mental retardasi,
ketidakmampuan belajar karena kerusakan kapasitas bertindak secara
efektif terhadap frustasi; Deprivasi emosional yang berat atau penolakan
terhadap anak, orang tua yang terlalu penyayang dan berkontribusi pada
kurang rasa percaya dan harga diri rendah; Mengalami kekerasan
bertahun-tahun, korban child abuse atau sering melihat kekerasan dalam
keluarga dapat menanamkan pola penggunaan kekerasaan sebagai cara
menyelesaikan masalah.
19
2) Teori Pembelajaran
Teori pembelajaran sosial mengemukakan bahwa perilaku agresif
dipelajari melalui proses sosialisasi sebagai hasil dari pembelajaran
internal dan eksternal. Pembelajaran internal terjadi selama individu
mendapat penguatan pribadi ketika melakukan perilaku agresif,
kemungkinan sebagai kepuasaan dalam mencapai tujuan atau
pengalaman merasakan penting, mempunyai kekuatan dan kontrol
terhadap orang lain. Pembelajaran eksternal terjadi selama observasi
model peran seperti peran sebagai orang tua, teman sebaya, saudara,
olah raga dan tokoh hiburan (Satrio, dkk, 2015). Menurut teori
pembelajaran sosial, perilaku imitasi/meniru perilaku agresif sebagai
perilaku yang dapat diterima untuk memecahkan masalah dan sesuai
status sosial. Senada dengan pernyataan Fontaine (2009) dalam Satrio,
dkk (2015) menyatakan bahwa ketika individu belajar melakukan
perilaku agresif akan membuat individu tersebut merasa lega dan
menjadi adiktif/kecanduan untuk melakukan perilaku kekerasan/agresif
sebagai cara untuk memecahkan masalah dan mengatasi frustasi. Peran
pemodelan merupakan salah satu bentuk pembelajaran terkuat, model
perilaku anak-anak pada fase awal adalah orang tua, bagaimana orang
tua atan orang terdekat mengekpresikan marah menjadi contoh anak
dalam ekpresi marahnya (Satrio, dkk, 2015). Role model/contoh tidak
selalu di rumah, penelitian membuktikan bahwa acara kekerasan di
televisi sebagai faktor predisposisi perilaku agresif (American
Psychological Association, 2006, dalam Townsend, 2009).
Menurut American Psychiatric Association menyarankan
pentingnya pengawasan terhadap apa yang anak lihat dan peraturan
tentang acara kekerasan di media untuk mencegah pemodelan kekerasan.
Faktor psikologis lain dapat berupa kegagalan, kegagalan dapat berakibat
frustrasi (Stuart & Laraia, 2005). Kegagalan sering diartikan oleh
individu dengan ketidakmampuan, respon yang muncul pada saat
individu mengalami kegagalan dapat berupa penyalahan terhadap diri
sendiri, atau
orang lain yang ditunjukkan dengan perilaku kekerasan (Dyah, 2009).
20
c. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial, budaya juga merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan pada individu. Karakteristik yang termasuk pada sosial budaya
seperti: usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pendidikan dan tingkat
sosial ekonomi (Stuart, 2009), riwayat perilaku kekerasan di masa lalu
(Satrio, dkk, 2015). Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan
gangguan jiwa mempunyai faktor risiko melakukan kekerasan sama dengan
individu yang tidak mengalami gangguan jiwa seperti kepribadian psikopat
dan kepribadian antisosial (Satrio, dkk, 2015). Faktor lingkungan dan situasi
perawatan bisa sebagai memicu perilaku kekerasan klien, faktor ini meliputi
fasilitas fisik, keberadaan petugas dan klien lain. Beberapa penelitian telah
menemukan bahwa jumlah insiden kekerasan lebih besar terjadi ketika klien
dipindahkan dalam kelompok yang besar, penuh sesak, kurang privasi atau
tidak bebas.
1) Jenis Kelamin
Berdasarkan pendapat diatas disampaikan bahwa jenis kelamin
merupakan salah satu karakteristik sosial budaya. Jenis kelamin adalah
ciri fisik, karakter dan sifat yang berbeda. Laki-laki lebih sering
melakukan perilaku agresif (Satrio, dkk, 2015). Berdasarkan hasil
penelitian dinyatakan bahwa karakteristik jenis kelamin berhubungan
dengan kejadian perilaku kekerasan verbal (p value 0,001) dan klien
laki- laki dua kali lipat lebih banyak dari klien perempuan, serta usia
yang paling banyak 30 tahun ke bawah (Keliat, 2003). Namun
berdasarkan penelitian Keliat (2008) pada penelitian karakteristik klien
yang dirawat di bangsal MPKP menyebutkan ada 63,9% berjenis
kelamin laki-laki, 82,5% terdapat pada golongan umur dewasa yaitu
umur 33 tahun sampai
55 tahun. Selain itu penelitian yang dilakukan Keliat menyebutkan
karakeristik pendidikan, status perkawinan dan pekerjaan mempengaruhi
dalam kejadian perilaku kekerasan, dimana sebahagian besar
berpendidikan menengah dan rendah, tidak bekerja, tidak kawin dan
dirawat untuk pertama kali di rumah sakit.
2) Tingkat sosial ekonomi
Kondisi sosial lain yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan seperti
21
: kemiskinan dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup, masalah
22
perkawinan, keluarga single parent, pengangguran, kesulitan
mempertahankan hubungan interpersonal dalam keluarga, struktur
keluarga, dan kontrol sosial (Satrio, dkk, 2015). Kepercayaan (spiritual),
nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu (Keliat &
Sinaga, 1991). Keyakinan akan membantu individu dalam memilih
ekspresi kemarahan yang diperbolehkan. Aspek spiritual adalah
komponen kehidupan individu yang terkait dengan falsafah hidup, nilai,
keyakinan dan religi (Keliat, 2003). Secara umum seseorang menuntut
kebutuhannya dari orang lain atau lingkungan sehingga timbul frustrasi
apabila tidak terpenuhi dan selanjutnya timbul marah sehingga
mempengaruhi kualitas spiritual seseorang.
Faktor lain yang berhubungan dengan kekerasan secara sosial termasuk
kurangnya dukungan sosial, kesulitan pekerjaan, atau masalah keuangan,
akses yang mudah ke senjata dan kecenderungan budaya Amerika Serikat
untuk memaafkan perilaku kekerasaan sebagai solusi untuk pemecahan
masalah (Satrio, dkk, 2015).
3) Ras/Suku
Faktor sosiokultural lainya adalah norma budaya yang dapat membantu
mengartikan makna ekspresi marah dan dapat mendorong untuk
mengekspresikan marah secara asertif sehingga membantu menjaga
kesehatan diri. Hukuman diterapkan terhadap perilaku kekerasan melalui
norma hukum atau adanya kontrol sosial. Norma yang mereinforcement
perilaku kekerasan akan berakibat ekspresi marah dengan cara destruktif.
Sindroma ikatan dua budaya mencakup perilaku agresif, Bouffee delirante
suatu kondisi yang terlihat pada masyarakat Afrika Barat dan Haiti,
ditandai dengan ledakan perilaku agresif dan agitasi secara tiba-tiba,
kebingungan yang nyata dan psychomotor excitement, episode ini dapat
mencakup halusinasi pendengaran dan penglihatan serta pikiran panaoid
yang menyerupai episode psikotik singkat (Videbeck, 2008). Amok adalah
episode disosiatif yang ditandai dengan periode perenungan dan diikuti
oleh ledakan perilaku kekerasan, agresif atau pembunuhan yang ditujukan
pada orang lain dan benda-benda, perilaku ini dicetuskan oleh suatu hinaan
atau ejekan yang di persepsikan dan terlihat pada pria, semula ditemukan
pada orang Melayu, pola yang sama juga ditemukan di Laos, Filipina,
23
Papua
24
Nugini, Polinesia, Puerto Riko dan di antara orang Navajo (Videbeck,
2008).
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Biologi
Stressor presipitasi adalah stimuli yang diterima individu sebagai
tantangan, ancaman atau tuntutan. Stressor presipitasi perilaku kekerasan dari
faktor biologi dapat disebabkan oleh gangguan umpan balik di otak yang
mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimuli penglihatan dan
pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan dikirim untuk
diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang sampaikan terlalu banyak
pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus frontal mengirimkan
pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk
memperlambat transmisi ke lobus frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal
menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian
informasi yang menghasilkan proses informasi overload (Satrio, dkk, 2015).
