Anda di halaman 1dari 21

BAB I.

PENDAHULUAN

a. Latar belakang
Perkembangan bisnis makanan dan minuman khususnya bisnis kuliner, dewasa ini
tumbuh pesat dan beraneka ragam seiring dengan tuntutan kebutuhan dan gaya hidup
masyarakat. Berbagai macam jenis, bentuk, cita rasa dan penampilan ditawarkan para
pelaku usaha untuk memanjakan mata dan lidah parapenikmat kuliner. Banyak makanan dan
minuman termasuk jajanan ditawarkan dengan harga yang bervariasi menurut target pasar
yang dituju.
Bakso daging sapi merupakan salah satu jenis makanan olahan yang palingdigemari
diantara jenis bakso lain. Bakso jenis ini jelas paling digemari karena rasanya yang gurih,
kenyal dan berserat renyah, aroma daging sapi yang lezat mampu membangkitkan selera
atau menjadi penyedap saat ditambahkan dengan makanan lainnya. Layak bakso daging
seringkali dicampurkan pada kuah sup, oseng, nasi goreng, mie atau cap jay. Makanan
tersebut tampak lebih istimewa jikadiberi potongan bakso.
Variasi bakso daging sapi sangat banyak mulai dari ukuran terkecil sampai sebesar
bola tenis. Mulai bakso kasar (dengan cacahan daging), urat, halus sampaibakso daging yang
diberi aneka isi (keju, strawberi atau jamur). Dari bentuk bulat, gepeng , kotak sampai bentuk
bunga bunga dan bintang. Di pasar tradisional bakso daging dalam bentuk curah dan
kemasan dijual dalam kondisi segar. Semantara di supermarket dan hypermarket besar
bakso dikemas dan disimpan di suhu chill dan beku. Puluhan merk bakso daging berderet
dan tetap laku setiap harinya. Setiap harinya bakso dijual kembali abang bakso kuah keliling,
untuk masak ibu ibu di rumah, restaurant, catering dan hotel membutuhkan bakso untuk
masakan istimewanya. Pasar bakso begitu besar baik di kota maupun desa. Boleh jadi bakso
daging sapi adalah jenis olahan yang sudah begitu menasional.
Dari sisi permintaan pasar, bakso daging tidak pernah putus. Tapi perkembangan
ekonomi yang kurang bersahabat, di tengah naiknya bahan baku daging sapi yang tidak
terkendali, harga bakso jadi semakin mahal. Bahan baku berupa daging sapi selalu
mengalami kekurangan, kekurangan stok bahan daging sapi ini meski sudah disiasati
dengan impor daging sapi tetap belum bisa menyelesaikan masalah tersebut. Bahan baku
yang mahal menghasilkan bakso daging sapi yang mahal pula. Sementara daya beli semakin
menurun. Untukmengantisipasi tersebut, kreasi ekonomi berupa ide usaha bakso daging sapi
yangdipadukan dengan daging ayam. Pencampuran daging sapi 60 % dan daging ayam 40
% diharapkan dapat meminimalkan biaya produksi yang akan berpengaruh pada harga
jualnya.
b. Tujuan dan Sasaran

1. Tujuan
Kegiatan pengembangan bisnis produk bakso bertujuan:
Setelah melakukan praktik pembuatan bakso, peserta dapat:
1. Memahami prinsip pembuatan bakso daging
2. Membuat bakso dengan kriteria sebagai berikut:
a. Tekstur kenyal, dan renyah
b. Rasa gurih dan enak
c. Warna dan aroma khas
d. Penampakan halus
3. Menganalisis biaya produksi
Guru-guru produktif APHP, peserta didik dan masyarakat sekitar diharapkan dapat
mengimplementasikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh dari kegiatan
kewirausahaan. Kegiatan Pengembangan ini kewirausahaan produk bakso berbasis Inovasi
diharapkan membawa hasil antara lain:
1. Meningkatkan kemampuan berinovasi pada produk bakso.
2. Menghasilkan bakso dengan rasa dan kemasan yang dapat diterima masyarakat.
3. Meningkatkan keterampilan wirausaha melalui kegiatan pemasaran secar langsung.
BAB II. DASAR TEORI

