Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

Artritis reumatoid juvenile (ARJ) merupakan bentuk tersering dari artritis

pada anak-anak. Ia mungkin merupakan kondisi ringan yang menyebabkan

beberapa masalah dari waktu ke waktu, tetapu ia bisa lebih menetap dan

menyebabkan kerusakan sendi dan jaringan pada anak-anak yang lebih tua. ARJ

bisa menghasilkan komplikasi sering pada kasus-kasus yang lebih berat. 1

Team penyusun kriteria JRA pada tahun 1982 memperbaharui (revisi)

kriteria tahun 1977 dan menetapkan bahwa Juvelile Rheumatoid Arthritis adalah

nama yang digunakan untuk bentuk utama dari artritis kronis pada anak-anak dan

dibagi atas 3 onset subtipe yaitu: sistemik, poliartikuler, dan pausiartikuler. Onset

subtipe dibagi lagi menjadi beberapa kelompok. 2

BATASAN3

Artritis Reumatoid Juvenil (ARJ) adalah salah satu penyakit Reumatoid

yang paling sering pada anak, dan merupakan kelainan yang paling sering

menyebabkan kecacatan. Ditandai dengan kelainan karakteristik yaitu sinovitis

idiopatik dari sendi kecil, disertai dengan pembengkakan dan efusi sendi. Ada 3

tipe ARJ menurut awal penyakitnya yaitu: oligoartritis (pauciarticular disease),

poliartritis dan sistemik.

Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya

dikenal sebagai penyakit jaringan ikat. Menurut kriteria American Rheumatism

Association (ARA) artritis reumatoid juvenil (ARJ) merupakan penyakit reumatik

yang termasuk ke dalam kelompok penyakit jaringan ikat yang terdiri lagi dari

beberapa penyakit.

1
     

PATOFISIOLOGI 3,4

Dalam patofisiologi JRA, setidak-tidaknya ada 2 hal yang perlu

diperhitungkan yaitu hipereaktifitas yang berhubungan dengan HLA dan pencetus

lingkungan yang kemungkinannya adalah virus. Penyebab gejala klinis ARJ

antara lain infeksi autoimun, trauma, stres, serta faktor imunogenetik.

Pada ARJ sistem imun tidak bisa membedakan antigen diri. Antigen pada

ARJ adalah sinovia persendian. Hal ini terjadi karena genetik, kelainan sel T

supresor, reaksi silang antigen, atau perubahan struktur antigen diri. Peranan sel T 

dimungkinkan karena adanya HLA tertentu. HLA-DR4 menyebabkan tipe

poliartikuler, HLA-DR5 dan HLA-DR8, HLA-B27 menyebabkan pauciartikuler.

Virus dianggap sebagai penyebab terjadinya perubahan struktur antigen diri ini.

Tampaknya ada hubungan antara infeksi virus hepatitis B, virus Eipstein Barr,

imunisasi Rubella, dan mikoplasma dengan ARJ. 

Pada fase awal terjadi kerusakan mikrovaskuler serta proliferasi sinovia.

Tahap berikutnya terjadi  sembab pada sinovia, proliferasi sel sinovia mengisi

rongga sendi. Sel radang yang dominan pada tahap awal adalah netrofil, setelah

itu limfosit, makrofag dan sel plasma. Pada tahap ini sel plasma memproduksi

terutama IgG dan sedikit IgM, yang bertindak sebagai faktor rheumatoid yaitu

IgM anti IgG. Belakangan terbukti bahwa anti IgG ini jaga bisa dari klas IgG.

Reaksi antigen-antibodi menimbulkan kompleks imun yang mengaktifkan sistem

komplemen dengan akibat timbulnya bahan-bahan biologis aktif yang

menimbulkan reaksi  inflamasi. Inflamasi juga ditimbulkan oleh sitokin, reaksi

2
seluler, yang menimbulkan proliferasi dan kerusakan sinovia. Sitokin yang paling

berperan adalah IL-18, bersama sitokin yang lain IL-12, IL-15 menyebabkan

respons Th1 berlanjut terus menerus, akibatnya produksi monokin dan kerusakan

karena inflamasi berlanjut.