Stessor presipitasi yang lain adanya abnormal pada pintu mekanisme pada
klien skizofrenia. Pintu mekanisme adalah proses elektrik yang melibatkan
elektolit, hal ini memicu penghambatan saraf dan rangsang aksi dan umpan
balik yang terjadi pada system saraf. Penurunan pintu mekanisme/gating proses
ini ditunjukkan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli secara
selektif (Satrio, dkk, 2015). Faktor biologis lainnya yang merupakan
predisposisi dapat menjadi presipitasi dengan memperhatikan asal stressor, baik
internal atau lingkungan eksternal individu. Waktu dan frekuensi terjadinya
stressor perilaku kekerasan penting untuk dikaji (Satrio, dkk, 2015).
b. Faktor Psikologis
Pemicu perilaku kekerasan dapat diakibatkan oleh toleransi terhadap
frustasi yang rendah, koping individu yang tidak efektif, impulsive dan
membayangkan atau secara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan
dirinya, tubuh atau kehidupan. Dalam ruang perawatan perilaku kekerasan
dapat terjadi karena provokasi petugas, perilaku kekerasan klien terjadi pada
setting ini dimana petugas merasa memiliki sikap otoriter dan cenderung
mengatur/controlling; mengatur apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh
klien; menahan klien bertentangan dengan keinginan klien dan memaksa untuk
25
minum obat, semua itu berkontribusi terjadi konflik petugas dan klien
(Fontaine, 2009). Perilaku agresif/kekerasan dapat terjadi karena beberapa
perasaan seperti marah, ansietas, rasa bersalah, frustasi atau kecurigaan (Satrio,
dkk, 2015)
c. Faktor Sosial Budaya
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa jumlah insiden kekerasan
lebih besar terjadi ketika klien dipindahkan dalam kelompok yang besar, penuh
sesak, kurang privasi atau tidak bebas. Menurut Fagan-Pyor et al. (2003) dalam
Satrio, dkk (2015) petugas mungkin secara sengaja atau tidak sengaja memicu
perilaku klien untuk melakukan kekerasan, ketidak pengalaman petugas,
provokasi petugas, manajemen lingkungan yang buruk, ketidakpahaman
petugas, pertemuan fisik yang terlalu dekat, penetapan batasan yang tidak
konsisen dan budaya kekerasan mempengaruhi perilaku kekerasan klien.
Akhirnya pemahaman terhadap situasi dan penerimaan lingkungan, kognitif
dan stress komunikasi serta respon afektif klien perlu di identifikasi oleh
petugas. Selanjutnya perlu dikaji asal stressor sosiokultural, waktu terjadinya
stressor dan jumlah stressor psikologis yang terjadi dalam suatu waktu (Satrio,
dkk, 2015). Dengan demikian banyak sekali stresor sosiokultural yang dapat
mempengaruhi dan menjadi penyebab ataupun pencetus perilaku kekerasan.
3. Penilaian Stressor
Model Stres Diatesis dalam sebuah karya klasik oleh Liberman dan rekan
(1994) menjelaskan bahwa gejala skizofrenia berkembang berdasarkan pada
hubungan antara jumlah stres dalam pengalaman seseorang dan toleransi
internal terhadap ambang stres. Ini adalah model penting karena
mengintegrasikan faktor budaya biologis, psikologis, dan social, cara ini mirip
dengan Stres Adaptasi Model Stuart yang digunakan sebagai kerangka kerja
konseptual (Stuart, 2009). Menurut Wuerker (2000) model adaptasi ini
membantu menjelaskan hubungan stres dengan skizofrenia, meskipun tidak ada
penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa stres menyebabkan skizofrenia,
namun semakin jelas bahwa skizofrenia adalah gangguan yang tidak hanya
menyebabkan stres, tetapi juga diperparah oleh stres (Satrio, dkk, 2015).
Penilaian seseorang tentang stressor, dan masalah yang terkait dengan koping
untuk mengatasi stres dapat memprediksi timbulnya gejala.
26
4. Sumber Koping
Psikosis atau Skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat
menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga. Proses
penyesuaian pasca psikotik terdiri dari empat fase: (1) disonansi kognitif (psikosis
aktif), (2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam semua aspek kehidupan
(ketetapan kognitif), dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan
pendidikan (ordinariness). Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3
sampai 6 tahun (Satrio, dkk, 2015):
a. Efikasi/Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala dan
menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan waktu 6
sampai 12 bulan.
b. Awal pengenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan pemeriksaan
realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan ini memakan waktu 6
sampai 18 bulan dan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan dukungan
yang berkelanjutan.
c. Setelah mencapai pengenalan diri/insight, proses pencapaian kognitif meliputi
keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan reengaging dalam
kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan sekolah dan bekerja.
Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam
kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-hari
mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2 tahun.
sumber daya Keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit,
keuangan, ketersediaan waktu dan energi, dan kemampuan untuk menyediakan
dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi jalannya penyesuaian
postpsychotic.
27
5. Mekanisme Koping
Pada fase aktif psikosis klien menggunakan beberapa mekanisme pertahanan
diri dalam upaya untuk melindungi diri dari pengalaman menakutkan yang
disebabkan oleh penyakit mereka. Regresi adalah berkaitan dengan masalah
informasi pengolahan dan pengeluaran sejumlah besar energi dalam upaya untuk
mengelola kegelisahan, menyisakan sedikit untuk aktivitas hidup sehari-hari.
Proyeksi adalah upaya untuk menjelaskan persepsi membingungkan dengan
menetapkan responsibiIity kepada seseorang atau sesuatu. Penarikan Diri ini
berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan dengan
pengalaman internal.
Keluarga sering mengekspresikan penolakan ketika mereka mempelajari
pertama kali diagnosis relatif mereka. Ini sama dengan penolakan yang terjadi
ketika seseorang menerima informasi yang menyebabkan rasa takut dan
kecemasan. Hal ini memungkinkan waktu seseorang untuk mengumpulkan
sumber daya internal dan eksternal dan kemudian beradaptasi dengan stressor
secara bertahap. Pada klien penyesuaian postpsychotic proses aktif menggunakan
mekanisme koping adaptif juga. Ini termasuk kognitif, emosi, interpersonal,
fisiologis, dan spiritual strategi penanggulangan yang dapat berfungsi sebagai
dasar untuk penyusunan intervensi keperawatan (Satrio, dkk, 2015).
C. Pohon Masalah
Menurut Keliat dkk ( 2005 ) pohon masalah perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut :
Risiko Mencederai Diri Sendiri, Risiko Mencederai Orang Lain dan Lingkungan
28
Pohon Masalah pada Masalah Perilaku Kekerasan (Keliat, 2005)
1. Daftar Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
a. Masalah keperawatan: Diagnosis Keperawatan rentang respon
neurobiologis, skizofrenia dan gangguan psikotik (Stuart, 2009):
Anxiety
Impaired Verbal Communication *
Confusion,Acute
Compromised family coping
Ineffective coping
Decisional conflict
Hopelessness
Impaired memory
Noncompliance
Disturbed personal identity
Ineffective role performance
Self care deficit (bathing/ hygiene, dressing/ grooming)
Disturbed sensory perception*
Impaired social interaction*
Social isolation
Risk for suicide
Ineffective therapeutic regiment management
Disturbed thought processes *
b. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien
dan didukung dengan hasil observasi.
1) Data Subjektif:
a) Ungkapan berupa ancaman
b) Ungkapan kata-kata kasar
c) Ungkapan ingin memukul/ melukai
2) Data Objektif:
a) Wajah memerah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
29
e) Bicara kasar
f) Suara tinggi, menjerit atau berteriak (Kemenkes RI, 2012)
2. Diagnosis
a. Diagnosis Keperawatan: Risiko Perilaku Kekerasan
b. Diagnosis Medis : Skizofrenia
3. Rencana Tindakan
a. Rencana Tindakan Keperawatan Generalis
Diagnosa SP /Kemampuan Klien SP/Kemampuan Keluarga
Keperawatan
Risiko SP 1: SP 1:
Perilaku Identifikasi penyebab, tanda & Diskusikan masalah yang
Kekerasan gejala, PK yang dilakukan, dirasakan dalam merawat pasien
akibat PK Jelaskan pengertian, tanda &
Jelaskan cara mengontrol PK: gejala dan proses terjadinya PK
fisik, obat, verbal, spiritual (gunakan booklet)
Latihan cara mengontrol PK Jelaskan cara merawat PK
secara fisik: tarik nafas dalam Latih satu cara merawat PK
dan pukul kasur dan bantal dengan melakukan kegiatan fisik:
Masukan pada jadwal kegiatan tarik nafas dalam dan pukul kasur
untuk latihan fisik dan bantal
Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan memberi pujian
SP 2: SP 2:
Evaluasi kegiatan latihan fisik, Evaluasi kegiatan keluarga dalam
beri pujian merawat/melatih pasien fisik, beri
Latih cara mengontrol PK pujian
dengan obat (jelaskan 6 benar: Jelaskan 6 benar cara memberikan
jenis, guna, dosis, frekuensi, obat
cara, kontinuitas minum obat) Latih cara
Masukan pada jadwal kegiatan memberikan/membimbing minum
untuk latihan fisik dan minum obat
obat Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan beri pujian
SP 3: SP 3:
Evaluasi kegiatan latihan fisik Evaluasi kegiatan keluarga dalam
& obat, beri pujian merawat/melatih pasien fisik dan
Latih cara mengontrol PK memberikan obat, beri pujian
secara verbal (3 cara yaitu: Latih cara membimbing: cara
mengungkapkan, meminta, bicara yang baik
menolak dengan benar) Latih cara membimbing kegiatan
Memasuan pada jadwal spiritual
kegiatan untuk latihan fisik, Anjurkan membantu pasien sesuai
minum obat dan verbal jadwal dan memberi pujian
30
SP 4 : SP 4 :
Evaluasi kegiatan latihan fisik Evaluasi kegiatan keluarga dalam
& obat & verbal, beri pujian merawat/melatih pasien fisik,
Latih cara mengontrol spiritual memberikan obat, latihan bicara
(2 kegiatan) yang baik & kegiatan spiritual,
Masukan pada jadwal kegiatan beri pujian
untuk latihan fisik, minum obat, Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
verbal dan spiritual tanda kambuh, rujukan
33
NRM : ..........................................................