A. Tinjauan Umum Daging

Daging merupakan semua jaringan hewan beserta produk hasil pengolahannya


yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
memakannya. Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi
fisiologisnya telah berhenti. Otot hewan berubah menjadi daging karena fungsi
fisiologisnya telah berhenti. Otot merupakan komponen utama penyusun daging. Daging
juga tersusun dari jaringan ikat, epitel, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah, dan
lemak (soeparno, 2005).
Komposisi daging sapi terdiri dari 75% air, 18% protein, 4% protein yang dapat
larut (termasuk mineral) dan 3% lemak. Ternak rata-rata menghasilkan karkas (bagian
badan hewan) 55%, macam-macam hasil sampingan 9%, kulit 6% dan bahan lainnya
30%. Daging yang baik ditentukan oleh warna, bau, penampakan dan kekenyalan.
Semakin daging tersebut lembab atau basah serta lembek (tidak kenyal) menunjukan
kualitas daging yang kurang baik.
Pembuatan bakso daging sapi maupun daging ayam memiliki kriteria bagian
daging yang baik digunakan untuk bakso agar kualitas bakso yang didapatkan juga
menghasilkan hasil yang baik. Bagian daging sapi yang digunakan untuk pembuatan
bakso adalah daging yang sedikit mengandung urat, misalnya daging penutup, pendasar
gandik dengan penambhan tepung lebih sedikit daripada berat daging yang digunakan.
Daging yang digunakan dalam pembuatan bakso harus daging segar, yaitu dari ternak
yang baru dipotong Sebaiknya jangan menggunakan daging yang telah dilayukan, yaitu
daging yang telah mengalami proses aging atau penuaan. Bila menggunakan daging
yang telah layu, tekstur bakso yang dihasilkan kurang kenyal (Widyaningsih dan Murtini,
2006). Semakin segar daging semakin bagus mutu bakso yang dihasilkan. Selain itu
daging hendaknya tidak banyak berlemak dan tidak banyak berurat. Lemak dan urat yang
terdapat pada daging sebaiknya dipisahkan dulu. Namun untuk membuat bakso urat
justru digunakan daging yang banyak urat atau seratnya, sedangkan lemak tetap
dipisahkan (Wibowo, 2006).