Pada fase kronik, mekanisme kerusakan jaringan lebih menonjol

disebabkan respons imun seluler. Kelainan yang khas adalah keruskan tulang

rawan ligamen, tendon, kemudian tulang. Kerusakan ini disebabkan oleh produk

enzim, pembentukan jaringan granulasi. Sel limfosit, makrofag, dan sinovia dapat

mengeluarkan sitokin, kolagenase, prostaglandin dan plasminogen yang

mengaktifkan system kalokrein dan kinin-bradikinin. Prosraglandin E2 (PGE2)

merupakan mediator inflamasi dari derivat asam arakidonat, menyebabkan nyeri

dan kerusakan jaringan. Produk-produk ini akan menyebabkan kerusakan lebih

lanjut seperti yang terlihat pada Artritis Reumatoid kronik.

ONSET SUBTIPE JRA 2

Onset subtipe ditentukan oleh manifestasi penyakit selama 6 bulan dan

tetap merupakan klasifikasi utama walaupun manifestasi-manifestasi yang mirip

dengan subtipe lain dapat timbul kemudian.

A. JRA onset sistemik : subtipe ini adalah JRA yang disertai dengan

demam intermiten yang menetap (suhu intermiten sepanjang hari

dapat mcncapai 103°F atnu lebih), disertai atau tidak disertai adanya

ruam reumatoid atau gangguan organ lain. Jika ditemukan adanya

demam dan ruam yang khas tanpa artritis dapat dipikirkan

3
kemungkinan JRA onset sistemik (probable systemic onset JRA).

Sebclum diagnosis pasti ditegakkan, harus ditemukan adanya artritis.

B. JRA onset pausiartikuler : Subtipe ini adalah JRA dengan artritis pada

4 sendi atau kurang selama 6 bulan pertama sakit. Penderita dengan

systemic onset JRA tidak termasuk dalam subtipe ini.

C. Poliartikuler JRA : Subtipe ini adalah JRA disertai artritis pada 5

sendi atau lebih selama 6 bulan pertama sakit. Penderita dengan

systemic onset JRA tidak termasuk dalam subtipe ini.

D. Yang termasuk dalam onset subtipe :

1) Systemic onset (SO)

a. poliartritis

b. oligoartritis

2) Oligoartritis (00) (pausiartikuler onset)

a. anti.-nuklear antibodi (ANA) positif, uveitis kronik.

b. faktor reumatoid positif.

c. HLA B-27 positif.

d. tidak termasuk klasifikasi lain.

3) Poliartritis (PO)

a. faktor reumatoid positif.

b. tidak termasuk klasifikasi lain.

Tidak termasuk (Exclusion)

A. Penyakit rematik lain

4
1. Demam Rematik

2. Lupus Eritematosus Sistemik

3. Spondilitis Ankilosis

4. Polimiositis dan dermatomiositis

5. Sindrom Vaskulitik

6. Sklerodcrma

7. Artritis Psoriatik

8. Sindrom Reiter

9. Sindrom Sjogren

10. Mixed Connective Tissue Diseases (MCTD)

11. Sindrom Behcet

B. Artritis Infeksi

C. Inflamasi gastrointestinal (inflammatory bowel disease)

D. Penyakit neoplasma termasuk leukemik

E. Kelainan non-rematik pada tulang dan sendi

F. Penyakit hematologi

G. Artralgia psikogenik

H. Lain-lain :

1. Sarkoidosis

2. Hypertrophic osteoarthropathy

3. Sinovitis Vilonodulcr

4. Hepatitis kronik aktif

5. Familial Mediterranean Fever

5
GEJALA KLINIK4,5,6

Artritis

Adalah gejala klinis utama yang terlihat secara obyektif. Ditandai dengan

salah satu dari gejala pembengkakan  atau efusi sendi, atau paling sedikit 2 dari 3

gejala peradangan yaitu gerakan yang terbatas, nyeri jika digerakkan dan panas.