TUJUAN KHUSUS:
Pertemuan Pengkajian 1. Setelah … X pertemuan Identifikasi fokus masalah klien, dengan:
klien
Klien mampu menunjukkan tanda-tanda percaya kepada Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
menunjukkan tanda- tanda perawat dan mengenali masalah yang Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan
percaya kepada perawat dialami, dengan kriteria: perawat berinteraksi
dan mengenali masalah o Ekspresi wajah bersahabat. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
yang dialami o Menunjukkan rasa senang. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali
o Ada kontak mata. berinteraksi
o Mau berkenalan. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dialami klien
o Bersedia menceritakan masalah yang Buat kontrak interaksi yang jelas
dialami. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan masalah klien
Pertemuan I
Klien mampu 1. Setelah … X pertemuan klien menjelaskan Bantu klien mengidentifikasi perilaku kekerasan:
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan, dengan Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau
perilaku kekerasan dan kriteria: jengkelnya
mampu mengendalikan o Menceritakan penyebab perasaan Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap
perilaku kekerasan yang jengkel/kesal baik dari diri sendiri ungkapan perasaan klien
dilakukan dengan cara maupun lingkungannya. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik)
fisik o Menceritakan tanda-tanda saat terjadi saat perilaku kekerasan terjadi
perilaku kekerasan, baik tanda fisik,
34
emosional dan sosial saat terjadi Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda
perilaku kekerasan. emosional) saat terjadi perilaku kekerasan
o Menceritakan perilaku atau jenis Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang
ekpresi kemarahan yang telah lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi perilaku kekerasan
dilakukan Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang
o Menceritakan akibat tindakan selama ini pernah dilakukannya.
kekerasan yang dilakukan terhadap diri Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang
sendiri, orang lain dan lingkungan dilakukan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Setelah … X pertemuan klien 1. Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara
mengendalikan perilaku kekerasan yang fisik: TND dan PB/PK
dilakukan dengan latihan cara fisik, dengan Peragakan cara melaksanakan latihan fisik yang dipilih.
kriteria: Tarik Nafas perlahan dan dalam melalui hidung, perut
o Mempraktekkan Tarik Nafas Dalam mengembang dan dada bergerak minimal, tahan beberapa detik (4-5
(TND). hitungan), mulailah menghembuskan napas perlahan melalui mulut,
o Mempraktekkan Pukul Bantal atau sambil mengerucutkan bibir seolah-olah akan bersiul (Pursing Lips) 4-
Pukul Kasur (PB/PK). 5 hitungan.
o Mempraktekkan Olah Raga untuk Dengan tehnikyang sama, Tarik Nafas dalam sambil pejamkan
menyalurkan energi. mata, lakukan 1-3 siklus sampai klien rileks, setelah rileks provokasi
klien dengan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan, tampak
rasa jengkel klien muncul, lalu lampiaskan rasa jengkel dan marah
klien pada bantal atau kasur
Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat
jengkel/marah
Masukan pada jadwal kegiatan untuklatihan cara fisik
Pertemuan II
Klien mampu 1. Setelah … X pertemuan klien 2. Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan
mengendalikan perilaku mengendalikan perilaku kekerasan yang memanfaatkan obat
kekerasan yang dilakukan dengan latihan memanfaatkan Evaluasi kegiatan latihan fisik. Beri pujian
dilakukan dengan obat, dengan kriteria: Latih cara mengontrol RPK dengan obat (jelaskan 6 benar:
memanfaatkan obat o Mengungkapkan prinsif 6 benar obat pasien, obat, dosis, waktu, cara dan kontinuitas minum obat)
o Menjelaskan prinsif: Benar Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum
pasien,obat,dosis, waktu, cara obat
o Mengungkapkan kontinuitas minum
obat dan pengobatan.
35
Pertemuan III
Klien mampu 1. Setelah … X pertemuan klien 3. Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara
mengendalikan perilaku mengendalikan perilaku kekerasan yang verbal
kekerasan yang dilakukan dengan latihan cara fisik, dengan Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat. Beri pujian
dilakukan dengan cara kriteria: Latih cara mengontrol RPK secara verbal (3 cara, yaitu:
verbal/ asertif o Mengungkapkan perasaan mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar)
kesal/jengkel pada orang lain tanpa Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum
menyakiti obat dan verbal
o Mengungkapkan keingginan secara
asertif disertai alasan
o Mengungkapkan penolakan secara
asertif disertai alasan
Pertemuan IV
Klien mampu 1. Setelah … X pertemuan klien 4. Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara
mengendalikan perilaku mengendalikan perilaku kekerasan yang spritual
kekerasan dengan cara dilakukan dengan latihan cara spiritual, Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat & verbal. Beri pujian
spiritual dengan kriteria: Latih cara mengontrol spiritual (2 kegiatan)
o Mengungkapkan kegiatan spiritual Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, minum
yang dapat mengurangi rasa obat, verbal dan spiritual
jengkel/marah
o Melakukan wudhu, dzikir, berdoa,
meditasi
o Menjalankan ibadah sesuai agama dan
keyakinannya
Pertemuan V dst
Klien mampu 1. Setelah … X pertemuan klien 5. Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara
mengendalikan perilaku mengendalikan perilaku kekerasan yang fisik, obat, verbal dan spiritual
kekerasan dengan cara dilakukan dengan latihan cara fisik, obat, Evaluasi kegiatan latihan fisik1,2 & obat & verbal & spiritual.
fisik, obat, verbal dan verbal dan spiritual, dengan kriteria: Beri pujian
spiritual o Mempraktekkan latihan fisik Nilai kemampuan yang sudah mandiri
o Mempraktekkan latihan obat Nilai apakah RPK sudah terkontrol
o Mempraktekkan latihan verbal
o Mempraktekkan latihan spiritual
36
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
NAMA : Tn.S
TANGGAL LAHIR : 26-01-1986
Tanggal : 3 Januari 2022 Jam : 10.00 wib Ruang rawat : - Pendidikan : SMP
Agama : Islam Suku : Jawa Rujukan : Tidak
I. ALASAN KE RUMAH
SAKIT Keluhan Utama:
Keluhan saat ini merasa dada panas, klien merasa ingin berteriak kencang &
memukuli apapun agar merasa lega.berbicara sambil mata sedikit melotot.
Alasan Masuk:
Klien datang ke RS dengan keluhan gaduh gelisah sejak Mei 2023, mengamuk, dan
bicara melantur. Saat mengamuk klien merusak barang & menyakiti orang lain,
sering berkeliaran tidak menggunakan pakaian lengkap, klien tidak mandi selama ½
bulan, selama ini tinggal bersama keluarga. Klien baru pertama kali berobat ke RSJ,
sebelumnya keluarga sudah membawa klien berobat ke Puskesmas tahun 2020 karena
RPK, hanya saja klien malas untuk minum obat walau sudah diingatkan.
37
4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Jelaskan: Klien pernah diolok karena pengangguran yang membuat ia takut
bertemu orang lain. Klien mengatakan saat usia 16 tahun pernah jatuh dari motor,
mengalami sedikit benturan di kepala, tapi tidak dibawa ke RS karena keluarga
mengatakan hanya luka kecil.
Masalah Keperawatan: Sindrom Pasca Trauma
Keterangan:
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
: Klien
38
Keterangan genogram: Klien merupakan anak terakhir dari 6 bersaudara, klien tinggal
Bersama ayah, ibu, dan kakak ke-5. Sedangkan saudara yang lain sudah menikah &
merantau, klien sering bertengkar dengan kakaknya di rumah karena kakaknya tidak
suka melihat ia di rumah tidak mengerjakan apa-apa. Klien merasa tidak disayang &
dipedulikan, merasa kesal dengan ibunya membawa ia ke RS. Menurut klien keluarga
yang lain sudah merasa tidak sanggup merawatnya. Klien tidak dilibatkan dalam
pengambilan keputusan, seperti perawatan di RS keluarga membawa ia tanpa
persetujuannya. Selama dirawat keluarga tidak menjenguk.
Masalah Keperawatan: Koping Keluarga Tidak Efektif
V. PERSEPSI KESEHATAN
Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, klien mengatakan tidak ada yang
salah jika marah/kesal mengamuk, dan mengatakan hal yang wajar bepergian tidak
berpakaian lengkap.
Masalah Keperawatan: Defisit Pengetahuan
39
4. Penilaian Fungsional
Mandiri
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
40
VII. RISIKO JATUH/CEDERA
VIII. PSIKOSOSIAL
1. Konsep Diri
a. Citra Tubuh : Klien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
b. Identitas Diri : Klien mengatakan ia anak terakhir dari 6 bersaudara. Sebelum
di rawat klien hanya menganggur di rumah. Klien menyukai sebagai seorang
laki-laki.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
c. Peran : Klien dalam keluarga memiliki tugas & peran sebagai anak. Menurut
klie di usia sekarang harusnya ia sudah bekerja, tapi sampai sekarang ia tidak
memiliki pekerjaan. Klien mengatakan sudah berusaha mencari pekerjaan
tapi tidak ada yang mau menerima karena penyakitnya. Klien merasa tidak
puas karena dirawat semakin tidak bisa mendapatkan pekerjaan.