B. Bakso
Definisi dari Standar Nasional Indonesia menyebutkan bahwa bakso daging merupakan
makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging
tidak kurang dari 50%) dan pati atau serelia dengan atau tanpa penambahan makanan yang
diizinkan (BSN, 1995).
Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan
maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam
dapur, tepung tapioka, dan bumbu, berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30
g per butir. Setelah dimasak bakso memiliki tekstur yang kenyal sebagai ciri spesifiknya.
Kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan
yang digunakan, proporsi daging dengan tepung dan proses
pembuatannya(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Adonan bakso dibuat dengan cara: daging dipotong kecil – kecil, kemudian dicincang
halus dengan menggunakan blender. Daging tersebut kemudian dicampur dengan es batu atau
air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang kalis
dan plastis sehingga mudah dibentuk sambil ditambahkan tepung kanji sedikit demi sedikit agar
adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15 20% berat daging (Sunarlim, 1992).
Pada umumnya bahan baku utama bakso biasanya terbuat dari daging segar yang belum
mengalami rigormortis. Daging sapi fase pre-rigormortis memiliki daya ikat air yang tinggi, dalam
arti kemampuan protein daging mengikat dan mempertahankan air tinggi sehingga menghasilkan
bakso dengan kekenyalan tinggi. Hal ini didukung oleh perubahan daging sapi fase pre-
rigormortis ke rigormortis selama penggilingan, pencampuran, penghalusan, pencetakan dan
perebusan sangat memacu kekenyalan bakso. Pada kondisi perubahan fase ini, disamping daya
ikat air-protein tinggi, protein aktin dan miosin belum saling berinteraksi menjadi aktomiosin, pH
cukup tinggi, akumulasi asam laktat cukup rendah dan tekstur tidak lunak (Prastuti, 2010).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3818-1995, syarat mutu bakso adalah
sebagai berikut :
C. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Kadar Air
Natrium klorida yang terdapat pada garam dikenal dapat mengubah daya ikat air
selama penyimpanan daging post rigor. Perubahan daya ikat air ini tergantung pada
besarnya pengaruh pertukaran ion, terutama di antara filamen aktin dan miosin, serta
pemecahan ikatan aktomimiosin. Dengan adanya NaCl, miosin dan aktin mampu
mengikat air lebih besar daripada aktomiosin. Terbentuknya ikatan aktin dan miosin
menjadi aktomiosin saat proses rigor mortis dapat menurunkan daya ikatnya terhadap
cairan daging (lawrie dan ledward, 2006)
Adanya anion Cl- yang mempunyai kekuatan ionik akan menarik molekul-molekul
air pada protein, sehingga daya ikat air meningkat. Penambahan NaCl pada daging
mengakibatkan penurunan struktural protein daging yang lebih didominasi oleh adanya
NaCl. Perlakuan NaCl mampu meningkatkan solubilitas protein otot karena protein-
protein miofibrilar transvers yang bias bertindak sebagai penghalang structural terhadap
ekstraksi miosin menjadi terpisah-pisah. Perlakuan semacam ini juga dapat
menyebabkan terdegradasinya protein-protein miofibrilar dengan berat molekul rendah.
Pelunakan struktur bersama-sama dengan modifikasi konformasional protein-protein
miofibrilar akan menyebabkan terperangkapnya air di dalam jaringan, dan
mengakibatkan kenaikan daya ikat air pada daging. Reduksi penyerapan air pada gel
yang mengandung garam disebabkan oleh penurunan kekuatan elektrostatik yang
bersifat penolakan karena adanya garam dalam fase gel air. Peningkatan muatan negatif
dengan naiknya pH dari 6,4 - 7,4 merupakan kekuatan yang menyebabkan pembentukan
struktur gel yang secaraprogresif terdifusi lebih merata, sehingga terjadi peningkatan
daya ikat air (Soeparno, 2011)
Daya ikat air daging berbeda di antara spesies. Misalnya daya ikat air pada ayam
mempunyai daya ikat lebih rendah daripada daging-daging lain, namun penambahan
