Anda di halaman 1dari 41

PENDAHULUAN

Demam dengue (DF) merupakan penyakit virus yang sering muncul


dengan keluhan sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, ruam dan leukopenia
sebagai gejala-gejalanya. Demam berdarah dengue ditandai dengan adanya 4
gejala khas: demam tinggi, fenomena perdarahan, selalu dengan hepatomegali dan
pada banyak kasus adanya tanda gagal sirkulasi. Beberapa pasien bisa mengalami
syok hipovolemi akibat adanya kebocoran plasma. Hal ini dinamakan dengue
shock syndrome dan bisa berakibat fatal1.
Dengue pada anak-anak biasanya terjadi pada masa pra sekolah dan tahun-
tahun awal sekolah yang ditandai dengan demam yang tiba-tiba, sakit kepala
hebat, sakit di belakang mata, sakit pada ekstremitas dan punggung,
limfadenopati, dan ruam petechie dan makulopapul.2
Kasus penyakit Demam berdarah dengue di Indonesia termasuk terbesar di
dunia setelah Thailand. Setiap tahunnya, sejak penyakit ini ditemukan pada tahun
1968 hingga tahun 1998, rata-rata 18 ribu penderita mesti dirawat. Dan dari
jumlah tersebut, sekitar 700 sampai 750 penderita meninggal dunia.
Kasus Luar Biasa (KLB) demam berdarah terjadi di Indonesia, tepatnya di
Jakarta, pada tahun 1998 yang mencapai angka penderita 15.452 dan angka
kematian 134 orang. Penyakit demam berdarah merupakan penyakit siklus lima
tahunan. Dikhawatirkan kasus pada tahun 1998 kembali terulang tahun ini,
mengingat angka penderita demam berdarah dari Januari sampai Mei 2003 ini
sudah mencapai 5.800 penderita dengan angka kematian 32 orang. Angka ini 2,5
kali lipat dari tahun sebelumnya yang penderitanya mencapai angka 5.494 dengan
angka kematian 35 orang.

DEFINISI
Demam berdarah dengue (DBD)adalah penyakit demam akut yang
ditandai dengan empat manifestasi klinis utama : demam tinggi, fenomena
hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat, terdapat tanda-
tanda kegagalan sirkulasi (tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang,

1
tekanan darah menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba
dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki, ujung hidung, penderita menjadi
gelisah dan sianosis di sekitar mulut). Pasien ini dapat mengalami syok
hipovolemikyang diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut Sindrom
Syok Dengue (DSS) dan dapat menjadi fatal.3
Demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever), terdapat pada anak
dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya
memburuk setelah dua hari pertama. Uji torniquet akan positif dengan/ tanpa ruam
disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti petechie yang timbul
serentak, purpura, echimosis, epitaksis, hematemesis, melena, trombositopenia,
masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan
gangguan maturasi megakariosit.3

ETIOLOGI
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
group B Arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus
flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Virus dengue ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak
ada perlindungan terhadap serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominant dan banyak behubungan dengan kasus berat.
Transmisi Virus Dengue
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes,
secara prinsip Aedes aegepty, dan dianggap sebagai arbovirus (arthropode-borne-
virus). Sekali terinfeksi, nyamuk tersebut memiliki virus seumur hidupnya, lalu
menularkannya kepada manusia yang rentan saat nyamuk menghisap darah.
Nyamuk betina yang terinfeksi juga menurunkan virus kepada generasi berikutnya
melalui telurnya, tetapi hal ini tidak terlalu sering dan tidak signifikan terhadap
penularannya kepada manusia. Manusia merupakan host utama virus , walaupun

2
studi menunjukkan bahwa monyet pada beberapa tempat di dunia bisa terinfeksi
dan mungkin sebagai sumber penularan virus tersebut kepada nyamuk. Virus
bersirkulasi pada darah manusia yang terinfeksi rata-rata pada saat demam, dan
nyamuk yang tidak terinfeksi tertular virus dari manusia yang mengandung virus.
Virus berkembang di tubuh nyamuk selama periode 8-10 hari sebelum dapat
ditularkan kepada manusia lainnya.1

1. Virus
Virus dengue merupakan famili Flaviviridae. 4 serotipe dengue virus
(DEN-1, DEN-2, dll) dapat dibedakan secara metode serologi. Infeksi pada
manusia oleh 1 serotipe menghasilkan kekebalan yang lama terhadap reinfeksi
oleh serotipe yang sama, tetapi hanya sementara dan melindungi secara parsial
terhadap serotipe yang lain. Virus dengue punya banyak karakteristik dengan
flavivirus lain, memiliki genom RNA tunggal yang dikelilingi oleh sebuah
nukleokapsul icosahedral dan dilapisi lemak pembungkus. Diameter rata-rata
virus 50 nm. Genom Flavivirus rata-rata panjangnya 11 kb (kilobases), dan
sequence genom lengkap diketahui dari isolasi 4 serotipe virus dengua. Genom ini
disusun dari 3 struktur protein gen, encoding nukleokapsul atau inti protein (C),
sebuah membran yang berhubungan dengan protein (M), protein pembungkus (E)
dan tujuh gen protein non struktural.1

2. Vektor
Ae. Aegypti merupakan spesies nyamuk tropikal dan sub tropikal yang
ditemukan di seluruh dunia, biasanya pada garis lintang yang bersesuaian 35 0N
dan 35 0S rata rata pada suhu musim dingin pada 10 0C. Walaupun Ae.aegypti
ditemukan di utara sejauh 450N, penyebaran terjadi pada musim panas, dan
nyamuk tidak dapat bertahan hidup pada musim dingin. Distribusi Ae.aegypti juga
dibatasi ketinggian, biasanya tidak ditemukan di atas 1000 meter tetapi pernah
dilaporkan pada ketinggian 2121 meter di India, pada 2000 meter di Kolombia
dengan suhu rata-rata 170C, dan pada 2400 meter di Eritrea. Ae.aegypti
merupakan salah satu nyamuk yang paling efisien pada arbovirus, karena nyamuk
ini banyak hidup dekat manusia dan sering hidup dalam ruangan.1

3
Kasus dengue juga bisa ditularkan melalui Ae.albopictus, Ae.polynesiensis
dan beberapa spesies Ae.scotellaris. Salah satu faktor kesulitan eradikasi
Ae.aegypti karena telur nyamuk ini dapat hidup lama pada kekeringan, kadang-
kadang lebih dari setahun.1

3. Host
Pada manusia, masing-masing dari 4 serotipe virus dengue berhubungan
dengan demam dengue dan demam berdarah dengue. Studi di Kuba dan Thailand
menunjukkan hubungan yang tinggi antara infeksi DEN-2 dan DHF/ DSS, tetapi
pada tahun 1976-1978 di Indonesia, tahun 1980-1982 di Malaysia, tahun 1989-
1990 di Tahiti dan pada tahun 1983 di Thailand, DEN-3 merupakan serotipe yang
sering terdapat pada pasien. Fase infeksi akut, diikuti masa inkubasi 3-14 hari,
berakhir 5-7 hari dan diikuti respon imun. Infeksi pertama menghasilkan imunitas
yang lama tetapi tidak menetap dan hanya melindungi sebagian terhadap 3 jenis
serotipe lainnya.1

KLASIFIKASI
DHF diklasifikasikan menjadi empat tingkatan keparahan, dimana derajat
III dan IV dianggap DSS. Adanyaa trombositopenia dengan disertai
hemokonsentrasi membedakan derajat I dan II DHF dari DF.2,3
 Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non
spesifik, satu- satunya manifestasi perdarahan adalah tes
tourniket positif dan atau mudah memar.
 Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada
Derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.
 Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan
lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya
kulit dingin dan lembab serta gelisah.
 Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak
terdeteksi.

