Anda di halaman 1dari 4

ORANG KRISTEN SEBAGAI WARGA DUNIA

BACAAN ALKITAB : MAZMUR 67:1-8

TUJUAN:
1. Umat menyadari kebahagiaan sejati terjadi ketika berkat Allah bisa dinikmati bersama orang
lain, apapun latar belakangnya.
2. Umat bersedia menjadi warga negara dunia yang menghidupi keadilan dan jalan Tuhan.

PENGANTAR
Manusia modern cenderung melihat kebahagiaan secara individualistik. "Aku bahagia
jika memiliki uang banyak, jabatan tinggi, rumah mewah dan megah". Benarkah seseorang yang
seperti itu bahagia? Tidak! Ada orang yang kondisi hidupnya demikian namun tidak bahagia:
tidur tidak nyenyak, pikiran tidak tenang, terus merasa kurang. Ini contohnya. Sulit bagi
seseorang merasakan kenikmatan makanan berharga jutaan rupiah jika ia menyantapnya di depan
anak-anak berbadan kurus yang menderita busung lapar.
Mengapa kebahagiaan yang individualistik tidak otomatis membuat seseorang
berbahagia? Sebab kebahagiaan sejati justru dialami ketika dinikmati atau dirasakan bersama
yang lain. Sebagai manusia yang tinggal di bumi yang sama, tiap indvidu mengalami
kebahagiaan jika bisa menikmatinya bersama yang lain. Melalui pemahaman Alkitab kali ini,
umat ditolong untuk menyadari arti kebahagiaan sejati, yaitu ketika bisa dinikmati bersama yang
lain. Dengan pemahaman iman demikian, umat diharapkan dapat menjadi warga dunia yang
menghidupi keadilan dan jalan Tuhan.
PENJELASAN
Berbeda dengan Mazmur 68 yang berisi keterangan Mazmur Daud Mazmur 67 tidak ada
keterangan siapa penggubahnya. Walau belum ada kesepakatan, kita bisa menganggap penulis
mazmur ini adalah Daud sebab mazmur ini (bersama dengan mazmur 66) berada di antara
Mazmur Daud (Mazmur 61,62,63,64 dan Mazmur 68 dan 69). Anggapan ini bisa
dipertangungjawabkan mengingat Mazmur dalam Perjanjian Lama identik dengan Daud.
Daud memulai Mazmurnya dengan menyatakan kerendahan hati bahwa manusia
memerlukan kasih kasih dan berkat Tuhan. Ia menggunakan kata "kita", bukan "aku": "Kiranya
Allah mengasihani kita dan member- kati kita, kiranya la menyinari kita dengan wajah-Nya"
(ayat 2). Dari sini kita melihat bagaimana Daud memaknai berkat dan kasih Allah tidak secara
individualis-egois.
Pemakaian kata wajah Allah (Pniel, Ibrani: Paniem El mengingatkan kita pada
perjumpaan tokoh-tokoh Alkitab di Perjanjian Lama dengan Allah. Salah satunya Yakub.
Perjumpaan Yakub dengan Allah menunjukkan perkenaan Allah kepadanya. Meski ia berdosa
karena menipu, Allah berkenan mengasihi dia dan menemuinya di dekat sungai Yabok (Kej
32:30).
Seperti disebutkan di atas, kebutuhan manusia akan kasih dan berkat Allah tidak
dimaknai secara egoistik. Manusia butuh kasih dan berkat Allah bukan untuk dirinya sendiri.
Sebab seluruh manusia membutuhkan itu "supaya jalan-Mu dikenal di bumi dan keselamatan-Mu
di antara segala bangsa" (ayat 3). Jelas menurut Daud, yang membutuhkan kasih dan berkat
Tuhan bukan hanya dia, tetapi manusia. Kita ingat bagaimana Daud menunjukkan sikapnya yang
tidak egois ketika umat Israel diancam Goliat. Alih-alih bersikap tidak peduli atau melarikan diri,
Daud memikirkan nasib bangsanya. Ia memutuskan untuk melawan Goliat agar bangsa-bangsa
(bukan hanya dirinya!) melihat kuasa dan kasih Allah (1 Samuel 17:46).
Apa relevansinya? Manusia diberkati Tuhan bukan untuk memenuhi kepentingannya
sendiri tetapi supaya jalan dan keselamatan Tuhan dikenal di antara segala bangsa. Diberkati
untuk menjadi berkat. Bagian ini mengingatkan kita bahwa karya keselamatan Allah bersifat
kosmik. Allah menyelamatkan, mengasihi dan memberkati seluruh dunia (band. Yoh 3:16). Jadi
kasih dan berkat Allah bukan hanya untuk saya, keluarga saya, gereja saya, bangsa saya, tetapi
untuk semua manusia yang hidup di segala bangsa.
Pemaknaan tersebut diungkapkan kembali oleh Daud: "Kiranya bangsa- bangsa
bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu" (ayat
4). Penekanan pada rasa syukur bangsa- bangsa dikatakan Daud dengan kata "...semuanya
bersyukur kepada- Mu". Bagian ini mengingatkan kita bahwa yang perlu bersyukur kepada
Tuhan bukan hanya umat Israel, tetapi semua bangsa di muka bumi. Dikaitkan dengan
nasionalisme, maka bukan hanya bangsa Indonesia yang perlu bersyukur tetapi semua bangsa di
dunia. Artinya, upaya kita membangun bangsa tidak boleh membuat kita jatuh pada chauvinisme