garam dalam pengolahan dapat meningkatkan daya ikat air daging yaitu disebabkan
protein Miosin daging yang dikenal lebih hidrofobik daripada protein-protein daging
lainnya yang larut dalam garam bersama dengan cairan yang ada pada daging. Miosin
yang terlarut di dalam cairan ini akan membungkus partikel-partikel olahan daging,
sehingga daya ikat air olahan daging meningkat, namun tidak pada daging ternak yang
mengalami stress (Soeparno, 2011).
D. Bahan Pembuatan Bakso
a. Bahan Pengisi
1. Tepung Tapioka
Tepung tapioka, tepung singkong, tepung kanji, atau aci adalah tepung yang
diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam bahasa indonesia disebut
singkong. Tapioka memiliki sifat- sifat yang serupa dengan sagu, sehingga kegunaan
keduanya dapat dipertukarkan. Tepung ini sering digunakan untuk membuat
makanan, bahan perekat, dan banyak makanan tradisional yang menggunakan
tapioka sebagai bahan bakunya.
Tapioka adalah nama yang diberikan untuk produk olahan dari akar ubi kayu
(cassava). Analisis terhadap akar ubi kayu yang khas mengidentifikasikan kadar air
70%, pati 24%, serat 2%, protein 1% serta komponen lain (mineral, lemak, gula)
3%. Tahapan proses yang digunakan untuk menghasilkan pati tapioka dalam
industri adalah pencucian, pengupasan, pemarutan, ekstraksi, penyaringan halus,
separasi, pembasahan, dan pengering.
2. Es Batu
Es batu merupakan air yang dibekukan, yang didinginkan di bawah 0 °C. Es batu
digunakan sebagai pelengkap minuman. Studi di beberapa negara menunjukkan
bahwa es batu yang digunakan dalam makanan dan minuman yang dibuat pabrik
es mengandung Escherichia coli, dan bakteri coliform. Kehadiran kuman-kuman
tersebut disebabkan rendahnya kualitas sumber air atau kurangnya higiene dalam
pembuatan dan pengelolaan.
3. Garam
Garam merupakan salah satu jenis bahan pokok kebutuhan masyarakat yang
sangat penting. Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat,
namun jumlah produksinya justru mengalami penurunan. Garam di Indonesia dan
negara-negara tropis umumnya diproduksi dengan menggunakan sistem kristalisasi
total yang menghasilkan garam dengan kualitas dan kuantitas yang rendah.
Kendala lain yaitu jumlah produksi garam nasional yang masih sedikit serta adanya
alih fungsi lahan garam. Peningkatan kualitas garam perlu dilakukan misalnya
dengan perbaikan teknologi, pembinaan sistem manajemen mutu, pelatihan teknik
produksi, dan bantuan peralatan mesin iodisasi garam. Sedangkan kuantitas
produksi garam dapat ditingkatkan dengan program intensifikasi dan ekstensifikasi.
Garam merupakan produk sebuah industri dan sekaligus sebagai bahan bantu di
berbagai industri lain. Industri pengolahan hasil perikanan, baik tradisional maupun
modern memanfaatkan garam sebagai bahan bantu pengolahan produk perikanan.
Garam berfungsi sebagai pengawet, penambah cita rasa, maupun untuk
memperbaiki penampilan dan tekstur daging ikan. Industri pengolahan tradisional
yang memanfaatkan garam misalnya industri pengolahan ikan asin, atau pun produk
daging fermentasi.
4. Bumbu
Bumbu-bumbu yang sering ditambahkan adalah garam dapur halus dan MSG.
Menurut Wibowo (2005), Garam berfungsi sebagai pelarut protein dan meningkatkan
daya ikat protein otot. Jumlah garam yang dibutuhkan sebesar 2.5% dari berat
daging. Menurut Pearson dan Tauter (1984), Monosodium glutamat (MSG)
digunakan sebagai pembangkit citarasa. Menurut Wibowo (2005), sebaiknya
tidak menggunakan MSG sebagai penyedap rasa karena sejauh ini masih
diperdebatkan dan dicurigai menjadi penyebab berbagai kelainan kesehatan seperti
kanker. Untuk menggantikan MSG dapat ditambahkan bumbu penyedap yang
dibuat dari campuran bawang putih dan merica. Jumlah bumbu penyedap yang
ditambahkan sebesar 2% dari berat daging.
Menurut Widyaningsih (2006), Sodium Tri PoliPhospat (STPP) dapat digunakan
sebagai bahan pengeyal dan pengemulsi yang aman digunakan. STPP berfungsi