Masalah Keperawatan: Penampilan Peran Tidak Efektif
41
d. Ideal Diri: Klien mengatakan ingin cepat pulang dan mencari pekerjaan saat
kembali ke rumah.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
e. Harga Diri: Klien merasa orang lain selalu memandangnya rendah karena ia
tidak memiliki pekerjaan. Klien merasa kurang percaya diri bila bertemu
dengan wanita.
Masalah Keperawatan: Harga Diri Rendah
2. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: Klien merasa Tuhan tidak adil kepada dirinya. Klien
merasa orang yang sakit jiwa merupakan sebuah hukuman yang diberikan
oleh Tuhan. Menurut pandangan norma dan budaya yang klien amati selama
ini orang sakit jiwa dikucilkan dan tidak diterima oleh masyarakat di
lingkungan tempat tinggal.
b. Kegiatan Ibadah: Klien mengatakan tidak pernah melaksanakan ibadan baik
di rumah atau saat dirawat di RSJ.
Masalah Keperawatan: Distress Spiritual
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti: Ibu
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat/sekolah: Klien
mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan di masyarakat dan selama di
rawat klien mengatakan tidak berminat mengikuti Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK).
c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain: Klien mengatakan tidak mau
bergaul & lebih suka menyendiri karena penyakitnya. Sesekali kontak mata
klien kurang saat diajak berbicara.
Masalah Keperawatan: Isolasi Sosial
42
Jelaskan: Klien selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya,
43
tatapan klien saat menatap perawat bermusuhan saat beriteraksi.
Masalah Keperawatan: Risiko Perilaku Kekerasan
6. Afek: Labil
Jelaskan: Emosi klien cepat berubah-ubah
Masalah Keperawatan: Risiko Perilaku Kekerasan
7. Persepsi: Halusinasi Pendengaran
Jelaskan: Klien mengatakan mendengar suara-suara aneh seperti tertawa
mengejek, klien mendengar suara-suara 2x dalam sehari, setiap kali muncul
selama 10 detik, klien mulai mendengar suara jika ia merasa kesal/marah, klien
mengatakan berusaha mengabaikan suara yang muncul.
Masalah Keperawatan: Ganggan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
8. Proses Pikir: Sesuai
Jelaskan: Selama proses wawancara pembicaraan klien tidak berbelit-belit, klien
mampu menjawab, pembicaraan tidak meloncat dari satu topik ke topik lainnya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
9. Isi Pikir: Waham Kebesaran
Jelaskan: Klien mengatakan ia adalah Shinobi (karakter anime Naruto) yang kuat
dan dapat mengalahkan banyak orang.
Masalah Keperawatan: Waham
10. Tingkat kesadaran: Compos mentis
Jelaskan: Klien sadar secara penuh, klien dapat menyebutkan nama hari ini dan
tempat klien berada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
11. Memori: Gangguan daya ingat jangka pendek
Jelaskan: Klien mengatakan mudah lupa dengan nama pasien lainnya walau
sudah berkenalan 2-3 kali. Klien mengatakan sulit untuk mengingat hal yang
telah dilakukan dalam seminggu belakangan ini. Namun, klien masih mengingat
kenangan dalam hidupnya, kenangan menyakitkan atau membahagiakan.
Masalah Keperawatan: Gangguan Memori Jangka Pendek
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung: Konsentrasi baik
Jelaskan: Klien mampu penambahan dan pengurangan sederhana.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
13. Kemampuan penilaian: Gangguan ringan
Jelaskan: Ketika klien diberikan pilihan untuk mandi dulu sebelum makan atau
makan dulu sebelum mandi, kien dapat memilih dengan makan dulu sebelum
mandi.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
44
14. Daya Tilik Diri: Mengingkari penyakit yang diderita
Jelaskan: Klien mengatakan tidak ada yang salah jika marah/kesal mengamuk,
klien mengatakan hal yang wajar berkeliaran tidak memakan pakaian lengkap.
Klien tahu ia sakit, tapi bukan sakit jiwa. Orang-orang selalu mengatakan ia sakit
jiwa.
X. SUMBER KOPING
Klien mengatakn tidak tau tentang kondisinya, tidak tau apa yang harus dilakukannya.
Klien mengatakan tidak tau bagaimana Tarik Napas Dalam yang benar, klien
mengatakan tidak dapat dukungan dari keluarga selama dirawat, keluarga tidak pernah
menjenguknya. Klien menggunakan asuransi Kesehatan nasional BPJS Kelas III.
Masalah Keperawatan: Koping Individu Tidak Efektif
Jelaskan: Klien tinggal Bersama kedua orang tuanya, di wilayah tempat tinggal klien
terdapat Puskesmas.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
45
A. DATA FOKUS
46
pekerjaan
- Klien merasa orang lain selalu
memandangnya rendah karena ia tidak
bekerja
- Klien merasa kurang percaya diri bila
bertemu wanita
- Klien merasa Tuhan tidak adil
kepadanya
- Klien mengatakan tidak pernah
melaksanakan ibadah selama di rumah
atau saat dirawat di RSJ
- Keluarga mengatakan sebelum masuk
RS klien tidak mandi ½ bulan
- Klien mengatakan ia adalah Shinobi
yang kuat dan dapat mengalahkan
banyak orang
- Klien mengatakan mudah lupa dengan
nama pasien lainnya walau sudah
berkenalan 2-3 kali
- Klien mengatakan sulit untuk
mengingat hal yang telah dilakukan
dalam seminggu belakangan ini
- Klien mengatakan ia tidak sakit jiwa
- Klien mengatakan tidak tahu tentang
kondisinya & tidak tahu apa yang harus
dilakukannya
- Klien mengatakan tidak mendapat
dukungan dari keluarga selama dirawat
B. ANALISA DATA
47
2. DS: Gangguan Persepsi
- Klien mengatakan mendengar suara aneh seperti tertawa Sensori : Halusinasi
mengejek Pendengaran
- Klien mengatakan mendengar suara aneh 2x dalam sehari,
setiap kali muncul selama 10 detik
- Klien mengatakan mendengar suara aneh setiap kali ia merasa
kesal/marah
- Klien mengatakan berusaha mengabaikan suara-suara yang
didengar
DO:
- Klien terlihat berbicara sendiri & tersenyum sendiri
- Sering mondar – mandir
4. DS: Ketidakpatuhan
- Klien mengatakan pernah berobat ke Puskesmas tahun 2018
- Klien mengatakan sudah ±5 bulan tidak mengonsumsi
obat yang diberikan oleh puskesmas karena malas
DO:
Klien tidak menjalankan anjuran perawat & dokter
48
7. DS: Defisit Pengetahuan
- Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya
- Klien mengatakan tidak ada yang salah jika
marah/kesal mengamuk
- Klien mengatakan hal yang wajar berkeliaran tidak
berpakaian lengkap
DO:
- Klien tampak menggelengkan kepala bila tidak
bisa menjawab
- Klien tampak bingung
49
13. DS: Gangguan Memori
- Klien mengatakan mudah lupa dengan nama pasien Jangka Pendek
lainnya walau sudah berkenalan 2-3 kali
- Klien mengatakan sulit untuk mengingat hal yang telah
dilakukan dalam seminggu belakangan ini
DO:
Klien tampak kesulitan menyebutkan nama pasien yang lain
C. POHON MASALAH
DPD
GSP:
HALUSINASI RPK DISTRESS SPIRITUAL
PENDENGARAN
GANGGUAN
ISOLASI MEMORI
HARGA DIRI RENDAH WAHAM
SOSIAL JANGKA
PENDEK
SINDROM PASCA
TRAUMA KETIDAKPATUHAN
PENAMPILAN PERAN
TIDAK EFEKTIF DEFISIT
KOPING INDIVIDU TIDAK
PENGETAHUAN
EFEKTIF
KOPING KELUARGA
TIDAK EFEKTIF
50
D. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
51
NRM 058822
I
TUJUAN KHUSUS:
Pertemuan Pengkajian Setelah 1 X pertemuan klien Identifikasi fokus masalah klien, dengan:
Klien mampu menunjukkan tanda-tanda percaya kepada Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
menunjukkan tanda- perawat dan mengenali masalah yang Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan
tanda percaya kepada dialami, dengan kriteria: perawat berinteraksi
perawat dan mengenali o Ekspresi wajah bersahabat. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
masalah yang dialami o Menunjukkan rasa senang. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap
o Ada kontak mata. kali berinteraksi
o Mau berkenalan. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dialami klien
o Bersedia menceritakan masalah yang Buat kontrak interaksi yang jelas
dialami. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan masalah klien
02/ I Pertemuan I
08/ Klien mampu 1. Setelah 1 X pertemuan klien menjelaskan Bantu klien mengidentifikasi perilaku kekerasan:
23 mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan, dengan Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal
perilaku kekerasan dan kriteria: atau jengkelnya
52
mampu mengendalikan o Menceritakan penyebab perasaan Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian
perilaku kekerasan yang jengkel/kesal baik dari diri setiap ungkapan perasaan klien
dilakukan dengan cara sendiri maupun lingkungannya. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik)
fisik o Menceritakan tanda-tanda saat saat perilaku kekerasan terjadi
terjadi perilaku kekerasan, baik tanda Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda
fisik, emosional dan sosial saat emosional) saat terjadi perilaku kekerasan
terjadi perilaku kekerasan. Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang
o Menceritakan perilaku atau lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi perilaku kekerasan
jenis ekpresi kemarahan yang Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan
telah dilakukan yang selama ini pernah dilakukannya.