Nyeri atau sakit biasanya tidak begitu menonjol. Pada  anak kecil, yang lebih jelas

adalah kekakuan sendi pada pergerakan, terutama pada pagi  (morning stiffness).

Tipe onset poliartritis

Terdapat pada penderita yang menunjukkan gejala arthritis pada lebih

dari 4 sendi, sedangkan tipe onset oligoartritis 4 sendi atau kurang. Pada tipe

oligoartritis sendi besar lebih sering terkena dan biasanya pada sendi tungkai.

Pada tipe poliartritis lebih sering terdapat pada sendi-sendi jari dan biasanya

simetris, bisa juga pada sendi lutut, pergelangan kaki, dan siku.

Tipe onset sistemik

Ditandai dengan demam intermiten dengan puncak tunggal atau ganda,

lebih dari 39o C selama 2 minggu atau lebih, artritis disertai kelainan sistemik lain

berupa ruam rematoid serta kelainan viseral misalnya hepatosplenomegali,

serositis atau limfadenopati.

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS 3,4

Klinis

6
Diagnosis terutama berdasarkan klinis. Penyakit ini paling sering terjadi

pada umur 1-3 tahun. Nyeri ekstremitas seringkali menjadi keluhan utama pada

awal penyakit. Gejala klinis yang menyokong kecurigaan kearah ARJ yaitu

kekakuan sendi pada pagi hari, ruam rematoid, demam intermiten, perikarditis,

uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul rematoid, tenosinovitis.

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai penunjang diagosis. Bila

diketemukan Anti Nuclear Antibody (ANA), Faktor Reumatoid (RF) dan

peningkatan C3 dan C4 maka diagnosis ARJ menjadi lebih sempurna.

o Biasanya ditemukan anemia ringan, Hb antara 7-10 g/dl disertai

lekositosis yang didominasi netrofil.

o Trombositopenia terdapat pada tipe poliartritis dan sistemik,

seringkali dipakai sebagai petanda reaktifasi penyakit. Diagnosis

banding untuk trombositopenia adalah :

1. Disseminated Intravascular Coagulation

2. Hemolytic Uremic Syndrome

3. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura

4. Eclampsia

5. Stroke Hemorrhagic

6. Stroke Ischemic

7. Autoimmune disorders

8. Cancer-associated TTP

7
9. Drug-induced TTP

10. HIV-related TTP

11. Infectious process and sepsis

12. Splenic sequestration

13. Transplant-associated TTP

14. Vasculitis

o Peningkatan LED dan CRP, gammaglobulin dipakai sebagai tanda

penyakit yang aktif. Beberapa peneliti mengemukakan peningkatan

IgM dan IgG sebagai petunjuk aktifitas penyakit. Pengkatan IgM

merupakan karakteristik tersendiri dari ARJ, sedangkan peningkatan

IgE lebih sering pada anak yang lebih besar dan tidak dihubungkan

dengan aktifitas penyakit. Berbeda dengan pada dewasa C3 dan C4

dijumpai lebi tinggi.

LED bisa meningkat pada keadaan berikut :

1. Infection

a. Bacterial Endocarditis, OSTEOMYELITIS - LED often >100

b. Abscess, Pelvic Inflammatory Disease, etc.

c. Tuberculosis – LED often >100

d. Acute hepatitis, thyroiditis

2. Tissue Necrosis –khususnya Neoplasma

3. Acute MI (inflammatory response)

4. Low Serum Albumin

5. Arsenic and lead intoxication

8
6. Nephrosis, renal disease with azotemia

7. Dysglobulinemia with positively charged proteins

a. Multiple Myeloma - ESR often > 100

b. MGUS (monoclonal gammopathy of unknown significance)

8. Vasculitides

a. Giant Cell Arteritis (ESR often >100)

b. Polymyalgia Rheumatica

9. Other Collagen Vascular Disorders - Cryoglobulinemia

o Faktor Reumatoid lebih sering pada dewasa dibanding pada anak.

