Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhlak merupakan salah satu bagian yang sangat urgen dari

perincian kesempurnaan tujuan pendidikan Islam. Oleh sebab itu, pendidikan

akhlak merupakan salah satu fondasi yang vital dalam membentuk insan yang

berakhlak mulia, guna menciptakan manusia yang bertaqwa dan menjadi

seorang muslim yang sejati. Dengan pelaksanaan pendidikan akhlak tersebut,

manusia menjadi semakin mengerti akan kedudukan dan tugasnya sebagai

hamba dan khalifah di bumi. Hal ini sesuai dengan tugas Nabi SAW diutus ke

muka bumi ini sebagai penyempurna akhlak, sebagaimana dinyatakan dalam

hadits:

‫اِمَّن اَ بعِثْ اِل‬:‫اهلل صلَى اهلل علَي ِه وسلَّم‬


ِ ‫قاَ َل رسو ُل‬:‫عن اَيِب هريرةٌ قاَ َل‬
ْ ‫ت ُمَتِّ َم َمكاَ ِر َم‬
‫اآلخالَ ُق‬ ُ ُ َ َ َْ ُ َ ُْ َ َْ َ ُ ْ َ

)‫(ر َواهُ َبْي َه ِقى‬


َ

Artinya: Dari Abi Hurairah berkata, berkata Rasulullah SAW

“Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan

akhlak (yang mulia).” (HR. Baihaqi).1

Mengingat pentingnya akhlak bagi suatu bangsa, perlu adanya

keseriusan dalam pembinaan akhlak terhadap peserta didik yang merupakan

calon pemimpin masa depan. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan Islam

menurut Al-Ghazali dalam Jurnal Khatuliswa Muhammad Edi Kurnanto


1
Imam Baihaqi, Sunan al-Kubra, Juzu’ X, (Beirut: Darul Fikri, t.t), hlm. 192.
1
2

Diantara tujuan umum pendidikan Islam menurut Al-Ghazali adalah:


1. Membentuk akhlak mulia, 2. Mendekatkan diri kepada Allah, 3.
memperoleh ilmu, 4. Mengembangkan fitrah, 5. Menciptakan
keseimbangan dalam diri, 6. Mencari keridhaan Allah, 7.
Mewujudkan ketenangan dan ketentraman, 8. Membiasakan diri
untuk beramal soleh, dan 9. Meningkatkan keimanan dan ketaatan
kepada Allah.2

Menurut perspektif ini, pendidikan orientasinya adalah terbentuknya

akhlak yang mulia yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW,

sedangkan yang lain, seperti intelektual yang tinggi hanya merupakan

thariqah untuk menuju kebaikan akhlaknya.

Di zaman milenial ini atau lebih sering disebut dengan istilah Kids

Zaman Now, banyak sekali yang terjerumus dalam pergaulan bebas, tawuran,

bolos sekolah, dan berbagai penyimpangan lainnya yang secara tidak

langsung membuat eksistensi lembaga pendidikan tersebut diragukan.

“Seperti kasus aksi tawuran antar pelajar yang terjadi di Tambun,

tepatnya di Jalan Diponegoro, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Kamis

(15/2/2018). Perkelahian antar pelajar ini melibatkan 40 orang pelajar SMK

Swasta di Bekasi. Dalam tawuran tersebut seorang pelajar yakni, IH (15),

menderita luka bacok senjata tajam bagian kepala belakang paha kanan”.3

Hal tersebut mengindikasikan bahwasanya pendidikan yang ada di

sekolah-sekolah belum berhasil. Penyimpangan-penyimpangan itu mungkin

terjadi karena pendidikan moral atau akhlak hanya sebatas wacana, artinya

2
M. Edi Kurnanto, Pendidikan dalam Pemikiran Al-Ghazali Jurnal Khatulistiwa,
Volume 1 No. 2 (September, 2011), hal. 8.
3
https://
metro.sindonews.com.tawuran.berdarah.di.tambun.40.pelajar.smk.bekasi.ditangkap.html dalam
google.com. diakses tanggal 30 Agustus 2018.
3

pendidikan moral atau akhlak hanya sampai pada ranah kognitif, sedangkan

ranah afektif dan psikomotorik belum tersentuh.