mempertahankan kelembapan, integritas urat daging, meningkatkan keempukan,
daya ikat partikel daging, tekstur, gelatinisasi pati protein, menstabilkan flavor,
aroma, dan warna, serta dapat menurunkan aktivitas air (aw) sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan bakso.
Penggunaan STPP dalam pembuatan adonan bakso sebesar 0.25% dari berat
adonan bakso.
a. Proses Pembuatan Bakso
a.) Persiapan Pembuatan Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri atas empat tahap yaitu
penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan bakso dan, pemasakan. Pada
proses penggilingan daging harus diperhatikan kenaikan suhu akibat proses penggilingan
karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi adalah di bawah
20˚C. Pemasakan bakso setelah dicetak dilakukan dengan cara perebusan dalam air
mendidih atau dapat juga dikukus (Bakar dan Usmiati 2007).
b.) Penghancuran Daging
Tahap ini bertujuan untuk memperluas permukaan daging sehingga protein yang larut
dalam garam mudah terekstrak keluar kemudian jaringan lunak akan berubah menjadi
mikro partikel. Proses penghancuran daging perlu ditambahkan es atau air dingin
sebanyak 20% dari berat adonan agar menghasilkan emulsi yang baik dan mencegah
kenaikan suhu akibat gesekan (Winarno dan Rahayu 1994).
c.) Pembuatan Adonan
Setelah daging ayam hancur kemudian dicampur dengan garam dapur dan bumbu
secukupnya. Setelah tercampur merata ke dalam adonan tersebut ditambahkan tepung
tapioca sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dilumatkan hingga diperoleh adonan yang
homogen. Pada saat pembentukan adonan bakso ditambahkan es batu sekitar sekitar
15-20% atau bahkan 30% dari berat daging ayam lumat. Es ini berfungsi
mempertahankan suhu dan menambah air ke dalam adonan agar adonan tidak kering
dan rendemennya tinggi (Wibowo, 2006).
d.) Pencetakan
Adonan yang sudah homogen dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap direbus atau
dikukus. Pembentukan adonan menjadi bola bakso dapat dilakukan dengan
menggunakan tangan, caranya adalah adonan diambil dengan sendok makan kemudian
diputar-putar dengan menggunakan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi mereka
yang sudah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam
adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari lubang
antara ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan kemudian bulatan tersebut dilakukann
pengambilan dengan sendok (Wibowo, 2006).
e.) Pemasakan
Pemanasan menyebabkan molekul protein terdenaturasi dan mengumpul membentuk
suatu jaring-jaring. Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah pada kadar garam
0,6 M, pH 6, dan suhu 65˚C. Untuk mendapatkan kekuatan gel yang maksimum, bakso
harus dijendalkan dengan cara direndam dengan air dengan suhu 28- 30˚C selama 1-2
jam atau pada suhu air 45˚C selama 20-30 menit. Pemasakan bakso umumya dilakukan
dengan air mendidih dapat juga dilakukan dengan cara blanching menggunakan uap air
panas atau air panas pada suhu 85-90˚C. Pengaruh pemasakan ini terhadap adonan
bakso adalah terbentuknya struktur produk yang kompak. jika bakso yang direbus sudah
mengapung di permukaan air berarti bakso sudah matang dan dapat diangkat.
Kematangan bakso juga dapat dilihat dengan melihat bagian dalam bakso. Biasanya
perebusan bakso ini memerlukan waktu sekitar 15 menit. Jika diiris, bekas irisan bakso
yang sudah matang tampak mengilap agak transparan, tidak keruh seperti adonan lagi.
(Wibowo, 2006) Setelah cukup matang, bakso diangkat dan ditiriskan sambil didinginkan
pada suhu ruang. Agar lebih cepat dingin, dapat dibantu dengan kipas angin asal dijaga
dengan benar agar tidak terjadi kontaminasi kotoran setelah dingin, bakso dikemas dalam
kantong plastik dan ditutup rapat. Sebaiknya bakso yang telah dikemas disimpan dalam
lemari pendingin pada suhu yang terjaga sekitar 5˚C (Wibowo, 2006).