EPIDEMIOLOGI

4
Pada tahun 1779, David Bylon pernah melaporkan terjadinya letusan
demam dengue (dengue fever/DF)) di Batavia. Penyakit ini disebut penyakit
demam 5 hari yan dikenal dengan knee trouble atau knokkel koortz. Wabah
demam dengue terjadi pada tahun 1871-1873 di zanzibar kemudian di pantai Arab
dan terus menyebar ke Samudra Hindia.
Quintos dkk, pada tahun 1953 melaporkan kasus demam berdarah dengue
di philipina, kemudian disusul negara-negara lain seperti Thailand dan Vietnam.
Pada dekade enam puluhan, penyakit ini mulai menyebar ke negara-negara Asia
tenggara, antara lain Singapura, Malaysia, Srilanka dan Indonesia. Pada dekade
tujuh puluhan, penyakit ini menyerang kawasanPasifik termasuk di kepulauan
Polinesia. Dekade delapan puluhan demam berdarah menyerang negara-negara
Amerika Latin, yang dimulai dari negara Kuba pada tahun 1981. subtropis.
Di Indonesia, DHF pertama sekali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968,
tetapi konfirmasi virulogis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta laporan
pertama diajukan pada tahun 1969. Kemudian DHF berturut-turut dilaporkan di
Bandung (1972), Yogyakarta(1972). Epidemi luar Jawa dilaporkan pada tahun
1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali
(1973). Pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa
Tenggara Barat. Pada tahun 1993, DHF sudah menyebar ke seluruh propinsi di
Indonesia. Berdasarkan jumlah kasus DHF, Indonesia mendapat urutan kedua
setelah Thailand.
Sekitar 2,5 milyar orang (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk
terkena infeksi virus dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah
mengalami letusan demam dengue dan demam berdarah dengue, lebih kurang
500.000 kasus setiap tahun dirwat di rumah sakit dengan ribuan orang diantaranya
meninggal dunia.
Mortalitas dan morbiditas DHF yang dilaporkan berbagai negara
bervariasi disebabkan beberapa faktor antara lain status umur penduduk,
kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus
dengue dan kondisi meteorologi.

5
Selama epidemi dengue, serangan terjadi sekitar 40-50%, tetapi bisa
mencapai 80-90%. Diperkirakan rata-rata terdapat 500.000 kasus DHF yang
dirawat di rumah sakit setiap tahunnya. Setidaknya 2,5% kasus mengalami
kematian. Tanpa penanganan yang tepat, kematian pada DHF bisa mencapai lebih
dari 20%. Dengan dukungan terapi suportif intensif modern, angka kematian
dapat ditekan sampai kurang dari 1%.5

Kasus DHF cenderung meningkat pada musim hujan, kemungkinan besar karena:
 Perubahan musim mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk, karena pengaruh
musim hujan, puncak jumlah gigitan terjadi pada siang dan sore hari.
 Perubahan musim mempengaruhi manusia sendiri dalam sikapnya terhadap
gigitan nyamuk, misalnya dengan lebih banyak berdiam di rumah selama
musim hujan.3

PATOGENESA

Hingga saat ini sebagian besar sarjana masih menganut the secondary
heterologous infection hypothesis yang menyatakan bahwa DHF dapat terjadi
apabila seseorang telah terinfeksi dengue pertama kali dan mendapat infeksi
berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu tertentu,
yang berkisar diantara 6 bulan- 5 tahun. Hipotesis lain yang menentangnya adalah
hipotesis virulensi virus. Menurut hipotesis ini perbedaan virulensi serotipe /strain
serotipe virus dengue adalah penyebab terjadinya DHF.
Kelemahan hipotesis pertama adalah ketika dilaporkan adanya kasus DSS
(Dengue Syok Syndrom) pada seorang anak perempuan berusia 3 tahun di Jakarta
yang mengalami infeksi primer. Kelemahan hipotesis kedua adalah tidak adanya
bukti eksperimental, baik percobaan binatang maupun kultur jaringan yang dapat
membuktikan perbedaan virulensi keempat serotipe/ ”strain” serotipe virus
dengue adalah penyebab terjadinya DHF.
Tentang patogenesis terjadinya renjatan pada DHF, umumnya telah
diperoleh persesuaian paham bahwa proses imunologis mempunyai peranan.
Berdasarkan hipotsis infeksi heterolog sekunder maka terbentuknya kompleks
virus antibodi dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat

6
aktivasi C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a anafilaktoksin, dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma
melalui endotel dinding itu.
Penyelidikan terakhir membuktikan adanya imun kompleks dan aktivasi
sistem komplemen yaitu C3a dan C5a anafilatoksin memegang peranan penting
dalam kerusakan dinding kapiler yang meninggikan permeabilitas kapiler pada
DHF/ DSS yang ditemukan pada hari ke-5 dan ke-7 sakit.4,7
Fenomena patofisiologis utama yang menentukan beratnya penyakit dan
membedakan DHF dari demam dengue adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadi hipotensi,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada kasus berat, renjatan terjadi secara
akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma
melalui endotel didnding pembuluh darah.
Penyelidikan volume plasma pada penderita DHF dengan
menggunakan 131I labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa
plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam
dan mencapai puncaknya pada masa renjatan.6,7

Patofisiologi infeksi Dengue

Infeksi Virus Dengue

Trombositopenia

Komplek AgAb
Hepatomegali Komplemen

Demam
Anoreksia Manifestasi Derajat I
perdarahan Permeabilitas
muntah Vaskular naik

7
Kebocoran Plasma:
Dehidrasi
 Hemokonsentrasi
 Hipoproteinemia
 Efusi Pleura
 Asites
Hipovolemia

DIC syok

Perdarahan
saluran cerna anoksia Asidosis

meninggal

Demam berdarah Dengue derajat I-II-III-IV

Dari hasil otopsi, semua pasien yang meninggal karena DHF menunjukkan
beberapa tingkatan perdarahan. Berdasarkan frekuensinya, perdarahan ditemukan
di kulit dan jaringan sub kutan, pada mukosa traktus gastrointestinal, dan pada
jantung dan hati. Perdarahan gastrointestinal banyak terjadi tetapi perdarahan sub
arakhnoid dan serebral jarang terlihat. Efusi berat dengan kandungan protein yang
tinggi (terutama albumin) umumnya terdapat pada rongga abdomen dan pleura,
tetapi jarang pada rongga perikardial. Mikroskop cahaya pada pembuluh darah
tidak menunjukkan perubahan yang berarti pada dinding pembuluh darah. Kapiler
dan venula pada sistem organ yang terkena menunjukkan perdarahan
ekstravaskular melalui diapedesis dan perdarahan perivaskular, dengan adanya

