Adat Istiadat Sumatera Barat
Adat Istiadat Sumatera Barat
Kalau dihitung, jumlah adat Istiadat Minangkabau sangatlah banyak dan tidak
bisa dihitung dengan jari. Kesemua sarat dengan ajaran agama Islam
sebagaimana prinsip dari orang Minang sendiri yang menyatakan: “Adat
Basandi Syarak dan Syarak Basandi Kitabullah”. Berdampingan dengan
wilayah Riau dan Mandailing, ada beberapa kesamaan adat istiadat dengan
adat istiadat Mandailing. Begitu juga dengan adat istiadat Melayu yang
banyak ditemukan di propinsi Riau.
Baik, berikut ini beberapa nama – nama adat istiadat suku Minang yang ada
di propinsi Sumatera Barat.
1. Makan Bajamba
Masyarakat suku Minang sedang Makan Bajamba pada acara tertentu (detik)
Tradisi Makan Bajamba ini merupakan salah satu tradisi yang sampai saat ini
masih banyak dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Sebutan lain Makan
Bajamba adalah Makan Barapak, yang merupakan tradisi makan dengan cara
bersama di sebuah tempat, dan biasanya dilakukan pada hari besar agama
Islam, upacara adat atau acara – acara penting lainnya. Tradisi ini
diperkirakan merupakan pengaruh dari masuknya agama Islam ke wilayah
Sumatera Barat sekitar abad ke 7 masehi. Maka tidaklah heran jika pada
pelaksanaannya Makan Bajamba ini sangat kental dengan adab makan dalam
ajaran Islam.
2. Tabuik
Acara Tabuik ini biasanya berlangsung selama satu minggu dan perayaan
puncaknya akan jatuh pada tanggal 10 Muharram. Pada momen puncak
perayaan acara Tabuik ini pada umumnya biasanya masyarakat Minang dari
seluruh penjuru propinsi Sumatera Barat akan ramai di kota Pariaman untuk
menyaksikan momen sakral yang dikenal dengan sebutan “Hoyak Tabuik”.
3. Balimau
Kegiatan ini dilakukan secara marathon, bergiliran dari satu Surau ke Surau
(rumah ibadah) lainnya. Pelaksanaannya sendiri dilakukan selama dua hari,
biasanya pada hari Sabtu dan Ahad. Pada hari Sabtu siangnya para ibu-ibu
dan anak gadis yang menjalankan tugas dengan membuat berbagai macam
masakan dan aneka hidangan. Sajian menu makanan paling unik dan khas
saat acara Maulid di Pariaman ini yaitu makanan Lamang (lemang).
Di hari selanjutnya, menjelang sore hari yang bertepatan sehabis waktu sholat
Ashar dilaksanakan prosesi Makan Bajamba secara bersama. Pada momen
ini semua isi kampung akan berkumpul di Surau untuk menikmati masakan
khas Padang yang telah dibuat pada hari sebelumnya. Fungsi lain dari
kegiatan ini yaitu masyarakat juga menghimpun sumbangan dalam bentuk
infaq dan sedekah untuk pembangunan Surau atau Masjid yang
membutuhkan.
5. Batagak Pangulu
Hewan
Itiak tampak terbang pada sebuah acara yang digelar bernama Pacuan Itiak
(Padangkita)
Kegiatan atau tradisi Pacu Itiak umumnya dilakukan pada 11 lokasi yang
berbeda di kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota. Prosedur
perlombaan Pacu Itiak yaitu dengan melemparkan hewan piaran Itiak sampai
terbang menuju garis finish yang ditentukan oleh panitia. Hewan yang cepat
sampai ke finish akan diumumkan sebagai pemenangnya. Adapun jauh jarak
dari start sampai finish sekitar 800 meter saja. Pemilik Itiak yang menang
akan mendapatkan hadiah dari panitia.
Keseruan tampak ketika Itiak dilepaskan dan mulai terbang untuk mencapai
garis finish.