o Menceritakan akibat tindakan Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara
kekerasan yang dilakukan terhadap yang dilakukan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Setelah 1X pertemuan klien Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik:
mengendalikan perilaku kekerasan yang TND dan PB/PK
dilakukan dengan latihan cara fisik, Peragakan cara melaksanakan latihan fisik yang dipilih.
dengan kriteria: Tarik Nafas perlahan dan dalam melalui hidung, perut
o Mempraktekkan Tarik Nafas mengembang dan dada bergerak minimal, tahan beberapa detik
Dalam (TND). (4-5 hitungan), mulailah menghembuskan napas perlahan
o Mempraktekkan Pukul Bantal melalui mulut, sambil mengerucutkan bibir seolah-olah akan
atau Pukul Kasur (PB/PK). bersiul (Pursing Lips) 4-5 hitungan.
o Mempraktekkan Olah Raga Dengan tehnikyang sama, Tarik Nafas dalam sambil
untuk menyalurkan energi. pejamkan mata, lakukan 1-3 siklus sampai klien rileks, setelah
rileks provokasi klien dengan penyebab perilaku kekerasan
yang dilakukan, tampak rasa jengkel klien muncul, lalu
lampiaskan rasa jengkel dan marah klien pada bantal atau
kasur
Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih
saat jengkel/marah
Masukan pada jadwal kegiatan untuklatihan cara fisik
03/ I Pertemuan II
08/ Klien mampu 1. Setelah 1X pertemuan klien mengendalikan Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan
23 mengendalikan perilaku perilaku kekerasan yang dilakukan dengan memanfaatkan obat
kekerasan yang latihan memanfaatkan obat, dengan kriteria: Evaluasi kegiatan latihan fisik. Beri pujian
dilakukan dengan o Mengungkapkan prinsif 6 benar obat
53
memanfaatkan obat o Menjelaskan prinsif: Benar Latih cara mengontrol RPK dengan obat (jelaskan 6 benar:
pasien,obat,dosis, waktu, pasien, obat, dosis, waktu, cara dan kontinuitas minum
cara obat)
o Mengungkapkan kontinuitas Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum
minum obat dan pengobatan. obat
04/ I Pertemuan III
08/ Klien mampu 1. Setelah 1 X pertemuan klien Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara verbal
23 mengendalikan perilaku mengendalikan perilaku kekerasan yang Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat. Beri pujian
kekerasan yang dilakukan dengan latihan cara fisik, dengan Latih cara mengontrol RPK secara verbal (3 cara,
dilakukan dengan cara kriteria: yaitu: mengungkapkan, meminta, menolak dengan
verbal/ asertif o Mengungkapkan perasaan benar)
kesal/jengkel pada orang lain tanpa Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat
menyakiti dan verbal
o Mengungkapkan keingginan
secara asertif disertai alasan
o Mengungkapkan penolakan secara
asertif disertai alasan
05/ I Pertemuan IV
08/ Klien mampu 1. Setelah 1X pertemuan klien Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara
23 mengendalikan perilaku mengendalikan perilaku kekerasan yang spritual
kekerasan dengan cara dilakukan dengan latihan cara spiritual, Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat & verbal. Beri pujian
spiritual dengan kriteria: Latih cara mengontrol spiritual (2 kegiatan)
o Mengungkapkan kegiatan Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, minum
spiritual yang dapat mengurangi obat, verbal dan spiritual
rasa jengkel/marah
o Melakukan wudhu, dzikir,
berdoa, meditasi
o Menjalankan ibadah sesuai agama
dan keyakinannya
06/ I Pertemuan V dst
08/ Klien mampu 1. Setelah 1 X pertemuan klien Latih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik,
23 mengendalikan perilaku mengendalikan perilaku kekerasan yang obat, verbal dan spiritual
kekerasan dengan cara dilakukan dengan latihan cara fisik, obat, Evaluasi kegiatan latihan fisik1,2 & obat & verbal &
fisik, obat, verbal dan verbal dan spiritual, dengan kriteria: spiritual. Beri pujian
spiritual o Mempraktekkan latihan fisik Nilai kemampuan yang sudah mandiri
54
o Mempraktekkan latihan obat Nilai apakah RPK sudah terkontrol
o Mempraktekkan latihan verbal
o Mempraktekkan latihan spiritual
NRM 058822
TUJUAN KHUSUS:
Pertemuan Setelah 1X pertemuan klien Identifikasi fokus masalah klien, dengan:
Pengkajian menunjukkan tanda-tanda percaya Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
Klien mampu kepada perawat dan mengenali Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan
menunjukkan tanda- masalah yang dialami, dengan kriteria: perawat berinteraksi
tanda percaya kepada o Ekspresi wajah bersahabat. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
perawat dan o Menunjukkan rasa senang. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji
mengenali masalah o Ada kontak mata. setiap kali berinteraksi
yang dialami o Mau berkenalan. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dialami klien
o Bersedia menceritakan masalah Buat kontrak interaksi yang jelas
yang dialami.
55
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan masalah
klien
II Pertemuan I
Klien mampu 1. Setelah 1X pertemuan klien Bantu klien mengidentifikasi halusinasi:
mengidentifikasi menjelaskan halusinasi yang dialami Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
halusinasi dan mampu dengan kriteria: Observasi tingkah laku klien terkait dengan
mengendalikan o Menceritakan isi halusiansi yang halusinasinya (* dengar /lihat /penghidu /raba /kecap), jika
halusinasi yang dialami menemukan klien yang sedang halusinasi:
dialami dengan o Menceritakan waktu halusiansi Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (
latihan menghardik yang dialami halusinasi dengar/ lihat/ penghidu /raba/ kecap )
o Menceritakan frekwensi Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang
halusiansi yang dialami sedang dialaminya
o Menceritakan situasi halusiansi Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami
yang dialami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak
o Menceritakan perasaan dan respon mengalaminya ( dengan nada bersahabat tanpa
dari halusiansi yang dialami menuduh atau menghakimi)
Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami
hal yang sama.
Katakan bahwa perawat akan membantu klien
Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang
adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :
Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi,
siang, sore, malam atau sering dan kadang – kadang)
Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi
Perasaan dan respon waktu halusinasi muncul
56
dengan kriteria: Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
o Menutup kedua telinga Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian
o Memejamkan mata cara tersebut
o Melawan halusiansi yang dialami Jelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, obat,
dengan menghardik bercakap-cakap, melakukan kegiatan
Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol
timbulnya halusinasi : Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak
nyata ( “saya tidak mau dengar/ lihat/ penghidu/ raba /kecap
pada saat halusinasi terjadi)
Menghardik sambil tutup mata dan tutup telinga
Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih
saat halusinasi muncul
Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik
II Pertemuan II
Klien mampu 1. Setelah 1X pertemuan klien Latih klien mengendalikan halusinasi dengan
mengendalikan mengendalikan halusinasi yang dialami memanfaatkan obat
halusinasi yang dengan latihan memanfaatkan obat, Evaluasi kegiatan latihan menghardik. Beri pujian
dialami dengan dengan kriteria: Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan
memanfaatkan obat o Mengungkapkan prinsif 6 benar 6 benar: pasien, obat, dosis, waktu, cara dan kontinuitas minum
obat obat)
o Menjelaskan prinsif: Benar Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
pasien,obat,dosis, waktu, cara menghardik dan minum obat
o Mengungkapkan kontinuitas
minum obat dan pengobatan.