8
infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit dan sel mononuklear. Bukti morfologi
adanya gumpalan intravaskular pada pembuluh kecil ditemui pada pasien dengan
perdarahan berat.1,3
Pada kebanyakan kasus fatal, jaringan limfosit menunjukkan peningkatan
aktivitas sistem limfosit B dengan proliferasi aktif sel plasma dan sel
limfoblastoid, dan pusat germinal aktif. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
proliferasi imunoblas secara luas dan perubahan limfosit terjadi. Kemudian
bermanifestasi terhadap penurunan pulpa putih splen, limfositolisis, dan
fagositosis limfositik.1
Pada hati, terdapat fokal nekrosis sel hati, pembengkakan, munculnya
councilman bodies dan nekrosis hyalin pada sel Kupffer. Proliferasi leukosit
mononuklear dan kurangnya leukosit polimorfonuklear terjadi pada sinusoid dan
biasanya pada daerah portal. Lesi pada hati secara khas menyerupai virus demam
kuning setelah 72-96 jam terinfeksi, saat kerusakan parenkim terbatas.1,3,6,7
Pada otopsi, antigen virus dengue ditemukan terutama di hati, splen, timus,
nodus limfatikus dan sel paru. Virus juga diisolasi pada otopsi dari jaringan
tulang, otot, jantung, ginjal, paru, nodus limfatikus dan traktus gastrointestinal.
Studi pada ginjal menunjukkan glomerulonefritis tipe komplek imun ringan yang
berakhir kira-kira setelah 3 minggu tanpa adanya perubahan yang tersisa.1

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi perdarahan ringan seperti epistaksis, petekie, perdarahan gusi,
menorrhagia adalah bagian dari gambaran dengue klasik. Manifestasi dengue
berat adalah permeabilitas vaskular meningkat yang menyebabkan syok akibat
kehilangan darah, permeabilitas kapiler yang meningkat tiba-tiba menyebabkan
syok dengan atau tanpa perdarahan dan ensefalopati berat dengan hepatitis.6
Anak-anak dengan DBD umumnya menunjukkan peningkatan suhu tiba-
tiba yang disertai dengan kemerahan wajah dan gejala konstitusional non-spesifik
yang menyerupai demam dengue seperti anoreksia, muntah, sakit kepala dan nyeri
otot atau tulang dan sendi. Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorokan dan nyeri
faring sering ditemukan pada pemeriksaan tetapi rhinitis dan batuk jarang

9
ditemukan. Nyeri konjungtiva mungkin terjadi. Ketidaknyamanan epigastrik ,
nyeri tekan pada margin kosta kanan dan nyeri abdominal generalisata umum
terjadi. Suhu biasanya tinggi (>39°C) dan menetap selama 2-7 hari.2
Fenomena perdarahan paling umum adalah tes tourniket positif, mudah
memar dan perdarahan pada sisi punksi vena. Tampak pada kebanyakan kasus
adalah petekie halus yang menyebar pada ekstremitas, axilla, wajah dan palatum
lunak, yang biasanya terlihat selama fase demam awal. Epistaksis ddan
perdarahan gusi jarang terjadi, perdarahan gastrointestinal ringan dapat terlihat
selama periode demam.2
Hepar biasanya dapat diraba pada awal fase demam dan bervariasi dalam
ukuran hanya teraba sampai 2-4 cm di bawah margin costa. Meskipun ukuran
hepar tidak berhubungan dengan keparahan penyakit, pembesaran hepar terjadi
lebih sering pada kasus-kasus syok daripada kasus non syok. Hepar nyeri tekan,
tetapi ikterik tidak selalu terlihat. Splenomegali jaranng ditemukan pada bayi,
namun limpa dapat tampak menonjol pada pemeriksaan rontgen.2
Tahap kritis dari perjalanan penyakit dicapai pada akhir fase demam,
penurunan suhu cepat sering disertai dengan tanda gangguan sirkulasi yang
beratnya bervariasi. Pasien dapat berkeringat, gelisah, ekstremitas dingin dan
menunjukkan suatu perubahan pada frekuensi nadi dan tekanan darah. Pada kasus
kurang berat, perubahan ini minimal dan tersembunyi, menunjukkan derajat
ringan dari rembesan plasma. Banyak pasien sembuh secara spontan atau setelah
periode singkat terapi cairan dan elektrolit. Pada kasus yang lebih berat, bila
kehilangan plasma sangat banyak, terjadi syok dan dapat berkembangdenngan
cepat menjadi syok hebat dan kematian bila tidak diatasi dengan tepat.2

DIAGNOSIS KLINIS
Dalam menegakkan diagnosis DHF, beberapa indikator yang penting perlu
mendapat perhatian antara lain:
Tanda dini infeksi Dengue
- demam tinggi
- facial flushing
- tidak ada tanda ISPA

10
- tidak tampak tanda fokal infeksi
- Uji torniquet positif
- Trombositopenia
- Hematokrit naik
Indikator Fase Syok
- Hari sakit ke 4-5
- Suhu turun
- Nadi cepat tanpa demam
- Tekanan nadi turun/hipotensi
- Leukopenia < 5000/mm3

WHO (1997) memberi pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis DHF


secara dini, disamping menentukan derajat beratnya penyakit :
Klinis
- mendadak demam tinggi, tanpa sebab jelas berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
- perdarahan (uji torniquet positif )seperti petekie, epistaksis, hematemesis,
dan lain-lain
- hepatomegali
- syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤20 mmHg, atau hipotensi
disertai gelisah dan akral dingin.
Beratnya penyakit
- Derajat I : demam dengan uji torniquet +
- Derajat II : derajat I ditambah perdarahan Spontan
- Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi ≤20 mmHg hipotensi,
akral dingin.
- Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur

Laboratoris
- trombositopenia (≤ 100.000/μl)
- hemokonsentrasi (kadar Ht ≥20 % dari normal)

11
Dua dari gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup
untuik menegakkan diagnosis DHF. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia
dapat memperkuat diagnosis terutama pada kasus syok adanya peningkatan
hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DHF.

Sindrom Syok Dengue


Keadaan pasien yang berkembang ke arah syok tiba-tiba memburuk
setelah demam 2-7 hari. Perburukan ini terjadi pada waktu atau segera setelah
penurunan suhu tiba-tiba antara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Terdapat tanda khas dari
kegagalan sirkulasi: kulit menjadi dingin, bintik merah, dan kongesti; sianosis
sekitar oral sering terjadi; nadi cepat. Pasien pada awalnya menjadi letargi,
kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dari syok.9
DSS biasanya ditandai dengan nadi cepat, lemah dengan penurunan
tekanan nadi (<20 mmHG, tanpa mempehatikan tingkat tekanan) atau hipotensi
dengan kulit dingin dan lembab dan gelisah. Pasien dapat melewati tahap syok
berat, dengan tekanan darah atau nadi menjadi tidak terbaca. Namun, kebanyakan
pasien tetap sadar hampir pada tahap terminal. Durasi syok pendek, secara khas
pasien meninggal dalam 12-24 jam, atau sembuh dengan cepat setelah terapi
pengganti volume yang tepat. Syok yang tidak teratasi dapat menimbulkan
komplikasi, dengan adanya asidosis metabolik, perdarahan berat saluran cerna dan
organ lainnya, dan mempunyai prognosis yang buruk. Pasien dengan perdarahan
intrakranial dapat mengalami kejang dan koma. Ensefalopati, yang dilaporkan,
kadang dapat terjadi dalam hubungannya dengan gangguan metabolik dan
elektrolit atau perdarahan intrakranial.9
Pemulihan pasien DSS yang teratasi berlangsung singkat dan tidak rumit.
Bahkan pada kasus syok yang berat, jika syok telah teratasi, pasien yang dapat
bertahan akan membaik dalam 2-3 hari, walaupun efusi pleura dan asites masih
tampak. Ruam makulopapuler atau tipe rubella jarang terdapat pada DHF
dibandingkan pada DF dan mungkin terlihat pada tahap awal atau tahap lanjut
penyakit. Perjalanan DHF kira-kira 7-10 hari.9