E. Karakteristik Warna bakso

Warna bakso ditentukan oleh bahan baku dan bahan pengikat yang digunakan (Zakaria
et al.,2010). Warna produk bakso diantaranya dipengaruhi oleh kandungan mioglobin
daging, semakin tinggi mioglobin daging maka warna daging semakin merah. Warna
merah pada daging akan mengalami perubahan menjadi abuabu kecoklatan selama
pemasakan karena terjadinya proses oksidasi (Soeparno, 2005). Pada daging olahan,
warna yang dibentuk merupakan hasil dari berbagai proses dan reaksi yang sangat
beragam. Faktor yang turut mempengaruhi warna daging olahan antara lain adalah suhu,
bahan tambahan dan proses pembuatannya. Lama pelayuan menyebabkan oksidasi dan
polimerasi lemak dan protein yang memberikan andil pada warna daging masak (Firahmi,
2015).
BAB III. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat


Kegiatan Project Based Learning produk aneka bakso dilaksanakan setelah
proposal disetujui dan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berwenang yaitupada
bulan Agustus. Kegiatan akan dilaksanakan di Laboratorium pengolahan BBPPMPV
Pertanian Cianjur

B. Alat dan Bahan


Alat:

NO NAMA ALAT SPESIFIKASI JUMLAH


1. Food Processor Elektrik 220 V 1 Buah
2. Vacum Sealer Elektrik 220 V 1 Buah
3. Timbangan Kapasitas 5 Kg 1 Buah
4. Timbangan Skala 0,01 kg Kapasitas 1 Kg 1 Buah
5. Kompor + Gas 1 atau 2 mata 1 Buah
6. Pisau Stainless Steal 1 Buah
7. Baskom Besar Kapasitas 4 liter 1 Buah
8. Sendok Makan Stainless Steel 1 Buah
9. Mangkuk Timbangan Kapasitas 200 -300 ml 10 Buah
10. Talenan Plastik/ Kayu/ Melamin 1 Buah
11. Panci Kapasitas 5 Liter 1 Buah
12. Pencetak Adonan Masinal/ Manual 1 Buah
13. Serokan Stainless Steel 1 Buah
14. Saringan Peniris Stainless Steel 1 Buah
15. Loyang Stainless Steel 1 Buah
16. Termometer Kaca 1 Buah
17. Lap Serbet Kain Ukuran 40 x 40 cm 1 Buah
18. Tempat Sampah Plastik 1 Buah
19. Gunting Stainless Steel 1 Buah

Bahan : 100 % = 500 gr

PRESENTAS JUMLA
NO NAMA BAHAN SPESIFIKASI
E (%) H (gr)
1. Daging Sapi 40 Segar sesuai kriteria 200
2. Daging Ayam 60 Segar sesuai kriteria 300
Puti bersih, Tidak Bau
3. Tepung Tapioka 20 100
apek, tidak berkutu
4. Es 10-15 Bersih 75
5. Bawang Putih 3 Segar 15
6. B. Merah Goreng 2 Renyah, tidak tengik 10
7. Putih Telur 1 butir Tidak berbau 10
8. Abastol 0,2 - 0,4 Bersih, tidak menggumpal 2-3

Bumbu :
Penyedap Rasa
9. 0,5 Bersih, tidak menggumpal 2,5
Sapi
10 . Merica 0,5 Bersih, tidak menggumpal 2,5
11. Msg 0,4 Bersih, Putih 2
12. Garam 2 Bersih, Putih 10
Total :
754 gr
Kemasan :
Plastik Kemasan Plastik HD
13. Secukupnya
Ukuran 15x20 cm
14. Kertas Label Secukupnya Glossy Ukuran 10x12 cm

C. Langkah Kerja
1. Melaksanakan SOP Personalia
Menggunakan jas lab, topi, masker, sarung tangan, dan sendal.
2. Persiapan Alat
Siapkan semua peralatan dengan lengkap serta dikalibrasi terlebih dahulu
sebelum digunakan.
3. Persiapan Bahan
Siapkan daging segar dan pisahkan dari lemak dan uratnya kemudian dicuci
sampai bersih. Siapkan bahan pengisi, bumbu yang akan dihaluskan, dari
berat daging sapi+daging ayam 500 gr.
4. Daging dipotong menjadi ukuran kecil
5. Penimbangan bahan baku (daging sapi dan daging ayam) dan bahan
pembantu lainnya.
Daging yang sudah dipotong kecil-kecil kemudian ditimbang sampai ukuran
500 gr, dan bahan pembantu juga ditimbang sesuai takaran yang ditentukan.
6. Penggorengan bawang putih dan bawang merah lalu dihaluskan.
7. Penggilingan daging pertama pada alat meat grinder bersama garam dan
sedikit es batu hingga halus.
8. Pencampuran : Penggilingan daging pada food processor bersama bawang
merah dan bawang putih yang sudah dihaluskan dan ditambahkan es batu
sisanya, masukkan bumbu merica, penyedap rasa sapi, sasa, Abastol.
9. Masukkan tepung tapioka sebanyak 20%, putih telur.
10. Pencetakan
Cetak adonan menjadi bola-bola bakso secara manual menggunakan tangan
dengan bantuan sendok dengan ukuran bakso seragam.
11. Perebusan
Adonan yang sudah dicetak kemudian direbus dengan suhu 75 ⁰ C – 80 ⁰ C
dengan waktu +/- 15 menit sampai bola-bola bakso mengapung.
12. Pendinginan
Bakso yang sudah mengapung kemudian diangkat dan dinginkan kemudian
ditiriskan/ diangin-anginkan selama +/- 15 menit.
13. Sortasi Bakso
Bakso yang sudah dingin kemudian disortasi dan di-trimming menggunakan
gunting supaya bentuknya bulat merata.
14. Pelabelan dan Pengemasan
Bakso yang sudah disortasi kemudian dikemas menggunakan kemasan
plastik HD Ukuran 15x20 cm dan diberi label sesuai prinsip AIDAS.
15. Penyimpanan
Bakso yang sudah dikemas dan diberi label kemudian disimpan di Freezer
pada suhu -18 ⁰ C sd -24 ⁰ C
16. Penyajian
Bakso bisa disajikan dengan kuah diberikan tambahan lain mie, bihun,
sayuran, maupun jeruk limau.
BAB IV. ANALISA USAHA