II Pertemuan III 1. Setelah 1X pertemuan klien Latih klien mengendalikan halusiansi dengan cara
Klien mampu mengendalkan halusinasi yang dialami bercakap-cakap
mengendalikan dengan latihan cara fisik, dengan Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat. Beri
halusinasi yang kriteria: pujian
57
dialami dengan o Mengungkapkan halusinasi yang Latih cara mengontrol halusinasi dg bercakap-cakap saat
dengan cara muncul kepada orang lain (sesama terjadi halusinasi
verbal/bercakap- klien,perawatdan anggota Menemui orang lain (perawat/teman/anggota
cakap keluarga) keluarga) untuk menceritakan tentang halusinasinya.
o Bercakap-cakap dengan sesama Meminta perawat/sesama klien/anggota keluarga
klien menyapa/mengajak bercakap-cakap saat halusinasi muncul
o Bercakap-cakap dengan Masukkan pada jadual kegiatan untuk
perawatdan anggota keluarga latihan menghardik, minum obat dan bercakap-
o Meminta perawat/sesama cakap
klien/anggota keluarga
menyapa/mengajak bercakap-
cakap
7 II Pertemuan IV
Jan Klien mampu 1. Setelah 1X pertemuan klien Latih klien mengendalikan halusinasi dengan cara kegiatan
‘22 mengendalikan mengendalikan halusinasi yang dialami terjadwal
halusinasi yang dengan latihan cara spiritual, dengan Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat &
dialami dengan cara kriteria: bercakap-cakap. Beri pujian
latihan kegiatan o Mengungkapkan kegiatan Latih cara mengontrol halusinasi dg melakukan kegiatan
terjadwal aktivitas sehari-hari dari bangun harian (mulai 2 kegiatan)
tidur sampai tidur lagi Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari
o Mengisi kegiatan yg bisa yang telah di susun.
dilakukan pd waktu halusinasi Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan
muncul menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan kegiatan harian
o Memilih kegiatan dan
mempraktekkan kegiatan untuk
mengendalikan halusinasi
8 II Pertemuan V dst 1. Setelah 1X pertemuan klien Latih klien mengendalikan halusinasi dengan cara
Jan Klien mampu mengendalikan halusinasi yang dialami menghardik & obat & becakap-cakap & kegiatan
‘22 mengendalikan dengan latihan cara fisik, obat, verbal terjadwal.
halusinasi yang dan spiritual, dengan kriteria:
58
dialami o Mempraktekkan latihan Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat &
menghardik becakap-cakap & kegiatan terjadwal. Beri pujian
o Mempraktekkan latihan obat Nilai kemampuan yang sudah mandiri
o Mempraktekkan latihan bercakap- Nilai apakah halusinasi sudah terkontrol
cakap
o Mempraktekkan latihan kegiatan
terjadwal
59
NRM 058822
TUJUAN KHUSUS:
Pertemuan Pengkajian Setelah 1X pertemuan klien menunjukkan Identifikasi fokus masalah klien, dengan:
Klien mampu tanda-tanda percaya kepada perawat dan Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
menunjukkan tanda- mengenali masalah yang dialami, dengan verbal
tanda percaya kepada kriteria: Perkenalkan nama, nama panggilan perawat
perawat dan mengenali o Ekspresi wajah bersahabat. dan tujuan perawat berinteraksi
masalah yang dialami o Menunjukkan rasa senang. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
o Ada kontak mata. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati
o Mau berkenalan. janji setiap kali berinteraksi
o Bersedia menceritakan masalah yang Tanyakan perasaan klien dan masalah yang
dialami. dialami klien
Buat kontrak interaksi yang jelas
Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan
masalah klien
III Pertemuan I
Klien mampu 1. Setelah 1X pertemuan klien menjelaskan Bantu klien mengidentifikasi isolasi sosial:
mengidentifikasi isolasi isolasi sosial yang dialami dengan kriteria: Diskusikan dengan klien:
60
sosial dan mampu o Menyebutkan siapa orang terdekat Orang yang tinggal serumah / teman sekamar klien
mengatasi isos yang o Menyebutkan penyebab isolasi Orang yang paling dekat dengan klien di rumah/ di
dialami dengan latihan sosial yang dialami ruang perawatan
berkenalan o Menyebutkan kerugian isolasi Apa yang membuat klien dekat dengan orang tersebut
sosial yang dialami Orang yang tidak dekat dengan klien di rumah/di
o Menyebutkan manfaat ruang perawatan
berhubungan sosial/sosialisasi Diskusikan dengan klien penyebab menarik diri
atau tidak mau bergaul dengan orang lain.
Tanyakan pada klien tentang :
Manfaat hubungan sosial.
Kerugian menarik diri.
Diskusikan bersama klien tentang
manfaat berhubungan sosial dan kerugian menarik
diri.
Beri pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya.
2. Setelah 1X pertemuan klien mengatasi Latih klien mengatasiisolasi sosial dengan berkenalan
isolasi sosial yang dialami dengan latihan Diskusikan cara berkenalan
berkenalan, dengan kriteria: Beri contoh berkenalan
o Mengucapkan salam Latih cara berkenalan dengan pasien dan
o Menyebutkan nama lengkap, nama perawat atau tamu
panggilan, asal dan hobi Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah
o Menanyakan yang diajak dilatih saat berkenalan
berkenalan nama lengkap, nama Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan
panggilan, asal dan hobi berkenalan
o Mau jabat tangan
o Ada kontak mata
III Pertemuan II
Klien mampu mampu 1. Setelah 1X pertemuan klien Latih klien mengatasiisolasi sosial dengan berkenalan 2-3
mengatasi isos yang mengendalikan isolasi sosial yang dialami orang
dialami dengan latihan dengan latihan berkenalan dengan 2-3 Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang).
berkenalan dengan 2-3 orang, dengan kriteria: Beri pujian
orang o Mengucapkan salam
61
o Menyebutkan nama lengkap, nama Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan
panggilan, asal dan hobi harian (latih 2 kegiatan)
o Menanyakan yang diajak Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan
berkenalan nama lengkap, nama berkenalan 2- 3 orang pasien, perawat dan tamu,
panggilan, asal dan hobi berbicara saat melakukan kegiatan harian
o Mau jabat tangan
o Kontak mata
dipertahankan, tersenyum
o Berkenalan dgn 2-3 orang dan
bicara 2 topik kegiatan
III Pertemuan IV
Klien mampu mampu 1. Setelah 1X pertemuan klien Latih klien mengatasiisolasi sosial dengan berkenalan . 5
mengatasi isos yang mengendalikan isolasi sosial yang dialami orang
dialami dengan cara dengan latihan berkenalan dengan > 5 Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara
latihan kegiatan orang, dengan kriteria: saat melakukan empat kegiatan harian. Beri pujian
terjadwal o Mengucapkan salam
62
o Menyebutkan nama lengkap, nama Latih cara bicara sosial: meminta sesuatu,
panggilan, asal dan hobi menjawab pertanyan
o Menanyakan yang diajak Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan
berkenalan nama lengkap, nama berkenalan >5 orang, orang baru, berbicara saat
panggilan, asal dan hobi melakukan kegiatan harian dan sosialisasi
o Mau jabat tangan
o Kontak mata
dipertahankan, tersenyum
o Berkenalan dgn > 5 orang dan
bicara 2 topik kegiatan
63
E. DOKUMENTASI KEPERAWATAN
tgl Professional HASIL ASESMEN PASIEN DAN Instruksi PPA termasuk VERIVIKASI
pemberi PEMBERIAN PELAYANAN pasca bedah DPJP
jam
asuhan
Perawat S:
- Klien mengatakan dada terasa
panas
- Klien merasa kesal dengan
ibunya yang membawa ia ke
RSJ
- Klien mengatakan pernah
jatuh dari motor saat usia 16
tahun dan mengalami
benturan di kepala
- Klien mengatakan mendengar
suara aneh seperti tertawa
mengejek setiap kali ia
merasa kesal/marah
- Klien mengatakan mendengar
suara aneh 2x dalam sehari,
setiap kali muncul selama 10
detik
- Klien mengatakan berusaha
mengabaikan suara-suara
yang didengar
- Klien mengatakan tidak mau
bergaul & lebih suka
menyendiri karena
penyakitnya
- Klien mengatakan tidak
pernah mengikuti kegiatan di
masyarakat
- Klien mengatakan tidak
berminat mengikuti TAK
O:
- Klien saat berbicara sedikit
melotot
- Gelisah
- Tegang
- Emosi labil
- Defensif
- Klien terlihat berbicara
sendiri & tersenyum sendiri
- Sering mondar – mandir
- Tampak menyendiri
- Klien tampak tidak dapat
mempertahakankan kontak
64
mata dengan perawat
A:
1. Risiko Perilaku Kekerasan
(RPK)
2. Gangguan Persepsi Sensori
: Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
P:
1. Pertemuan 1 RPK - Mengidentifikasi
penyebab, tanda
& gejala PK, PK
yang dilakukan,
akibat PK
- Latihan tarik
napas dalam,
pukul
bantal/Kasur
2. Pertemuan 1 Halusinasi - Mengidentifikasi
halusinasi: isi,
frekuensi,
waktu, situasi,
respon
- Latihan
menghardik
3. Pertemuan 1 Isos - Mengidentifikasi
penyebab isolasi
sosial, kerugian
isolasi sosial,
manfaat
berhubungan
sosial
- Latihan
berkenalan
65
tgl Professional HASIL ASESMEN PASIEN DAN Instruksi PPA VERIVIKASI
pemberi PEMBERIAN PELAYANAN termasuk pasca DPJP
jam
asuhan bedah
Perawat S:
- Klien mengatakan merasa kesal
- Klien mengatakan mendengar
suara orang tertawa mengejek
tapi tidak ada wujudnya
- Klien mengatakan tidak butuh
teman
O:
- Pandangan tajam, suara keras
- Klien terlihat berbicara sendiri
& tersenyum sendiri
- Sering mondar – mandir
- Tampak menyendiri
- Kontak mata mudah beralih
A:
1. Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
2. Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
P:
1. Pertemuan 2 RPK
- Latihan
mengendalikan
PK dengan
obat (jelaskan
6 benar:
pasien, obat,
dosis, waktu,
cara,
dokumentasi)
2. Pertemuan 2 Halusinasi - Latihan
mengontrol
halusinasi
dengan obat
(jelaskan 6
benar: pasien,
obat, dosis,
waktu, cara,
dokumentasi)
66
- Latihan cara
3. Pertemuan 2 Isos
berbicara saat
melakukan
kegiatan harian
(latih 2
kegiatan)
Perawat S:
- Klien mengatakan masih
merasa kesal
- Klien mengatakan mendengar
suara orang tertawa mengejek
tapi tidak ada wujudnya
selama 10 detik
- Klien mengatakan suka
sendirian
O:
- Tegang dan gelisah
- Sering mondar – mandir
- Tampak menyendiri
- Kontak mata kurang
A:
1. Risiko Perilaku Kekerasan
(RPK)
2. Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
P:
1. Pertemuan 3 RPK
- Latihan
mengendalikan
PK dengan
verbal (3 cara
yaitu:
mengungkapkan,
meminta,
67
menolak dengan
benar)
- Latihan
2. Pertemuan 3 Halusinasi
mengontrol
halusinasi
dengan
bercakap-cakap
saat terjadi
halusinasi
3. Pertemuan 3 Isos
- Latihan cara
berbicara saat
melakukan
kegiatan harian
(2 kegiatan baru)
Perawat S:
- Klien mengatakan masih merasa
kesal
- Klien mengatakan mendengar
suara aneh muncul saat ia
merasa kesal
- Klien mengatakan mudah lupa
dengan nama pasien yang lain
walau sudah berkenalan 2-3 kali
O:
- Tegang
- Tampak berbicara sendiri
- Tampak menyendiri
A:
1. Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
2. Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
68
P:
1. Pertemuan 4 RPK
- Latihan
mengendalikan
PK dengan
spiritual
Perawat S:
- Klien mengatakan masih merasa
sedikit kesal
- Klien mengatakan masih
mendengar suara aneh tanpa
wujud
- Klien mengatakan masih lebih
suka sendiri
O:
- Pandangan tajam
- Terlihat melamun
- Kontak mata mudah beralih
A:
1. Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
69
2. Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
P: - Mengevaluasi
1. Pertemuan 5 RPK mengendalikan
PK dengan
fisik, obat,
verbal, dan
spiritual
- Mengevaluasi
2. Pertemuan 5 Halusinasi mengontrol
halusinasi
dengan
menghardik,
obat, bercakap-
cakap, dan
kegiatan harian
3. Pertemuan 5 Isos - Mengevaluasi
kegiatan
Latihan
berkenalan,
berbicara saat
melakukan
kegiatan harian,
dan sosialisasi
70
BAB IV
PEMBAHASAN
71
2. Tahap-Tahap RPK
Tahapan perilaku agresif atau risiko perilaku kekerasan: (Fontaine, 2009)
Tahap 1: Tahap Memicu
Perasaan : Kecemasan
Perilaku : Agitasi, mondar-mandir, menghindari kontak
Tindakan perawat : Mengidentifikasi faktor pemicu, mengurangi
kecemasan, memecahkan masalah bila memungkinkan.