12
Definisi Kasus Pada Demam Berdarah Dengue
Semua hal berikut ini harus ada:
 Demam , atau riwayat demam akut, berlangsung 2-7 hari, kadang bifasik.
 Kecendrungan perdarahan, dibuktikan paling tidak dengan satu hal berikut:
 Tes torniquet positif.
 Petechie, echimosis, atau purpura.
 Perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi atau
lainnya.
 Hematemesis atau melena.4,9
 Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang)
 Adanya rembesan plasma karena peningkatan permeabilitas vaskuler, ditandai
adanya:
 Peningkatan hematokrit ≥ 20% di atas rata-rata usia, jenis kelamin dan
populasi.
 Penurunan hematokrit setelah tindakan penggantian volume ≥ 20%
nilai normal.9

Definisi Kasus Sindrom Syok Dengue


Keempat kriteria DHF, ditambah bukti kegagalan sirkulasi yang ditandai adanya:
 Nadi lemah dan cepat.
 Tekanan nadi lemah.
Atau ditandai dengan:
 Hipotensi sesuai usia, dan
 Kulit dingin dan lembab serta gelisah.9

Diagnosa laboratorium
Pada DF akan dijumpai leukopenia pada hari ke-2 atau hari ke-3 dan titik
terendah pada saat kenaikan suhu kedua kalinya. Air seni mungkin ditemukan
albuminuria ringan. Sumsum tulang pada awal sakit biasanya hiposeluler, dan

13
pada hari kelima terdapat gangguan maturasi, sedangkan pada hari ke-10 biasanya
sudah kembali normal.3
Anti dengue IgM yang dideteksi dengan MAC-ELISA tampak pada
sebagian pasien dengan infeksi primer saat masih demam, dan pada sebagian lagi
tampak dalam 2-3 hari penurunan suhu tubuh. Pada pasien dengue 80%
menunjukkan kadar antibodi IgM yang terdeteksi pada hari ke-5 sakit, dan 99%
pada hari ke-10. Sekali terdeteksi, kadar IgM meningkat dengan cepat dan tampak
memuncak sekitar 2 minggu setelah muncul gejala, lalu turun sampai kadar yang
tidak terdeteksi selama 2-3 bulan. Anti dengue IgG tampak setelahnya.11
Infeksi sekunder dengan virus dengue mengakibatkan timbulnya kadar
IgG anti dengue sebelum atau bersamaan dengan IgM. Bila terdeteksi, kadar IgG
meningkat dengan cepat, dengan puncak 2 minggu setelah onset gejala, lalu turun
dalam 3-6 bulan. Netralisasi antibodi terhadap virus terjadi dengan cepat yang
meningkat seiring dengan peningkatan demam dan mempengaruhi penemuan
virus dari serum.11
Interpretasi pemeriksaan serologi haemaaglutination inhibiton test, yaitu:
 Pada infeksi primer, titer antibodi HI masa akut, bila serum diperoleh sebelum
hari ke-4 sakit < 20 dan titer akan naik ≥ 4 kali pada masa konvalesen tapi
tidak lebih 1:1280.
 Pada infeksi sekunder, adanya infeksi baru ditandai titer antibodi HI < 1:20
pada masa akut, sedangkan pada masa konvalesen titer ≥ 1:2560. Tanda lain
infeksi sekunder bila titer antibodi akut ≥ 1:20 dan titer naik ≥ pada masa
konvalesen.7

Tabel.1
Spesimen yang cocok untuk kultur
Sumber Bahan
Pasien Serum, plasma, leukosit yang dicuci untuk menghilangkan
antibodi, cairan serebrospinal.
Autopsi Jaringan homogenis atau potongan, mis: hepar, paru, limpa,
timus, cairan serebrospinal, plasma.

14
Vektor Nyamuk Nyamuk.
Sumber: 11

Pendekatan Diagnostik
 Isolasi virus
 Deteksi antigen pada jaringan terfiksasi
 Reverse Transcription – PCR Amplification of Dengue RNA
 Tes serologis
 MAC – ELISA
 Tes inhibisi-hemaaglutinasi
 Tes netralisasi
 Immunoassay dot-blot
 Tes fiksasi-komplemen11

Tabel.2 Interpretasi hasil tes

       
Type of test Specimen Positive result Negative result

       
Virus isolation and Serum taken less Confirms etiology and Does not rule out Dengue
typing than 4 days after identifies the Dengue virus infection. The rate of false
onset type negatives depends mainly
on the conditions of
shipment

15
       
Type of test Specimen Positive result Negative result

   
RT-PCR (reverse Under investigation. The
transcriptase- general impression is that
polymerase chain under routine conditions it
reaction) will yield less false
negatives than virus
isolation

       
IgM ELISA Serum taken after Confirms that the etiology False negatives are
the first week of is a Flavivirus (*) common in sera taken very
onset close to the onset of the
disease (**)

       
Hemagglutination Single serum taken Single serum: Titer >/= Single serum: tited < 1280
Inhibition Assay within the first week 1280 Not informative
(HAI) after onset Suggestive of secondary
infection

     
Paired sera: 1st Paired sera: 4-fold Paired sera: less than 4-
serum taken during increase in titer fold increase in titer
the first week after Confirms that the etiology Rules out that the etiology
onset and the 2nd is a Flavivirus (*) is a Flavivirus
one taken 10 to 15
days after the 1st.

(*) Together with Clinical presentation and epidemiological knowledge it confirms a recent exposure to a
Dengue virus.
(**) This is the reason to prefer sera taken after the first week.