7. Batagak Kudo-kudo
Anak bayi yang sedang mengikuti tradisi Turun Mandi di Padang (Viva)
Tradisi Turun Mandi dilaksanakan sebagai bentuk kesyukuran atas lahirnya
seorang anak. Selain itu, sebagai ajang sosialisasi kepada lingkungan sekitar
bahwa telah lahir seorang anak dari sebuah keluarga atau suku Minang.
Upacara Turun Mandi dimulai dengan persiapan berbagai perlengkapan,
kemudian arak-arakan menuju sungai (batang aia) tempat dilaksanakannya
upacara Turun Mandi tersebut. Tempat untuk pelaksanaan tradisi ini tidak
sembarangan, melainkan sudah ditetapkan tempatnya, yaitu di Batang Aia
atau Sungai. Upacara Turun Mandi sampai saat ini masih dilaksanakan oleh
masyarakat Minangkabau.
9. Pacu Jawi
Dua sapi yang sedang dipakai untuk pertunjukkan Pacu Jawi di Sumatera
Barat (Blogkulo)
Salah satu tradisi unik lainnya yang menjadi favorit dari Sumatera Barat
adalah Pacu Jawi. Pacu Jawi adalah upacara unik yang dilaksanakan oleh
masyarakat Tanah Datar, terkhusus masyarakat di kecamatan Sungai Tarab,
Rambatan, Limo kaum, dan Pariangan. Secara sekilas Pacu Jawi hampir
sama dengan tradisi Karapan Sapi di daerah Madura. Namun yang
membedakan keduanya adalah lahan yang digunakan. Pada Karapan Sapi
diketahui memakai sawah yang kering, sedang tradisi Pacu Jawi memakai
lahan sawah yang basah dan penuh lumpur. Perbedaan lain yang sangat
jelas terkait dengan mempercepat larinya sapi, seorang yang bertugas
sebagai joki Pacu Jawi tidak menggunakan tongkat seperti tradisi yang ada di
Karapan Sapi, para Jokowi akan menggigit ekor sapi guna mempercepat
larinya sang sapi.
10. Baburu Babi
Alat musik yang ini lebih dikenal sebagai alat musik tiup tradisional Minang.
Pada umumnya Puput Serunai dibunyikan pada acara-acara keramaian adat,
seperti perkawinan, perhelatan penghulu (batagak pangulu) dan lain-lain. Atau
ditiup secara santai oleh perorangan, pada saat memanen padi atau diladang.
Boleh jadi ia dimainkan secara solo atau sendirian, dan bisa pula secara koor,
atau digabung dengan alat musik tradisional lainnya, seperti Talempong,
Gendang dan sebagainya.
Bahan untuk membuat alat musik ini adalah kayu capo ringkik atau dari
bambu talang seukuran ibu jari tangan sebagai penata bunyi. Capo ringkik itu
adalah sejenis perdu, kayunya keras tetapi bagian dalam lunak, sehingga
mudah dilubangi. Panjangnya sekitar 20 cm, diberi 4 lubang berjarak 2,5 cm,
yang berfungsi mengatur irama. Nadanya hanya do-re-mi-fa-sol atau disebut
nada pentatonis. Nada ini yang lazim pada alat musik tradisional Minang. Alat
musik ini sering dimainkan saat menanam padi, upacara panen, atau bahkan
mengiringi pertandingan silat (silek).
2. Bansi
Bansi adalah suling khas suku Minang yang terbuat dari bambu dengan 7
buah lubang nada di bagian sisinya. Bansi termasuk jenis alat musik
aerophon karena membutuhkan udara atau tiupan untuk menghasilkan irama.
Dibandingkan alat musik tiup tradisional lainnya di nusantara, Bansi khas
Minang cenderung lebih mudah dimainkan. Bansi dapat memainkan lagu-lagu
tradisional maupun modern karena memiliki nada standar.
Ukuran Bansi adalah sekitar 33,5 – 36 cm dengan garis tengah antara 2,5 – 3
cm. Bansi juga terbuat dari talang (bambu tipis) atau sariak (sejenis bambu
kecil yang tipis).