A. Biaya lnvestasi dan Biaya Operasional


Komponen biaya operasional produksi Bakso dibagi menjadi 3 kelompok yaitu biaya investasi,
biaya tetap antara lain berupa biaya tenaga kerja, listrik, dll.)dan biaya variabel untuk pembelian
bahan baku. Selengkapnya besarnya biaya operasional disajikan pada tabel berikut:
Tabel Biaya Investasi Produksi Bakso
USIA Penyusu
SPESIFIK HARGA JUMLAH
NO URAIAN JUMLAH EKONOMI tan per
ASI SATUAN HARGA
S hari
1 Timbangan 5 kg 1 Unit 250.000 250.000 5 tahun 42
Pemanas/Kom 50
2 por 2 Mata 1 Unit 600.000 600.000 10 tahun
3 Pisau Stailiss 1 Unit 60.000 60.000 5 tahun 10
4 Talenan Manual 1 Unit 30.000 30.000 5 tahun 5
Wadah/Basko 40
5 m stainles 2 Unit 120.000 240.000 5 tahun
6 Sendok stainles 2 B 6000 12.000 5 tahun 2
7 Spatula plastik 2 B 5.000 10.000 2 tahun 17
Penggiling 250
8 Daging Plastik 1 Unit 1.500.000 1.500.000 5 tahun
Alumuniu Bua 42
9 Wajan/Panci m 1 h 250.000 250.000 5 Tahun
Ulekan/Cobek/ Bua 17
10 Muntu Batu 1 h 200.000 200.000 10 tahun
Alat 250
11 Pengemas 1 Unit 1.500.000 1.500.000 5 Tahun
JUMLAH 4.652.000 725
Ket : 1 bulan = 25 hari kerja
3 hari x biaya penyusutan = Rp. 2.175

Tabel Biaya Tetap Produksi Bakso Per hari


No Jenis Biaya Periode Jumlah
1 Biaya penyusutan 3 hari Rp 2.175
2 Biaya promosi dan pemasaran* 3 hari Rp 4000
JUMLAH Rp 6.175
Tabel Biaya Variabel Produksi Bakso Sapi ayam perhari
Harga Jumlah
No. Bahan Jumlah
Satuan Harga
1 Daging Sapi 1500 gram Rp145.000 Rp217.500
2 Daging ayam 1000 gram Rp37.000 Rp37.000
3 Tepung Tapioka 500 gram Rp13.000 Rp6.500
4 Es 625 g Rp2.000 Rp1.000
5 Bawang Putih 75 g Rp38.000 Rp2.850
6 Bawang Goreng 50 g Rp20.000 Rp1.000
7 Putih Telur 5 butir Rp2.000 Rp4.000
8 STPP 10 g Rp60.000 Rp600
9 Penyedap Rasa Sapi 12,5 g Rp100.000 Rp1.250
10 Merica 12,5 g Rp200.000 Rp2.500
11 Karagenan 10 g Rp100.000 Rp10.000
12 Garam 50 g Rp20.000 Rp1.000
13 Gas 2,5 paket Rp22.000 Rp11.000
14 Plastik Kemasan 2,5 Paket Rp20.000 Rp10.000
15 Label 2,5 paket Rp15.000 Rp7.500
16 Tenaga kerja lepas 2,5 orang Rp40.000 Rp20.000
17 Biaya listrik - Rp7.500
18 Biaya air - 7500
Jumlah Biaya Variabel Rp348.700
Total Biaya Produksi Bakso adalah
1. Biaya Tetap Rp. 6.175
2. Biaya Variabel Rp. 348.700
Jumlah Rp. 354.875