Sumber: 12

Temuan Laboratorium
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan gejala khas pada DHF.
Penurunan jumlah trombosit sampai di bawah 100.000 per mm 3 biasanya dijumpai
antara hari ke-3 dan ke-8, sering sebelum atau bersamaan dengan perubahan
hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih

16
dianggap menjadi bukti adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan kebocoran
plasma. Perlu diperhatikan bahwa kadar hematokrit dapat dipengaruhi baik
penggantian dini volume atau oleh perdarahan.11
Pada DHF, jumlah sel darah putih bervariasi pada awal penyakit, berkisar
dari leukopenia sampai leukositosis ringan. Albuminuria ringan yang bersifat
sementara kadang-kadang terjadi. Pada kebanyakan kasus, faktor koagulasi atau
faktor fibrinolitik menunjukkan penurunan fibrinogen, protrombin, faktor VIII,
faktor XII, dan antitrombin III. Penurunan antiplasmin-alpha (inhibitor alpha-
plasmin) dijumpai pada beberapa kasus. Pada kasus berat dengan kelainan hati
yang nyata, terdapat penurunan pada kadar faktor protrombin, vitamin K, faktor
V, VII, IX, dan X.3,11
Temuan lainnya terdapat adanya hipoproteinemia, hiponatremia, dan
peningkatan kadar serum aspartat aminotransferase. Asidosis metabolik sering
terjadi pada kasus syok yang lama. Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan
adanya efusi pleura, kebanyakan pada sisi kanan. Pada syok berat, efusi pleura
bilateral bisa terdapat.11

DIAGNOSA BANDING
Pada fase awal demam, diagnosa banding DHF/ DSS termasuk infeksi
virus, bakteri, dan parasit dengan spektrum luas. Syok menyingkirkan diagnosa
demam chikungunya. Trombositopenia yang nyata dengan hemokonsentrasi yang
bersamaan membedakannya dengan infeksi akibat bakteri atau
meningokoksemia.11
Penyakit darah seperti idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP),
leukemia pada setadium lanjut dan anemia aplastik dapat pula memberikan gejala-
gejala yang mirip DHF. Pemeriksaan sumsum tulang dapat memberi kepastian
diagnosis.3

17
KOMPLIKASI
Manifestasi ini termasuk fenomena sistem saraf pusat seperti kejang,
spastisitas, perubahan kesadaran, dan parese sementara. Bentuk kejang halus
kadang terjadi pada fase demam pada bayi. Intoksikasi air akibat pemberian cairan
isotonik berlebihan untuk mengatasi pasien DHF/ DSS dengan hiponatremi dapat
menimbulkan ensefalopati. Perawatan dengan sangat hati-hati harus dilakukan
untuk mencegah komplikasi iatrogenik termasuk sepsis, pneumonia, infeksi luka,
dan hidrasi berlebihan.11
Serotipe dengue 1, 2, dan 3 telah diisolasi dari pasien yang meninggal
karena gagal hati, dengan infeksi dengue primer maupun sekunder. Hepatosit
nekrosis sekunder ditemukan meluas pada beberapa kasus ini. Manifestasi lainnya
mencakup gagal ginjal dan sindrom uremik hemolitik, kadang pada pasien dengan
keadaan defisiensi glukosa-6-fosfat dehisrogenase (G6PD) dan hemoglobinopati.11

PENATALAKSANAAN
Kehilangan Volume Plasma
Demam berdarah dengue diterapi dengan penggantian cairan yang hilang
pada gastrointestinal. Pada terapi analgesik jangan diberikan obat yang dapat
menurunkan fungsi trombosit. Terapi cairan segera dengan plasma ekspander atau
saline isotonik perlu untuk memenuhi defisit cairan yang disebabkan oleh
berkeringat, puasa, rasa haus, muntah dan diare.13
Perubahan hemostatik pada DHF meliputi 3 elemen: perdarahan vaskuler,
trombositopenia dan kelainan pembekuan darah. Sekitar 1
/3 pasien yang
mengalami syok, kebanyakan dengan syok yang sukar diatasi, ditandai adanya
perdarahan, terutama berasal dari traktus gastrointestinal. Kebanyakan pada
pasien yang meninggal terjadi perdarahan gastrointestinal. Dengan pemberian
cairan yang sesuai dan cukup, DSS cepat menjadi reversibel. Resusitasi yang
cepat dan dini pada syok dan perbaikan kelainan metabolik dan elektrolit akan
mencegah koagulasi intravaskuler yang menyeluruh.14

18
Demam Berdarah Dengue
Selama fase demam akut, terdapat resiko kejang. Tirah baring perlu
selama masa demam. Antipiretik dapat diberikan untuk menjaga suhu tubuh tetap
di bawah 400C terutama pada pasien dengan riwayat kejang demam. Salisilat
jangan diberikan karena bisa menyebabkan perdarahan dan asidosis. Parasetamol
lebih baik untuk menurunkan deman tetapi harus digunakan dengan hati-hati,
berikut dosis parasetamol yang digunakan:
<1 tahun 60 mg/ dosis
1-3 tahun 60-120 mg/ dosis
3-6 tahun 120 mg/ dosis
6-12 tahun 240 mg/ dosis14,15
Dosis tersebut harus diberikan jika suhu tubuh lebih dari 390C, tetapi
jangan diberikan lebih dari 6 dosis dalam periode 24 jam. Kebutuhan cairan untuk
rumatan dihitung berdasarkan rumus Halliday & Segar.14

Tabel.3 Menghitung Kebutuhan Rumatan Cairan Infus Intra Vena


Berat badan (Kg) Jumlah rumatan (ml) yang diberikan
dalam 24 jam
10 100/ kg
10-20 1000 + 50 utk setiap kenaikan per kg
BB
>20 1500 + 20 utk setiap kenaikan per kg
BB
Sumber: 14

Contoh penggantian volume cairan

19
Seorang anak berusia 2 tahun (BB normal 10 kg) dengan DHF grade II dengan
keadaan sebagai berikut:
 Demam tinggi selama 3 hari.
 Gejala memburuk pada hari ke-4 saat suhu turun.
 Pada pemeriksaan fisik: suhu ≤ 37 0C, nadi 120 X/ menit, TD 100/ 70 mmHg,
petechie, tes torniquet positif dan pembesaran hati 2 cm.
 Pada pemeriksaan laboratorium ditemui: 0-1 trombosit/ lapang pandang
dengan minyak imersi (100 X), hematokrit 45% (batasan normal 35%).14

Pemberian cairan intravena perlu jika terjadi kenaikan >20% hematokrit dan tanda
awal kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan keadaan memburuk). Langka-langkah
berikut harus segera dilakukan:
 Menghitung jumlah kebutuhan cairan yang diperlukan, berdasarkan pekiraan
terjadi dehidrasi sekitar 5%:
 Cairan pengganti : 10 x 50 = 500 ml
 Cairan rumatan harian : 10 x 100 = 1000 ml
 Total kebutuhan cairan : 500 + 1000 = 1500 ml/ hari
 Berikan 500 ml glukosa 5% (50 g/l) terlarut dengan perbandingan 1:1 atau 1:2
dalam larutan fisiologis (volume cairan tidak boleh lebih dari 500 ml per
pemberian, atau jangan lebih dari 6 jam pemberian)
 Periksa vital sign seiap 1-2 jam dan hematokrit setiap 3-4 jam; monitor urin
output dan keadaan pasien.
 Aturlah pemberian cairan intravena berdasarkan vital sign, hematokrit dan
produksi urin.14

Indikasi Rawat Inap


Rawat inap untuk terapi cairan intravena perlu jika terdapat dehidrasi berat (>10%
dari berat tubuh total) dan perlu pemberian cairan yang cepat.