Tahap 2: Tahap Transisi
Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi meningkat
Tindakan Perawat : Jangan tangani marah dengan amarah, menjaga
pembicaraan, menetapkan batas dan memberikan pengarahan, mengajak
kompromi, mencari dampak; meminta bantuan.
Tahap 3: Krisis
Perasaan : Peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku : Agitasi, gerakan mengancam, menyerang orang
disekitar, berkata kotor; berteriak
Tindakan Perawat : Lanjutkan intervensi tahap 2, dalam lipatan
ruang pribadi, hangat (tidak mengancam) konsekuensi, cobalah untuk
menjaga komunikasi
Tahap 4: Perilaku Merusak
Perasaan : Marah
Perilaku : Menyerang; merusak
Tindakan Perawat : Lindungi klien lain, menghindar, melakukan
pengekangan fisik
Tahap 5: Tahap Lanjut
Perasaan : Agresi
Perilaku :Menghentikan perilaku terang-terangan
destuctive, pengurangan tingkat gairah
Tindakan Perawat : Tetap waspada karena perilaku kekerasan baru
masih memungkinkan, hindari pembalasan atau balas dendam
Tahap 6: Tahap Peralihan
Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi, mondar-mandir
72
Tindakan Perawat : Lanjutkan fokus mengatasi masalah utama
Dari hasil pengkajian Tn.P berada pada Tahap 2 RPK yaitu tahap transisi.
3. Rentang respon neurologis
Perilaku Kekerasan merupakan respon kemarahan. Respon kemarahan
dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif sampai maladaptif (Satrio, dkk,
2015). Rentang respon marah menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam
Satrio, dkk (2015) dijelaskan dalam skema 2.2 dimana agresif dan amuk
(perilaku kekerasan) berada pada rentang respon yang maladaptif.
Dari hasil pengkajian Tn.P tidak ada anggota keluarga yang mengalami
skizofrenia, klien mengatakan saat usia 16 tahun pernah mengalami
kecelakaan dan terjadi benturan pada kepala. Menurt Videback (2008)
Kerusakan struktur pada sistem limbik dan lobus frontal serta lobus
temporal otak dapat mengubah kemampuan individu untuk memodulasi
agresif sehingga menyebabkan perilaku agresif/ kekerasan.
73
Faktor Presipitasi: Sumber Koping, Mekanisme Koping
Dari hasil pengkajian Tn.P tidak mendapat dukungan dari keluarga sebagai
sumber koping. Klien mengatakan ibu adalah orang yang berarti untuknya.
Keluarga membawa ia ke RSJ tanpa persetujan klien, klien merasa kesal
kepada keluarga terumata ibunya. Selama dirawat keluarga tidak pernah
menjenguk. Selama di rumah klien kerap bertengkar dengan kakak
kandungnya yang tidak menyukai ia yang hanya diam di rumah saja. Klien
merasa ia tidak sakit jiwa. Berdasarkan rekam medik klien menggunakan
asuransi nasional BPJS Kelas III.
4. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan RPK secara
teori antara lain: (Keliat, 2005)
a. Isolasi Sosial
b. Harga Diri Rendah
c. Risiko Perilaku Kekerasan
5. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan berdasarkan jurnal:
1. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Yessilius (2020) tentang
aplikasi terapi relaksasi otot progresif pada asuhan keperawatan pasien
dengan resiko perlaku kekerasan di RS Ernaldi Bahar Palembang
- Terapi relaksasi otot progeresif merupakan tehnik relaksasi untuk
menggabungkan Latihan nafas dalam dengan kegiatan kontraksi dan
relaksasi otot-otot tertentu (Setyoadi,2011).
- Tujuan relaksasi otot progresif ntuk mengencangkan dan melemaskan
otot-otot pada suatu bagian tubuh dalam 1 waktu untuk memberikan
perasaan relaksasi secara fisik (Syinder,2002).
74
2. Menurut penelitian yang dilakukan Purnomo (2016) tentang pengaruh
mendengarkan asmaul husnah terhadap tingkat kecemasan pada pasien
risiko perilaku kekerasan di RSJD Amino Gondohutomo Jawa Tengah
- Salah satu terapi individual yang bermanfaat untuk mengontrol RPK
terapi adalah melalui pendekatan strategi dengan cara
religious/spiritual (SP 4). Dimensi spiritual berupaya untuk
mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar,
berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan Ketika sedang
menghadapi stress emosional, sakit fisik, atau kematian (Hamid,
2008).
- Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta.
3. Menurut penelitian yang dilakukan Ice Yulia (2015) tentang Kepatuhan
dan komitmen klien skizofrenia meningkat setelah diberikan acceptance
and commitment therapy dan Pendidikan Kesehatan kepatuhan minum
obat
- Cognitive Behaviour Therapy (CBT) adalah bentuk psikoterapi yang
telah terbukti efektif untuk berbagai masalah, termasuk depresi,
gangguan kecemasan, masalah penyalahgunaan alcohol dan zat,
masalah keluarga, dan penyakit mental yang parah.