Bila positif , sering kali pada ARJ poliartritis, anak yang lebih besar,

nodul subkutan, erosi tulang atau keadaan umum yang buruk. Faktor

Reumathoid adalah kompleks IgM-anti IgG pada dewasa dan mudah

dideteksi, sedangkan pada ARJ lebih sering IgG-anti IgG yang lebih

sukar dideteksi laboratorium.

o Anti-Nuclear Antibody (ANA) lebih sering dijumpai pada ARJ.

Kekerapannya lebih tinggi pada penderita wanita muda dengan

oligoartritis dengan komplikasi uveitis. Pemeriksaan imunogenetik

menunjukkan bahwa HLA B27 lebih sering pada tipe oligoartritis

yang kemudian menjadi spondilitis ankilosa. HLA B5 B8 dan BW35

lebih sering ditemukan di Australia.

o Pada pemeriksaan radiologis biasanya terlihat adanya pembengkaan

jaringan lunak sekitar sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis. 

Kelainan yang lebih jarang adalah pembentukan tulang baru

9
periostal. Pada stadium lanjut, biasanya setelah 2 tahun, dapat

terlihat adanya erosi tulang persendian dan penyempitan daerah

tulang rawan. Ankilosis dapat ditemukan terutama di daerah sendi

karpal dan tarsal. Pada tipe oligoartritis dapat ditemukan gambaran

yang lebih khas yaitu erosi, pengecilan diameter tulang panjang dan

atropi jaringan lunak regional sekunder. Hal ini terutama terdapat

pada fase lanjut. Pada tipe sistemik Kauffman dan Lovel

menemukan gambaran radiologis yang khas yaitu  ditemukannya

fragmentasi tidak teratur epifisis pada fase awal yang kemudian

secara bertahap bergabung ke dalam metafisis.

o Kriteria diagnosis artritis reumatoid juvenil menurut American

College of Rheumatology (ACR) :

1. Usia penderita kurang dari 16 tahun.

2. Artritis pada satu sendi atau lebih (ditandai

pembengkakan/efusi sendi atau terdapat 2/lebih gejala :

kekakuan sendi, nyeri/sakit pada pergerakan, suhu daerah sendi

naik).

3. Lama sakit lebih dari 6 minggu.

4. Tipe awitan penyakit dalam masa 6 bulan terdiri dari :

o Poliartritis (5 sendi atau lebih)

o Oligoartritis (4 sendi atau lebih)

o Penyakit sistemik dengan artritis atau demam intermiten

5. Penyakit artritis juvenil lain dapat disingkirkan

10
o Walaupun tidak ada yang patognomonik namun gejala klinis yang

menyokong kecurigaan ke arah ARJ yaitu kaku sendi pada pagi hari,

ruam reumatoid, demam intermiten, perikarditis, uveitis kronik,

spondilitis servikal, nodul reumatoid, tenosinovitis.

DIAGNOSIS BANDING

Acute Lymphoblastic Leukemia

Autoimmune Chronic Active Hepatitis

Tuberculosis

Crohn Disease

Endocarditis Bacterialis

Fever in the Toddler

Kawasaki Disease

Osteomyelitis

Pericarditis Viral

Sarcoidosis

Somatoform Disorder: Pain

Systemic Lupus Erythematosus

Ulcerative Colitis

PENATALAKSANAAN 4,5,6

Pengobatan utama adalah suportif. Tujuan utama adalah mengendalikan

gejala klinis, mencegah deformitas, meningkatkan kualitas hidup.