Fenomena-fenomena tersebut memang tidak hanya salah lembaga

pendidikan formal, karena bertanggung jawab dalam pembinaan akhlak

bukan hanya lembaga pendidikan formal, akan tetapi semua pihak termasuk

orang tua, masyarakat, pesantren modern, dan sebagainya. Pesantren modern

merupakan lembaga yang mencakup segala jenis pendidikan seperti formal,

non formal dan in formal yang melayani santri/ah dari pagi sampai malam

hari. Hal ini merupakan kelebihan lembaga ini untuk memonitor santri/ah

tidak hanya sebatas aspek kognitif saja, melainkan sampai pada aspek afektif

dan psikomotor.

Perkembangan terakhir umat Islam di Indonesia, tergambar dengan

jelas pada merosotnya akhlak sebagian umat Islam. Penyimpangan moral

yang terjadi, terutama di kalangan remaja, bukanlah merupakan hal yang

asing lagi terdengar, seperti tawuran, perkelahian, narkoba, dan pergaulan

bebas. “Masa remaja adalah suatu masa dari umur manusia yang paling

banyak mengalami perubahan yakni, masa kanak-kanak menuju masa dewasa

yang berlangsung antara umur 15-21 tahun”.4 Di rentang usia 15-21 tahun ini,

para remaja banyak mengalami konflik/problema sehingga untuk

memutuskan suatu permasalahan masih mengalami kebingungan, antara

mengikuti keinginan yang bergejolak dalam hati dan ketaatan menjalankan

ibadah atau hukum formal serta hukum adat istiadat.

4
A. Rahman Getteng, Pendidikan Islam dalam Pembangunan (Ujung pandang:
Yayasan Al-Ahkam, 1997), hal. 52.
4

Akhlak adalah hal yang paling utama dalam menopang perubahan

dan perkembangan perilaku. Oleh karena itu, pembinaan akhlak seharusnya

menjadi perioritas utama dalam institusi pendidikan. Seperti: madrasah,

pesantren atau sekolah umum. Menurut John Dewey “pendidikan dengan

berbuat atau learning by doing terdiri atas tolong menolong, berbuat

kebajikan dan melayani orang lain, dapat di percaya, dan jujur.”5 John Dewey

berpendirian bahwa akhlak tidak dapat diajarkan melalui cara lain kecuali

dengan pembiasaan melakukan perbuatan yang berproses, yang mengandung

keutamaan-keutamaan.

Undang-undang RI Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) menegaskan bahwa: “Pendidikan

merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenda-lian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.6

Undang-undang RI Nomor: 20 Tahun 2003 juga disebutkan bahwa:

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dan


mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.7

5
Ali Al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam (Jakarta: . Asdi Mahasatya, 2002),
hal. 15.
6
Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional 2003. Jakarta: Cemerlang, 2003, hal. 3.
7 ?
Ibid, hal. 7.
5

Tidak bisa dipungkiri pendidikan hari ini lebih baik mementingkan

aspek kognitif semata. Atau penguasaan materi suatu pelajaran dan menjadi

hal yang paling dominan dalam suatu kegiatan belajar-mengajar. Aspek

pendidikan berikutnya yaitu aspek afektif dan aspek psikomotorik kurang

mendapat perhatian. Sehingga otak anak didik terus menerus dijelajahi

dengan pengetahuan baru, sementara hati mereka kering dari nilai-nilai

ruhiah.

Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, pesantren dari sudut

historis kultural dapat dikatakan sebagai “training center yang otomatis

menjadi cultural central Islam yang disahkan atau dilembagakan oleh

masyarakat, setidak-tidaknya oleh masyarakat Islam sendiri yang secara

defacto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah”.8 Pondok pesantren memiliki

model-model pengajaran yang bersifat non klasikal, yaitu:

Model sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan, yaitu


metode yang didalamnya terdapat seorang kyai yang membaca kitab
dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang
sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kyai. Dan
sorogan,yaitu santri yang cukup pandai men “sorog” kan
(mengajukan) sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca dihadapannya,
kesalahan dalam membaca itu langsung dibenarkan oleh kyai.9

Pesantren Muhammadiyah Kwala Madu, Langkat adalah salah satu

institusi pembinaan berbasis agama Islam yang sangat penting untuk

menghantarkan peserta didik menuju pendewasaan yang kelak akan menjadi

generasi baru, berakhlak mulia dan dapat menjaga citranya sebagai seorang

8
Djamaluddin, & Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka
Setia, 1998) hal 97.
9
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1999).hal. 26.
6

santri di mana pun meraka berada. Jika seorang pembina menanamkan nilai-

nilai spiritual dan moral kepada para santrinya, maka tujuan pembinaan

akhlak akan tercapai berupa terbentuknya generasi yang berakhlak mulia,

senantiasa meneladani akhlak Rasullullah SAW., dan menjadi uswatun

hasanah.

Kehidupan di Pesantren Muhammadiyah Kwala Madu Langkat

sangatlah efisien dalam hal pengembangan dan pembinaan akhlak, karena

ditempat inilah para santri menerima berbagai macam pelajaran, mulai dari

hal terkecil yaitu kebersihan bagi dirinya sendiri, asrama mereka, tempat

belajar (kelas), masjid dan sampai kepada proses pembinaan akhlak yang

setiap waktu diajarkan serta di jadikan renungan bagi mereka untuk

diamalkan dalam kehidupan ini.

Di Pesantren Muhammadiyah Kwala Madu Langkat, para santri

diikat oleh banyak peraturan-peraturan. Meski begitu, ada satu kelemahan

yang seharusnya tidak diberlakukan untuk santri. Yaitu, para santri

diperbolehkan izin keluar lingkungan pesantren sebanyak enam kali

persemester. Yang terdiri dari empat kali izin harian dan dua kali untuk izin

pulang ke rumah. Interaksi dengan dunia luar, membawa dampak yang cukup

mengkhawatirkan, para santri mulai mengenal pacaran, merokok dan berani

melawan ustadznya, tidak disiplin, dan penyimpangan-penyimpangan lain

yang tidak sesuai dengan jiwa santri. Padahal idealnya pesantren membentuk

santri menjadi muslim dan muslimat yang berakhlak mulia sesuai dengan

tuntunan dan ajaran-ajaran Rasulullah SAW.


7

Berdasarkan permasalahan diatas, penulis sangat ingin melakukan

penelitian tentang bagaimana metode pembinaan akhlak santri di pesantren

Muhammadiyah Kwala Madu, Langkat tersebut. Karena metode pembinaan

akhlak di pesantren ini masih sangat relevan untuk dikaji dan diperhatikan

oleh berbagai pihak guna menanggulangi atau mengimbangi kemajuan ilmu

pengetahuan teknologi serta untuk memfilter kebudayaan-kebudayaan asing

yang masuk ke negara ini, sehingga kemerosotan moral dapat ditanggulangi

atau dapat diantisipasi sedini mungkin. Untuk itu, penulis sangat ingin

melakukan penelitian dengan judul “METODE PEMBINAAN AKHLAK

SANTRI PADA PESANTREN MUHAMMADIYAH KWALA MADU

LANGKAT”.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah metode pembinaan akhlak santri pada

Pesantren Muhammadiyah Kwala Madu Langkat.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian dalam penelitian ini, maka dirumuskan

masalahnya sebagai berikut;

1. Bagaimana bentuk kegiatan yang dilakukan di Pesantren Muhammadiyah

Kwala Madu Langkat?

2. Bagaimana metode pembinaan akhlak santri pada Pesantren

Muhammadiyah Kwala Madu Langkat?


8

3. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam pembinaan akhlak santri pada

Pesantren Muhammadiyah Kwala Madu Langkat dan bagaimana upaya

penanggulangannya?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini

mempunyai tujuan;

1. Untuk mengetahui bendtuk kegiatan yang dilakukan di Pesantren

Muhammadiyah Kwala Madu Langkat.

2. Untuk mengetahui metode pembinaan akhlak santri pada pesantren

Muhammadiyah Kwala Madu Langkat.

3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pembinaan akhlak santri

pada pesantren Muhammadiyah Kwala Madu Langkat dan upaya

penanggulangannya.

E. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian tentu memiliki kegunaan yang dapat

memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang bersangkutan dalam

penelitian, dan penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik

manfaat teoritis maupun manfaat praktis yang antara lain:

1. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai

metode pembinaan akhlak santri dan juga sebagai sarana pengembangan

keilmuan dalam keterampilan penyusunan karya ilmiah bagi penulis pada

khususnya dan pembaca pada umumnya.


9

2. Bagi Pesantren Muhammadiyah Kwala Madu Langkat agar hasil penelitian

ini dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui kelebihan dan

kekurangan metode-metode pembinaan akhlak yang dilakukan dalam

pendidikan akhlak siswa.

3. Secara akademik dapat menambah referensi bagi mahasiswa Jurusan

Pendidikan Agama Islam dan Perpustakaan STAIS Syekh H. Abdul Halim

Hasan Al-Ishlahiyah.

Anda mungkin juga menyukai