3. Gandang Tabuik (Gendang Minang)
Gendang ini termasuk jenis gendang yang punya dua muka (sisi untuk
ditabuh) yang terbuat dari kulit kambing. Gendang ini biasanya dimainkan
pada acara- acara adat yang sakral. Tingginya 54 sentimeter dan diameternya
46 sentimeter sehingga cukup mengesankan dan menimbulkan suara nyaring
ketika ditabuh. Penampilannya mirip dengan bedug atau gendang biasa,
namun terkadang dalam acara gendang ini dihias dengan warna-warni
menarik.
Alat musik tradisional ini dibuat dari batang padi. Pada ujung ruas batang
dibuat lidah, jika ditiup akan menghasilkan celah, sehingga menimbulkan
bunyi. Sedangkan pada ujungnya dililit dengan daun kelapa yang menyerupai
terompet. Bunyinya melengking dan nada dihasilkan melalui permainan jari
pada lilitan daun kelapa. Suaranya yang nyaring melengking menjadi
pengiring wajib untuk mengiringi berbagai upacara adat termasuk upacara
panen.
5. Pupuik Tanduak
Pupuik Tanduak adalah sebuah alat musik tradisonal yang dimainkan dengan
cara di tiup. Alat musik ini dibuat dari tanduk, bambu kecil atau batang padi.
Bagian bawah di sambung dengan tanduk kerbau yang berbentuk
melengkung. Bagian ujung tanduk yang kecil dibuang hingga terdapat lubang
di ujungnya.
Pupuik Tanduak termasuk alat musik sederhana yang memiliki nada tunggal.
Karena itulah instrumen ini tidak digunakan sebagai aransemen pengiring
suatu tarian atau lagu. Fungsi dari Pupuik Tanduak lebih dominan sebagai
kode atau isyarat bagi masyarakat setempat. Alat ini dibunyikan sebagai
penanda waktu subuh dan maghrib. Pupuik Tanduak juga digunakan sebagai
isyarat adanya pengumuman dari pemuka kepada warga kampung.
6. Rabab Minang
Rabab atau lebih dikenal dengan Biola adalah kesenian tradisional yang
umurnya sudah tergolong tua. Sebutan rabab pada biola ini berkaitan dengan
latar belakang sejarahnya. Alat musik ini pada awalnya dibawa oleh
pedagang-pedagang dari Aceh yang datang ke Minangkabau untuk
berdagang dan menyebarkan Islam. Rabab adalah alat musik gesek
tradisional khas Minangkabau yang terbuat dari tempurung kelapa.
Kesenian Rabab sebagai salah satu kesenian tradisional yang tumbuh dan
berkembang dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau, tersebar
dibeberapa daerah dengan wilayah dan komunitas masyarakat yang memiliki
jenis dan spesifikasi tertentu.
7. Saluang
Alat musik ini termasuk dari golongan alat musik suling, tetapi lebih sederhana
pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang.
Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Dalam mebuat
saluang ini kita harus menentukan bagian atas dan bawahnya terlebih dahulu
untuk menentukan pembuatan lubang, kalau saluang terbuat dari bambu,
bagian atas Saluang merupakan bagian bawah ruas bambu. Pada bagian
atas Saluang diserut untuk dibuat meruncing sekitar 45 derajat sesuai
ketebalan bambu. Untuk membuat 4 lubang pada alat musik tradisional
saluang ini mulai dari ukuran 2/3 dari panjang bambu, yang diukur dari bagian
atas, dan untuk lubang kedua dan seterusnya berjarak setengah lingkaran
bambu. Untuk besar lubang agar menghasilkan suara yang bagus, haruslah
bulat dengan garis tengah 0,5 cm.
LAGU DAERAH
4. Dindin Badindin
Lagu ini juga biasanaya diapakai untuk mengiringi tarian Indang. Dulunya lagu
ini dijadikan sebagai sarana dakwah agama Islam. Biasanya lagu ini
dimainkan ketika pemuda dan pemudi pulang dari surau. Saat ini lagu ini
sudah mengalami penggubahan dari lirik awalnya.