11
Garis besar pengobatan

Meliputi : (1) Program dasar yaitu pemberian : Asam asetil salisilat;

Keseimbangan aktifitas dan istirahat; Fisioterapi dan latihan; Pendidikan keluarga

dan penderita; Keterlibatan sekolah dan lingkungan; (2). Obat anti-inflamasi non

steroid yang lain, yaitu Tolmetindan Naproksen; (3). Obat steroid intra-artikuler;

(4). Perawatan Rumah Sakit dan (5). Pembedahan profilaksis dan rekonstruksi.

Asam asetil salisilat

Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) terpenting untuk ARJ, bekerja

menekan inflamasi, aman untuk pemakaian jangka panjang. Dosis yang efektif

adalah 75-90mg/kgBB/ hari dibagi   3-4 dosis, diberikan 1-2 tahun setelah gejala

klinis hilang.

Analgesik lain.

Asetaminofen bermanfaat untk mengontrol nyeri atau demam terutama

pada tipe sistemik, tidak boleh dipakai dalam jangka waktu lama karena

menimbulkan kelainan ginjal.

NSAID yang lain.

Sebagian besar NSAID yang baru tidak boleh diberikan pada anak,

pemakaiannya hanya untuk mengontrol nyeri, kekakuan, dan inflamasi pada anak

yang tidak responsif terhadap asam asetil salisilat atau sebagai pengobatan awal.

Tolmetin diberikan dengan dosis 30 mg/kgBB/hari ternyata cukup efektif. Selain

12
itu Naproksen dengan dosis 10-15mg/kgBB/hari memberikan hasil pengobatan

yang cukup baik.

Obat-obat yang dapat memodifikasi perjalana penyakit (DMARDs)

Pengobatan ARJ kadang-kadang memerlukan waktu cukup lama

sehingga menimbulkan keputusasaan dan ketidakpercayaan pada penderita

maupun orang tuanya. DMRAIDs akan memperpendek perjalanan penyakit dan

masa rawat inap. Obat-obat ini hanya boleh diberikan pada poliartritis progresif

yang tidak responsif terhadap Asam Asetil Salisilat Tabel 4 menunujukkan

DMRAIDs, efek samping dan pemantauannya.

 Tabel 2. : Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs

DMRAIDs Efek Samping Pemantauan


Hidroksiklorokuin Retinopati Cek Ophtalmologi
Prednison Gangguan pertumbuhan, penekanan Kadar Cortisol
poros HPA
Garam emas Supresi sumum tulang Cek Hematologi
Penisilamin Lupus Eritematosus medikamentosa, Hematologi
Sindroma nefrotik
Sufasalazin Nausea vomiting, Hemolitik anemi, Hematologi
supresi sumsum tulang
Metotreksat Supresi sumsum tulang, hepatotoksik Hematologi, LFT
Siklofosfamid Supresi susum tulang Hematologi
Azatioprin Supresi sumsum tulang, hepatotoksik Hematologi, LFT

Hidroksiklorokuin

Bermanfaat pada anak yang cukup besar dengan dosis awal

6-7mg/kgBB/hari, setelah 8 minggu diturunkan menjadi 5mg/kgBB/hari. Bila

setelah 6 bulan pengobatan tidak diperoleh perbaikan hidroksiklorokuin harus

13
dihentikan. Ketika memulai jangan lupa meyakinkan bahwa tidak ada defisiensi

G6PD karena bisa terjadi hemolisis.

Kortikosteroid

Digunakan bila terdapat gejala sistemik,uveitis kronik atau untuk

suntikan intra-artikular. Dosis awal adalah 0,25-1 mg/kgBB/hari dosis tunggal,

atau dosis terbagi pada kasus berat. Bila terjadi perbaikan klinis maka dosis

diturunkan pelan-pelan (tappering of).