Tanda-tanda dehidrasi antara lain:

20
 Takikardi.
 Peningkatan waktu pengisian kapiler.
 Kulit dingin, belang atau pucat.
 Penurunan nadi perifer.
 Perubahan status mental.
 Oliguria.
 Peningkatan hematokrit yang tiba-tiba atau peningkatan hematokrit yang
berkelanjutan walaupun dengan pemberian cairan.
 Tekanan nadi yang lemah (<20 mmHg).
 Hipotensi.14

Sindrom Syok Dengue


Syok merupakan keadaan darurat. Anak-anak bisa masuk dan keluar dari keadaan
syok selama periode 48 jam. Pemberian cairan dengan segera untuk menambah
volume plasma sangat penting.14

Penatalaksanaan DHF dengan syok:


 RL 20 cc/ kgBB dalam 30 menit, bila syok teratasi cairan dikurangi menjadi
10 cc/ kgBB.
 Bila syok berulang, berikan plasma ekspander 10-20 cc/ kgBB/ jam.
 Transfusi bila ada perdarahan.
 Medikamentosa:
o Kortikosteroid bila ada ensefalopati.
o Koreksi asidosis bila ada indikasi.10

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan penderita:


 Tempat/ kamar perawatan diusahakan terpisah dengan penderita penyakit lain.
 Penderita yang tidak syok selain diberi minum banyak juga diberi makanan
lunak.

21
 Penderita yang syok dihindarkan dari kemungkinan dekubitus dengan
menyelang-nyeling posisi tidurnya.
 Personal higiene penting untuk diperhatikan.4

Penggantian Segera Plasma Yang Hilang


Cairan yang digunakan untuk meningkatkan volume plasma termasuk berikut ini:
 Larutan fisiologis.
 Ringer laktat atau Ringer asetat.
 Larutan glukosa 5% 1:1 atau 1:2 dalam larutan fisiologis.
 Plasma, pengganti plasma (misalnya: dextran 40% atau albumin 5%)14

Sedatif
Terapi sedatif diperlukan pada beberapa kasus untuk merestrain anak
dengan agitasi. Gelisah bisa berhubungan dengan insufisiensi perfusi jaringan
yang membutuhkan panggantian volume secara cepat, dan agitasi juga dapat
muncul sebagai tanda awal gagal hati. Dosis tunggal klorhidrat (12,5-50 mg/ kg)
secara oral atau rektal dianjurkan (dosis jangan melebihi 1 gr).14

Anti Konvulsan
Kejang yang mungkin timbul diberantas dengan anti konvulsan. Namun
harus diperhatikan apakah ada depresi fungsi vital (pernapasan, jantung).4

Heparin
Pada penderita dengan prolonged shock, DIC diperkirakan merupakan
penyebab utama perdarahan hebat, khususnya perdarahan gastrointestinal. Hal ini
dibuktikan dengan kadar trombosit dan fibrinogen yang rendah. Dalam keadaan
ini pemberian heparin dapat dipertimbangkan.4
Terapi Oksigen
Terapi oksigen harus diberikan pada semua pasien syok, tetapi harus
berhati-hati terhadap ketakutan pasien pada saat diberikan masker oksigen.14

22
Gambar.1 Alur pemberian cairan pengganti pada pasien DHF
dan peningkatan hematokrit >20%

Defisit cairan
5%

Terapi intravena inisial:


Glukosa 5% dlm lar
fisiologis (6-7
ml/kgBB/hr)

PERBAIKAN TIDAK ADA PERBAIKAN


Hematokrit turun, nadi Hematokrit dan nadi naik,
dan TD stabil, produksi TD turun <20 mmHg,
urin meningkat produksi urin turun

Penurunan terapi VITAL SIGN ATAU Peningkatan terapi


intravena (5ml/kgBB/hr) HEMATOKRIT JELEK intravena 10 ml/kgBB/hr)

PERBAIKAN PERBAIKAN TIDAK ADAPERBAIKAN

Penurunan terapi Peningkatan terapi


intravena (3 intravena (15
ml/kgBB/hr) ml/kgBB/hr)

Transfusi Darah
VITAL SIGN TDK STABIL
Produksi urin turun,
PERBAIKAN LANJUT Tanda-tanda syok

Pemasangan akses vena


sentral dan kateter urin,
Penghentian terapi Pemerian cairan cepat
intravena setelah 24-48
jam

PENINGKATAN HEMATOKRIT PENURUNAN


(atau distress) HEMATOKRIT

VITAL SIGN DAN


HEMATOKRIT STABIL
Diuresis cukup Terapi Koloid
Intravena Transfusi Darah

23
PERBAIKAN
Transfusi darah hanya diindikasikan pada kasus dengan perdarahan yang
signifikan (hematemesis dan melena) dan pada pemeriksaan berkala menunjukkan
penurunan hematokrit, misalnya dari 50% hingga 40%, tanpa adanya perbaikan
klinis walaupun dengan pemberian cairan, menandakan perdarahan internal yang
signifikan. Transfusi dengan whole blood lebih diperlukan, dan jumlah yang
diberikan harus sesuai dengan konsentrasi sel darah merah. Fresh frozen plasma
atau konsentrat trombosit digunakan pada keadaan koagulopati yang
menyebabkan perdarahan masif.3,14

Monitoring Pasien Syok


Pemantauan hal berikut harus dilakukan secara rutin pada, yaitu:
 Nadi, tekanan darah dan pernapasan harus dicatat tiap 30 menit (atau lebih
sering) hingga syok teratasi.
TANDA VITAL TDK STABIL
 Jumlah hematokrit atauPenurunan
hemoglobin harus dinilai tiap 2 jam selama 6 jam
urin output,
Tanda syok
pertama, lalu tiap 4 jam hingga stabil.
 Balance cairan harus tetap dijaga, catat jenis cairan dan jumlah pemberian
untuk menilai kecukupan terapi cairan. Frekuensi dan jumlah urin juga harus
dicatat.14 Segera, pemeberian cairan cepat: 10-20 ml/ kgBB
Ringer laktat, ringer asetat atau glukosa 5% dalam
larutan saline, bolus intravena (ulangi jika perlu)

PERBAIKAN TDK ADA PERBAIKAN

Atur terapi intravena Oksigen

PENURUNAN PENINGKATAN HEMATOKRIT


OKSIGEN

Transfusi darah (10ml/ kgBB 24 Plasma 10-20 ml/ kgBB atau


jika hematokrit masih >35%) Pengganti plasma, atau
Albumin 5%, bolus intravena
(ulangi jika perlu)
Catt: pada keadaan asidosis, larutan hiperosmolar atau ringer laktat
jangan diberikan.

Kriteria berikut harus dijumpai sebelum pasien sembuh dari DHF/ DSS
dipulangkan:
 Hilangnya demam setidaknya 24 jam tanpa penggunaan antipiretik.
 Kembalinya nafsu makan.
 Perbaikan klinis.
 Produksi urin baik.
 Hematokrit stabil.
 Telah melewati setidaknya 2 hari setelah sembuh dari syok.

25
 Tidak ada distress pernapasan pada afusi pleura atau asites.
 Jumlah trombosit lebih dari 50.000 per mm3.10,14

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


Prinsip dalam pencegahan DHF:
 Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF/
DSS.
 Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah.
 Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat penyebaran yaitu, rumah sakit
dan sekolah termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
 Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
tinggi.
 Imunisasi dan pemberian antivirus saat ini masih dalam tahap penelitian.3,6

Pemberantasan DHF didasarkan pemutusan rantai penularan dapat dilaksanakan


dengan cara berikut:
1. Perlindungan perorangan terhadap gigitan nyamuk Ae aegypti dengan cara
meniadakan sarang nyamuk dalam rumah. Cara terbaik adalah dengan
pemasangan kasa penolak nyamuk.
Cara lain yang dapat digunakan:
- Menggunakan repellant nyamuk dan insektisida dalam bentuk semprotan.
- Menuangkan air panas pada bak mandi pada saat berisi air sedikit.
- Memberikan cahaya matahari secara langsung lebih banyak.
- Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1X
dalam seminggu.
2. Pemberantasan vektor jangka panjang dengan membuang secara baik kaleng,
botol, ban dan semua yang mungkin dapat menjadi tempat nyamuk bersarang.
3. Bila dana dan sarana terbatas, pemberantasan dapat dibantu dengan bahan
kimia.6

26
Beberapa cara yang dapat digunakan:
1. Membunuh larva dengan butir-butir abate SG 1% pada tempat penyimpanan
air dengan dosis 1 ppm, yaitu 10 gram untuk 100 liter air.
2. Melakukan fogging dengan malathion atau fenitrotion dalam dosis 438
gram/ha di dalam rumah dan halaman rumah dengan larutan 4% dalam solar
atau minyak tanah. Fogging dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali dengan
jarak antara 10 hari di rumah penderita dan 100 meter di sekelilingnya, rumah
sakit tempat penderita dirawat dan sekitarnya, sekolah penderita dan
sekitarnya, dan sekolah, rumah sakit dan pasar disekitarnya.6,7

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. MS
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Lelaki

27
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Tanjung Lambaro
No.CM / Reg. : 682622/0023559
Tanggal Masuk : 22 November 2008
Tanggal Keluar : 24 November 2008

II. IDENTITAS KELUARGA


AYAH
Nama : Tn. H
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Tanjung Lambaro

IBU
Nama : Ny.N
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : PNS
Alamat : Tanjung Lambaro

III.ANAMNESA

Alloanamnesa : Ibu Pasien

A. Keluhan Utama
Demam

B. Keluhan Tambahan

28
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa keluarganya dengan keluhan demam sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit.. Demam naik turun dan semakin
memberat di malam hari. Demam tidak disertai berkeringat dan tidak
menggigil. Mual muntah (-), sakit kepala (+). Riwayat bepergian ke luar
kota di sangkal. Mencret (-). BAB berwarna cokelat. Riwayat gusi
berdarah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Dalam keluarga pasien tidak ada yang pernah menderita penyakit
seperti ini.

E. Riwayat Pemakaian Obat


Di sangkal

F. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Ibu pasien dalam keadaan sehat selama hamil. Persalinan ditolong
bidan Pasien lahir spontan dengan kehamilan cukup bulan, segera
menangis. Berat badan lahir 2800 gr dengan panjang badan 49 cm.

G. Riwayat Imunisasi
Pasien mendapat imunisasi lengkap.

I. Riwayat Pemberian Makanan :


Usia 0 – 4 bln : ASI
Usia 4 – 8 bln : ASI + PASI (pasien tidak mau makan nasi Tim)
Usia 8 – 12 bln : ASI + Nasi Biasa

J. Riwayat Perkembangan & Pertumbuhan :

29
Usia 0 – 4 bln : Mengikuti objek dengan mata
Usia 4 – 8 bln : Tengkurap, merangkak
Usia 8 – 12 bln : Berjalan, belajar bicara

IV. PEMERIKSAAN FISIK

1. STATUS PRESENT
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : CM
Frekuansi jantung : 120 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Temperatur : 39,3 0C
Berat badan sekarang : 17 kg
Berat badan ideal : 18 Kg
Status gizi : BBS x 100% = 17 x 100 %
BBI 18
= 94 % (Gizi Baik)
Kebutuhan cairan : 1000 cc + 350 cc = 1350 cc/ hari.
Kebutuhan kalori : 1350 Kkal/ hari
Kebutuhan protein : 30,6 gr/ hari

2. STATUS GENERAL
KULIT
Warna : Putih
Turgor : kembali cepat
Icterus : (-)
Anemi : (-)
Sianosis : (-)
Udema : (-)
Tes torniquet : (+)

KEPALA

30
 Bentuk : Kesan Normocephali
 Rambut : Berwarna hitam, sukar dicabut
 Mata : Cekung (-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+), Konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : Serumen (-)
 Hidung : Sekret (-), NCH (-)
 Mulut
 Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
 Gigi geligi : Karies (-)
 Lidah : Beslag (-), tremor (-)
 Mukosa : Basah (+)

LEHER
 Bentuk : Kesan simetris
 Kelenjar Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)
 Brudzinski sign : (-)
 Kaku kuduk : (-)

THORAK
 Bentuk dan Gerak : Kesan simetris
 Tipe Pernafasan : Thorako Abdominal
 Retraksi : (-)

A. PARU-PARU
DEPAN
KANAN KIRI
 Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
 Perkusi Sonor Sonor
 Auskultasi Vesikuler (N) Vesikuler (N)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)

31
Wheezing (-) Wheezing (-)
BELAKANG
KANAN KIRI
 Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
 Perkusi Sonor Sonor
 Auskultasi Vesikuler (N) Vesikuler (N)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

B. JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas-batas jantung
 Atas : ICR II sinistra
 Kiri : 1 cm linea midclavicula sinistra
 Kanan : linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, bising (-)

ABDOMEN
 Inspeksi : Kesan simetris
 Palpasi : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), Lien tidak
teraba, hepar tidak teraba.
 Perkusi : Tympani usus (+), pekak hati (+), asites (-)
 Auskultasi : Peristaltik usus (N)

GENETALIA : Laki-laki, kelainan kongenital (-).

ANUS : (+), Tidak ada kelainan.

EKSTREMITAS

32
EKSTREMITAS SUPERIOR INFERIOR
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas N N N N
Atrofi Otot - - - -
Tonus - - - -
Reflek Fisiologis N N N N
Reflek Patologis - - - -

V. LABORATORIUM (Tanggal 22 November 2008)


 Hematologi
Hemoglobin : 11.0 gr/dl
Hematokrit : 34 %
Leukosit : 6.7 × 103/ul
LED : 30 mm/jam
Trombosit : 250 × 103/ul
Diftel
Eosinofil :1 %
Basofil :0 %
Netrofil batang :1 %
Netrofil segmen : 87 %
Limfosit : 10 %
Monosit :1%

 Urine Rutin
Warna : Kuning jernih

33
Bau : Khas
Kekeruhan : (-)
Protein : (-)
Reduksi : (-)

 Feses Rutin
Warna : Kuning
Konsistensi : Lunak
Baru : Khas
Lendir : (-)
Darah : (-)
Parasit : (-)
Telur Cacing : (-)

 Tes Widal : (-)

 Anti dengue : Ig M (+)

Ig G (+)

VI. RESUME

A. Identitas Pasien
Pasien adalah seorang anak laki-laki, 5 tahun, ayah tamatan S1,
pekerjaan PNS, Ibu tamatan D3, pekerjaan PNS.

34
Anamnesis

Keluhan Utama : Demam


Keluhan tambahan :
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dibawa keluarganya dengan keluhan demam
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.. Demam naik turun dan semakin
memberat di malam hari. Demam tidak disertai berkeringat dan tidak
menggigil. Mual muntah (-), sakit kepala (+). Riwayat bepergian ke luar
kota di sangkal. Mencret (-). BAB berwarna cokelat. Riwayat gusi
berdarah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :


Dalam keluarga pasien tidak ada yang pernah menderita penyakit
seperti ini.

Riwayat Pemakaian Obat :


Disangkal

B. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : CM
Frekuensi jantung : 120 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Temperatur : 39.3 0C
Berat badan sekarang : 17 kg
Berat badan ideal : 18 kg

Status gizi : 94 % (gizi baik)

Status General

35
Kulit : Dalam Batas Normal (dbn)
Kepala : (dbn)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Hidung : Sekret (-), NCH (-)
Mulut : Bibir sianosis (-)
Leher : (dbn)
Thorak : simetris, retraksi (-)
Inspeksi
- Bentuk dada : Normal
- Pernapasan : Thorako Abdominal

Paru-paru
KANAN KIRI
 Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
 Perkusi Sonor Sonor
 Auskultasi Vesikuler (N) Vesikuler (N)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Abdomen : dbn
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak Teraba
Ekstremitas : dbn

C. Laboratorium
Hematologi
Hemoglobin : 11.0 gr/dl
Hematokrit : 34 %
Leukosit : 6.7 × 103/ul
LED : 30 mm/jam
Trombosit : 250 × 103/ul
Diftel : 1 / 0 / 1 / 87 / 10 / 1

36
 Urine Rutin : dbn

 Feses Rutin : dbn

 Tes Widal : (-)

 Anti dengue : Ig M (+)

Ig G (+)

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Demam berdarah dengue derajat I dengan torniquet (+)
2. Chikunguya fever
3. Demam tifoid

VIII. DIAGNOSA SEMENTARA


Demam Berdarah Dengue derajat I dengan torniquet (+)

IX. PENATALAKSANAAN
1. Suportif
Bed rest
2. Medikamentosa
IVFD Asering 20 tts/menit makro
Inj Cefotaximw 250 mg/12 jam

X. PROGNOSA
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanam : Dubia ad bonam
XI. KEADAAN PULANG
Pasien dipulangkan pada hari rawatan ke-3 tanggal 24 November 2008
dengan perbaikan klinis.
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : CM

37
Frekuensi jantung : 125 x/i
Frekuensi nafas : 24 x/i
Suhu : 36,7 oC
Hemoglobin : 12,5 gr/dl
Trombosit : 181. 103 /ul

XII. OBAT KETIKA PULANG


Tidak diberikan obat-obatan pada saat pasien pulang

XIII. ANJURAN KETIKA PULANG


 Istirahat yang cukup.
 Makanan 4 sehat 5 sempurna.
 Pencegahan gigitan nyamuk:
o Memakai kelambu saat tidur.
o Menggunakan repellant.
o Menguras, menutup dan membuang benda yang
dapat menampung air.

FOLLOW UP PASIEN

TGL VITAL SIGN KU PEMERIKSAAN FISIK & TERAPI


PENUNJANG

38
23/10/08 KU : Lemah Lemah,demam Mata : Conj.Pucat (-/-), Sclera Icterik -
HR - 1 Kes : CM (-/-) -
HR : 120 x/i Hidung : NCH (-), Sekret (-) makro
RR : 25 /i Mulut : Bibir sianosis (-), Faring -
T : 39.1O C Hiperemis (-), Tonsil Hiperemis Lab : (11.00 WIB)
BB : 17 Kg (-) - Hb = 10.2 gr/ dl
K cairan : 1350 Leher : Pembesaran KGB (-) - Leukosit = 5.3 x 103/μl
cc/ hari. Thorak : simetris (+), retraksi (-) - Ht = 29 %
K kalori : 1350 Pulmo : Ves (+), Rh (-/-), WH (-/-) - Trombosit = 181 x103/μl
Kkal/ hari Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)
K protein Abd : Distensi (-), Peristaltik (↑),
: 30,6 gr/ P’besaran hepar (-), p’besaran
hari lien (-)
Extr : Sup : edema (-/-),
Sianosis (-/-)
Inf : edema (-/-),
Sianosis (-/-)

24/10/08 KU : baik Mata : Conj.Pucat (-/-), Sclera Icterik -


HR - 2 Kes : CM (-/-) -
HR : 125 x/i Hidung : NCH (-), Sekret (-) makro
RR : 24 /i Mulut : Bibir sianosis (-), Faring -
T : 36.7O C Hiperemis (-), Tonsil Hiperemis
BB : 17 Kg (-) Pasien diizinkan pulang
K cairan : 1350 Leher : Pembesaran KGB (-)
cc/ hari. Thorak : simetris (+), retraksi (-)
K kalori : 1350 Pulmo : Ves (+), Rh (-/-), WH (-/-)
Kkal/ hari Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)
K protein Abd : Distensi (-), Peristaltik (↑),
: 30,6 gr/ P’besaran hepar (-), p’besaran
hari lien (-)
Extr : Sup : edema (-/-),
Sianosis (-/-)
Inf : edema (-/-),
Sianosis (-/-)

DAFTAR PUSTAKA

39
1. WHO, General consideration, Chapter 1, dikutip dari:
http://www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/001-11.pdf

2. O’Brein K. Current pediatric diagnosis & treatment, 8th edition, Maruzen


Asian, New York, 1984, page: 810.

3. Noer S. Ilmu penyakit dalam, jilid I, Ed-3, Balai penerbit FKUI, Jakarta,
1996, hal: 417- 426.

5. Hadinegoro Sri Rezeki, Satari I. Dalam Naskah Lengkap Pelatih Dokter


Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyalit Dalam dalam Tata Laksana
DBD,FKUI,Jakarta,2002. Hal 73-79.

5. WHO Media Center, Dengue and dengue haemorrhagic fever, dikutip dari:
http://w3.whosea.org/en/Section10/Section332/Section1631.htm

6. Hassan, Rusepno, Dr, Ilmu kesehatan anak, Jilid 2, Info Medika, Jakarta,
2002, hal: 607-621.

7. Soedarmo S, Demam berdarah dengue, Ed-2, ECG, Jakarta, 1999, hal: 26-60.

8. Amin P, Bhandare Sweety, Dengue , Dengue haemorrhagic fever, dengue


shock syndrome, dikutip dari :
http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/ review_380.htm

9. WHO, Clinical diagnosis, Chapter 2, dikutip dari:


http://www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/012-23.pdf

10. Anwar M Shidqi. Prosedur tetap pelayanan medik bagian ilmu kesehatan
anak FK Unsyiah, RSUZA, Banda Aceh, 2006, hal: 15-16.

40
11. Ester, Monica, Demam berdarah dengue, Ed-2, EGC, Jakarta, 1999.

12. Caribbean Epidemiology, Clinical & laboratory guidelines for dengue fever
and dengue haemorrhagic fever/ dengue shock syndrome for health care
providers, dikutip dari: http://www.carec.org/publications/
DENGUIDE_lab.htm

13. Hay W. Current pediatric diagnosis & treatment, 16th edition, McGraw-Hill,
New York, 2003, page: 1125.

14. WHO, Treatment, Chapter 3, dikutip dari:


http://www.who.int/entity/csr/resouces/publications/dengue/024-33.pdf

15. Behrman R. Text book of pediatric, 16th edition, Saunders Company, New
York, 2000, page: 1005-1007.

41

Anda mungkin juga menyukai