- Pemberian Cognitive Behaviour Therapy (CBT) pada klien
skizofrenia dengan perilaku kekerasan dapat meningkatkan
kemampuan kognitif dan perilaku klien (Wahyuni, 2010)
6. Implementasi
75
Risiko SP 1: SP 1:
Perilaku Identifikasi penyebab, tanda Diskusikan masalah yang dirasakan
Kekerasan & gejala, PK yang dalam merawat pasien
dilakukan, akibat PK Jelaskan pengertian, tanda & gejala
Jelaskan cara mengontrol dan proses terjadinya PK (gunakan
PK: fisik, obat, verbal, booklet)
spiritual Jelaskan cara merawat PK
Latihan cara mengontrol PK Latih satu cara merawat PK dengan
secara fisik: tarik nafas melakukan kegiatan fisik: tarik nafas
dalam dan pukul kasur dan dalam dan pukul kasur dan bantal
bantal Anjurkan membantu pasien sesuai
Masukan pada jadwal jadwal dan memberi pujian
kegiatan untuk latihan fisik
76
SP 2: SP 2:
Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
fisik, beri pujian merawat/melatih pasien fisik, beri
Latih cara mengontrol PK pujian
dengan obat (jelaskan 6 Jelaskan 6 benar cara memberikan
benar: jenis, guna, dosis, obat
frekuensi, cara, kontinuitas Latih cara memberikan/membimbing
minum obat) minum obat
Masukan pada jadwal Anjurkan membantu pasien sesuai
kegiatan untuk latihan fisik jadwal dan beri pujian
dan minum obat
SP 3: SP 3:
Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
fisik & obat, beri pujian merawat/melatih pasien fisik dan
Latih cara mengontrol PK memberikan obat, beri pujian
secara verbal (3 cara yaitu: Latih cara membimbing: cara bicara
mengungkapkan, meminta, yang baik
menolak dengan benar) Latih cara membimbing kegiatan
Memasuan pada jadwal spiritual
kegiatan untuk latihan fisik, Anjurkan membantu pasien sesuai
minum obat dan verbal jadwal dan memberi pujian
SP 4 : SP 4 :
Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
fisik & obat & verbal, beri merawat/melatih pasien fisik,
pujian memberikan obat, latihan bicara yang
Latih cara mengontrol baik & kegiatan spiritual, beri pujian
spiritual (2 kegiatan) Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
Masukan pada jadwal tanda kambuh, rujukan
kegiatan untuk latihan fisik, Anjurkan membantu pasien sesuai
minum obat, verbal dan jadwal dan memberikan pujian
spiritual
77
7. Evaluasi
4 Perawat S:
Jan - Klien mengatakan dada terasa
panas
‘22 - Klien merasa kesal dengan
ibunya yang membawa ia ke
RSJ
- Klien mengatakan pernah
jatuh dari motor saat usia 16
tahun dan mengalami
benturan di kepala
- Klien mengatakan mendengar
suara aneh seperti tertawa
mengejek setiap kali ia
merasa kesal/marah
- Klien mengatakan mendengar
suara aneh 2x dalam sehari,
setiap kali muncul selama 10
detik
- Klien mengatakan berusaha
mengabaikan suara-suara
yang didengar
- Klien mengatakan tidak mau
bergaul & lebih suka
menyendiri karena
penyakitnya
- Klien mengatakan tidak
pernah mengikuti kegiatan di
masyarakat
- Klien mengatakan tidak
berminat mengikuti TAK
O:
- Klien saat berbicara sedikit
melotot
- Gelisah
- Tegang
- Emosi labil
- Defensif
- Klien terlihat berbicara
sendiri & tersenyum sendiri
- Sering mondar – mandir
- Tampak menyendiri
- Klien tampak tidak dapat
mempertahakankan kontak
mata dengan perawat
A:
1. Risiko Perilaku Kekerasan
78
(RPK)
2. Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
P:
1. Pertemuan 1 RPK - Mengidentifikasi
penyebab, tanda
& gejala PK, PK
yang dilakukan,
akibat PK
- Latihan tarik
napas dalam,
pukul
bantal/Kasur
2. Pertemuan 1 Halusinasi - Mengidentifikasi
halusinasi: isi,
frekuensi,
waktu, situasi,
respon
- Latihan
menghardik
1.Pertemuan 1 Isos - Mengidentifikasi
penyebab isolasi
sosial, kerugian
isolasi sosial,
manfaat
berhubungan
sosial
- Latihan
berkenalan
79
tgl Professional HASIL ASESMEN PASIEN DAN Instruksi PPA VERIVIKASI
pemberi PEMBERIAN PELAYANAN termasuk pasca DPJP
jam
asuhan bedah
Perawat S:
- Klien mengatakan merasa kesal
- Klien mengatakan mendengar
suara orang tertawa mengejek
tapi tidak ada wujudnya
- Klien mengatakan tidak butuh
teman
O:
- Pandangan tajam, suara keras
- Klien terlihat berbicara sendiri
& tersenyum sendiri
- Sering mondar – mandir
- Tampak menyendiri
- Kontak mata mudah beralih
A:
1. Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
2. Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
P:
1. Pertemuan 2 RPK
- Latihan
mengendalikan
PK dengan
obat (jelaskan
6 benar:
pasien, obat,
dosis, waktu,
cara,
dokumentasi)
80
3.Pertemuan 2 Isos - Latihan cara
berbicara saat
melakukan
kegiatan harian
(latih 2
kegiatan)
Perawat S:
- Klien mengatakan masih
merasa kesal
- Klien mengatakan mendengar
suara orang tertawa mengejek
tapi tidak ada wujudnya
selama 10 detik
- Klien mengatakan suka
sendirian
O:
- Tegang dan gelisah
- Sering mondar – mandir
- Tampak menyendiri
- Kontak mata kurang
A:
1. Risiko Perilaku Kekerasan
(RPK)
2. Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
P:
1. Pertemuan 3 RPK
- Latihan
mengendalikan
PK dengan
verbal (3 cara
yaitu:
mengungkapkan,
meminta,
81
menolak dengan
benar)
Perawat S:
- Klien mengatakan masih merasa
kesal
- Klien mengatakan mendengar
suara aneh muncul saat ia
merasa kesal
- Klien mengatakan mudah lupa
dengan nama pasien yang lain
walau sudah berkenalan 2-3 kali
O:
- Tegang
- Tampak berbicara sendiri
- Tampak menyendiri
A:
1. Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
2. Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
82
P:
1. Pertemuan 4 RPK
- Latihan
mengendalikan
PK dengan
spiritual
2.Pertemuan 4 Halusinasi - Latihan
mengontrol
halusinasi
dengan
melakukan
kegiatan harian
(mulai 2
kegiatan)
Perawat S:
- Klien mengatakan masih merasa
sedikit kesal
- Klien mengatakan masih
mendengar suara aneh tanpa
wujud
- Klien mengatakan masih lebih
suka sendiri
O:
- Pandangan tajam
- Terlihat melamun
- Kontak mata mudah beralih
A:
1. Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
2. Gangguan Persepsi Sensori:
83
Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
P: - Mengevaluasi
1. Pertemuan 5 RPK mengendalikan
PK dengan
fisik, obat,
verbal, dan
spiritual
2.Pertemuan 5 Halusinasi - Mengevaluasi
mengontrol
halusinasi
dengan
menghardik,
obat, bercakap-
cakap, dan
kegiatan harian
84
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan sampai dengan evaluasi pasien dapat
disimpulkan:
1. Dari hasil pengkajian kepada klien, didapat hasil klien mengalami Risiko
Perilaku Kekerasan. RPK didapatkan dari data sebagai berikut:
DS:
- Klien mengatakan dada terasa panas
- Klien merasa kesal dengan ibunya yang membawa ia ke RS
- Klien merasa ingin berteriak kencang & memukuli apapun agar merasa
lega
- Keluarga mengatakan saat mengamuk klien merusak barang &
menyakiti orang lain
- Klien mengatakan pernah melempar batu ke kaca jendela rumah
tetangganya
- Klien mengatakan pernah jatuh dari motor saat usia 16 tahun dan
mengalami benturan di kepala
DO:
- Klien saat berbicara sedikit melotot
- Gelisah
- Tegang
- Emosi labil
- Defensif
2. Dari hasil Analisa data klien didapatkan diagnosa keperawatan Risiko
Perilaku Kekerasan (RPK), Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendengaran, dan Isolasi Sosial.
3. Intervensi Keperawatan diberikan dengan berdasarkan Pertemuan (SP)
4. Implementasi keperawatan dan evaluasi berdasarkan Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi (CPPT)
85
B. Saran
5. Perawat sebagai seseorang yang memberikan asuhan keperawatan pada klien
perlu melakukan komunikasi terapeutik dengan baik agar terciptanya
hubungan saling percaya antara klien dan perawat.
6. Klien berperan secara aktif untuk mendapatkan dukungan dari perawat dan
keluarga, serta mampu melaksanakan tugas yang diberikan dari pihak
Rumah Sakit Jiwa agar dapat mengatasi masalah yang dialami klien.
7. Untuk Rumah Sakit diharapkan bisa menambah fasilitas dan senantiasa
menciptakan lingkungan yang terpeutik guna mempercepat kesembuhan
klien.
86
DAFTAR
PUSTAKA
Fontaine, K.L. (2009). Mental Health Nursing. 7th ed. New Jersey : Pearson Education, Inc.
Definition&Classification,
2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell
Ice Yulia.(2015) .Kepatuhan dan komitmen klien skizofrenia meningkat setelah diberikan
acceptance and commitment therapy dan Pendidikan Kesehatan kepatuhan minum obat
Keliat, B.A., (2006). Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta
: EGC
Keliat, B.A., dkk. (2005). Modul Basic Course Community Mental Health Nursing.
Kerjasama FIK UI dan WHO.
Keliat, B.A., & Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta :
EGC Keliat, B.A., & Akemat. (2010). Model Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta :
EGC Kemenkes RI, (2012) Modul: Pelatihan Keperawatan Jiwa Masyarakat, Pusat
Pendidikan
Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Lelono, S.K. (2011). Efektivitas Cognitive Behaviour Therapy (CBT) dan Rational
Emotive Behaviour Therapy (REBT) Pada Perilaku Kekerasan, Halusinasi dan
Harga Diri Rendah di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis FIK-UI. Tidak
dipublikasikan.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th
ed.
Missouri : Mosby, Inc.
Stuart, G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 9th ed. Missouri :
87
Mosby, Inc.
Townsend, M.C. (2005). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing. 3rd ed.
Philadelphia:
F.A. Davis Company
Yessilius.(2020). Aplikasi terapi relaksasi otot progresif pada asuhan keperawatan pasien
dengan resiko perlaku kekerasan di RS Ernaldi Bahar Palembang
88