Imunosupresan

Hanya diberikan dalam protokol eksperimental untuk keadaan berat yang

mengancam jiwa, walaupun beberapa pusat kesehatan sudah memakai untuk

pengobatan baku. Yang paling banyak digunakan adalah metotreksat dengan

indikasi untuk poliartritis berat atau gejala sistemik yang tidak membaik dengan

NSAID, hidroksiklorokuin atau garam emas. Dosis awal metotreksat adalah

5mg/m2/minggu dapat dinaikkan menjadi 10mg/m2/minggu setelah 9 minggu

tidak ada perbaikan. Lama pengobatan adalah 6 bulan.

Obat-obat ARJ yang lain :

Naproksen 10-20 mg/kg bb/hari 2 x sehari; Tolmetin 25 mg/kg bb/hari 4

x sehari; dan Ibuprofen 35 mg/kg bb/hari 4 x sehari.

Evaluasi pengobatan

14
Setelah 2-4 bulan, pemeriksaan laboratorium yang tetap menunjukkan

aktivasi penyakit, tanda untuk pemberian DMRAIDs lain.

KOMPLIKASI4

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan komplikasi yang

serius pada ARJ. Hal ini terjadi karena penutupan epifisis dini yang sering terjadi

pada tulang dagu, metakarpal dan metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat

pula terjadi, yang tersering adalah ankilosis, luksasio, dan fraktur. Komplikasi-

komplikasi ini terjadi tergantung berat, lama penyakit dan akibat pengobatan

dengan steroid. Komplikasi yang lain adalah vaskulitis, ensefalitis. Amiloidosis

sekunder dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal ginjal.

 Systemic

o Pericarditis

o Hemolytic anemia

o Disseminated intravascular coagulopathy

o Macrophage activation syndrome

o Endarteritis

 Pauciarticular JRA

o Knee flexion contractures

o Uveitis

o Leg length discrepancy

 Polyarticular JRA

o Skeletal abnormalities

15
o Cervical spine involvement

PROGNOSIS4

Prognosis sangat ditentukan dari tipe onset penyakitnya (Tabel 1).

Tipe Onset Subtipe Klinis Prognosis


Poliartritis RF+ Wanita Buruk
  Usia lebih tua  
  Tangan/pergelangan  
  Erosi sendi  
  Nodul  
  Non remisi  
ANA+ Wanita Baik
  Usia muda  
Seronegatif - Tidak tentu
Oligoartritis ANA+ Wanita Sangat baik
  Usia muda  
  Uveitis Kurang baik
RF+ Poliartritis Buruk
  Erosi  
  Non Remisi  
HLA-B27+ Laki-laki Baik
Seronegatif - Baik

Sekitar 70-90% penderita ARJ sembuh tanpa cacat, 10% menderita cacat

sampai dewasa, sebagaian diantaranya akan berkembang menjadi bentuk dewasa

disertai kecacatan.

16
Gambar 1. pasien dengan penyakit pausiartikular aktif

Gambar 2. Pasien dengan arthritis poliartikuler aktif

Gambar 3. foto polos pergelangan tangan pasien dengan arthritis poliartikuler

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Juvenile Rheumatoid Arthritis. Dalam Arthritis Foundation. Usa,

2007.

2. Cecilia R Padang, A R Nasution, Harry Isbagio. Kriteria Diagnostik

Penyakit Reumatik. Dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992

3. Miller Ml, Cassidy Jt. Juvenile Rheumatoid Arthritis. In: Behrman Re,

Kliegman Rm, Jenson Hb (Eds) : Textbook Of Pediatrics. 17th Ed

Philadelphia, Wb Saunders 2004. Pp.  799-804.

4. Ariyanto Harsono, Anang Endaryanto. Arthritis Rheumatoid Juvenil. Dalam

www.pediatrik.com, 2007.

5. Michael L Miller. Juvenile Rheumatoid Arthritis. Dalam

www.emedicine.com, 2007.

6. Annemarie C. Brescia. Juvenile Rheumatoid Arthritis. Dalam Kidshealth, The

Nemours Foundation, 2007.

18

Anda mungkin juga menyukai