Dalam 2,5 kg daging menghasilkan 4.375 gr bakso yang dikemas menjadi 35 kemasan. Berat per
kemasan yaitu 125 gr
Harga pokok produk =348.700/35 kemasan = Rp. 9.963,-
Laba yang diharapkan 60 % biaya produksi.
Maka per kemasan dijual seharga : (Rp. 9.963 x 60%) + 5.977
= Rp. 15.940 = Rp. 16.000
Omset = Rp 16.000 x 35
= Rp. 560.000
Laba = Rp. 560.000 – Rp. 354.875
= Rp. 205.125,-
R/C = 224.000 : 178.605
= 1,6
R/C > 1 artinya usaha layak layak dilakukan
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Pratanti (2021) aroma merupakan faktor yang paling penting dan merupakan komponen bau
yang ditimbulkan oleh suatu produk yang teridentifikasi oleh indra penciuman, selain itu aroma dapat
menentukan produk yang akan disukai oleh konsumen. Selain itu aroma yang ditimbulkan oleh suatu
produk olahan daging dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan
dan pemasakan produk olahan daging. Selama pemasakan akan terjadi berbagai reaksi antara
bahan pengisi dan daging, sehingga aroma daging berkurang selama pengolahan produk (Pratanti,
2021).
Berdasarkan analisa usah bakso di atas R/C lebih dari satu yang menunjukkan bahwa usaha tersebut
menguntungkan atau layak untuk dilanjutkan. Sedangkan jika R/C ratio sama dengan satu maka
usaha produksi bakso tersebut berada di titik impas atau tidak untung dan tidak rugi, dan apa bila
R/C kurang dari satu maka usaha produksi bakso tersebut dinyatakan rugi atau tidak layak untuk
dilanjutkan dan unsur keuntunganya mencapai 0,6. Sesuai dengan pendapat Malika dan Adiwijaya
bahwa adanya unsur keuntungan sebesar 0,3 maka analisis kelayakan dari R/C ratio adalah :
a. R/C > 1,3 = Layak / Untung
b. b. R/C = 1,3 = BEP
c. c. R/C < 1,3 = Tidak Layak / Rugi.
d. Rumus yang digunakan untuk menghitung R/C ratio adalah:
𝑅⁄𝐶 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 (Malika and Adiwijaya 2018).
BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Produksi ini layak untuk dilanjutkan karena bakso yang dihasilkan memiliki tekstur,
warna, aroma, rasa dan kenampakan menyerupai bakso daging sapi pada umumnya

2. Daging sapi yang di subsitusi dengan daging ayam tetap menghasilkan bakso yang
baik ditandai dengan adanya

3. Berdasarkan data hasil Analisa usaha produksi bakso dengan nilai R/C 1,6 yang
artinya layak untuk dijalankan
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Dokumentasi Kegiatan
DAFTAR PUSTAKA

Bakar, A. dan Usmiati, S. 2007. Teknologi Pengolahan Daging. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. (1995). Bakso Sapi. SNI 01-3818-1995. Jakarta : Badan
Standardisasi Nasional.
Lawrie, R. A., & Ledward, D. (2006). Lawrie’s Meat Science: Seventh Edition. In Lawrie’s Meat
Science: Seventh Edition. https://doi.org/10.1533/9781845691615

Malika, Uyun Erma, and Jemi Cahya Adiwijaya. 2018. “POTENSI AGRIBISNIS SAPI PERAH DI
KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR.” Jurnal Agribisnis 19(2).
Prastuti, N. T. 2010. Pengaruh Substitusi Daging Sapi dengan Kulit CakarAyam terhadap Daya Ikat
Air (Dia), Rendemen dan Kadar Abu Bakso. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Pratanti, B. T. 2021. Gel Emulsi Kacang Merah dan Minyak Zaitun Pada Formulasi Sosis Daging Sapi
Segar dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisik dan Kualitas Organoleptik. Skripsi,
Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram, pp 36 – 40.
Widyaningsih, T.D. dan Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan.
Trubus Agrisarana, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai