Asfiksia Neonatorum Aya
Asfiksia Neonatorum Aya
PENDAHULUAN
neonatus awal (umur kurang dari 7 hari). Selain itu, asfiksia neonatorum dapat
Problemnya adalah jika kehamilan terjadi prematur. Pada kasus ini paru-
Para peniliti mempercayai bahwa cortisol dari kelenjar adrenal juga memacu
pematangan dari sistem organ tubuh janin seperti paru-paru, dimana penting bagi
lahir. Jika tidak terdapat cukup cortisol untuk mematangkan paru-paru di dalam
rahim, bayi yang lahir akan mengalami sindrom gawat nafas (respiratory distress
syndrome) dan berlanjut pada keadaan asfiksia (lemas) dan kemudian meninggal.
Selama sembilan bulan lebih, bayi berada dalam kandungan ibu dan akan
terus dan selalu setiap hari nya mendapat suplai makanan dari plasenta. Setelah
lahir, aliran makanan otomatis terputus. Artinya, mulai saat itu fungsi organ-organ
tubuh bayi, terutama organ pernafasannya, harus mampu beradaptasi secara cepat
dengan lingkungan baru di luar rahim," penilaian status klinis dan kemampuan
adaptasi bayi pada saat lahir ini dilakukan lewat tes Apgar. Ide tes Apgar
dicetuskan oleh ahli anestesi Amerika Serikat, dr. Virginia Apgar dan diterapkan
1
mulai tahun 1952. Selain diambil dari nama belakangnya, Apgar berarti
Appearance, Pulse, Grimance, Activity and Reflex. Seperti disebutkan di atas, tes
Apgar terdiri dari lima aspek. Appearance adalah penampilan bayi dilihat dari
warna kulit. Pulse, frekuensi denyut jantung. Grimance, usaha bernafas yang
berdasarkan aktivitas kekuatan tonus otot, serta Reflex atau reaksi terhadap
rangsangan.2
Masa adaptasi setelah lahir itu merupakan juga suatu masa yang sangat
masalah yang terjadi pada masa itu dapat sekali mengancam nyawa individu yang
masih sangat lemah itu. Atau, seandainya nyawa dapat terselamatkan, masalah
pertukaran gas, yang jika menetap, bisa menimbulkan hipoksemia yang progresif
oleh beberapa mekanisme : (1) gangguan aliran darah umbilikus akut, (2)
pemisahan plasenta prematur, (3) hipotensi atau hipoksia maternal, (4) insufisiensi
kronik plasenta, dan (5) kegagalan melakukan resusitasi neonatal dengan benar.
II. DEFENISI
2
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang
mengalami kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.1
penting. Akibat jangka panjang asfiksia perinatal ini dapat diperbaiki secara
bermakna bila hal ini diketahui sebelum kelahiran (misalnya pada keadaan gawat
terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalnya diabetes
bulan (<34 minggu), kelahiran post matur, plasenta previa, solusio plasenta,
kehamilan, ahli lain menggolongkan bayi prematur berdasarkan berat badan saat
lahir. Bayi-bayi yang lahir dengan berat badan di bawah 2.500 gram, ada yang
3
PASIEN RAWAT INAP
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH %
(1) (2) (3) (4)
1 BBLR 74 5,05
2 DIARE, GE ( GASTRO ENTRITIS ) 229 15,62
3 ASFIKSIA 157 10,71
4 PENY. KULIT 60 4,09
5 BRONCO PNEUMONIA 67 4,57
6 PENYAKIT MATA ( CONJUNGTIVIS ) 36 2,46
7 BRONCHITIS 61 4,16
8 PENYAKIT PADA TELINGA ( MASTOID ) 11 0,75
9 ASMA 2 0,14
10 ISPA 122 8,32
11 TYPHOID 42 2,86
12 DEFIENSI 8 0,55
13 DEMAM YANG TIDAK DIKETAHUI PENYEBABNYA 31 2,11
14 FEBRIS 70 4,77
15 KEJANG 3 0,20
16 TB. PARU KLINIS - 0,00
17 ANEMIA 22 1,50
18 PHARANGITIS 1 0,07
19 PENYAKIT LAINNYA 470 32,06
JUMLAH 1.466 100,00
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten / Kota Tahun 2000 5
III. PATOGENESIS
gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat ganguan
berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama
kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam
persalinan.3
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk,
4
timbul dalam persalinan yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa
gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi
saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru dll. Sedangkan faktor dari pihak ibu
adalah gangguan his misalnya hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
5
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan talipusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin, dll.
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma
yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital
pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan,
bahwa cortisol dari kelenjar adrenal juga memacu pematangan dari sistem organ
tubuh janin seperti paru-paru, dimana penting bagi bayi agar dapat langsung
cukup cortisol untuk mematangkan paru-paru di dalam rahim, bayi yang lahir
6
berlanjut pada keadaan asfiksia (lemas) dan kemudian meninggal. Ini adalah
kelahiran, gejala yang dapat dideteksi dari luar umumnya berupa fetal bradikardia
(sering disebut dengan istilah umum / generalisasi berupa gawat janin). Jika
dilanjutkan dengan pemeriksaan darah misalnya lewat darah tali pusat, dapat
ditemukan asidosis.6
kedua selama 4-5 menit (fase gasping kedua), diikuti lagi dengan
Bayi yang berada dalam keadaan henti napas primer, biasanya pletorik
(walaupun banyak yang sianotik). Bayi dalam henti napas sekunder, berwarna
biru sampai ungu dan pucat. Bayi yang dilahirkan dalam keadaan henti napas
primer, sering dapat mulai bernapas spontan setelah stimulasi sensorik (misalnya
7
telapak kaki ditepok, atau punggung diusap-usap dengan agak cepat dan keras).
Bayi yang berada dalam keadaan henti napas sekunder, tidak akan dapat mulai
bernapas spontan, dan harus dibantu dengan ventilasi tekanan positif dan oksigen
(resusitasi pernapasan artifisial / mekanik). Makin lama selang waktu dari saat
mulai henti napas sekunder sampai dimulainya resusitasi ventilasi tekanan positif,
makin lama pula waktu yang diperlukan bayi untuk mulai bernapas spontan yang
dan adrenal. Pada asfiksia yang terus berlanjut, curah jantung makin menurun dan
Pada bayi dengan asfiksia, secara kasar terdapat korelasi antara frekuensi
jantung dengan curah jantung. Karena itu pemantauan frekuensi jantung (misalnya
dengan stetoskop, atau perabaan nadi tali pusat) merupakan cara yanng baik untuk
1. Hipoksia
4. Bradikardia
V. DIAGNOSIS
8
Dasar diagnosis asfiksia menggunakan tes apgar (suatu penilaian untuk
1. Bayi normal
tindakan istimewa.
2. Asphyksia sedang
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
3. Asphyksia berat
kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih
9
Apgar Evaluation of Newborn Infants
Sign 0 1 2
Heart rate Absent Below 100 Over 100
Respiratory effort Absent Slow, irregular Good, crying
Muscle tone Limp Some flexion of Active motion
extremities
Response to No response Grimace Cough or sneeze
catheter in nostril
(tested after
oropharynx is
clear)
Color Blue, pale Body pink, Completely pink
extremities blue
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
5. USG (kepala)
VII. PENATALAKSANAAN
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir
10
Pengaturan suhu
beradaptasi pada suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia
khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih tidak stabil, dan
yang terjadi.
seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakkan telanjang di bawah
alat / lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh ibunya, untuk mencegah kehilangan
panas. Bila diletakkan dekat ibunya, bayi dan ibu hendaknya diselimuti dengan
baik. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang
berlebihan pada tubuh bayi. Tindakan resusitasi pada bayi sebaiknya dilakukan
atau sentilan pada telapak kaki dan gosokan selimut kering pada
11
punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Bila
sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik
jantung harus dimulai. Frekuensi : 100 sampai 120 kali per menit,
Jika frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit,
lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai
keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi. Kalau frekuensi
jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 - 1 ml adrenalin
(1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih dianjurkan
Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena
perifer bayi, lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat,
dengan kateter umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran
12
darah yang bebas hambatan. Dengan demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi
bikarbonat yang tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak
parenkim hati. Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi
Dapat juga diberikan kalsium glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100
akan meningkat nyata, ph akan turun, asidosis makin berat dan dapat
13
terjadi kematian. Hendaknya natrium bikarbonat hanya diberikan jika
Selalu dipantau:6
2. Memulai pernapasan :
1. Tindakan umum
Pengawasan suhu
2. Tindakan khusus
a. Asphyksia berat
14
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika
biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila
dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti
oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil
nafas.
b. Asphyksia sedang
15
intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah
jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke
mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut
adekuat.
VIII. KOMPLIKASI11
1. Kejang – 48 jam pertama. Asfiksia berat akan menjadi awal onset kejang
2. Oliguria
16
3. Hypoglycemia
4. Hypocalcemia
5. Shock
6. Hematological complications
7. Electrolyte imbalance
IX. PROGNOSIS4
Prognosis pada asfiksia sedang memiliki prognosis yang lebih baik. Pada
penanganan yang tepat, asfiksia memiliki angka kehidupan yang tinggi, namun
pada penanganan yang tidak tepat (resusitasi) akan menyebabkan sekuele untuk
17
DAFTAR PUSTAKA
2005
3. Johm MK. Multiorgan system failure from perinatal asphyxia. Dikutip dari
www.iowa.com
www.digimed.com.2006
www.cakulfk.ui.com
http://catalog.nucleusic.com
10. Douglass. Seizure associated brain injury in term newborn with perinatal
12. Pandit, Dkk. Work of breathing during constant and variable flow nasal
18