atau nasionalisme sempit. Kita mencintai dan membangun bangsa ini agar Indonesia bisa
menjadi berkat bagi bangsa-bangsa di dunia.
Daud mengungkapkan alasan kenapa bangsa-bangsa perlu bersyukur, bersuka cita dan
bersorak-sorak: "... sebab Engkau memerintah bangsa bangsa dengan adil dan menuntun suku-
suku bangsa di atas bumi" (ayat 5). Keadilan Tuhan adalah keadilan yang melampaui sekat
geografi atau nasionalisme. Lagu sekolah minggu menyuarakan dengan baik prinsip tersebut:
"Tuhan cinta segala bangsa, segala bangsa di dunia. Kuning, putih dan hitam, semua dicinta
Tuhan. Tuhan cinta segala bangsa di dunia.
Ayat 6 mengungkapkan kembali kerinduan Daud agar bangsa-bangu bersyukur kepada
Tuhan. Bagian ini menegaskan perlunya umat Tuhas menjadi bagian dari warga dunia (global
citizen), bukan sekedar warga negara di suatu negara bangsa. Karena itu, umat-Nya bertanggung
jawab membuat dunia menjadi tempat yang baik untuk semua. Inilah makna yang terkandung
dalam oikumene. Tuhan memanggil umat-Nya untuk menjadi warga negara dunia sebab umat-
Nya tinggal di bumi yang sana (oikumene, Yunani: oikos berarti bumi dan menein berarti
tinggal) dengan manusia lainnya.
Bagian terakhir, ayat 7 dan 8 menjelaskan bagaimana Tuhan memberkati umat manusia
melalui tanah yang memberi hasil. Ini penting direnungkan di tengah kerusakan ekologis di
berbagai belahan dunia karena sikap tamak manusia. Kalau ada tanah yang tidak subur atau tidak
memberi hasil itu bukan karena Allah tidak memberkati, tetapi karena ketamakan manusia
membuat manusia tidak bisa menikmati berkat Allah. Ketamakan ini yang sekarang ada pada
bangsa-bangsa modern eksploitatif.
Muara dari berkat Allah atas bangsa-bangsa adalah agar segala ujung bumi takut akan
Dia (ayat 8). Kata takut di sini dekat artinya dengan rasa hormat, kagum, takjub kepada kuasa
Allah yang besar. Jadi bukan takut seperti sebagian orang takut kepada orang jahat, perampok
atau pencuri.
PERTANYAAN PANDUAN DISKUSI
1. Setujukah Saudara dengan tafsiran di atas bahwa Allah mengasihi semua manusia?
2. Menurut Saudara, sulitkah menerima keadilan Allah yang mengasihi semua bangsa, bukan
hanya untuk umat-Nya atau diri sendiri? Mengapa? (bandingkan dengan sikap Kain ketika tahu
Allah menerima persembahan Habel; sikap Yunus yang tidak bisa menerima kalau Allah
mengasihi penduduk Niniwe)
3. Apakah umat Kristen ada yang jatuh pada ego-sentrisme gereja atau diri sendiri ketika berpikir
hanya dirinya yang berhak menerima kasih sayang Tuhan? (bandingkan dengan isi doa masing-
masing peserta, siapa yang paling banyak didoakan, diri/keluarga/kelompok kelompok sendiri
atau orang lain) Setujukah Saudara jika dikatakan, kebahagiaan sejati justru dialami ketika
seseorang tidak egois melainkan mau berbagi dengan yang lain?
4. Apakah selama ini fokus pelayanan gereja adalah agar bangsa-bangsa bersyukur? Bagaimana
dengan visi (eklesiologi) GKI, apakah sesuai dengan Mazmur 67:1-8?
VARIASI METODE
1. Pemahaman Alkitab bisa diawali dengan menjelaskan daftar nega- ta-negara yang berbahagia:
https://databoks.katadata.co.id/data Publish/2023/03/24/inilah-negara-paling-bahagia-di-dunia-
pada- 2023-bagaimana-posisi-indonesia.
Negara-negara yang paling berbahagia dikenal juga sebagai negara demokrasi sosial. Negara-
negara tersebut mengenakan pajak tinggi bagi penduduk sesuai penghasilannya. Uang pajak
tersebut dialoka- sikan untuk memenuhi hak-hak dasar rakyat seperti kesehatan, pen- didikan.
Dari sini umat belajar, kebahagiaan sejati terwujud ketika masing-masing orang bersedia
berbagi.
2. Pemahaman Alkitab bisa dilanjutkan dengan menjelaskan tafsiran.
3. Setelahnya peserta bisa diajak diskusi dengan panduan pertanya diskusi
4. Pemahaman Alkitab bisa ditutup dengan mereleksikan perjalanan bangsa Indonesia yang
berulang tahun ke -78 tahun. Seberapa jauh visi kemerdekaan Indonesia, sebagaimana
disebutkan dalam pembu- kaan UUD 1945: "...ikut melaksanakan ketertiban dunia..." telah
terwujud? Apa peran umat Kristen Indonesia untuk mewujudkan hal itu?
5. Pemahaman Alkitab dapat ditutup dengan saling mendoakan komit- men masing-masing
peserta dalam mewujudkan identitasnya sebagai warga dunia (global citizen)

Anda mungkin juga menyukai